You are on page 1of 45

BUKU PENUNTUN PRAKTIUM

GENETIKA

Ahdiat Agriansyah
Lili Darlian

LABORATORIUM PENGEMBANGAN
JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALUOELO
2020
KATA PENGANTAR

Pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam kehidupan sehari-hari biasanya


baru dapat dijawab dengan baik bila sebelumnya telah dilakukan percobaan atau
penelitian. Diantara pertanyaan-pertanyaan itu adalah tentang berperannya
hukum-hukum keturunan. Orang sering bertanya mengapa tanaman dapat
berbungan putih sedang asalnya dari biji yang diperoleh dari tanaman yang
berbunga merah, mengapa kucing hitam yang kawin dengan kucing kuning dapat
menghasilkan keturunan berupa kucing belang tiga (hitam-kuning-putih),
mengapa anak dapat lahir dengan rambut pirang, sedang orang tuanya berambut
hitam, apa sebabnya ayah dan ibu masing-masing bergolongan darah A dapat
mempunyai anak yang bergolongan darah O. Perkembangan ilmu genetika saat ini
terutama pada tingkatan sel dan molekular tampak sekali bahwa ilmu genetika
mampu memberikan kontribusi yang luas dalam memecahkan persoalan-persoalan
yang berhubungan dengan bidang kesehatan, pemuliaan, industri maupun
konservasi.
Buku petunjuk praktikum ini disusun sesederhana mungkin sesuai dengan
kondisi pandemic covid-19 dimana semua kegiatan praktikum dilaksanakan
secara daring (online) agar dapat dipahami dengan baik oleh para mahasiswa
Strata Satu (S-1) Jurusan Pendidikan Biologi FKIP UHO. Pada beberapa latihan
digunakan cara simulasi dengan tidak mengurangi bobot ilmunya dengan
mengakses/menonton video melalui tautan link yang diberikan pada tiap acara
praktikum.
Penulis menyadari bahwa buku petunjuk praktikum ini masih jauh dari
kata sempurna, sehingga penulis sangat mengharapkan adanya masukan, kritik
dan saran guna tercapainya tujuan pendidikan yaitu untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa. Harapa kami, buku petinjuk praktikum ini dapat digunakan
sebaik-baiknya sehingga hasil maksimal yang diharapkan dapat tercapai.

Kendari, Oktober 2020


Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
PRAKATA 1
DAFTAR ISI 2
ACARA I 3
ACARA II 7
ACARA III 12
ACARA IV 20
ACARA V 34
ACARA VI 39
CHI-SQUARE VALUE 45
ACARA I

ISOLASI DNA DENGAN CARA SEDERHANA

TUJUAN :

1. Melihat benang DNA hasil isolasi dari umbi bawang merah (Allium cepa)
2. Mahasiswa mampu melakukan isolasi DNA tanaman dengan cara
sederhana

LATAR BELAKANG :

DNA adalah asam nukleat yang mengandung materi genetik dan berfungsi
untuk mengatur perkembangan biologis seluruh bentuk kehidupan secara seluler.
DNA terdapat pada nukleus, mitokondria, dan kloroplas. Perbedaan ketiganya
adalah DNA nukleus berbentuk linier dan *berasosiasi sangat erat dengan protein
histon, sedangkan DNA mitokondria dan kloroplas berbentuk sirkular dan tidak
berasosiasi dengan kprotein histon. Selain itu DNA mitokondria dan kloroplas
memiliki ciri khas, yaitu hanya mewariskan sifat-sifat yang berasal dari garis ibu.
Sedangkan DNA nukleus memiliki pola pewarisan sifat dari kedua orang tua.
Dilihat dari organismenya, struktur DNA prokariot tidak memiliki protein histon
dan berbentuk sirkular, sedangkan DNA eukariot berbentuk linier dan memiliki
protein histon.
Gambar 1.1. Untaian ganda dari DNA

DNA memiliki struktur pilinan utas ganda yang anti pararel dengan
komponen-komponennya, yaitu gula pentosa (deoksiribosa), gugus fosfat dan
pasangan basa. Sebuah sel memiliki DNA yang merupakan materi genetik dan
bersifat herediter pada seluruh sistem kehidupan. Genom adalah set lengkap dari
materi genetik (DNA) yang dimiliki suatu organisme dan terorganisasi menjadi
kromosom. DNA juga dapat diisolasi, baik pada manusia maupun tumbuhan.
DNA manusia dapat diisolasi melalui darah. Komponen darah yang diisolasi yaitu
sel darah putih, karena memiliki nukleus dimana terdapat DNA didalamnya.

Isolasi DNA adalah suatu metode yang digunakan untuk mendapatkan


DNA tanpa debris sel. Tahap pertama yang dilakukan adalah penghancuran sel
dengan cara mekanis, yaitu dengan menggunakan blender. Tahap selanjutnya
adalah melarutkan didalamnya sejumlah campuran garam dan deterjen (larutan
buffer) untuk melisiskan sel. Larutan buffer ini juga berfungsi untuk merusak
membran inti sel. Tahap terakhir digunakan isoprophyl alcohol untuk presipitasi
DNA.
DNA yang diisolasi dari tanaman seringkali terkontaminasi oleh
polisakarida dan metabolit sekunder seperti tannin, pigmen, alkaloid, dan
flavonoid. Salah satu kesulitan isolasi DNA dari tanaman tinggi adalah proses
destruksi dinding sel untuk melepaskan isi sel. Hal ini disebabkan karena tanaman
memiliki dinding sel yang kuat, dan pada beberapa tanaman kontaminasi sulit
dipisahkan dari ekstrak asam nukleat. Kehadiran kontaminasi diatas dapat
menghambat aktivitas enzim, misalnya DNA tidak sensitif oleh enzim restriksi
sehingga menyebabkan kesalahan pada analisis selanjutnya.

BAHAN :

1. Larutan Buffer
- 240 ml akuades steril
- 3 gr NaCl (Sodium Chloride)
- 10 gr NaHCO3
- 10 ml deterjen 10 %
Semua bahan dilarutkan/dicampur
2. Isoprophyl alcohol dingin
3. Juice umbi bawang Bombay Gambar 1. 2. Bawang Bombay (Allium cepa)

4. Es batu

ALAT :

1. Gelas beker ukuran 300 ml dan 500 ml


2. Gelas pengaduk
3. Corong gelas
4. Kertas filter
5. Pipet
6. Ice box
CARA KERJA :

1. Bawang bombai ditimbang kira-kira 1-2 kg (untuk 11 kelompok)


2. Bawang diblender bila perlu ditambahkan air secukupnya untuk
menghancurkan perbandingan bawang : air = 2 : 1
3. Masukkan 50 ml juice umbi bawang dalam beker gelas 250 ml dan
tambahkan 100 ml buffer aduk perlahan
4. Campuran juice dengan buffer dimasukan dalam botol conicol sampai
skala 13
5. Disentrifuge 15 menit, dengan kecepatan rendah (1300 rpm)
6. Disaring dengan kertas saring ditampung dalam erlenmeyer dan dalam
keadaan dingin, 2 flakon cup kira-kira menjadi 10 ml
7. Hasil filtrat dituang kedalam beker gelas 50 ml, diusahakan mendapatkan
filtrat 10 ml
8. Tambahkan 20 ml isoprophyl alcohol (perbandingan bawang : isoprophyl
= 1:2)
Kocok pelan-pelan dan diamati benang-benang kromstin diantara dua
lapisan larutan
9. Silahakan menonton video prakikum melalui link berikut
https://drive.google.com/file/d/106zlNBym2Urb2wkh99G3UEGRX4iNjN
dy/view?usp=drivesdk untuk membantu dalam penyusunan laporan

