You are on page 1of 26

MAKALAH

TANGGUNG JAWAB PROFESI AKUNTAN PUBLIK


Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Auditing 1
Dosen Pengampu :
Erpi Rahman, S.E., M.Ak

Disusun Oleh:
Kelompok 4
Dewi Laila Nur Barokah (D2.2001692)
Maya Kusumadewi (D2.2001722)
Rani Oktaviani (D2.2001743)
Sulistiani (D2.2001770)
Windi Amelia Winengsih (D2.2001779)

Kelas Akuntansi C / Semester 5


PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SEBELAS APRIL
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang mana atas berkat rahmat
dan hidayah-Nya makalah mengenai “Tanggung Jawab Profesi Akuntan Publik” ini bisa
diselesaikan pada waktunya. Tak lupa, shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah
limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Auditing 1. Dalam
penyusunan makalah ini kami tentu menemukan beberapa hambatan. Maka dari itu, kami
menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Erpi Rahman, S.E., M.Ak
selaku dosen mata kuliah Auditing 1.

Kami menyadari makalah ini belum sempurna. Maka dari itu, dengan tangan terbuka
kami menerima kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat membangun. Kami berharap
semoga makalah ini bermanfaat bagi kami khususnya umumnya bagi semua pihak yang
membutuhkan.

Sumedang, September 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah .................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................................. 1
1.3 Tujuan ................................................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Tanggung Jawab .............................................................................................. 2
2.2 Tanggung Jawab Profesi .................................................................................................... 2
2.3 Tanggung Jawab Kepada Klien ......................................................................................... 3
2.4 Tanggung Jawab Kepada Rekan Seprofesi ........................................................................ 4
2.5 Tanggung Jawab Hukum Akuntan Publik ......................................................................... 5
2.6 Tanggung Jawab Manajemen .......................................................................................... 10
2.7 Tanggung Jawab Auditor ................................................................................................. 12
2.8 Tanggung Jawab dan Praktik Lain ................................................................................... 18
2.8 Tanggung Jawab Manajemen dan Auditor atas Pengendalian Internal .......................... 18
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................................... 22
3.2 Saran ................................................................................................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 23

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Secara umum, akuntan publik memiliki pengertian yaitu adalah sebuah profesi yang
memberikan pelayanan berupa jasa profesional dan sudah memiliki izin resmi untuk praktek
sebagai akuntan swasta secara independen. Menurut UU RI No. 3 Tahun 2011, akuntan
publik memiliki definisi sebagai profesi yang memberikan jasa yang dapat digunakan oleh
masyarakat luas untuk membantu dalam mengambil keputusan penting. Peraturan Menkeu
No. 443/KMK.01/2011 juga menjelaskan bahwa setiap akuntan publik wajib untuk masuk
menjadi anggota dalam IAPI (Institut Akuntan Publik Indonesia). Menurut UU Akuntan
Publik No. 5 Tahun 2011, Akuntan Publik adalah seseorang yang telah memperoleh izin
untuk memberikan jasa sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tersebut. Akuntan publik
merupakan akuntan independen yang memberikan jasa akuntansi tertentu dan menerima
pembayaran atas jasa yang telah diberikannya.

Profesi ini mempunyai tugas dan tanggung jawab yang cukup kompleks. Tidak hanya
melakukan perhitungan-perhitungan angka, tetapi seorang akuntan publik juga sebagai
penghubung aktivitas bisnis antara perusahaan yang menjadi kliennya dan perusahaan lain
dalam proses keberlanjutan bisnis serta bertanggung jawab dalam pemeriksaan laporan
keuangan dan pengendalian internal perusahaan. Tanggung jawab seorang akuntantan public
dalam melakukan tugasnya merupakan hal yang sangat penting untuk keberlangsungan suatu
perusahaan kedepannya. Oleh sebab itu untuk mengemban tugas dan tanggung jawabnya
diperlukan seseorang yang kompeten di bidangnya.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan tanggung jawab?

2. Bagaimana tanggung jawab akuntan publik terhadap klien dan rekan seprofesi?

3. Bagaimana tanggung jawab hukum akuntan publik?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengertahui pengertian tanggung jawab.

2. Untuk mengetahui tanggung jawab akuntan publik terhadap klien dan rekan seprofesi.

3. Untuk mengetahui tanggung jawab hukum akuntan publik.

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Tanggung Jawab

Berdasarkan KBBI atau yang biasa disebut dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia,
tanggung jawab merupakan suatu kondisi dimana setiap individu memiliki suatu kewajiban
untuk menanggung segala sesuatunya sendirian. Secara harfiah, tanggung jawab adalah suatu
kondisi dimana seseorang harus menanggung sesuatunya secara sendiri meskipun dirinya
disalahkan sebagai penerima beban yang disebabkan oleh pihak lain.

