Professional Documents
Culture Documents
Laporan Akhir PHHK Atika Mawaddah C1L020019
Laporan Akhir PHHK Atika Mawaddah C1L020019
Oleh
Atika Mawaddah
C1L020019
Kelompok 7
JURUSAN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MATARAM
2021
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan akhir praktikum mata kuliah Pengolahan Hasil Hutan Kayu ini telah selesai
disusun oleh :
Menyetujui, Mengetahui,
Asisten Praktikum Koordinator Praktikum
KATA PENGANTAR
Penulis
Atika Mawaddah
C1L020019
DAFTAR ISI
iv
Halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................vii
DAFTAR TABEL................................................................................................viii
ACARA I POLA PEMBELAHAN
I. PENDAHULUAN................................................................................................2
1.1 Latar Belakang...........................................................................................2
1.2 Tujuan Praktikum.......................................................................................2
II. TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................3
III. METODOLOGI PRAKTIKUM........................................................................4
3.1 Waktu dan Tempat.....................................................................................4
3.2 Alat dan Bahan...........................................................................................4
3.3 Prosedur Kerja............................................................................................4
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.........................................................................5
4.1 Hasil Praktikum..............................................................................................5
4.2 Analisis Data...................................................................................................5
4.3 Pembahasan....................................................................................................8
V. PENUTUP...........................................................................................................9
5.1 Kesimpulan......................................................................................................9
5.2 Saran................................................................................................................9
ACARA II PENGERINGAN KAYU SECARA ALAMI
I. PENDAHULUAN..............................................................................................11
1.1 Latar Belakang.........................................................................................11
1.2 Tujuan Praktikum.....................................................................................11
II. TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................12
III. METODOLOGI PRAKTIKUM......................................................................13
3.1 Waktu dan Tempat...................................................................................13
3.2 Alat dan Bahan.........................................................................................13
3.3 Prosedur Kerja..........................................................................................13
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................................14
4.1 Hasil Praktikum............................................................................................14
v
5.2 Saran..............................................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................40
LAMPIRAN...........................................................................................................41
vii
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
ACARA I
POLA PEMBELAHAN
2
I. PENDAHULUAN
Pengergajian adalah suatu unit pengolahan kayu yang menggunakan bahan baku
dolok, alat utama bilah gergaji, mesin sebagai tenaga penggerak, serta dilengkapi dengan
berbagai alat dan mesin pembantu. Penggergajian disebut juga sebagai proses pengolahan
kayu primer karena yang pertama dilakukan adalah mengolah dolok menjadi kayu
persegian yang bersifat setengah jadi dan selanjutnya diolah oleh pengolahan kayu
sekunder dan tersier untuk barang jadi. Penggergajian kayu bertujuan memperoleh kayu
dengan kualitas dan nilai yang lebih tinggi, memperoleh produksi dan rendemen yang
maksimum, meminimalkan biaya, dan menambah produktivitas hutan ( Dephutbun RI.
1998 ). Penggergajian dicirikan oleh sumber kayu yang dipotong, ukuran operasional,
jenis mesin yang digunakan untuk memecahkan log, dan tingkat otomatisasi. Setiap
penggergajian itu unik. Tidak ada desain standar untuk industri penggergajian kayu.
Sebuah pabrik harus dinilai berdasarkan efisiensi operasional dan profitabilitasnya, yang
keduanya merupakan hasil dari manajemen yang baik sebagai desain pabrik yang baik.
Desain yang baik terlihat dalam kelancaran aliran kayu melalui penggilingan tanpa
hambatan dan tanpa mesin yang menunggu material untuk dipotong. Desain pabrik
melibatkan simulasi berulang berbagai pilihan desain, memvariasikan karakteristik
sumber daya, gergaji dan milllayout, dan permintaan pasar untuk produk gergajian yang
berbeda ( Hall FD. 1983 ).
2.1 Pola Pembelahan
Proses baku dalam penggergajian kayu adalah urutan proses secara umum dimana
kayu bulat dikonversi menjadi kayu gergajian. Dalam penggergajian terdapat dua proses
yaitu memotong dan membelah. Khusus untuk membelah dapat dibedakan menjadi
membelah utama (breakdown) dan membelah ulang (resaw). Dalam pembelahan juga
terdapat pola–pola pembelahan yang harus diketahui dalam industri penggergajian
(Pono, 2013). Kegiatan mengkonversi kayu menjadi ukuran sortimen-sortimen kayu
tertentu dengan cara menggergaji log searah panjang pohon merupakan aktivitas utama
dalam penggergajian. Sortimen–sortimen kayu tersebut dalam bahasa inggris disebut
sebagai lumber, dimana produk turunannya kita kenal sebagai kaso (joist), papan (plank),
balok (beam), gelegar (stringer),tiang (post & timber), dan lain–lain (Nurwayan,2008).
