You are on page 1of 31

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN JIWA DENGAN HARGA DIRI RENDAH

DI SUSUN OLEH :
MUHAMAD SAFEI
11212108

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES PERTAMEDIKA JAKARTA
TAHUN 2022/2023
A. MASALAH UTAMA : HARGA DIRI RENDAH
1. Pengertian
a. Harga diri rendah Kronis adalah evaluasi atau perasaan negatif terhadap diri
sendiri atau kemampuan pasien seperti tidak berani, tidak berharga , tidak
berdaya yang berlangsung dalam waktu lama dan terus menerus ( SDKI, 2016)
b. Harga diri situasional adalah evaluasi atau perasaan negatif terhadap diri
sendiri atau kemampuan pasien sebagai respon terhadap situasi saat ini
( SDKI,2016).
c. Harga diri (self esteem) merupakan salah satu komponen dari konsep diri.
Harga diri merupakan penilaian pribadi berdasarkan seberapa baik perilaku
sesuai dengan ideal diri (Stuart, 2009 dalam Satrio, dkk). Penentuan harga diri
seseorang diperoleh dari diri sendiri dan orang lain (dicintai, dihormati, dan
dihargai) yang timbul sejak kecil dan berkembang sesuai dengan meningkatnya
usia. Harga diri yang tinggi adalah perasaan yang berakar dalam penerimaan
diri sendiri tanpa syarat, walaupun melakukan kesalahan, kekalahan dan
kegagalan, tetap merasa sebagai seorang yang penting dan berharga. Seseorang
yang sering mengalami keberhasilan akan dapat meningkatkan harga dirinya,
disamping itu seseorang akan menurun harga dirinya apabila orang tersebut
sering mengalami kegagalan, tidak dicintai dan tidak diterima dilingkungannya.
Harga diri rendah terkait dengan hubungan interpersonal yang buruk yang
berisiko mengalami depresi dan skizofrenia. Harga diri rendah dapat
digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri termasuk hilangnya
percaya diri dan harga diri. Harga diri rendah dapat terjadi secara situasional
atau kronis.
d. Harga diri rendah kronis adalah evaluasi diri/perasaan tentang diri atau
kemampuan diri yang negatif dan dipertahankan dalam waktu yang lama
(NANDA, 2011 dalam Satrio, dkk)
e. Menurut Depkes RI, (2000 dalam Satrio, dkk), individu cenderung menilai
dirinya negatif dan merasa lebih rendah dari orang lain. Penilaian negatif dan
perasaan rendah diri ini dapat mempengaruhi semua aspek dari hidup kita,
yaitu dapat menambah rasa takut (yang menyebabkan kita harus menghindari),
membuat kita berespon terhadap seseorang yang dicintai dengan rasa marah
dan depensif, menerima diisolasi, tidak sanggup mendapat kritikan/serangan
dan dapat juga mempengaruhi kesehatan fisik yang dapat menyebabkan
gangguan pencernaan atau peningkatan tekanan darah.
f. Harga diri rendah merupakan komponen episode depresi mayor, dimana
aktivitas merupakan bentuk hukuman atau punishment. (Stuart dan Laraia,
2005;stuart, 2009 dalam Satrio, dkk).
g. Harga diri rendah adalah perasaan negatif terhadap[ diri sendiri, hilangnya
percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan. (Keliat, 2010).

2. Komponen Konsep Diri


Konsep diri didefinisikan sebagai semua pikiran, keyakinan dan kepercayaan yang
merupakan pengetahuan individu tentang dirinya dan memengaruhi hubungan
dengan orang lain. Konsep diri tidak terbentuk waktu lahir, tetapi dipelajari sebagai
hasil pengalaman unik seseorang dalam dirinya sendiri, dengan orang terdekat, dan
dengan realitas dunia. Menurut Stuart (2009 dalam Satrio, dkk) konsep diri terdiri
terdiri atas komponen-komponen berikut ini.
a. Citra tubuh
Kumpulan sikap individu yang disadari dan tidak disadari terhadap tubuhnya.
Termasuk persepsi serta perasaan masa lalu dan sekarang tentang ukuran,
fungsi, penampilan, dan potensi. Citra tubuh dimodifikasi secara
berkesinambungan dengan persepsi dan pengalaman baru
b. Ideal diri
Persepsi individu tentang bagaimana dia seharusnya berperilaku terhadap
standar, aspirasi, tujuan atau nilai personal tertentu.
c. Harga diri
Penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisis
seberapa sesuai perilaku dirinya dengan ideal diri. Harga diri yang tinggi
adalah perasaan yang berasal dari penerimaan diri sendiri tanpa syarat,
walaupun melakukan kesalahan, kekalahan dan kegagalan, tetap merasa
sebagai seorang yang penting dan berharga.
d. Performa peran
Serangkaian pola perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sosial
berhubungan dengan fungsi individu di berbagai kelompok sosial. Peran yang
ditetapkan adalah peran yang dijalani dan seseorang tidak mempunyai pilihan.
Peran yang di ambil adalah peran yang terpilih atau dipilih oleh individu
e. Identitas pribadi
Prinsip pengorganisasian kepribadian yang bertanggung jawab terhadap
kesatuan, kesinambungan, konsistensi, dan keunikan individu. Prinsip tersebut
sama artinya dengan otonomi dan mencakupnpersepsi seksualitas seseorang.
Pembentukan identitas dimulai pada masa bayi dan teus berlanjut sepanjang
kehidupan, tetapi merupakan tugas utama pada masa remaja.

3. Rentang Respon
a. Aktualisasi diri
Pernyataan tentang konsep diri dengan yang positif dengan latar belakang
pengalaman sukses.
b. Konsep diri positif
Pasien mempunyai pengalaman yang positif dalam perwujudan dirinya, dapat
mengidentifikasi kemampuan dan kelemahan secara jujur dalam menilai asuatu
masalah sesuai dengan norma – norma sosial dan kebudayaan suatu tempat jika
menyimpang ini merupakan respon adaptif.
c. Harga diri rendah
Transisi antara adaptif dan mal adaptif, sehingga individu cenderung berfikir ke
arah negatif.
d. Kerancuan identitas
Kegagalan individu mengintegrasikan aspek – aspek masa kanak – kanak ke
dalam kematangan aspek psikologis, kepribadian pada masa dewasa secara
harmonis.
e. Depersionalisasi
Perasaan yang tidak realistis dan asing terhadap diri sendiri yang berhubungan
dengan kecemasan, kepanikan dan tidak dapat membedakan dirinya dari orang
lain sehingga mereka tidak dapat mengenal dirinya.

B. PROSES TERJADINYA MASALAH


Seseorang yang sering mencapai tujuan secara langsung mempengaruhi perasaan
untuk kemampuan (harga diri tinggi) atau ketidakmampuan (harga diri rendah). Harga
diri tinggi merupakan dasar mutlak terhadap penerimaan diri, meskipun melakukan
kesalahan, kekalahan dan kegagalan, tetap merasa sebagai seseorang yang penting dan
berharga. Hal ini meliputi penerimaan secara komplek terhadap hidup seseorang.
Harga diri (Stuart & Laraia, 2005; Stuart, 2009 dalam Satrio, dkk) berasal dari dua
sumber utama yaitu diri sendiri dan orang lain. Faktor yang mempengaruhi harga diri
yang berasal dari diri sendiri seperti kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai
tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain, dan ideal diri yang tidak
realistis. Sedangkan yang berasal dari orang lain adalah penolakan orang tua, harapan
orang tua yang tidak realistik. Harga diri ini didapat ketika seseorang merasa dicintai,
dihormati dan ketika seseorang dihargai dan dipuji. Suliswati (2002) mengatakan
bahwa individu akan merasa harga dirinya tinggi bila sering mengalami keberhasilan,
disamping itu harga diri yang tinggi merupakan hasil dari peran yang memenuhi
kebutuhan dan cocok dengan ideal diri.

