You are on page 1of 18

BAGIAN BEDAH REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN Sep 2022


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

TENOSYNOVITIS SUPURATIF AKUT

OLEH:
Hafida Dewi A.
105101101520

PEMBIMBING:
dr. Muhammad Ihsan Kitta, M.Kes., Sp.OT(K)
Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Bedah

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2022
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Hafida Dewi A.


NIM : 105101101520
Judul Referat : Tenosynovitis Supuratif Akut

Telah menyelesaikan Referat dalam rangka Kepanitraan Klinik di Bagian Bedah


Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, September 2022


Pembimbing,

(dr. Muhammad Ihsan Kitta, M.Kes., Sp.OT(K))


KATA PENGANTAR

AssalamualaikumWr. Wb.
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulisan referat ini dapat
diselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Baginda Besar
Nabi Muhammad SAW.
Referat berjudul “Tenosynovitis Supuratif Akut” ini dapat terselesaikan
dengan baik dan tepat pada waktunya, sebagai salah satu syarat untuk dalam
menyelesaikan Kepanitraan Klinik di Bagian Bedah. Secara khusus penulis
sampaikan rasa hormat dan terima kasih yang mendalam kepada dr. Muhammad
Ihsan Kitta, M.Kes., Sp.OT(K) Selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan
waktu dengan tekun dan sabar dalam membimbing, memberikan arahan dan koreksi
selama proses penyusunan tugas ini hingga selesai.
Penulis menyadari bahwa penyusunan referat ini belum sempurna. Akhir kata,
penulis berharap agar referat ini dapat memberi manfaat kepada semua orang.

Makassar, September 2022

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

Tenosynovitis adalah keadaan yang menggambarkan inflamasi pada synovial


yang berisi cairan dalam selubung tendon. Penyakit ini bermanifetasi dengan keluhan
nyeri, bengkak, kontraktur, tergantung dari etiologi. Kondisi ini dapat mengenai
berbagai tendon dalam tubuh yang dikelilingi oleh selubung tetapi memiliki
predileksi paling sering adalah tangan, pergelangan, dan kaki.1
Tenosynovitis fleksor pyogenik (PFT) merupakan infeksi tersering pada ruang
tertutup dari selubung tendon fleksor pada tangan dan menjadi salah satu masalah
yang menantang dalam ilmu kedokteran ortopedi dan bedah tangan. PFT juga dikenal
dengan tenosynovitis fleksor septic atau tenosynovitis fleksor supuratif.2
Tenosynovitis fleksor pyogenik merupakan infeksi bakteri dari selubung
tendon fleksor pada tangan. Nyeri, bengkak, kemerahan, dan imobilitas pada jari yang
terkena terjadi pada proses infeksi akut penyakit ini. Komplikasi jangka panjang
dapat berupa penyebaran infeksi, nekrosis tendon, rupture tendon, osteomyelitis,
amputasi, kekakuan pada jari, penebalan kapsul sendi, rusaknya selubung tendon atau
komplikasi pembedahan.3
Pada sebuah studi penelitian, tenosynovitis fleksor pyogenik dilaporkan
sekitar 9,4% dari kasus infeksi pada tangan. Penggunaan antibiotic dan terapi
pembedahan menurunkan resiko sequel serius dari tenosynovitis fleksor pyogenik.
Tetapi, diagnosis awal dan dugaan klinis dapat meminimalisir komplikasi akibat
penangana terlambat pada infeksi ini.4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi4
Ada 12 tendon fleksor di daerah tangan dan lengan, termasuk fleksor jari dan
ibu jari dan fleksor pergelangan tangan.Tendon fleksor jari adalah FDS (Flexor
Digitorum Superficialis), FDP (Flexor Digitorum Profundus), dan fleksor polikis
longus (FPL). FDS dan FDP berasal dari otot di sekitar lengan bawah, sedangkan
tendon FPL muncul dari aspek volar dari bagian tengah batang radial dan dari
membran interoseus yang berdekatan. Tendon FDP berasal dari otot perut yang
umum, sedangkan tendon FDS berasal dari otot perut yang terpisah, yang
memungkinkan fleksi jari lebih independen. Fleksor pergelangan tangan adalah
fleksor karpi radialis (FCR) dan ulnaris, serta palmaris longus (PL).
Bagian yang paling rumit dari tendon fleksor ada di dalam jari, di mana
tendon meluncur di dalam selubung fibro-osseus tertutup dengan pita jaringan
ikat padat yang konstriktif, semirigid, dan konstriktif. Selubung digital
membentuk kompartemen sinovial tertutup yang memanjang dari telapak tangan
distal ke tengah ruas distal. Tendon FDS terletak dangkal ke tendon FDP hingga
percabangan tendon FDS. Sekarang jauh ke dalam tendon FDP, slip FDS
bergabung kembali untuk membentuk Camper chiasm (koneksi jalinan berserat
antara dua slip FDS), dan menyisipkan ke distal pada bagian proksimal dan
tengah dari phalanx tengah sebagai dua slip terpisah. Tendon FDP masuk ke
dalam aspek volar dari falang distal. Tendon FPL adalah satu-satunya tendon di
dalam selubung fleksor ibu jari dan menyisipkan di falang distal.
Selubung sinovial adalah lapisan tipis paratenon halus yang terus menerus
menutupi permukaan bagian dalam selubung berserat, memberikan permukaan
yang halus untuk luncuran tendon dan nutrisi ke tendon.
Gambar 1 : Selubung tendon fleksor