Pada umumnya, pengertian mengenai tanggung jawab adalah kesadaran seseorang


terhadap perbuatan maupun perilaku yang secara sengaja itu meskipun tidak sengaja
memperlakukannya. Apabila seseorang memiliki suatu sifat tanggung jawab, maka dirinya
tergolong menjadi pribadi yang memiliki kejujuran serta kepedulian yang tinggi. Namun,
apabila seseorang itu kehilangan suatu sifat tanggung jawab, akan terdapat pihak yang lain
untuk memaksakan tanggung jawab tersebut. Dengan ini, tanggung jawab dapat dilihat dari
kedua sisinya yakni sisa pihak yang telah diperbuat atau dibentuknya beserta sisi kepentingan
bagi pihak yang lain.

2.2 Tanggung Jawab Profesi

Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, setiap akuntan public harus
senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan professional dalam menjalankan kegiatan
yang dilakukannya. Profesi akuntan public memiliki tangggung jawab yang sangat besar
dalam mengembangkan kepercayaan yang diberikan kepadanya oleh masyarakat (publik).
Akuntan Publik harus senantiasa untuk bekerjasama dengan sesama anggota dalam
mengembangkan profesi akuntansi dan menjalankan tugas serta tanggung jawab profesi.
Terdapat tiga tanggung jawab akuntan publik dalam melaksanakan pekerjaannya, yaitu :

a. Tanggung Jawab Moral (Moral Responsibility)

Akuntan publik memiliki tanggung jawab moral untuk :

 Memberi informasi secara lengkap dan jujur mengenai perusahaan yangdiaudit


kepada pihak yng berwenang atas informasi tersebut, walaupun tidak ada sanksi
terhadap tindakannya.

2
3

 Mengambil keputusan yang bijaksana dan obyektif (objective) dengan kemahiran


profesional (due professional care).
b. Tanggung Jawab Profesional (Professional Responsibility)

Akuntan publik harus memiliki tanggung jawab profesional terhadap asosiasiprofesi


yang mewadahinya (rule professional conduct).

c. Tanggung Jawab Hukum (Legal Responsibility)

Akuntan publik harus memiliki tanggung jawab diluar batas standar profesinya yaitu
tanggung jawab terkait dengan hukum yang berlaku. Standar Profesional Akuntan Publik
(SPAP) yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam Standar Auditing Seksi
110, mengatur tentang “Tanggung Jawab dan Fungsi Auditor Independen”.

2.3 Tanggung Jawab Kepada Klien

a. Informasi Klien yang Rahasia

Anggota KAP tidak diperkenankan mengungkapkan informasi klien yang rahasia ,tanpa
persetujuan dari klien.

Ketentuan ini tidak dimaksudkan untuk :

1) Membebaskan kewajibann KAP dari kewajiban profesionalnya sesuai dengan aturan


etik kepatuhan terhadap standar dan prinsip-prinsip akuntansi
2) Mempengarusi kewajiban anggota KAP dengan cara apapun untuk memenuhi
peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti panggilan resmi penyidikan
pejabat atau melarang kepatuhan anggota KAP terhadap ketentuan peraturan yang
berlaku.
3) Melarang riview praktik professional (riview mutu)seorang anggota sesuai dengan
kewenangan IAI atau
4) Menghalangi anggota dari pengajuan pengaduan keluhan atau pemberian komentar
atau penyidilkan yang dilakukan oleh badan yang dibentuk IAI----KAP dalam rangka
penegakakn disiplin anggota.

Anggota yang terlibat dalan penyidikan dan riview diatas, tidak boleh memanfaatkannnya
untuk kepentingan diri pribadi mereka atau mengungkapkan informasi kien yang harus di
rahasiakan, yang di ketahuinya dalam pelaksanaan tugasnya.
4

Larangan ini tidak boleh membatasi anggotanya dalam pemberian informasi sehubungan
dengan proses penyidikan atau penegakan disiplin, sebagaimana telah diungkapan dalam
butir (4) diatas atau riview praktik professional (riview mutu) seperti telah disebutkan dalam
butir (3) di atas.

b. Fee Profesional

1. Besaran Fee dapat bervariasi tergantung antara lain :

- Risiko penugasan kompleksitas jasa yang diberikan


- Tingkat keahlian yang diperlukan untuk melaksanakan jasa tersebut
- Struktur biasa KAP yang bersagkutan dan pertimbangan professional lainnya.

Anggota KAP tidak diperkenankan mendapatkan klien dengan cara meawarka fee yang dapat
merusak citra profesi.

2. Fee Kontinjen

Fee kontinjen adalah fee yang di tetapkan untuk pelaksanaan suatu jasa professional
tanpa adanya fee yang dibebankan, kecuali ada tamuan atau hasil tertentu di mana jumlah fee
tergantung pada temuan atau badan pengatur atau dalam hal tertentu. Fee dianggap tidak
kontinjen jika detetapkan oleh pengadilan atau badan pengatur atau dalam hal perpajakan,
jika dasar penetapan adalah hasil penyelesaian hokum atau temuan badan pengatur.