Sebaliknya individu akan merasa harga dirinya rendah bila sering mengalami
kegagalan, tidak dicintai dan tidak diterima lingkungan. Perkembangan harga diri
seseorang sejalan dengan perkembangan konsep diri, dimana konsep diri seseorang
menurut Stuart, (2009 dalam Satrio, dkk) tidak terbentuk waktu lahir tetapi dipelajari
sebagai hasil dari pengalaman unik seseorang dalam dirinya sendiri, dengan orang
terdekat, dan dengan realitas dunia. Hal ini berarti harga diri akan meningkat sesuai
meningkatnya usia. Untuk meningkatkan harga diri seseorang, maka mulai dari masa
kanak-kanak anak diberi kesempatan untuk sukses; menanamkan cita-cita; mendorong
aspirasi; dan membantu untuk membentuk pertahanan diri terhadap persepsi diri
(Coopersmith, 1967; Mruk, 1999 dalam Stuart, 2009 dalam Satrio, dkk).

Harga diri sangat mengancam pada masa adolescence/remaja, ketika konsep diri
sedang diubah dan banyak keputusan diri dibuat. Sedangkan pada usia dewasa harga
diri menjadi stabil memberikan gambaran yang jelas tentang dirinya dan cenderung
lebih mampu menerima keberadaan dirinya dan kurang idealis dari remaja (Stuart,
2009). Hal ini dapat dikaitkan dengan kematuran seseorang, dimana semakin dewasa
seseorang maka semakin lebih baik cara berfikirnya. Dengan banyaknya perubahan
yang terjadi baik fisik maupun psikososial serta banyak keputusan yang harus dibuat
menyangkut dirinya sehingga remaja harus mampu menyesuaikan diri dengan
perubahan tersebut. Kondisi lain yang dapat mengancam harga diri remaja adalah
tuntutan yang harus dipilihnya, posisi peran, kemampuan meraih sukses serta
kemampuan berpartisipasi atau penerimaan dilingkungan masyarakat. Apabila remaja
tidak dapat melakukan penyesuaian dengan kondisi tersebut, maka akan menyebabkan
harga diri rendah (Hawari, 2001). Harga diri rendah dapat terjadi secara situasional
(trauma) atau kronis (penilaian yang negatif terhadap diri yang telah berlangsung
lama).

Model Stress Adaptasi Stuart dari keperawatan jiwa memandang perilaku manusia
dalam perspektif yang holistik terdiri atas biologis, psikologis dan sosiokultural dan
aspek- aspek tersebut saling berintegrasi dalam perawatan. Komponen biospikososial
dari model tersebut termasuk dalam faktor predisposisi, presipitasi, penilaian terhadap
stressor, sumber koping dan mekanisme koping (Stuart & Laraia, 2005; Stuart, 2009
dalam Satrio, dkk). Menurut Stuart (2009 dalam Satrio, dkk), masalah harga diri
rendah dapat dijelaskan dengan menggunakan psikodinamika masalah keperawatan
jiwa seperti skema dibawah ini.

Faktor predisposisi

Biologi Psikologi Sosialkultural

Stresor presipitasi

Nature Origin Timing Number

Penilaian terhadap stresor

Kognitif Afektif Fisiologis Perilaku Sosial

Sumber koping

Kemampuan personal Dukungan sosial Aset material Keyakinan positif

Mekanisme koping

Konstruktif Destruktif

Rentang respon koping

Respon adaptif Respon Maladaptif

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Skema Psikodinamika Masalah Keperawatan Jiwa
(Stuart, 2009
1. Model Stress Adaptasi dalam Satrio, dkk)
Stuart

1. Faktor Predisposisi
Proses terjadinya harga diri rendah kronis juga di pengaruhi beberapa faktor
predisposisi seperti faktor biologis, psikologis, sosial dan kultural.
a. Faktor biologis
Faktor predisposisi yang berasal dari biologis dapat dilihat sebagai suatu
keadaan atau faktor resiko yang dapat mempengaruhi peran manusia dalam
menghadapi stressor. Adapun yang termasuk dalam faktor biologis ini adalah:
1) Neuroanatomi
Struktur otak yang mungkin mengalami gangguan pada pasien depresi
dan skizoprenia sehingga pasien mengalami masalah harga diri rendah
kronis adalah:
a) Lobus frontal terlibat dalam dua fungsi serebral utama yaitu kontrol
motorik gerakan voluntir termasuk fungsi bicara, fungsi pikir dan
kontrol berbagai ekspresi emosi (Townsend, 2009 dalam Satrio,
dkk). Biasanya kerusakan pada lobus frontal ini akan dapat
menyebabkan gangguan berfikir dan gangguan dalam bicara serta
tidak mampu mengontrol emosi sehingga kognitif pasien negatif
tentang diri, orang lain dan lingkungan serta berperilaku yang
maladaptif sebagai akibat kognitif negatif. Kondisi seperti ini
menunjukkan gejala harga diri rendah pada pasien.
b) Lobus temporalis merupakan lobus yang letaknya paling dekat
dengan telinga dan mempunyai peran fungsional yang berkaitan
dengan pendengaran, keseimbangan dan juga sebagian dari emosi
dan memori (Boyd & Nihart, 1998; Townsend, 2009 dalam Satrio,
dkk). Fungsi utama lobus temporalis adalah bahasa, ingatan dan
emosi (Kaplan, et al, 1996). Lobus temporal anterior mempunyai
hubungan dengan sistim limbik dalam peranannya pada proses
emosi. Gangguan dalam menerima dan menyampaikan informasi
secara verbal yang juga dipengaruhi oleh daya ingat pasien akan
mempengaruhi emosi pasien yang akan menimbulkan harga diri
rendah.
c) System Limbic merupakan cincin kortek yang berlokasi dipermukaan
medial masing-masing hemisfer dan mengelilingi pusat kutup
serebrum. Fungsinya adalah mengatur persarafan otonom dan emosi
(Suliswati, 2002 : Stuart & Laraia, 2005 dalam Satrio, dkk).
Kerusakan sistem limbik menimbulkan beberapa gejala klinik seperti
hambatan emosi, perubahan kepribadian (Kaplan, et al, 1996).
Menurut Boyd dan Nihart, (1998) perubahan hipotesa dalam sistem
limbik menunjukkan perubahan yang signifikan pada kelainan
mental, skizoprenia, depresi dan kecemasan. Hambatan emosi yang
kadang berubah seperti sedih, dan terus merasa tidak berguna atau
gagal terus menerus akan membuat pasien mengalami harga diri
rendah
d) Hipothalamus adalah bagian dari diensefalon yaitu bagian dalam dari
serebrum yang menghubungkan otak tengah dengan hemisfer
serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai respon tingkah laku
terhadap emosi dan juga mengatur mood dan motivasi (Suliswati,
2002; Stuart & Laraia, 2005 dalam Satrio, dkk). Kerusakan
hipotalamus membuat seseorang kehilangan mood dan motivasi
sehingga kurang aktivitas dan dan malas melakukan sesuatu. Kondisi
seperti ini sering kita temui pada pasien dengan harga diri rendah,
dimana pasien butuh lebih banyak motivasi dan dukungan terutama
dari keluarga dan juga oleh perawat dalam melaksanakan tindakan
yang sudah dijadwalkan bersama-sama.

