You are on page 1of 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ekonomi Syariah merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari
masalah-masalah ekonomi rakyat yang di ilhami oleh nilai-nilai islam. Ekonomi syariah
berbeda dari kapitalisme, sosialisme, maupun negara kesejahteraan (Welfare State).
Berbeda dari kapitalisme karena Islam menentang eksploitasi oleh pemilik modal
terhadap buruh yang miskin, dan melarang penumpukan kekayaan. Selain itu,
ekonomi dalam kaca mata Islam merupakan tuntutan kehidupan sekaligus anjuran
yang memiliki dimensi ibadah.
Perkembangan ekonomi syari’ah di Indonesia demikian cepat, khususnya
perbankan, asuransi dan pasar modal. Jika pada tahun 1990-an jumlah kantor layanan
perbankan syariah masih belasan, maka tahun 2000an, jumlah kantor pelayanan lembaga
keuangan syariah itu melebihi enam ratusan yang tersebar di seluruh Indonesia.
Lembaga asuransi syariah pada tahun 1994 hanya dua buah yakni Asuransi Takaful
Keluarga dan Takaful Umum, kini telah berjumlah 34 lembaga asuransi syariah (Data
AASI 2006). Demikian pula obligasi syariah tumbuh pesat mengimbangi asuransi dan
perbankan syariah. Para praktisi ekonomi syari’ah, masyarakat dan pemerintah
(regulator) membutuhkan fatwa-fatwa syariah dari lembaga ulama (MUI) berkaitan
dengan praktek dan produk di lembaga-lembaga keuangan syariah tersebut.
Perkembangan lembaga keuangan syariah yang demikian cepat harus diimbangi dengan
fatwa-fatwa hukum syari’ah yang valid dan akurat, agar seluruh produknya memiliki
landasan yang kuat secara syari’ah. Untuk itulah Dewan Syari’ah Nasional (DSN)
dilahirkan pada tahun 1999 sebagai bagian dari Majlis Ulama Indonesia. Masalah
ekonomi syaria merupakan Wewenang Peradilan agama yang diatur dalam UU No
7/1989 yang baru-baru ini telah diamandemen oleh DPR.
Karena kelemahannya atau kekurangannya lebih menonjol daripada kebaikan
itulah yang menyebabkan muncul pemikiran baru tentang sistem ekonomi terutama
dikalangan negara-negara muslim atau negara-negara yang mayoritas penduduknya
beragama Islam yaitu sistem ekonomi syariah. Negara-negara yang penduduknya
mayoritas Muslim mencoba untuk mewujudkan suatu sistem ekonomi yang didasarkan
pada Al-quran dan Hadist, yaitu sistem ekonomi Syariah yang telah berhasil membawa
umat muslim pada zaman Rasulullah meningkatkan perekonomian di Zazirah Arab. Dari
pemikiran yang didasarkan pada Al-quran dan Hadist tersebut, saat ini sedang
dikembangkan Ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah di banyak negara Islam
termasuk di Indonesia. Ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah merupakan
perwujudan dari paradigma Islam. Pengembangan ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi
Syariah bukan untuk menyaingi sistem ekonomi kapitalis atau sistem ekonomi sosialis,
tetapi lebih ditujukan untuk mencari suatu sistem ekonomi yang mempunyai kelebihan-
kelebihan untuk menutupi kekurangan-kekurangan dari sistem ekonomi yang telah ada.
Islam diturunkan ke muka bumi ini dimaksudkan untuk mengatur hidup manusia guna
mewujudkan ketentraman hidup dan kebahagiaan umat di dunia dan di akhirat sebagai
nilai ekonomi tertinggi. Umat di sini tidak semata-mata umat Muslim tetapi, seluruh
umat yang ada di muka bumi. Ketentraman hidup tidak hanya sekedar dapat memenuhi
kebutuhan hidup secara melimpah ruah di dunia, tetapi juga dapat memenuhi
ketentraman jiwa sebagai bekal di akhirat nanti. Jadi harus ada keseimbangan dalam
pemenuhan kebutuhan hidup di dunia dengan kebutuhan untuk akhirat.