Anggota KAP tidak diperkenankan untuk menetapkan fee kontinjen apabila penetapan
tersebut dapat mengurangi independensi.

2.4 Tanggung Jawab Kepada Rekan Seprofesi

a. Tanggung jawab kepada rekan seprofesi

Anggota wajib memelihara citra profesi, dengan tidak melakukan perkataan dan
perbuatan yang dapat merusak reputasi rekan seprofesi.

b. Komunikasi antar akuntan public

Anggota wajib berkomunikasi tertulis dengan akuntan publik pendahulu bila akan
mengadakan perikatan (engagement) audit menggantikan akuntan publik pendahulu atau
umtuk tahun buku yang sama ditunjuk akuntan publik lain dengan jenis dan periode serta
tujuan yang berlainan.
5

Akuntan publik terdahulu wajib menanggapi secara tertulis permintaan komunikasi dari
akuntan penggati secara memadai.

c. Perikatan atestasi

Akuntan publik tidak diperkenankan mengadakan perikatan atestasi yang jenis


atestasi dan periodenya sama dengan perikatan yang dilakukan oleh akuntan yang lebih
dahulu ditunjuk klien, kecuali apabila perikatan tersebut dilaksankan untuk memenuhi
ketentuan perundang-undangan atau peraturan yang dibuat oleh badan yang berwenang.

2.5 Tanggung Jawab Hukum Akuntan Publik

Setiap pelanggaran yang dilakukan oleh seorang Akuntan Publik dalam memberikan
jasanya, baik atas temuan-temuan bukti pelanggaran yang bersifat pelanggaran ringan hingga
yang bersifat pelanggaran berat, berdasarkan PMK No. 17/PMK.01/2008 hanya dikenakan
sanksi administratif, berupa: sanksi peringatan, sanksi pembekuan ijin dan sanksi pencabutan
ijin seperti yang diatur antara lain dalam pasal 62, pasal 63, pasal 64 dan pasal 65.

Penghukuman dalam pemberian sanksi hingga pencabutan izin, baru dilakukan


apabila seorang Akuntan Publik tersebut telah melanggar ketentuan-ketentuan yang diatur
dalam SPAP dan termasuk juga pelanggaran kode etik yang ditetapkan oleh IAPI, juga
melakukan pelanggaran peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berhubungan
dengan bidang jasa yang diberikan, ataupun akibat dari pelanggaran yang terus dilakukan
walaupun telah mendapatkan sanksi pembekuan izin sebelumnya, juga tindakan-tindakan
yang menentang langkah pemeriksaan sehubungan dengan adanya dugaan pelanggaran
profesionalisme akuntan publik.

Akan tetapi, walaupun hukuman yang bersifat administratif tersebut diakui sebagai
suatu hukuman yang cukup berat bagi eksistensi dan masa depan dari seorang Akuntan
Publik ataupun KAP, ternyata penyelesaian permasalahan ataupun risiko kerugian
masyarakat akibat penggunaan hasil audit dari Akuntan Publik tersebut masih belum
terjawab.
Contoh : Fakta tentang sebuah KAP yang membantu sebuah perusahaan (debitur sebuah
bank BUMN yang sebenarnya telah mengalami kerugian yang sangat dalam dan
sudah sangat sulit untuk melanjutkan operasinya) untuk mendapatkan tambahan
kredit dari bank tersebut dengan cara merekayasa laporan keuangannya, sehingga
pada hasil akhirnya ditampilkan dalam keadaan masih memperoleh laba, dimana
6

pada akhirnya, semua langkah rekayasa laporan keuangan tersebut terbuka ketika
debitur tersebut dinyatakan pailit. Bank tersebut jelas mengalami kerugian akibat
dari keyakinannya terhadap hasil audit Akuntan Publik terhadap laporan keuangan
dari debiturnya tersebut. Jika Bank tersebut mengetahui status yang sebenarnya
dari debiturnya tersebut, maka Bank itu tidak akan memberikan pinjaman
tambahan terhadap debiturnya tersebut.
Dapat disimpulkan bahwa Bank tersebut mempunyai dasar hukum untuk meminta
pertanggungjawaban perdata, yaitu pembayaran ganti rugi dari Akuntan Publik
tersebut.