2) Neurotransmiter
Selain gangguan pada struktur otak, apabila dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut dengan alat-alat tertentu kemungkinan akan ditemukan
ketidakseimbangan neurotransmitter di otak. Neurotransmiter adalah
kimiawi otak yang ditransmisikan oleh satu neuron ke neuron lain (Stuart
& Laraia, 2005 dalam Satrio, dkk). Neurotransmiter yang sangat
berhubungan dengan depresi adalah norepinefrin, dopamin, serotonin,
acetilkolin seperti:
a) Norepinephrine (Boyd & Nihart, 1998; Suliswati, 2002) berfungsi
untuk kesiagaan, pusat perhatian dan orientasi; proses pembelajaran
dan memori. Jika terjadi penurunan kadar norepinephrine akan dapat
mengakibatkan kelemahan dan peningkatan harga diri rendah
sehingga perilaku yang ditampilkan pasien cendrung negatif.
b) Serotonin (Boyd & Nihart, 1998) berperan sebagai pengontrol nafsu
makan, tidur, alam perasaan, halusinasi, persepsi nyeri, muntah.
Serotonin dapat mempengaruhi fungsi kognitif (alam pikir), afektif
(alam perasaan) dan psikomotor (perilaku) (Hawari, 2001). Jika
mengalami penurunan akan mengakibatkan kecenderungan harga
diri rendah kronis semakin besar karena pasien lebih dikuasai oleh
kognitif-kognitif negatif dan rasa tidak berdaya.
c) Acetylcholine (Ach) (Boyd & Nihart,1998) berperan penting untuk
belajar dan memori. Jika terjadi peningkatan kadar acetylcholine
akan dapat menurunkan ‘atensi dan mood’, sehingga pada pasien
dengan harga diri rendah dapat kita lihat adanya gejala kurangnya
perhatian dan malas dalam beraktifitas.
d) Dopamine, fungsinya mencakup regulasi gerak dan koordinasi,
emosi, kemampuan pemecahan masalah secara volunter (Boyd &
Nihart,1998 ; Suliswati, 2002). Transmisi dopamin berimplikasi pada
penyebab gangguan emosi tertentu. Di samping itu pada pasien
skizoprenia menurut Hawari (2001) dopamin dapat mempengaruhi
fungsi kognitif (alam pikir), afektif (alam perasaan) dan psikomotor
(perilaku). Kondisi ini pada pasien harga diri rendah memperlihatkan
adanya kognitif-kognitif negatif, pasien selalu dalam keadaan sedih
berkepanjangan serta menunjukkan perilaku yang menyimpang
seperti menarik diri dan berkemungkinan untuk melakukan bunuh
diri.

b. Faktor Psikologis
Harga diri rendah sangat berhubungan dengan pola asuh dan kemampuan
individu menjalankan peran dan fungsi. Penilaian individu terhadap diri
sendiri karena kegagalan menjalankan fungsi dan peran. termasuk dalam
harga diri rendah situasional. Harga diri rendah situasional merupakan
pengembangan persepsi negatif tentang dirinya sendiri pada suatu kejadian
(NANDA, 2011). Jika lingkungan tidak memberi dukungan positif atau justru
menyalahkan individu dan terjadi secara terus menerus akan mengakibatkan
individu mengalami harga diri rendah kronis .

Harga diri rendah kronis terjadi diawali dari individu berada pada suatu
situasi yang penuh dengan stressor (krisis), individu berusaha menyelesaikan
krisis tetapi tidak tuntas sehingga timbul kognitif bahwa diri tidak mampu
atau merasa gagal menjalankan fungsi dan peran. Harga diri rendah juga
merupakan komponen Episode Depresi Mayor, dimana aktifitas merupakan
bentuk hukuman atau punishment (Stuart & Laraia, 2005). Harga diri rendah
merupakan suatu kesedihan atau perasaan duka berkepanjangan (Stuart,
2009). Harga diri rendah adalah emosi normal manusia, tapi secara klinis
dapat bermakna patologik apabila mengganggu perilaku sehari-hari, menjadi
pervasif dan muncul bersama penyakit lain. Hal-hal yang dapat
mengakibatkan individu mengalami harga diri rendah kronis (Stuart, 2009
dalam Satrio, dkk) meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua yang
tidak realistis, orang tua yang tidak percaya pada anak, tekanan teman sebaya,
kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain
dan ideal diri yang tidak realistik.

c. Faktor sosial dan kultural


Secara sosial status ekonomi sangat mempengaruhi proses terjadinya harga
diri rendah. Dimana dalam kehidupan sehari-hari anak tumbuh kembang di
tiga tempat, yaitu di rumah (keluarga), disekolah (lembaga pendidikan) dan
dilingkungan masyarakat sosialnya (Hawari, 2001). Kondisi sosial di masing-
masing tempat tersebut akan berinteraksi satu dengan yang lainnya dan
mempengaruhi tumbuh kembang anak.
Lingkungan keluarga, sekolah ataupun pergaulan sosialnya kondusif
(membuat pengaruh yang baik), maka perkembangan jiwa/kepribadian anak
akan kearah yang baik dan sehat akan semakin besar. Sebaliknya bila
lingkungan tersebut tidak kondusif maka akan berisiko terganggunya
perkembangan jiwa/kepribadian anak. Contoh masalah sosial yang dapat
menimbulkan harga diri rendah, antara lain kemiskinan, tempat tinggal
didaerah kumuh dan rawan kriminalitas. Dimana menurut Hawari (2001) rasa
tidak aman dan tidak terlindung membuat jiwa seseorang tercekam sehingga
mengganggu ketenangan dan ketentraman hidup yang lama kelamaan daya
tahan seseorang menurun hingga mengalami gangguan.. Tuntutan peran
sesuai kebudayaan juga sering meningkatkan kejadian harga diri rendah
kronis antara lain : wanita sudah harus menikah jika umur mencapai
duapuluhan, perubahan kultur ke arah gaya hidup individualisme.

2. Faktor presipitasi
Seluruh faktor predisposisi yang dialami pasien akan menimbulkan harga diri
rendah setelah adanya faktor presipitasi yang berasal dari dalam diri sendiri
ataupun dari luar, antara lain ketegangan peran, konflik peran, peran yang tidak
jelas, peran berlebihan, perkembangan transisi, situasi transisi peran dan transisi
peran sehat-sakit (Stuart & Laraia, 2005 dalam Satrio, dkk).

Faktor presipitasi merupakan stimulus yang dapat berupa perubahan, ancaman dan
kebutuhan individu, memerlukan energi yang berlebihan dan mengeluarkan suatu
bentuk ketegangan dan stress (Cohen, 2000 dalam Stuart & Laraia, 2005 dalam
Satrio, dkk).

Faktor pencetus ini telah dialami dalam waktu yang lama oleh pasien. Lama
kelamaan pasien kehilangan kemampuan untuk mengatasi faktor pencetus
tersebut.
a. Trauma: penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan peristiwa
yang mengancam kehidupan.
b. Ketegangan peran: berhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan
dan individu mengalaminya sebagai frustasi.
1) Transisi peran perkembangan: perubahan normatif yang berkaitan
dengan pertumbuhan.
2) Transisi peran situasi: terjadi dengan bertambah atau berkurangnya
anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.
3) Transisi peran sehat-sakit:sebagai akibat pergeseran dari keadaan sehat
dan keadaan sakit. Transisi ini dapat dicetuskan oleh kehilangan bagian
tubuh; perubahan ukuran, bentuk, penampilan atau fungsi tubuh;
perubahan fisik yang berhubungan dengan tumbuh kembang normal;
prosedur medis dan keperawatan.