1
Tiga Prinsip Dasar Yang Menyangkut sistem ekonomi Syariah menurut Islam
1.Tawhid, Prinsip ini merefleksikan bahwa penguasa dan pemilik tunggal atas jagad
raya ini adalah Allah SWT.
2.Khilafah, mempresentasikan bahwa manusia adalah khalifah atau wakil Allah di
muka bumi ini dengan dianugerahi seperangkat potensi spiritual dan mental serta
kelengkapan sumberdaya materi yang dapat digunakan untuk hidup dalam rangka
menyebarkan misi hidupnya.
3.‘Adalah, merupakan bagian yang integral dengan tujuan syariah (maqasid al-
Syariah). Konsekuensi dari prinsip Khilafah dan ‘Adalah menuntut bahwa semua
sumberdaya yang merupakan amanah dari Allah harus digunakan untuk
merefleksikan tujuan syariah antara lain yaitu; pemenuhan kebutuhan (need full
fillment), menghargai sumber pendapatan (recpectable source of earning), distribusi
pendapatan dan kesejah-teraan yang merata (equitable distribution of income and
wealth) serta stabilitas dan pertumbuhan (growth and stability).
Sistem Ekonomi Islam atau syariah sekarang ini sedang banyak diperbincangkan
di Indonesia. Banyak kalangan masyarakat yang mendesak agar Pemerintah Indonesia
segera mengimplementasikan sistem Ekonomi Islam dalam sistem Perekonomian
Indonesia seiring dengan hancurnya sistem Ekonomi Kapitalisme. Makalah ini akan
menjelaskan penerapannya pada perekonomian Indonesia.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja prinsip dasar ekonomi syariah?
2. Bagaimana penerapan hukum ekonomi syariah?
3. Bagaimana penerapan ekonomi syariah?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui prinsip dasar ekonomi syariah.
2. Sebagai pengetahuan tentang penerapan hukum Ekonomi Syariah.
3. Sebagai pengetahuan tentang penerapan ekonomi syariah.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam


Sistem keuangan dan perbankan Islam adalah merupakan bagian dari konsep
yang lebih luas tentang ekonomi Islam, yang tujuannya, sebagaimana dianjurkan oleh
para ulama, adalah memperkenalkan sistim nilai dan etika Islam ke dalam lingkungan
ekonomi. Karena dasar etika ini maka keuangan dan perbankan Islam bagi kebanyakan
muslim adalah bukan sekedar sistem transaksi komersial. Persepsi Islam dalam transaksi
finansial itu dipandang oleh banyak kalangan muslim sebagai kewajiban agamis.
Kemampuan lembaga keuangan Islam menarik investor dengan sukses bukan hanya
tergantung pada tingkat kemampuan lembaga itu menghasilkan keuntungan, tetapi juga
pada persepsi bahwa lembaga tersebut secara sungguh-sungguh memperhatikan restriksi-
restriksi agamis yang digariskan oleh Islam.
Islam berbeda dengan agama-agama lainnya, karena agama lain tidak dilandasi
dengan postulat iman dan ibadah. Dalam kehidupan sehari-hari, Islam dapat
diterjemahkan ke dalam teori dan juga diinterpretasikan ke dalam praktek tentang

