Professional Documents
Culture Documents
Sni Uji Kadar Protin
Sni Uji Kadar Protin
SNI 2970:2015
ICS 67.100.10
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
© BSN 2015
Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau
seluruh isi dokumen ini dengan cara dan dalam bentuk apapun serta dilarang mendistribusikan
dokumen ini baik secara elektronik maupun tercetak tanpa izin tertulis dari BSN
BSN
Email: dokinfo@bsn.go.id
www.bsn.go.id
Diterbitkan di Jakarta
SNI 2970:2015
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
Daftar isi
Daftar isi................................................................................................................................... i
Prakata.................................................................................................................................... ii
1 Ruang lingkup................................................................................................................... 1
2 Acuan normatif.................................................................................................................. 1
3 Istilah dan definisi..............................................................................................................1
4 Komposisi.......................................................................................................................... 2
5 Klasifikasi.......................................................................................................................... 2
6 Syarat mutu....................................................................................................................... 2
8 Cara uji.............................................................................................................................. 5
9 Syarat lulus uji...................................................................................................................5
10 Higiene............................................................................................................................ 5
11 Pengemasan................................................................................................................... 5
12 Syarat penandaan...........................................................................................................5
Lampiran A.............................................................................................................................. 6
Bibliografi............................................................................................................................... 40
© BSN 2015 i
SNI 2970:2015
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
Prakata
Standar Nasional Indonesia (SNI) Susu bubuk ini merupakan revisi SNI 01 – 2970 – 2006
Susu bubuk. Standar ini direvisi dan dirumuskan dengan tujuan sebagai berikut :
1. Menyesuaikan standar dengan perkembangan teknologi terutama dalam metode uji dan
persyaratan mutu;
2. Menyesuaikan standar dengan peraturan-peraturan baru yang berlaku;
3. Melindungi kesehatan dan kepentingan konsumen;
4. Menjamin perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab;
5. Mendukung perkembangan dan diversifikasi produk industri susu olahan.
Standar ini telah melalui proses jajak pendapat pada 27 Februari 2015 sampai 26 April 2015
dengan perpanjangan 1 (satu) bulan sampai tanggal 25 Mei 2015 dengan hasil akhir RASNI.
.
© BSN 2015 ii
SNI 2970:2015
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
Susu bubuk
1 Ruang lingkup
Standar ini menetapkan istilah dan definisi, klasifikasi, syarat mutu, pengambilan contoh,
dan cara uji susu bubuk.
Standar ini berlaku untuk susu bubuk plain yang ditujukan untuk pengguna akhir yang
selanjutnya disebut susu bubuk.
2 Acuan normatif
Pedoman ini tidak dapat dilaksanakan tanpa menggunakan dokumen referensi di bawah ini.
Untuk acuan bertanggal, hanya edisi yang disebutkan yang berlaku. Untuk acuan yang tidak
bertanggal, edisi terakhir dari (termasuk amandemen lain) yang berlaku.
SNI ISO 4831:2012, Mikrobiologi bahan pangan dan pakan – Metode horizontal untuk
deteksi dan enumerasi koliform – Teknik Angka Paling Mungkin (APM).
SNI ISO 6887-1:2012, Mikrobiologi bahan pangan dan pakan – Penyiapan contoh uji,
suspensi awal dan pengenceran desimal untuk pengujian mikrobiologi – Bagian 1 : aturan
umum untuk penyiapan suspensi awal dan pengenceran decimal.
SNI ISO 6887-5:2012, Mikrobiologi bahan pangan dan pakan – Penyiapan contoh uji,
suspensi awal dan pengenceran desimal untuk pengujian mikrobiologi – Bagian 5 : aturan
khusus untuk penyiapan susu dan produk susu.
SNI ISO 6888-1:2012, Mikrobiologi bahan pangan dan pakan – Metoda horizontal untuk
enumerasi staphylococci koagulasi-positif (Staphylococcus aureus dan spesies lain) –
Bagian 1:Teknik menggunakan media Baird Parker Agar.
3.1
susu bubuk
produk susu yang diperoleh dengan cara mengurangi sebagian besar air melalui proses
pengeringan susu segar dan atau susu rekombinasi, atau pencampuran kering (dry blend),
dengan atau tanpa penambahan vitamin, mineral, unsur gizi lainnya, dan bahan tambahan
pangan yang diizinkan.
CATATAN susu rekombinasi adalah produk susu berbentuk cair yang diperoleh dari
campuran komponen susu (padatan susu, krim) dan atau susu segar dan atau susu full
cream, atau keduanya
3.1.1
susu bubuk full cream
susu bubuk yang tidak dikurangi lemaknya
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
3.1.2
susu bubuk semi skim
susu bubuk yang yang dalam prosesnya dikurangi sebagian lemak susunya
3.1.3
susu bubuk skim
susu bubuk yang dalam prosesnya dikurangi sebagian besar lemaknya
4 Komposisi
a) Susu segar;
b) susu full cream;
c) susu skim; dan
d) krim.
Bahan tambahan pangan yang diizinkan untuk susu bubuk sesuai dengan ketentuan yang
berlaku, kecuali pewarna dan perisa.
5 Klasifikasi
6 Syarat mutu
Persyaratan
No. Kriteria uji Satuan Susu bubuk full Susu bubuk semi
Susu bubuk skim
cream skim
1 Keadaan
7 Cemaran logam
7.1 Timbal (Pb) 3) mg/kg maks. 0,02 maks. 0,02 maks. 0,02
7.2 Kadmium (Cd) mg/kg maks. 0,2 maks. 0,2 maks. 0,2
7.3 Timah (Sn) mg/kg maks. 40,0 / 250,0 4) maks. 40,0 / 250,0 4) maks. 40,0 / 250,0 4)
Tabel 1 (lanjutan)
Persyaratan
No. Kriteria uji Satuan Susu bubuk full Susu bubuk semi
Susu bubuk skim
cream skim
8.4 Merkuri (Hg) 3) mg/kg maks. 0,03 maks. 0,03 maks. 0,03
9 Cemaran arsen (As) 3) mg/kg maks. 0,1 maks. 0,1 maks. 0,1
10 Cemaran mikroba
10.1 Angka lempeng total koloni/g maks. 5 x 104 maks. 5 x 104 maks. 5 x 104
10.4 Staphylococcus aureus koloni/g maks. 1 x 102 maks. 1 x 102 maks. 1 x 102
7 Pengambilan contoh
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
8 Cara uji
Produk dinyatakan lulus uji apabila memenuhi syarat mutu sesuai Tabel 1.
10 Higiene
Cara memproduksi produk yang higienis termasuk cara penyiapan dan penanganannya
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
11 Pengemasan
Produk dikemas dalam wadah yang tertutup rapat, tidak dipengaruhi atau mempengaruhi isi,
aman selama penyimpanan dan pengangkutan.
12 Syarat penandaan
Syarat penandaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku tentang label dan iklan
pangan.
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
Lampiran A
(normatif)
Cara uji susu bubuk
Persiapan contoh terdiri atas persiapan contoh untuk uji mikrobiologi, uji organoleptik, dan
uji kimia. Pengambilan contoh untuk uji mikrobiologi dilakukan pertama, kemudian
dilanjutkan dengan pengambilan contoh untuk uji organoleptik dan uji kimia.
Buka kemasan contoh susu bubuk dan ambil contoh secara aseptik sebanyak 400 g,
kemudian tempatkan dalam botol contoh steril.
Buka kemasan contoh susu bubuk dan ambil contoh secukupnya, kemudian tempatkan
dalam botol contoh yang bersih dan kering.
Buka kemasan contoh susu bubuk dan ambil contoh sebanyak 400 g, kemudian tempatkan
dalam botol contoh yang bersih dan kering.
A.2 Keadaan
A.2.1 Bau
A.2.1.1 Prinsip
Pengamatan contoh uji dengan indera penciuman yang dilakukan oleh panelis yang terlatih
atau kompeten untuk pengujian organoleptik.
a) Ambil contoh uji secukupnya dan letakkan di atas gelas arloji yang bersih dan kering;
b) cium contoh uji untuk mengetahui baunya; dan
c) lakukan pengerjaan minimum oleh 3 orang panelis yang terlatih atau 1 orang tenaga
ahli.
a) Jika tidak tercium bau asing, maka hasil dinyatakan “normal”; dan
b) jika tercium bau asing, maka hasil dinyatakan “tidak normal”.
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
A.2.2 Rasa
A.2.2.1 Prinsip
Pengamatan contoh uji dengan indera perasa yang dilakukan oleh panelis yang terlatih atau
kompeten untuk pengujian organoleptik.
a) Ambil contoh uji secukupnya dan letakkan di atas gelas arloji yang bersih dan kering;
b) rasakan dengan indera pengecap (lidah); dan
c) lakukan pengerjaan minimum oleh 3 orang panelis yang terlatih atau 1 orang tenaga
ahli.
a) Jika tidak terasa rasa asing, maka hasil dinyatakan “normal”; dan
b) jika terasa rasa asing, maka hasil dinyatakan “tidak normal”.
A.2.3 Warna
A.2.3.1 Prinsip
Pengamatan contoh uji dengan indera penglihatan yang dilakukan oleh panelis yang terlatih
atau kompeten untuk pengujian organoleptik.
a) Ambil contoh uji secukupnya dan letakkan di atas gelas arloji yang bersih dan kering;
b) amati dengan indera penglihatan (mata); dan
c) lakukan pengerjaan minimum oleh 3 orang panelis yang terlatih atau 1 orang tenaga
ahli.
a) Jika tidak terlihat warna asing, maka hasil dinyatakan “normal”; dan
b) jika terlihat warna asing, maka hasil dinyatakan “tidak normal”.
