You are on page 1of 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Benih merupakan komponen penting teknologi kimiawi-biologis yang
pada setiap musim tanam untuk komoditas tanaman pangan masih menjadi
masalah karena produksi benih bermutu masih belum dapat mencukupi
permintaan pengguna atau petani. Benih dari segi teknologi diartikan sebagai
organisme mini hidup yang dalam keadaan “istirahat” atau dorman yang
tersimpan dalam wahana tertentu yang digunakan sebagai penerus generasi
(Burhan, 1997).
Dormansi adalah suatu keadaan dimana pertumbuhan tidak terjadi
walaupun kondisi lingkungan mendukung untuk terjadinya perkecambahan.
Pada beberapa jenis varietas tanaman tertentu, sebagian atau seluruh benih
menjadi dorman sewaktu dipanen, sehingga masalah yang sering dihadapi
oleh petani atau pemakai benih adalah bagaimana cara mengatasi dormansi
tersebut. Benih yang mengalami dormansi biasanya disebabkan oleh
Rendahnya atau tidak adanya proses imbibisi air yang disebabkan oleh
struktur benih (kulit benih) yang keras, sehingga mempersulit keluar
masuknya air ke dalam benih. Respirasi yang tertukar, karena adanya
membran atau pericarp dalam kulit benih yang terlalu keras, sehingga
pertukaran udara dalam benih menjadi terhambat dan menyebabkan rendahnya
proses metabolisme dan mobilisasi cadangan makanan dalam benih. Resistensi
mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio, karena kulit biji yang cukup
kuat sehingga menghalangi pertumbuhan embrio (Lakitan, 2008).
Pada tanaman pangan, dormansi sering dijumpai pada benih padi,
sedangkan pada sayuran dormasni sering dijumpai pada benih timun putih,
pare dan semangka non biji. Dormansi, yaitu peristiwa dimana benih tersebut
mengalami masa istirahat (Dorman). Selanjutnya didefinisikan bahwa
Dormansi adalah suatu keadaan dimana pertumbuhan tidak terjadi walaupun
kondisi lingkungan mendukung untuk terjadinya perkecambahan. Kondisi
dormansi mungkin dibawa sejak benih masak secara fisiologis ketika masih

1
berada pada tanaman induknya atau mungkin setelah benih tersebut terlepas
dari tanaman induknya (Kamil, 1984).
Praktikum dormansi dan perkecambahan biji dilatarbelakangi oleh
kompleksnya dan pentingnya materi mengenai dormansi dan perkecambahan
biji, karena hasil dari analisis faktor lingkungan dan perbedaan perlakuan
antara biji berkulit tipis dan biji berkulit tebal dapat menjadi acuan atau
parameter tingkat keberhasilan proses perkecambahan dalam kegiatan
budidaya tanaman. Jika kita mempelajari dormansi dan perkecambahan biji
tanaman hanya dari teori sering kali mengalami kekeliruan.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum kali ini adalah :
1. Untuk mengetahui respons perkecambahan beberapa jenis biji terhadap
faktor lingkungan (air, suhu, cahaya, zat kimia, dst)
2. Untuk mengetahui laju perkecambaha menurut ketebalan kulit biji
3. Untuk mengetahui batas-batas kebutuhan air dalam perkecambahan suatu
biji.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkecambahan
Perkecambahan adalah munculnya plantula (tanaman kecil dari dalam
biji) karena pertumbuhan embrio di dalam biji menjadi tanaman baru. Embrio
terdiri dari akar lembaga (calon akar = radikula), daun lembaga (kotiledon)
dan batang lembaga (kaulikulus).
a. Struktur Biji
Biji adalah alat reproduksi, penyebaran, dan kelangsungan hidup
suatu tumbuhan. Selain itu, bagi tumbuhan berbiji, biji merupakan awal
dari kehidupan tumbuhan baru di luar induknya. Jika biji tanaman dikotil
seperti kacang- kacangan dibelah menjadi dua, maka akan didapatkan
struktur biji yang terdiri atas plumula, hipokotil, radikula, kotiledon dan
embrio. Sedangkan, struktur biji tanaman monokotil, misalnya jagung
terdiri atas koleoptil, plumula, radikula, koleoriza, skutelum dan
endosperma. Bagian-bagian biji tersebut mempunyai fungsi masing-
masing untuk pertumbuhan tanaman.
Pada biji tanaman dikotil maupun monokotil, plumula merupakan
poros embrio yang tumbuh ke atas yang selanjutnya akan tumbuh menjadi
daun pertama, sedangkan radikula adalah poros embrio yang tumbuh ke
bawah dan akan menjadi akar primer. Pada tanaman monokotil, misalnya
jagung, kotiledon mengalami modifikasi menjadi skutelum dan koleoptil.
Skutelum berfungsi sebagai alat penyerap makanan yang terdapat di dalam
endosperma, sedangkan koleoptil berfungsi melindungi plumula. Selain
itu, pada jagung juga terdapat koleoriza yang berfungsi melindungi
radikula.
b. Proses Perkecambahan
 Terjadi ketika biji menyerap air (imbibisi) akibat dari potensial air
rendah pada biji yang kering.
 Air yang masuk mengaktifkan embrio untuk melepaskan hormone
giberelin (GA).