Teknologi penggergajian yang banyak diterapkan dan dipakai oleh masyarakat untuk
mendapatkan ukuran sortimen biasanya menggunakan dua macam pola pertama
pembelahan satu sisi (live sawing), yaitu pola dengan irisan gergaji pada permukaan
4
lebar kayu menyinggung lingkaran tahun. Pola ini menghasilkan papan tangensial yang
tidak sebanding pada arah radial dan tangensialnya. Pola penggergajian kedua ialah
sistem perempatan (quarter sawing), yaitu pola dengan irisan gergaji membentuk sudut
tegak lurus atau hampir lurus dengan lingkaran tahun, yang menghasilkan papan radial
yang lebih stabil dimensinya (Wijaya dan Setiyono, 2015).
2.2 Rendemen
Rendemen adalah perbandingan antara output dan input yang dinyatakan dalam
persen. Dalam hal kayu penggergajian, rendemen adalah perbandingan antara volume
kayu gergajian yang diperoleh dengan volume kayu bulat yang digergaji, dinyatakan
dalam persen. Volume kayu bulat merupakan penetapan isi (volume) kayu bulat dengan
penetapan isi kayu bulat dilakukan berdasarkan panjang dan diameter yang diperoleh
dari hasil pengukuran (Sopianoor et al., 2016).
5
1. Alat tulis
2. Buku
3. Penggaris
4. Pensil
5. Penghapus
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah :
1. Kertas kalkir
2. Penampang log kayu mahoni (Swietenia mahagoni)
Analisis Data:
Rendaman 1 = S X S X S Rendaman 2 = P X L X T
Rendaman 3 = P X L X T Rendaman 3 = P X L X T
Vrendeman1
Presentase Rendaman 1 = x 100%
Vlog Kayu
33,75
= x 100%
9974,8
= 0, 003 %
7
Vrendeman2
Presentase Rendaman 2 = x 100%
Vlog Kayu
137,66
= x 100%
9974,8
= 0, 014 %
Vrendeman3
Presentase Rendaman 3 = x 100%
Vlog Kayu
85,503
= x 100%
9974,8
= 0, 008 %
Vrendeman3
Presentase Rendaman 4 = x 100%
Vlog Kayu
239,26
= x 100%
9974,8
= 0, 024 %
Vsi sa
Presentase Kayu Sisa = x 100%
Vlog Kayu
9478,55
= x 100%
9974,8
= 0, 95 %
= 95
4.3 Pembahasan
Pada sebuah log kayu untuk mendapatkan produk yang bagus dan harga jual yang
tumggi maka diusahakan pola-pola pembelahan harus di maksimalkan dengan membuat
beberapa balok dan papan, sedangkan untuk lis/ jalusi dan bingkai reng/kaso bisa di buat
belakangan dan disesuiakan dengan sisa dari pembuatan papan dari bagian log yang masih di
mamfaatkan tapi di inggat pola-pola pembelahan diusahakan pola yang akan dibuat jauh dari
empelur karena bagian empelur yang sifatnya sanggat rapuh dan menurunkan nilai harga kayu
Berdasarkan hasil pratikum pada saat melakukan pratikum mengenai pola pembelahan
ini log kayu yang digunakan adalah log kayu dari pohon swiethenia mahagoni atau yang
8
dikenal dengan pohon mahoni pada saat pratikum ini sebelumnya melakukan pengambaran
pada log mahoni pada kertas kalkir terlebih dahulu di ukur panjang log ,diameter pangkal log,
dan diameter ujung log , dari pengkutran tersebut di peroleh 27,87 diameter panjang 28,5 m
serta lebarnya 25,5 dan tinggi 4,9 m, selanjutnya di gambarkan log kayu pada muka kayu
pada kertas kalkir bserta catat dan semua yang tampak pada log kayu , pada log kayu mahoni
ini terlihat dengan jelas adanya lingkarang tahun.
Pada log kayu mahoni ini menggunakan pola pembelahan blambangan untuk
menhasilkan beberapa jenis ukuran pengunaan kayu , pola pembelahan blambangan ini adalah
pola akan diproleh kayu gerjajian dengan lebar yang seragam tanpa pelurus pimggir.