A.3.1 Prinsip
Kadar air dihitung berdasarkan bobot yang hilang selama pemanasan dalam oven pada
temperatur (102 ± 2) °C selama 2 jam .
A.3.2 Peralatan
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
A.3.3 Cara kerja
a) Panaskan botol timbang beserta tutupnya dalam oven pada temperatur (102 ± 2) °C
selama lebih kurang satu jam dan dinginkan dalam desikator selama 45 menit kemudian
timbang dengan neraca analitik (botol timbang dan tutupnya) (W0);
b) masukkan 1 g sampai dengan 3 g contoh ke dalam botol, tutup, dan timbang (W1);
c) panaskan botol timbang yang berisi contoh tersebut dalam keadaan terbuka dengan
meletakkan tutup botol di samping oven di dalam oven pada temperatur (102 ± 2) °C
selama dua jam (dua jam setelah temperatur oven mencapai 102 °C;
d) tutup botol timbang ketika masih di dalam oven, pindahkan segera ke dalam desikator
dan dinginkan selama 45 menit kemudian timbang (W2);
e) lakukan pekerjaan duplo;
f) hitung kadar air dalam contoh.
A.3.3.1 Perhitungan
Keterangan:
W0 adalah bobot botol timbang kosong dan tutupnya, dinyatakan dalam gram (g);
W1 adalah bobot botol timbang, tutupnya, dan contoh sebelum dikeringkan, dinyatakan dalam gram
(g);
W2 adalah bobot botol timbang, tutupnya, dan contoh setelah dikeringkan, dinyatakan dalam gram
(g).
A.3.3.2 Ketelitian
Kisaran hasil dua kali ulangan maksimum 5% dari nilai rata-rata hasil kadar air atau deviasi
(RSD) maksimum 2%. Jika kisaran lebih besar dari 5% atau deviasi lebih besar dari 2%,
maka uji harus diulang kembali.
A.4.1 Prinsip
Lemak susu dalam contoh dihidrolisis dengan amonia dan alkohol kemudian diektraksi
dengan eter. Ekstrak eter yang diperoleh kemudian diuapkan sampai kering dalam pinggan
aluminium dan kadar lemak susu dihitung secara gravimetri.
A.4.2 Peralatan
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
A.4.3 Pereaksi
a) Timbang 1 g contoh susu bubuk ke dalam labu ekstraksi (W), tambahkan 10 mL air
suling, aduk sehingga membentuk pasta, dan panaskan jika diperlukan;
b) tambahkan 1 mL sampai dengan 25 mL amonium hidroksida pekat, panaskan dengan
penangas air pada temperatur 60 °C sampai dengan 70 °C selama 15 menit, sesekali
diaduk dan dinginkan;
c) tambahkan 3 tetes indikator fenolftalein, 10 mL alkohol 95%, tutup labu ekstraksi, dan
aduk selama 15 detik;
d) untuk ekstraksi pertama, tambahkan 25 mL etil eter, tutup labu ekstraksi, dan kocok
dengan kencang selama 1 menit;
e) longgarkan sesekali tutup labu ekstraksi apabila diperlukan;
f) tambahkan 25 mL petroleum eter, tutup labu ekstraksi, dan kocok dengan kencang
selama 1 menit;
g) longgarkan sesekali tutup labu ekstraksi apabila diperlukan;
h) sentrifus labu tersebut pada 600 rpm selama 30 detik sehingga terjadi pemisahan fase
air (merah muda terang) dan eter dengan jelas;
i) tuangkan lapisan eter dengan hati-hati ke dalam labu lemak atau pinggan aluminium
kosong yang telah diketahui bobotnya (W0);
j) lapisan air digunakan untuk ekstraksi berikutnya;
k) untuk ekstraksi kedua ulangi cara kerja A.4.4.c sampai dengan A.4.4.j dengan
penambahan 5 mL alkohol 95%, 15 mL etil eter, dan 15 mL petroleum eter;
l) untuk ekstraksi ketiga ulangi cara kerja A.4.4.c sampai dengan A.4.4.j dengan tanpa
penambahan alkohol 95%, 15 mL etil eter, dan 15 mL petroleum eter (ekstraksi ketiga
tidak perlu dilakukan pada susu bubuk skim);
m) uapkan pelarut di atas penangas air dan keringkan labu lemak / pinggan aluminium yang
berisi ekstrak lemak tersebut dalam oven pada temperatur (100 ± 1) °C selama 30 menit
atau oven vakum pada temperatur 70 °C sampai dengan 75 °C dengan tekanan < 50
mmHg (6,7 KPa) ;
n) dinginkan dalam desikator dan timbang sampai dengan bobot tetap (W1).
A.4.4 Perhitungan
Keterangan:
W adalah bobot contoh, dinyatakan dalam gram (g);
W0 adalah bobot labu lemak/ pinggan aluminium kosong, dinyatakan dalam gram (g);
W1 adalah bobot labu lemak/ pinggan aluminium kosong dan lemak, dinyatakan dalam gram (g).
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
A.4.5 Ketelitian
Kisaran hasil dua kali ulangan maksimum 10% dari nilai rata-rata hasil lemak atau deviasi
(RSD) maksimum 4%. Jika kisaran lebih besar dari 10% atau deviasi lebih besar dari 4%,
maka uji harus diulang kembali.
A.5.1.1 Prinsip
Contoh uji dididihkan pada penangas dan air yang tersisa dievaporasi pada oven
bertemperatur 102 ± 2 °C.
A.5.1.2 Peralatan
a) Panaskan cawan porselen beserta tutup di sebelahnya pada oven bertemperatur 102 ±
2 °C selama 1 jam; kemudian tutup cawan porselen dan tempatkan segera ke dalam
desikator;
b) diamkan pada temperatur ruang selama 30 menit kemudian timbang dengan ketelitian
0,1 mg (w0);
c) Hangatkan contoh uji pada temperatur 35 °C sampai dengan 40 °C dengan
menggunakan penangas air, aduk secara perlahan, dinginkan contoh dengan segera
pada temperatur 20 °C sampai dengan 25 °C;
d) untuk mengurangi evaporasi air selama pengadukan, wadah pengaduk harus selalu
dalam keadaan tertutup.;
e) timbang 1 sampai dengan 5 g contoh uji yang telah dipreparasi pada cawan porselen
(w1), miringkan cawan untuk menyebarkan contoh uji hingga ke dasar cawan;
f) tempatkan cawan porselen tanpa penutup pada air mendidih di dalam penangas air
sedemikian rupa hingga bagian dasar cawan terpapar secara maksimum dan secara
langsung dipanaskan oleh uap air, biarkan selama 30 menit;
g) keluarkan cawan dari penangas air dan masukkan cawan porselen beserta penutup di
sebelahnya ke dalam oven temperatur 102 ± 2 °C selama 2 jam, kemudian tutup cawan
porselen dan pindahkan segera ke dalam desikator;
h) dinginkan cawan porselen dan tutupnya pada temperatur ruang setidaknya selama 30
menit dan timbang dengan ketelitian 0,1 mg;
i) panaskan kembali cawan beserta tutup yang diletakkan di sebelahnya dalam oven
temperatur 102 ± 2 °C selama 1 jam, kemudian tutup cawan porselen dan pindahkan
segera ke dalam desikator;
j) dinginkan cawan porselen dan tutupnya pada temperatur ruang setidaknya selama 30
menit dan timbang dengan ketelitian 0,1 mg;
k) ulangi tahap A.5.4.1.i sampai diperoleh perbedaan bobot tidak lebih dari 1 mg, catat
bobot terendah (w2).
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
A.5.1.4 Perhitungan
Keterangan:
W0 adalah cawan kosong dan tutupnya, dinyatakan dalam gram (g);
W1 adalah bobot cawan, tutupnya, dan contoh sebelum dikeringkan, dinyatakan dalam gram (g);
W2 adalah bobot cawan, tutupnya, dan contoh setelah dikeringkan, dinyatakan dalam gram (g).
A.5.1.5 Ketelitian
Kisaran hasil dua kali ulangan maksimum 5% dari nilai rata-rata hasil kadar air atau deviasi
(RSD) maksimum 2%. Jika kisaran lebih besar dari 5% atau deviasi lebih besar dari 2%,
maka uji harus diulang kembali.
A.5.2.1. Prinsip
Contoh didestruksi dengan menggunakan campuran asam sulfat pekat dan kalium sulfat
(K2SO4), menggunakan katalis copper (II) sulfat untuk melepaskan nitrogen dari protein
sebagai garam amonium. Garam amonium tersebut diuraikan menjadi NH 3 pada saat
destilasi menggunakan NaOH. NH3 yang dibebaskan dan diikat dengan asam borat
menghasilkan ammonium borat yang secara kuantitatif dititrasi dengan larutan baku asam
sehingga diperoleh total nitrogen. Kadar protein diperoleh dari hasil kali total nitrogen
dengan 6,38 dan dihitung dalam padatan susu tanpa lemak.
