You are on page 1of 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ensefalopati merupakan kondisi adanya kelainan fungsi otak menyeluruh yang dapat
akut atau kronik, progresif atau statis. Ensefalopati adalah disfungsi kortikal umum yang
memiliki karakteristik perjalanan akut hingga sub akut (jam hingga beberapa hari), secara
nyata terdapat fluktuasi dari tingkat kesadaran, atensi minimal, halusinasi dan delusi yang
sering dan perubahan tingkat aktifitas psikomotor (secara umum meningkat, akan tetapi dapat
menurun). Penggunaan istilah ensefalopati menggambarkan perubahan umum pada fungsi
otak, yang bermanifestasi pada gangguan atensi baik berupa agitasi hiperalert hingga koma
(Davis, 2013).
Penelitian epidemiologi mengenai ensefalopati secara global masih sangat terbatas.
Tingkat kejadian ensefalopati spesifik berdasarkan usia per 100.000 adalah 79,89% pada anak
usia kurang dari 1 tahun, 8,64% pada usia anak 1-2 tahun, 1,90% pada usia anak 2-5 tahun
dan 0,65 pada anak di atas usia 5 tahun. 66% dari total kasus tersebut adalah disebabkan oleh
metabolik, 32% adalah neurodegenerative dan 2% adalah kasus ensefalopati HIV (Stromme
et al., 2007).
Multifaktor penyebab terjadinya ensefalopati antara akibat kelainan fungsi hati,
gangguan fungsi ginjal, kekurangan oksigen pada otak, kekurangan zat tiamin (vitamin B1),
biasanya pada orang yang keracunan alcohol, akibat tekanan darah tinggi yang kronis serta
diakibatkan bakteri Salmonella penyebab sakit tipus (Davis, 2013). Adapun dari berbagai
macam penyebab terjadinya ensefalopati gejala serius yang mungkin terjadi antara lain letargi,
demensia, kejang, tremor, otot berkedut dan mialgia, respirasi Cheyne-Stokes (pola
pernapasan diubah terlihat dengan kerusakan otak dan koma) (Davis, 2013). Sehingga dalam
hal ini, seringkali dilakukan perawatan intensif.
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta merupakan salah satu unit pelayanan kesehatan yang
menyediakan pelayanan Intensive care unit (ICU) bagi pasien. Intensive care unit (ICU)
adalah tempat atau unit tersendiri di rumah sakit (dibawah bagian pelayanan) dengan staf
khusus dan perlengkapan khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien
serta berfungsi sebagai tempat merawat pasien dengan kondisi mengancam jiwa atau potensial
mengancam nyawa dengan prognosis yang dubia, menjalani resusitasi, perawatan dengan
pemantauan ketat, trauma atau komplikasi-komplikasi. Seiring denga hal tersebut, terdapat
beberapa keadaan dapat menyebabkan infeksi pada pasien sepsis yang dirawat di ICU yaitu
pneumonia, endokarditis, penggunaan kateter, penggunaan ventilator mekanik6.
Malnutrisi menjadi masalah umum selama perawatan di rumah sakit
yang memiliki dampak negatif terhadap peningkatan biaya perawatan yang dapat
merugikan pasien. Sebuah studi di Indonesia melaporkan malnutrisi mendorong peningkatan
Length of Stay (LOS) 4-7 hari dengan status malnutrisi 31,8%, LOS 8-14 hari dengan
status malnutrisi 33,7% dan LOS≥ 14 hari dengan status malnutrisi61,1%. Malnutrisi
berdampak terhadap emosional dan fisik pasien, dampak fisik diantaranya kegagalan imun,
penyembuhan luka yang lama sedangkandampak emosional yaitu perawatan yanglama
dapat meningkatnya biaya perawatandan menjadi beban bagi pasien(Wright-Myrie
Donnete, 2013). Pasien kritis biasanya akan diberikan makanan dalam bentuk
cair melalui NGT. Penentuan jenis dan volume diet cair juga disesuaikan dengan kondisi
pasien.
Berdasarkan beberapa literasi yang telah diperoleh, perawatan dirumah sakitrentan
terhadap kejadian malnutrisi termasuk kondisi ensefalopati dengan perawatan Intensive Care
Unit (ICU) yang membutuhkan manajemen diet untuk menunjang penyembuhan dalam
perawatan yang dilakukan. Oleh karena itu, asuhan gizi dilakukan pada pasien dengan
diagnosis medis ensefalopati, hipertensi dan pneumonia dengan riwayat hipertensi dan