9
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Pola pembelahan pada kayu terdiri dari pola pembelahan searah, blambangan,
kombinasi, radial, dan tangensial.
2. Pada saat selesai dibentuk pola blambangan diperoleh sebanyak 1 balok, 1 lis,
1 kaso, dan 1 jalusi. Dengan panjang, lebar dan tinggi yang sama pada balok.
Untuk volume randemen total yaitu 496,25 m3. Presentasi volume total log
kayu sebesar 49, sedangkan untuk Presentase Kayu Sisa diperoleh sebesar 95.
5.2 Saran
ACARA II
I. PENDAHULUAN
1. Untuk mengetahui nilai penyusutan pada kayu dari kondisi segar ke kering udara.
2. Untuk mengetahui jenis dan jumlah cacat pada kayu selama proses pengeringan
dengan metode pengeringan secara alami.
12
Cara pengeringan alami memperhatikan faktor suhu, kelembaban udara dan sirkulasi
udara tidak dapat dikendalikan dan tergantung apa adanya (lingkungan dimana kayu
tersebut dikeringkan). Selain itu pengeringan alami memakan waktu lama walaupun
biayanya murah dan mudah dilakukan semua orang. Sortimen kayu yang dikeringkan
masih mudah diserang jamur dan lain-lain organism perusak kayu bahkan mengalami
retak dan pecah-pecah. Menurut Martawijaya 1996, pengeringan alami dilakukan
ditempat terbuka dan dibawah atap sehingga terlindung dari sinar matahari secara
langsung, ditempat terbuka waktu yang diperlukan untuk mencapai kondisi kering
kurang lebih 25-50% dari tempat terlindung. Sirkulasi udara disekitarnya yang akan
membawa keluar kelembaban dapat melalui tumpukan tersebut (Reitz dan page,1971).
Karena faktor alam yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pengeringan, maka
faktor iklim, cuaca, tata letak halaman pengering dan cara penumpukan akan sangat
berpengaruh terhadap kecepatan pengeringan secara alami (Kollman,1968).
Pengeringan alami mempunyai beberapa keuntungan dan kerugian . Keuntungan
pengeringan alami ini antara lain volume pengeringan dapat tiga kali lebih besar
dibandingkan dengan tanur pengering, biaya awal yang cukup murah (Rietz dan page,
1971).
Hal-hal yang perlu diperhatikan di dalam menyiapkan dan melaksanakan pengeringan
alami adalah sebagai berikut (Kasmudjo, 2010):
a. Lokasi/tempat merupakan hal yang perlu diperhatikan melalui luasnya harus
memadai, tanahnya padat kering dan datar serta terbuka, kapasitas optimal.
b. Pondasi tempat pengeringan harus dipersiapka dengan baik, kalau tidak kering
harus dikeringkan atau diperkeras dan kalau belum rata harus diratakan.
c. Cara penumpukan kayu sesuai dengan masing-masing cara penumpukan sortimen.
2. Cara Pengeringan Buatan
Cara pengeringan ini dilakukan pada ruang khusus atau tertutp sehingga faktor
sirkulasi udara, suhu dan kelembaban udara dapat dikendalikan. Tiga faktor dalam
ruang pengeringan ni ada yang tidak dikendalikan semuanya karena beberpa
pertimbangan ekonomi dan tujuan yang ingin dicapai.
Ada beberapa cara pengeringan buatan (Kasmudjo, 2010) adalah sebagai beriku:
a. Pengeringan dengan kipas (fan) adalah tipe yang paling sederhana karena dalam
ruang pengering hanya dilengkapi dengan kipas untuk mengatur sirkulasi udara.
