You are on page 1of 10

PERTEMUAN KE-9:

EVEKTIVITAS HUKUM DALAM MASYARAKAT

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu:
1. Mengetahui dan memahamai efektivitas hukum dalam masyarakat
2. Mengetahui dan memahami faktor-faktor yang mempengarhi efektivitas hukum dalam
masyarakat..

B. URAIAN MATERI

1. Pengantar

Masyarakat memerlukan sebuah aturan untuk menciptakan suatu suasana yang


harmonis didalam kehidupannya. Aturan tersebut berupa hukum, hukum yang ada
dapat merupakan hukum tertulis atau tak tertulis. Hukum yang ada dalam masyarakat
ini hendaknya memiliki sebuah dasar hukum yang menjiwai dari keadaan seluruh
masyarakaat, memiliki fungsi yang ideal dengan memiliki unsur keadilan, kepastian
dan kemanfaatan bagi masyarakat.
Dibuatnya suatu produk hukum yang nantinya akan hidup bersama didalam
masyarakat, maka hukum yang dibuat itu memiliki suatu sifat dinamis yang berarti
mengikuti perkembangan dari masyarakat. Sehingga adanya sebuah sosiologi hukum
itu merupakan ilmu pengetahuan tentang interaksi manusia yang berkaitan dengan
hukum didalam kehidupan masyarakat. Nantinya dengan adanya sosiologi hukum ini
maka akan diharapkan sebuah kemanfaatan didalamnya, sehingga kita dapat
mengetahui dan memahami bagaimana perkembangan hukum yang ada didalam
masyarakat, mengetahui efektivitas hukum dalam masyarakat, mampu untuk
menganalisa penerapan hukum yang ada didalam masyarakat, dapat
mengkonstruksikan fenomena hukum yang terjadi di masyarakat, dan mampu
memetakan masalah-masalah sosial dalam kaitan dengan penerapan hukum di dalam
masyarakat.
Hukum yang dibuat dan nantinya akan berlaku di masyarakat hendaknya mampu
berlaku secara efektif. Sehingga tidak terjadi suatu pemborosan atau yang nantinya
menimbulkan ketidakpastian hukum didalam masyarakat. Maka hendaknya ketika
hukum didalam suatu masyarakat itu akan dibuat maka memperhatikan berbagai
aspek-aspek yang ada di masyarakat. Untuk mampu mengetahui bagaimana
efektivitas hukum didalam sebuah prespektif sosiologi hukum mampu diterapkan.
Maka dalam tulisan ini akan menjeaskan berkaitan dengan hal tersebut.

2. Pengertian Efektivitas hukum

Menurut Hans Kelsen, Jika Berbicara tentang efektifitas hukum, dibicarakan pula
tentang Validitas hukum. Validitas hukum berarti bahwa norma-norma hukum itu
mengikat, bahwa orang harus berbuat sesuai dengan yang diharuskan oleh norma-
norma hukum., bahwa orang harus mematuhi dan menerapkan norma-norma
hukum. Efektifitas hukum berarti bahwa orang benar-benar berbuat sesuai dengan
norma-norma hukum sebagaimana mereka harus berbuat, bahwa norma-norma itu
benar-benar diterapkan dan dipatuhi

3. Teori Efektivitas Hukum

Teori Efektivitas (Soerjono Soekanto)