Hal ini diatur secara tegas dalam pasal 44 PMK No. 17/PMK.01/2008. Inti peraturan
itu bahwa Akuntan Publik atau KAP bertanggung jawab atas seluruh jasa yang diberikannya.
Tanggung jawab dari Akuntan Publik terhadap konsekuensi dari hasil Audit Laporan
Keuangan yang dilakukannya yang dimaksud dalam pasal 44 tersebut walaupun berdasarkan
PMK itu hanya terbatas pada pemberian sanksi administrasi, akan tetapi berdasarkan pasal
1365 KUHPerdata mewajibkan Akuntan Publik untuk mengganti kerugian yang dialami oleh
Bank sebagai konsekuensi dari tindakan melawan hukum yang telah dilakukannya,
sehubungan dengan Laporan Keuangan yang hadir secara menyesatkan tersebut. Lebih jauh
diatur dalam pasal 1366 KUHPerdata bahwa pertanggungjawaban, dalam konteks tulisan ini,
seorang Akuntan Publik terhadap pihak yang dirugikan, tidak saja untuk kerugian yang
dialami oleh pihak yang dirugikan tersebut sebagai akibat dari perbuatannya, akan tetapi
termasuk juga untuk kerugian yang disebabkan kelalaian ataupun kekurang hati-hatiannya.
Dan dalam pasal 1367 KUHPerdata bahwa Akuntan Publik juga bertanggungjawab terhadap
perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya.

Dari ketentuan KUHPerdata tersebut, dapat dipahami bahwa walaupun seorang


Akuntan Publik telah mendapatkan sanksi administrasi sebagai konsekuensi dari
pelanggaran-pelanggaran yang dimaksud dalam pasal 62, pasal 63, pasal 64, dan pasal 65
PMK No. 17/PMK.01/2008, akan tetapi tetap saja pertanggungjawaban untuk mengganti-
kerugian pihak-pihak yang dirugikan akibat dari pelanggaran tersebut dapat dilakukan oleh
pihak-pihak yang berhak atas pemenuhan ganti rugi tersebut berdasarkan pasal 1365
KUHPerdata.
7

Sehubungan dengan kewajiban untuk mengganti kerugian sebagai akibat dari


Perbuatan Melawan Hukum itu, maka langkah pemenuhan dari ganti kerugian tersebut
berdasarkan pasal 1131 KUHPerdata, mengatur sebagai berikut:
Segala kebendaan yang berutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang
sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala
perikatan perseorangan. Pasal itu jelas mengatur bahwa harta pribadi dari pihak yang
dihukum untuk membayar ganti rugi yang digunakan untuk membayar ganti kerugian akibat
Perbuatan Melawan Hukum tersebut.

Sehubungan dengan tanggung jawab perdata tersebut, sangat perlu kiranya


diperhatikan bentuk dari badan usaha suatu KAP. Berdasarkan pasal 16 PMK
No.17/PMK.1/2008, sebuah KAP hanya dapat berbentuk Perseorangan ataupun Persekutuan
Perdata atau Persekutuan Firma. Mengingat badan usaha yang menjadi dasar dari KAP
tersebut bukanlah berbentuk badan hukum, maka tanggung jawab terhadap kewajiban untuk
mengganti kerugian terhadap pihak yang dirugikan, sesuai dengan ketentuan pasal 1365
KUHPerdata, dibebankan kepada pribadi dari anggota persekutuan tersebut secara tanggung
renteng. Dengan pengertian lain, bahwa harta yang akan menjadi jaminan pembayaran
terhadap pemenuhan ganti-ganti rugi tersebut adalah harta pribadi dari masing-masing
Akuntan Publik dalam hal KAP yang merupakan badan usaha dalam menjalankan Jasanya
berbentuk Perorangan ataupun Persekutuan Perdata ataupun Persekutuan Firma.

Dalam ketentuan hukum Indonesia, tidak dikenal adanya pembatasan


pertanggungjawaban pribadi dari anggota persekutuan perdata, baik yang berbentuk firma
ataupun non firma. Artinya dalam hal total dari nilai kerugian yang dibebankan kepadanya
tersebut tidak mencukupi untuk dibayarkan dari hartanya, maka ada kemungkinan seorang
Akuntan Publik untuk dapat dipailitkan secara pribadi sepanjang ketentuan dalam pasal 2
ayat (1) dari Undang-Undang No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang terpenuhi. Berbeda halnya di Amerika dan beberapa Negara
lainnya, yang mengenal adanya pembatasan pertanggungjawaban dari anggota persekutuan
perdata dalam suatu badan usaha yang berbentuk Limited Liability Partnership (LLP).
Potensi pertanggungjawaban secara pribadi ini harus menjadi perhatian yang sungguh-
sungguh dipahami oleh setiap Akuntan Publik untuk dapat kiranya menghindarkan setiap
sikap-sikap yang bertentangan dengan ketentuan hukum dan pengaturan Kode etik profesi
Akuntan Publik yang berlaku.
8

Selain konsekuensi Perdata, pelanggaran sikap profesionalisme yang dilakukan oleh


