You are on page 1of 3

Dalam proses penetapan warisan budaya menjadi Cagar Budaya, identifikasi nilai penting adalah

suatu hal yang utama

Menurut pengertian Cagar Budaya yang tertuang dalam Undang-undang Cagar Budaya Nomor 11
tahun 2010 bahwasanya suatu benda, bangunan, struktur, situs, dan kawasan sebelum ditetapkan
menjadi Cagar Budaya harus memiliki nilai penting didalamnya. Nilai penting itu antara lain adalah
nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan kebudayaan. Lebih lanjut Lipe (dalam
Ardika 2015: 30-31) menyatakan warisan budaya atau tinggalan masa lalu memiliki nilai dan makna
informatif, simbolik/assosiatif, estetis, dan ekomonis. Dikatakan memiliki nilai dan makna informatif
karena warisan budaya memiliki sejumlah informasi yang terkait dengan sejarah, kapan dibangun,
bagaimanana teknologi yang digunakan, dan lainnya. Sementara itu nilai assosiatif berkaitan dengan
hubungan seseorang atau sekelompok orang dengan warisan budaya masa lalu. Nilai estetika
berkaitan dengan seni yang terhimpun dalam warisan budaya, sedangkan nilai ekonomi berkaitan
dengan pemanfaatan warisan budaya tersebut.

Lebih lanjut warisan budaya pada umumnya dapat dilihat dari tiga cara pandang penilaian, yaitu nilai
keberadaan (existence value), nilai pilihan (optional value), dan nilai kegunaan (use value) (Darvill
dalam Tanudirjo 2011, 241-242). Nilai keberadaan (existence value) berkaitan erat dengan perasaan
puas atau senang jika benda cagar budaya itu dipastikan masih tetap ada, walau pun kegunaanya
tidak dirasakan sama sekali. Pendukung nilai ini merasa puas kalau bisa mendapatkan kepastian
bahwa sumber daya itu akan bertahan (survive) atau tetap eksis (in existence).

Nilai pilihan (optional value) lebih menekankan pada tekad untuk menyelamatkan benda cagar
budaya sebagai simpanan untuk generasi mendatang. Asumsinya, kita harus menyisakan benda
cagar budaya sebagai sumber daya budaya untuk masa mendatang, meskipun saat ini kita belum
tahun akan kebutuhan di masa mendatang. Nilai ketiga, nilai kegunaan (use value) lebih
menekankan pada bagaimana kita sekarang dapat memanfaatkan benda cagar budaya tersebut.
Misalnya untuk obyek penelitian arkeologi atau bidang ilmu lainnya, sebagai sumber ilham karya
seni, pendidikan sarana rekreasi dan wisata, membentuk citra (dalam iklan), memperkuat jati diri
dan solidaritas, dan lain sebagainya.

Nilai-nilai penting yang telah dipaparkan di atas senantiasa melekat dalam setiap cagar budaya. Nilai
penting itulah dapat dijadikan sebagai dasar bahwa cagar budaya perlu dilestarikan dan
dipertahankan keberadaanya. Tulisan ini akan berusaha mengungkap nilai-nilai penting yang
terkandung di dalam sumberdaya arkeologi di area toko pecinan di kota lama kendari

Dalam melakukan penilaian terhadap sumberdaya arkeologi bukan perkara yang mudah karena nilai
yang terkandung di dalam sumberdaya arkeologi merupakan sesuatu yang tidak riil dan sangat
subjektif sifatnya. Terdapat dua macam cara yang dapat ditempuh untuk menilai suatu sumberdaya
arkeologi, yaitu penilaian dengan skala angka dan penilaian dengan pernyataan. Penilaian dengan
skala angka dilakukan dengan cara memberikan bobot berdasarkan kriteria tertentu pada tinggalan
budaya. penilaian dengan pernyataan dilakukan dengan cara memberi argumentasi yang bersifat
subjektif tetapi dinamis, dapat berubah seiring dengan waktu dan ruang serta tergantung pada
konteks pemaknaan yang diberikan kepada sumberdaya arkeologi tersebut (Helianto, 2007: 57).

Oleh karena itu sumberdaya arkeologi yang berada di area toko pecinan kota lama kendari
ditetapkan sebagai cagar budaya, maka identifikasi nilai penting yang menjadi satuan analisis dalam
tulisan ini mengacu pada Undang-Undang RI No. 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya. Pada Bab I,
pasal I, ayat I menguraikan definisi Cagar Budaya, definisi tersebut dikutip sebagaimana berikut ini.
Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan
Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat
dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah,
ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetepan (Bab I, Pasal
I, Ayat I).

