Professional Documents
Culture Documents
3903-Article Text-10275-1-10-20120124
3903-Article Text-10275-1-10-20120124
php/jai 41
http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id
Growth of Spirulina platensis Cultured with Inorganic Fertilizer (Urea, TSP and ZA) and
Chicken Manure
ABSTRACT
This experiment was conducted to compare the effectiveness of inorganic fertilizer and chicken manure on
population growth and nutrient content of Spirulina platensis. It was found that Spirulina platensis cultured in
inorganic medium reached a maximum population on day-9 with a density of 614.77x103 Sin/ml, containing
56.39% of crude protein and 17.92% of lipid. On the other hand, Spirulina platensis cultured in 250 ppm of
chicken manure reached a maximum population on day-4 with a density of 434.32x103 Sin/ml, containing
45.39% of crude protein and 12.50% of lipid.
Keywords: spirulina, Spirulina platensis, culture, inorganic fertilizer, chicken manure, population maximum
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan efektivitas pupuk inorganik (urea, TSP dan ZA) dan
kotoran ayam terhadap pertumbuhan dan kandungan nutrien Spirulina platensis. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa Spirulina platensis dikultur menggunakan pupuk inorganik mencapai puncak populasi
pada hari ke-9 dengan kepadatan 614,77x103 Sin/ml, mengandungkan protein kasar 56,39% dan lemak
17,92%. Sementara itu, Spirulina platensis dikultur menggunakan kotoran ayam 250 ppm mencapai puncak
populasi pada hari ke-4 dengan kepadatan 434,32x103 Sin/ml, kandungan protein kasar 45,39% dan lemak
12,50%.
Kata kunci: spirulina, Spirulina platensis, kultur, pupuk inorganik, kotoran ayam, populasi maksimal
diri terhadap media kultur dan untuk pupuk komersil karena dosis pupuk yang
pemeliharaan sehingga hanya sebagian kecil digunakan memiliki unsur hara yang lebih
bahkan tidak ada energi yang digunakan tinggi sehingga mencukupi kebutuhan sel
untuk pertumbuhan. Setelah hari ke-3 terjadi Spirulina platensis untuk tumbuh. Nitrogen
pertumbuhan yang sangat cepat yang ditandai yang terkandung dalam pupuk TSP mudah
dengan meningkatnya jumlah sel pada larut sehingga membantu penyerapan alga
populasi. Setelah pertumbuhan sel mencapai terhadap unsur-unsur hara tersebut (Hakim et
puncak, maka tidak terjadi penambahan al., 1986). Rata-rata pertumbuhan populasi
jumlah sel lagi karena laju pertumbuhan maksimal perlakuan kotoran ayam 250 ppm
seimbang dengan laju kematian (fase cukup tinggi yaitu 451,66 × 103 Sin/ml yang
stasioner). Fase berikutnya adalah penurunan diduga karena kandungan unsur haranya
pertumbuhan yang ditandai dengan sudah mencukupi untuk pertumbuhan sel.
menurunnya jumlah sel. Pertumbuhan Namun nilai tersebut semakin menurun
populasi terus berkurang seiring dengan dengan semakin tingginya dosis kotoran
waktu kultur dan laju kematian lebih tinggi ayam yang diberikan karena kelebihan
dari laju pertumbuhan (fase kematian). nutrien tersebut bisa menjadi racun bagi
Pada awal kultur kandungan nutrien organisme perairan (Fay, 1983).