Akuntan Publik juga dapat memberikan akibat yang bersifat pidana. Pada dasarnya hal ini
telah diusulkan oleh pemerintah dalam Rancangan Undang-Undang Akuntan Publik yang
saat ini telah berada dalam tahap pembahasan akhir, dimana selain konsekuensi yang bersifat
hukuman sanksi administratif, antara lain dalam pasal 46 RUU Akuntan Publik tersebut yang
memberikan konsekuensi pidana untuk waktu maksimum 6 tahun dan denda maksimum Rp
300 juta bagi Akuntan Publik yang terbukti:
a) Melanggar pasal 32 ayat 6 yang isinya mewajibkan seorang Akuntan Publik untuk
mematuhi SPAP serta peraturan perundang-undangan yang berlaku, dimana pelanggar
terhadap hal tersebut telah menimbulkan kerugian bagi pihak lain;
b) Menyatakan pendapat atas Laporan Keuangan tidak berdasarkan bukti audit yang sah,
relevan dan cukup. Kemudian
c) Melanggar ketentuan asal 37 ayat (1) huruf g dengan melakukan tindakan yang
mengakibatkan kertas kerja dan sokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan
pemberian jasa tidak apat digunakan sebagaimana mestinya, dan juga huruf j dalam
melakukan manipulasi data yang berkaitan dengan jasa yang diberikan;
d) Atau memberikan pernyataan tidak benar, dokumen also atau dokumen yang dipalsukan
untuk mendapatkan atau memperbaharui ijin Akuntan Publik atau untuk mendapatkan
ijin usaha KAP atau ijin pendirian cabang KAP.
Ketentuan pidana tersebut secara tegas ditentang oleh IAPI secara khusus terhadap
pengenaan akibat pidana dalam hal terbukti seorang Akuntan Publik dalam menjalankan
tugas profesinya tidak melakukannya berdasarkan ketentuan yang telah diatur dalam SPAP.
Padahal, konsekuensi dari pelanggaran SPAP tersebut dimata para akuntan publik seharusnya
merupakan suatu pelanggaran yang bersifat administratif sehingga sepantasnya dikenakan
ketentuan sanksi administratif bukan tindakan pidana.

Pada dasarnya, walaupun ketentuan pidana tidak diatur dalam PMK No.17/PMK.01/2008
dan RUU Akuntan Publik, tetap saja tindakan pelanggaran yang dilakukan oleh Akuntan
Publik untuk berprofesi secara profesional membuka potensi untuk dipidanakan oleh orang-
orang yang dirugikan olehnya. Misalnya dalam hal terjadinya kedekatan yang sangat antara
Akuntan Publik tersebut dengan klien, atau bahkan juga mungkin pemilik ataupun Akuntan
Publik tersebut mempunyai hubungan keluarga langsung terhadap klien yang menggunakan
jasanya tersebut, ataupun Akuntan Publik tersebut mendapatkan imbalan khusus. Sehingga
dapat saja seorang Akuntan Publik melakukan tindakan kejahatan bahkan antara lain dengan
9

cara memalsukan surat seperti yang diatur dalam pasal 263 dan pasal 264KUHP, ataupun
melakukan penipuan ataupun kebohongan seperti yang diatur dalam pasal 378 KUHP, yang
dapat dikutip sebagai berikut:
 Pasal 263 (1) KUHP:
Barang siapa membuat secara tidak benar atau memalsu surat yang dapat
menimbulkan suatu hak, perikatan atau pembebasan utang, atau yang diperuntukkan
sebagai bukti dari suatu hal, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang
lain pakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam, jika
pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan
pidana penjara paling lama 6 tahun.
 Pasal 378 KUHP:
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara
melawan hukum dengan memakai nama palsu atau martabat palsu; dengan tipu
muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan , mengerakkan orang lain untuk
menyerahkan barang sesuatu kepadanya, supaya memberi utang maupun
menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara paling
lama 4 tahun.

Atau jika Akuntan Publik tidak melakukan tindak kejahatan tersebut secara langsung
akan tetapi keterlibatannya dalam tindak pidana kejahatan pemalsuan surat ataupun penipuan
tersebut dilakukan dengan cara turut melakukan ataupun membantu melakukan seperti yang
diatur dalam pasal 55 dan 56 KUH Pidana, yang dikutip sebagai berikut:
 Pasal 55 ayat (1) KUHP:
Dipidana sebagai pembuat (dader) sesuatu perbuatan pidana:
1) Mereka yang melakukan menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan
perbuatan;
2) Mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, dengan
menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau
penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja
menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.
 Pasal 56 KUHP:
Dipidana sebagai pembantu (medepichtige) suatu kejahatan:
1) Mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan;
10

2) Mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk


melakukan kejahatan.

Mengingat ketentuan hukum pidana telah diatur secara umum dalam KUHP,
pertanggungjawaban secara pidana tidak perlu harus terlebih dahulu diatur dalam UU
Akuntan Publik. Karena secara umum, tindakan-tindakan yang berhubungan dengan
melakukan ataupun turut serta ataupun turut membantu melakukan kejahatan, akan
memberikan konsekuensi pertanggungjawaban pidana terhadap seorang Akuntan Publik
seperti yang dijelaskan dalam pasal-pasal pidana di atas. Pemberian hukuman yang bersifat
sanksi administratif, secara hukum tidak dapat menghapuskan akibat pidana yang
diancamkan kepada seorang Akuntan Publik yang terbukti melakukan ataupun terlibat dalam
tindakan kejahatan penipuan ataupun pemalsuan surat tersebut.