2
bagaimana seseorang berhubungan dengan orang lain. Dalam ajaran Islam, perilaku
individu dan masyarakat diarahkan ke arah bagaimana cara pemenuhan kebutuhan
mereka dilaksanakan dan bagaimana menggunakan sumber daya yang ada. Hal ini
menjadi subyek yang dipelajari dalam Ekonomi Islam sehingga implikasi ekonomi yang
dapat ditarik dari ajaran Islam berbeda dengan ekonomi tradisional. Oleh sebab itu,
dalam Ekonomi Islam, hanya pemeluk Islam yang berimanlah yang dapat mewakili
satuan ekonomi Islam.
Prinsip-prinsip Ekonomi Islam itu secara garis besar dapat diuraikan sebagai
berikut :
1. Dalam Ekonomi Islam, berbagai jenis sumber daya dipandang sebagai pemberian
atau titipan Tuhan kepada manusia. Manusia harus memanfaatkannya seefisien dan
seoptimal mungkin dalam produksi guna memenuhi kesejahteraan secara bersama di
dunia yaitu untuk diri sendiri dan untuk orang lain. Namun yang terpenting adalah
bahwa kegiatan tersebut akan dipertanggung-jawabkannya di akhirat nanti.
2. Islam mengakui kepemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu, termasuk
kepemilikan alat produksi dan faktor produksi. Pertama, kepemilikan individu
dibatasi oleh kepentingan masyarakat, dan Kedua, Islam menolak setiap pendapatan
yang diperoleh secara tidak sah, apalagi usaha yang menghancurkan masyarakat.
3. Kekuatan penggerak utama Ekonomi Islam adalah kerjasama. Seorang muslim,
apakah ia sebagai pembeli, penjual, penerima upah, pembuat keuntungan dan
sebagainya, harus berpegang pada tuntunan Allah SWT dalam Al Qur’an: ‘Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan
batil, kecuali dengan perdagangan yang dilakukan dengan suka sama suka diantara
kamu…’ (QS 4 : 29).
4. Pemilikan kekayaan pribadi harus berperan sebagai kapital produktif yang akan
meningkatkan besaran produk nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Al Qur’an mengungkap kan bahwa, ‘Apa yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya
sebagai harta rampasan dari penduduk negeri-negeri itu, adalah untuk Allah, untuk
Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang dalam
perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar diantara orang-orang kaya saja
diantara kamu…’ (QS 57:7). Oleh karena itu, Sistem Ekonomi Islam menolak
terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh beberapa orang saja. Konsep ini
berlawanan dengan Sistem Ekonomi Kapitalis, dimana kepemilikan industri
didominasi oleh monopoli dan oligopoli, tidak terkecuali industri yang merupakan
kepentingan umum.
5. Islam menjamin kepemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan untuk
kepentingan orang banyak. Prinsip ini didasari Sunnah Rasulullah yang menyatakan
bahwa, “Masyarakat punya hak yang sama atas air, padang rumput dan api” (Al
Hadits). Sunnah Rasulullah tersebut menghendaki semua industri ekstraktif yang ada
hubungannya dengan produksi air, bahan tambang, bahkan bahan makanan harus
dikelola oleh negara. Demikian juga berbagai macam bahan bakar untuk keperluan
dalam negeri dan industri tidak boleh dikuasai oleh individu.
6. Orang muslim harus takut kepada Allah dan hari akhirat, seperti diuraikan dalam Al
Qur’an sebagai berikut: ‘Dan takutlah pada hari sewaktu kamu dikembalikan kepada
Allah, kemudian masing-masing diberikan balasan dengan sempurna usahanya. Dan
mereka tidak teraniaya…’ (QS 2:281). Oleh karena itu Islam mencela keuntungan
yang berlebihan, perdagangan yang tidak jujur, perlakuan yang tidak adil, dan semua
bentuk diskriminasi dan penindasan.
7. Seorang muslim yang kekayaannya melebihi tingkat tertentu (Nisab) diwajibkan
membayar zakat. Zakat merupakan alat distribusi sebagian kekayaan orang kaya

3
(sebagai sanksi atas penguasaan harta tersebut), yang ditujukan untuk orang miskin
dan orang-orang yang membutuhkan. Menurut pendapat para alim-ulama, zakat
dikenakan 2,5% (dua setengah persen) untuk semua kekayaan yang tidak produktif
(Idle Assets), termasuk di dalamnya adalah uang kas, deposito, emas, perak dan
permata, pendapatan bersih dari transaksi (Net Earning from Transaction), dan 10%
(sepuluh persen) dari pendapatan bersih investasi.
8. (Islam melarang setiap pembayaran bunga (Riba) atas berbagai bentuk pinjaman,
apakah pinjaman itu berasal dari teman, perusahaan perorangan, pemerintah ataupun
institusi lainnya. Al Qur’an secara bertahap namun jelas dan tegas memperingatkan
kita tentang bunga. Hal ini dapat dilihat dari turunnya ayat-ayat Al Qur’an secara
berturut-turut dari QS 39:39, QS 4:160-161, QS 3:130-131 dan QS 2:275-281.

Ringkasnya beberapa prinsip ekonomi syariah adalah sebagai berikut :