3
 Hormon GA mendorong aleuron (lapisan tipis bagian luar
endosperma) untuk sintesis dan mengeluarkan enzim.
 Enzim bekerja menghidrolisis cadangan makanan yang terdapat dalam
kotiledon dan endosperma. Proses ini menghasilkan molekul kecil
larut dalam air, missal enzim amylase menghidrolisis pati dalam
endosperma menjadi gula. Selanjutnya gula dan zat lain diserap dari
endosperma oleh kotiledon selama pertumbuhan embrio menjadi bibit
tanaman.
Sumber : Salisbury, 1995

2.2 Syarat Terjadinya Perkecambahan


Tahap pertama perkecambahan dimulai dengan proses penyerapan air
oleh benih, yang kemudian melunaknya lubang perkecambahan, dan
hidrasi oleh protoplasma. Tahap kedua dimulainya kegiatan sel dan enzim
serta naiknya tingkat respirasi benih. Tahap ketiga merupakan tahap
terjadinya penguraian bahan-bahan karbohidrat, lemak dan.protein menjadi
bentuk yang terlarut dan ditranslokasikan ke seluruh titik tumbuh.Tahap
keempat proses perkecambahan benih adalah asimilasi dari bahan-bahan
yang telah terurai didaerah meristematik, menghasilk energi untuk kegiatan
pembentuk komponen dan pertumbuhan dari kecambah melalui proses
pembelahan, pembesaran dan pembagian sel-sel pada titik-titik tumbuh.
Sebelum daun berfungsi, maka pertumbuhan kecambah sangat tergantung
pada ketersediaan makanan di dalam biji (Nurshanti, 2013).
Syarat perkecambahan biji menutut Kartasapoetra (1995) antara lain :
 Tersedianya Air
Bagian biji yang mengatur masuknya air yaitu kulit dengan cara
imbibisi (perembesan) dan mikro raphae hilum dengan cara difusi
(perpindahan substansi karena perbedaan konsentrasi) dari kadar air
tinggi ke rendah/konsentrasi larutan rendah ke tinggi. Faktor yang
mempengaruhi penyerapan air : permeabilitas kulit atau membran biji
dan konsentrasi air. Karena air masuk secara difusi, maka konsentrasi
larutan diluar biji harus tidak lebih pekat dari di dalam biji.Suhu Air,

4
suhu air tinggi energi meningkat, difusi air meningkat sehingga
kecepatan penyerapan tinggi.
 Tekanan Hidrostatik
Berbanding terbalik dengan kecepatan penyerapan air. Kerika volume
air dalam membran biji telah sampai pada batas tertentu akan timbul
tekanan hidrostatik yang mendorong keluar biji sehingga kecepatan
penyerapan air menurun.
 Luas Permukaan Biji
Yang kontak dengan air berhubungan dengan kedalaman penanaman
biji dan berbanding lurus dengan kecepatan penyerapan air. Daya
Intermolekuler, merupakan tenaga listrik pada molekul-molekul tanah
atau media tumbuh. Makin rapat molekulnya, makin sulit air diserap
oleh biji. Berbanding terbalik dengan kecepatan penyerapan air.
Spesies dan Varietas, berhubungan dengan faktor genetik yang
menentukan susunan kulit biji.
 Tingkat Kemasakan
Berhubungan dengan kandungan air dalam biji, biji makin masak,
kandungan air berkurang, kecepatan penyerapan air meningkat.
Komposisi Kimia, biji tersusun atas karbohidrat, protein, lemak.
Kecepatan penyerapan air: protein > karbohidrat > lemak. Umur,
berhubungan dengan lama penyimpanan makin lama disimpan, makin
sulit menyerap air.

2.3 Definisi Dormansi


Dormansi dapat dikatakan sebagai mekanisme biologis dalam menjamin
perkecambahan biji yang berlangsung pada kondisi dan waktu yang tepat
untuk mendukung pertumbuhan yang tepat. Dormansi bisa diakibatkan karena
ketidakmampuan embrio dalam mengatasi hambatan (Dwidjoseputro, 1985).
Dormansi merupakan suatu keadaan pertumbuhan yang terhambat, dapat
disebabkan oleh kondisi yang kurang baik atau oleh faktor dari dalam
tumbuhan itu sendiri. Dormansi dapat dikatakan sebagai suatu keadaan

5
dimana pertumbuhan tidak dapat terjadi walaupun kondisi lingkungan
mendukung terjadinya perkecambahan (Dartius, 1991).
Dormansi dapat terjadi dalam banyak tipe dan bentuk. Banyak biji
dorman untuk suatu periode tertentu setelah keluar dari buah. Contoh lain dari
dormansi adalah gugurnya daun untuk menghindari terjadinya bahaya waktu
udara berubah menjadi dingin ataupun kemarau. Tanaman bagian atas banyak
yang mati selama periode musim dingin atau kekeringan. Bagian yang ada di
bawah tanah seperti bulbus, kormus, atau umbi masih tetap hidup di bawah
tanah, tetapi dalam keadaan dorman (Filter, 1991).
Dormansi juga merupakan mekanisme pertahanan diri dalam suhu yang
sangat rendah pada musim dingin atau kering di musim panas yang
merupakan bagian paling penting dalam perjalanan hidup tanaman.Dormansi
harus berjalan pada saat yang tepat dan membebaskan diri apabila kondisi
memungkinkan untuk memulai pertumbuhan (Sitompul, 1995).
Dormansi adalah suatu keadaan dimana pertumbuhan tidak terjadi
walaupun kondisi lingkungan mendukung untuk terjadinya perkecambahan.
Pada beberapa jenis varietas tanaman tertentu, sebagian atau seluruh benih
menjadi dorman sewaktu dipanen, sehingga masalah yang sering dihadapi
oleh petani atau pemakai benih adalah bagaimana cara mengatasi dormansi
tersebut. Benih yang mengalami dormansi biasanya disebabkan oleh :
rendahnya atau tidak adanya proses imbibisi air yang disebabkan oleh struktur
benih (kulit benih) yang keras, sehingga mempersulit keluar masuknya air ke
dalam benih. Respirasi yang tertukar, karena adanya membran atau pericarp
dalam kulit benih yang terlalu keras, sehingga pertukaran udara dalam benih
menjadi terhambat dan menyebabkan rendahnya proses metabolisme dan
mobilisasi cadangan makanan dalam benih. Resistensi mekanis kulit biji
terhadap pertumbuhan embrio, karena kulit biji yang cukup kuat sehingga
menghalangi pertumbuhan embrio (Tamin, 2007).
Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda
perkecambahan, sehingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan
melangsungkan proses tersebut. Dormansi dapat terjadi pada kulit biji maupun
pada embrio. Biji yang telah masak dan siap untuk berkecambah