Pertanyaan Latihan :

1. Sebutkan komponen dasar penyusun DNA


2. Jelaskan bagaimana benang DNA merupakan bagian dari kromosom

Referensi

De Boer, R.L., Sobieski, R.J., and Crupper, S.S. 2000. Isolation and Restriction
Endonuclease Digestion on Onion in Junior College-High School Biology
Laboratory. Bioscience. 26(3): 15-17
ACARA II
KROMOSOM PADA FASE-FASE MITOSIS

TUJUAN :

1. Mengenal fase-fase mitosis dengan mengamati letak kromosom

LATAR BELAKANG :
Di dalam sel makhluk hidup, pembelahan sel berfungsi dalam reproduksi,
pertumbuhan dan perbaikan. Organisme uniseluler bereproduksi dengan
pembelahan sel dan organisme multiseluler tergantung pada pembelahan sel
tersebut untuk perkembangannya, mulai dari telur yang dibuahi, pertumbuhan dan
perbaikan. Siklus sel terdiri dari Interfase dan Mitosis, pada fase Interfase terdapat
3 fase yaitu fase G1, S dan G2. Adapun mitosis terdiri dari 5 fase yaitu profase,
prometafase, metafase, anafase dan telofase (Gambar 2.1). Mitosis merupakan
periode pembelahan sel yang berlangsung pada jaringan titik tumbuh (meristem),
seperti pada ujung akar atau pucuk tanaman.

Gambar 2.1. Siklus Sel


Adapun ke-5 fase dalam mitosis dapat dijelaskan berikut ini :

1. Profase. Pada awal profase, sentrosom dengan sentriolnya mengalami


replikasi dan dihasilkan dua sentrosom. Masing-masing sentrosom hasil
pembelahan bermigrasi ke sisi berlawanan dari inti. Pada saat bersamaan,
mikrotubul muncul diantara dua sentrosom dan membentuk benang-
benang spindle, yang membentuk seperti bola sepak. Pada sel hewan,
mikrotubul lainnya menyebar yang kemudian membentuk aster. Pada saat
bersamaan, kromosom teramati dengan jelas, yaitu terdiri dua kromatid
identik yang terbentuk pada interfase. Dua kromatid identik tersebut
bergabung pada sentromernya. Benang-benang spindel terlihat memanjang
dari sentromer (Campbell et al. 1999).
2. Prometafase. Pada fase ini, selubung nukleus terfragmentasi, mikrotubula
pada gelendong dapat memasuki nukleus dan berinteraksi dengan
kromosom yang telah menjadi lebih padat. Berkas mikrotubul memanjang
dari setiap kutub kearah pertengahan sel. Masing-masing dari kedua
kromatid yang berasal dari satu kromosom memiliki struktur khusus yang
disebut kinetokor yang terletak didaerah sentromer. Sebagian mikrotubula
melekat ke kinetokor. Interaksi ini menyebabkan kromososm mulai
melakukan gerakan yang tersentak-sentak. Mikrotubula non kinetokor
berinteraksi dengan mikrotubula dari kutub sel yang berlawanan
3. Metafase. Pada fase ini, masing-masing sentromer mempunyai dua
kinetokor dan masing-masing kinetokor dihubungkan ke satu sentrosom
oleh serabut kinetokor. Sementara itu, kromatid bersaudara begerak ke
bagian tengah inti membentuk keping metafase (metaphasic plate)
(Campbell et al. 1999).
4. Anafase. Masing-masing kromatid memisahkan diri dari sentromer dan
masing-masing kromosom membentuk sentromer. Masing-masing
kromosom ditarik oleh benang kinetokor ke kutubnya masing-masing
(Campbell et al. 1999).
5. Telofase. Ketika kromosom saudara sampai ke kutubnya masing-masing,
mulainya telofase. Kromosom saudara tampak tidak beraturan dan jika
diwarnai, terpulas kuat dengan pewarna histologi (Campbell et al. 1999).

Tahap berikutnya terlihat benang-benang spindle hilang dan kromosom


tidak terlihat (membentuk kromatin; difuse). Keadaan seperti ini merupakan
karakteristik dari interfase. Pada akhirnya membran inti tidak terlihat diantara dua
anak inti (Campbell et al. 1999). Pada tahap sitokinesis (fase akhir pembelahan
mitosis) muncul lekukan membran sel dan lekukan makin dalam yang akhirnya
membagi sel tetua menjadi dua sel anak. Sitokinesis terjadi karena dibantu oleh
protein aktin dan myosin (Campbell et al. 1999).
Bawang merah sering digunakan sebagai model dalam penelitian fase-fase
mitosis karena bawang merah ini mudah didapat, kromosomnya besar-besar,
jumlah kromosomnya sedikit dan mudah penanganannya sehingga mudah
diamati.

CARA KERJA :

1. Umbi bawang merah diletakkan(dikecambahkan) di dalam cawan petri


yang berisi air hingga akarnya tumbuh
2. Akar yang telah tumbuh tersebut kemudian dipotong dengan silet
(diusahakan silet yang berkarat) pada bagian ujungnya, kira-kira sepanjang
1 cm dan dimasukkan dalam botol flakon yang berisi larutan fiksatif (asam
asetat 45 %) pada suhu 4oC selama 15 menit
3. Setelah difiksasi, cuplikan dicuci dengan akuades hingga bersih
(umumnya tiga kali) dan selanjutnya cuplikan dimaserasi dengan larutan
HCl 1 N pada suhu 55oC selama 2-5 menit
4. Selanjutnya cuplikan dicuci lagi dengan akuades hingga bersih dan
diwarnai dengan aceto-orcein 1 % selama 30 menit
5. Setelah pewarnaan, cuplikan dilektaan pada obyek gelas dan aceto orcein
yang masih menempel pada bagian pinggir cuplikan diserap dengan tissue,
kemudian dipotong sekitar 1-2 mm pada bagian ujung yang paling pekat
menyerap warna aceto orcein
6. Selanjutnya cuplikan tersebut ditetesi dengan gliserin dan ditutup dengan
gelas penutup, selanjutnya dipencet dengan ujung kuas
7. Pada pinggir gelas penutu, diberi cutek dan diamati dibawah mikroskop
8. Silahkan menonton video melalui link berikut
https://drive.google.com/file/d/1InBehFynbbH2vfJKFly7_KdcvDREk06U
/view?usp=sharing

Catatan : Jika ingin menghitung jumlah kromosom, maka sebelum fiksasi sampel
diberi pra perlakuan kolkhisin 0,03 % selama 24 jam

Gambar 2.2. Fase-fase mitosis pada sel tanaman


ACARA III
KARYOTYPE KROMOSOM

TUJUAN:

1. Mengenal bentuk, tipe serta ukuran kromosom melalui gambar


2. Belajar mengatur kromosom-kromosom dalam bentuk karyotype dan
mengenal macam-macam kelainan yang dijumppai pada karyotype
tersebut
LATAR BELAKANG :

a. Kromosom
Pada tahun 1882, Flemming untuk pertama kalinya mengamati benda-benda
halus berbentuk benang di dalam nukleus makhluk hidup dan menguraikan
mekanisme mitosis. Selanjutnya pada tahun 1888, Waldeyer memberi nama
kromosom pada benda-benda tersebut. Adapun bagian-bagian dari kromosom
adalah kromatid, sentromer dan lengan kromosom yagn terdiri dari lengan
panjang dan lengan pendek (Gambar 5.1).