Jelas sikap profesional dari sang Akuntan Publik timbul bukan karena rangkaian
ancaman hukuman administratif, perdata dan bahkan pidana yang dapat menjeratnya dalam
hal terjadinya pelanggaran tersebut, akan tetapi lebih karena memang dunia bisnis Indonesia
membutuhkan suatu proses perjalanan yang sehat dan transparan, sehingga dalam hal
menyajikan suatu keberadaan suatu perusahaan melalui laporan keuangannya tersebut, publik
sangat membutuhkan akuntan publik yang benar-benar mempunyai kemampuan yang baik,
profesional dan independen dalam menjamin maksimumnya tingkat akurasi kebenaran dari
hasil pernyataan pendapatnya terhadap Laporan Keuangan tersebut.

2.6 Tanggung Jawab Manajemen

a. Tanggung jawab manajemen atas laporan keuangan


Tanggung jawab untuk mengadopsi kebijakan akuntansi yang baik,
menyelenggarakan pengendalian internal yang memaai,dan menyajikan laporan keuangan
yang wajar berada di pundak manajemen, bukan di pundak auditor. Karena menjalankan
bisnis sehari-hari, manajemen perusahaan mempunyai pengetahuan yang lebih mendalam
tentang transaksi perusahaan serta aktiva, kewajiban, dan ekuitas terkait ketimbang auditor.
Sebaliknya,pengetahuan auditor akan masalah ini serta pengendalian internal hanya terbatas
pada pengetahuan yang diperolehnya selama audit.

Laporan tahunan dari banyaknya perusahaan public memuat pernyataan tentang


tanggung jawab manajemen dan hubungannyadengan kantor akuntan publik. Gambar 6-2
11

menyajikan laporan manajemen international Business machines (IBM)Corporation sebagai


bagian dari laporan tahunannya.

Tanggung jawab manajemen atas integritas dan kewajaran penyajian (asersi) laporan
keuangan berkaitan dengan privilege untuk menentukan penyajian dan pengungkapan apa
yang dianggap perlu. Jika manajemen bersikeras dengan pengungkapan laporan keuangan
yang menurut auditor tidak dapat diterima, auditor dapat memilih untuk menerbitkan
pendapat tidak wajar atau pendapat wajar dengan pengecualian atau mengundurkan diri dari
penugasa tersebut.

Sarbanes-Oxley Act mengharuskan CEO dan CFO perusahaan public untuk


meyakinkan laporan keuangan kuartalan dan tahunan yang akan diserahkan kepada SEC.
Dalam menandatangani laporan-laporan tersebut. Manajemen menyatakan bahwa laporan
keuangan tersebut telah sepenuhnya sesuai dengan persyaratan Securities Exchage Act
tahunan 1934 dan informasi yang terkandung dalam laporan keuangan itu menyajikan secara
wajar, dalam semua hal yang material, kondisi keuangan dan hasil operasinya. Sarbanes-
Oxley act menetapkan sanksi atas tindakan criminal, termasuk denda keuangan yang besar
12

atau hukuman penjara sampai 20 tahun, terhadap setiap orang yang diketahui memalsukan
laporan-laporan tersebut.

2.7 Tanggung Jawab Auditor

a. Tanggung jawab auditor untuk menemukan salah saji yang material akibat
kecurangan atau kekeliruan serta perlunya mempertahankan skeptisisme professional
ketika melakukan audit.

Standar auditing AICPA menyatakan :


a) Memperoleh keyakinan yang layak bahwa laporan keuangan secara keseluruhan telah
bebas dari salah saji yang material, baik karena kecurangan atau kesalahan, sehingga
itu disajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, sesuai dengan kerangka
kerja pelaporan keuangan yang berlaku,
b) Melaporkan tentang laporan keuangan, dan berkomunikasi seperti yang disyaratkan
oleh standar auditing, sesuai dengan temuan auditor.

Standar-standar tentang tanggung jawab auditor untuk mendeteksi salah saji yang
material mencakup beberapa istilah dan frasa yang penting yaitu :

1. Salah Saji yang Material versus Tidak Material

Salah saji umumnya dianggap material jika gabungan dari kekeliruan dan kecurangan
yang belum dikoreksi dalam laporan keuangan kemungkinan akan mengubah atau
mempengaruhi keputusan orang yang menggunakan laporan keuangan tersebut. Walaupun
sulit mengukur materialitas, auditor bertanggung jawab untuk memperoleh kepastian yang
layak bahwa ambang batas materialitas ini telah dipenuhi. Namun diperlukan biaya yang
sangat besar (dan mungkin mustahil) bagi auditor untuk memikul tanggung jawab
menemukan semua kekeliruan dan kecurangan yang tidak material.