b. Pengeringan dengan suhu rendah adalah tipe pengeringan buatan ini hanya
mengendalikan sebagian faktor luar di dalam ruang pengeringannya, misalnya
14
Papan 1
Papan 2
Gerafi k Berat
Kayu 1 Kayu 2
2500
2000 1953
1870
1753 1782
1675 1606 1678
1500 1539
1434
1402 1394
1379 1355
1353 1336
1320 1316
1284 1268 1252 1239 1223 1223
1208 1183 1163 1141 1141 1196
1102
1000
500
0
h ar i h ar i h ar i h ar i h ar i h ar i h ar i h ar i h ar i h ar i h ar i h ar i h ar i h ar i h ar i
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Penyusustan Kayu
Panjang
18
a. P1 P P . awal−P . akhir
¿= x
P . awal
100%
0,396−0,396
x= 100%
0,396
= 0,= 0 %
b. P2 P . P. awal−P . akhir
¿= x
P .awal
100%
0,396−0,396
¿ 100%
0,396
= 0,= 0%
0+0
= 00%
2
=0=0%
Lebar K1 dan K2
a. L1 L . awal−L. akhir
¿= x 100%
L . awal
0,216−0,216
¿ 100%
0,216
= 0,= 0 %
b. L2 L . awal−L . akhir
¿ x 100%
L . awal
0,197−0,197
x¿ 100%
0,197
= 0,= 0 %
0+0
1¿ 00%
2
=0=0%
19
Tebal K1
Rata-Rata Tebal P
T 1+T 2+T 3+T 4 +T 5+T 6+T 7+T 8+T 9+ T 10+T 11+T 12
12
20
5
12
= 5, %
Tebal K2
Rata-Rata Tebal P
T 1+T 2+T 3+T 4 +T 5+T 6+T 7+T 8+T 9+ T 10+T 11+T 12
12
5
12
= 5, %
4.2 Pembahasan
Kayu merupakan salah satu bahan alam yang memiliki peran penting bagi kehidupan
manusia.Kayu banyak digunakan sebagai bahan utama baik untuk pembuatan furniture
maupun konstruksi bangunan. Kebutuhan yang sangat tinggi akan kayu merupakan salah satu
bukti bahwa bahan ini masih digemari oleh sebagian besar masyarakat. Permasalahannya
adalah kayu tidak lepas dari faktor kerusakan, baik itu akibat organisme perusak maupun
kesalahan proses pengolahan. Oleh karena itu, diperlukan suatu proses yang dapat
mengurangi potensi kerusakan kayu. Salah satu hal yang dapat mengurangi kemungkinan
tersebut adalah dengan melakukan pengeringan kayu. Proses pengeringan sangat berpengaruh
terhadap peggunaan kayu. Pengeringan kayu adalah suatu proses menurunkan kadar air kayu
hingga kadar air pemakaian melalui teknik penumpukan yang benar, dengan atau tanpa
pengaturan faktor-faktor pengeringan untuk meningkatkan kestabilan dimensi kayu.
Pengeringan kayu adalah proses penurunan kadar air kayu sampai mencapai kadar air
lingkungan tertentu atau kadar air yang sesuai dengan kondisi udara di mana kayu tersebut
ditempatkan. Beberapa manfaat dari pengeringan kayu yaitu, penyusutan berkurang, kayu
terlindung dari serangan jamur pembusuk dan pewarna, kekuatan kayu meningkat, kualitas
hasil pengecatan meningkat, serta berat kayu berkurang sehingga biaya transportasi bisa lebih
rendah. Motode pengeringan kayu pada praktikum kali ini menggunakan metode pengeringan
secara alami dimana kayu didiamkan dalam ruangan selama 2 minggu dan tetap dilakukan
perhitungan berat kayu. Bedasarkan analisis data yang didapatkan, pengeringan dikatakan
berhasil karena berat kayu pada saat pertama kali ditimbang mengalami perubahan meskipun
panjang dan lebarnya tidak mengalami perubahan. Dari perhitungan yang dilakukan maka
diperoleh perubahan misalnya pada Tebal kayu 1 yang awalnya 2,23 menjadi 2,18 begitu
juga pada tebal kayu dua yang awalnya 2,18 menjadi 2,09. Rata rata tebal pada kayu pertama
adalah 2,891% dan rata-rata tebal kayu dua adalah 3,305%. Grafik juga menunjukan
penurunan berat yang signifikan pada setiap harinya dan yang paling kuat turunnya pada hari
ke empat dan hari kelima. Kendala yang dialami pada pengeringa ini adalah rungan tempat
pengering dilengkapi dengan AC dan itu mempengaruhi laju dari pada penyusutan kayu dan
hasilnya kayu tidak menyusut akan tetapi beratnya turun.
22
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Saran yang ingin disampaikan untuk praktikum selanjutnya saat proses praktikum sedang
menjelaskan praktikkan bisa lebih kondusif atau tidak ribut agar praktikum dapat berjalan
lancar.