6
membutuhkan kondisi klimatik dan tempat tumbuh yang sesuai untuk dapat
mematahkan dormansi dan memulai proses perkecambahannya. Teknik
skarifikasi, biasa digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan
stratifikasi digunakan dalam mengatasi dormansi embrio (Heddy, 1990).
Dormansi pada benih dapat disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit biji
dan keadaan fisiologis dari embrio atau bahkan kombinasi dari kedua keadaan
tersebut. Secara umum menurut Burhan (1997). Dormansi dikelompokkan
menjadi 3 tipe yaitu Innate dormansi (dormansi primer), Induced dormansi
(dormansi sekunder), dan Enforced dormansi. Sedangkan menurut Suetopo
(1985). Dormansi dikelompokkan menjadi 2 tipe yaitu Dormansi Fisik dan
Dormansi Fisiologis. Untuk mengetahui dan membedakan atau memisahkan
apakah suatu benih yang tidak dapat berkecambah adalah dorman atau mati,
maka dormansi perlu dipecahkan.
Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda
perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan
untuk melangsungkan proses perkecambahan tersebut (Tamin, 2007).
Benih dikatakan dormasi bila benih tersebut sebenarnya hidup tetapi
tidak berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum
dianggap telah memenuhi syarat bagi sutu perkecambahan. Dormansi
merupakan terhambatnya proses metabolisme dalam biji. dormansi
dapat berlangsung dalam waktu yang sangat bervariasi (harian – tahunan)
tergantung oleh jenis tanaman dan pengaruh lingkungannya. Dormansi pada
benih dapat disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit biji, keadaan fisiologis
dari embrio, atau kombinasi dari kedua keadaan tersebut. Namun demikian
dormansi bukan berarti benih tersebut mati atau tidak dapat tumbuh kembali,
disini hanya terjadi masa istirahat dari pada benih itu sendiri. masa ini dapat di
pecahkan dengan berbagai cara, seperti cara mekanis atau kimiawi. Cara
mekanis dengan menggunakan sumber daya alat atau bahan mekanis yangh
ada seperti amplas, jarum, pisau, alat penggoncang dan sebaginya. Sedangkan
cara kimiawi dengan menggunakan bahan-bahan kimia seperti asam sulfat
(H2SO4) dan HNO3 pekat. Pada intinya cara-car tersebut supaya terdapat celah

7
agar air dan gas udara untuk perkecambahan dapa masuk kedalam benih.
(Sutopo, 1985).
Dormansi pada benih dapat berlangsung selama beberapa hari, semusim
bahkan sampai beberapa tahun tergantung pada jenis tanaman dan
dormansinya. Pertumbuhan tidak akan terjadi selam benih belum melalui masa
dormansinya atau sebelum dikenalkan suatu perlakuan khusus terhadap benih
tersebut. Dormansi dapat dipandang sebagai salah satu keuntungan biologis
dari benih dalam mengadaptasikan siklus pertumbuhan tanaman terhadap
keadaan lingkungannya, baik musim maupun variasi-variasi yang kebetulan
terjadi. Sehingga secara tidak langsung benih dapat menghindarkan dirinya
dari kemusnahan alam. Dormansi pada benih dapat disebabkan oleh keadaan
fisik dari kulit biji ataupun keadaan fisiologis dari embrio atau kombinasi dari
kedua keadaan tersebut. Sebagai contoh kulit biji yang impermeabel terhadap
air dan gas sering dijumpai pada benih-benih dari famili Leguminosae
(Sutopo, 2010).
Benih-benih yang termasuk dalam tipe dormansi ini disebut sebagai
"Benih keras" karena mempunyai kulit biji yang keras dan strukturnya terdiri
dari lapisan sel-sel serupa palisade berdinding tebal terutama di permukaan
paling luar. Dan bagian dalamnya mempunyai lapisan lilin dan bahan kutikula.
Benih yang mengalami dormansi ini memerlukan suatu jangkauan waktu
simpan tertentu agar dapat berkecambah (Sasmitamiharja, 1996).
Cara praktis memecahkan dormansi pada benih yaitu dengan
mengetahui dan membedakan serta memisahkan suatu benih yang tidak dapat
berkecambah adalah dorman atau mati, maka dormansi perlu dipecahkan.
Masalah utama yang dihadapi pada saat pengujian daya tumbuh kecambah
yang dormansi adalah bagaimana cara mengetahui dormansi, sehingga
diperlukan cara-cara agar dormansi dapat dipersingkat yaitu dengan perlakuan
mekanis, dengan perlakuan kimia, perlakuan perendaman dengan air,
perlakuan dengan suhu, dan perlakuan dengan cahaya (Lakitan, 2008).