Hukum sebagai kaidah merupakan patokan mengenai sikap tindak atau perilaku
yang pantas. Metode berpikir yang dipergunakan adalah metode deduktif-rasional,
sehingga menimbulkan jalan pikiran yang dogmatis. Di lain pihak ada yang
memandang hukum sebagai sikap tindak atau perilaku yang teratur (ajeg). Metode
berpikir yang digunakan adalah induktif-empiris, sehingga hukum itu dilihatnya
sebagai tindak yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama, yang mempunyai
tujuan tertentu.
Efektivitas hukum dalam tindakan atau realita hukum dapat diketahui apabila
seseorang menyatakan bahwa suatu kaidah hukum berhasil atau gagal mencapai
tujuanya, maka hal itu biasanya diketahui apakah pengaruhnya berhasil mengatur
sikap tindak atau perilaku tertentu sehingga sesuai dengan tujuannya atau tidak. )
Efektivitas hukum artinya efektivitas hukum akan disoroti dari tujuan yang ingin
dicapai, yakni efektivitas hukum. Salah satu upaya yang biasanya dilakukan agar
supaya masyarakat mematuhi kaidah hukum adalah dengan mencantumkan sanksi-
sanksinya. Sanksi-sanksi tersebut bisa berupa sanksi negatif
Diperlukan kondisi-kondisi tertentu yang harus dipenuhi agar hukum mempunyai
pengaruh terhadap sikap tindak atau perilaku manusia. Kondisi-kondisi yang harus
ada adalah antara lain bahwa hukum harus dapat dikomunikasikan. Komunikasi
hukum lebih banyak tertuju pada sikap, oleh karena sikap merupakan suatu
kesiapan mental sehingga seseorang mempunyai kecendurangan untuk
memberikan pandangan yang baik atau buruk, yang kemudian terwujud di dalam
perilaku nyata.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas hukum

Efektivikasi hukum merupakan proses yang bertujuan agar supaya hukum berlaku
efektif. Keadaan tersebut dapat ditinjau atas dasar beberapa tolok ukur
efektivitas. Menurut Soerjono Soekanto bahwa faktor tersebut ada lima, yaitu :
a. Hukumnya sendiri.
b. Penegak hukum.
c. Sarana dan fasilitas.
d. Masyarakat.
e. Kebudayaan.

Faktor Hukum

Hukum berfungsi untuk keadilan, kepastian dan kemanfaatan. Dalam


praktik penyelenggaraan hukum di lapangan ada kalanya terjadi pertentangan
antara kepastian hukum dan keadilan. Kepastian Hukum sifatnya konkret berwujud
nyata, sedangkan keadilan bersifat abstrak sehingga ketika seseorang hakim
memutuskan suatu perkara secara penerapan undang-undang saja maka ada
kalanya nilai keadilan itu tidak tercapai. Maka ketika melihat suatu permasalahan
mengenai hukum setidaknya keadilan menjadi prioritas utama. Karena hukum
tidaklah semata-mata dilihat dari sudut hukum tertulis saja, Masih banyak aturan-
aturan yang hidup dalam masyarakat yang mampu mengatur kehidupan
masyarakat. Jika hukum tujuannya hanya sekedar keadilan, maka kesulitannya
karena keadilan itu bersifat subjektif, sangat tergantung pada nilai-nilai intrinsik
subjektif dari masing-masing orang. Menurut Prof. Dr. Achmad Ali apa yang adil
bagi si Baco belum tentu di rasakan adil bagi si Sangkala.
Mengenai faktor hukum dalam hal ini dapat diambil contoh pada pasal 363
KUHP yang perumusan tindak pidananya hanya mencantumkan maksimumnya
sajam, yaitu 7 tahun penjara sehingga hakim untuk menentukan berat ringannya
hukuman dimana ia dapat bergerak dalam batas-batas maksimal hukuman.
Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan hakim dalam menjatuhkan
pidana terhadap pelaku kejahatan itu terlalu ringan, atau terlalu mencolok
perbedaan antara tuntutan dengan pemidanaan yang dijatuhkan. Hal ini merupakan
suatu penghambat dalam penegakan hukum tersebut.