A.5.2.2. Peralatan
A.5.2.3. Pereaksi
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
Timbang 4 g H3BO3, larutkan ke dalam air yang mengandung 0,7 mL larutan indikator
methyl red 1% bromocresol green 1%, encerkan hingga 100 mL, aduk, (larutan akan
berwarna kuning terang) dan pindahkan ke dalam botol bertutup gelas.
g) Larutan standar asam hidroklorida (HCl) 0,1 ± 0,005 mol/L;
h) Ammonium sulfat [(NH4)2SO4] minimum 99,9% (fraksi massa) pada bahan kering;
Sesaat sebelum digunakan, keringkan [(NH4)2SO4] pada temperatur 102 °C ± 2 °C
selama tidak kurang dari 2 jam. Dinginkan pada temperatur ruang di dalam desikator.
i) Triptofan (C11H12N2O2) atau lysin hidroklorida (C6H15CIN2O2);
Jangan mengeringkan pereaksi ini dalam oven sebelum digunakan.
j) Sukrosa, dengan kandungan nitrogen tidak lebih dari 0,002% (fraksi massa); dan
k) Batu didih.
a) Tambahkan ke dalam tabung digesti 12,0 g K2SO4, 1,0 mL larutan CuSO4, 1 sampai
dengan 2 g contoh (W) dan 20 mL H2SO4;
b) gunakan H2SO4 untuk membilas larutan CuSO4, K2SO4 atau contoh uji yang tertinggal di
permukaan tabung digesti.
A.5.2.4.2. Penetapan
A.5.2.4.2.1 Digesti
a) Atur blok digesti pada temperatur awal rendah untuk mengendalikan busa (antara
temperatur 180 °C dan 230 °C), pindahkan tabung digesti ke dalam alat destruksi,
digestikan contoh uji selama 30 menit hingga terbentuk asap, kemudian naikkan
temperatur blok digesti hingga bertemperatur 410 °C sampai dengan 430 °C, lanjutkan
proses digesti sampai larutan menjadi jernih. Lakukan dalam lemari asap atau lengkapi
alat pengisapan asap;
b) setelah larutan berwarna jernih kehijau-hijauan, lanjutkan proses digesti pada temperatur
410 °C sampai dengan 430 °C selama 1 jam, pada saat itu H 2SO4 akan mendidih. Bila
didihan dari larutan jernih tidak terlihat menandakan temperatur dari blok digesti terlalu
rendah, bila demikian proses digesti dilakukan selama 1,75 sampai dengan 2,5 jam;
c) untuk menetapkan waktu pendidihan spesifik yang dibutuhkan untuk kondisi analisis
menggunakan alat yang ada, gunakan contoh uji susu yang berprotein tinggi dan
berlemak tinggi dan tetapkan kadar proteinnya dengan meningkatkan waktu pendidihan
(1 jam sampai dengan 1,5 jam) setelah terbentuk cairan berwarna jernih kehijau-hijauan.
Rata-rata hasil protein akan meningkat dengan meningkatnya waktu didih, menjadi
konsisten, dan kemudian akan menurun bila waktu didih terlalu lama;
d) pada akhir tahap digesti, larutan harus jernih dan bebas dari bahan-bahan tak
terdestruksi. Keluarkan tabung digesti dari blok digesti;
e) diamkan hasil digesti menjadi dingin pada temperatur ruang selama 25 menit. Hasil
digesti yang telah dingin berbentuk cair atau cair dengan sedikit endapan kristal di
bagian bawah tabung. Jangan biarkan hasil digesti tak larut berada dalam tabung
semalaman karena akan terus mengkristal selama waktu tersebut dan akan sangat sulit
mendestruksi kembali kristal tersebut menjadi larutan.
CATATAN kristalisasi berlebihan setelah 25 menit dapat menyebabkan kehilangan asam yang tidak
diinginkan dan dapat menyebabkan hasil uji yang rendah. Kehilangan asam yang tidak diinginkan
juga dapat disebabkan pengeluaran asap yang berlebihan atau proses digesti yang terlalu lama
akibat temperatur digesti yang terlalu rendah. Untuk mereduksi laju penurunan asam, turunkan laju
pengeluaran asap.
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
A.5.2.4.2.2 Destilasi
a) Nyalakan kondensor air pada alat destilasi. Pasang tabung digesti yang mengandung
larutan hasil digesti pada unit destilasi, tempatkan erlenmeyer yang berisi 50 mL larutan
asam borat di bagian bawah kondensor tepat di bawah bagian outlet. Atur unit destilasi
untuk mengeluarkan 55 mL larutan NaOH;
b) jika larutan NaOH telah digunakan 40%, maka volume NaOH yang dikeluarkan diatur
menjadi 65 mL;
c) operasikan unit destilasi sedemikian rupa untuk mendestilasi uap kan amonia yang
dibebaskan melalui penambahan larutan NaOH, kumpulkan destilat yang terdapat pada
larutan asam borat;
d) lanjutkan proses destilasi hingga diperoleh sedikitnya 150 mL destilat. Pindahkan
erlenmeyer dari unit destilasi, kuras tip destilasi, bilas bagian luar dan dalam tip dengan
air, tampung air bilasan pada erlenmeyer. Tip harus selalu dibilas pada tiap analisis
contoh uji yang berbeda. Efisiensi kondensor harus dapat menghasilkan temperatur
larutan dalam erlenmeyer tidak lebih dari 35 °C selama proses destilasi.
A.5.2.4.2.3 Titrasi
a) Titar larutan campuran destilat pada erlenmeyer dengan HCl dengan menggunakan
buret. Titik akhir titrasi diperoleh pada saat terjadi perubahan warna titer menjadi merah
muda. Estimasikan pembacaan buret dengan ketelitian 0,05 mL. Bantuan pengaduk
magnetik dapat membantu dalam penampakan titik akhir titrasi;
b) alternatif proses, titar larutan campuran destilat pada erlenmeyer dengan HCl
menggunakan alat titrasi otomatis yang dilengkapi dengan pH meter. Titik akhir titrasi
diperoleh pada saat pH mencapai 4,6 yang menjadi titik tercuram pada kurva titrasi.
Hitung jumlah titran yang digunakan.
a) Titar blanko dengan HCl dengan menggunakan buret atau alat titrasi otomatis yang
dilengkapi dengan pH meter sebagaimana yang digunakan pada contoh uji;
b) uji blanko menggunakan prosedur A.5.4.1 sampai dengan A.5.4.2.3 dengan mengganti
contoh uji dengan 5 mL air dan sekitar 0,85 g sukrosa;
c) catat nilai blanko, bila nilai blanko berubah segera identifikasi penyebabnya. Jumlah
titran yang digunakan pada uji blanko harus lebih besar daripada nol. Nilai blanko
biasanya sama dengan atau lebih rendah dari 0,2 mL.
A.5.2.5 Perhitungan
Keterangan:
V1 adalah volume HCl 0,1 N untuk titrasi contoh, dinyatakan dalam mililiter (mL);
V2 adalah volume HCl 0,1 N untuk titrasi blanko, dinyatakan dalam mililiter (mL);
N adalah normalitas larutan HCl, dinyatakan dalam Normalitas (N);
W adalah bobot contoh, dinyatakan dalam miligram (mg);
14,007 adalah bobot atom Nitrogen;
6,38 adalah faktor konversi protein untuk susu.
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
A.5.2.6 Ketelitian
Kisaran hasil dua kali ulangan maksimum 5% dari nilai rata-rata hasil kadar protein atau
deviasi (RSD) maksimum 3%. Jika kisaran lebih besar dari 5% atau deviasi lebih dari 3%,
maka uji harus diulang kembali.
A.6.1. Prinsip
Contoh uji dilarutkan dengan akuades pada temperatur 60 ± 1 °C. Larutan yang diperoleh
disaring dengan kertas saring kemudian dikeringkan. Kertas saring (disc) kering yang
mengandung scorched particles secara visual dibandingkan dengan kertas saring (disc)
standar.
A.6.2. Peralatan
A.6.3. Pelarut
a) Akuades; dan
b) Oktanol atau diglycol laurat L sebagai anti buih.
a) Timbang contoh dengan ketelitian 0,1 mg sebesar 32,5 g untuk susu full cream, dan
25,0 g untuk susu skim dan skim sebagian;
b) tuangkan contoh pada gelas pengaduk (blender) kemudian tambahkan 250 mL akuades
bertemperatur 60 ± 1 °C;
c) tambahkan 2 sampai dengan 3 tetes bahan anti buih;
d) aduk selama 60 detik;
e) saring larutan contoh dengan menggunakan vakum, kemudian bilas permukaan kaca
pada blender dengan 50 mL akuades kemudian saring dengan penyaring yang sama;
f) biarkan kertas saring mengering selama 2 jam pada temperatur 35 °C.
a) Bandingkan kertas saring yang diuji dengan kertas saring standar scorched particles
seperti pada Gambar A.1
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
7,5 mg 15 mg 22,5 mg 32,5 mg
A B C D
Gambar A.1 – Kertas saring standar scorched particles
b) tetapkan kertas saring yang diuji di antara dua kertas saring standar untuk
mengklasifikasikan scorched particles yang terdapat pada kertas saring hasil uji;
c) tetapkan kadar scorched particles pada lembar klasifikasi sesuai dengan standar kertas
saring A, B, C, dan D.
A.7.1 Prinsip
Volume endapan (residu tak larut) diperoleh pada saat susu bubuk direkonstitusi dan susu
rekonstitusi disentrifugasi pada kondisi tertentu. Air bertemperatur 24 °C (untuk susu yang
dikeringkan dengan spray dryer) atau bertemperatur 50 °C (untuk susu yang dikeringkan
dengan rolling-dryer) ditambahkan pada contoh uji, kemudian diaduk. Setelah beberapa
saat, susu rekosntitusi tersebut disentrifugasi. Cairan supernatan dibuang dan endapan
disebarkan dengan penambahan air yang bertemperatur sama dengan yang digunakan
pada saat rekonstitusi. Campuran tersebut disentrifugasi kembali dan volume endapan
(residu tak larut) yang diperoleh dihitung.