8
Gambar 1. Dormnasi Biji Kacang Hijau Gambar 2. Benih Tidak Mengalami
Dormansi

2.4 Macam-Macam Dormansi


Dormansi dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu dormansi
primer dan dormansi sekunder. Dormansi primer merupakan dormansi yang
paling umum, yaitu dormansi pada benih yang terjadi sejak benih masih
berada pada tanaman induk, setelah embrio berkembang penuh.Dormansi
sekunder merupakan benih non dorman yang dapat mengalami kondisi yang
menyebabkannya menjadi dorman (Soerodikosoemo, 1995).
Dormansi Fisik disebabkan oleh pembatasan struktural terhadap
perkecambahan biji, seperti kulit biji yang keras dan kedap sehingga menjadi
penghalang mekanis terhadap masuknya air atau gas-gas ke dalam biji. Pada
dormansi ini, perkecambahan akan terjadi jika kulit biji dibuka atau jika
tekanan oksigen di sekitar benih ditambah. Pada benih apel misalnya, suplai
oksigen sangat dibatasi oleh keadaan kulit bijinya sehingga tidak cukup untuk
kegiatan respirasi embrio.Keadaan ini terjadi apabila benih berimbibisi pada
daerah dengan temperatur hangat (Sasmitamihardja, 1996).
Dormansi Fisiologis dapat disebabkan oleh sejumlah mekanisme, tetapi
pada umumnya disebabkan oleh zat pengatur tumbuh, baik yang berupa
penghambat maupun perangsang tumbuh. Tipe dormansi lain selain dormansi
fisik dan fisiologis adalah kombinasi dari beberapa tipe dormansi. Tipe
dormansi ini disebabkan oleh lebih dari satu mekanisme. Sebagai contoh
adalah dormansi yang disebabkan oleh kombinasi dari immaturity embrio,
kulit biji indebiscent yang membatasi masuknya O2 dan keperluan akan
perlakuan chilling (Sasmitamihardja, 1996).

9
2.5 Faktor Penyebab Dormansi
Dormansi adalah masa istirahat biji sehingga proses perkecambahan
tidak dapat terjadi, yang disebabkan karena adanya pengaruh dari dalam dan
luar biji. Dormansi diklasifikasikan menjadi bermacam-macam kategori
berdasarkan beberapa faktor, yaitu (Salisbury, 1995) :
a. Berdasarkan faktor penyebab dormansi :
 Imposed dormancy (quiescence) : Terhalangnya pertumbuhan aktif
karena kadaan lingkungan yang tidak menguntungkan
 Imnate dormancy (rest) : dormansi yang disebabkan oleh keadaan atau
kondisi didalam organ-organ biji itu sendiri.
b. Berdasarkan mekanisme dormansi di dalam biji
 Mekanisme fisik, merupakan dormansi yang mekanisme
penghambatannya disebabkan oleh organ biji itu sendiri, terbagi menjadi:
- Mekanis : embrio tidak berkembang karena dibatasi secara fisik
- Fisik : penyerapan air terganggu karena kulit biji yang
impermeable
- Kimia : Bagian biji atau buah mengandung zat kimia penghambat
 Mekanisme fisiologis, merupakan dormansi yang disebabkan oleh
terjadinya hambatan dalam proses fisiologis, terbagi menjadi :
- Photodormancy : proses fisiologis dalam biji terhambat oleh
keberadaan cahaya.
- Immature embrio: proses fisiologis dalam biji terhambat oleh kondisi
embrio yang tidak/belum matang
- Thermodormancy : proses fisiologis dalam biji terhambat oleh suhu
c. Berdasarkan bentuk dormansi
- Kulit biji impermeable terhadap air atau O2
- Embrio belum masak (immature embrio)
Dormansi karena immature embrio ini dapat dipatahkan dengan
perlakuan temperature rendah dan zat kimia. Biji membutuhkan
pemasakan pascapanen (afterripening) dalam penyimpanan kering
Dormansi karena kebutuhan akan afterripening ini dapat

10
dipatahkan dengan perlakuan temperature tinggi dan pengupasan
kulit (Salisbury, 1995).
Pengambilan merupakan cara yang paling umum yang biasa dilakukan.
Berkecambah setelah mengalami masa dormansi yang disebabkan oleh
berbagai faktor internal. Seperti embrio berbentuk rudimentatau belum masak
(dari segi fisiologis), kulit biji yang tahan atau impermeable atau adanya
penghambat tumbuh. Ada beberapa alasan benih tidak berkecambah bila
dilihat dari kondisi morfologinya :
 Benih keras (hard seed), yaitu benih yang mengalami imbibisi. Hal ini
dapat terjadi karena kulit benih impermeable terhadap air atau tekanan
osmosis air tinggi sehingga air tidak dapat masuk dalam benih.
 Benih segar tidak berkecambah (fresh ungerminated seed) yaitu benih
yang telah berimbibisi tetapi tidak dapat berkecambah karena sebab
lain.
 Benih busuk (rot seed), yaitu benih yang telah berimbibisi menjadi
busuk karena terserang oleh penyakit benih.
 Benih mati (dead seed), yaitu benih yng embrionya tidak berfungsi atau
mati (Idris, 2003)
Faktor-faktor yang menyebabkan hilangnya dormansi pada benih sangat
bervariasi tergantung pada jenis tanaman dan tentu saja tipe dormansi, antara
lain yaitu : karena temperature yang sangat rendah di musim dingin,
perubahan temperature yang silih berganti, menipisnya kulit biji, hilangnya
kemampuan untuk menghasilkan zat-zat penghambat perkecambahan, adanya
kegiatan dari mikroorganisme (Kamil, 1984).

