You are on page 1of 2

Nama : Randi Julyana

NIM : 043230341

Mata Kuliah : Hukum Media Masa

TUGAS 2

Opini tentang gugatan yang dilakukan RCTI dan i-News TV pada tahun 2020, perihal UU
No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran.

Pada tahun 2020 RCTI dan i-News TV melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi
terkait UU No.32 tahun 2002 tentang Penyiaran. Mereka merasa bahwa UU tersebut
menimbulkan perlakuan berbeda terhadap penyiaran konvensional dengan penyiaran yang
menggunakan internet. Namun sayangnya gugatan yang di layangkan RCTI dan i-News TV
di tolak oleh MK karena gugatannya tidak berdasar pada hukum.

Menurut saya keputusan gugatan yang dilakukan oleh RCTI dan i-News TV memang tidak
berdasar seluruhnya pada hukum, mereka hanya fokus pada pasal 1 ayat 2 yang berbunyi “
Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana dan/atau sarana
transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio
melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan
bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran”. RCTI dan i-News fokus
pada ayat ini hanya karena mereka merasa mendapat perlakuan berbeda, atau mereka
merasa bahwa seharusnya siaran langsung yang menggunakan internet harus ada payung
hukumnya. Padahal jika melihat dari Undang-Undang lain kegiatan siaran yang dilakukan di
sosial media pun ada aturannya seperti untuk konten Over the Top (OTT) di atur dalam UU
ITE dan sanksinya juga telah di atur oleh UU ITE dan UU yang lain. Seperti UU No.44 tahun
2008, UU No.28 Tahun 2014, UU No.7 Tahun 2014, KUHP, UU No.40 tahun 1999, lalu
untuk menegakkan hukum atas konten yang melanggar OTT di atur dalam UU ITE, UU
No.36 Tahun 1999. artinya ketika berbicara payung hukum terhadap penyiaran dengan
internet tidak harus hanya berfokus pada satu aspek hukum, karena konten-konten dalam
internet itu sangat luas. Jadi menurut saya keputusan MK untuk menolak gugatan itu sangat
tepat.

Lalu pendapat saya tentang keputusan Mahkamah Konstitusi atas penolakan gugatan
tersebut menurut saya sangat tepat. Karena banyak sekali yang akan terdampak apabila
gugatan tersebut diterima. pasalnya ada banyak pebisnis-pebisnis atau konten kreator yang
menggunakan fitur siaran dalam sebuah sosial media. Apabila siaran langsung di sosial
media harus di atur dalam UU No.32 tahun 2002 tentang penyiaran, maka para konten
kreator tersebut tidak akan leluasa dalam penggunaan fitur sosial media, karena harus
memiliki izin dan berbadan hukum ketika ingin melakukan siaran langsung. Selain itu ketika
para konten kreator ini melakukan siaran langsung tanpa izin maka akan menjadi kegiatan
yang ilegal. Dan apabila hal itu terjadi maka kemungkinan sosial-sosial media yang
digunakan akan ditutup. Kalau misalkan kegiatan-kegiatan siaran langsung di sosial media
di atur dalam UU Penyiaran, maka lembaga negara, lembaga pendidikan, konten kreator,
atau badan usaha lainnya yang menggunakan platform sosial media harus memiliki izin
lembaga penyiaran, kalau tidak maka akan terancam hukum pidana. Lalu mengingat
penyiaran siaran langsung melalui sosial media pada umumnya melintasi batas negara juga,
jadi akan susah menerapkan hukum Indonesia di luar wilayah yurisdiksi Indonesia. Jadi
dengan ditolaknya gugatan ini para konten kreator atau pebisnis yang menggunakan
platform siaran langsung sosial media akan tetap memiliki keleluasaan dalam melakukan
siarannya. Dan kalaupun memang konten yang di sajikan terlalu berlebihan atau tidak
sesuai kaidah yang berlaku, masih ada UU ITE yang mengatur tentang OTT. Maka dari itu
tinggal bagaimana Kominfo menjalankan aturan tersebut dengan lebih komprehensif.

Itulah opini saya tentang gugatan yang dilakukan RCTI dan i-News TV tentang UU No.32
tahun 2002 Tentang Penyiaran.

Sumber : https://nasional.kompas.com/read/2021/01/15/07400821/ditolaknya-gugatan-rcti-
inews-soal-uu-penyiaran-serta-dampaknya-bagi

You might also like