Gambar 3.1. Bagian-bagian Kromosom

Berdasarkan letak sentromernya terdapat 4 bentuk kromososm, yaitu:


metasentris, submetasentris, akrosentris, dan telosentris (Gambar 3.2).

a. Metasentris. Sentromer terletak ditengah-tengah atau di dekat ujung


kromosom sehingga kromosom berbentuk seperti huruf V.
b. Submetasentris. Sentromer terletak pada submedian atau kira -kira ke
arah salah satu ujung kromosom. Bentuk kromosom seperti huruf J.
c. Akrosentris. Sentromer terletak pada subterminal atau di dekat ujung
kromosom. Satu lengan kromosom sangat pendek dan satu lengan
lainnya sangat panjang. Bentuk kromosom lurus atau seperti batang.
d. Telosentris. Sentromer terletak pada ujung kromosom. Kromosom
hanya memiliki satu lengan saja.
Kromosom telosentris tidak dijumpai pada manusia. Kromosom yang
memiliki satelit disebut kromosom satelit dan kromosom satelit ini tidak
selalu dijumpai. Pada keadaan normal jumlah kromosom suatu individu
adalah konstan yaitu 2n (diploid).

Gambar 3.2. Bentuk kromosom berdasarkan atas letak sentromer

b. Karyotype
Karyotype adalah suatu pengaturan dari kromosom-kromosom somatis
suatu individu berdasarkan atas jumlahnya dan disusun menurut morfologinya
(letak sentromer) serta ukurannya dalam keadaan metafase, sehingga merupakan
standar bagi invidu tersebut. Berdasarkan letak sentromer dapat diketahui nilai
indeks sentromer (IS) yang berguna dalam menentukan bentuk kromososm (Tabel
3.1). Adapun rumus untuk mencari indeks sentromer adalah sebagai berikut:

IS = x 100
Tabel 3.1. Klasifikasi kromosom berdasarkan posisi sentromer

Posisi sentromer Bentuk kromosom Simbol Rata-rata


kromosom indeks
sentromer

Median atau Metasentris m 38 - 50


mendekati
median

Submedian Submetasentris Sm 26 -37


Subterminal Akrosentris St 13 – 25

Terminal Telosentris t 0 - 12

c. Kromosom dan karyotype manusia


Pada mulanya para ahli belum sepakat mengenai jumlah kromosom yang
terdapat pada nukleus manusia. Namun pada tahun 1956 Tjio dan Levan
memastikan bahwa pada nukleus manusia terdapat 46 kromosom yang terdiri dari
44 autosom dan 2 seks kromosom (Gambar 3.3 dan 3.4). Seks kromosom manusia
ditemukan oleh Henking pada tahun 1891. Pada perempuan normal memiliki dua
buah kromosom-x sedangkan pada laki-laki mempunyai sebuah kromosom-x dan
kromosom-y, sehingga formula kromosomnya adalah sebagai berikut:

Perempuan Laki-laki

Cara lama (Denver, 22AAXX 22AAXY


USA-1956)

Cara baru (Paris, 46, XX 46, XY


Perancis-1971)

Pada saat karyotype kromosom manusia diperkenalkan pada tahaun 1958,


mula-mula untuk autosom yang berjumlah 22 pasang tersebut digunakan nomor
urut 1 sampai 22. Namun karena beberapa autosom sulit dibedakan satu dengan
lainnya (misalnya autosom no. 8-12, 19-20 dan 21-22), maka selanjutnya
digunakan kelompok yaitu kelompok A sampai dengan G.
Gambar 3.3. Karyotype kromosom manusia laki-laki normal
Sumber :
http://www.biology.iupui.edu/biocourses/n100/2k2humancsomaldisorders.html
Gambar 3.4. Karyotype kromosom manusia perempuan normal
http://www.biology.iupui.edu/biocourses/n100/2k2humancsomaldisorders.html

d. Perubahan jumlah kromosom dibedakan atas:


1. Euploid, yaitu suatu perubahan kelipatan jumlah kromosom dasar (n).
Jumlah kromosom yang melebihi diploid dinamakan poliploidi,
sehingga ada individu triploid (3n), tetraploid (4n), pentaploid (5n),
heksaploid (6n), dsb.
2. Aneuploid, yaitu suatu perubahan yang tidak merupakan kelipatan dari
jumlah kromosom dasar, melainkan ada kekurangan atau kelebihan
kromosom jika dibandingkan dengan yang diploid. Aneuploid
dibedakan atas:
a. Monosomi (2n-1), yaitu suatu individu yang kehilangan satu
kromosom. Contoh: penderitan sindroma Turner yang memiliki
formula kromosom 22AAXO atau 45, XO
b. Trisomi (2n+1) yaitu suatu individu diploid yang mempunyai
kelebihan satu kromosom. Penderita sindroma Down pada manusia
merupakan salah satu contoh adanya trisomi pada autosom 21.
Karena itu penderitanya dapat perempuan atau laki-laki dan formula
kromosomnya adalah sebagai berikut :
- Perempuan = 22AAXX + 21 atau 47, XX + 21
- Laki-laki = 22AAXY + 21 atau 47, XY + 21

c. Nullisomi (2n-2)
d. Dobel Monosomi (2n-1-1)
e. Dobel Trisomi (2n +1 +1)
f. Tetrasomi (2n+2)
Aneuploid umumnya terjadi karena adanya peristiwa gagal memisah
(“Nondisjunction”) selama meiosis.

Struktur kromosom dalam keadaan normal adalah tetap, namun dengan adanya
perlakuan-perlakuan dengan sinar-X, radiasi atau zat-zat kimia tertentu dapat
menimbulkan perubahan pada struktur kromosom. Hal ini disebabakan karena
kromosom dapat patah di satu atau beberapa tempat, dan potongan kromososm
tersebut akan bersambungan dengan potongan dari kromosom lainnya, sehingga
susunan gen dapat berubah. Perubahan struktur kromosom lazim disebut aberrasi
kromosom yang terdiri dari :

1. Defisiensi yaitu peristiwa hilangnya suatu segmen dari sebuah kromosom


yang disebabkan karena kromosom patah dan potongan itu hilang. Pada
keadaan ini kromosom akan menjadi lebih pendek dan hilangnya gen-gen
akibat patahnya kromosom akan berakibat pada penampakan fenotip.
2. Duplikasi yaitu peristiwa bahwa suatu segmen dari kromosom
mempunyai gen-gen yang terulang susunannya, misalnya :
1 2 3 4 5 6 7 8