Kemampuan dan strategi dalam menghadapi perubahan yang dialami sebelum


terjadi harga diri rendah disebut mekanisme koping. Mekanisme koping jangka
pendek yang biasa dilakukan pasien harga diri rendah adalah kegiatan yang
dilakukan untuk lari sementara dari krisis, misalnya pemakaian obat-obatan, kerja
keras, nonton tv terus menerus. Hal ini digunakan untuk mencegah kecemasan dan
ketidaktentuan dari kebingungan identitas (Stuart & Laraia, 2005 dalam Satrio,
dkk). Kegiatan mengganti identitas sementara, misalnya ikut kelompok sosial,
keagamaan dan politik. Kegiatan yang memberi dukungan sementara, seperti
mengikuti suatu kompetisi atau kontes popularitas. Kegiatan mencoba
menghilangkan anti identitas sementara, seperti penyalahgunaan obat-obatan. Jika
mekanisme koping jangka pendek tidak memberi hasil yang diharapkan individu
akan mengembangkan mekanisme koping jangka panjang, antara lain adalah
menutup identitas, dimana pasien terlalu cepat mengadopsi identitas yang
disenangi dari orang-orang yang berarti tanpa mengindahkan hasrat, aspirasi atau
potensi diri sendiri. Identitas negatif, dimana asumsi yang bertentangan dengan
nilai dan harapan masyarakat, sedangkan mekanisme pertahanan ego yang sering
digunakan adalah fantasi, regresi, disasosiasi, isolasi, proyeksi, mengalihkan
marah berbalik pada diri sendiri dan orang lain.

3. Tanda dan Gejala


Tanda & Gejala menurut SDK (2016), yaitu:
a. Harga diri rendah kronis
 Mayor
- Subjektif : menilai diri negatif (mis. Tidak berguna, tidak tertolong),
merasa malu/bersalah, merasa tidak mampu melakukan apapun,
meremehkan kemampuan mengatasi masalah, merasa tidak memiliki
kelebihan atau kemampuan positif, melebih-lebihkan penialian negatif
tentang diri sendiri, menolak penialian positif tentang diri sendiri.
- Objektif : enggan mencoba hal baru, berjalan menunduk, postur tubuh
menunduk.
 Minor
- Subjektif :merasa sulit berkonsentrasi, sulit tidur, mengungkapkan
keputusasaan.
- Objektif : kontak mata kurang, lesu dan tidak bergairah, berbicara pelan
dan lirih, pasif, perilaku tidak sertif, mencari penguatan secara
berlebihan, bergantung pada pendapat orang lain, sulit membuat
keputusan.
b. Harga diri rendah situasional
 Mayor
- Subjektif : menilai diri negatif (mis. Tidak berguna, tidak tertolong),
merasa malu/bersalah, melebih-lebihkan penialian negatif tentang diri
sendiri, menolak penialian positif tentang diri sendiri.
- Objektif : berbicara pelan dan lirih, berjalan menunduk, postur tubuh
menunduk, menolak berinteraksi dengan orang lain.
 Minor
- Subjektif :sulit berkonsentrasi
- Objektif : kontak mata kurang, lesu dan tidak bergairah, berbicara pelan
dan lirih, pasif, tidak mampu membuat keputusan.

Sedangkan Tanda dan gejala harga diri rendah (NANDA, 2009 ; Stuart, 2009
dalam Satrio, dkk) merupakan perilaku yang telah dipertahankan dalam waktu
yang lama atau kronik yang meliputi ungkapan negatif tentang diri sendiri dalam
waktu lama dan terus menerus. Perilaku yang ditampilkan berupa sikap
malu/minder/rasa bersalah, kontak mata kurang/tidak ada, selalu mengatakan
ketidakmampuan/kesulitan untuk mencoba sesuatu, bergantung pada orang lain,
tidak asertif, pasif dan hipoaktif. Perilaku lain yang juga sering muncul seperti:
mengkritik diri sendiri dan/atau orang lain, gangguan dalam berhubungan, rasa
diri penting berlebihan, mudah tersinggung atau marah yang berlebihan,
ketegangan peran yang dirasakan, pandangan hidup yang pesimis, khawatir,
bimbang dan ragu-ragu, menolak umpan balik positif dan membesarkan umpan
balik negatif mengenai dirinya serta ada juga yang menyalahgunakan zat.
Menurut Westermeyer (2006), empat area gejala umum yang menunjukkan
masalah harga diri rendah adalah :
a. Fisik
Respon fisiologis tersebut merupakan tanggapan dari fisik seseorang yang
dirasakan dan mempengaruhi fungsi tubuh. Tanda dan gejala dari respon
fisiologi terhadap penurunan harga diri antara lain penurunan energi, lemah,
agitasi, penurunan libido, insomnia/hipersomnia, penurunan/peningkatan
nafsu makan, anoreksia, sakit kepala (Westermeyer, 2006 ; Stuart &
Sundeen, 2005). Kondisi ini akan menunjukkan perilaku yang maladaptif
pada pasien dimana pasien akan malas beraktivitas, lebih banyak tidur
sehingga kurang berinteraksi dengan orang lain.

b. Kognitif
Menurut Stuart and Laraia (2005) kognitif adalah tindakan atau proses dari
pengetahuan. Proses ini diperlukan dan memungkinkan mengetahui kondisi
otak untuk proses informasi dalam hal ketelitian, penyimpanan dan
keterangan. Seseorang dengan skizoprenia sering kali tidak sanggup untuk
menghasilkan logika berfikir yang kompleks dan mengungkapkan kalimat
yang berhubungan karena neurotransmitter dalam memproses sistem
informasi otak mengalami kelainan fungsi.. Proses informasi memerlukan
pengorganisasian dari input sensori dengan proses otak untuk respon
perilaku. Input sensori dari kedua perasaan internal dan eksternal menyaring
kesesuaian untuk perhatian seseorang, kemampuan untuk mengingat,
belajar, diskriminasi, menafsirkan dan pengorganisasian informasi.
Terjadinya penurunan kemampuan kognitif menurut Laeckenote (1996)
adalah karena faktor neuroanatomic, psikologis, lingkungan dan faktor lain
dan kejadian.

Kognitif yang sering muncul pada pasien dengan masalah harga diri rendah
(Stuart & Laraia, 2005 ; Boyd & Nihart, 1998) adalah :
1) Bingung
Kebingungan adalah kumpulan perilaku termasuk tidak adanya
perhatian dan pelupa, perubahan perilaku seperti agresif, bimbang,
delusi (efek dari perilaku) dan ketidakmampuan atau kegagalan dalam
kegiatan sehari-hari (defisit perilaku) (Mehta, Yaffe, and Covinsky,
2002 dalam Stuart & Laraia, 2005). Biasanya kebingungan tidak
spesifik digunakan untuk istilah apatis (tidak menghiraukan), menarik
diri atau pasien tidak kooperatif.

Beberapa kategori pasien menyatakan kebingungan merupakan


masalah pasien, seperti pasien dengan masalah komunikasi (menelan
pembicaraan, ketidakmampuan mengekspresikan pembicaraan) ,
pasien yang menolak nilai personal orang lain, pasien yang sedih,
pasien yang tidak sehat. Kondisi ini penting untuk perawat secara
spesifik ketika berhubungan dengan pasien yang mengalami
kebingungan

2) Kurang memori dalam jangka waktu panjang/pendek


Memori meliputi kemampuan untuk mengingat atau meniru terhadap
pelajaran atau pengalaman. Kerusakan memori merupakan ciri-ciri
dari beberapa kekacauan kognitif dan demensia khusus (Boyd &
Nihart, 1998)., Kerusakan memori menurut Mohr, 2006 adalah
ketidakmampuan untuk mempelajari informasi baru (memori jangka
pendek) dan ketidakmampuan mengingat informasi yang sudah lama
(memori jangka panjang). Gangguan memori berhubungan dengan
kerusakan sosial atau fungsi pekerjaan. dan kemunduran dari fungsi
sebelumnya.
Kerusakan dari orientasi, memori dan berpikir secara abstrak serta
orientasi dapat diobservasi. Orientasi waktu , tempat dan orang
merupakan gejala sisa yang relatif lengkap kecuali kalau pasien
memenuhinya secara khusus. Semua aspek memori berpengaruh
dalam skizoprenia atau untuk mengingat kembali informasi baru yang
dipelajari.