2.6 Teknis Mematahkan Dormansi


Bebagai macam metode telah dikembangkan untuk mengatasi tipe
dormansi ini, semua metode menggunakan prinsip yang sama yakni
bagaimana caranya agar air dapat masuk dan penyerapan dapat berlangsung
pada benih. Teknik skarifikasi pada berbagai jenis benih harus disesuaikan
dengan tingkat dormansi fisik. Berbagai teknik untuk mematahkan dormansi
fisik menurut Dartius (1991) antara lain sebagai berikut :

11
a. Mekanisme Perlakuan (Skarifikasi)
Perlakuan mekanis (skarifikasi) pada kulit biji, dilakukan dengan
cara penusukan, pengoresan, pemecahan, pengikiran atau pembakaran,
dengan bantuan pisau, jarum, kikir, kertas gosok, atau lainnya adalah
cara yang paling efektif untuk mengatasi dormansi fisik. Karena setiap
benih ditangani secara manual, dapat diberikan perlakuan individu sesuai
dengan ketebalan biji. Pada hakekatnya semua benih dibuat permeabel
dengan resiko kerusakan yang kecil, asal daerah radikel tidak rusak.
Seluruh permukaan kulit biji dapat dijadikan titik penyerapan air.
Pada benih legum, lapisan sel palisade dari kulit biji menyerap air dan
proses pelunakan menyebar dari titik ini keseluruh permukan kulit biji
dalam beberapa jam. Pada saat yang sama embrio menyerap air.
Skarifikasi manual efektif pada seluruh permukaan kulit biji, tetapi
daerah microphylar dimana terdapat radicle, harus dihindari. Kerusakan
pada daerah ini dapat merusak benih, sedangkan kerusakan pada
kotiledon tidak akan mempengaruhi perkecambahan.
b. Air Panas
Air panas dapat mematahkan dormansi fisik pada leguminosae
melalui tegangan yang menyebabkan pecahnya lapisan macrosclereids.
Metode ini paling efektif bila benih direndam dengan air panas.
Pencelupan sesaat juga lebih baik untuk mencegah kerusakan pada
embrio karena bila perendaman paling lama, panas yang diteruskan
kedalam embrio sehingga dapat menyebabkan kerusakan. Suhu tinggi
dapat merusak benih dengan kulit tipis, jadi kepekaan terhadap suhu
berfariasi tiap jenis. Umumnya benih kering yang masak atau kulit
bijinya relatif tebal toleran terhadap perendaman sesaat dalam air
mendidih.
c. Perlakuan Kimia
Perlakuan kimia dengan bahan-bahan kimia sering dilakukan untuk
memecahkan dormansi pada benih. Tujuan utamanya adalah menjadikan
agar kulit biji lebih mudah dimasuki oleh air pada waktu proses imbibisi.
Larutan asam kuat seperti asam sulfat dengan konsentrasi pekat

12
membuat kulit biji menjadi lunak sehingga dapat dilalui air dengan
mudah.
Larutan asam untuk perlakuan ini adalah asam sulfat pekat (H2SO4)
asam ini menyebabkan kerusakan pada kulit biji dan dapat diterapkan
pada legum maupun non legume. Tetapi metode ini tidak sesuai untuk
benih yang mudah sekali menjadi permeable, karena asam akan merusak
embrio. Lamanya perlakuan larutan asam harus memperhatikan 2 hal,
yaitu:
1. Kulit biji atau pericarp yang dapat diretakkan untuk
memungkinkan imbibisi.
2. Larutan asam tidak mengenai embrio.
d. Perlakuan Temperature
 Suhu Rendah (stratifikasi)
Pemberian suhu rendah selama waktu tertentu (berbeda untuk
setiap jenis tanaman) dapat menghilangkan penghambatan
pertumbuhan.
 Rendah dan tinggi
Temperatur tinggi hanya radikelnya, diikuti temperature rendah
untuk epikotilnya. Perbedaan tidak boleh lebih dari 10-20oC.
e. Perlakuan cahaya
Jumlah cahaya, intensitas, panjang hari juga dapat memepengaruhi
laju perkecambahan. Selain meningkatkan % perkecambahan, juga dapat
meningkatkan laju perkecambahan.

13
BAB III
METODE PTRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum fisiologi tanaman ini yang berjudul “Dormansi Dan
Perkecambahan Biji” dilaksanakan pada hari Rabu, 03 Oktober 2018 pukul
15.00-17.00 WIB bertempat di Laboratorium Bioteknologi Fakultas Pertanian,
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

3.2 Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan dalam praktikum kali ini diantaranya adalah
gelas plastik 3 buah, sarung tangan, amplas, label, dan ATK.
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini diantaranya
adalah kacang hijau 8 butir, kacang tanah 8 butir, kacang kedelai 8 butir, sawo
8 biji, srikaya 8 biji, asam 8 biji, air panas, kapas, dan garam.

3.3 Cara Kerja


3.3.1 Biji Berkulit Tipis
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Disiapkan 3 buah gelas plastik
3. Diberi kapas pada masing-masing gelas, sebagai media tanam
4. Diberi perlakuan berbeda pada setiap kapas (gelas 1 : kering, gelas 2 :
lembab, dan gelas 3 : tergenang)
5. Direndam benih tanaman yang berkulit tipis (kacang hijau, kacang tanah,
dan kacang kedelai) pada air biasa selama 5 menit
6. Dimasukan benih yang sudah direndam ke dalam gelas plastik masing-
masing 2 benih (kel 1 : benih kacang hijau, kel 2 : benih kacang tanah, kel
3 : benih kacang kedelai) dengan keterangan benih 1 sebagai ulangan 1
dan benih 2 sebagai ulangan 2.
7. Diberi nama dengan label pada masing-masing gelas
8. Diamati selama 2 HST, 4 HST, dan 6 HST