B. Definisi
Tenosynovitis adalah keadaan yang menggambarkan inflamasi pada synovial
yang berisi cairan dalam selubung tendon.1 Tenosynovitis fleksor pyogenik
(PFT) merupakan infeksi tersering pada ruang tertutup dari selubung tendon
fleksor pada tangan dan menjadi salah satu masalah yang menantang dalam ilmu
kedokteran ortopedi dan bedah tangan. PFT juga dikenal dengan tenosynovitis
fleksor septic atau tenosynovitis fleksor supuratif.2

C. Epidemiologi
Tenosynovitis merupakan kondisi yang insidensi, prevalensi, dan distribusi
penyakit bergantung pada etiologi. Pada populasi umum, insidensi tenosynovitis
berkisar 1,2-2,6%. Angka ini akan semakin meningkat untuk orang diabetes
mellitus, sekitar 10-20%. Pada orang yang memiliki infeksi pada tangan, hanya
2,5-9,4% pasien yang akan berkembang menjadi tenosynivitis infeksi. Individu
dengan rheumatoid arthritis memiliki resiko tenosynovitis, dengan 55% pasien
melaporkan gejala pada tendon.1 Insidensi Tenosynovitis fleksor supuratif (PFT)
sekiyat 2,5-9% pada kasus infeksi pada tangan, dan umumnya akibat trauma
penetrasi pada tangan. Tidak ada perbedaan insidensi antara kelompok usia atau
jenis kelamin tertentu.5

