Professional Documents
Culture Documents
Pertemuan 9
Pertemuan 9
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu:
1. Mengetahui dan memahamai efektivitas hukum dalam masyarakat
2. Mengetahui dan memahami faktor-faktor yang mempengarhi efektivitas hukum dalam
masyarakat..
B. URAIAN MATERI
1. Pengantar
Menurut Hans Kelsen, Jika Berbicara tentang efektifitas hukum, dibicarakan pula
tentang Validitas hukum. Validitas hukum berarti bahwa norma-norma hukum itu
mengikat, bahwa orang harus berbuat sesuai dengan yang diharuskan oleh norma-
norma hukum., bahwa orang harus mematuhi dan menerapkan norma-norma
hukum. Efektifitas hukum berarti bahwa orang benar-benar berbuat sesuai dengan
norma-norma hukum sebagaimana mereka harus berbuat, bahwa norma-norma itu
benar-benar diterapkan dan dipatuhi
Hukum sebagai kaidah merupakan patokan mengenai sikap tindak atau perilaku
yang pantas. Metode berpikir yang dipergunakan adalah metode deduktif-rasional,
sehingga menimbulkan jalan pikiran yang dogmatis. Di lain pihak ada yang
memandang hukum sebagai sikap tindak atau perilaku yang teratur (ajeg). Metode
berpikir yang digunakan adalah induktif-empiris, sehingga hukum itu dilihatnya
sebagai tindak yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama, yang mempunyai
tujuan tertentu.
Efektivitas hukum dalam tindakan atau realita hukum dapat diketahui apabila
seseorang menyatakan bahwa suatu kaidah hukum berhasil atau gagal mencapai
tujuanya, maka hal itu biasanya diketahui apakah pengaruhnya berhasil mengatur
sikap tindak atau perilaku tertentu sehingga sesuai dengan tujuannya atau tidak. )
Efektivitas hukum artinya efektivitas hukum akan disoroti dari tujuan yang ingin
dicapai, yakni efektivitas hukum. Salah satu upaya yang biasanya dilakukan agar
supaya masyarakat mematuhi kaidah hukum adalah dengan mencantumkan sanksi-
sanksinya. Sanksi-sanksi tersebut bisa berupa sanksi negatif
Diperlukan kondisi-kondisi tertentu yang harus dipenuhi agar hukum mempunyai
pengaruh terhadap sikap tindak atau perilaku manusia. Kondisi-kondisi yang harus
ada adalah antara lain bahwa hukum harus dapat dikomunikasikan. Komunikasi
hukum lebih banyak tertuju pada sikap, oleh karena sikap merupakan suatu
kesiapan mental sehingga seseorang mempunyai kecendurangan untuk
memberikan pandangan yang baik atau buruk, yang kemudian terwujud di dalam
perilaku nyata.
Efektivikasi hukum merupakan proses yang bertujuan agar supaya hukum berlaku
efektif. Keadaan tersebut dapat ditinjau atas dasar beberapa tolok ukur
efektivitas. Menurut Soerjono Soekanto bahwa faktor tersebut ada lima, yaitu :
a. Hukumnya sendiri.
b. Penegak hukum.
c. Sarana dan fasilitas.
d. Masyarakat.
e. Kebudayaan.
Faktor Hukum
Faktor Masyarakat
Masyarakat dalam hal ini menjadi suatu faktor yang cukup mempengaruhi
juga didalam efektivitas hukum. Apabila masyarakat tidak sadar hukum dan atau
tidak patuh hukum maka tidak ada keefektifan. Kesadaran hukum merupakan
konsepsi abstrak didalam diri manusia, tentang keserasian antara ketertiban dan
ketentraman yang dikehendaki atau sepantasnya. Kesadaran hukum sering
dikaitkan dengan pentaatan hukum, pembentukan hukum, dan efektivitas hukum.
Kesadaran hukum merupakan kesadaran atau nilai-nilai yang terdapat dalam
manusia tentang hukum yang ada atau tentang hukum yang diharapkan.[4]
Sebagai contoh. Disuatu daerah Kabupaten L masyarakat tahu bahwa ketika
berkendara di jalan raya itu harus mengunakan helm untuk keselamatan, tapi
masyarakat sekitar tersebut tidak menghiraukan peraturan tersebut justru mereka
tidak menggunakan helm tersebut.
Selain itu perlu ada pemerataan mengenai peraturan-peraturan keseluruh
lapisan masyarakat, selama ini terkendala faktor komunikasi maupun jarak banyak
daerah yang terpencil kurang mengetahui akan hukum positif negara ini. Sehingga
sosialisasi dan penyuluhan di daerah terpencil sangat dibutuhkan, berbeda dengan
kondisi daerah perkotaan yang mampu selalu up date berkaitan dengan isu-isu
strategis yang masih hangat.