24
ACARA III
I. PENDAHULUAN
terhadap faktor perusak tadi, sehingga dengan sendirinya keawetan alami ini akan
bervariasi sesuai dengan variasi jumlah serta jenis zat ekstraktifnya. Kayu gubal memiliki
keawetan yang lebih rendah dibandingkan dengan kayu teras, karena kayu gubal tidak
mengandung zat ekstraktif yang bersifat pestisida.oleh karena itu penggolongan keawetan
kayu didasarkan pada keawetan kayu terasnya.tingkat keawetan ini bukan merupakan
suatu nilai yang pasti yang berlaku untuk sembarang kayu dari jenis tersebut.
2.3 Metode Pengawetan Kayu
Untuk pengawetan yang baik perlu diperhatikan prinsip-prinsip di bawah ini:
1. Pengawetan kayu harus merata pada seluruh bidang kayu
2. Penetrasi dan retensi bahan pengawet diusahakan masuk sedalam dan sebanyak
mungkin didalam kayu.
3. Dalam pengawetan kayu bahan pengawet harus tahan terhadap pelunturan
(faktor bahan pengawetnya).
4. Faktor waktu yang digunakan.
5. Metode pengawetan yang digunakan.
6. Faktor kayu sebelum diawetkan, meliputi jenis kayu, kadar air kayu, zat ekstraktif
yang dikandung oleh kayu serta sifat-sifat lainnya.
7. Faktor perlatan yang dipakai serta manusia yang melaksanakannya (Hadikusumo,
2004).
Sedangkan menurut (Hadikusumo, 2004), ada 3 macam metode pengawetan kayu adalah
sebagai berikut :
1. Metode Perendaman
Kayu direndam di dalam bak larutan bahan pengawet yang telah ditentukan
konsentrasi (kepekatan) bahan pengawet dan larutannya, selama beberapa jam atau
beberapa hari. Waktu pengawetan (rendaman) kayu harus seluruhnya terendam,
jangan sampai adayang terapung. Karena itu diberi beban pemberat dan sticker.
Ada beberapa macam pelaksanaan rendaman, antara lain rendaman dingin,
rendaman panas, dan rendaman panas dan rendaman dingin. Cara rendaman dingin
dapat dilakukan dengan bak dari beton, kayu atau logam anti karat. Sedangkan cara
rendaman panas atau rendamanpanas dan dingin lazim dilakukan dalam bak dari
logam. Bila jumlah kayu yang akan diawetkan cukup banyak, perlu disediakan
dua bakrendaman (satu bak untuk merendam dan bak kedua untuk membuat larutan
bahanpengawet, kemudian diberi saluran penghubung). Setelah kayu siap dengan
beban pemberat dan lain-lain, maka bahan pengawet dialirkan ke bak berisi kayu
tersebut (Duljapar, 2004).
2. Metode Pencelupan
27
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Selasa, 23 November 2021 pukul 16.00
WITA di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Program Studi Kehutanan, Fakultas
Pertanian, Universitas Mataram.
3.2.1 Alat
1. 2 sortimen balok kayu berukuran (5,5 × 3,5 × 19,9) cm dan (5,5 × 3,5 × 19,8) cm
2. Bahan pengawet fungiside 140 ml
3. Bahan pengawet insectiside 140 ml
4. Air 13.720 ml
Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Mengukur panjang, lebar dan tinggi masing-masing balok.
2. Menimbang berat balok
3. Memberi kode atau tanda pada kedua balok.
4. Mencampur bahan pengawet fungiside, bahan pengawet insecticide, dan air
dengan perbandingan larutan 10 : 10 : 1000 ml
5. Merendam kedua balok tersebut dengan lama perendaman yang berbeda, yaitu
balok 1 selama 2 hari dan balok 2 selama 4 hari.
6. Mengangkat balok pada waktu yang ditentukan sejak perendaman lalu ditimbang
sesaat setelah diangkat untuk mengetahui nilai absorpsi, yaitu balok 1 sejak 2 hari
direndam dan kemudian balok 2 sejak 4 hari direndam
7. Meniriskan balok usai direndam selama satu hari
8. Memasukan balok setelah sehari direndam ke dalam oven.
9. Menimbang balok hingga berat balok konstan atau tidak mengalami penurunan
berat lagi.
10. Menghitung nilai retensi aktual pada balok dengan mengurangi berat setelah
diawetkan dengan berat sebelum diawetkan
11. Membelah balok menjadi dua bagian.
12. Menghitung kedalaman penetrasi pengawet dengan mengukur seberapa dalam
pengawet masuk pada penampang balok yang dibelah.