A.7.2 Peralatan
a) Termometer,
b) Penangas air, dapat mempertahankan temperatur 24,0 ± 0,2 °C dan/atau 50,0 ± 0,2 °C
yang dapat digunakan sebagai tempat meletakkan wadah contoh;
c) Mixing jar terbuat dari kaca dengan kapasitas 500 mL;
d) Sendok;
e) Neraca analitik terkalibrasi dengan ketelitian 0,1 mg;
f) Gelas ukur berukuran 100 mL ± 0,5 mL;
g) Sikat;
h) Mixer;
i) Interval timer;
j) Sendok spatula;
k) Tabung sentrifus;
l) Sentrifus;
m) Tabung penghisap yang menempel pada pompa air;
n) Batang pengaduk; dan
o) Kaca pembesar.
A.7.3 Pereaksi
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
A.7.4 Cara kerja
a) Sebelum memulai proses penetapan, pastikan bahwa contoh pada laboratorium telah
dijaga temperaturnya (20 °C sampai dengan 25 °C) selama 48 jam sehingga hal-hal
yang mempengaruhi ketidak larutan yang disebabkan oleh keadaan fisik dari lemak
bersifat konstan antar contoh uji;
b) aduk contoh pada laboratorium dengan memutar dan membolak-balikkan wadah;
c) jika wadah terlalu penuh untuk dilakukan pencampuran, pindahkan semua contoh ke
wadah yang bersih, kering, tertutup rapat, dan mempunyai kapasitas yang memadai.
a) Atur temperatur mixing jar pada temperatur 24 °C atau pada temperatur 50 °C dengan
meletakkan mixing jar pada penangas air dengan ketinggian air mendekati bagian atas
jar selama beberapa waktu.
A.7.5 Penetapan
a) Timbang contoh uji dengan ketelitian 0,01 g dengan menggunakan sendok atau pada
kertas sampling dengan jumlah sebagai berikut:
- 13,00 g untuk susu bubuk full cream dan susu bubuk skim sebagian;
- 10,00 g untuk susu bubuk skim; atau
- 7,00 g untuk whey kering.
b) keluarkan jar dari penangas air, segera keringkan bagian luar jar, dan dengan
menggunakan gelas ukur, tambahkan 100 mL ± 0,5 mL air bertemperatur 24,0 °C ± 0,2
°C atau 50,0 °C ± 0,2 °C sesuai dengan jenis contoh uji;
c) tambahkan 3 tetes silicone anti foaming agent pada air di dalam mixing jar dan
masukkan contoh uji ke dalam jar dengan menggunakan sikat, jika perlu, sehingga
seluruh contoh uji jatuh ke permukaan air;
d) tempatkan mixing jar pada mixer, nyalakan mixer selama 90 detik kemudian matikan;
e) lepaskan mixing jar dari mixer, biarkan jar beberapa saat untuk membiarkan cairan yang
terdapat pada putaran mixer masuk ke dalam jar yaitu selama tidak kurang dari 5 menit
dan tidak lebih dari 15 menit;
f) tambahkan 3 tetes silicone anti foaming agent pada campuran di dalam mixing jar,
campurkan dengan pengadukan selama 10 detik dengan spatula;
g) segera tuang campuran ke dalam tabung sentrifus hingga 50 mL, tempatkan tabung
sentrifus pada alat sentrifus yang diatur temperaturnya 20 °C sampai dengan 25 °C,
sentrifugasi pada frekuensi rotasi yang dapat menghasilkan akselerasi 160 gn pada
bagian bawah tabung, kemudian putar pada frekuensi putaran ini selama 5 menit;
h) buka tutup tabung sentrifus dan gunakan spatula untuk membuang supernatan dalam
tabung;
i) tambahkan akuades pada temperatur 24 °C sampai dengan 25 °C pada tabung sentrifus
sampai bagian atas memenuhi tanda 30 mL pada tabung. Campurkan endapan yang
terdapat pada tabung dengan batang pengaduk, ketuk-ketukkan bagian bawah tabung
untuk melepaskan bagian yang menempel pada tabung, kemudian tambahkan kembali
akuades sampai dengan tanda 50 mL pada tabung;
j) tutup tabung sentrifus dengan sumbat karet. Bolak-balikkan tabung secara cepat
sebanyak lima kali, buka sumbat karet, kemudian sentrifugasi selama 5 menit sesuai
dengan kecepatan pada A.9.4.3.g;
k) keluarkan tabung sentrifus, tahan tabung dalam posisi vertikal dengan posisi endapan
sejajar dengan mata, kemudian gunakan kaca pembesar untuk melihat volume endapan
dengan ketelitian 0,05 mL jika volume endapan kurang dari 0,5 mL dan ketelitian 0,1 mL
jika volume endapan lebih dari 0,5 mL.
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
A.7.6 Pernyataan hasil
Indeks ketidak larutan digambarkan sebagai volume endapan yang terdapat pada tabung
sentrifus. Nyatakan hasil dengan menyertakan temperatur air yang digunakan untuk
merekonstitusi susu bubuk, seperti contoh berikut:
- 0,10 mL (24 °C)
- 4,1 mL (50 °C)
A.8.3.1 Prinsip
Destruksi contoh dengan cara pengabuan kering pada 450 °C yang dilanjutkan dengan
pelarutan dalam larutan asam. Logam yang terlarut dihitung menggunakan alat
Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) dengan panjang gelombang maksimum 228,8 nm
untuk Cd dan 283,3 nm untuk Pb.
A.8.3.2 Peralatan
A.8.3.3 Pereaksi
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
g) Larutan baku 20 µg/mL Cd;
pipet 10 mL larutan baku 200 µg/mL Cd ke dalam labu ukur 100 mL kemudian encerkan
dengan akuabides sampai tanda garis kemudian dikocok. Larutan baku ketiga ini
memiliki konsentrasi 20 µg/mL Cd.
h) Larutan baku kerja Cd;
pipet ke dalam labu ukur 100 mL masing-masing sebanyak 0 mL, 0,5 mL, 1 mL; 2 mL;
4 mL; 7 mL dan 9 mL larutan baku 20 µg/mL kemudian tambahkan 5 mL larutan HNO3
1 N atau HCl 6 N, dan encerkan dengan akuabides sampai tanda garis kemudian kocok.
Larutan baku kerja ini memiliki konsentrasi 0 µg/mL; 0,1 µg/mL; 0,2 µg/mL; 0,4 µg/mL;
0,8 µg/mL; 1,4 µg/mL dan 1,8 µg/mL Cd.
i) Larutan baku 1 000 µg/mL Pb;
larutkan 1,000 g Pb dengan 7 mL HNO3 pekat dalam gelas piala 250 mL dan masukkan
ke dalam labu ukur 1 000 mL kemudian encerkan dengan akuabides sampai tanda garis.
Alternatif lain, bisa digunakan larutan baku Pb 1 000 µg/mL siap pakai.
j) Larutan baku 50 µg/mL Pb; dan
pipet 5,0 mL larutan baku 1 000 µg/mL Pb ke dalam labu ukur 100 mL dan encerkan
dengan akuabides sampai tanda garis kemudian kocok. Larutan baku kedua ini memiliki
konsentrasi Pb 50 µg/mL.
k) Larutan baku kerja Pb.
pipet ke dalam labu ukur 100 mL masing-masing sebanyak 0 mL, 0,2 mL; 0,5 mL; 1 mL;
2 mL; 3 mL dan 4 mL larutan baku 50 µg/mL kemudian tambahkan 5 mL larutan HNO3
1 N atau HCl 6 N, dan encerkan dengan akuabides sampai tanda garis kemudian kocok.
Larutan baku kerja ini memiliki konsentrasi 0 µg/mL; 0,1 µg/mL; 0,25 µg/mL; 0,5 µg/mL;
1,0 µg/mL; 1,5 µg/mL dan 2,0 µg/mL Pb.
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
A.8.3.5 Perhitungan
Keterangan:
C adalah konsentrasi logam dari kurva kalibrasi, dinyatakan dalam mikrogram per mililiter (µg/mL);
V adalah volume larutan akhir, dinyatakan dalam mililiter (ml);
m adalah bobot contoh, dinyatakan dalam gram (g).
A.8.3.6 Ketelitian
Kisaran hasil dua kali ulangan RSD (relative standard deviation) maksimum 16%. Jika RSD
lebih besar dari 16%, maka analisis harus diulang kembali.
A.8.3.1 Prinsip
Contoh didestruksi dengan HNO3 dan HCl kemudian tambahkan KCl untuk mengurangi
gangguan. Sn dibaca menggunakan SSA pada panjang gelombang maksimum 235,5 nm
dengan nyala oksidasi N2O-C2H2.
