Professional Documents
Culture Documents
Metodologi - ATCS
Metodologi - ATCS
Metodologi Penelitian
Menurut Soedirdjo (2002), simpang merupakan pertemuan dari ruas-ruas jalan yang fungsinya untuk
melakukan perubahan arah arus lalu lintas. Simpang dapat bervariasi dari simpang sederhana yang terdiri dari
pertemuan dua ruas jalan sampai simpang kompleks yang terdiri dari pertemuan beberapa ruas jalan. Simpang
sebagai bagian dari suatu jaringan jalan merupakan daerah yang kritis dalam melayani arus lalu lintas.
Secara umum, persimpangan dibedakan atas persimpangan sebidang dan persimpangan tidak sebidang.
Persimpangan sebidang (intersection at grade) adalah persimpangan di mana dua jalan raya atau lebih
bergabung, dengan tiap jalan raya mengarah keluar dari sebuah persimpangan dan membentuk bagian
darinya. Persimpangan tidak sebidang adalah suatu bentuk khusus dari pertemuan jalan yang bertujuan untuk
mengurangi titik konflik atau bahaya belok kanan yang menghambat lalu-lintas dan lain-lain, perencanaan
persimpangan ini memerlukan lahan yang luas yang cukup besar dan perencanaan yang cukup teliti untuk
mendapatkan hasil yang maksimal.
Ada empat elemen dasar yang umumnya dipertimbangkan dalam merancang persimpangan sebidang :
1. Faktor manusia, seperti kebiasaan mengemudi, dan waktu pengambilan keputusan dan waktu reaksi.
2. Pertimbangan lalu-lintas, seperti kapasitas dan pergerakan membelok, kecepatan kendaraan, dan ukuran
serta penyebaran kendaraan.
3. Elemen-elemen fisik, seperti karateristik dan penggunaan dua fasilitas yang saling berdampingan, jarak
pandang dan aspek geometris.
4. Faktor ekonomi, seperti biaya dan manfaat, dan konsumsi energi.
Untuk persimpangan tidak sebidang, jenis dan desainnya dipengaruhi oleh banyak faktor seperti klasifikasi jalan
raya, karakter dan komposisi lalu-lintas, kecepatan desain, dan tingkat pengendalian akses. Interchange
merupakan fasilitas yang mahal, dan karena begitu bervariasinya kondisi lokasi, volume lalu-lintas, dan tata
letak interchange, hal-hal yang menentukan dibuatnya interchange bisa berbeda-beda di tiap lokasi.
a) Prinsip Dasar
1. Tujuan pemasangan APILL pada suatu persimpangan adalah untuk mengatur arus lalu lintas;
2. Persimpangan dengan APILL merupakan peningkatan dari persimpangan biasa (tanpa APILL) dimana
berlaku suatu aturan prioritas tertentu yaitu mendahulukan lalu lintas dari arah lain.
b) Kriteria Pemasangan
b. Studi literatur
Berguna untuk landasan teori sehingga dapat dilaksanakan secara sistematik kegiatan Kajian
d. Persiapan survey
Persiapan survey ini dilakukan untuk merencanakan secara detail pelaksanaan survey yang
berkaitan dengan penetapan lokasi survey yang menjadi objek pencarian dan pengumpulan data.
Kegiatan yang perlu penanganan meliputi antara lain: pemilihan jenis dan metoda survei, pembuatan
instrument survey, percobaan instrument survey, penyempurnaan/revisi instrument survey,
penyiapan surat izin survey, penyiapan surveyor, penyusunan jadwal dan pembagian tugas untuk
pelaksanaan survey, penentuan waktu dan jumlah sampel data yang diambil.
a. Data Sekunder
Data sekunder ini didapat dari instansi-instansi yang berwenang untuk data-data
yang terkait dan diperlukan dalam Penyusunan DED APIL ATCS diantaranya adalah :
1. Data Kondisi Sistem Jaringan Jalan Provinsi Papua Barat (Dinas PUPR/Binamarga).
2. Data Inventarisasi Ruas Jalan.
b. Data Primer
Survey primer yang diperlukan dalam DED APILL ATCS adalah :
DS = Q/C
Dimana :
DS = Derajat kejenuhan
Q = Arus total lalu lintas (smp/jam)
C = Kapasitas jalan (smp/jam)
Nilai arus lalu lintas (Q) dihitung berdasarkan hasil survei pencacahan lalu lintas di ruas jalan,
dimana masing-masing tipe kendaraan dikalikan dengan nilai ekivalen mobil penumpang (emp).