29
Berat Setelah
No Sampel Berat Awal (gr) Berat Setelah dioven (gr)
diawetkan (gr)
b. Volume Kayu
Tabel 4.2.2 Data Volume Kayu
c. absorpsi
BK Sesudah Diawetkan ( g )−BK Sebelum Diawetkan(g)
Absorbsi B1 =
Volume kayu ( cm 3 )
237,091−121,890
=
374
= 0,308 g/cm3
182,818−117,723
=
374
= 0,174 g/cm3
d. Retensi Teoritis
= Absorpsi × 2%
= 0,308 g/cm3 × 2 %
= 0,006 g/cm3
Retensi B2 = Absorbsi × Kosentrasi Larutan
= Absorpsi × 2%
= 0,174 g/cm3 × 2 %
= 0,003 g/cm3
e. Retensi Aktual
BK sesudah diawetkan ( g )−BK sebelum diawetkan ( g )
Retensi Aktual B1= × Kosentrasi
Volume kayu ( cm3 )
Larutan
237 , 091−121,890
= ×2%
374
= 0, 006 g/cm3
182,818−117,723
= ×2%
374
= 0, 003 g/cm3
f. Penetrasi
P+ L
Balok 1 =
2
20+5,5
=
2
= 12,75 cm
P+ L
Balok 2 =
2
20+5,5
=
2
= 12,75 cm
5,5+3,5
=
2
= 4,5
5,5+3,5
=
2
= 4,5
4.2 Pembahasan
Pengawetan kayu pada dasarnya merupakan tindakan pencegahan (preventive),
berperan untuk meminimalkan atau meniadakan kemungkinan terjadi cacat yang disebabkan
organisme perusak kayu, bukan pengobatan (curative). Pengawetan kayu dapat meningkatkan
efisiensi penggunaan sumber bahan baku kayu, penggunaan yang bervariasi atas berbagai
produk kayu yang diawetkan, dan mengurangi frekuensi penggantian produk kayu. Setiap
jenis kayu memiliki sifat fisik, mekanik, serta kimia berbeda-beda yang berpengaruh terhadap
tingkat keawetan kayu. Kayu seperti jati, ulin, sonokeling, meranti, dan bangkirai merupakan
contoh kayu dengan tingkat keawetan tinggi. Sedangkan kayu randu dan sengon cenderung
memiliki jangka waktu pakai yang lebih singkat. Keawetan kayu juga dipengaruhi oleh
kondisi lingkungan sekitar, seperti kelembaban, kadar air, paparan sinar matahari, serangan
jamur,rayap dan sebagainya. Oleh karena itu, beberapa perlakuan kayu diperlukan agar
tingkat keawetan kayu dapat meningkat, baik secara tradisional maupun modern Maka berat
kayu pada hari pertama akan berbeda dengan hari kedua atau hari seterusnya karna kayu
tersebut sudah diawetkan maka dandungan air dalam kayu jelas akan berkurang. Sehingga
dalam waktu tertentu balok/papan tersebut akan menjadi lebih ringan.
33
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pratikum rendaman balok 1 dan balok 2 pada tanggal 23-11-2021
blok 1 121,890 dan balok 2 117,723 dan pada tanggal 25-11-2021 blok 1 237,091 dan hasl
balok 2 tidak di hitung dikarenakan waktu dan hasil dan hasil absorsi pada blok 1 0,308 g/cm
dan hasil absorsi pada balok 2 0,174 g /cm dan hasil penetrasinya pada rendaman dingin
tersebut adalah blok 1 dan blok 2 sama- sama 4,5
5.2 Saran
1. untuk pratikum acara 3 ini kurang waktu untuk menimbang rendemen kayu
ACARA IV
I. PENDAHULUAN
Kayu dengan diameter diatas 60 cm, pada saat ini termasuk dalam kategori langka.