3) Kurangnya perhatian
Perhatian merupakan proses mental yang komplek yang meliputi
konsentrasi seseorang terhadap aktivitas yang dilakukan (Boyd &
Nihart, 1998). Menurut Stuart dan Laraia, 2005 perhatian adalah
kemampuan untuk menfokuskan kegiatan pada satu aktivitas dan sikap
konsentrasi secara terus menerus.

Kekacauan perhatian menurut Stuart dan Laraia, 2005 adalah


kerusakan dalam kemampuan untuk menunjukkan perhatian,
mengamati, menfokuskan dan konsentrasi terhadap realita ekternal.
Gangguan perhatian merupakan keadaan yang biasa ditemukan pada
kasus skizoprenia dan terdapat kesukaran dalam menghadapi tugas
yang komplek, kesulitan konsentrasi pada pekerjaan dan mudah
beralih perhatian/kekacauan kognitif. kekacauan kognitif berhubungan
dengan mudahnya menarik perhatian pasien dari stimulus eksternal
yang tidak relevan seperti kegaduhan, mengeluarkan buku dari rak
buku dan orang yang lewat. Kondisi lainnya, pasien memiliki
pengalaman halusinasi pendengaran yang sering mengalihkan
perhatian mereka hingga menimbulkan masalah dengan perhatian.
Kerusakan perhatian tersebut tidak konstan dan berfluktuasi (naik
turun) tergantung pada kehendak aktivitas otak. Kondisi ini banyak
menyebabkan pasien merasa frustrasi, dan mereka sering komplain
tentang ketidakmampuan untuk melaksanakan tugas yang komplek
karena mereka merasa ‘ kognitif saya menyimpang’. Perawat akan
siap untuk mengambil alih tugas mereka dan perawat juga
membutuhkan pengulangan yang sering dalam waktu yang pendek
untuk melatih pasien melaksanakan tugas mereka secara bertahap.

4) Merasa putus asa


Keputusasaan merupakan kondisi subjektif dimana individu melihat
tidak adanya atau terbatasnya alternatif pribadi yang tersedia dan
ketidakmampuan untuk memobilisai energi untuk kepentingan sendiri.
Seseorang yang mengalami keputusasaan dapat disebabkan karena
tertinggal dari orang lain, stress berkepanjangan, kegagalan dan
pembatasan aktivitas. Karakteristik yang terlihat pada pasien dengan
putus asa adalah : miskin bicara, suka mengeluh, kontak mata buruk,
nafsu makan menurun, respon menurun, aktivitas tidur berkurang atau
meningkat, tidak ada inisiatif dan menolak pembicaraan.

5) Merasa tidak berdaya


Ketidak berdayaan merupakan persepsi tingkah laku seseorang , tidak
akan mempengaruhi hasil, atau kurangnya kontrol selama situasi tetap
atau kejadian yang mendadak. Ketidakberdayaan seseorang dapat
terlihat dari gejala : ekspresi tidak menentu dan ragu-ragu, pasif, tidak
ada berpartisipasi, ketergantungan pada orang lain, tidak mampu
mengekspresikan perasaan yang benar dan tidak mampu mencari
informasi selama perawatan.

6) Merasa tidah berharga/berguna


Keyakinan seseorang terhadap kasih sayang, kemampuan, perasaan
diterima, dan perasaan diperlukan bagi orang lain dan merasa berguna
dari perhatian dan respon yang ditunjukkan orang lain( Boyd &
Nihart, 1998).
Theory of reasoned yang dikemukakan oleh Ajzen dan Fishbein (1980) yang
menekankan bahwa proses kognitif sebagai dasar bagi manusia untuk
memutuskan perilaku apa yang akan diambilnya, yang secara sistematis
memanfaatkan informasi yang tersedia disekitarnya (Wismanto, http
://www.unica.ac.id Fakultas/psikologi/artikel/bm-1, tanggal diperoleh
tanggal 22 Mei 2006). Hal ini berarti bahwa kognitif seseorang akan
menentukan perilaku orang tersebut.

c. Perilaku
Perilaku adalah respons individu terhadap stimulus baik yang berasal dari
luar maupun dari dalam dirinya (Matra,1997). Menurut Notoadmodjo,
(2010) perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang
dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.
Perilaku atau aktivitas individu tidak muncul dengan sendirinya, tetapi
sebagai akibat dari stimulus yang diterima oleh individu yang bersangkutan
baik dari stimulus ekternal maupun internal. Skiner, (1938 dalam
Notoadmodjo, 2010) mengemukakan bahwa perilaku merupakan respons
atau reaksi seseorang terhadap stimulus (ransangan dari luar). Sunaryo
(2004) bahwa perilaku adalah aktivitas yang timbul dari stimulus dan
respons serta dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. Oleh
karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap
organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon.

Pada pasien dengan masalah harga diri rendah perilaku yang ditampilkan
maladaptif seperti:
1) Kurang aktivitas dan menurunnya aktifitas yang menyenangkan
Aktifitas sehari-hari adalah keterampilan yang penting untuk
kehidupan sendiri, seperti pekerjaan rumah tangga, belanja,
menyiapkan makanan, mengelola uang dan kebersihan diri. Tujuan
utama dari rehabilitasi psikososial adalah untuk membantu individu
untuk mengembangkan kemandirian keterampilan hidup (Stuart
&Laraia, 2005).

2) Menarik diri
Menurut Keliat dkk, (2010) menarik diri merupakan suatu keadaan di
mana seorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali
tidak mampu berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Pasien
mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu
membina hubungan yang berarti dengan orang lain. Karakteristik
seseorang yang menarik diri adalah perasaan kesepian atau ditolak
oleh orang lain, merasa tidak aman berada dengan orang lain, merasa
hubungan yang tidak berarti dengan orang lain, merasa bosan dan
lambat menghabiskan waktu, tidak mampu berkonsentrasi dan
membuat keputusan, merasa tidak berguna dan tidak yakin dapat
melangsungkan hidup

3) Kurang sosialisasi/kurang keterampilan bersosialisasi


Stuart dan Laraia (2005) menjelaskan bahwa sosialisasi adalah
kemampuan seseorang untuk lebih kooperatif dan saling
ketergantungan dengan orang lain. Kondisi ini dipengaruhi oleh fungsi
otak karena masalah dengan orang lain kita harus memahami
konsekwensi hubungan dari respon neurobiologik yang maladaptif.
Masalah sosial sering menjadi sumber utama perhatian dari keluarga
dan pemberi pelayanan kesehatan karena efek nyata dari penyakit
yang sering menonjol dari gejala yang berhubungan dengan kognitif
dan persepsi.

Masalah sosial dihasilkan secara langsung atau tidak langsung dari


penyakit. Efek langsung terjadi ketika seseorang melakukan pencegah
dari masalah sosialisasi dengan menerima norma sosialkultural atau
ketika motivasi memburuk yang merupakan hasil dari menarik diri
dari lingkungan sosial dan isolasi dari aktivitas kehidupan . Perilaku
langsung disebabkan karena masalah ketidakmampuan komunikasi
dengan baik, kehilangan gerak dan minat, keterampilan sosial
memburuk, kebersihan diri yang jelek dan paranoid.