D. Etiologi
Penyebab tenosynovitis dibagi menjadi kausa non-infektif dan kausa infektif.
Pada non infektif umumnya disebabkan oleh autoimun, overuse/penggunaan
tangan berlebih, dan idiopatik.
Penyebab non infektif berupa autoimun diduga berkaitan erat dengan
rheumatoid arthritis (RA), dimana hingga 87% kasus pasien RA memiliki
gambaran MRI tenosynovitis. RA memiliki predilkesi pada synovial. Selubung
tendon memiliki komponen synovial, sehingga diduga ada peranan penting
selubung tendon pada proses penyakit dan keluhan pasien RA. Penyebab lain
yaitu overuse tangan dimana gerakan repetitive berulang dapat menyebabkan
inflamasi pada selubung synovial, sehingga biasa didiagnosis sebagai repetitive
strain injury atau sindrom overuse. Adanya gerakan repetitive berulang pada
tangan meningkatkan resiko iritasi pada tendon hingga terjadi tenosinovitis.
Tenosynovitis juga dapat bersifat idiopatik yang tidak memiliki penyebab yang
spesifik.1
Pada kausa infeksi, rute infeksi pada pasien dengan tenosynovitis supuratif
umumnya datang dengan adanya luka penetrasi pada jari yang melibatkan
selubung tendon fleksor yang menyebabkan inokulasi bakteri langsung.
Penyebaran langsung juga dapat terjadi dari felon terdekat, sendi yang terinfeksi,
atau infeksi pada ruang yang lebih dalam. Tenosynovitis supuratif juga dapat
terjadi akibat gigitan manusia atau hewan yang menyebabkan trauma penetrasi
pada selubung tendon. Penyebab akibat infeksi melalui hematogen sangat jarang
dan dicurigai infeksi gonokokus.5
Staphylococcus aureus menjadi bakteri tersering penyebab tenosynovitis
supuratif dan didapatkan pada isolasi sekitar 75%. 29% dilaporkan disebabkan
oleh Staphylococcus aureus resisten methicillin. Organisme penyebab lainnya
yaitu Staphylococcus epidermidis, Streptococcus B-hemolyticus, dan gram
negative Pseudomonas aeruginosa. Tenosynovitis supuratif pada pasien
imunosupresi dapat terjadi akibat infeksi multi organism dan batang gram
negative. Eikenella corodens dapat menyebabkan tenosynovitis supuratif melalui
gigitan manusia dan pada gigitan hewan biasanya oleh infeksi Pasteurella
multocida. Penyebab lain yang jarang yaitu Listeria monocytogenes dan
Clostridium difficile oleh infeksi gastrointestinal. Neisseria gonorrhea dapat
menyebabkan tenosynovitis akut umumnya pada infeksi gonokokkus.
Dikabarkan juga tenosynovitis mycobacterial, umumnya disebabkan oleh
Mycobacterium kansasii dan Mycobacterium marinum.2

E. Patofisiologi6
Tenosinovitis fleksor piogenik (PFT) adalah salah satu dari banyak infeksi
ruang tertutup pada tangan, dan pemahaman tentang anatomi yang relevan
merupakan kunci untuk penanganan yang adekuat. Fleksor selubung jari
telunjuk, jari tengah, dan jari manis memanjang dari leher metakarpal setinggi
dari pulley anular pertama (A1) secara proksimal dari insersi fleksor digitorum
profundus (FDP) pada phalanx distal.
Selubung jari kelingking dan ibu jari, berbeda dengan selubung jari lainnya
karena selubungnya sering bersambung dengan bursa ulnaris dan radial di
telapak tangan. Gejala mungkin awalnya tidak terlalu parah pada jari-jari ini
karena infeksi dapat terdekompresi ke dalam bursa masing-masing. Infeksi pada
jari kelingking atau ibu jari berisiko untuk berhubungan secara proksimal di
ruang potensial di bawah tendon FDP dan di atas otot pronator kuadratus. Area
ini dikenal sebagai ruang Parona, dan infeksi di dalamnya dapat menyebabkan
gejala neuropati median.
Meskipun secara teori proses awal infeksi terjadi ke ruang tertutup selubung
tendon, infeksi dapat bermigrasi ke ruang fasia dari tangan, tulang yang
berdekatan dengan struktur, dan ruang sendi sinovial atau mungkin mengikis
lapisan-lapisan kulit dan keluar secara superficial menjadi luka yang mengering.
Selubung tendon terdiri dari lapisan viseral bagian dalam yang berlanjut
hingga distal dan bagian proksimal yang meluas dengan lapisan parietal luar.
Lapisan visceral berdekatan dengan tendon fleksor. Lapisan parietal diperkuat
oleh serangkaian lima pulley berbentuk lingkaran (A1-5) dan tiga pulley
cruciform (C1-3). Pulley A2 dan A4 penting untuk fungsi tendon fleksor dan
transeksi harus dihindari selama pembedahan pada selubung yang terinfeksi
Cairan sinovial mengisi ruang antara dua lapisan ini
Tendon dan selubung sinovial menerima dua sumber dukungan nutrisi yang
berbeda. Pertama adalah melalui suplai darah langsung dari vincula, dan yang
kedua adalah dari difusi melalui cairan sinovial. Mengingat kurangnya aliran
darah ke jaringan ini, bakteri mungkin berkembang biak tidak terkendali setelah
diinokulasi ke dalam ruang ini. Saat nanah menumpuk di dalam fleksor selubung
tendon, peningkatan tekanan kompartemen lebih lanjut dapat membatasi suplai
darah intrasynovial dan menyebabkan nekrosis dan selanjutnya robeknya tendon.
Dalam satu studi, delapan dari 14 pasien dengan infeksi selubung tendon fleksor
memiliki tekanan selubung tendon tangan melebihi 30 mg Hg.
Tendosynovitis fleksor supuratif secara klasik dibagi menjadi 3 stadium
menurut klasifikasi Michon. Pada stadium 1 merupakan proses awal inflamasi
dari selubung tendon dan akumulasi cairan eksudat. Stadium 2 dimana inflamasi
pada selubung tendon berlanjut dan terjadi penyebaran cairan purulen. Pada
stadium 3, terjadi nekrosis dari selubung tendon, hingga kemungkinan rupturnya
tendon.
F. Manifestasi Klinis
Pasien dengan tenosynovitis supuratif umumnya mengeluhkan nyeri,
kemerahan, dan bengkak pada jari yang terkena beberapa jam hingga hari. Jika
adanya luka terbuka atau laserasi pada sisi palmar tangan, maka infeksi dapat
bermula pada soft tissue dan menyebar hingga ke selubung dan isinya.6
Pada pemeriksaan fisik, dinilai apakah terdapat 4 tanda patognomonik
tenosynovitis fleksor yang disebut Kanavel cardinal sign terdiri dari nyeri
sepanjang fleksor selubung tendon, jari berada pada posisi semi fleksi, nyeri
dengan ekstensi pasif, dan pembengkakan uniform pada jari.7