1. Riba
Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan). Sedangkan menurut istilah
teknis riba berarti pengambilan dari harta pokok atau modal secara batil (Antonio,
1999). Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba. Namun secara umum
terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan,
baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam-meminjam secara batil atau
bertentangan dengan prinsip muamalah dalam Islam.
2. Zakat
Zakat merupakan instrumen keadilan dan kesetaraan dalam Islam. Keadilan
dan kesetaraan berarti setiap orang harus memiliki peluang yang sama dan tidak
berarti bahwa mereka harus sama-sama miskin atau sama-sama kaya. Negara Islam
wajib menjamin terpenuhinya kebutuhan minimal warga negaranya, dalam bentuk
sandang, pangan, papan, perawatan kesehatan dan pendidikan (QS. 58:11). Tujuan
utamanya adalah untuk menjembatani perbedaan sosial dalam masyarakat dan agar
kaum muslimin mampu menjalani kehidupan sosial dan material yang bermartabat
dan memuaskan.
3. Haram
Sesuatu yang diharamkan adalah sesuatu yang dilarang oleh Allah sesuai yang
telah diajarkan dalam Alquran dan Hadist. Oleh karena itu, untuk memastikan bahwa
praktek dan aktivitas keuangan syariah tidak bertentangan dengan hukum Islam,
maka diharapkan lembaga keuangan syariah membentuk Dewan Penyelia Agama
atau Dewan Syariah. Dewan ini beranggotakan para ahli hukum Islam yang
bertindak sebagai auditor dan penasihat syariah yang independen. Aturan tegas
mengenai investasi beretika harus dijalankan. Oleh karena itu lembaga
keuangan syariah tidak boleh mendanai aktivitas atau item yang haram, seperti
perdagangan minuman keras, obat-obatan terlarang atau daging babi. Selain itu,
lembaga keuangan syariah juga didorong untuk memprioritaskan produksi barang-
barang primer untuk memenuhi kebutuhan umat manusia.
4. Gharar dan Maysir
Alquran melarang secara tegas segala bentuk perjudian (QS. 5:90-91). Alquran
menggunakan kata maysir untuk perjudian, berasal dari kata usr (kemudahan dan
kesenangan): penjudi berusaha mengumpulkan harta tanpa kerja dan saat ini istilah
itu diterapkan secara umum pada semua bentuk aktivitas judi. Selain mengharamkan
judi, Islam juga mengharamkan setiap aktivitas bisnis yang mengandung unsur judi.
Hukum Islam menetapkan bahwa demi kepentingan transaksi yang adil dan etis,
pengayaan diri melalui permainan judi harus dilarang.

4
5. Takaful
Takaful adalah kata benda yang berasal dari kata kerja bahasa arab kafala,
yang berarti memperhatikan kebutuhan seseorang.Pada hakikatnya, konsep takaful
didasarkan pada rasa solidaritas, responsibilitas, dan persaudaraan antara para
anggota yang bersepakat untuk bersama-sama menanggung kerugian tertentu yang
dibayarkan dari aset yang telah ditetapkan. Dengan demikian, praktek ini sesuai
dengan apa yang disebut dalam konteks yang berbeda sebagai asuransi bersama
(mutual insurance), karena para anggotanya menjadi penjamin (insurer) dan juga
yang terjamin (insured).

B. Penerapan Hukum Ekonomi Syariah


Dalam sejarahnya upaya penerapan hukum syari’ah atau hukum islam di
Indonesia sebenarnya sudah dilakukan semenjak masa perjuangan kemerdekaan bangsa.
Dimana kita ketahui sendiri memang motor perjuangan kemerdekaan kita saat itu banyak
didominasi oleh pejuang-pejuang muslim yang memegang teguh prinsip-prinsip hukum
syari’ah. Perjuangan tersebut memang tidak secara frontal dilakukan, tapi lebih banyak
kepada upaya-upaya politis yang berbasis pada kelompok dan budaya. Sayangnya
kemudian upaya-upaya tersebut terbentur dengan kekuasaan politik pemerintah Hindia-
Belanda pada masa penjajahannya secara sistematis terus mengikis pemberlakuan hukum
syari’ah di tanah-tanah jajahannya. Hingga pada gilirannya kelembagaan-kelembagaan
baik yang telah ada maupun yang kemudian dibentuk baik itu lembaga peradilan,
perserikatan, dan lainnya pada masa itu mulai meninggalkan nilai-nilai hukum syari’ah
dan mulai terbiasa menerapkan aturan hukum yang dibentuk pemerintah Hindia-Belanda
yang saat itu disebut Burgerlijk Wetbook yang tentunya jauh dari nilai-nilai syari’ah.
Sehingga jelas saja kagiatan-kegiatan atau perkara-perkara peradilan yang bersinggungan
dengan syari’ah saat itu belum memiliki pedoman yang sesuai dengan nurani masyarakat
muslim kebanyakan.
Disadari atau tidak kondisi tersebut diatas tetap bergulir hingga kurun waktu
dewasa ini. Dalam prakteknya di lapangan, terlebih pada lembaga peradilan kita,
sebelum adanya amandemen UU No 7 tahun 1989, penegakkan hukum yang berkaitan
dengan urusan perniagaan ataupun kontrak bisnis di lembaga-lembaga keungan syari’ah
kita masih mengacu pada ketentuan KUH Perdata yang ternyata merupakan hasil
terjemahan dari Burgerlijk Wetbook peninggalan jajahan Hindia-Belanda yang
keberlakuannya sudah dikorkordansi sejak tahun 1854.. Sehingga konsep perikatan
dalam hukum-hukum syari’ah tidak lagi berfungsi dalam praktek legal-formal hukum di
masyarakat.
Menyadari akan hal tersebut, tentunya kita sebagai muslim patut
mempertanyakan kembali sejauh mana penerapan hukum syari’ah dalam setiap aktivitas
kehidupan kita, terlebih pada hal-hal yang terkait dengan aktivitas-aktivitas yang
bernafaskan ekonomi syari’ah yang telah jelas disebutkan bahwa regulasi-regulasi formil
yang menaungi hukumnya masih mengakar pada penerapan KUH Perdata yang belum
dapat dianggap syari’ah karena masih bersumber pada Burgerlijk Wetbook hasil
peninggalan penjajahan Hindia-Belanda.
Sejalan dengan perkembangan pesat sistem ekonomi syari’ah dewasa ini berbagai
upaya-upaya sistematis dilakukan oleh pejuang-pejuang ekonomi syari’ah pada level atas
untuk kemudian memuluskan penerapan hukum ekonomi syari’ah secara formal pada
tatanan payung hukum yang lebih diakui pada tingkat nasional. Tentunya upaya-upaya
ini tidak lepas dari aspek politik hukum di Indonesia. Proses legislasi hukum ekonomi
syari’ah pun sudah sejak lama dilakukan dan relatif belum menemui hambatan yang