A.8.3.2 Peralatan
A.8.3.3 Pereaksi
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
A.8.3.4 Cara kerja
a) Timbang 5 g sampai dengan 10 g contoh (W) dengan teliti ke dalam Erlenmeyer 250
mL, keringkan dalam oven 120 °C, tambahkan 30 mL HNO3 pekat dan biarkan 15 menit
(jangan tambahkan HNO3 ke dalam contoh jika tahapan destruksi tidak dapat
diselesaikan dalam hari yang sama);
b) panaskan perlahan selama 15 menit di dalam lemari asam, hindari terjadinya percikan
yang berlebihan;
c) lanjutkan pemanasan sehingga sisa volume 3 mL sampai dengan 6 mL atau sampai
contoh mulai kering pada bagian bawahnya, hindari terbentuknya arang;
d) angkat Erlenmeyer dari pemanas listrik, tambahkan 25 mL HCl pekat, dan panaskan
selama 15 menit sampai letupan dari uap Cl2 berhenti;
e) tingkatkan pemanasan dan didihkan sehingga sisa volume 10 mL sampai dengan 15
mL;
f) tambahkan 40 mL air suling, aduk, dan tuangkan ke dalam labu ukur 100 mL, bilas
Erlenmeyer tersebut dengan 10 mL aquabides (V);
g) tambahkan 1,0 mL KCl, dinginkan pada temperatur ruang, tepatkan dengan air suling
sampai tanda garis dan saring;
h) siapkan larutan blanko dengan penambahan pereaksi dan perlakuan yang sama seperti
contoh;
i) baca absorbansi larutan baku kerja dan larutan contoh terhadap blanko menggunakan
SSA pada panjang gelombang maksimum 235,5 nm dengan nyala oksidasi N2O-C2H2;
j) buat kurva kalibrasi antara konsentrasi logam (µg/mL) sebagai sumbu X dan absorbansi
sebagai sumbu Y;
k) plot hasil pembacaan larutan contoh terhadap kurva kalibrasi (C);
l) lakukan pengerjaan duplo; dan
m) hitung kandungan Sn dalam contoh.
A.8.3.5 Perhitungan
Keterangan:
C adalah konsentrasi timah (Sn) dari kurva kalibrasi, dinyatakan dalam mikrogram per mililiter
(µg/mL)
V adalah volume larutan akhir, dinyatakan dalam mililiter (ml);
dan W adalah bobot contoh, dinyatakan dalam gram (g).
A.8.3.6 Ketelitian
Kisaran hasil dua kali ulangan RSD (relative standard deviation) maksimum 16%. Jika RSD
lebih besar dari 16%, maka analisis harus diulang kembali.
A.8.3.1 Prinsip
Reaksi antara senyawa merkuri dengan NaBH 4 atau SnCl2 dalam keadaan asam akan
membentuk gas atomik Hg. Jumlah Hg yang terbentuk sebanding dengan absorbansi Hg
yang dibaca menggunakan SSA tanpa nyala pada panjang gelombang maksimum 253,7
nm.
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
A.8.3.2 Peralatan
a) SSA yang dilengkapi lampu katoda Hg dan generator uap hidrida (HVG) terkalibrasi;
b) Microwave digester;
c) Neraca analitik terkalibrasi dengan ketelitian 0,1 mg;
d) Pemanas listrik;
e) Pendingin terbuat dari borosilikat, diameter 12 mm sampai dengan 18 mm, tinggi
400 mm diisi dengan cincin Raschig setinggi 100 mm, dan dilapisi dengan batu didih
berdiameter 4 mm di atas cincin setinggi 20 mm;
f) Tabung destruksi;
g) Labu destruksi 250 mL berdasar bulat;
h) Labu ukur 1000 mL, 500 mL, 100 mL, dan 50 mL terkalibrasi;
i) Gelas ukur 25 mL;
j) Pipet ukur berskala 0,05 mL atau mikro buret terkalibrasi; dan
k) Gelas piala 500 ml.
A.8.3.3 Pereaksi
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
A.8.3.4 Cara kerja
a) Timbang 5 g contoh (W) dengan teliti ke dalam labu destruksi dan tambahkan 25 mL
H2SO4 9 M, 20 mL HNO3 7 M, 1 mL larutan natrium molibdat 2%, dan 5 butir sampai
dengan 6 butir batu didih;
b) hubungkan labu destruksi dengan pendingin dan panaskan di atas pemanas listrik
selama 1 jam. Hentikan pemanasan dan biarkan selama 15 menit;
c) tambahkan 20 mL campuran asam nitrat: asam perklorat (HNO 3 : HClO4) 1:1 melalui
pendingin;
d) hentikan aliran air pada pendingin dan panaskan dengan panas tinggi hingga timbul uap
putih. Lanjutkan pemanasan selama 10 menit dan dinginkan;
e) tambahkan 10 mL akuades melalui pendingin dengan hati-hati sambil labu digoyang-
goyangkan;
f) didihkan lagi selama 10 menit;
g) matikan pemanas listrik dan cuci pendingin dengan 15 mL akuades sebanyak 3 kali
kemudian dinginkan sampai temperatur ruang;
h) pindahkan larutan destruksi contoh ke dalam labu ukur 100 mL secara kuantitatif dan
encerkan dengan akuades sampai tanda garis (V);
i) pipet 25 mL larutan di atas ke dalam labu ukur 100 mL dan encerkan dengan larutan
pengencer sampai tanda garis;
j) siapkan larutan blanko dengan penambahan pereaksi dan perlakuan yang sama seperti
contoh;
k) tambahkan larutan pereduksi ke dalam larutan baku kerja Hg, larutan contoh, dan
larutan blanko pada alat HVG;
l) baca absorbansi larutan baku kerja, larutan contoh, dan larutan blanko menggunakan
SSA tanpa nyala pada panjang gelombang 253,7 nm;
m) buat kurva kalibrasi antara konsentrasi logam (µg/mL) sebagai sumbu X dan absorbansi
sebagai sumbu Y;
n) plot hasil pembacaan larutan contoh terhadap kurva kalibrasi (C);
o) lakukan pengerjaan duplo; dan
p) hitung kandungan Hg dalam contoh.
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
A.8.3.5 Perhitungan
Keterangan:
C adalah konsentrasi merkuri (Hg) dari kurva kalibrasi, dinyatakan dalam mikrogram per mililiter
(µg/mL);
V adalah volume larutan akhir, dinyatakan dalam mililiter
(mL); W adalah bobot contoh, dinyatakan dalam gram (g);
fp adalah faktor pengenceran.
A.8.3.6 Ketelitian
Kisaran hasil dua kali ulangan RSD (relative standard deviation) maksimum 16%. Jika RSD
lebih besar dari 16%, maka analisis harus diulang kembali.
A.9.1 Prinsip
Contoh didestruksi dengan asam menjadi larutan arsen. Larutan As5+ direduksi dengan KI
menjadi As3+ dan direaksikan dengan NaBH4 atau SnCl2 sehingga terbentuk AsH3 yang
kemudian dibaca dengan SSA pada panjang gelombang maksimum 193,7 nm.
A.9.2 Peralatan
a) SSA yang dilengkapi dengan lampu katoda As dan generator uap hidrida (HVG)
terkalibrasi;
b) Tanur terkalibrasi dengan ketelitian 1C;
c) Microwave digester;
d) Neraca analitik terkalibrasi dengan ketelitian 0,1 mg;
e) Pemanas listrik;
f) Burner atau bunsen;
g) Labu Kjeldahl 250 mL;
h) Labu terbuat dari borosilikat berdasar bulat 50 mL;
i) Labu ukur 1 000 mL, 500 mL, 100 mL, dan 50 mL terkalibrasi;
j) Gelas ukur 25 mL;
k) Pipet volumetrik 25 mL terkalibrasi;
l) Pipet ukur berskala 0,05 mL atau mikro buret terkalibrasi;
m) Cawan porselen 50 mL; dan
n) Gelas piala 200 mL.
A.9.3 Pereaksi
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
g) Larutan asam klorida, HCl 8 M;
larutkan 66 mL HCl pekat kedalam labu ukur 100 mL dan encerkan dengan akuades
sampai tanda garis.
h) Larutan timah (II) klorida, SnCl2.2H2O 10%;
timbang 50 g SnCl2.2H2O ke dalam gelas piala 200 mL dan tambahkan 100 mL HCl
pekat. Panaskan hingga larutan jernih dan dinginkan kemudian tuangkan ke dalam labu
ukur 500 mL dan encerkan dengan akuades sampai tanda garis.
i) Larutan kalium iodida, KI 20%;
timbang 20 g KI ke dalam labu ukur 100 mL dan encerkan dengan akuades sampai
tanda garis (larutan harus dibuat langsung sebelum digunakan).
j) Larutan Mg(NO3)2 75 mg/mL;
larutkan 3,75 g MgO dengan 30 mL H2O secara hati-hati, tambahkan 10 mL HNO3,
dinginkan dan encerkan hingga 50 mL dengan akuades;
k) Larutan baku 1000 µg/mL As;
larutkan 1,3203 g As2O3 kering dengan sedikit NaOH 20% dan netralkan dengan HCl
atau HNO3 1:1 (1 bagian asam : 1 bagian air). Masukkan ke dalam labu ukur 1000 mL
dan encerkan dengan akuades sampai tanda garis.
l) Larutan baku 100 µg/mL As;
pipet 10 mL larutan baku As 1000 µg/mL ke dalam labu ukur 100 mL dan encerkan
dengan akuades sampai tanda garis. Larutan baku kedua ini memiliki konsentrasi
100 µg/mL As.
m) Larutan baku 1 µg/mL As; dan
pipet 1 mL larutan baku As 100 µg/mL ke dalam labu ukur 100 mL dan encerkan dengan
akuades sampai tanda garis. Larutan baku ketiga ini memiliki konsentrasi 1 µg/mL As.
n) Larutan baku kerja As.
pipet masing-masing 1,0 mL; 2,0 mL; 3,0 mL; 4,0 mL dan 5,0 mL larutan baku 1 µg/mL
As ke dalam labu ukur 100 mL terpisah dan encerkan dengan akuades sampai tanda
garis kemudian kocok Larutan baku kerja ini memiliki konsentrasi 0,01 µg/mL;
0,02 µg/mL; 0,03 µg/mL; 0,04 µg/mL dan 0,05 µg/mL As.