Faktor Penegak Hukum


Dalam berfungsinya hukum, mentalitas atau kepribadian petugas penegak
hukum memainkan peranan penting, kalau peraturan sudah baik, tetapi kualitas
petugas kurang baik, ada masalah. Oleh karena itu, salah satu kunci keberhasilan
dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian penegak hukum
dengan mengutip pendapat J. E. Sahetapy yang mengatakan :
“Dalam rangka penegakan hukum dan implementasi penegakan hukum bahwa
penegakan keadilan tanpa kebenaran adalah suatu kebijakan. Penegakan
kebenaran tanpa kejujuran adalah suatu kemunafikan. Dalam kerangka penegakan
hukum oleh setiap lembaga penegakan hukum (inklusif manusianya) keadilan dan
kebenaran harus dinyatakan, harus terasa dan terlihat, harus diaktualisasikan”.[3]
Di dalam konteks di atas yang menyangkut kepribadian dan mentalitas
penegak hukum, bahwa selama ini ada kecenderungan yang kuat di kalangan
masyarakat untuk mengartikan hukum sebagai petugas atau penegak hukum,
artinya hukum diidentikkan dengan tingkah laku nyata petugas atau penegak
hukum. Sayangnya dalam melaksanakan wewenangnya sering timbul persoalan
karena sikap atau perlakuan yang dipandang melampaui wewenang atau perbuatan
lainnya yang dianggap melunturkan citra dan wibawa penegak hukum, hal ini
disebabkan oleh kualitas yang rendah dari aparat penegak hukum tersebut.
Apalagi seperti yang kita ketahui bersama terkait masalah persetruan dua
lembaga penegak hukum KPK dengan Kepolisian telah membuat citra aparaturnya
menjadi buruk dihadapan masyarakat. Ditambah pula dengan banyaknya kasus-
kasus yang seharusnya dihukum berat namun dapat diperingan karena dibantu oleh
mafia hukum, yaitu muali tingkat penyidikan di kepolisian hingga saat penuntutan
di kejaksaan dan putusan di kehakiman. Mental Para aparatur penegak hukum
inilah menjadi salah satu faktor dimana efektivitas hukum itu dapat terwujud,
selama kemapuan dan kewenangan mereka dapat dibeli, yang benar disalahkan dan
yang salah dibenarkan akan terjadi inefektivitas hukum dan mampu mengakibatkan
masyarakat tidak percaya lagi dengan penegak hukum bahkan hukumnya sendiri.
Kemudian meurut Prof. Dr. Achmad Ali, SH., MH., dalam bukunya
menjelajahi kajian empiris terhadap hukum, disebutkan Polisilah yang berada pada
garda terdepan. Karena polisi yang paling banyak berhubungan langsung dengan
warga masyarakat, dibandingkan dengan penegak hukum lainnya. Oleh karena itu
sikap dan keteladanan personal kepolisian menjadi salah satu faktor dihargai atau
tidaknya mereka oleh warga masyarakat terhadap penegak hukum, yang cukup
berpengaruh terhadap ketaatan mereka. Olehnya itu, kualitas dan keberdayaan
Polisi menurut Prof. Dr. Achmad Ali, SH., MH., merupakan salah satu faktor yang
sangat menentukan efektif atau tidaknya ketentuan hukum yang berlaku.
Secara sosiologis, setiap aparat penegak hukum tersebut mempunyai
kedudukan (status) dan peranan (role). Kedudukan (sosial) merupakan posisi
tertentu di daloam struktur kemasyarakatan. Kedudukan tersebut merupakan
peranan atau role, oleh karena itu seseorang yang mempunyai kedudukan tertentu,
lazimnya mempunyai peranan. Suatu hak merupakan wewenang untuk berbuat dan
tidak berbuat, sedangkan kewajiban adalah beban atau tugas. Suatu peranan
tertentu dapat di jabarkan dalam unsur- unsur sebagai berikut : (1) peranan yang
ideal / ideal role ; (2) peranan yang seharusnya / expected role; (3) peranan yang
dianggap oleh diri sendiri / perceived role; dan (4) perana yang sebenarnya
dilakukan / actual role.