3. Translokasi adalah suatu peristiwa menempelnya potongan suatu


kromosom pada kromosom lain yang bukan homolognya
A A L L L L A A

B B M M  M M B B

C C N N C C N N

D D O O D D O O

4. Inversi yaitu peristiwa bahwa suatu segmen dari sebuah kromosom


mempunyai urutan gen terbalik, misalnya :
1 2 3 7 6 5 4 8 9

BAHAN DAN CARA KERJA :

a. Kromosom manusia
1. Setiap praktikam akan memperoleh gambar kromosom manusia dalam
keadaan prometafase
2. Perhatikan simbol abjad gambar yang saudara terima, serta pola pita
banding pada tiap-tiap kromosom. Pola pita banding yang sama antara
dua kromosom menunjukkan kromosom tersebut adalah homolog.
Kemudian guntinglah secara hati-hati tiap kromosom
3. Setelah itu ukurlah panjang lengan pendek dan panjang absolute
kromosom dengan menggunakan penggaris. Ukuran penggaris tersebut
kemudian dikonversi ke ukuran µm
4. Setelah itu hitunglah indeks sentromer masing-masing kromosom
tersebut dan kemudian susunlah pasangan kromosom-kromosom
tersebut
5. Sediakan satu halaman dalam buku praktikum untuk membuat
karyotype, yaitu dengan cara melekatkan guntingan-guntingan
kromosom tadi dan kemudian diatur untuk membuat karyotype. Dalam
membuat karyotype hendaknya hati-hati karena kemungkinan ada
kelainan kromosom
6. Buatlah laporan dalam buku praktikum sebagai berikut :
Tanggal : ……………………………
Karyotype Abjad : ……………………………
Seks : ……………………………
1 2 3 4 5
\ A / \ B /
6 7 8 9 10 11 12
\ C /
13 14 15 16 17 18
\ D / \ E /
19 20 21 22
\ F / \ G / XX atau XY
Diagnosis dari karyotype: …………. Formula kromosom: ……………
Skema terjadinya individu yang memiliki kelainan kromosom itu (jika
memang ada kelainan dan diketahui cara menerangkannya)
7. Silahkan menonton video melalui tautan berikut :
https://drive.google.com/file/d/10iiYM7WWkESs_aaCNi2Fu4-
eOwaMsD72/view?usp=sharing

b. Kromosom diploid alfalfa (Gambar 3.4)


1. Setiap praktikam akan memperoleh gambar kromosom Alfalfa dalam
keadaan metafase
2. Guntinglah secara hati-hati tiap kromosomnya. Setelah itu ukurlah
panjang lengan pendek dan panjang absolute kromosom dengan
menggunakan benang jahit yang selanjutnya benang jahit tersebut
diukur dengan jangka sorong. Ukuran jangka sorong tersebut
kemudian dikonversi ke ukuran µm
3. Setelah itu hitunglah indeks sentromer masing-masing kromosom
tersebut dan kemudian susunlah pasangan kromosom-kromosom
tersebut
4. Sediakan satu halaman dalam buku praktikum untuk membuat
karyotype, yaitu dengan cara melekatkan guntingan-guntingan
kromosom tadi dan kemudian diatur untuk membuat karyotype
ACARA IV

PERKAWINAN HIBRID PADA Drosophila sp

TUJUAN :
1. Mengenal lalat buah Drosophila melanogaster
2. Belajar membedakan seks lalat buah Drosophila melanogaster
3. Belajar membuat media makanan
4. Belajar membuat biakan perkawinan dan mengamati ratio fenotip dari
keturunan yang dihasilkan

LATAR BELAKANG :
Dalam genetika klasik, lalat buah Drosophila melanogaster banyak
digunakan pada penelitian genetika karena lalat ini memiliki sifat-sifat yang
menguntungkan, yaitu :
 Mudah didapat serta mudah dipelihara dan dibiakkan
 Memiliki siklus hidup sangat pendek, yaitu kira-kira hanya 2 minggu saja
 Memiliki 8 kromosom saja sehingga mudah dihitung

Siklus hidup lalat Drosophila


Setelah terjadi pembuahan akan terbentuk zigot. Perkembangan embrio
berlangsung dalam membran telur. Telur akan menghasilkan larva yang
selanjutnya akan menjadi pupa. Pupa tersebut kemudian akan berkembng menjadi
imago atau lalat dewasa (Gambar 4.1).
Lama masing-masing stadium tergantung dari suhu (Tabel 3.1) dan
sebaiknya kultur lalat Drosophila dipelihara pada suhu antara 20° – 25° C.
Tabel 4.1. Pengaruh temperatur terhadap siklus hidup Drosophila
Stadium Suhu 20° C Suhu 25° C
Telur-larva 8 hari 5 hari
Pupa 6,3 hari 4,2 hari
Seluruh siklus hidup 15 hari 10 hari
Perlu diingat bahwa suhu di dalam botol umumnya sedikit lebih tinggi
dibandingkan suhu kamar, karena fermentasi khamir dalam botol menyebabkan
suhu dalam botol naik.

Membedakan seks pada lalat dewasa


Ada beberapa petunjuk untuk membedakan seks pada lalat dewasa, yaitu :
 Ujung abdomen lalat betina memanjang dan meruncing, sedangkan pada
lalat janan membulat
 Abdomen lalat betina mempunyai 7 segmen yang mudah dilihat, sedang
lalat jantan hanya mempunyai 5 segmen
 Tubuh lalat betina lebih besar dari yang jantan
 Lalat jantan memiliki sisir kelamin atau “sex comb”, yaitu 10 rambut kaku
berwarna hitam, terdapat pada permukaan distal dari tarsus terakhir kaki
depan. Lalat betina tidak memiliki sisir kelamin

Metode pembuatan medium makanan


Untuk membuat medium makanan yang paling sederhana adalah
menggunakan buah pisang yang dihaluskan, kemudian dicampur dengan tape
ketela, karena tape mengandung khamir, sedangkan khamir merupakan bagian
dari makanan lalat.
Dalam membuat medium makanan perlu diusahakan agar medium
makanan agak padat (jangan terlalu lembek). Jika medium terlalu lembek, larva
lalat akan mudah tenggelam dan mati. Selain itu medium yang lembek akan
tumpah jika anda mengeluarkan lalat-lalat pada saat akan diteliti dan dihitung.
Ada beberapa medium makanan yang dapat digunakan (tabel 3.2).
Formula yang dibuat adalah untuk tiap 100 gram dan umumnya untuk setiap botol
dibutuhkan medium makanan 60 cc.
Tegosept M (Metil-p-hidroksibenzoat) berguna untuk mengurangi
pertumbuhan cendawan , karena cendawan dapat menghalangi perkembngan lalat.
Namun demikian pemberian tegosept yang berlebihan justru akan menghalangi
perkembangan lalat. Oleh karena itu pemberian tegosept harus sesuai takaran.
Tabel 3.2. Susunan berbagai macam medium makanan
Pisang (dihaluskan) Tepung Jagung Tepung Gandum
Air 47,88 cc 74,3 cc 77,5 cc
Agar 1,5 gr 1,5 gr -
Pisang 50,0 gr - -
Tepung Jagung - 10,0 gr -
Tepung Gandum - - 10,3 gr
Tegosept M (10% 0,7 cc 0,7 cc 0,7 cc
dalam alkohol)

Medium makanan yang sudah siap dimasukkan ke dalam botol.


Selanjutnya letakkan potongan kertas pada makanan tersebut. Kertas ini biasanya
disukai lalat untuk bersarang diwaktu bertelur. Selanjutnya tutuplah botol dengan
kertas yang dilubangi atau busa agar pertukaran udara masih dapat terjadi.

Gambar 4.1. Siklus hidup lalat buah Drosophila melanogaster


Secara garis besar, tahapan siklus hidup lalat buah Drosophila melanogaster
dijelaskan sebagai berikut :
1. Telur
Individu betina dewasa bertelur dua hari setelah keluar dari pupa. Masa
bertelur ini berlangsung lebih kurang selama 1 minggu, dengan jumlah telur 50
hingga 75 butir/hari. Telur diletakkan di permukaan makanan. Bentuknya oval,
memiliki struktur seperti kait yang berfungsi sebagai pengapung untuk mencegah
agar tidak tenggelam ke dalam makanan yang berbentuk cair. Diameternya 0,5
mm sehingga dapat dilihat dengan mata telanjang. Tahap telur berlangsung
selama lebih kurang 24 jam.