masih tinggi sehingga dapat dimanfaatkan Pencapaian puncak populasi pada pupuk
oleh populasi alga dengan baik untuk komersil lebih lama dibandingkan dengan
reproduksi dan pertumbuhan yang ditandai pupuk kotoran ayam. Hal ini diduga kotoran
dengan peningkatan jumlah sel. Jumlah ayam lebih cepat dimanfaatkan oleh spirulina
populasi meningkat namun tidak ada untuk pertumbuhannya. Pada setiap media
penambahan nutrien, sedangkan pemanfaatan kultur baik pupuk komersil maupun kotoran
nutrien oleh alga terus berlanjut (Round, ayam perlu ditambahkan Fe (Hastuti dan
1973) sehingga terjadi persaingan antar alga Djunaidah, 1993) karena unsur tersebut
yang menyebabkan terjadinya penurunan berperan aktif dalam pembentukan klorofil
pertumbuhan. Peningkatan populasi alga yang akhirnya berpengaruh terhadap proses
menyebabkan berkurangnya nutrien dengan fotosintesis. Selain itu penambahan vitamin
cepat sehingga terjadi penurunan laju B12 dapat mempercepat pertumbuhan,
pertumbuhan. Selain itu adanya bayangan sedangkan EDTA sebagai pengikat Fe dan
populasi dari selnya sendiri (Self shading) sebagai sistem buffer.
juga menyebabkan berkurangnya intensitas
cahaya yang diserap sehingga dapat Laju pertumbuhan spesifik
mengakibatkan kematian (Fogg, 1975).
Jumlah populasi tertinggi dicapai pada Laju pertumbuhan spesifik
perlakuan pupuk komersil sebesar 614,77 × menggambarkan kecepatan pertambahan sel
103 Sin/ml pada hari ke-9 dan kepadatan alga persatuan waktu yang dapat dipakai
terendah dicapai oleh perlakuan 350 ppm tolak ukur untuk mengetahui daya dukung
kotoran ayam sebesar 214,54 × 103 Sin/ml media terhadap pertumbuhan alga (Myers,
pada hari ke-7 (Gambar 1). 1995). Laju pertumbuhan fotosintesis
Hasil kultur menunjukkan bahwa media mikroalga dipengaruhi oleh faktor suhu,
pupuk komersial dan kotoran ayam cahaya dan nutrien (Richmond, 1988). Laju
memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan spesifik menunjukkan tidak ada
pertumbuhan populasi maksimum Spirulina perbedaan nyata (P>0,05). Hal ini berarti
platensis. Perlakuan pupuk komersil dan pemberian pupuk komersil dan kotoran ayam
kotoran ayam 250 ppm tidak berbeda nyata memberikan pengaruh yang sama terhadap
(P>0,05) terhadap pertumbuhan populasi, kecepatan pertambahan sel Sin/hari. Hal ini
sedangkan pupuk komersil dengan kotoran diduga karena adanya batas maksimal
ayam 300 ppm dan 350 ppm berbeda nyata penggunaan unsur hara dari medium oleh sel
(P<0,05; Gambar 2). Pertumbuhan populasi Spirulina platensis atau terjadi
maksimum tertinggi terjadi pada perlakuan penghambatan proses biosintesis.
Jurnal Akuakultur Indonesia, 4 (1): 41–48 (2005) 44
700000
600000
Populasi (Sin/ml)
500000
400000
300000
200000
100000
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Hari ke
Gambar 1. Pertumbuhan populasi Spirulina platensis pada setiap perlakuan selama 11 hari. Ka: Kotoran
ayam.
700000 624511a
Jumlah populasi (Sin/ml)
600000
ab
500000 451663
400000 233970 b
290481b
300000
200000
100000
0
Komersil Ka 250 ppm Ka 300 ppm Ka 350 ppm
Perlakuan
Gambar 2. Rata-rata kepadatan populasi maksimum Spirulina platensis pada setiap perlakuan
selama 11 hari. Ka: Kotoran ayam. Huruf yang berbeda menyatakan berbeda nyata
(P<0,05).
Jurnal Akuakultur Indonesia, 4 (1): 41–48 (2005) 45
12.00
9.00a
Waktu pencapaian (hari) 10.00
a
8.00 5.67
a a
4.67 6.00
6.00
4.00
2.00
0.00
Komersil Ka 250 ppm Ka 300 ppm Ka 350 ppm
Perlakuan
Gambar 3. Rata-rata waktu pencapaian populasi maksimum Spirulina platensis pada setiap
perlakuan. Ka: Kotoran ayam. Huruf yang bebeda menyatakan berbeda nyata
(P<0,05).