diabetes mellitus di Medical Intensive Care Unit (MICU) di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu melaksanakan asuhan dan penatalaksanaan gizi pada pasien ensefalopati,
hipertensi dan pneumonia dengan riwayat hipertensi dan diabetes mellitus di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menginterpreasikan data subjektif dan objektif pada pasien
ensefalopati, hipertensi dan pneumonia.
b. Mahasiswa mampu mengidentifikasi masalah gizi dan menganalisis tingkat resiko
gizi pada pasien ensefalopati, hipertensi dan pneumonia
c. Mahasiswa mampu menentukan diagnosis gizi pada pasien ensefalopati, hipertensi
dan pneumonia
d. Mahasiswa mampu melakukan intervensi gizi (rencana dan implementasi asuhan
gizi) pada pasien ensefalopati, hipertensi dan pneumonia
e. Mahasiswa mampu memonitoring dan mengevaluasi diet yang telah diberikan serta
evaluasi pemeriksaan antropometri, fisik, klinis dan laboratorium.
f. Mahasiswa mampu melakukan edukasi diet pada keluarga pasien terkait dengan diet
yang diberikan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Ensefalopati
1. Definisi
Ensefalopati kondisi yang berkaitan dengan adanya kelainan fungsi otak menyeluruh
yang dapat akut atau kronik, progresif atau statis. Ensefalopati adalah disfungsi kortikal
umum yang memiliki karakteristik perjalanan akut hingga sub akut (jam hingga beberapa
hari), secara nyata terdapat fluktuasi dari tingkat kesadaran, atensi minimal, halusinasi dan
delusi yang sering dan perubahan tingkat aktifitas psikomotor (secara umum meingkat,
akan tetapi dapat menurun). Penggunaan istilah ensefalopati menggambarkan perubahan
umum pada fungsi otak, yang bermanifestasi pada gangguan atensi baik berupa agitasi
hiperalert hingga koma (Davis, 2013).
2. Etiologi
Istilah ensefalopati biasanya diikuti oleh kata lain yang menunjukkan penyebab dari
kelainan otak tersebut. Beberapa jenis ensefalopati berdasarkan penyebabnya:
a. Ensefalopati hepatik, yaitu ensefalopati akibat kelainan fungsi hati.
b. Ensefalopati uremik, yaitu ensefalopati akibat gangguan fungsi ginjal.
c. Ensefalopati hipoksia, yaitu ensefalopati akibat kekurangan oksigen pada otak.
d. Ensefalopati wernicke, yaitu ensefalopati akibat kekurangan zat tiamin (vitamin B1),
biasanya pada orang yang keracunan alkohol.
e. Ensefalopati hipertensi, yaitu ensefalopati akibat penyakit tekanan darah tinggi yang
kronis.
f. Ensefalopati salmonela, yaitu ensefalopati yang diakibatkan bakteri Salmonella
penyebab sakit tipus (Davis, 2013)
Selain itu, beberapa contoh penyebab ensefalopati meliputi :
a. Menular (bakteri, virus, parasit, atau prion).
b. Anoxic (kekurangan oksigen ke otak, termasuk penyebab traumatis)
c. Beralkohol (toksisitas alkohol).
d. Hepatik (misalnya, gagal hati atau kanker hati).
e. Uremik (ginjal atau gagal ginjal).
f. Penyakit metabolik (hiper atau hipokalsemia, hipo- atau hipernatremia, atau hipo- atau
hiperglikemia).
g. Tumor otak.
h. Banyak jenis bahan kimia beracun (merkuri, timbal, atau amonia).
i. Perubahan tekanan dalam otak (sering dari perdarahan, tumor, atau abses).
j. gizi buruk (vitamin yang tidak memadai asupan B1 atau penarikan alkohol) (Davis,
2013).
3. Gejala
Beberapa banyak penyebab ensefalopati terdapat satu gejala yang timbul yaitu kondisi
mental yang berubah. Kondisi mental berubah mungkin kecil dan berkembang secara
perlahan selama bertahun-tahun (misalnya, pada hepatitis mengalami penurunan
kemampuan menggambar desain sederhana, disebut apraxia) atau mendalam dan
berkembang pesat (misalnya, anoksia otak menyebabkan koma atau kematian dalam
beberapa menit). Seringkali, gejala perubahan status mental dapat hadir seperti tidak dapat
memberikan perhatian, penilaian buruk atau buruknya koordinasi gerakan. Gejala serius
lainnya yang mungkin terjadi antara lain letargi, demensia, kejang, tremor, otot berkedut
dan mialgia, respirasi Cheyne-Stokes (pola pernapasan diubah terlihat dengan kerusakan
otak dan koma) (Davis, 2013).