Gambar 2 : Manifestasi Tenosynovitis Supuratif

G. Diagnosis
Anamnesis5
 Riwayat adanya trauma penetrasi pada sisi volar dari jari harus
diidentifikasi. Mekanisme trauma bisa mengarahkan identifikasi organism
penyebab. Trauma penetrasi umumnya bermanifestasi selama 2-5 hari
dan bisa lebih lama pada pasien dengan imunosupresi atau diabetes
mellitus.
 Durasi antara onset gejala dan manifestasi klinis harus diidentifikasi
untuk menentukan pilihan terapi yang akan dilakukan. Pasien dengan
manifestasi klinis yang terlambat ditangani memiliki prognsosis yang
buruk dan beresiko untuk amputasi
 Riwayat social harus ditanyakn untuk mengetahui pekerjaan pasien dan
tangan yang dominann dilakukan, informasi ini akan membantu untuk
rehabilitasia dan suportif post operatif.
 Riwayat komorbid penyakit harus digali untuk mengetahui dan
mengoptimalkan terapi sebelum dilakukan intervensi pembedahan.
Dilaporkan pasien tenosynovitis supuratif yang memiliki riwayat DM,
gagal ginjal, dan penyakit arteri perifer memiliki resiko tinggi prognosis
yang buruk

Pemeriksaan Fisis1
Pemeriksaan fisis umumnya ditemukan nyeri, kemerahan, bengkak, serta
kesulitan untuk menggerakan jari dan sendi yang terlibat. Pada tenosynovitis
infeksi perlu dikenali melalui Kanavel sign yaitu
 Nyeri sepanjang fleksor selubung tendon
 Jari berada pada posisi semi fleksi
 Nyeri dengan ekstensi pasif
 Pembengkakan uniform pada jari

Tanda ini memiliki sensitivitas 90% hingga 97% pada tenosynovitis fleksor
supuratif, tetapi spesifisitas hanya 50% hingga 69%.