14
3.3.2 Biji Berkulit Tebal
1. Disiapkan alat dan bahan
2. Disiapkan 3 buah gelas plastik untuk perlakuan yang direndam air panas,
laruatn NaCl, dan di amplas.
3. Diberi kapas pada masing-masing gelas, sebagai media tanam. Kemudian
dikasih tanda dengan label antara ulangan 1 dan ulangan 2.
4. Disiapkan larutan garam dan air panas untuk merendam biji sawo, asam
jawa, srikaya masing-masing 2 biji selama 5 menit. Untuk 2 biji lainnya
amplas terlebih dahulu hingga terlihatlah jaringan-jaringan putih,
kemudian direndam ke dalam air biasa selama 5 menit.
5. Setelah itu diletakan biji kedalam masing-masing gelas.
6. Diberi nama dengan label pada masing-masing gelas.
7. Diamati selama 2 HST, 4 HST, dan 6 HST

15
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 1. Hasil Pengamatan Biji Berkulit Tipis
Parameter Pengamatan
Ulang
Tanggal Kacang Hijau Kacang Tanah Kacang Kedelai
an
K L T K L T K L T
2 HST I - √ √ - - - - √ √
(05-10-
2018) II - - √ - - - - - √

4 HST I - √ √ - - - - √ √
(07-10-
2018) II - √ √ - - - - √ √

6 HST I - √ √ - - - - √ √
(09-10-
2018) II - √ √ - - - - √ √

Tabel 2. Hasil Pengamatan Biji Berkulit Tebal


Parameter Pengamatan
Ulang
Tanggal Biji Sawo Biji Asam Biji Srikaya
an
N S A N S A N S A
2 HST I - - - - - - - - -
(05-10-
2018) II - - - - - - - - -

4 HST I - - - - - √ - - -
(07-10-
2018) II - - - - - √ - - -

6 HST I - - - - - √ - - -
(09-10-
2018) II - - - - - √ - - -

16
4.2 Pembahasan
Praktikum dormansi dan perkecambahan biji menggunakan 6 sampel
dengan jenis yang berbeda-beda yaitu biji kacang tanah, biji kacang kedelai,
biji kacang hijau, biji sirsak, biji sawo, dan biji asem. Keenam sampel ini
digunakan untuk dianalisis masa pematahan dormansi dan tingkat
keberhasilan perkecambahannya. Pada kegiatan praktikum kali ini, kami
melakukan kegiatan pengamatan perkecambahan biji dengan dilakukan
beberapa perlakuan. Pada biji berkulit tipis kita melakukan 3 perlakuan yaitu
biji yang pada media tanpa diberi air (kering), media diberi air secukupnya
(lembab), dan diberi air yang banyak (tergenang). Lalu pada biji berkulit tebal
kita melakukan 3 perlakuan yaitu biji yang dimasukkan air panas terlebih
dahulu selama 5 menit, dimasukkan kedalam larutan NaCl dengan kadar 1%
terlebih dahulu selama 5 menit, dan yang terakhir dengan diamplas hingga
kulit menjadi tipis. Percobaan yang kami lakukan yaitu diamati pada saat 2
HST, 4 HST, dan 6 HST.
Berdasarkan tabel 1 yaitu hasil benih berkulit tipis dengan sampel
kacang hijau tidak berhasil berkecambah dengan perlakuan media tanpa diberi
air (kering), pada ulangan pertama maupun kedua tidak ada biji yang berhasil
berkecambah dalam waktu 6 hari pengamatan. Namun pada perlakuan yang
kedua yaitu dengan media tanam yang diberi air secukupnya (lembab) biji
kacang hijau pada ulangan pertama mengalami perkecambahan dengan tinggi
2 cm pada waktu 2 HST, sedangkan pada ulangan yang kedua belum
mengalamai perkecambahan sama sekali. Dan pada waktu 4 HST ulangan
pertma pada kacang hijau terus mengalami pertumbuhan dengan tinggi 5 cm
dan pada ulangan kedua mengalami pertumbuhan dengan tinggi 1 cm. Hingga
pada pengamatan 6 HST ulangan pertama mempunyai tinggi tanaman
mencapai 18 cm, sedangkan ulangan kedua hanya memiliki tinggi tanaman 5
cm. Pada perlakuan yang ketiga yaitu dengan media tanam yang diberi air
cukup banyak (tergenang) terlihat bahwa pada 2 HST mengalami
perkecmbahan yang cukup cepat, sehingga pada ulangan pertama sudah
bertumbuh hingga memiliki tinggi 5 cm, dan pada ulangan kedua memiliki
tinggi 3 cm. Dan pada 4 HST biji kacang hijau berhasil berkecambah dan