Pada Undang-Undang di atas disebutkan bahwa Cagar Budaya memiliki nilai penting bagi sejarah,
ilmu pengetahuan, pendidikan, dan kebudayaan. Untuk menghindari terjadinya tumpang tindih di
dalam analisis nilai penting, maka dalam tulisan ini mengunakan unsur utama nilai penting yakni
sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Adapun uraiannya sebagai berikut.

1.Nilai Penting Sejarah

Pada area toko pecinan di kota lama kendari memiliki nilai sejarah yang tinggi karena bangunan toko
khas cina yang di bangun di kota lama kendari di banguan dengan desain corak khas
tionghoa.bangunan toko pecinan di kota dibangun oleh para pedagang china yang masuk di kendari
pada tahun sekitar tahun 60an.

2.Nilai penting ilmu pengetahuan

Nilai ini menekankan pada potensi sumberdaya arkeologi untuk dikaji lebih lanjut dari berbagai
disiplin bidang ilmu dalam rangka menjawab masalah-masalah dalam bidang keilmuan tertentu.

a.)Arkeologi

b.)antropologi

c.)filsafat

Nilai Penting Kebudayaan

• Estetik

Nilai keindahan dalam sumberdaya arkeologi di toko pecinan kota lama sangat indah dengan desain
khas tiongkok yang membedak dengan toko toko lain di kota kendari pada khsusnya

• Publik

Nilai ini lebih menekankan pada potensi sumberdaya arkeologi ke arah pengembangan sebagai
sarana pendidikan masyarakat tentang masa lalu, berpotensi menjadi tempat wisata toko pecinan
kota lama kendariSehingga tidak akan kesulitan apabila membikin model pengelolaan yang sama,
namun perlu diperhatikan mengenai pelestarian dan ancaman yang ditimbulkan.

,Pelestarian Berkelanjutan

Setelah memahami akan nilai-nilai penting sumberdaya arkeologi di Pura Jaksan, maka langkah
berikutnya adalah menyajikan nilai penting sumberdaya arkeologi tersebut dapat berarti nyata bagi
masyarakat masa kini dan mendatang. Tanpa ada proses penyajian kepada masyarakat luas, nilai
penting sumberdaya arkeologi tidak akan dikenali, diakui, dihargai, dan dilestarikan. Untuk itu,
diperlukan suatu kajian tentang potensi dan kendala pengelolaan sumberdaya arkeologi tersebut
agar tujuan menyajikan nilai penting itu dapat tercapai dengan baik. Secara umum kajian seperti ini
seringkali disebt studi kelayakan (feasibility study). Kajian seperti ini penting dilakukan agar
penyajian nilai penting dapat mencapai sasaran dan upaya mitigasi dampak dapat direncanakan
dengan baik, sehingga pemanfaatan sumberdaya arkeologi dapat berkelanjutan (sustainable)
(Tanudirjo, 2011: 243).

Dalam Undang Undang Cagar Budaya tahun 2011 telah diuraikan bahwa pemanfaatan sumberdaya
arkeologi yang telah berstatus Cagar Budaya dapat dimanfaatkan melalui penelitian, revitalisasi, dan
adapatasi secara berkelanjutan. Adaptasi merupakan upaya pengembangan Cagar Budaya untuk
kegiatan yang lebih sesuai dengan kebutuhan masa kini. Sudah barang tentu tanpa mengakibatkan
nilai pentinyanya atau kerusakan pada bagian yang mempunyai nilai penting. Hal ini dapat dikatakan
agar nilai-nilai penting itu dapat bermanfaat tidak hanya masa sekarang, namun dapat pula
bermanfaat di masa mendatang. Sehingga pelestarian sumberdaya arkeologi secara kontinu dapat
dilakukan.

Pada dasarnya sumberdaya arkeologi hingga waktunya nanti akan mengalami kerusakan ataupun
kepunahan, begitu pula di toko pecinan di kota lama kendari. Lambat laut seiring berjalannya waktu,
pergantian cuaca, dan terus menerus di pampang sinar matahari proses perusakan terhadap
sumberdaya arkeologi tidak dapat dihindari. Lalu bagaimana dapat memperlambat proses kerusakan
itu, tentunya dibutuhkan kerjasama yang baik dari berbagai pihak. Baik pihak masyarakat, akademisi,
atau pun pemerintah, sehingga warisan budaya tersebut dapat lestari secara berkelanjutan.

You might also like