B. Hipertensi
1. Definisi
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan
darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka kesakitan (morbiditas) dan
angka kematian / mortalitas menurut (Triyanto,2014). Hipertensi dapat mempengaruhi
hampir seluruh organ tubuh, terutama otak, jantung, ginjal, mata, dan pembuluh darah
perifer. Kemungkinan terjadinya komplikasi tergantung pada seberapa besar tekanan darah
itu, seberapa lama dibiarkan, seberapa besar kenaikan dari kondisi sebelumnya, dan
kehadiran faktor risiko lain (Junaidi, 2011). Adapun rentang nilai tekanan darah sebagai
berikut:

Tabel 1. Rentang Nilai Tekanan Darah


Tekanan Darah Nilai Rujukan (mmHg)
Sistol Diastole
Hipotensi ≤90 ≤60
Optimal <120 <80
Normal <130 <85
Pre Hipertensi 120-139 80-89
(Normal Cenderung
Tinggi)
Hipertensi Grade 1 140-159 90-99
Hipertensi Grade 2 160-179 100-109
Hipertensi Grade 3 ≥180 ≥110
hipertensi Sistolik b 140-149 <90
Sumber: (WHO-ISH, Infodatin Kemenkes & JNC VII, 2003)
2. Etiologi
Penyebab hipertensi dapat dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu hipertensi
primer (essensial) dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer merupakan hipertensi yang
belum diketahui penyebabnya dialami pada 90% penderita hipertensi sedangkan 10%
sisanya disebabkan karena hipertensi sekunder dimana hipertensi sekunder merupakan
hipertensi yang terjadi akibat penyebab yang jelas (Udjanti, 2010). Meskipun hipertensi
primer penyebabnya belum diketahui namun diperkirakan hipertensi primer disebabkan
karena faktor keturunan, ciri perseorangan, dan kebiasaan hidup. Hipertensi sekunder
disebabkan karena penyakit ginjal seperti stenosis arteri renalis, gangguan hormonal seperti
feokromositoma, obat-obatan seperti kontrasepsi oral, dan penyebab lain seperti
kehamilan, luka bakar, tumor otak dan lainnya (Aspiani, 2015).
3. Faktor Risiko
Faktor risiko hipertensi dbagi menjadi 2 kelompok yaitu faktor yang tidak dapat
diubah dan faktor yang dapat diubah. Faktor risiko yang tidak dapat diubah antara lain
umur, jenis kelamin, dan genetik. Faktor risiko yang dapat diubah antara lain kebiasaan
merokok, konsumsi serat, stres, aktivitas fisik, konsumsi garam, 11 kegemukan, kebiasaan
konsumsi alkohol dan dislipidemia (Kementerian Kesehatan RI, 2013).

4. Penatalaksanaan Diet
Diet DASH (Dietary Approaches To Stop Hypertension) merupakan pola diet yang
menekankan pada konsumsi bahan makanan rendah natrium (420 mg/hari), kalsium(>1000
mg/hari), dan serat (25 – 30 g/hari) serta rendah asam lemak jenuh dan kolesterol (<200
mg/hari) yang banyak terdapat pada buah-buahan, kacang-kacangan, sayuran, ikan, daging
tanpa lemak, susu rendah lemak, bahan makanan dengan total lemak jenuh yang rendah.
Bahan makanan yang terdapat dalam pola diet DASH merupakan bahan makanan segar
dan alami tanpa melalui proses pengolahan industri terlebih dahulu sehingga memilki
kadar natrium yang relatif rendah (Padma, 2014).
JNC (Joint National Committee on Prevention,Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure) VII tahun 2003 telah mengesahkan pola diet DASH
sebagai salah satu upaya dalam mencegah peningkatan tekanan darah pada subjek
hipertensi. Pola diet DASH yang terdiri dari konsumsi bahan makanan diatas terbukti
secara klinis menurunkan tekanan darah secara signifikan dengan atau tanpa pengurangan
asupan natrium. Bahan makanan yang terdapat dalam pola diet DASH adalah produk
serealia dan biji-bijian sebanyak 7-8 penukar per hari, sayuran sebanyak 4-5 penukar per
hari, buah-buahan 4-5 penukar per hari, produk susu rendah atau tanpa lemak 2-3 penukar
per hari, ikan, daging dan unggas tidak lebih dari 2 penukar per hari, kacang-kacangan 4-5
penukar per minggu, minyak 2-3 penukar dalam sehari dan pemanis 5 penukar per minggu
(Vollmer et al., 2001).