a) Timbang 5 g sampai dengan 10 g contoh (W) ke dalam labu Kjeldahl 250 mL,
tambahkan 5 mL sampai dengan 10 mL HNO 3 pekat dan 4 mL sampai dengan 8 mL
H2SO4 pekat dengan hati-hati;
b) setelah reaksi selesai, panaskan dan tambahkan HNO3 pekat sedikit demi sedikit
sehingga contoh berwarna coklat atau kehitaman;
c) tambahkan 2 mL HClO 4 70% sedikit demi sedikit dan panaskan lagi sehingga larutan
menjadi jernih atau berwarna kuning (jika terjadi pengarangan setelah penambahan
HClO4, tambahkan lagi sedikit HNO3 pekat);
d) dinginkan, tambahkan 15 mL H2O dan 5 mL (NH4)2C2O4 jenuh;
e) panaskan sehingga timbul uap SO3 di leher labu;
f) dinginkan, pindahkan secara kuantitatif ke dalam labu ukur 50 mL dan encerkan dengan
air suling sampai tanda garis (V);
g) pipet 25 mL larutan diatas dan tambahkan 2 mL HCl 8 M, 0,1 mL KI 20% kemudian
kocok dan biarkan minimum 2 menit;
h) siapkan larutan blanko dengan penambahan pereaksi dan perlakuan yang sama seperti
contoh;
i) tambahkan larutan pereduksi (NaBH4) ke dalam larutan baku kerja As, larutan contoh,
dan larutan blanko pada alat HVG;
j) baca absorbansi larutan baku kerja, larutan contoh, dan larutan blanko menggunakan
SSA tanpa nyala pada panjang gelombang 193,7 nm;
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
k) buat kurva kalibrasi antara konsentrasi logam (µg/mL) sebagai sumbu X dan absorbansi
sebagai sumbu Y;
l) plot hasil pembacaan larutan contoh terhadap kurva kalibrasi (C);
m) lakukan pengerjaan duplo; dan
n) hitung kandungan As dalam contoh.
A.9.5 Perhitungan
Keterangan:
C adalah konsentrasi arsen (As) dari kurva kalibrasi, dinyatakan dalam mikrogram per miliiliter
(µg/mL);
V adalah volume larutan akhir, dinyatakan dalam mililiter
(mL); W adalah bobot contoh, dinyatakan dalam gram (g);
fp adalah faktor pengenceran.
A.9.6 Ketelitian
Kisaran hasil dua kali ulangan RSD (relative standard deviation) maksimum 16%. Jika RSD
lebih besar dari 16%, maka analisis harus diulang kembali.
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
A.10 Cemaran mikroba
A.10.1 Persiapan dan homogenisasi contoh untuk uji angka lempeng total
A.10.1.1 Prinsip
Pembebasan sel-sel bakteri yang mungkin terlindung oleh partikel makanan dan untuk
menggiatkan kembali sel-sel bakteri yang mungkin viabilitasnya berkurang karena kondisi
yang kurang menguntungkan dalam makanan. Persiapan dan homogenisasi contoh
bertujuan agar bakteri terdistribusi dengan baik di dalam contoh makanan yang ditetapkan.
A.10.1.2 Peralatan
a) Alat homogenisasi (blender) dengan kecepatan 10 000 rpm sampai dengan 12 000 rpm;
b) Autoklaf;
c) Neraca kapasitas 2 000 g terkalibrasi dengan ketelitian 0,1 g;
d) Pemanas listrik;
e) Labu ukur 1 000 mL, 500 mL, 100 mL, dan 50 mL terkalibrasi;
f) Gelas piala steril;
g) Erlenmeyer steril;
h) Botol pengencer steril;
i) Pipet volumetrik steril 10,0 mL dan 1,0 mL terkalibrasi, dilengkapi dengan bulb dan
pipettor;
j) Tabung reaksi; dan
k) Sendok, gunting, dan spatula steril.
Larutkan bahan-bahan di atas menjadi 1 L dengan air suling dan atur pH menjadi 7,0.
Masukkan ke dalam botol pengencer. Sterilkan menggunakan autoklaf pada temperatur 121
°C selama 15 menit.
a) Timbang 25 g contoh secara aseptik ke dalam botol pengencer yang telah berisi 225 mL
larutan pengencer steril sehingga diperoleh pengenceran 1:10; dan
b) kocok campuran beberapa kali sehingga homogen.
A.10.2.1 Prinsip
Pertumbuhan bakteri mesofil aerob setelah contoh diinkubasikan dalam pembenihan yang
sesuai selama 72 jam pada temperatur (30 ± 1) °C.
A.10.2.2 Peralatan
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
b) Oven/alat sterilisasi kering terkalibrasi;
c) Autoklaf;
d) Penangas air bersirkulasi (45 ± 1) °C;
e) Alat penghitung koloni;
f) Botol pengencer 160 mL terbuat dari gelas borosilikat, dengan sumbat karet atau tutup
ulir plastik;
g) Pipet ukur 1 mL steril dengan skala 0,1 mL dilengkapi bulb dan pipettor; dan
h) Cawan Petri gelas/plastik (berukuran minimum 15 mm x 90 mm), steril.
a) Timbang 25 g contoh, masukkan ke dalam erlenmeyer yang telah berisi 225 mL larutan
pengencer hingga diperoleh pengenceran 1:10. Kocok campuran beberapa kali hingga
homogen. Pengenceran dilakukan sampai tingkat pengenceran tertentu sesuai keperluan
seperti pada Gambar A.2;
b) Pipet masing-masing 1 mL dari pengenceran 101- 104 ke dalam cawan Petri steril secara
duplo.
1:1
BPW
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
c) Ke dalam setiap cawan Petri tuangkan sebanyak 12 mL sampai dengan 15 mL media
PCA yang telah dicairkan yang bertemperatur (45 ± 1) °C dalam waktu 15 menit dari
pengenceran pertama;
d) Goyangkan cawan Petri dengan hati-hati (putar dan goyangkan ke depan dan ke
belakang serta ke kanan dan ke kiri) hingga contoh tercampur rata dengan
pembenihan;
e) Kerjakan pemeriksaan blanko dengan mencampur air pengencer dengan pembenihan
untuk setiap contoh yang diperiksa;
f) Biarkan hingga campuran dalam cawan Petri membeku;
g) Masukkan semua cawan Petri dengan posisi terbalik ke dalam lemari pengeram dan
inkubasikan pada temperatur 30 °C selama 72 jam;
h) Catat pertumbuhan koloni pada setiap cawan Petri yang mengandung (25 - 250) koloni
setelah 72 jam;
i) Hitung angka lempeng total dalam 1 g contoh dengan mengalikan jumlah rata-rata
koloni pada cawan Petri dengan faktor pengenceran yang digunakan.
A.10.2.5 Perhitungan
Keterangan:
n adalah rata-rata koloni dari dua cawan Petri dari satu pengenceran, dinyatakan dalam koloni per
gram (koloni/g);
F adalah faktor pengenceran dari rata-rata koloni yang dipakai.
a) Pilih cawan Petri dari satu pengenceran yang menunjukkan jumlah koloni antara
25 koloni sampai dengan 250 koloni setiap cawan Petri. Hitung semua koloni dalam
cawan Petri menggunakan alat penghitung koloni. Hitung rata-rata jumlah koloni dan
kalikan dengan faktor pengenceran. Nyatakan hasilnya sebagai jumlah bakteri per
gram;
b) jika salah satu dari dua cawan Petri terdapat jumlah koloni lebih kecil dari 25 koloni atau
lebih besar dari 250 koloni, hitung jumlah koloni yang terletak antara 25 koloni sampai
dengan 250 koloni dan kalikan dengan faktor pengenceran. Nyatakan hasilnya sebagai
jumlah bakteri per gram;
Contoh :
10-2 10-3
120 25
105 20
120 105 25 2
ALT 124 ,9375
1 x 2 0,1 x 1 x
10
c) jika hasil dari dua pengenceran jumlahnya berturut-turut terletak antara 25 koloni sampai
dengan 250 koloni, hitung jumlah koloni dari masing-masing pengenceran koloni per g
dengan rumus :
Keterangan:
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
C adalah jumlah koloni dari tiap-tiap cawan Petri;
n1 adalah jumlah cawan Petri dari pengenceran pertama yang dihitung;
n2 adalah jumlah cawan Petri dari pengenceran kedua;
d adalah pengenceran pertama yang dihitung.
Contoh
:
10-2 10-3
131 30
143 25
131 143 30
ALT 125
10
x 2 0,1 x 2 x
2
164,3357
d) jika jumlah koloni dari masing-masing cawan Petri lebih dari 25 koloni nyatakan sebagai
jumlah bakteri perkiraan;
jika jumlah koloni per cm2 kurang dari 100 koloni, maka nyatakan hasilnya sebagai
jumlah perkiraan : jumlah bakteri dikalikan faktor pengenceran.