2. Kepastian yang Layak

Kepastian atau assurance merupakan ukuran tingkat kepastian yang diperoleh auditor
pada saat menyelesaikan audit. Standar auditing (SAS 104) menyatakan bahwa kepastian
yang layak adalah tingkat kepastian yang tinggi, tetapi tidak absolut, bahwa laporan keuangan
telah bebas dari salah saji yang material. Konsep kepastian yang layak, bukan yang absolut,
mengindikasikan bahwa auditor bukanlah pemberi garansi atau penjamin atas kebenaran
13

laporan keuangan. Jadi, audit yang dilaksanakan sesuai dengan standar auditing dapat saja
gagal mendeteksi salah saji yang material.

Auditor bertanggung jawab atas kepastian yang layak, tetapi tidak absolut karena
beberapa alasan diantaranya :

 Sebagian besar bukti audit diperoleh dari pengujian sampel populasi mengandung
sejumlah risiko tidak terungkapnya salah saji yang material. seperti piutang usaha atau
persediaan. Namun penggunaan sampling juga Selain itu, bidang yang diuji; jenis,
luas, dan waktu pengujian; serta evaluasi atas hasil pengujian juga membutuhkan
pertimbangan auditor yang penting Bahkan dengan itikad baik dan integritas, para
auditor dapat membuat kesalahan dan kekeliruan dalam memberikan
pertimbangannya.
 Penyajian akuntansi mengandung estimasi yang kompleks, yang melibatkan sejumlah
ketidakpastian serta dapat dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa di masa depan.
Akibatnya, auditor harus mengandalkan pada bukti audit yang persuasif, tetapi tidak
meyakinkan.
 Laporan keuangan yang disusun dengan penuh kecurangan sering kali sangat sulit,
bahkan tidak mungkin, untuk dideteksi oleh auditor, terutama bila ada kolusi di
kalangan manajemen perusahaan.

Jika auditor bertanggung jawab untuk memastikan bahwa semua asersi dalam laporan
keuangan telah benar, maka persyaratan bukti audit dan biaya pelaksanaan fungsi audit ini
akan meningkat hingga pelaksanaan audit secara ekonomis tidak praktis lagi. Bahkan setelah
itu, para auditor pun masih tidak dapat mengungkapkan semua salah saji yang material dalam
setiap audit. Pembelaan terbaik yang dapat dilakukan auditor apabila salah saji yang material
tidak terungkap adalah melaksanakan audit sesuai dengan standar auditing.

3. Kekeliruan versus Kecurangan

SAS 99 (AU 316) membedakan antara dua jenis salah saji : kekeliruan (error) dan
kecurangan (fraud). Kedua jenis salah saji ini dapat material maupun tidak material.
Kekeliruan (error) adalah salah saji dalam laporan keuangan yang tidak disengaja, sementara
kecurangan (fraud) adalah salah saji yang disengaja. Dua contoh kekeliruan antara lain
kesalahan perhitungan harga dikalikan dengan kuantitas pada faktur penjualan dan salah
14

melihat bahan baku yang lama dalam menentukan nilai persediaan dengan metode yang
terendah antara harga perolehan atau harga pasar.

Untuk kecurangan, dapat dibedakan antara misapropriasi aset (misappropriation of


assets), yang sering kali disebut sebagai penyalahgunaan atau kecurangan karyawan, serta
pelaporan keuangan yang curang (fraudulent financial reporting), yang sering kali disebut
sebagai kecurangan manajemen. Contoh misapropriasi aset adalah pengambilan kas oleh
klerk pada saat penjualan yang curang dan tidak memasukkannya ke dalam register kas.
Contoh pelaporan keuangan yang curang adalah dengan sengaja melebih sajikan penjualan
menjelang tanggal neraca untuk meningkatkan laba yang dilaporkan.

4. Skeptisisme Profesional

Standar auditing mensyaratkan bahwa audit dirancang sedemikian rupa agar dapat
memberikan kepastian yang layak untuk mendeteksi baik kekeliruan maupun kecurangan
yang material dalam laporan keuangan. Untuk mencapainya, audit harus direncanakan dan
dilaksanakan dengan sikap skeptisisme profesional atas semua aspek penugasan.

5. Aspek-aspek Skeptisisme Profesional

Skeptisisme profesional terdiri dari dua komponen utama: questioning mind dan penilaian
kritis terhadap bukti audit. Meskipun auditor kemungkinan akan percaya bahwa organisasi
yang diterima sebagai klien memiliki integritas dan jujur, menjaga questioning mind akan
membantu auditor mengoffset bias alami terhadap keinginan percaya klien. Questioning
midset berarti auditor menangani audit dengan pandangan mental “percaya tapi verifikasi’.
Demikiaan juga, ketika mereka mendapatkan dan mengevaluasi bukti yang mendukung
jumlah serta pengungkapan laporan keuangan, skeptitisme professional juga melibatkan
penilaian keritis tentang bukti yang mencangkup pengajuaan pertanyaan yang menyelidik dan
perhatikan inkonsistensi. Ketika menerima tanggung jawab untuk menjaga questioning mind
dan mengevaluasi bukti secara kritias, auditor secara signifikan akan mengurangi
kemungkinan terjadinya kegagalan audit selama proses audit berlangsung.