1.20 0.85 a
Laju pertumbuhan spesifik
1.00
(pembelahan/hari)
0.80 a
0.57
a
0.60 0.46a 0.55
0.40
0.20
0.00
Komersil Ka 250 ppm Ka 300 ppm Ka 350 ppm
Perlakuan
Gambar 4. Rata-rata laju pertumbuhan spesifik Spirulina platensis pada saat pencapaian populasi
maksimum. Ka: Kotoran ayam. Huruf yang bebeda menyatakan berbeda nyata
(P<0,05).
Jurnal Akuakultur Indonesia, 4 (1): 41–48 (2005) 46
45.00
36.51 a
40.00 a
27.70
Waktu generasi (jam) 35.00
21.70
a 30.44 a
30.00
25.00
20.00
15.00
10.00
5.00
0.00
Komersil Ka 250 ppm Ka 300 ppm Ka 350 ppm
Perlakuan
Gambar 4. Rata-rata laju waktu generasi maksimum Spirulina platensis pada saat pencapaian
populasi maksimum pada setiap perlakuan. Ka: Kotoran ayam. Huruf yang bebeda
menyatakan berbeda nyata (P<0,05).
Tabel 1. Hasil analisa proksimat Spirulina platensis yang dikultur dengan pupuk komersil (Urea
80 ppm, TSP 30 ppm dan ZA 20 ppm) dan kotoran ayam (KA) 250 ppm
Parameter Perlakuan
Inorganik KA 250 ppm
Protein (%) 56,39 45,39
Lemak (%) 17,92 12,5
BETN (%) 8,03 25,9
Kadar abu (%) 12,70 3,82
Serat kasar (%) 6,56 11,90
Buckman, H. O. and N. C. Brady. 1982. Ilmu Rusyani, E. 2001. Pengaruh dosis zeolit yang
Tanah. Bharata Karya Aksara. Jakarta. berbeda terhadap pertumbuhan Isochrysis
531 hal. galbana klon Tahiti Skala Laboratorium
dalam media komersil. Skripsi. Fakultas
Ciferri, O. 1983. Spirulina The Edible Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut
mocroorganisme. Microbial Review. Pertanian Bogor. Bogor.
American Society.
Sachlan, M. 1982. Planktonologi. Fakultas
Ehrenberg, M. 1990. Microalgae: a Fish Perikanan Undip. Semarang. 117 hal.
Farm for the Future. Fish Farming
International. Santillan, C. 1982. Mass Production of
Spirulina. Experienta, 38: 40-43.
Fay, P. 1983. The Blue Green (Cyanophyta –
Cyanobacteria). Studies in Biology. Soong, P. 1980. Production and
Institut of Biology; no. 160. London. 88p. Development of Chlorella and Spirulina
in Taiwan. pp: 77-113. In: G. Shelef and
Fogg, G. E. 1975. Algal Culture and Soeder (Eds.). Algal Biomass Elsevier,
Phytoplankton Ecology. 2nd Ed. Amsterdam.
University of Wiscounsin Press. USA.
Venkataraman, L. V. 1983. A Monograph on
Hakim, N., Y. Nyakpa, A. M. Lubis, S. G. Spirulina platensis Biotechnology and
Nugroho, A. Dika B. H. Go dan H. H. Aplication. Central Food Technology
Bailey. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Researh Institut. Mysore, India.
Universitas Lampung. 212 hal.
Vonshak, A. 1997. Spirulina platensis
Kabinawa, I. N. K., N. W. S. Agustini, D. (Arthrospira), Phusiology, Cell Biology
Susilaningsih, D. R. Permana, Yudiadi, and Biotechnology. Taylor and Francis.
Abduirahman. 1997. Pengujian produk
biomasa mikroalga sebagai bahan baku Watanabe, T., C. Kitajima and S. Fujita.
pakan. Puslitbang Biotekhnologi LIPI. 1988. Dietary Requirements in Fish
Bogor. Nutrition and Mariculture. Department of
Aquatic Bioscience, Tokyo University of
Fisheries. IICA.