Contoh :
10-2 10-3 Jumlah bakteri perkiraan
~ 640 1 000 x 640 = 640 000 (6.4 x 105)
2
jika jumlah koloni per cm lebih dari 100 koloni, maka nyatakan hasilnya:
area x faktor pengenceran x 100 contoh rata-rata jumlah koloni 110 per cm2
Contoh :
10-2 10-3 area (cm2) jumlah bakteri perkiraan
~ 7 150 65 > 65 x 103 x 100 = > 6 500 000 (6.5 x 106)
~ 6 490 59 > 59 x 103 x 100 = > 5 900 000 (5.9 x 106)
e) jika jumlah koloni dari masing-masing koloni yang tumbuh pada cawan Petri kurang dari
25, maka nyatakan jumlah bakteri perkiraan lebih kecil dari 25 koloni dikalikan
pengenceran yang terendah; dan
f) menghitung koloni yang merambat;
Perambatan pada koloni ada 3 macam, yaitu :
perambatan berupa rantai yang tidak terpisah;
perambatan yang terjadi diantara dasar cawan Petri dan pembenihan; dan
perambatan yang terjadi pada pinggir atau permukaan pembenihan.
Jika terjadi hanya satu perambatan (seperti rantai) maka koloni dianggap satu. Jika
terbentuk lebih dari satu perambatan dan berasal dari sumber yang terpisah-pisah,
maka tiap sumber dihitung sebagai satu koloni.
g) jika tidak ada koloni yang tumbuh pada cawan Petri, nyatakan hasil sebagai nol koloni
per gram dikalikan dengan faktor pengenceran terendah (<10).
Dalam melaporkan jumlah koloni atau jumlah koloni perkiraan hanya 2 angka penting yang
digunakan, yaitu angka pertama dan kedua (dimulai dari kiri):
a) Jika angka ketiga lebih besar dari 5, maka bulatkan ke atas;
contohnya : 528 dilaporkan sebagai 530 penulisannya 5,3 x 102
b) jika angka ketiga kurang dari 5, maka bulatkan kebawah; dan
contohnya : 523 dilaporkan sebagai 520 penulisannya 5,2 x 102
c) jika angka ketiga sama dengan 5, maka bulatkan sebagai berikut:
bulatkan ke atas jika angka kedua merupakan angka ganjil; dan
contohnya : 575 dilaporkan sebagai 580 penulisannya 5,8 x 102
bulatkan ke bawah jika angka kedua merupakan angka genap.
contohnya : 565 dilaporkan sebagai 560 penulisannya 5,6 x 102
A.10.3 Salmonella
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
A.10.3.1 Prinsip
Contoh yang diuji ditumbuhkan terlebih dahulu pada media pra pengkayaan dan kemudian
ditumbuhkan pada media pengkayaan, dan kemudian dilanjutkan pada media selektif.
Selanjutnya contoh dideteksi dengan menumbuhkannya pada media agar selektif. Koloni-
koloni yang diduga Salmonella sp. pada media selektif kemudian diisolasi dan dilanjutkan
dengan ditegaskan melalui uji biokimia dan uji serologi untuk meyakinkan ada atau tidaknya
bakteri Salmonella sp.
A.10.3.2 Peralatan
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
j) Larutan physiological saline, 0,85% (steril);
k) Toluene;
l) Kertas cakram β- galaktosidase;
m) Media Voges-Proskauer (VP);
n) Pereaksi uji Voges-Proskauer (VP);
o) Larutan creatine;
p) 1-naphtol yang dilarutkan dengan etanol;
q) Larutan potasium hidroksida (KOH), 40%;
r) Tryptone (atau tryptophane) broth (TB);
s) Pereaksi Kovacs;
t) Semi-solid Nutrient Agar (NA);
u) Salmonella monovalent dan polyvalent somatic (O) antiserum;
v) Salmonella monovalent dan polyvalent flagellar (H) antiserum; dan
w) Salmonella anti-Vi sera.
a) Timbang 25 g contoh ke dalam blender yang steril dan tambahkan 225 mL BPW steril.
Kocok selama 2 menit;
b) inkubasikan pada temperatur (37 ± 1) °C selama (18 ± 2) jam.
A.10.3.4.2 Pengkayaan
a) Pipet 0,1 mL biakan pra-pengkayaan ke dalam 10 mL media RVS dan 1 mL biakan pra-
pengkayaan lainnya ke dalam 10 mL MKTTn broth dan vorteks masing-masing
campuran tersebut; dan
b) inkubasikan media RVS pada temperatur (41,5 ± 1) °C selama (24 ± 3) jam dalam
penangas air bersirkulasi dan MKTTn broth pada (37 ± 1) °C selama (24 ± 3) jam.
a) Kocok contoh yang telah diinkubasi dan dengan mengunakan jarum Ose diameter 3
mm, goreskan biakan pengkayaan MKTTn broth ke dalam cawan Petri yang berisi media
agar XLD, HE dan BS. Siapkan agar BS sehari sebelum digunakan dan simpan di
tempat gelap pada temperatur ruang sampai siap digores;
b) ulangi cara di atas dari media agar pengkayaan RVS;
c) inkubasikan cawan-cawan media agar BS, HE dan XLD selama (24 ± 3) jam pada
temperatur 37 °C;
d) amati kemungkinan adanya koloni Salmonella sp., setelah inkubasi (24 ± 3) jam. Ambil
2 atau lebih koloni Salmonella sp. dari masing-masing media agar selektif setelah
inkubasi (24 ± 3) jam. Morfologi koloni mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
XLD : koloni berwarna merah jambu (pink) dengan atau tanpa inti hitam.
Kebanyakan Salmonella sp. membentuk koloni besar, inti hitam mengkilap atau
mungkin nampak hampir semuanya berwarna hitam;
HE : koloni berwarna hijau kebiruan sampai biru dengan atau tanpa inti hitam.
Kebanyakan Salmonella sp. membentuk koloni besar, inti hitam mengkilat atau
mungkin nampak hampir semuanya berwarna hitam.
BS : koloni berwarna coklat, abu-abu sampai hitam dan kadang-kadang kilap logam.
Jika masa inkubasi bertambah maka warna media disekitar koloni mula-mula
coklat kemudian menjadi hitam. Pada beberapa strain koloni berwarna hijau
dengan atau tanpa warna gelap disekitar media.
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
e) jika tidak ada koloni yang diduga Salmonella sp. pada media agar BS setelah inkubasi
(24 ± 3) jam, jangan mengambil koloni tapi inkubasi kembali media selama (24 ± 3) jam.
Jika tidak ada koloni yang diduga Salmonella sp. pada media agar BS setelah inkubasi
(48 ± 2) jam, ambil 2 atau lebih koloni tersebut.
a) Ambil sedikitnya 1 koloni tipikal pada masing-masing cawan yang berisi media XLD, HE,
dan BS, ambil kembali sedikitnya 4 koloni bila koloni pertama tidak tipikal;
b) goreskan masing-masing koloni tersebut pada cawan yang berisi NA yang akan
ditumbuhi oleh koloni yang terisolasi dengan baik, kemudian inkubasikan pada
temperatur (37 ± 1) °C selama (24 ± 3) jam;
c) gunakan kultur murni untuk uji penegasan biokimia dan serologi selanjutnya.
a) Dengan menggunakan jarum Ose berujung runcing steril, ambil secara hati-hati bagian
tengah koloni dan inokulasikan ke dalam media TSI agar miring dengan cara menggores
agar miring dan menusuk agar tegak;
b) inkubasi agar miring TSI pada temperatur (37 ± 1) °C selama (24 ± 3) jam. Pada TSI,
perubahan yang terjadi pada medium adalah sebagai berikut: bagian tegak:
kuning glukosa positif
merah atau tak berubah warna glukosa negatif
hitam pembentukan H2S
gelembung atau retak pembentukan gas dari glukosa
- permukaan agar miring:
kuning laktosa dan/atau sukrosa positif
merah atau tak berubah warna laktosa dan sukrosa negatif
90% kasus tipikal Salmonella positif membentuk gelembung gas dan H2S (warna hitam);
c) dengan menggunakan jarum Ose berujung runcing steril, ambil secara hati-hati bagian
tengah koloni pada A.10.3.4.4.1 dan inokulasikan ke dalam media Urea agar dengan
cara menggores agar miring;
d) inkubasikan agar miring urea pada temperatur (37 ± 1) °C selama (24 ± 3) jam, dan
amati setiap interval waktu tertentu. Pada Urea agar, reaksi positif ditunjukkan dengan
reaksi pemecahan urea yang menghasilkan ammonia akan menunjukkan perubahan
warna phenol red menjadi merah mawar hingga merah muda dan kemudian akan
semakin pekat . Reaksi akan muncul setelah 2 jam sampai dengan 4 jam;
e) dengan menggunakan jarum Ose steril, inokulasikan koloni pada A.10.3.4.4.1 ke dalam
media LDB, kemudian inkubasikan pada (37 ± 1) °C selama (24 ± 3) jam, reaksi positif
pada LDB ditandai dengan terbentuknya kekeruhan dan warna ungu setelah inkubasi.