Efek tidak langsung dari sosialisasi adalah konsekwensi kedua dari


penyakit. Sebagai contoh adalah menurunnya harga diri yang
berhubungan dengan kurang baiknya prestasi akademik dan sosial.
Ketidaknyamanan sosial dan hasil isolasi sosial lebih lanjut
menunjukkan hubungan yang signifikan. Masalah spesifik dalam
pengembangan hubungan termasuk hubungan sosial yang tidak pantas,
tidak memihak dalam aktivitas rekreasi, prilaku seksual yang tidak
pantas, stigma yang berhubungan dengan menarik diri dari teman,
keluarga dan kelompik.
4) Merusak diri(menciderai diri)/ risiko bunuh diri.
Menciderai diri yaitu aniaya diri, agresif yang diarahkan pada diri
sendiri, cedera yang membebani diri dan mutilasi diri. Bentuk umum
perilaku menciderai diri yaitu melukai dan membakar kulit,
membenturkan kepala atau anggota tubuh, melukai tubuhnya sedikit
demi sedikit dan atau menggigit jarinya.

Risiko bunuh diri merupakan keadaan dimana individu mengalami


risiko untuk menyakiti diri sendiri/melakukan tindakan yang dapat
mengancam kehidupan. Perilaku destruktif diri langsung mencakup
setiap bentuk aktifitas bunuh diri, niatnya adalah kematian dan
individu menyadari hal ini sebagai hasil yang diinginkan (Stuart
&Sundeen, 2005). Bunuh diri merupakan tindakan yang secara sadar
dilakukan oleh pasien untuk mengakhiri kehidupannya. Berdasarkan
besarnya kemungkinan pasien melakukan bunuh diri, kita mengenal
tiga macam perilaku bunuh diri, yaitu:
a) Isyarat bunuh diri
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak
langsung ingin bunuh diri, misalnya dengan mengatakan:
“Tolong jaga anak-anak karena saya akan pergi jauh!” atau
“Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya.”

Pada kondisi ini pasien mungkin sudah memiliki ide untuk


mengakhiri hidupnya, namun tidak disertai dengan ancaman
dan percobaan bunuh diri. Pasien umumnya mengungkapkan
perasaan seperti rasa bersalah / sedih / marah / putus asa / tidak
berdaya. Pasien juga mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri
sendiri yang menggambarkan harga diri rendah

b) Ancaman bunuh diri


Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh pasien, berisi
keinginan untuk mati disertai dengan rencana untuk mengakhiri
kehidupan dan persiapan alat untuk melaksanakan rencana
tersebut. Secara aktif pasien telah memikirkan rencana bunuh
diri, namun tidak disertai dengan percobaan bunuh diri.
Walaupun dalam kondisi ini pasien belum pernah mencoba
bunuh diri, pengawasan ketat harus dilakukan. Kesempatan
sedikit saja dapat dimanfaatkan pasien untuk melaksanakan
rencana bunuh dirinya.

c) Percobaan bunuh diri


Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai atau
melukai diri untuk mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini,
pasien aktif mencoba bunuh diri dengan cara gantung diri,
minum racun, memotong urat nadi, atau menjatuhkan diri dari
tempat yang tinggi.

Dalam menentukan peningkatan perilaku pasien harga diri


rendah dapat dilakukan dengan melakukan pengukuran. Bloom
(1975 dalam Notoadmodjo, 2010) yang menyatakan bahwa
perilaku manusia dibagi menjadi tiga domain yang dapat diukur
dari pengetahuan, sikap dan praktek. Artinya, untuk mengukur
bagaimana pasien harga diri rendah berperilaku adaptif dapat
dilakukan dengan mengukur ketiga domain tersebut. Hal senada
juga diungkapkan oleh Rachmat (2004), yaitu untuk
memberdayakan individu, keluarga dan masyarakat dalam
bidang kesehatan melalui peningkatan pengetahuan, sikap positif
dan perilaku adaptif.

d. Afek
Afek merupakan sifat emosional yang nyata (Stuart & Laraia, 2005)
Gambaran emosi yang sering kita temui pada pasien harga diri rendah
(Stuart & Laraia, 2005; Westermeyer, 2006) adalah kemarahan, kecemasan,
rasa kesal, murung, ketidakberdayaan, keputusasaan, kesepian dan
kesedihan, merasa berdosa, dan kurang motivasi

4. Penilaian Stressor
Apapun masalah dalam konsep diri dicetuskan olah stressor psikologis, sosiologis,
atau fisiologis. Eleman yang penting adalah persepsi pasien tentang ancaman

5. Sumber Koping
Semua orang, tanpa memperhatikan gangguan perilakunya mempunyai beberapa
bidang kelebihan personal yang meliputi:
a. Aktivitas olahraga dan aktivitas di luar rumah
b. Hobi dan kerajinan tangan
c. Seni yang ekspresif
d. Kesehatan dan perawatan diri
e. Pendidikan atau pelatihan
f. Pekerjaan, vokasi atau posisi
g. Bakat tertantu
h. Kecerdasan
i. Imajinasi dan kreativitas
j. Hubungan interpersonal

6. Mekanisme Koping
Mekanisme koping termasuk pertahanan koping jangka pendek atau jangka
panjang serta penggunaan mekanisme pertahanan ego untuk melindungi diri
sendiri dalam menghadapi persepsi diri yang menyakitkan. Pertahanan jangka
pendek mencakup:
a. Aktivitas yang memberikan pelarian sementara dari krisis identitas diri
(misal: konser musik, bekerja keras, menonton televisi secara obsesif)
b. Aktivitas yang memberikan identitas pengganti sementara (misal: ikut serta
dalam klub sosial, agama, politik, kelompok, gerakan atau geng)
c. Aktivitas sementara yang menguatkan atau meningkatkan perasaan diri yang
tidak menentu (misal: olahraga yang kompetitif, prestasi akademik, kontes
untuk mendapatkan popularitas)
Pertahanan jangka panjang mencakup:
a. Penutupan identitas
Adopsi identitas prematur yang diinginkan oleh orang terdekat tanpa
memperhatikan keinginan, aspirasi atau potensi diri individu.
b. Identitas negatif
Asumsi identitas yang tidak sesuai dengan nilai dan harapan yang diterima
masyarakat.
Mekanisme pertahanan ego termasuk penggunaan fantasi, disosiasi, isolasi,
proyeksi, pengalihan (displacement), splitting, berbalik marah terhadap diri
sendiri dan amuk.

C. POHON MASALAH

EFFECT ISOLASI SOSIAL


HARGA DIRI
CORE PROBLEM RENDAH

KOPING INDIVIDU
CAUSE TIDAK EFEKTIF

Direja, 2011.

D. MASALAH KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


Diagnosis keperawatan NANDA (dalam Stuart, 2009 dalam Satrio, dkk) yang
berhubungan dengan respon konsep diri maladaptif
1. Gangguan penyesuaian
2. Ansietas
3. Gangguan citra tubuh
4. Hambatan komunikasi verbal
5. Ketidakefektifan koping
6. Keputusasaan
7. Gangguan identitas
8. Resiko kesepian
9. Ketidakberdayaan
10. Resiko ketidakberdayaan
11. Ketidakefektifan performa peran
12. Defisit perawatan diri
13. Resiko harga diri rendah situasional
14. Harga diri rendah situasional
15. Gangguan persepsi sensori
16. Ketidakefektifan pola seksualitas
17. Hambatan interaksi sosial
18. Isolasi sosial
19. Distress spiritual
20. Gangguan proses pikir
21. Resiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri
*Diagnosis keperawatan utama untuk perubahan konsep diri

E. DATA YANG PERLU DIKAJI


MASALAH KEPERAWATAN DATA YANG PERLU DIKAJI
F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Harga diri rendah Subjektif:
- Mengungkapkan dirinya merasa
tidak berguna
- Mengungkapkan dirinya merasa
tidak mampu
- Mengungkapkan dirinya tidak
semangat untuk beraktivitas atau
bekerja
- Mengungkapkan dirinya malas
melakukan perawatan diri (mandi,
berhias, makan, atau toileting)