2. Larva
Larva berwarna putih dengan panjang 4,5 mm dan bersegmen. Mulut
berwarna hitam dan bertaring. Larva hidup di dalam makanan dan aktivitas
makannya sangat tinggi. Pada tahap larva terjadi dua kali pergantian kulit, dan
periode di antara masa pergantian kulit dinamakan stadium instar. Dengan
demikian, dikenal tiga stadium instar, yaitu sebelum pergantian kulit yang
pertama, antara kedua masa pergantian kulit, dan setelah pergantian yang kedua.
Di akhir stadium instar ketiga, larva keluar dari media makanan menuju ke tempat
yang lebih kering untuk berkembang menjadi pupa. Secara keseluruhan tahap
larva memakan waktu kira-kira satu minggu.

3. Pupa
Pupa memiliki kutikula yang keras dan berwarna gelap. Panjangnya 3
mm. Tahap pupa berlangsung sekitar lima hari.

4. Dewasa (imago)
Lalat dewasa yang baru keluar dari pupa sayapnya belum mengembang ,
tubuhnya berwarna bening. Keadaan ini akan berubah dalam beberapa jam. Lalat
betina mencapai umur matang kelamin dalam waktu 12 hingga 18 jam, dan dapat
bertahan hidup selama lebih kurang 26 hari. Ukuran tubuhnya lebih panjang
daripada lalat jantan. Pada permukaan dorsal, abdomen lalat betina berwarna
lebih gelap daripada lalat jantan. Sementara itu, pada bagian kaki lalat jantan
terdapat struktur yang dinamakan sisir kelamin (sex comb). Lalat betina tidak
memiliki struktur ini tersebut.

Gambar 4.2. lalat dewasa Drosophila melanogaster, yang jantan (kanan)


bentuknya lebih kecil daripada yang betina (kiri).

Eterisasi
Eter adalah gas yang mudah meledak bila dekat dengan api. Oleh karena
itu penggunaannya harus sangat hati-hati. Eter ini digunakan untuk membius lalat,
sehingga mudah diperiksa dan dihitung. Pemberian eter harus dilakukan dengan
kadar yang rendah agar lalat tidak terlanjur mati. Adapun cara membius adalah
sebagai berikut :
1. Untuk eterisasi digunakan suatu alat yang disebut alat eterisasi atau
“etherizing bottle”. Jika tidak mempunyai alat ini, maka pembiusan dapat
dilakukan dengan menggunakan kapas yang telah dibasahi eter.
2. Bukalah sedikit tutup botol kultur dan kemudian masukkan segera kapas
yang telah diberi eter. Usahakan pada saat memasukkan kapas tersebut
jangan sampai ada lalat yang terbang. Gas eter lebih berat daripada udara,
sehingga gas eter ini akan meresap di dalam botol kultur.
3. Setelah eterisasi/ pembiusan berlangsung kira-kira satu menit, lalat-lalat
tersebut diperkirakan sudah terbius dan tidak bergerak.
4. Lalat-lalat yang sudah terbius tersebut kemudian dituangkan ke atas kertas
putih. Selanjutnya dipisahkan antara lalat yang hidup dengan yang mati
(ditandai dengan membukanya sayap serta kakinya ke samping). Lalat
yang mati tidak diikutsertakan dalam perhitungan
5. Umumnya lalat-lalat itu akan tetap terbius sekitar 5-10 menit. Oleh karena
itu lakukanlah percobaan secara cepat, karena jika sudah sadar lalat-lalat
tersebut akan segera terbang. Jika dipandang perlu untuk menambah
waktunya pengamatan, maka lalat yang tampak akan sadar segera diberi
eter lagi.
6. Jika pengamatan/ percobaan sudah selesai dan lalat itu tidak dipergunakan
lagi maka lalat-lalat tersebut dimatikan. Namun jika lalat itu masih
dibutuhkan lagi maka lalat-lalat tersebut dikembalikan lagi ke dalam botol
kultur baru yang berisi media baru.

BAHAN :
Disiapkan lalat-lalat normal dan mutan. Adapun simbol masing-masing lalat
mutan adalah sebagai berikut:

Simbol gen Fenotip


+ Normal (tipe liar)
dp Dumpy (sayap tumpul)
vg Vestigial (sayap pendek)
e Eboni (warna tubuh hitam)
w Warna mata putih

Semua fenotip di atas ditentukan oleh gen autosomal, kecuali fenotip mata putih
yang ditentukan oleh gen resesif w terangkai-x. Selain itu juga terdapat lalat
Drosophila curly (sayap melengkung) yang bergenotip heterozigot (Cc).
CARA KERJA :

1. Pembuatan Medium Kultur untuk Tipe Liar


1. Sterilkan botol kultur, sumbat, pinset, sendok, dan kertas saring dalam
autoklaf pada suhu 121 oC selama 15 menit pada tekanan 1 atm.
2. Dengan menggunakan blender campurkan pisang dan tape singkong dengan
perbandingan 6 : 1 serta zat anti jamur (sodium benzoat) hingga menjadi
medium kultur yang homogen.
3. Masukkan sebanyak lebih kurang 20 mL medium tersebut ke dalam botol
kultur, lalu tutuplah dengan sumbat busa dan diautoklaf pada suhu 121 oC
selama 15 menit dengan tekanan 1 atm.
4. Masukkan lipatan kertas saring steril dalam posisi berdiri dengan maksud
untuk menghisap air pada medium dan sebagai tempat melekatnya larva
sewaktu membentuk pupa.
5. Tutuplah segera botol kultur dengan sumbat.
6. Diamkan pada suhu kamar hingga medium memadat

2. Pembuatan Medium Kultur untuk Tipe Mutan


1. Campurkan pisang (550 g), air (550 ml), gula merah (45 g), ragi (22 g), agar
(7 g), dan beberapa tetes sodium benzoat, lalu homogenkan dengan blender.
2. Masukkan sebanyak lebih kurang 20 mL medium tersebut ke dalam botol
kultur, lalu tutuplah dengan sumbat busa dan diautoklaf pada suhu 121 oC
selama 15 menit dengan tekanan 1 atm.
3. Diamkan pada suhu kamar hingga medium memadat.

3. Pembuatan Kultur Drosophila


1 Letakkan botol penangkap lalat berisi medium kultur pisang tape di
sembarang tempat. Setelah kira-kira 24 jam akan masuk sejumlah lalat ke
dalam botol tersebut, lalu segera tutup dengan sumbatnya.
2 Biuslah lalat hasil tangkapan tersebut menggunakan eter. Kemudian, dalam
keadaan pingsan, pindahkan lalat ke dalam botol kultur. Agar tidak melekat
pada medium yang basah, letakkan lalat tersebut pada kerucut kertas saring.
3. Simpanlah kultur pada tempat yang tidak terkena sinar matahari langsung
pada suhu 25oC.

4. Pembuatan Subkultur Drosophila


Lakukan pemindahan lalat secara langsung dari botol kultur lama ke botol
kultur baru tanpa melalui pembiusan dengan cara meletakkan botol kultur
baru di atas botol kultur lama dengan posisi terbalik. Gelapkan botol kultur
lama menggunakan tangan atau kertas sehingga lalat akan bergerak naik ke
botol kultur baru.