5
secara signifikan mempengaruhi proses perjalanannya. Hanya saja kemudian upaya-
upaya ini baru sampai pada tahap perumusan Undang Undang yang mengatur aspek-
aspek ekonomi syari’ah secara terpisah, belum kepada pembentukkan instrument hukum
yang lebih nyata layaknya KUH Pidana maupun KUH Perdata yang lebih kuat.

C. Penerapan Ekonomi Syariah


Perkembangan sistem finansial syariah yang pesat boleh jadi mendapat tambahan
dorongan sebagai alternatif atas kapitalisme, dengan berlangsungnya krisis perbankan
dan kehancuran pasar kredit saat ini, demikian menurut pendapat para akademisi Islam
dan ulama. Dengan nilai 300 miliar dolar dan pertumbuhan sebesar 15 persen per tahun,
sistem ekonomi Islam itu melarang penarikan atau pemberian bunga yang disebut riba.
Sebagai gantinya, sistem finansial syariah menerapkan pembagian keuntungan dan
pemilikan bersama.
Kehancuran ekonomi global memperlihatkan perlunya dilakukan perombakan
radikal dan struktural dalam sistem finansial global. Sistem yang didasarkan pada prinsip
Islam menawarkan alternatif yang dapat mengurangi berbagai risiko. Bank-bank Islam
tak membeli kredit, tetapi mengelola aset nyata yang memberikan perlindungan dari
berbagai kesulitan yang kini dialami bank-bank Eropa dan AS.
Dalam kehidupan ekonomi Islam, setiap transaksi perdagangan harus dijauhkan
dari unsur-unsur spekulatif, riba, gharar, majhul, dharar, mengandung penipuan, dan yang
sejenisnya. Unsur-unsur tersebut diatas, sebagian besarnya tergolong aktifitas-aktifitas
non real. Sebagian lainnya mengandung ketidakjelasan pemilikan. Sisanya mengandung
kemungkinan munculnya perselisihan. Islam telah meletakkan transaksi antar dua pihak
sebagai sesuatu yang menguntungkan keduanya; memperoleh manfaat yang real dengan
memberikan kompensasi yang juga bersifat real. Transaksinya bersifat jelas, transparan,
dan bermanfaat. Karena itu, dalam transaksi perdagangan dan keuangan, apapun
bentuknya, aspek-aspek non real dicela dan dicampakkan. Sedangkan sektor real
memperoleh dorongan, perlindungan, dan pujian. Hal itu tampak dalam instrumen-
instumen ekonomi berikut:
1. Islam telah menjadikan standar mata uang berbasis pada sistem dua logam, yaitu
emas dan perak. Sejak masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik ibn Marwan, mata
uang Islam telah dicetak dan diterbitkan (tahun 77 H). Artinya, nilai nominal yang
tercantum pada mata uang benar-benar dijamin secara real dengan zat uang tersebut.
2. Islam telah mengharamkan aktifitas riba, apapun jenisnya; melaknat/mencela para
pelakunya. Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah
kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kalian orang-orang
yang beriman” QS Al Baqarah 278. Berdasarkan hal ini, transaksi riba yang tampak
dalam sistem keuangan dan perbankan konvensional (dengan adanya bunga bank),
seluruhnya diharamkan secara pasti; termasuk transaksi-transaksi derivative yang
biasa terjadi di pasar-pasar uang maupun pasar-pasar bursa. Penggelembungan harga
saham maupun uang adalah tindakan riba.
3. Transaksi spekulatif, kotor, dan menjijikkan, nyata-nyata diharamkan oleh Allah
SWT, sebagaimana firmanNya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya
minum khamr, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak
panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaithan” (QS Al maidah 90).
4. Transaksi perdagangan maupun keuangan yang mengandung dharar/bahaya
(kemadaratan), baik bagi individu maupun bagi masyarakat, harus dihentikan dan
dibuang jauh-jauh.
5. Islam melarangAl- Ghasy, yaitu transaksi yang mengandung penipuan,
pengkhianatan, rekayasa, dan manipulasi.