Besaran emp untuk berbagai tipe kendaraan, sebagai fungsi tipe jalan, tipe alinyemen dan arus
lalu lintas dapat dilihat pada dibawah.
Nilai kapasitas jalan (C) untuk Jalan Perkotaan, dihitung berdasarkan rumus berikut:
C = COx FCW x FCSP x FCSFx FCcs
Dimana :
C = Kapasitas sesungguhnya (smp/jam)
CO = Kapasitas dasar (smp/jam)
FCW = Faktor penyesuaian akibat lebar jalur lalu lintas
FCSP = Faktor penyesuaian akibat pemisahan arah
FCSF = Faktor penyesuaian akibat hambatan samping
FCcs = Faktor penyesuaian akibat ukuran kota
Besaran nilai CO, FCW, FCSP, dan FCSF ditentukan berdasarkan Tabel 1 sampai dengan Tabel 6.
Tabel 2. 8 Penyesuaian kecepatan arus bebas akibat lebar jalur lalu lintas (FVW)
1) Arus Simpang
6) Arus Jenuh
Arus jenuh (S) adalah arus berangkat rata-rata dari antrian dalam pendekat selama sinyal hijau.
Satuan yang digunakan adalah smp/jam hijau. Arus jenuh dapat dihitung menggunakan rumus:
S=SO x FCS x FSF x FG x FP x FRT x FLT
Dimana :
S = Arus jenuh (smp/jam)
SO = Arus jenuh dasar (smp/jam)
FCS = Faktor penyesuaian ukuran kota
FSF = Faktor penyesuaian hambatan samping
FG = Faktor penyesuaian kelandaian
FP = Faktor penyesuaian parkir
FRT = Faktor penyesuaian belok kanan
Perbandingan antara rasio arus kritis (FRcrit) dari masing-masing fase dengan arus simpang
(IFR) akan menghasilkan rasio fase (PR)
PR = (FRcrit)/IFR
Dimana :
IFR = rasio arus simpang
Q = arus simpang (smp/jam)
10) Kapasitas
[ √
NQ1=0,25xCx ( DS-1) + (Ds-1)2 +
8x(Ds-0,5)
C ]
Untuk DS > 0,5
NQ1 =0, untuk DS≤0,5
1−GR Q
NQ 2=c × ×
1−GR × Ds 3600
Dimana :
DS = derajat kejenuhan
Gr = rasio hijau
c = waktu siklus (detik)
C = kapasitas (smp/jam) = arus jenuh kali rasio hijau (S x GR)
Q = arus simpang pada pendekat tersebut (smp/detik)
Panjang antrian (QL) diperoleh dari perkalian (NQ) dengan luas rata-rata yang dipergunakan per
smp (20 m2) dan pembagian dengan lebar masuk
20
QL=NQmaks×
Wmasuk
Kendaraan terhenti
Angka henti (NS) adalah jumlah berhenti rata-rata per kendaraan (termasuk berhenti terulang
dalam antrian) sebelum melewati suatu simpang
NQ
NS=0,9× ×3600
Nxc
12) Tundaan
Tundaan (delay) merupakan waktu tempuh tambahan yang diperlukan untuk melalui simpang
apabila dibandingkan dengan lintasan tanpa adanya simpang
Dj = DTj+ DGj
Tundaan pada suatu simoang dapat terjadi karena 2 hal yaitu tundaan simpang (DT) karena
interaksi simpang dengan gerakan lainnya pada suatu simpang
2
0,5 ×(1−GR ) NQ 1× 3600
DT =c × +
(1−GR × DS) C
Dimana
c = waktu siklus (detik)
C = kapasita (smp/jam)
GR = rasio hijau
DS = derajat kejenuhan
Tundaan geometrik (DG) kerana perlambatan dan percepatan saat membelok pada suatu
simpang dan atau berhenti karena lampu merah
DG = (1-PSV) x PT x 6 + (PSV x 4)
Dimana :
PSV = rasio kendaraan berhenti pada pendekat
PT = rasio kendaraan berbelok pada pendekat
1) Berpencar (diverging)
2) Menggabung (merging)
3) Menyilang/berpotongan (crossing)
Dari keempat alih gerak tersebut, alih gerak yang berpotongan adalah lebih berbahaya dari pada alih
gerak yang lain. Hal ini karena pada alih gerak yang berpotongan terjadi konflik.