Penegak hukum dalam menjalankan perannya tidak dapat berbuat


sesuka hati mereka juga harus memperhatikan etika yang berlaku dalam lingkup
profesinya, etika memperhatikan atau mempertimbangkan tingkah laku manusia
dalam pengambilan keputusan moral. Dalam profesi penegak hukum sendiri
mereka telah memiliki kode etik yang diatur tersendiri, tapi dalam prakteknya kode
etik yang telah ditetapkan dan di sepakati itu masih banyak di langgar oleh para
penegak hukum. Akibat perbuatan-perbuatan para penegak hukum yang tidak
memiliki integritas bahkan dapat dikatakan tidak beretika dalam menjalankan
profesinya, sehingga mengakibatkan lambatnya pembangunan hukum yang
diharapkan oleh bangsa ini, bahkan menimbulkan pikiran-pikiran negative dan
mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap kinerja penegak hukum.
Ada tiga elemen penting yang mempengaruhi mekanisme bekerjanya aparat
dan aparatur penegak hukum, menurut Jimmly Asshidiqie elemen tersebut antara
lain : (1) istitusi penegak hukum beserta berbagai perangkat sarana dan prasarana
pendukung dan mekanisme kerja kelembagaannya; (2) budaya kerja yang terkait
dengan aparatnya, termasuk mengenai kesejahteraan aparatnya; dan (3) perangkat
peraturan yang mendukung baik kinerja kelembagaanya maupun yang mengatur
materi hukum yang dijadikan standar kerja, baik hukum materilnya maupun hukum
acaranya. Upaya penegakan hukum secara sistematik haruslah memperhatikan
ketiga aspek itu secara simultan, sehingga proses penegakan hukum dan keadilan
secara internal dapat diwujudkan secara nyata

Menurut Soerjono Soekanto hambatan maupun halangan penegak hukum


dalam melakukan penegakan hukum tersebut dapat diatasi dengan cara mendidik,
membiasakan diri untuk mempunyai sikap-sikap antara lain : sikap terbuka,
senantiasa siap menerima perubahan, peka terhadap masalah yang terjadi,
senantiasa mempunyai informasi yang lengkap, oreentasi ke masa kini dan masa
depa, menyadari potensi yang dapat di kembangkan, berpegang pada suatu
perencanaan, percaya pada kemampuan iptek, menyadari dan menghormati hak
dan kewajiban, berpegang teguh pada keputusan yang diambil atas dasar penalaran
dan perhitungan yang mantab

Faktor Sarana dan Fasilitas


Sarana yang ada di Indonesia sekarang ini memang diakui masing cukup
tertinggal jika dibandingkan dengan negara-negara maju yang memiliki sarana
lengkap dan teknologi canggih di dalam membantu menegakkan hukum. Menurut
Soerjono Soekanto dan Mustafa Abdullah pernah mengemukakan bahwa
bagaimana polisi dapat bekerja dengan baik, apabila tidak dilengkapi dengan
kendaraan dan alat-alat komunikasi yang proporsional. Oleh karena itu, sarana atau
fasilitas mempunyai peranan yang sangat penting di dalam penegakan hukum.
Tanpa adanya sarana atau fasilitas tersebut, tidak akan mungkin penegak hukum
menyerasikan peranan yang seharusnya dengan peranan yang aktual. Namun
penulis berpendapat bahwa faktor ini tidaklah menjadi fakor yang dominan untuk
segera diperbaiki ketika ingin terwujudnya suatu efektivitas hukum.
Menurut Soerjono Soekanto menyatakan bahwa tidak mungkin penegakan hukum
akan berlangsung dengan lancar tanpa adanya sarana atau fasilitas yang memadai.
Fasilitas atau sarana yang memadai tersebut, antara lain, mencakup tenaga manusia
yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai,
keuangan yang cukup, dan seterusnya. Kalau hal itu tidak terpenuhi maka mustahil
penegakan hukum akan mencapai tujuannya. Kita bisa bayangkan bagaimana
penegakan peraturan akan berjalan sementara aparat penegaknya memiliki
pendidikan yang tidak memadai, memiliki tata kelola organisasi yang buruk, di
tambah dengan keuangan yang minim. Akan tetapi hal itu bukanlah segala-galanya
kalau aparatnya sendiri masih buruk, karena sebaik apapun sarana atau fasilitas
yang membantu penegakkan hukum tanpa adanya aparat penegak hukum yang baik
hal itu hanya akan terasa sia-sia. Hal itu dapat kita lihat misalnya pada insatasi
kepolisian, di mana saat ini hampir bisa dikatakan dalam hal fasilitas pihak
kepolisian sudah dapat dikatakan mapan, tapi berdasarkan survey yang dilakukan
oleh Lembaga Transparency International Indonesia menyatakan bahwa instasi
terkorup saat ini ada di tubuh kepolisian dengan indeks suap sebesar 48 %, bentuk
korupsi yang terjadi di tubuh kepolisian, itu contohnya saja seperti korupsi kecil-
kecilan oleh Polisi Lantas yang mungkin sering dialami oleh pengendara, sampai
ke tingkat yang lebih tinggi semisal tersangka kasus korupsi Susno. Begitu juga
Dalam ligkup pengadilan dan kejaksaan pun tidak jauh berbeda dengan apa yang
terjadi di institusi kepolisian.