Pemeriksaan Penunjang6
 Kultur : Jika diduga karena infeksi, kultur cairan synovial suuratif
direkomendasikan untuk dilakukan sebelum memulai terapi antibiotic.
Ruang selubung harus dapat dibedakan dengan tampilan kulit selulitis.
Pemeriksaan sampel kultur harus termasuk aerobic, anaerobic, fungi,
basil tahan asam, BTA atipikal. Diagnostik arthrocentesis dilakukan
jika efusi sendi disertai dengan tenosynovitis.
 Pemeriksaan laboratorium, dilakukan pemeriksaan hematologi untuk
menilai darah lengkap, C-reactive protein (CRP) dan laju endapan
darah. Pada penyebab infeksi ditemukan leukositosis, bakteremia.
Selain itu terjadi peningkatan marker penanada inflamasi tertentu.
 Biopsi : Biopsi synovial untuk pemeriksaan histopatologi membantu
untuk mendiagnosis perubahan granulomatous pada infeksi
Mycobacterium dan pada kasus inflamasi kronik
 Pencitraan : Pencitraan tidak selalu dibutuhkan untuk mendiagnosis
tenosynovitis. Foto polos xray umumnya menunjukkan adanya
kalsifikasi dari membrane synovial, reaksi periosteal, dan inflamasi.
CT dapat digunakam untuk mendeteksi abnormaloitas tulang sepeerti
erosi tulang dan anomaly struktur, tetapi rendah untuk sensitivitas
jaringan soft tissue. Ultrasound dapat digunakan untuk melakukan
diagnosis dimana pada tangan yang terkena menunjukkan perubahan
echo tekstur pada 15% tendon dan perkaburan pada pinggir tendon
sekitar 62% serta penebalan tendon dapat dilihat pada 44% jari.

H. Diagnosis Banding5
Berikut adalah diagnosis banding dari penyakit tenosynovitis fleksor supuratif :
 Felon : merupakan infeksi ruang tertutup pada bagian distal jari yang
umumnya mengenai ibu jari atau telunjuk. Felon biasanya disebabkan
oleh infeksi Staphylococcus aureus akibat trauma penetrasi pada ujung
jari. Tetapi infeksi ini bisa disebabkan oleh organsime campuran atau
gram negative pada kasus immunosupresi. Septa fibrous yang meluas dari
phalanx distal periosteum ke kulit , ketika terinfeksi akan menyebabkan
nyeri tertusuk yang hebat. Felon biasanya terdapat abses yang nyeri pada
phalanx distal jari dan membutuhkan insisi drainase
 Artritis septic interphalang joint atau metacarphoplangeal joint : biasanya
disertai dengan tanda infeksi yang terlokalisir pada sendi yang terkena.
Range of motion pada jari yang terkena biasanya terbatas dan nyeri akibat
efusi sendi dan distensi kapsular. Kanavel sign berupa edema fusiform
dan nyeri selubung fleksor biasanya tidak ada
 Herpetic Whitlow : jenis infeksi virus yang jarang pada jari disebabkan
oleh virus HSV. Klinisnya yaitu adanya jelaga yang nyeri terisi cairan
bening yang dapat juga membentuk bullae. Penyakit ini memerlukan
terapi medikamentosa anti virus dan bukan pembedahan
 Selulitis tangan : merupakan inflamasi difus dari tangan tanpa disertai
adanya pus. Penyakit ini biasanya berupa edema difus dan eritema tanpa
pembentukan abses. Pengobatannya dengan elevasi tangan dan antibiotic
intravena tergantung organism penyebab

I. Tatalaksana2
a) Antibiotik
Tatalaksana tenosynovitis supuratif, terlepas dari pathogen penyebab
termasuk pemberian antibiotic empiris IV, biasanya diikuti dengan drainase
pembedahan. Sementara dilakukan kultur, antibiotic harus dipilih yang
berspektrum luas untuk melawan bakteri gram negative dan gram positive,
seperti spesies Staphylococcus dan Streptococcus. Rekomendasi CDC
untuk pemberian empiris antibiotic MRSA jika terdapat prevalensi local
mencapai 10-15%. Antibiotik yang direkomendasikan trimetoprim-
sulfametoksazol (TMP-SMX) dan klindamisin diberikan oral dan
klindamisin, vankomisin dan daptomisin diberikan IV.
Selain itu, pola resisten bakteri harus sesuai pengobatan dan
pemilihan. Generasi pertama sefalosporin telah menjadi landasan
pengobatan untuk Staphylococcus, tetapi terjadi peningkatan resisten
methicillin. TMP-SMX memberikan cakupan yang adekuat terhadap
MRSA, serta klindamisin juga merupakan pilihan alternative.
Antibiotik presumtif juga harus mencakup batang gram negatif dan
anaerob, termasuk Spesies Clostridium, terutama pada pasien
immunocompromised. Pasien ini biasanya memerlukan antibiotik
tambahan untuk mencakup penyebab bakteri lain yang lebih jarang. Setelah
hasil kultur sudah ada, regimen antibiotik harus diberikan yang dapat
melawan organisme spesifik yang diidentifikasi.