Permasalahan lain yang timbul sebagai akibat anggapan masyarakat adalah
megenai penerapan undang-undangan yang ada / berlaku. Jika penegak hukum
menyadari dirinya dianggap hukum oleh masyarakat, maka kemungkinan
penafsiran mengenai pengertian perundang-undangan bisa terlalu luas atau bahkan
tewrlalu sempit. Selain itu mungkin timbul kebiasaan untuk kurang menelaaah
bahwa perundang-undangan kadangkala tertinggal dengan perkembagan di dalam
masyarakat. Anggapan-anggapan masyarakat tersebut harus mengalami perubahan
dalam kadar tertentu. Perubahan tersebut dapat dilakukan memlalui penerangan
atau penyuluhan hukum yang bersinambungan dan senan tiasa diefaluasi hasil-
hasinya, untuk kemudian dkembangkan lagi. Kegiatan-kegiatan tersebut nantinya
kan dapat menempatkan hukum pada kedudukan dan peranan yang semestinya
Faktor Kebudayaan
Kebudayaan menurut Soerjono Soekanto, mempunyai fungsi yang sangat besar
bagi manusia dan masyarakat, yaitu mengatur agar manusia dapat mengerti
bagaimana seharusnya bertindak, berbuat, dan menentukan sikapnya kalau mereka
berhubungan dengan orang lain. Dengan demikian, kebudayaan adalah suatu garis
pokok tentang perikelakuan yang menetapkan peraturan mengenai apa yang harus
dilakukan, dan apa yang dilarang.
Faktor kebudayaan sebernarnya bersatu padu dengan faktor masyarakat sengaja
dibedakan, karena didalam pembahasannya diketengahkan masalah sistem nilai-
nilai yang menjadi inti dari kebudayaan spiritual atau non material. Hal ini
dibedakan sebab menurut Lawrence M. Friedman yang dikutip Soerdjono
Soekamto, bahwa sebagai suatu sistem (atau subsistem dari sistem
kemasyarakatan), maka hukum menyangkup, struktur, subtansi dan kebudayaan.
Struktur menyangkup wadah atau bentuk dari sistem tersebut yang, umpamanya,
menyangkup tatanan lembaga-lembaga hukum formal, hukum antara lembaga-
lembaga tersebut, hak-hak dan kewajiban-kewajibanya, dan seterusnya.
Kebudayaan (sistem) hukum pada dasarnya mencangkup nilai-nilai yang
mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai yangmerupakan konsepsi-konsepsi
abstrak mengenai apa yang dianggap baik (hingga dianuti) dan apa yang diangap
buruk (sehingga dihindari). Nilai-nilai tersebut, lazimnya merupakan pasangan
nilai-nilai yang mencerminkan dua keadaan estrim yang harus diserasikan.
Dengan adanya keserasian nilai dengan kebudayaan masyarakat setempat
diharapkan terjalin hubungan timbal balik antara hukum adap dan hukum positif di
Indonesia, dengan demikian ketentuan dalam pasal-pasal hukum tertulis dapat
mencerminkan nilai-nilai yang menjadi dasar dari hukum adat supaya hukum
perundang-undangan tersebut dapat berlaku secara efektif. Kemudian diharapkan
juga adanya keserasian antar kedua nilai tersebut akan menempatkan hukum pada
tempatnya.
C. LATIHAN/TUGAS
Setelah Anda mempelajari materi, Anda diminta untuk menjawab pertanyaan dibawah
ini:
1. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas hukum dalam masyarakat?
2. Bagaimanan menurut Saudara hukum yang ada di Indonesia apakah sudah efektiv
atau belum ?
D. REFERENSI
1. Soekanto Soerjono, 1990; Sosiologi Suatu Pengantar, PT. Raja Grafindo Persaja,
Jakarta,
2. Abdulsyani, 1992; Sosiologi Skematika, teori dan Terapan, PT. Bumi Aksara;
3. Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, 1964: Setankai Bunga Sosiologi, edisi
pertama, Yayasan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta;
4. Ali, Zainuddin, Sosiologi Hukum, 2007 :PT. Sinar Grafika , Jakarta;
5. Saptono, dan Bambang Suteng Sulasmono. 2007. Sosiologi. Jakarta: PT. Phibeta
Aneka Gama;
6. Achmad Ali,Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan Vol.1(Jakarta: Kencana,
2010), 375.
7. Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum
8. (Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada, 2008)
9. http://studikumpulanmakalah.blogspot.com/2012/12/makalah-stratifikasi-sosial.html
10. http://lawmetha.wordpress.com/2011/05/27/teori-efektivitas-soerjono-soekanto/.
11. http://taheggaalfath.blogspot.com/2011/09/efektivitas-hukum-dalam-masyarakat.html