Faktor Masyarakat
Masyarakat dalam hal ini menjadi suatu faktor yang cukup mempengaruhi
juga didalam efektivitas hukum. Apabila masyarakat tidak sadar hukum dan atau
tidak patuh hukum maka tidak ada keefektifan. Kesadaran hukum merupakan
konsepsi abstrak didalam diri manusia, tentang keserasian antara ketertiban dan
ketentraman yang dikehendaki atau sepantasnya. Kesadaran hukum sering
dikaitkan dengan pentaatan hukum, pembentukan hukum, dan efektivitas hukum.
Kesadaran hukum merupakan kesadaran atau nilai-nilai yang terdapat dalam
manusia tentang hukum yang ada atau tentang hukum yang diharapkan.[4]
Sebagai contoh. Disuatu daerah Kabupaten L masyarakat tahu bahwa ketika
berkendara di jalan raya itu harus mengunakan helm untuk keselamatan, tapi
masyarakat sekitar tersebut tidak menghiraukan peraturan tersebut justru mereka
tidak menggunakan helm tersebut.
Selain itu perlu ada pemerataan mengenai peraturan-peraturan keseluruh
lapisan masyarakat, selama ini terkendala faktor komunikasi maupun jarak banyak
daerah yang terpencil kurang mengetahui akan hukum positif negara ini. Sehingga
sosialisasi dan penyuluhan di daerah terpencil sangat dibutuhkan, berbeda dengan
kondisi daerah perkotaan yang mampu selalu up date berkaitan dengan isu-isu
strategis yang masih hangat.
Permasalahan lain yang timbul sebagai akibat anggapan masyarakat adalah
megenai penerapan undang-undangan yang ada / berlaku. Jika penegak hukum
menyadari dirinya dianggap hukum oleh masyarakat, maka kemungkinan
penafsiran mengenai pengertian perundang-undangan bisa terlalu luas atau bahkan
tewrlalu sempit. Selain itu mungkin timbul kebiasaan untuk kurang menelaaah
bahwa perundang-undangan kadangkala tertinggal dengan perkembagan di dalam
masyarakat. Anggapan-anggapan masyarakat tersebut harus mengalami perubahan
dalam kadar tertentu. Perubahan tersebut dapat dilakukan memlalui penerangan
atau penyuluhan hukum yang bersinambungan dan senan tiasa diefaluasi hasil-
hasinya, untuk kemudian dkembangkan lagi. Kegiatan-kegiatan tersebut nantinya
kan dapat menempatkan hukum pada kedudukan dan peranan yang semestinya