6
6. Islam melarang transaksi perdagangan maupun keuangan yang belum memenuhi
syarat-syarat keuangan yang belum sempurnanya kepemilikan seperti yang biasa
dilakukan dalam future trading.
7. Seluruh jenis transaksi yang dilarang oleh Allah SWT dan Rasul-Nya ini tergolong
ke dalam transaksi-transaksi non real atau dzalim yang dapat mengakibatkan
dharar/bahaya bagi masyarakat dan negara, memunculkan high cost dalam ekonomi,
serta bermuara pada bencana dan kesengasaraan pada umat manusia. Sifat-sifat
tersebut melekat dalam sistem ekonomi kapitalis dengan berbagai jenis transaksinya.
Konsekuensi bagi negara dan masyarakat yang menganut atau tunduk dan
membebek pada sistem ekonomi kapitalis yang dipaksakan oleh negara-negara Barat
adalah kehancuran ekonomi dan kesengsaraan hidup.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Ekonomi islam atau ekonomi syariah saat ini sedang ramai di perbincangkaan,
bahkan sudah banyak masyarakat menginginkan penerapannya pada perekonomian
indonesia. Penerapan ekonomi islam sendiri menurut saya merupakan perbaikan
perekonomian Indonesia, dengan segala prinsip-prinsip yang mengaturnya.
Seperti yang kita ketahui, jenis transaksi yang dilarang oleh Allah SWT dan Rasul-
Nya ini tergolong ke dalam transaksi-transaksi non real atau dzalim yang dapat
mengakibatkan dharar/bahaya bagi masyarakat dan negara, memunculkan high cost
dalam ekonomi, serta bermuara pada bencana dan kesengasaraan pada umat manusia.
Sifat-sifat tersebut melekat dalam sistem ekonomi kapitalis dengan berbagai jenis
transaksinya. Konsekuensi bagi negara dan masyarakat yang menganut atau tunduk dan
membebek pada sistem ekonomi kapitalis yang dipaksakan oleh negara-negara Barat
adalah kehancuran ekonomi dan kesengsaraan hidup. Oleh karena itu, pemerintah harus
mempertimbangkan lagi keinginan masyarakat tentang penerapan ekonomi syariah pada
perekonomian Indonesia ini.

B. Saran
1. Semoga makalah yang dibuat oleh penyusun ada manfaatnya bagi pembaca
khususnya bagi penulis.
2. Ekonomi syariah islam telah terbukti dalam membangun ekonomi nasional jadi
pemerintah harus segera mempergunakan system ekonomi islam untuk mencapai
keadilan dan kemakmuran bagi rakyat.
3. Pemerintah jangan menghilangkan system ekonomi islam pada era sekarang ini
melainkan harus terus menjaga ekonomi syariah islam.
DAFTAR PUSTAKA

https://docs.google.com/document/d/178wJ9VYDGjtP0UN7mifUZn_-crxvz-SpdbfTc-
gBV8Y/edit?hl=in

http://yoyonsasori.blogspot.com/2011/03/penerapan-ekonomi-syariah.html

http://ekonomisyariah.org/sejarah

7
http://ekonomisyariah.blog.gunadarma.ac.id/2010/10/16/prinsip-prinsip-dasar-ekonomi-
syariah-2/

http://www.anneahira.com/prinsip-ekonomi-syariah.htm

http://akuntansi.uad.ac.id/forum/index.php?topic=41.0

You might also like