Objektif:
- Mengkritik diri sendiri
- Perasaan tidak mampu
- Pendangan hidup yang pesimistis
- Tidak menerima pujian
- Penuruan produktivitas
- Penolakan terhadap kemampuan
diri
- Kurang memerhatikan perawatan
diri
- Berpakaian tidak rapi
- Berkurang selera makan
- Tidak berani menatap lawan bicara
- Lebih banyak menunduk
- Bicara lambat dengan nada bicara
lemah

Diagnosa keperawatan : Harga diri rendah


Diagnosa medis : Depresi

G. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN


PERTEMUAN PASIEN KELUARGA

1 - Identifikasi kemampuan - Didkusikan masalah


melakukan kegiatan dan yang dirasakan dalam
bantu aspek positif pasien merawat pasien
(buar daftar kegiatan) - Jelaskan pengertian,
- Bantu pasien menilai tanda gejala, dan proses
kegiatan yang dapat terjadinya harga diri
dilakukan saat ini (pilih rendah (gunakan
dari daftar kegiatan): buat booklet)
daftar kegiatan yang dapat - Jelaskan cara merawat
dilakukan saat ini harga diri rendah
- Bantu pasien memilih terutama memberikan
salah satu kegiatan yang pujian semua hal positif
dapat dilatih saat ini pada pasien
- Latih kegiatan yang dipilih - Latih keluarga memberi
(alat dan cara tanggung jawab
melakukannya) kegiatan pertama yang
- Masukkan pada jadwal dipilih pasien; bimbing
kegiatan untuk latihan dua dan beri pujian
kali perhari - Anjurkan membantu
pasien sesuai jadwal
dan memberi pujian

2 - Evaluasi kegiatan pertama - Evaluasi kegiatan


yang telah dilatih dan keluarga dalam
berikan pujian membimbing pasien
- Bantu pasien memilih melaksanakan kegiatan
kegiatan ke dua yang akan pertama yang dipilih
dilatihj dan dilatih pasien. Beri
- Latih kegiatan ke dua (cara pujian
dan alat) - Bersama keluarga
- Masukkan dalam jadwal melatih pasien dalam
kegiatan untuk latihan 2 melakukan kegiatan
kegiatan masing-masing kedua yang dipilih
2x/hari pasien
- Anjurkan membantu
pasien sesuai jadwal
dan memberi pujian
3 - Evaluasi kegiatan pertama - Evaluasi kegiatan
dan kedua yang telah keluarga dalam
dilatih dan berikan pujian membimbing pasien
- Banti pasien memilih melaksanakan kegiatan
kegiatan ketiga yang akan pertama dan kedua
dilatih yang dipilih dan dilatih
- Latih kegiatan ke tiga (cara pasien. Beri pujian
dan alat) - Bersama keluarga
- Masukkan pada jadwal melatih pasien dalam
kegiatan untuk latihan 3 melakukan kegiatan
kegiatan masing-masing ketiga yang dipilih
2x/hari pasien
- Anjurkan membantu
pasien sesuai jadwal
dan memberi pujian
4 - Evaluasi kegiatan pertama, - Evaluasi kegiatan
kedua dan ketiga yang keluarga dalam
telah di latih dan berikan membimbing pasien
pujian melaksanakan kegiatan
- Bantu pasien memilih pertama, kedua dan
kegiatan ke empat yang ketiga yang dipilih dan
akan dilatih dilatih pasien. Beri
- Latih kegiatan ke empat pujian
(cara dan alat) - Bersama keluarga
- Masukkan pada jadwal melatih pasien dalam
kegiatan harian 4 kegiatan melakukan kegiatan
masing-masing 2x/hari keempat yang dipilih
pasien
- Jelaskan follow up ke
RSJ/PKM, tanda
kambuh, rujukan
- Anjurkan membantu
pasien sesuai jadwal
dan memberi pujian

5 - Evaluasi kegiatan latihan - Evaluasi kegiatan


dan berikan pujian keluarga dalam
- Latih kegiatan dilanjutkan membimbing pasien
sampai tak terhingga melaksanakan kegiatan
- Nilai kemampuan yang yang dipilih dan dilatih
telah mandiri pasien. Beri pujian
- Nilai apakah harga diri - Nilai kemampuan
pasien meningkat keluarga membimbing
pasien
- Nilai kemampuan
keluarga melakukan
kontrol ke RSJ/PKM

H. Rencana Tindakan Keperawatan Spesialis :


 Terapi individu : CT,CBT, REBT, RECBT, Logoterapi
 Terapi kelompok : Psikoedukasi kelompok,
 Terapi keluarga : Terapi Suportif, SHG, Reminesensence Therapy

I. Rencana Tindakan Keperawatan Defisit Perawatan Diri Menurut SIKI


(standar intervensi keperawatan indonesia ) 2018
a. Observasi
- Identifikasi kegiatan jangka pendek dan panjang sesuai tujuan
- Identifikasi kemampuan yang dimiliki
- Identifikasi sumber daya yang tersedia
- Identifikasi metode penyelesaian masalah
- Identifikasi kebutuhan dan keinginan terhadap dukungan sosial
b. Teraupetik
- Diskusikan perubahan peran yang dialami
- Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
- Diskusikan alasan mengkritik diri sendiri
- Diskusikan untuk mengklarifikasi dan mengevaluasi perilaku sendiri
- Berikan pemilihan yang realistis mengenai aspek-aspek tertentu dalam
perawatan
- Motivasi untuk menentukan harapan yang realistis
- Dukung penggunaan mekanisme pertahanan yang tepat
- Kurangi rangsangan lingkungan yang mengancam
c. Edukasi
- Anjurkan menjalin hubungan yang memiliki kepentingan dan tujuan sama
- Anjurkan penggunaan sumber spiritual
- Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
- Anjurkan keluarga terlibat
- Anjurkan membuat tujuan yang lebih spesifik
- Ajarkan cara memecahkan masalah secara konstruktif
- Latih penggunaan teknik relaksasi
- Latih keterampilan sosial, sesuai kebutuhan
- Latih mengembangkan penilaian obyektif
NRM : ..........................................................

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN GANGGUAN JIWA Nama : ..........................................................


(Dilengkapi setelah dilakukan asesment oleh perawat)
Tanggal lahir: .........................................................
(Mohon diisi atau tempelkan stiker jika ada)
No Perencanaan
Tgl Dx Keperawatan
Dx Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi

HARGA DIRI TUJUAN UMUM: Klien


RENDAH (HDR) memiliki harga diri yang
positif

TUJUAN KHUSUS: 1. Setelah … X pertemuan klien menunjukkan Identifikasi fokus masalah klien, dengan:
Pertemuan Pengkajian tanda-tanda percaya kepada perawat dan  Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
Klien mampu mengenali masalah yang dialami, dengan  Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat
menunjukkan tanda-tanda kriteria: berinteraksi
percaya kepada perawat o Ekspresi wajah bersahabat.  Tanyakan dan panggil nama kesukaan klien
dan mengenali masalah o Menunjukkan rasa senang.  Tunjukkan sikap empati, jujur dan menepati janji setiap kali
yang dialami o Ada kontak mata. berinteraksi
o Mau berkenalan.  Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dialami klien
o Bersedia menceritakan masalah yang  Buat kontrak interaksi yang jelas
dialami.  Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
 Dengarkan dengan penuh perhatian ungkapan masalah klien
Pertemuan I 1. Setelah … X pertemuan klien menjelaskan Bantu klien mengidentifikasi HDR:
Klien mampu HDR yang dialami dengan kriteria:  Mendiskusikan pikiran/ evaluasi/penilaian diri yang negatif
mengidentifikasi HDR o Menceritakan evaluasi/penilaian diri yang  Aspek negatif yang dimilik klien, keluarga, lingkungan
dan mampu negatif  Membuat daftar evaluasi/penilaian diri yang negatif
mengendalikan HDR yang o Membuat daftar evaluasi/penilaian diri  Memilih evaluasi/penilaian diri yang negatif yang paling
dialami dengan latihan yang negatif menganggu
kegiatan positif pertama o Memilih penilaian negatif yang paling  Mendiskusikan pikiran/ evaluasi/penilaian diri yang positif untuk
menganggu mengganti penilaian negatif
o Mengganti penilaian negatif diri dgn  Aspek positif yang dimilik klien, keluarga, lingkungan
penilaian positif dimasa lalu  Membuat daftar evaluasi/penilaian diri yang positif
o Membuat daftar kemampuan/kegiatan  Membuat daftar kegiatan/kemampuan positif yang masih
positif yang masih dimiliki dimiliki
o Memilih kemampuan/kegiatan positif  Memilih kemampuan/kegiatan positif yang akan dilatih
yang akan dilatih  Beri pujian yang realistis, hindarkan memberi penilaian negatif