b) Pembedahan
Terapi non operatif umumnya diperlukan untuk pasien tenosynovitis
supuratif yang datang awal dengan onset 48 jam setelah terjadi trauma
penetrasi. Pada langkah tatalaksana, pengobatan non operatif dikatakan
berhasil jika setelah diberikan antibiotic IV, dilakukan penutupan luka, dan
elevasi maka terjadi perbaikan dalam 48 jam. Jika tidak, maka perlu
dilakukan tindakan irigasi pembedahan dan debridement luka. Terlepas
dari waktu dan jenis irigasi, terapi pembedahan menjadi pilihan untuk
tenosynovitis supuratif
Beberapa teknik pembedahan telah dikembangkan dengan tujuan
dekompresi dam irigasi selubung fleksor pada tangan. Adapun beberapa
teknik pembedahan yaitu :

Irigasi Terbuka & Debridement


Irigasi terbuka dan debridement merupakan tatalaksana pembedahan
tenosynovitis yang sering dilakukan. Insisi midaksial dan palmar
(BrunerZigzag) dapat dilakukan untuk mengekspose dan membuka seluruh
selubung sehingga dapat dilakukan drainase dan pembersihan. Kedua
teknik insisi dapat mencapai selubung fleksor. Irigasi terbuka dan
debridement merupakan terapi pilihan untuk banyak kasus tenosynovitis
supuratif dan infeksi kronik tenosynovitis atipikal. Insisi Brunerzigzag
mempermudah diseksi pembedahan, ekstensi dan terbukanya selubung
tendon sehingga dapat mencapai bagian yang sulit dijangkau akibat
pembengkakan jari.

Irigasi Tertutup Selubung Tendon


Irigasi ini dilakukan dengan membuat insisi proksiaml pada leher
metacarpal. Selubung tendon dipotong secara transversal pada ujung
proksimal dari pulley A1. Sebuah angiokateter dimasukkan sepanjang 1-2
cm secara antegrade ke dalam selubung tendon fleksor. Lalu, insisi
midaksial distal dibuat dari dorsal ke bundle neurovascular setinggi bagian
distal sendi interphalang pada aspek ulnar dari jari atau aspek radial dari
ibu jari. Ujung distal tendon fleksor dibuka dan direseksi dari distal ke
distal pulley. Drain penrose dapat ditambahkan ke selubung tendon hingga
pulley A4 untuk mempertahankan agar luka terbuka dan untuk drainase
cairan. Selubung kemudian dibersihkan di ruangan operasi. Setelah operasi,
irigasi intermitten selama perawatan dapat dilanjutkan.

Irigasi tertutup kontinyu


Teknik irigasi tertutup kontinyu ini dengan tabung inlet dan outlet
memberikan hasil yang baik. Sistem ini terdiri dari 2 tabung yang
dimasukkan ke dalam rongga yang terinfeksi, dengan tip pada caliber
terkecil dari tabung inlet diposisikan ke dalam tabung outlet terbesar.
Keuntungan sistem ini yaitu kemampuan pasien dalam melakukan terapi
tangan dengan tetap adanya irigasi di dalam tangan dan menghindari nyeri
yang disebabkan oleh tekanan yang tinggi akibat irigasi tertutup sementara.
Durasi teknik ini dapat dilakukan 2 hari hingga 3 minggu dan memberikan
efek yang bagus.

Irigasi Post Operatif


Penggunaan irigasi post operatif masih menjadi kontroversi, sebab
memasukkan kateter ke dalam selubung tendon dapat menyebabkan
komplikasi. Kateter dapat meningkatkan kekakuan pada jari dengan
menurunkan kemampuan pasien dalam melakukan terapi atau dapat
menyebabkan luka atau iritasi pada selubung akibat ditinggalkan terlalu
lama. Sehingga penggunaan teknik ini tidak terlalu dianjurkan.