Warna kuning menunjukkan reaksi negatif;
f) dengan menggunakan jarum Ose steril, inokulasikan koloni pada A.10.3.4.4.1 ke dalam
tabung yang berisi 0,25 mL larutan physiological saline steril;
g) tambahkan 1 tetes toluene dan kocok tabung. Tempatkan tabung pada penangas air
bertemperatur 37 °C dan diamkan selama 5 menit, kemudian tambahkan sebanyak 1
lembar kertas cakram β- galaktosidase dan kocok hingga rata;
h) inkubasikan tabung pada penangas air 37 °C dan diamkan selama (24 ± 3) jam, amati
tabung pada interval waktu tertentu. Reaksi positif ditunjukkan dengan terbentuknya
warna kuning. Reaksi muncul setelah 20 menit;
i) dengan menggunakan jarum Ose steril, inokulasikan koloni pada A.10.3.4.4.1 ke dalam
tabung steril yang berisi 3 mL media VP, kemudian inkubasikan pada temperatur (37 ±
1) °C selama (24 ± 3) jam;
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
j) setelah inkubasi tambahkan dua tetes larutan creatine, tiga tetes larutan 1-naphtol yang
dilarutkan dengan etanol, dan dua tetes larutan KOH 40%, kemudian kocok setelah
penambahan tiap pereaksi tersebut. Reaksi positif ditunjukkan dengan terbentuknya
warna merah terang setelah 15 menit;
k) dengan menggunakan jarum Ose steril, inokulasikan koloni pada A.10.3.4.4.1 ke dalam
tabung steril yang berisi media TB, kemudian inkubasikan pada temperatur (37 ± 1) °C
selama (24 ± 3) jam; dan
l) setelah inkubasi tambahkan 1 mL pereaksi Kovacs. Reaksi positif ditunjukkan dengan
terbentuknya cincin yang berwarna merah, sedangkan pembentukan cincin berwarna
kuning menunjukkan reaksi negatif.
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
A.10.3.4.4.4 Uji penegasan serologi dan serotyping
Deteksi keberadaan antigen O-, Vi-, dan H- Salmonella diuji dengan aglutinasi
(penggumpalan) dengan sera yang sesuai, dari kultur murni yang diperoleh pada
A.11.3.4.4.1 dan setelah galur auto-aglutinasi dihilangkan.
a) Tempatkan 1 tetes larutan physiological saline 0,85% pada gelas objek yang bersih;
b) suspensikan sebanyak 1 Ose penuh biakan dari A.11.3.4.4.1 sampai terbentuk suspensi
yang homogen dan keruh;
c) goyangkan gelas objek selama 30 sampai dengan 60 detik dan amati gelas objek, bila
bakteri mengelompok menjadi unit-unit terpisah maka galur tersebut termasuk auto-
aglutinasi, dan tidak dilanjutkan untuk pengujian tahap selanjutnya.
a) Inokulasikan media NA semi solid dengan koloni murni yang bukan merupakan galur
auto-aglutinasi;
SNI 2970:2015
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
b) inkubasikan media pada temperatur (37 ± 1) °C selama (24 ± 3) jam;
c) dengan menggunakan pensil, buat garis empat persegi-panjang berukuran 1 cm x 2 cm
di atas kaca atau cawan Petri plastik berukuran 15 mm x 100 mm atau di atas gelas
sediaan;
d) emulsikan biakan pada NA semi solid setelah inkubasi dengan 2 mL 0,85% saline
menggunakan jarum Ose;
e) tambahkan 1 tetes suspensi biakan tersebut di atas masing-masing bagian empat-
persegi panjang yang telah diberi tanda dengan pensil;
f) tambahkan 1 tetes larutan saline pada bagian pertama dan tambahkan 1 tetes
antiserum H- ke dalam bagian yang lain;
g) campurkan atau homogenkan bagian atas menggunakan jarum Ose yang bersih dan
steril selama 1 menit; dan
h) klasifikasi uji antiserum H- menunjukkan hasil sebagai berikut:
Positif : terjadi pengumpalan didalam pencampuran uji, pada kontrol saline tidak terjadi
penggumpalan;
negatif : tidak terjadi penggumpalan didalam pencampuran uji, dan kontrol saline; dan
non spesifik : terjadi penggumpalan didalam pencampuran uji dan pada kontrol saline.
Interpretasi hasil uji serologi yang merupakan uji penegasan dapat dilihat pada Tabel A.3.
Berdasarkan hasil interpretasi dapat menunjukkan keberadaan Salmonella pada contoh uji
per 25 gram.
A.11 Aflatoksin M1
A.11.1 Prinsip
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
A.11.2 Peralatan
a) Seperangkat alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) yang dilengkapi dengan
detektor fluoresen dan kolom (Octadecylsilane (ODS, ODS-1,ODS-2, ODS Hypersil,
Nucleosil C18/ Cromospher C18/Nova-pak C18/LiChrosorb RP18/Nova-Pak
C18/Microsphere C18 dengan dimensi (mm): 100 x 2,3; 4,6; 5; 125x4; 200x2,1; 3; 4; 250
x 4,6;);
b) Vakum manifold;
c) Penangas air;
d) Sentrifuse;
e) Magnetic stirrer;
f) Gelas piala 200 mL;
g) Immuno Affinity Column (IAC);
h) Pipet volumetrik terkalibrasi;
i) Labu ukur 50 mL terkalibrasi;
j) Tabung bertutup ulir 5 dan 10 mL;
k) Mikrosiring 100, 250, dan 500 µL;
l) Kertas saring standar kromatografi berukuran partikel 20 sampai dengan 25 µm; dan
m) Vorteks.
A.11.3 Pereaksi
37 dari 40
SNI 2970:2015
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
h) keringkan IAC dengan menggunakan gas nitrogen;
i) elusikan standar aflatoksin M1 ke dalam IAC dengan 4 mL asetonitril murni;
j) biarkan asetonitril kontak dengan IAC selama 60 detik;
k) tampung hasil elusi metanol (eluat) dari IAC; dan
l) evaporasi eluat sampai kering dengan menggunakan gas nitrogen; dan
m) cairkan sampai volume (Vf) dengan campuran larutan yang digunakan untuk fase
gerak, misalnya 200 µl (untuk 50 µl injeksi) sampai 1000 µl untuk 250 µl injeksi).
Injeksikan larutan standar aflatoksin M1 dan eluat masing-masing pada KCKT dengan
kondisi sebagai berikut:
- Kolom C18 (panjang kolom 25 cm, diameter dalam 4,6 mm) atau yang sesuai
- Fase gerak (pilih salah satu) :
Injeksikan masing-masing larutan standar aflatoksin M1 dan eluat pada KCKT yang
dilengkapi Kobra Cell dengan kondisi sebagai berikut:
- Kolom Zorbax SB-Aq
- Fase gerak: (air : asetonitril : metanol dengan perbandingan 5 : 1 : 1)
Tambahkan 100 µL asam nitrat dan 0,3 g potassium bromide pada setiap liter fase
gerak untuk post column bromine derivatization dengan Kobra Cell.
- Laju alir: 2 mL per menit
- Detektor: Fluoresens, λ Eksitasi sebesar 360 nm dan λ Emisi sebesar 440 nm
- Volume penyuntikan : masing-masing 100 µL
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
A.11.5.3 Interpretasi Hasil
Keterangan:
Wm adalah volume aflatoksin M1 pada sampel (ng/mL) atau
(µg/mL); Wa adalah tinggi atau area peak aflatoksin M1;
Vf adalah volume akhir eluat yang dilarutkan kembali
(µL); Vi adalah volume eluat yang diinjeksi (µL); dan
VS adalah volume sampel yang dielusikan ke dalam kolom IAC (mL);
39 dari 40
SNI 2970:2015
“Hak Cipta Badan Standardisasi Nasional, Copy standar ini dibuat untuk penayangan di www.bsn.go.id dan tidak untuk di komersialkan”
Bibliografi
Association of Official Analytical Chemists. 2005. AOAC Official Method 971.21, Mercury
in Foods, Atomic Absorption Spectrophotometric Method, 18th Edition, Chapter 9.2.22.
Association of Official Analytical Chemists. 2005. AOAC Official Method 986.15, Arsenic,
Cadmium, Lead, Selenium, and Zinc in Human and Pet Foods, Multielement Method, 18 th
Edition, Chapter 9.1.01.
Association of Official Analytical Chemists. 2005. AOAC Official Method 999.11, Lead,
Cadmium, Copper, Iron, and Zinc in foods: Absorption Spectrophotometry after Dry
Ashing, 18th Edition, Chapter 9.1.09.
Association of Official Analytical Chemists. 2011. AOAC Official Method 932.06, Fat in
Milk Powder. 18th Edition, Chapter 33.5.08.
Association of Official Analytical Chemists. 2011. AOAC Official Method 935.41,
Sampling of Milk Powder, 18th Edition, Chapter 33.5.01.
Association of Official Analytical Chemists. 2011. AOAC Official Method 974.17, Aflatoxin
M1 in Dairy Product, 18th Edition, Chapter 49.3.01.
Codex Stan 207 – 1999. Codex Standard for Milk Powder and Cream Powder.
Codex Stan 234 – 1999. Recommended Methods of Analysis and Sampling. Milk and
Milk Product.
Codex Stan 250 – 2006. Codex Standard for a Blend of Evaporated Skimmed Milk and
Vegetable Fat.
Codex Stan 251 – 2006. Codex Standard for a Blend of Evaporated Skimmed Milk and
Vegetable Fat in Powdered Form.
Food and Drug Administration. Bacteriological Analytical Manual. 2003. Food Sampling
and Preparation of Sample Homogenate. Chapter 1.
ISO 8968-1: 2001, Milk – Determination of nitrogen content – Part 1: Kjeldahl method.
1st Edition.
ISO 6731: 2010, Milk, cream and evaporated milk – Determination of total solids content
(Reference method).
ISO 5739: 2003, Caseins and caseinates – Determination of contents of scorched
particles and of extraneous matter. 2nd Edition.
ISO 5537: 2004, Dried milk – Determination of Moisture Content (Reference method).
1st Edition.
ISO 8156: 2005, Dried milk and dried milk products – Determination of insolubility index.
2nd Edition.
SNI 7385:2009, Batas maksimum kandungan mikotoksin dalam pangan.
USDA. 1951. United States Scorched Particle Standard for Dry Milk.