5. Pengamatan Morfologi
1. Hentakkan botol kultur pada bantalan karet atau telapak tangan beberapa kali
hingga lalat berjatuhan di dekat dasar botol.
2. Bukalah sumbat botol secepatnya, lalu tempatkan botol esterisasi pada mulut
botol kultur.
3. Balikkan kedudukan botol tersebut (botol esterisasi di bawah botol kultur).
Akan tetapi, bila botol kultur berair, biarkan botol tersebut pada kedudukan
semula.
4. Peganglah kedua botol erat-erat dan ketuk-ketuklah botol kultur hingga lalat
pindah ke botol eterisasi.
5. Segera setelah lalat pindah ke botol eterisasi, tutuplah botol ini dengan sumbat
yang dibubuhi sedikit eter.
6. Bila lalat terlihat sudah tidak bergerak lagi, tunggulah 30 detik, lalu
keluarkanlah isi botol ke cawan petri, untuk dilakukan pengamatan
morfologinya.
7. Untuk memasukkan kembali lalat yang telah diamati, dapat digunakan kerucut
kertas sebagai sendok.

Catatan:
 Pembiusan yang terlalu lama dapat membunuh lalat tersebut, dan kematian
lalat ditandai dengan sayap yang membentang tegak lurus tubuh.
 Biasanya lalat akan terbius dalam jangka waktu 5 hingga 10 menit. Bila
lalat tersebut telah terbangun sebelumnya, maka dapat dilakukan
pembiusan ulang.
 Pengerjaan lalat selama pengamatan dilakukan dengan kuas kecil.

6. Isolasi Betina Virgin


1. Keluarkan semua lalat dewasa (imago) dari botol kultur yang sudah banyak
mengandung pupa, jangan sampai ada yang tertinggal satu pun.
2. Pindahkan pupa ke dalam sedotan plastik transparan menggunakan pinset
secara hati-hati, lalu tutuplah kedua ujung sedotan dengan busa.
3. Setelah 4 hingga 5 hari amati lalat yang keluar dari pupa. Lalat betina yang
diperoleh adalah virgin.
Catatan:
 Individu betina virgin adalah betina yang sama sekali belum pernah
dibuahi oleh induk jantan. Individu semacam ini diperlukan untuk
penyilangan antara dua strain yang berbeda. Lalat betina dapat menyimpan
dan memakai sperma suatu pembuahan dalam jangka waktu yang panjang
sehingga individu betina untuk keperluan penyilangan tersebut harus
berupa betina virgin.

Percobaan I : memperhatikan fenotip yang ditentukan oleh gen autosomal

1. Kawinkan lalat-lalat tipe liar (normal) dengan salah satu mutan yang
ditentukan oleh gen autosomal. Diusahakan agar lalat betina yang
digunakan adalah lalat betina yang masih virgin yaitu yang kira-kira 12
jam. Umur dari lalat jantan tidak menjadi soal. Dalam satu botol
dimasukkan tiga lalat jantan dan tiga lalat betina.
2. Setelah selesai mengawinkan, tempelkan kertas label pada botol yang
berisi tanggal melakukan perkawinan lalat, nama saudara, genotip, dan
fenotip lalat yang dikawinkan.
3. Botol-botol tersebut ditinggal di laboratorium dan setiap hari dicek apakah
lalat-lalat tersebut sudah memiliki larva. Jika telah ada larva (kira-kira 3
hari setelah dilakukan perkawinan), maka perkawinan lalat yang saudara
lakukan dianggap berhasil. Jika belum tampak adanya larva, maka
percobaan dianggap gagal dan segera diganti.
4. Setelah kira-kira diperoleh banyak larva, lalat-lalat parental dimatikan. Hal
ini untuk menghindari kerancuan perhitungan lalat, karena lalat-lalat yang
dihitung haruslah yang benar-benar F1.
5. Setelah larva-larva tersebut menjadi lalat segera dibius dengan eter dan
dihitung jumlahnya. Caranya adalah setelah botol diberi kapas yang telah
ditetesi eter, kemudian lalat-lalat tersebut diletakkan di atas kertas putih.
Lalat-lalat tersebut kemudian dipisahkan seksnya dan dihitung. Kemudian
tetapkan genotip dan fenotipnya dan buatlah daftar sebagai berikut:

Tabel 3.3 Hasil perkawinan lalat Drosophila dengan satu sifat beda
autosomal

Perkawinan parental (P) Tanggal :


♂……. X ♀……… (genotip)
.……. ……... (fenotip)

Seks Jumlah Fenotip Genotip

Jantan ……… ……… ………


Betina ……… ……… ………
Jumlah Fenotip Genotip
Keturunan F1
Jantan ……… ……… ………
Betina ……… ……… ………
Keturunan F1 ini tentunya memiliki fenotip yang seragam dan memiliki sifat
dominan.

6. Sesudah data tersebut dibuat, kemudian lakukan perkawinan antar lalat-


lalat F1 tersebut untuk memperoleh lalat-lalat F2. Sex ratio yang digunakan
adalah 6 jantan dan 6 betina.
7. Tempelkan label pada botol tersebut seperti cara I.2 dan letakkan botol
tersebut pada suhu kamar.
8. Selanjutnya lakukan cara seperti cara I.3 dan cara I.4 untuk memperoleh
lalat-lalat F2. Setelah itu buatlah tabel sebagai berikut:

Tabel 3.4 Perkawinan monohibrid dengan menggunakan sifat autosomal

Perkawinan F1 : Tanggal :
♀……. X ♂ ……… (genotip)
.……. ……... (fenotip)

Keturunan F2 :

Seks Jumlah Fenotip Genotip

Jantan ……… ……… ………


……… ……… ………
……… ……… ………
……… ……… ………
Betina ……… ……… ………
……… ……… ………
……… ……… ………
……… ……… ………
9. Setelah menyelesaikan data tersebut, masing-masing praktikan membuat
tabel resume berdasarkan atas fenotip dari lalat-lalat keturunan F2. Sesuai
dengan hukum Mendel, maka akan diperoleh ratio fenotip 3 : 1.
Selanjutnya ujilah dengan uji X2 untuk mengetahui apakah data yang
diperoleh sesuai dengan hukum Mendel. Adapun tabel resume yang dibuat
adalah sebagai berikut:

Tabel 3.5 Hasil perorangan keturunan F2

Fenotip Jumlah

...................................................... ......................

10. Demikian halnya dengan data kelas, buatlah tabel sebagai berikut:

Tabel 3.6 Hasil kelas keturunan F2

Fenotip Jumlah

...................................................... ......................

11. Kedua data di atas selanjutnya diuji dengan uji X2.

Percobaan II : Mengamati fenotip yang ditentukan oleh gen terangkai –x


Warna mata lalat Drosophila ditentukan oleh gen terangkai-x, yaitu :
+ = gen dominan untuk mata merah (nomal)
w = alelnya resesif untuk mata putih

1. Lakukan perkawinan antara lalat jantan normal (mata merah) dengan lalat
betina mata putih. Perlu diingat bahwa gen untuk sifat ini adalah gen
terangkai-x, sehingga keturunannya harus dibedakan jenis kelaminnya.
Cara mengawinkan seperti pada percobaan I.
2. Jika telah diperoleh keturunan F1, perhatikan fenotipnya, kemudian
pisahkan seksnya dan hitung jumlahnya. Tetapkan genotip dan fenotip
lalat-lalat tersebut dan buatlah tabel sebagai berikut:

Tabel 3.7 Hasil perkawinan lalat Drosophila dengan gen terangkai-X

Perkawinan parental (P) Tanggal :


♂……. X ♀……… (genotip)
.……. ……... (fenotip)