17
mengalami pertumbuhan yang cukup pesat yaitu pada ulangan pertma
memiliki tinggi 20 cm, dan pada ulangan kedua memiliki tinggi 5 cm. Hingga
pada pengamatan 6 HST biji kacanag hijau mengalami pertumbuhan
kecambah hingga memiliki tinggi pada ulangan satu yaitu 25 cm dan pada
ulangan 2 memiliki tinggi yaitu 8 cm.
Pada sampel biji berkulit tipis yang berikutnya yaitu pada kacang tanah
tidak berhasil mengalamai perkecambahan pada semua ulangan dan semua
perlakuan hingga masa pengamatan 6 HST, bahkan pada sampel kacang tanah
yang di beri perlakuan dengan media tanaman yang di beri air secukupnya
(lembab) bijinya di tumbuhi oleh jamur. Faktor tersebut merupakan salah satu
penyebab biji kacang tanah tidak dapat berkecembah. Namun setelah masa
pengamatan 6 HST pada sampel kacang tanah dengan perlakuan media tanam
di beri air cukup banyak (tergenang) pada ulangan pertama berhasil
mengalami perkecambahan dengan tinggi tanaman yaitu 2 cm , namun pada
ulangan kedua tetap tidak berkecambah dan terjadi dormansi biji.
Pada sampel biji berkulit tipis yang berikutnya yaitu pada kacang
kedelai hampir sama seperti kacang hijau yaitu tidak berhasil berkecambah
dengan perlakuan media tanpa diberi air (kering), pada ulangan pertama
maupun kedua tidak ada biji yang berhasil berkecambah dalam waktu 6 hari
pengamatan. Pada media tanam dengan perlakuan yang diberi air secukupnya
(lembab) berhasil berkecmbah pada waktu pengamatan 2 HST dan pada
ulangan pertama yaitu dengan tinggi tanaman 0,6 cm dan pada ulangan kedua
belum terjadi perkecambahan. Pada waktu pengamatan 4 HST
pertumbuhannya semakin bertambah yaitu pada ulangan pertama memiliki
tinggi tanaman 6,5 cm dan pada ulangan kedua sudah berhasil berkecambah
dengan tinggi 0,5 cm. Serta pada pengamatan 6 HST biji kacang kedelai masih
terus mengalami pertumbuhan hingga pada ulangan pertama memiliki tinggi
tanaman yaitu 13 cm dan pada ulangan kedua memiliki tinggi tanaman yaitu
2,5 cm. Kemudian pada media tanam dengan perlakuan yang diberi air cukup
banyak (tergenang) berhasil tumbuh dan berkecambah pada waktu
pengamatan 2 HST dan mimiliki tinggi tanaman pada ulangan pertama yaitu
0,3 cm dan pada ulangan kedua memiliki tinggi 0,4 cm. Pada pengamatan 4

18
HST biji kacang kedelai terus mengalami pertumbuhan yaitu pada ulangan
pertama memiliki tinggi tanaman 3,4 cm dan pada ulangan kedua memiliki
tinggi tanaman 2,5 cm. Dan pada pengamatan 6 HST tanaman tersebut masih
terus mengalami pertumbuhan terlihat pada ulangan pertama tanaman kacang
kedelai memiliki tinggi tanaman yaitu 4,7 cm dan pada ulangan kedua
memiliki tinggi tanaman 3,6 cm.
Dari hasil pengamatan pada tabel 1 terlihat jelas bahwa pada setiap biji
yang diberi perlakuan pada media tanamnnya tidak menggunakan air (kering)
maka biji tersebut tidak dapat mengalami perkecambahan. Hal ini sesuai
dengan pendapat Nurshanti (2013) yang mengatakan bahwa biji yang
mengalami dormansi untuk mencapai perkecambahan memerlukan kadar air
yang optimum artinya kadar air yang dibutuhkan sebuah biji berkecambah
adalah kadar air yang tidak kurang dan tidak lebih melainkan kadar air yang
pas. Biji tidak mengalami perkecambahan karena enzim memerlukan air untuk
beraktivitas sehingga apabila media tanam kering sebuah biji tidak akan
mengalami perkecambahan. Sebaliknya, pada perlakuan yang membuat biji
tenggelam gagal mengalami perkecambahan karena apabila air terlalu banyak
akan mengakibatkan enzim rusak dan tidak ada aktivitas enzim serta membuat
biji tersebut busuk.
Berdasarkan tabel 2 hasil benih berkulit tebal dengan sampel biji sawo
tidak berhasil mengalami perkecambahan pada setiap perlakuan dan pada
ulangan pertama maupun kedua tidak ada biji yang berhasil berkecambah
dalam waktu 6 hari pengamatan. Hal ini berarti tidak terjadi pematahan
dormansi pada setiap biji sawo meski telah diberikan perlakuan yang berbeda.
Pada sampel yang berikutnya yaitu biji asam pada perlakuan biji yang
di rendam dengan air panas selama 5 menit tidak berhasil mengalami
perkacambahan, dan pada perlakuan biji yang direndam NaCl selama 5 menit
pun sama yaitu biji asam tidak berhasil mengalami perkecambahan hingga
pada waktu pengamatan 6 HST. Namun pada biji asam yang telah diberi
perlakuan pengamplasan berhasil mengalami perkecambahan pada waktu 4
HST pada ulangan pertama dan ulangan kedua dengan tinggi tanaman
mencapai 2 cm hingga 3 cm.