Inilah yang menjadi latar belakang bagi para peneliti dan mahasiswa yang bergerak dibidang
kehutanan mengeluarkan ide baru untuk mencetuskan alternatif agar manusia tetap dapat
mempergunakan kayu. Untuk itu pemanfaatan kayu diharapkan optimal pakan optimal dengan
memanfaatkan kulit, cabang, ranting, sortimenkecil bahkan serbuk. Untuk membuat suatu
36
produk yang terlihat seperti kayu solid maka diperlukan lah upaya menyatukan bagian
tersebut yang dikenal dengan perekatan. Perekat merupakan salah akan salah satu faktor yang
mempunyai keberhasilan dalam pembuatan papan partikel.Pemilihan jenis dan banyaknya
perekat yang dibutuhkan sangat penting untuk diperhatikan. Suatu bahan perekat tergantung
pada jenis papan partikel yang akan dibuat. Beberapa istilah lain dari perekat yang memiliki
kekhususan meliputi glue, mucilage, pasta, dan cement. Glue merupakan perekat yang
terbuat dari protein hewani seperti kulit, kuku, urat, otot dan tulang yang secara luas
digunakan dalam industri pengerjaan kayu. Mucilage merupakan perekat yang dipersiapkan
dari getah dan air dan diperuntukkan terutama untuk merekat kertas. Paste merupakan perekat
pati ( strach) yang dibuat melalui pemanasan campuran pati dan air dan dipertahankan
berbentuk pasta. Cement merupakan istilah yang digunakan untuk perekat yang bahan
dasarnya karet dan mengeras melalui pelepasan pelarut.
Tujuan praktikum pembuatan papan laminasi ini adalah untuk mengetahui teknik perekatan
pada kayu.
Perekat (adhesive) adalah suatu zat atau bahan yang memiliki kemampuan untuk mengikat
dua benda melalui ikatan permukaan (Forest Product Society, 1999). Beberapa istilah lain
dari perekat yang memiliki kekhususan meliputi :
37
1. Glue merupakan perekat yang terbuat dari protein hewani, seperti kulit, kuku, urat, otot
dan tulang yang secara luas digunakan dalam industri pengerjaan kayu.
2. Mucilage adalah perekat yang dipersiapkan dari getah dan air dan diperuntukkan terutama
untuk merekat kertas.
3. Paste merupakan perekat pati (starch) yang dibuat melalui pemanasan campuran pati dan
air dan dipertahankan berbentuk pasta.
4. Cement adalah istilah yang digunakan untuk perekat yang bahan dasarnya karet dan
mengeras melalui pelepasan pelarut (Blomquist, et al., 1983).
Menurut Blomquist, et al., (1983), berdasarkan unsur kimia utama (major chemical
component), perekat dibagi menjadi dua kategori yaitu :
1. Adhesive of Natural Origin
a. Berasal dari tumbuhan
Starches (pati) Perekat pati banyak digunakan baik di Eropa maupun di Amerika
Sejak awal abad ke 20. Perekat pati ini merupakan perekat nabati yang terpenting,
dimana dapat dibuat dengan cara yang paling sederhana yaitu mendidihkan tepung
pati dengan air. Namun dapat pula dibuat dengan lebih modern yaitu berupa produk
degradasinya.
Dextrins (turunan pati)
Vegetable gums (getah-getahan dan tumbuh-tumbuhan)
b. Blood (albumin dan darah utuh/keseluruhan), casein (susu) serta soybean meal
(termasuk kacang tanah dan protein nabati seperti biji-bijian pohon dan biji
durian).
c. Berasal dari material lain, seperti asphalt, shellac (lak), rubber, sodium silicate,
magnesium oxychloride dan bahan anorganik lainnya.
2. Adhesive of Synthetic Origin
a. Thermoplastic resin adalah resin yang akan kembali menjadi lunak ketika
dipanaskan dan mengeras kembali ketika didinginkan ( Blomquist, et al., 1983 ) seperti
polyvinyl alcohol (PVA), polyvinyl acetate (PVAc), copolymers, cellulose esters
dan ethers, polyamids, polystyrene, polyvinyl butyral serta polyvinyl formal
b. Thermosetting resin adalah resin yang mengalami atau telah mengalami reaksi kimia
dari pemanasan, katalis, sinar ultraviolet dan sebagainya serta tidak kembali ke
bentuk semula, seperi urea, melamine, phenol, resorcinol, furfuryl alcohol, epoxy,
polyurethane, unsaturated polyesters (poliester tidak jenuh). Untuk perekat urea,
melamine, phenol dan resorcinol menjadi perekat setelah direaksikan dengan
formaldehida (CH2O).
38
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Selasa, 30 November 2021 pukul 16.00 WITA
di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan, Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian,
Universitas Mataram.