Pada persimpangan yang menggunakan alat pemberi isyarat lalu lintas, konflik antar arus lalu lintas
dikendalikan dengan isyarat lampu, konflik dapat dihilangkan dengan melepaskan hanya satu arus
lalu lintas, tetapi akan mengakibatkan hambatan yang besar bagi arus-arus dari kaki-kaki
Berdasarkan penelitian (Nazyf, 1990), tipe-tipe kecelakaan di tempat rawan kecelakaan yang umum
ditemukan antara lain :
1. Hilangnya kendali atas kendaraan yang menyebabkan kendaraan selip atau terbalik.
2. Tabrakan sewaktu mendahului kendaraan lain (menyalip kendaraan yang ada didepannya).
3. Mengemudikan kendaraan melebihi kecepatan yang ditetapkan untuk jalan tersebut.
Kejadian kecelakaan dapat dikelompokan menjadi beberapa bagian sebagai berikut (Suparma,1995):
1. Black Area : Mengelompokan daerah-daerah di mana sering terjadi kecelakaan.
2. Black Site : Menspesifikasikan dari panjang jalan yang mempunyai frekuensi kecelakaan
tertinggi. Biasanya dijumpai pada daerah-daerah atau wilayah yang homogen, misalnya
perumahan, industri, dan sebagainya.
3. Black Spot : Menspesifikasikan lokasi-lokasi kejadian kecelakaan yang biasanya berhubungan
langsung dengan geometrik jalan, persimpangan, tikungan atau perbukitan. Biasanya berkaitan
dengan daerah perkotaan dimana lokasi kecelakaan dapat diidentifikasikan dengan pasti dan
tepat pada suatu titik tertentu. Untuk kasus-kasus spesifik, hal ini juga sering dijumpai untuk
jalan-jalan luar kota.
Pada suatu studi oleh Departemen Transportasi dan Perencanaan Lingkungan pada 500
kecelakaan jalan raya di daerah Birmingham ternyata bahwa 77 % ditimbulkan oleh banyak
Pada dasarnya ketiga faktor tersebut tidak dapat berdiri sendiri tetapi merupakan gabungan
dari beberapa sebab.
2) Angka Kecelakaan
Tipe-tipe angka kecelakaan sangat karateristik untuk menghitung secara hak berdasar
tahunan :
1. Angka kecelakaan secara umum yang mengggambarkan kecelakaan total yang terjadi.
2. Angka Kematian yang mengggambarkan kecelakaan yang parah.
3. Angka Keterlibatan Kecelakaan yang mengggambarkan tipe-tipe kendaraan dan
pengemudi yang terlibat dalam kecelakaan.
Angka Kecelakaan per mil (Accident rate permile), digunakan sebagai perbandingan suatu sen
dari bagian jalan yang mempunyai aliran relatif seragam, rumus yang dipakai ditunjukan pada
persamaaan sebagai berikut:
Dengan :
R = angka kecelakaan total permit setiap tahun
A = jumlah total dari kecelakaan yang terjadi setiap tahun
L = panjang dari bagian jalan yang dikontrol dalam mil (panjang jalan dikalibrasikan).