19
Pada sampel yang terakhir yaitu pada biji srikaya sama seperti biji sawo
yaitu pada setiap ualangan dan pada setiap perlukan hingga pada pengamatan
6 hari setelah tanam tidak berhasil mematahkan dormansi biji hingga setiap
biji sawo yang di tanaman tidak mengalami perkecambahan.
Pada praktikum ini dilakukannya pengamplasan pada biji yang berkulit
tebal untuk mematahkan dormansi biji. Salah satu faktor keberhasilan
perkecambahan pada biji tebal yaitu pengamplasan yang optimum sehingga
membuat kulit biji terkikis dan perkecambahan pada biji yang berkulit tebal
akan lebih mudah mengalami perkecambahan. Pada tabel hasil hanya biji
asam yang teramplas yang mengalami perkecambahan, sedangkan untuk biji
sawo dan sirsak tidak berkecambah. Hal ini terjadi karena beberapa faktor
yaitu pengamplasan yang kurang optimal dan seharusnya jika menanam biji
dari buahnya langsung itu perlu dilakukan penjemuran di bawah sinar
matahari hingga biji benar-benar kering. Untuk biji yang berkulit tipis tidak
dilakukannya pengamplasan karena akan merusak struktur biji tersebut. Biji
yang berkulit tipis tidak diamplas karena tanpa diamplas pun perkecambahan
pada biji berkulit tipis akan terjadi tergantung perlakuannya.
Sedangkan pada percobaan dimasukkan larutan NaCl 1% pengulangan
1 dan 2 pada setiap sampel biji tidak memiliki perubahan karena menurut
Retno (2012) pada dasarnya NaCl merupakan inhibitor (penghambat) yang
membuat biji tersebut menjadi tidak tumbuh.
Pada biji berkulit tebal yang diberi perlakuan dengan cara direndam
dengan air panas pun tidak dapat mengalami perkecambahan hingga pada
waktu pengamatan 6 HST. Hal ini bertentangan dengan pendapat Dartius
(1991) yang mengataka bahwa air panas dapat mematahkan dormansi fisik
pada leguminosae melalui tegangan yang menyebabkan pecahnya lapisan
macrosclereids. Metode ini paling efektif bila benih direndam dengan air
panas. Pencelupan sesaat juga lebih baik untuk mencegah kerusakan pada
embrio karena bila perendaman paling lama, panas yang diteruskan kedalam
embrio sehingga dapat menyebabkan kerusakan. Suhu tinggi dapat merusak
benih dengan kulit tipis, jadi kepekaan terhadap suhu berfariasi tiap jenis.

20
Umumnya benih kering yang masak atau kulit bijinya relatif tebal toleran
terhadap perendaman sesaat dalam air mendidih.
Dan menurut teori yang dikemukakan oleh Ismail (2008), dormansi
dapat ditanggunlangi dengan beberapa perlakuan diantaranya pendinginan
yang lama, pemanasan untuk mempercepat imbibisi, perendaman dalam asam
kuat, secara mekanik dengan menorah biji. Sehingga dapat dikatakan bahwa
praktikum yang telah dilakukan tidak bertentangan denga teori yang ada,
karena ada upaya untuk mematahkan dormansi  yang disebutkan diatas akan
tetapi tetap saja biji tersebut tidak dapat tumbuh.

21
BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
Simpulan pada praktikum yang berjudul “Dormansi dan Perkecambahan
Biji” yaitu telah diketahui pengertian dari dormansi. Dormansi, yaitu peristiwa
dimana benih mengalami masa istirahat (Dorman). Selanjutnya didefinisikan
bahwa Dormansi adalah suatu keadaan dimana pertumbuhan tidak terjadi
walaupun kondisi lingkungan mendukung untuk terjadinya perkecambahan.
Benih yang mengalami dormansi ditandai oleh rendahnya atau tidak adanya
proses imbibisi air. Proses respirasi terhambat, karena rendahnya proses
mobilisasi cadangan makanan, rendahnya proses metabolisme cadangan
makanan. Kondisi dormansi mungkin dibawa sejak benih masak secara
fisiologis ketika masih berada pada tanaman induknya atau mungkin setelah
benih tersebut terlepas dari tanaman induknya. Dormansi pada benih dapat
disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit biji dan keadaan fisiologis dari
embrio atau bahkan kombinasi dari kedua keadaan tersebut.

5.2 Saran
Adapun saran yang dapat saya berikan untuk praktikum kali ini diharapkan
para praktikan memperhatikan apa yang dijelaskan oleh aslab, serta praktikan
diharapkan tidak berisik saat praktikum berlangsung karena dapat
mengganggu jalannya praktikum.

22
DAFTAR PUSTAKA

Burhan. 1977. Fisiologi Tanaman. Jakarta: Bina Aksara.


Dartius. 1991. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Medan: Universitas Sumatera
Utara Press.
Dwidjoseputro, D. 1985. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Gramedia.
Filter, A. H. 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Yogyakarta: Universitas
Gadjah Mada Press.
Heddy, S. 1990. Biologi Pertanian. Jakarta: Rajawali Press.
Idris, 2003. Dasar-Dasar Teknologi Benih. Mataram: Universitas Mataram
Ismail. 2008. Penuntun Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Makassar: Jurusan
Biologi FMIPA UNM.
Kamil, J. 1984. Teknologi Benih. Bandung: Angkasa Raya
Kartasapoetra, A.G. 2003. Teknologi Benih: Pengolahan Benih dan Tuntunan
Praktikum. Jakarta: Rineka Cipta.
Lakitan, Benyamin. 2008. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Nurshanti, Dora Fatma. 2013. Tanggap Perkecambahan Benih Palem Ekor Tupai
(Wodyetia bifurcate) Terhadap Lama Perendaman Dalam Air. Jurnal
Ilmiah AgrIBA. Vol.2 (1).
Retno, Catarina. 2012. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Yogyakarta :
Universitas Sanata Dharma.
Salisbury dan Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Bandung : ITB.
Sasmitamihardja. 1996. Fisiologi Tumbuhan. Makasar: Universitas Negeri
Makassar Press.
Sitompul. 1995. Biologi Jilid I Edisi kelima. Jakarta: Erlangga.
Soerodikosoemo, Wibisono. 1995. Anatomi dan Fisiologi Tumbuhan. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Suetopo, E.B. 1985. Biologi. Bandung: Institut Teknologi Bandung Press.
Sutopo, Lita, 2010. Teknologi Benih. Yogyakarta: PT Raja Grafindo Persada
Tamin, R. P. 2007. Teknik Perkecambahan Benih Jati (Tectona grandis Linn. F.).
Jurnal Agronomi. Vol.1 (2).

23

You might also like