Faktor Kebudayaan
Kebudayaan menurut Soerjono Soekanto, mempunyai fungsi yang sangat besar
bagi manusia dan masyarakat, yaitu mengatur agar manusia dapat mengerti
bagaimana seharusnya bertindak, berbuat, dan menentukan sikapnya kalau mereka
berhubungan dengan orang lain. Dengan demikian, kebudayaan adalah suatu garis
pokok tentang perikelakuan yang menetapkan peraturan mengenai apa yang harus
dilakukan, dan apa yang dilarang.
Faktor kebudayaan sebernarnya bersatu padu dengan faktor masyarakat sengaja
dibedakan, karena didalam pembahasannya diketengahkan masalah sistem nilai-
nilai yang menjadi inti dari kebudayaan spiritual atau non material. Hal ini
dibedakan sebab menurut Lawrence M. Friedman yang dikutip Soerdjono
Soekamto, bahwa sebagai suatu sistem (atau subsistem dari sistem
kemasyarakatan), maka hukum menyangkup, struktur, subtansi dan kebudayaan.
Struktur menyangkup wadah atau bentuk dari sistem tersebut yang, umpamanya,
menyangkup tatanan lembaga-lembaga hukum formal, hukum antara lembaga-
lembaga tersebut, hak-hak dan kewajiban-kewajibanya, dan seterusnya.
Kebudayaan (sistem) hukum pada dasarnya mencangkup nilai-nilai yang
mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai yangmerupakan konsepsi-konsepsi
abstrak mengenai apa yang dianggap baik (hingga dianuti) dan apa yang diangap
buruk (sehingga dihindari). Nilai-nilai tersebut, lazimnya merupakan pasangan
nilai-nilai yang mencerminkan dua keadaan estrim yang harus diserasikan.
Dengan adanya keserasian nilai dengan kebudayaan masyarakat setempat
diharapkan terjalin hubungan timbal balik antara hukum adap dan hukum positif di
Indonesia, dengan demikian ketentuan dalam pasal-pasal hukum tertulis dapat
mencerminkan nilai-nilai yang menjadi dasar dari hukum adat supaya hukum
perundang-undangan tersebut dapat berlaku secara efektif. Kemudian diharapkan
juga adanya keserasian antar kedua nilai tersebut akan menempatkan hukum pada
tempatnya.

C. LATIHAN/TUGAS

Setelah Anda mempelajari materi, Anda diminta untuk menjawab pertanyaan dibawah
ini:
1. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas hukum dalam masyarakat?
2. Bagaimanan menurut Saudara hukum yang ada di Indonesia apakah sudah efektiv
atau belum ?
D. REFERENSI

1. Soekanto Soerjono, 1990; Sosiologi Suatu Pengantar, PT. Raja Grafindo Persaja,
Jakarta,
2. Abdulsyani, 1992; Sosiologi Skematika, teori dan Terapan, PT. Bumi Aksara;
3. Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, 1964: Setankai Bunga Sosiologi, edisi
pertama, Yayasan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta;
4. Ali, Zainuddin, Sosiologi Hukum, 2007 :PT. Sinar Grafika , Jakarta;
5. Saptono, dan Bambang Suteng Sulasmono. 2007. Sosiologi. Jakarta: PT. Phibeta
Aneka Gama;
6. Achmad Ali,Menguak Teori Hukum dan Teori Peradilan Vol.1(Jakarta: Kencana,
2010), 375.
7. Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum
8. (Jakarta: PT. Raja GrafindoPersada, 2008)
9. http://studikumpulanmakalah.blogspot.com/2012/12/makalah-stratifikasi-sosial.html
10. http://lawmetha.wordpress.com/2011/05/27/teori-efektivitas-soerjono-soekanto/.
11. http://taheggaalfath.blogspot.com/2011/09/efektivitas-hukum-dalam-masyarakat.html

You might also like