C. Pneumonia
1. Definisi
Pneumonia adalah peradangan akut pada parenkim paru, bronkiolus respiratorius dan
alveoli, menimbulkan konsolidasi jaringan paru sehingga dapat mengganggu pertukaran
oksigen dan karbon dioksida di paru-paru (Ilmu Penyakit Dalam. Edisi II, 2000). Pada
perkembangannya , berdasarkan tempat terjadinya infeksi, dikenal dua bentuk pneumonia,
yaitu pneumonia-masyarakat (community-acquired pneumonia/CAP), apabila infeksinya
terjadi di masyarakat; dan pneumonia-RS atau pneumonia nosokomial (hospital-acquired
pneumonia/HAP), bila infeksinya didapat di rumah sakit (Mardjanis, 2008).
2. Etiologi
Menurut Gamache (2013) Pneumonia bakterial dibagi menjadi dua bakteri penyebabnya
yaitu :
a. Typical organisme
Penyebab pneumonia berasal dari gram positif berupa :Streptococcus pneumonia :
merupakan bakteri anaerob facultatif. Bakteri patogen ini di temukan pneumonia
komunitas rawat inap di luar ICU sebanyak 20-60%, sedangkan pada pneumonia
komunitas rawat inap di ICU sebanyak 33%. 3 - Staphylococcus aureus : bakteri
anaerob fakultatif. Pada pasien yang diberikan obat secara intravena (intravena drug
abusers) memungkan infeksi kuman ini menyebar secara hematogen dari kontaminasi
injeksi awal menuju ke paru-paru. Kuman ini memiliki daya taman paling kuat, apabila
suatu organ telah terinfeksi kuman ini akan timbul tanda khas, yaitu peradangan,
nekrosis dan pembentukan abses.8 Methicillin-resistant S. Aureus (MRSA) memiliki
dampak yang besar dalam pemilihan antibiotik dimana kuman ini resisten terhadap
beberapa antibiotik.
b. Atipikal organisme
Bakteri yang termasuk atipikal ada alah Mycoplasma sp. , chlamedia sp. ,
Legionella sp. Selain itu juga virus yang disebabkan oleh virus influenza yang
menyebar melalui droplet, biasanya menyerang pada pasien dengan imunodefisiensi
dengan jenis cytomegalivirus, herpes simplex virus, varicella zooster virus.
3. Patofisiologi
Patogen yang sampai ke trakea berasal dari aspirasi bahan yang ada di orofaring,
kebocoran melalui mulut saluran endotrakeal, inhalasi dan sumber patogen yang
mengalami kolonisasi di pipa endotrakeal. Faktor risiko pada inang dan terapi yaitu
pemberian antibiotik, penyakit penyerta yang berat, dan tindakan invansif pada saluran
nafas.3 Faktor resiko kritis adalah ventilasi mekanik >48jam, lama perawatan di ICU.