Dengan :
R = keterlibatan kecelakaaan per 100.000.000 vehiclemiles
N = total jumlah pengemudi kendaraan yang terlibat kecelakaan selama penode penelitian
V = Vehicle-miles dari perjalanan dibagian jalan selama periode penelitian.
Angka Kematian berdasarkan Populasi (Death Rate Based on Population), dapat dihitung
dengan menggunakan persamaaan sebagai berikut:
Dengan :
R = angka kematian per 100.000 populasi
B = jumlah total kematian lalulintas dalam setahun
P = populasi dari daerah
Dengan :
R = angka kecelakaan per 100.000 vehicle-miles
C = jumlah kecelakaan (kematian, luka-luka atau kecelakaan total
Angka Kecelakaan untuk Spot dapat dihitung dengan mengggunaan persamaan yaitu :
Dengan :
Rsp = angka kecelakaan untuk Spot (dalam kecelakaan per satu juta kendaraan yang
memasuki Spot)
A = jumlah kecelakaan selam periode yang dianalisis T T = waktu periode analisis
V = AADT selama periode studi (untuk intersection Fpada umumnya ditentukan sebagai
penjumlahan dari volume yang memasuki pendekat)
Dengan :
Rsc = angka kecelakaan pada bagian jalan raya (dalam kecelakaan per vehicle-miles)
L = panjang dari bagian jalan raya yang diamati (dalam mil)
Untuk daerah perkotaan, baik lokasi rawan kecelakaan yang diangggap sebagai Black Spot
adalah ruas jalan sepanjang 20 - 30 meter, sedangkan untuk jalan luar kota ruas jalan
sepanjang 500 meter (Dewanti, 1996),. Kriteria umum yang dipakai dalam penentuan Black
Spot adalah :
1. Jumlah kecelakaan selama periode tertentu melebihi suatu nilai tingkat kecelakaan rata-
rata.
3. Tingkat kecelakaan atau accident rate (perkendaraan) untuk suatu periode tertentu
melebihi suatunilai tingkat kecelakaan rata-rata.
4. Jumlah kecelakaan dan tingkat kecelakaan, keduanya melebihi nilai tingkat kecelakaan
rata-rata.
5. Tingkat kecelakaan melebihi nilai kritis yang diturunkan dari analisis tersedia.
Dengan :
TK = tingkat kecelakaan (kecelakaan pertahun km panjang jalan)
JK = jumlah kecelakaan selama T tahun T = rentang waktu pengamatan (tahun) L = panjang
ruas jalan yang diteliti (km)
Permodelan transportasi merupakan proses penyebaran matriks asal tujuan pada suatu jaringan
jalan sehingga menghasilkan arus lalulintas pada tahun rencana. Matrik Asal Tujuan (MAT)
merupakan masukan utama yang paling sering digunakan dalam berbagai macam perencanaan dan
manajemen sistem transportasi. Langkah awal yang perlu dilakukan dalam pemodelan transportasi
yaitu dengan menetapkan zona dan jaringan jalan.
Zona merupakan suatu satuan ruang dalam tahapan perencanaan transportasi yang mewakili suatu
wilayah tertentu yang memiliki karakteristik tertentu pula. Berdasarkan informasi karakteristik
tersebut dapat diestimasi jumlah pergerakan yang dibangkitkan oleh suatu zona asal (Oi) dan jumlah
pergerakkan yang tertarik kesetiap zona tujuan (Dd) yang terdapat dalam daerah kajian, atau disebut
dengan proses bangkitan perjalanan (trip generation). Trip Generation akan menghasilkan
persamaan yang akan menghubungkan jumlah perjalanan dengan karakteristik populasi serta pola
dan intensitas tata guna lahan.
Dari hasil analisis ini akan dilakukan prediksi volume lalu lintas pada ruas jalan dan simpang dalam
jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang