Professional Documents
Culture Documents
A Structural Model of Fashion-Oriented: Impulse Buying Behavior
A Structural Model of Fashion-Oriented: Impulse Buying Behavior
Dosen Pengampu :
Dr. Ir. Kirbrandoko, MSM
Disusun Oleh :
Kelompok 5 – E49
LATAR BELAKANG
Pengetahuan tentang pelanggan merupakan kunci dalam merencanakan suatu strategi
pemasaran suatu perusahaan, tidak terkecuali pada bisnis ritel. Pelanggan dapat menjadi aset
perusahaan yang paling berharga, sehingga perusahaan perlu untuk menciptakan sekaligus
menjaga ekuitas tersebut. Perusahaan membutuhkan informasi pelanggan yang efektif dari
dalam ruang toko dan mengembangkannya menjadi stimulus terhadap perilaku pembelian
produk secara umum. Pengecer membutuhkan informasi tersebut untuk menentukan efisiensi
penggunaan sumberdaya yang dirancang dalam menambah penjualan dan sebagai salah satu
strategi bersaing terhadap pesaing.
Ketatnya persaingan menurut Berman dan Evans (2001:24) terjadi karena sifat usaha
ritel yang sangat sulit untuk melakukan diferensiasi dan entry barrier (hambatan masuk)
dalam usaha ritel sangatlah rendah. Kompetisi pengusaha ritel tidak lagi terjadi antar format
ritel yang sama namun terjadi antar format ritel yang berbeda. Sebagai contoh supermarket
bukan saja harus bersaing dengan supermarket lain, tetapi bersaing juga dengan hypermarket,
department store, super store, maupun toko kulakan. Teridentifikasi dengan jelas bahwa
peluang maupun persaingan usaha ritel sangat terbuka. Keputusan pembelian konsumen
terutama keputusan yang bersifat impulse buying dapat didasari oleh faktor individu
konsumen yang cenderung berperilaku afektif. Perilaku ini kemudian membuat pelanggan
memiliki pengalaman dalam berbelanja.
Model penelitian yang dilakukan oleh Park, Kim dan Forney (2005) bertujuan untuk
melihat intensitas konsumen dalam pembelian secara impulsif terhadap produk fashion.
Model ini memperlihatkan hubungan antara empat variabel dalam hal fashion. Ke-empat
variabel tersebut adalah fashion involvement, positive emotion, hedonic consumption
tendency, dan fashion-oriented impulsive buying. Dalam hal ini, fashion involvement
mempengaruhi positive emotion, hedonic consumption tendency, dan fashion-oriented
impulsive buying. Selanjutnya positive emotion mempengaruhi fashion-oriented impulsive
buying, dimana positive emotion dipengaruhi oleh hedonic consumption tendency yang juga
mempengaruhi fashion-oriented impulsive buying.
Berikut ini adalah model penelitian pada jurnal yang dilakukan oleh peneliti :
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan oleh peneliti dalam paper ini menggunakan kuisioner yang
dikembangkan dari literature dan diberikan kepada 217 mahasiswa dari sebuah universitas
metropolitan yang terletak di bagian barat daya Amerika Serikat. Model persamaan structural
menggunakan sebuah matriks korelasi dengan kemungkinan maksimum diperkirakan dengan
LISREL 8.53.
HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Park, Kim dan Forney (2005) menunjukkan
bahwa keterlibatan dalam dunia fashion dan emosi yang positif memiliki efek positif pada
perilaku pembelian produk-produk fashion konsumen secara impulsif, dimana keterlibatan
terhadap dunia fashion memiliki pengaruh terbesar. Kecenderungan konsumsi secara hedonis
merupakan mediator penting dalam menentukan dorongan konsumen untuk membeli produk-
produk fashion secara impulsif.
KETERBATASAN PENELITIAN
Penelitian ini terbatas pada mahasiswa-mahasiswa di salah satu universitas
metropolitan yang terletak di bagian barat daya Amerika Serikat dan penelitian hanya
dilakukan untuk produk-produk fashion saja.
EMOSI POSITIF
POSITIVE EMOTION
Menurut Park, Kim dan Forney (2005), emosi merupakan sebuah efek dari
suasana hati yang merupakan faktor penting dalam pengambilan keputusan konsumen.
Biasanya, emosi diklasifikasikan menjadi dua dimensi ortogonal, yaitu positif dan
negatif (Watson and Telegen, 1985 dalam Park et al.,2005). Beberapa penelitian
kualitatif melaporkan bahwa konsumen mengalami perasaan yang bersemangat dan
Dichter (1960) menyatakan bahwa ada beberapa keputusan yang dibuat oleh konsumen
yang didorong oleh perasaan benci, cinta atau cemburu bukan berdasarkan penalaran yang
ekonomis akan tetapi berdasarkan pemikiran secara deduktif. Oleh karena itu, keadaan
emosional dari konsumen menjadi faktor yang penting dalam memprediksi pembelian yang
dilakukan secara impulsif di dalam toko.
Mereka menemukan bukti yang tinggi terkait keinginan membeli secara impulsif untuk
produk-produk fashion bagi para mahasiswa jurusan tekstil dan pakaian bila dibandingkan
dengan mahasiswa di jurusan lain. Temuan mereka menunjukkan bahwa perilaku impulsive
buying untuk produk-produk fashion mungkin terlihat lebih signifikan untuk mahasiswa
dengan jurusan yang memiliki keterlibatan lebih tinggi dengan fashion. Penelitian
selanjutnya difokuskan pada perilaku pembelian secara impulsif yang didasarkan pada proses
pengambilan keputusan konsumen. Ko (1993) menemukan bahwa keinginan membeli
pakaian dibedakan dari pembelian yang tidak direncanakan secara wajar dimana didasarkan
pada preferensi emosional atau evaluasi obyektif daripada evaluasi rasional.
Temuan Ko mengimplikasikan bahwa faktor emosional (yaitu perasaan positif) dapat
mengakibatkan keinginan membeli produk-produk fashion saat berbelanja. Beberapa
penelitian terbatas melaporkan bahwa konsumen kemungkinan akan termotivasi untuk
melakukan pembelian secara impulsif dengan keterlibatan dan pilihan produk yang tinggi.
Kurangnya penelitian terfokus pada aspek-aspek pengalaman konsumsi yang
menggarisbawahi kebutuhan untuk memahami bagaimana keinginan membeli secara impulsif
untuk produk-produk fashion berhubungan dengan kecenderungan konsumsi secara hedonis
atau faktor emosional dalam lingkungan ritel.
METODE PENELITIAN
A. PENGUKURAN
Kuisioner yang digunakan oleh Park, Kim dan Forney mengukur empat
variabel, yaitu :
1. Keterlibatan dalam dunia fashion (fashion involvement)
Diukur melalui 4 pertanyaan kuisioner dengan skala penilaian 1-7 (1 = sangat
tidak setuju , 7 = sangat setuju)
2. Emosi yang positif (positive emotion)
Diukur melalui 2 pertanyaan kuisioner dengan skala penilaian 1-7 (1 = sangat
C. ANALISIS DATA
Model pengukuran dan model struktural menggunakan matriks korelasi dengan
kemungkinan maksimum yang diperkirakan secara bersamaan melalui LISREL 8.53.
Model pengukuran menilai bagaimana variabel laten (yaitu keterlibatan fashion,
kecenderungan konsumsi secara hedonis, emosi positif, dan fashion-oriented impulse
buying) diukur untuk indikator yang diamati (variabel X dan Y).
Factor Variance
Variables Reliability
Loading Extracted
Fashion Involvement 0.82 0.62
X1 I usually have one or more outfits of the very latest style 0.85
X2 An important part of my life and activities is dressing smartly 0.81
X3 I am interested in shopping at boutique or fashion specialty
stores rather than at department stores for my fashion needs 0.70
X4 I usually dress for fashion, not comfort, if I must choose
between two 0.79
Catatan :
∑ (Loading)2
Variance Extracted =
∑ (Loading)2 + ∑ (Error of Indicator Measurement)
2. Model Struktural
Untuk menguji hipotesis, model yang diusulkan diperkirakan untuk menguji
hubungan kausatif antara variabel laten. Sebuah model persamaan struktural
dihasilkan nilai X2 sebesar 83,32 dengan 45 derajat kebebasan, yang mana
PENGUJIAN HIPOTESIS
Berikut merupakan hasil dari pengujian hipotesis yang dilakukan oleh Park, Kim
dan Forney :
H1. Keterlibatan seseorang dalam dunia mode memiliki efek positif dalam diri
seseorang ketika berbelanja (Ɣ11 = 0.47, ƥ < 0.001). Konsumen dengan keterlibatan
fashion yang tinggi lebih mungkin untuk mengalami emosi positif (misalnya gembira,
puas) selama berbelanja. Temuan ini mendukung hipotesis H1 dan menyarankan
keterlibatan konsumen dalam dunia fashion dapat meningkatkan pengalaman
emosional saat berbelanja. Selain itu, emosi positif saat berbelanja dapat menjadi
H2. Keterlibatan dalam dunia mode memiliki dampak positif yang signifikan pada
kecenderungan melakukan konsumsi secara hedonis (Ɣ21 = 0.64, ƥ < 0.001).
Konsumen yang memiliki keterlibatan tinggi dengan fashion terbaru, berbelanja untuk
kebutuhan fashion mereka atau berpakaian untuk fashion lebih mungkin menunjukkan
kecenderungan konsumsi secara hedonis (misalnya rasa penasaran, pengalaman baru,
menjelajahi dunia baru) selama perjalanan berbelanja mereka. Oleh karena itu,
hipotesis H2 didukung. Temuan ini menyiratkan bahwa pakaian sebagai produk
sensorik yang memainkan peran penting dalam memenuhi kebutuhan hedonis
(misalnya kebaruan, pengalihan, stimulasi) untuk berbelanja (Hausman, 2000).
H3. Keterlibatan dalam dunia mode memiliki pengaruh positif yang signifikan
terhadap perilaku pembelian produk fashion secara impulsif (Ɣ31 = 0.62, ƥ <
0.001). Konsumen dengan keterlibatan fashion yang tinggi lebih mungkin untuk
membeli pakaian dengan gaya baru atau yang baru saja keluar jika mereka melihatnya.
Temuan ini mendukung hipotesis H3 dan menyarankan bahwa keterlibatan atau
ketertarikan konsumen dalam berbusana mendorong perilaku pembelian produk fashion
secara impulsif.
H5. Tidak ada pengaruh langsung yang signifikan dari kecenderungan konsumsi
H6. Emosi positif menghasilkan efek positif pada perilaku pembelian produk
fashion secara impulsif saat berbelanja (Ɣ12 = 0.23, ƥ < 0.01). Konsumen dengan
perasaan positif, seperti menjadi bersemangat dan puas, secara impulsif membeli
produk-produk fashion lebih selama perjalanan berbelanja mereka. Temuan ini
mendukung kecenderungan kondisi emosional yang positif untuk mengurangi
kompleksitas keputusan, menyebabkan pembelian secara impulsif (Babin dan Babin,
2001; Hausman, 2000; Youn dan Faber, 2000). Dengan demikian, hipotesis H6
didukung. Temuan ini menunjukkan bahwa keadaan emosional memainkan peran
penting dalam pengambilan keputusan untuk pembelian pakaian secara impulsif. Bila
dibandingkan dengan efek emosi positif (ß 12 = 0.23), keterlibatan/ ketertarikan dalam
berbusana memiliki efek lebih besar pada pembelian produk fashion secara impulsif
(Ɣ31 = 0.62). Hasil ini menunjukkan bahwa, bagi konsumen yang lebih muda,
ketertarikan dalam hal berbusana merupakan faktor yang lebih penting untuk
menentukan keinginan membeli produk fashion secara impulsif daripada faktor
emosional.
Babin B.J. & Darden,W.R. 1995. Consumer Self-Regulation in a Retail Environtment, Journal of
Retailing, 71:47-70.
Berman, Barry & Joel R. Evans. 2001. Retail Management : A Strategic Approach, Eight Edition,
Upper Saddle River, NJ 07458, Prentice Hall.
Browne, B.A. & Kaldenberg, D.O. 1997. Conceptualizing Self-Monitoring : Links to Meterialism and
Product Involvement. Journal of Consumer Marketing, 14(1), pp. 31- 44.
Flynn, L. R. & Goldsmith, R. E. 1993. Application of The Personel Involvement Inventory in
Marketing. Psychology & Marketing, 10, 4, 357-366.
Fredrickson, B, & Levenson, R. 1998. Positive Emotions Speed Recovery from the Cardiovascular
Sequale of Negative Emotions, Cognition and Emotion, 12, hh. 191-220.
Hausman,A. 2000. A Multi-Method Investigation of Consumer Motivations in Impulse Buying
Behavior, Journal of Consumer Marketing, Vol.17 No.15,pp. 403-419.
Hirschman,E.C. & Holbrook,M.B. 1982. The Experiential Aspects of Consumption : Consumer
Fantasies, Feelings and Fun, Journal of Consumer Research, Vol. 9 No. 2, pp.505-511.
O’Cass, A. 2004. Fashion Clothing Consumption : Antecedents and Consequences of Fashion
Clothing Involvement. European Journal of Marketing, Vol. 38 No. 7, pp. 869-882
Peter, J.Paul & Olson Jerry C. 2005. Consumer Behavior and Marketing Strategy 5th Edition. The
Mc’ Graw Hill Companies,Inc : Singapore.
Semuel,Hartane. 2005. Respon Lingkungan Berbelanja Sebagai Stimulus Pembelian, Jurnal
Manajemen dan Kewirausahaan, Vol.7, No.2, September 2005 :152-170.