Tabel Perekatan
Berat
Metode Sisi Sampel Luas (cm2) GPU (gr)
Tabor
1 14.400 7,030
Single Glue
2 100 gr 14.400 7,030
Lem
3 14.400 7,030
Total - 43.200 21,09
4.3 Pembahasan
Untuk pratikum produk perekat kayu ini dapat di hasilkan beberapa produk yang bisa
dihasilkan seperti talenan, rak gantung, dan pas bungga . dan dalam pratikum ini kelompok
saya mendapatkan talenan dalam membuat talenan diukur panjang sama lebar yang akan di
lem dan sisi 1 di pakai 7,030 gram , sisi 2 7,030 gram dan sisi 3 7,030 gram supaya produk
yang di rekat itu agar tidak mudah cepat lepas sedangkan kalok terlalu banyak lemnya juga
mudah terbuka .
41
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Mamfaat pratikum ini bisa menghasilkan produk – produk yang bisa dijual dan di
promosikan dan PVAC yang digunakan juga sedikit tidak terlalu banyak karena di hitung
berapa yang di pakai dan luasya 14.400 dan GPU 7,030 gram kendala dalam pratikum ini
kuranya alat dan bahan seperti amplas,kuas.
5.2 Saran
2. dalam pratikum ini juga harus menyiapkan alat dan bahan yang cukup
42
DAFTAR PUSTAKA
Abdika, A. 2007. Sifat Fisis, Mekanis, dan Keterawatan beberapa Jenis Kayu yang
Dikeringkan dengan Oven Microwave. IPB. Bogor.
Blomquist, R.F. 1983. Fundamentals of Adhesion. In : Blomquist, R.F., Christiansen, A.W.,
Gillespie, R.H. and Myers, G.E. (Eds.) ; Adhesive Bonding of Wood and Other
Structural Materials. Forest Product Technology USDA Forest Service and The
University of Wisconsin. Chap. 1.
Dephutbun RI. 1998. Buku Panduan Kehutanan Indonesia. Departemen Kehutanan dan
Perkebunan Republik Indonesia Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.
Jakarta.
Djuljapar, K. 2002. Pengawetan Kayu. Penebar Swadaya. Jakarta.
Dumanauw, J.F. 1984. Mengenal Kayu. Edisi 2 Cetakan 2. Jakarta: PT. Gramedia.
Forest Product Society. 1999. Wood Handbook : Wood as an Engineering
Hadikusumo, SA. 2004. Pengawetan Kayu. Fakultas Kehutanan Univer-sitas Gajah Mada,
Yogyakarta.
Hall FD. 1983. The Kockums Cancar Approach To Sawmill Design. Kockums CanCar,
Surrey, British Columbia.
Hunt G. M. dan George A. Garrat. 1986.Pengawetan Kayu. Edisi 1 cetakan 1:Penerjemah
Mohamad Yusuf. Jakarta :Akademika Pressindo.
Hunt, G. M dan G. A. Garratt. 1986. Wood Preservation (diterjemahkan dengan pengawetan
kayu). CV. Akademia Pressindo. Jakarta.
Kasmudjo. 2010. Teknologi Hasil Hutan. Cakrawala Media. Yogyakarta.
Martawijaya.A dan Barly., 2010. Pedoman Pengawetan Kayu Untuk Mengatasi Jamur dan
Rayap Pada Bangunan Rumah dan Gedung. Bogor: IPB Press.
Nurwayan, & Arif. (2008). Penggergajian Kayu.Medan: Universitas Sumatera Utara.
Pono, W. (2013). Dasar –Dasar Penggergajian Kayu.Yogyakarta: Percetakan Pohon
Cahaya.
Rachmat, Rendy Kurniawan. 2007. Pengaruh Pengawetan Terhadap Sifat Mekanis Tiga Jenis
Kayu. Skripsi Fakultas Kehutanan IPB Bogor.
Rietz R.C., dan R.H. Page, 1971. Air Drying of Lumber. A Guide to Industru Practice. Forest
Service U.S. Department of Agriculture USA.
Ruhendi ,S dkk.2010 .Analisis Perekatan Kayu . FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT
PERTANIAN BOGOR.Bogor.
43
Sopianoor, & dkk. (2016). STUDI RENDEMEN BAHAN BAKU LOG PADA IU-
IPHHK RUSMANDIANSYAH DI KECAMATAN DAMAI KABUPATEN KUTAI
BARAT. Jurnal AGRIFOR, Volume XV . No2.
Wijaya, & dan Setiyono. (2015). PERHITUNGAN PERKIRAAN JUMLAH HASIL
KAYU JATI BALOK DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA
DI UD WAHYU JAYA. Jurnal Informatika, 3-4.
44
LAMPIRAN
45
46