2. Setelah … X pertemuan klien mengendalikan 1. Latih klien mengendalikan HDR dengan latihan kegiatan pertama
HDR yang dialami dengan latihan kegiatan  Diskusikan kemampuan/kegiatan positif yang mendukung
positif pertama, dengan kriteria: evaluasi/penilaian diri yang positif
o Menyebutkan pengertian kegiatan  Meminta klien memilih satu kegiatan positif yang mendukung
pertama evaluasi/penilaian diri yang positif
o Menjelaskan alat dan bahan yang  Diskusikan pengertian kegiatan posistif pertama
dibutuhkan  Diskusikan alat dan bahan yang dibutuhkan
o Menyebutkan cara melakukan kegiatan  Diskusikan cara melakukan kegiatan positif
positif  Memberi contoh cara melakukan kegiatan positif
o Mempraktekkan kegiatan positif yang  Anjurkan klien Mempraktekkan kegiatan positif yang dicontohkan
dicontohkan  Beri pujian yang realistis, hindarkan memberi penilaian negatif
 Masukan pada jadwal kegiatan untuk latihan kegiatan positif
pertama

Pertemuan II
mampu mengendalikan 1. Setelah … X pertemuan klien mengendalikan 2. Latih klien mengendalikan HDR dengan latihan kegiatan kedua
HDR yang dialami dengan HDR yang dialami dengan latihan kegiatan  Evaluasi kegiatan pertama yang telah dilatih dan berikan pujian
latihan kegiatan positif positif kedua, dengan kriteria:  Bantu pasien memilih kegiatan kedua yang akan dilatih
kedua o Menyebutkan pengertian kegiatan  Diskusikan pengertian kegiatan posistif yang akan dilatih
pertama  Diskusikan alat dan bahan yang dibutuhkan
o Menjelaskan alat dan bahan yang  Diskusikan cara melakukan kegiatan positif
dibutuhkan  Memberi contoh cara melakukan kegiatan positif
o Menyebutkan cara melakukan kegiatan  Anjurkan klien mempraktekkan kegiatan positif yang dicontohkan
positif  Beri pujian yang realistis, untuk meningkatkan evaluasi/penilaian
o Mempraktekkan kegiatan positif yang diri yang positif
dicontohkan  Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan: dua kegiatan masing2
dua kali per hari

Pertemuan III
mampu mengendalikan 1. Setelah … X pertemuan klien mengendalikan 3. Latih klien mengendalikan HDR dengan latihan kegiatan ketiga
HDR yang dialami dengan HDR yang dialami dengan latihan kegiatan  Evaluasi kegiatan pertama dan kedua yang telah dilatih dan berikan
latihan kegiatan positif positif ketiga, dengan kriteria: pujian
ketiga o Menyebutkan pengertian kegiatan  Bantu pasien memilih kegiatan ketiga yang akan dilatih
pertama  Diskusikan pengertian kegiatan posistif yang akan dilatih
o Menjelaskan alat dan bahan yang  Diskusikan alat dan bahan yang dibutuhkan
dibutuhkan  Diskusikan cara melakukan kegiatan positif
o Menyebutkan cara melakukan kegiatan  Memberi contoh cara melakukan kegiatan positif
positif  Anjurkan klien mempraktekkan kegiatan positif yang dicontohkan
o Mempraktekkan kegiatan positif yang  Beri pujian yang realistis, untuk meningkatkan evaluasi/penilaian
dicontohkan diri yang positif
 Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan: dua kegiatan masing2
dua kali per hari

Pertemuan IV
mampu mengendalikan 1. Setelah … X pertemuan klien mengendalikan 4. Latih klien mengendalikan HDR dengan latihan kegiatan keempat
HDR yang dialami dengan HDR yang dialami dengan latihan kegiatan  Evaluasi kegiatan pertama, kedua dan ketiga yang telah dilatih dan
latihan kegiatan positif positif keempat, dengan kriteria: berikan pujian
keempat o Menyebutkan pengertian kegiatan  Bantu pasien memilih kegiatan keempat yang akan dilatih
pertama  Diskusikan pengertian kegiatan posistif yang akan dilatih
o Menjelaskan alat dan bahan yang  Diskusikan alat dan bahan yang dibutuhkan
dibutuhkan  Diskusikan cara melakukan kegiatan positif
o Menyebutkan cara melakukan kegiatan  Memberi contoh cara melakukan kegiatan positif
positif  Anjurkan klien mempraktekkan kegiatan positif yang dicontohkan
o Mempraktekkan kegiatan positif yang  Beri pujian yang realistis, untuk meningkatkan evaluasi/penilaian
dicontohkan diri yang positif
 Masukkan pada jadual kegiatan untuk latihan: dua kegiatan masing2
dua kali per hari

Pertemuan V dst
Klien mampu 1. Setelah … X pertemuan klien mengendalikan 5. Latih klien mengendalikan HDR dengan cara latihan kegiatan
mengendalikan HDR yang HDR yang dialami dengan latihan kegiatan 1,2,3,4 dan kegiatan terjadwal.
dialami positif pertama, kedua, ketiga dan keempat,  Evaluasi kegiatan. Beri pujian
dengan kriteria:  Latih kegiatan dilanjutkan sampai tak terhingga
o Mempraktekkan latihan pertama  Nilai kemampuan yang sudah mandiri
o Mempraktekkan latihan kedua  Nilai apakah HDR klien meningkat
o Mempraktekkan latihan ketiga
o Mempraktekkan latihan keempat
o Mempraktekkan latihan kegiatan
terjadwal
DAFTAR PUSTAKA

Balitbang Depkes, (2008), Kebijakan dan Strategi Pembangunan Kesehatan Jiwa,


Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Hawari, D. (2007). Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta : FK-UI

Keliat, B.A., & Akemat. (2010). Model Praktek Keperawatan Profesional. Jakarta : EGC

NANDA. (2011). Nursing Diagnoses : Definitions & Classification 2009-2011. Philadelphia:


NANDA International

Notoatmodjo, S. (2010). Pengantar pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka
Cipta

Stuart, G.W. & Laraia, M.T. (2005). Principles and Practice of Psychiatric Nursing, 8th ed.
Missouri : Mosby, Inc.

Stuart, G.W. (2009). Principles and Practice of Psychiatric Nursing, 9th ed. Missouri : Mosby,
Inc.
Satrio, Damayanti, Ardinata (2015). Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Kepada Masyarakat (LP2KM), IAIN Radin Intan Lampung, Lampung

Townsend, M.C. (2009). Psychiatric Mental Health Nursing Concepts of Care in Evidence -

Based Practice. 6th ed. Philadelphia: F.A. Davis Company

You might also like