D. Perawatan ICU
Intensive care unit (ICU) adalah tempat atau unit tersendiri di rumah sakit (dibawah
bagian pelayanan) dengan staf khusus dan perlengkapan khusus yang ditujukan untuk
observasi,perawatan dan terapi pasien dan berfungsi sebagai tempat merawat pasien dengan
kondisi mengancam jiwa atau potensial mengancam nyawa dengan prognosis yang dubia,
menjalani resusitasi, perawatan dengan pemantauan ketat, trauma atau komplikasi-
komplikasi.
ICU mampu menggabungkan teknologi tinggi dan keahlian khusus dalam bidang
kedokteran dan keperawatan gawat darurat. Pelayanan ICU diperuntukkan dan ditentukan
oleh kebutuhan pasien dengan sakit kritis. Tujuan dari pelayanan ICU adalah memberikan
pelayanan medik teritrasi dan berkelanjutan serta mencegah fragmentasi pengelolaan pasien-
pasien kritis meliputi :
1. Pasien yang secara fisiologis tidak stabil memerlukan dokter, perawat, professional lain
yang terkait secara koordinasi dan berkelanjutan. Serta memelukan perhatian yang teliti
agar dapat dilakukan pengawasan ketat dan terus menerus serta terapi titrasi
2. Pasien-pasien dalam bahaya mengalami dekompensasi fisiologis sehingga memerlukan
pemantauan ketat dan terus menerus serta dilakukan intervensi segera untuk mencegah
timbulnya penyulit yang merugikan Sebelum pasien dimasukan ke ICU, pasien dan/atau
keluarga harus mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai dasra pertimbangan
mengapa pasien harus mendapatkan perawatan di ICU, serta tindakan kedokteran yang
akan mungkin dilakukan selama pasien dirawat di ICU. Penjelasan tersebut diberikan
oleh Kepala ICU atau dokter yang bertugas. Atas penjelasan tersebut pasien dan/atau
keluarga dapat menerima / menyatakan persetujuan untuk dirawat di ICU dengan
menandatangani formulir informed consent.
Infeksi akibat perawatan di rumah sakit khususnya di ICU akan mempengaruhi
sosial,ekonomi dan biaya individu pasien. Beberapa faktor resiko yang muncul seperti
rendahnya nutrisi dan hiperglikemi yang secara langsung mempengaruhi kondisi pasien.
Keadaan lain yang akan mempengaruhi infeksi seperti menjaga kebersihan tangan,
kebersihan ruang ICU dan jumlah staff rumah sakit yang mencukupi. Oleh karena itu
staff rumah sakit perlu untuk diberikan edukasi untuk meminimalkan faktor resiko dan
mematuhi acuan atau guidelines yang sesuai standart agar infeksi akibat pemasangan
kateter, infeksi traktus urinarius, dan pneumonia akibat pemasangan ventilator dapat
berkurang (Barsanti, 2009). Beberapa keadaan dapat menyebabkan infeksi pada pasien
sepsis yang dirawat di ICU yaitu pneumonia, endokarditis, penggunaan kateter,
penggunaan ventilator mekanik. ICU merupakan tempat terapi antibiotik dengan
spektrum luas sehingga meningkatkan resistensi bakteri terhadap bakteri (Mongardon, N.,
2012)

E. Penatalaksanaan Diet Pasien Kritis


Kondisi kritis sering dikaitkan dengan stress katabolik dan adanya respon
inflamasi sistemik. Selain itu, sering terjadi komplikasi seperti peningkatan morbiditas
infeksi, kegagalan multi-organ dan lama waktu rawat inap. Intervensi pemberian zat gizi
telah terbukti menurunkan respons metabolik terhadap stres dan mampu meningkatkan
respons imun tubuh. Selain itu jugam dukungan zat gizi pada pasien kritis mencegah
kerusakan metabolisme lebih lanjut dan hilangnya massa lemak tubuh. Dukungan zat gizi
pada pasien kritis penting untuk memenuhi kebutuhan makro maupun mikro. Rute
pemberian (enteral atau parenteral) diinstruksikan berdasarkan status hemodinamik dan
fungsi gastrointestinal guna mencegah risiko pemberian makan dengan teknik yang salah
(Dumlu et al., 2014).
Nutrisi enteral dini (EEN) pada pasien sakit kritis dikaitkan dengan pengurangan
risiko komplikasi dimuali dengan pemberian dalam waktu 24-48 jam pertama. Kurang
makan dan intoleransi sering dilaporkan pada pasien sakit kritis di EN, sedangkan
komplikasi infeksi dan makan berlebihan dilaporkan dengan PN. Pemberian makan lebih
dari kebutuhan dan agresif selama berhari-hari awal perawatan awal di ICU dapat
merugikan dan menyebabkan sindrom refeeding. Dukungan nutrisi agresif memberi
sinyal pada tubuh untuk menghentikan mekanisme kompensasinya dan tubuh berubah
dari keadaan katabolik menjadi anabolik selain itu berdampak pada kondisi hiperkapnia
(Mehta et al., 2018).

You might also like