J. Komplikasi
Pengobatan pada tenosynovitis supuratif tidak menghilangkan kemungkinan
terjadinya komplikasi. Sebuah studi melaporkan sekitar 10-25% kejadian
kekakuan pada jari yang menyebabkan adhesi tendon fleksor, penebalan kapsular
sendi, rusaknya sistem pulley atau selubung fleksor atau komplikasi akibat
pembedahan. Komplikasi lanjutan dapat terjadi akibat penyebaran infeksi seperti
nekrosis tendon dan rupture tendon, osteomyelitis, dan amputasi.8

K. Prognosis
Diagnosis dan tatalaksana awal tenosynovitis supuratif sangat penting untuk
menghindari adanya komplikasi dan kerusakan fungsi tangan lebih lanjut.
Misdiagnosis dapat menyebabkan infeksi menyebar sehingga berujung
keterlambatan terapi dan prognosis yang lebih buruk. 9 Jika infeksi tidak berespon
dengan antibiotic dan debridement maka memungkinkan dilakukan amputasi
terutama jika ada tanda iskemik dan nekrosis pada jari. 10 Faktor yang
memperberat resiko untuk amputasi seperti penanganan yang terlambat, iskemik
pada jari, purulen subkutan, usia >43 tahun dan ada penyakit komorbid seperti
DM, gagal ginjal, dan penyakit arteri perifer.8
BAB III

KESIMPULAN

Tenosynovitis supuratif akut merupakan infeksi pada tangan yang dapat


disebabkan oleh berbagai penyebab terutama riwayat adanya trauma penetrasi.
Diagnosis tenosynovitis supuratif dapat ditegakkan dengan 4 tanda patognomonik
atau disebut Kanavel cardinal sign yaitu nyeri sepanjang fleksor selubung tendon,
jari berada pada posisi semi fleksi, nyeri dengan ekstensi pasif, dan pembengkakan
uniform pada jari.
Tatalaksana awal dalam waktu 48 jam terjadi trauma sangatlah penting seperti
pemberian antibiotic IV, irigasi, dan debridement akan memberikan prognosis yang
baik. Diagnosis dan penanganan yang terlambat dapat menyebabkan kelainan fungsi
pada tangan dalam jangka waktu yang lama hingga dapat dilakukan amputasi pada
tangan yang terkena, terutama jika terdapat tanda adanya iskemik atau nekrosis.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ray G, Sandean DP, Tall MA. Tenosynovitis. Startspearls Publishing. May


2022
2. Chapman T, Ilyas AM. Pyogenic Flexor Tenosynovitis of the Hand. The
American Journal of Orthopedics. May/Jun 2017
3. Mazreku A. The Significance of the Bacterial Agent in Pyogenic Flexor
Tenosynovitis – A Retrospective Case Study of 102 Patients. University of
Gothenburg. 2020
4. Neligan, Peter C, Donald W. 2020. Flexor Tendon Injury and Reconstruction
in Core Procedurs in Plastic Surgery. Second Edition. By Elsevier Inc. Page
432-433
5. Hermena S, Tiwari V. Pyogenic Flexor Tenosynovitis. Startpearls Publishing.
May 2022
6. Crowe CS. Tenosynovitis. Medscape. Jan 2021
7. Tobing JF, Gabriel N. Case Report Pyogenic Flexor Tenosynovitis : Costly
When Missed. The Journal of Indonesian Orthopaedic & Traumatology. Aug
2020: 3(2)
8. Renee L, Barry, Adams NS, et al. Pyogenic (Suppurative) Flexor
Tenosynovitis : Assesment and Management. ePlasty. Feb 2016
9. Giladi AM, Malay S, Chung KC. A Systematic Review of the Management of
Acute Pyogenic Flexor Tenosynovitis. The Journal of Hand Surgery. 2015
10. Pang HN, Teoh LC, Yam AK, et al. Factor Affecting the Prognosis of
Pyogenic Flexor Tenosynovitis. The Journal of Bone and Joint Surgery. 2007

You might also like