Seks Jumlah Fenotip Genotip

Jantan ……… ……… ………


Betina ……… ……… ………
Jumlah Fenotip Genotip
Keturunan F1
Jantan ……… ……… ………
Betina ……… ……… ………

3. Setelah data tersebut selesai dibuat, lakukan perkawinan antara lalat-lalat


F1 untuk memperoleh lalat-lalat F2. Caranya seperti pada percobaan I.
4. Setelah mendapatkan keturunan F2, hasilnya dimasukkan dalam tabel
sebagai berikut:

Tabel 3.8 Perkawinan lalat-lalat gen terangkai-x

Perkawinan F1 : Tanggal :
♀……. X ♂ ……… (genotip)
.……. ……... (fenotip)

Keturunan F2 :

Seks Jumlah Fenotip Genotip

Jantan ……… ……… ………


……… ……… ………
……… ……… ………
……… ……… ………
Betina ……… ……… ………
……… ……… ………
……… ……… ………
……… ……… ………

12. Data di atas selanjutnya diuji dengan uji X2.


ACARA V
INTERAKSI GEN PADA JAGUNG

TUJUAN :
Melihat adanya penyimpangan rasio fenotip yang disebabkan oleh adanya
interaksi antar gen-gen.

LATAR BELAKANG :
Selain mengalami berbagai modifikasi kombinasi fenotipe karena adanya
peristiwa aksi gen tertentu, terdapat pula penyimpangan semu terhadap hukum
Mendel yang tidak melibatkan modifikasi kombinasi fenotipe, tetapi
menimbulkan fenotipe-fenotipe yang merupakan hasil kerja sama atau interaksi
dua pasang gen nonalelik. Peristiwa semacam ini dinamakan interaksi gen.
Peristiwa interaksi gen pertama kali dilaporkan oleh W. Bateson dan R.C. Punnet
setelah mereka mengamati pola pewarisan bentuk jengger ayam. Dalam hal ini
terdapat empat macam bentuk jengger ayam, yaitu mawar, kacang, walnut, dan
tunggal, seperti dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 5.1. Tipe jengger ayam hasil dari interaksi gen


Berdasarkan penemuan Mendel, persilangan tanaman jagung dihibrid akan
menghasilkan keturunan yang terdiri dari 16 kombinasi dan 4 kelas fenotif yaitu :
9 A_B_
3 A_bb
3 aaB_ rasio fenotip 9:3:3:1
1 aabb
Namun demikian kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa sering
terjadi penyimpangan rasio fenotif. Penyimpangan ini sesungguhnya merupakan
modifikasi rasio di atas, yaitu seperti 13:3, 9:7, 15:1, 12:3:1, dan 9:3:4. Jika dilihat
rasio-rasio tersebut masih tetap menunjukkan 16 kombinasi. Timbulnya
penyimpangan ratio-ratio tersebut disebabkan karena adanya interaksi gen.
Interaksi genetik terjadi jika dua gen atau lebih menspesifikasi enzim-enzim yang
mengkatalisis langkah-langkah pada jalur bersama. Beberapa rasio penyimpangan
hukum Mendel adalah sebagai berikut :
1. Epistasis resesif
Peristiwa epistasis resesif terjadi apabila suatu gen resesif menutupi
ekspresi gen lain yang bukan alelnya. Akibat peristiwa ini, pada generasi F 2 akan
diperoleh nisbah fenotip 9 : 3 : 4.
2. Epistasis dominan
Pada peristiwa epistasis dominan terjadi penutupan ekspresi gen oleh suatu
gen dominan yang bukan alelnya. Nisbah fenotipe pada generasi F 2 dengan adanya
epistasis dominan adalah 12 : 3 : 1.
3. Epistasis resesif ganda
Apabila gen resesif dari suatu pasangan gen, katakanlah gen I, epistatis
terhadap pasangan gen lain, katakanlah gen II, yang bukan alelnya, sementara gen
resesif dari pasangan gen II ini juga epistatis terhadap pasangan gen I, maka
epistasis yang terjadi dinamakan epistasis resesif ganda. Epistasis ini
menghasilkan nisbah fenotipe 9 : 7 pada generasi F2.
4. Epistasis dominan ganda
Apabila gen dominan dari pasangan gen I epistatis terhadap pasangan gen
II yang bukan alelnya, sementara gen dominan dari pasangan gen II ini juga
epistatis terhadap pasangan gen I, maka epistasis yang terjadi dinamakan epistasis
dominan ganda. Epistasis ini menghasilkan nisbah fenotipe 15 : 1 pada generasi
F2.
5. Epistasis domian-resesif
Epistasis dominan-resesif terjadi apabila gen dominan dari pasangan gen I
epistatis terhadap pasangan gen II yang bukan alelnya, sementara gen resesif dari
pasangan gen II ini juga epistatis terhadap pasangan gen I. Epistasis ini
menghasilkan nisbah fenotipe 13 : 3 pada generasi F2.
6. Epistasis gen duplikat dengan efek kumulatif
Pada Cucurbita pepo dikenal tiga macam bentuk buah, yaitu cakram,
bulat, dan lonjong. Gen yang mengatur pemunculan fenotipe tersebut ada dua
pasang, masing-masing B dan b serta L dan l. Apabila pada suatu individu
terdapat sebuah atau dua buah gen dominan dari salah satu pasangan gen tersebut,
maka fenotipe yang muncul adalah bentuk buah bulat (B-ll atau bbL-). Sementara
itu, apabila sebuah atau dua buah gen dominan dari kedua pasangan gen tersebut
berada pada suatu individu, maka fenotipe yang dihasilkan adalah bentuk buah
cakram (B-L-). Adapun fenotipe tanpa gen dominan (bbll) akan berupa buah
berbentuk lonjong. Pewarisan sifat semacam ini dinamakan epistasis gen duplikat
dengan efek kumulatif.
Peristiwa interaksi gen tersebut yang menyebabkan terjadinya modifikasi
warna pada pipilan jagung juga dipengaruhi oleh adanya aktifitas transposon.
Transposon merupakan segmen DNA yang dapat berpindah dari satu lokasi ke
lokasi yang lain di dalam genom sel atau disebut juga elemen genetik yang dapat
bertransposisi. Transposon dapat memindahkan dan atau mengkopi gen-gen ke
suatu tempat dimana gen-gen tersebut belum pernah ada sebelumnya. Transposon
ini sering dijumpai pada organisme bakteri, tetapi pada individu eukariotik dapat
dijumpai salah satunya didalam budidaya jagung hibrida (pertama kali ditemukan
oleh Barbara McClintock). McClintock mengidentifikasi perubahan warna biji
jagung yang hanya bisa diterima dengan akal jika ia mengeluarkan postulat
mengenai adanya elemen genetik bergerak yang dapat berpindah dari suatu lokasi
di dalam genom ke gen-gen untuk warna biji. Dia menyebutkan bahwa elemen-
elemen bergerak tersebut sebagai “elemen kontrol” karena elemen tersebut terlihat
seperti menyelip di sebelah gen-gen yang bertanggung jawab pada warna biji,
baik mengaktifkan atau menginaktifkan gen-gen tersebut. Sehingga jika
transposon “melompat” ke tengah-tengah suatu urutan pengkodean dari suatu gen
yang lain, transposon ini akan mencegah fungsi normal dari gen yang diganggu.

Gambar 5.2. Fenotip jagung yang menunjukkan gen berangkai menyebabkan


terjadinya transposon

BAHAN DAN CARA KERJA :

1. Setiap mahasiswa akan mendapatkan 2 buah jagung yang merupakan hasil


persilangan dihibrid. Sebuah jagung menunjukkan 2 kelas fenotip dan
sebuah lagi menunjukkan 3 kelas fenotip. Hitunglah masing-masing warna
pada masing-masing jagung dan masukkan data tersebut ke dalam tabel
sebagai berikut :
Tabel 4.1 Interaksi gen pada jagung

Warna biji Banyaknya Rasio yang diharapkan

......................................... .......................................... .......................................


... ... ...

......................................... .......................................... .......................................


.. .. ...
......................................... .......................................... .......................................
.. .. ..

Jumlah ..........................................
..

2. Lakukan uji X2 untuk mengetahui apakah hasil pengamatan saudara sesuai


dengan rasio fenotif yang diharapkan.
3. Tulislah interaksi gen apakah yang saudara dapatkan pada sampel jagung
yang diamati. Selanjutnya buatlah diagram persilangan mulai dari tanaman
parental sampai dengan mendapatkan rasio fenotip tersebut. Untuk simbol
gen bisa digunakan huruf sesuai abjad.
ACARA VI
FREKUENSI ALEL DOMINAN DAN ALEL RESESIF
TERHADAP PTC (PHENYL THIOCARBAMIDA)

TUJUAN :
1. Mencari ambang pengecap PTC pada para mahasiswa yang menjalankan
praktikum.
2. Mengkaji apakah ada perbedaan antara kemampuan mengecap PTC pada pria
dan wanita. Lakukan tes X2.
3. Menghitung frekuensi gen untuk pengecap pada populasi pada mahasiswa
praktikan.

LATAR BELAKANG
Phenylthiocarbamida (PTC) merupakan zat kimia dengan rumus bangun:
NHC NH2

S
PTC larut dalam air sehingga mudah digunakan dalam suatu penelitian. Bagi
sementara orang, zat ini terasa pahit (disebut golongan pengecap = taster),
sedangkan lainnya tidak merasa apa-apa atau sedikit asin atau manis (disebut
golongan buta kecap =non-taster). Hal ini dapat dijelaskan pada Gambar 1.
Gambar 6.1. Papila lidah yang menunjukkan sensasi rasa pahit
Kemampuan untuk mengecap PTC ini diturunkan dari orang tua kepada anak-
anak mereka secara autosom dominan sehingga genotip seorang taster dapat TT
atau Tt, sedangkan bagi seorang nontaster adalah tt.

Gambar 6.2. Pewarisan kemampuan pengecap dari orang tua kepada anaknya

BAHAN :
1. Kristal PTC (Phenylthiocarbamida)
2. Akuades untuk membuat larutan
3. Air biasa untuk kumur jika diperlukan
4. Kertas saring atau handsprayer
5. Gelas minum untuk kumur

Persiapan membuat larutan PTC


Larutan PTC disiapkan oleh laboran sebelumnya, sehingga percobaan
dapat langsung dimulai. Kristal PTC dilarutkan dalam akuades dengan 13 macam
konsentrasi. Masing-masing konsentrasi dimasukkan dalam botol berwarna coklat
dan diberi label P1-P13.
P1 = larutan terpekat = 1300 mg PTC/liter akuades
P2 = ½ larutan P1 (650 mg PTC/liter akuades)
P3 = ½ larutan P2 (325 mg PTC/liter akuades)
P4 = ½ larutan P3 (162,5 mg PTC/liter akuades)
P5 = ½ larutan P4 (81,25 mg PTC/liter akuades)
P6 = ½ larutan P5 (40,63 mg PTC/liter akuades)
P7 = ½ larutan P6 (20,31 mg PTC/liter akuades)
P8 = ½ larutan P7 (10,16 mg PTC/liter akuades)
P9 = ½ larutan P8 (5,08 mg PTC/liter akuades)
P10 = ½ larutan P9 (2,54 mg PTC/liter akuades)
P11 = ½ larutan P10 (1,27 mg PTC/liter akuades)
P12 = ½ larutan P11 (0,64 mg PTC/liter akuades)
P13 = ½ larutan P12 (0,32 mg PTC/liter akuades)

CARA KERJA :
1. Praktikan yang diperiksa berumur antara 18-30 tahun, terdiri dari pria dan
wanita tanpa membedakan suku bangsa. Menurut HARRIS dan KALMUS
umur mempengaruhi ambang rasa.
2. Para praktikan dipanggil dan mencicipi kertas saring yang telah ia celupkan
dalam larutan PTC.
3. Dimulai dengan mencicipi larutan yang paling encer, yaitu P13. Daerah dari
lidah yang efektif untuk mengecap ialah pangkal lidah (dekat kerongkongan).
Andaikata ada larutan yang tertelan, tidak membahayakan kesehatan.
4. Jika sampai pada larutan P1, praktikan belum merasakan rasa pahit, maka
digolongkan ke dalam golongan non taster. Namun jika diantara P1-P13 ada
yang telah merasakan pahit, maka dicatat pada konsentrasi tersebut telah
merasakan pahit dan digolongkan ke dalam golongan taster. Jika ragu-ragu
perlu kumur terlebih dahulu, baru kemudian percobaan diulang.
5. Asisten mencatat ambang rasa dari masing-masing praktikan. Dibuat daftar
yang terpisah untuk wanita dan pria. Bentuk daftar sebagai berikut :

AMBANG RASA TERHADAP PTC BAGI WANITA

Tanggal Nomor urut Nomor Nama Umur Ambang


mhs rasa

............. .................. ............... ................... ............... ...............

AMBANG RASA TERHADAP PTC PRIA

Tanggal Nomor urut Nomor Nama Umur Ambang


mhs rasa

............. .................. ............... ................... ............... ...............


ANALISIS HASIL
1. Asisten mengumpulkan seluruh hasil pemeriksaan dan membuat rekapitulasi
sbb.:

Seks Taster Non-taster Jumlah

Laki-laki ............... .................... ................


Perempuan ............... .................... ................

2. Laboratorium mengumumkan hasil percobaan dari seluruh praktikan.


3. Berdasarkan data itu mahasiswa hitunglah frekuensi gen dominan T dan
alelnya resesif t.
4. Data yang diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam daftar sbb.:

Tabel 6.1. Persentase mahasiswa non-taster PTC

Jumlah yang diperiksa Non-taster PTC

Banyaknya %

Laki-laki .................. .............. ..............


Perempuan .................. .............. ..............
Jumlah .................. .............. .............
Tabel 6.2. Persentase mahasiswa berdasarkan ambang rasa PTC

Kelamin P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13

Laki-laki

(%)

Perempuan

(%)

Jumlah

(%)

Menghitung frekuensi gen


Frekuensi gen dapat dihitung dengan menggunakan rumus Hardy-Weinberg :
Andaikata p = frekuensi untuk gen dominan T
q = frekuensi untuk alel resesif t
maka menurut Hardy-Weinberg :
(p+q) = 1
q = f(t) = √ Σ individu yang mempunyai sifat nontaster / Σ individu seluruhnya
p = f(T) = 1 – q
Contoh kasus : Dalam suatu populasi terdapat kelompok perasa pahit kertas PTC
(phenil thiocarbamide) sebesar 64%, sedangkan yang lainnya bukan perasa PTC.
Bukan perasa PTC dikendalikan oleh gen t dan perasa PTC dikendalikan oleh gen
T. Tentukan frekuensi gen dan genotip populasi orang PTC dan non PTC.
CHI-SQUARE VALUES

You might also like