6. Unsur-unsur skeptitisme professional

Meskipun konsep skeptisme professional telah memiliki unsur mendasar dari standar
auditing selama bertahun-tahun, namun masih sulit mengimplementasikannya dalam praktek.
15

Sayangnya auditor juga manusia yang tunduk pada bias alami mempercayai orang yang
mereka kenal dan yang sering berinteraksi dengan mereka secara teratur Dalam lingkaran
audit, terkadang auditor meyakinkan dirinya bahwa mereka hanya akan menerima klien yang
dapat dipercaya dan yang memiliki integrasi tinggi Dengan demikiaan,sering kali sulit bagi
auditor untuk mengetahui kemungkinan bahwa kliennya kurang memiliki kompetensi atau
mungkin mencoba menipunya selama proses audit yang berlangsung. Meskipun ada
keterbatasan, auditor harus mengatasi bias pertimbangan (judgment bias) tersebut dan harus
terus diingatkan akan pentingnya menjaga skeptisime professional yang sesuai,serta
menyadari adanya risiko salah saji yang material dalam semua audit.

b. Tanggung jawab auditor untuk mendeteksi kekeliruan yang material

Standar auditing tidak membedakan antara tanggung jawab auditor untuk mencari
kekeliruan dan kecurangan. Dalam kedua kasus, auditor harus memperoleh kepastian yang
layak apakah laporan keuangan telah bebas dari salah sati material. Standar itu juga mengakui
bahwa kecurangan seringkali lebih sulit dideteksi karena manajemen atau karyawan yang
melakukan kecurangan akan berusaha untuk menyembunyikan kecurangan itu. Namun,
kesulitan mendeteksi kecurangan tidak mengubah tanggung jawab auditor untuk
merencanakan dan melaksanakan audit secara layak guna mendeteksi salah saji yang
material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan ataupun kecurangan.

c. Tanggung jawab auditor untuk mendeteksi kecurangan yang material

Kecurangan yang berasal dari pelaporan keuangan yang curang versus misapropriasi aset.
Pelaporan keuangan yang curang dan misapropriasi asset berpotensi merugikan para pemakai
laporan keuangan, tetapi ada perbedaan penting di antar keduaanya. Pelaporan keuangan
yang curang akan merugikan para pemakai karena menyediaakan informasi laporan keuangan
yang tidak benar untuk membuat keputusan. Apabila asset disalahgunakan auat
dimisapropriasi, para pemegang saham,kreditor,serta pihak lainnya akan merugikan karena
asset tersebut tidak lagi menjadi milik pemiliknya yang sah.

Secara umum, pelaporan keuangan yang curang dilakukan olejh pihak manajemen, yang
terkadang tanpa sepengetahuaan para karyawan. Manajemen adalah pihak yang dapat
membuat keputusan akuntansi danpelaporan tanpa melibatkan para karyawan. Contohnya
adalah keputusan untuk menghapus catatan kaki yang penting tentang kasus litigasi yang
16

ditunda. Biasanya, tetapi tidak selalu terjadi, pencuriaan asset dilakukan oleh para karyawan,
bukan oleh manajemen dan nilainya seringkali tidak material.

c. Tanggung jawab auditor untuk mempertimbangkan UU dan Regulasi

Kemampuaan auditor untuk mendeteksi salah saji yang material akibat kegagalan
mematuhi UU dan regulasi dipengaruhi oleh factor-faktor berikut :

 Banyak UU dan regulasi yang terutama terkait dengan aspek operasi bisnis dan
biayayanya tidak mempengaruhi laporan keuangan serta terdeteksi oleh sistem
informasi klien berkaitan dengan laporan keuangan.
 Ketidakpatuhan (noncopliase) mungkin melibatkan tindakan menyembunyikan,
seperti kolusi,pemalsuaan,tidak mencatat transaksi secara sengaja, manajemen
mengesampingkan pengendaliaan, atau misrepresentasi yang disengaja kepada
auditor.
 Apakah suatu tindakan merupakan ketidakpatuhan akan ditentukan oleh hukum,
seperti oleh pengadilan.

Salah satu kesulitan yang dihadapi auditor adalah menentukan bagaimana UU dan
regulasi itu mempengaruhi jumlah dan pengungkapan dalam laporan keuangan.

1. UU dan regulasi memiliki pengaruh langsung terhadap laporan keuangan

Provisi dari UU dan regulasi tertentu, seperti UU dan regulasi pajak serta pensiun,
umumnya diakui memiliki pengaruh langsung terhadap jumlah dan pengungkapan dalam
laporan keuangan. Sebagai contoh, pelanggaran atas Undang-Undang pajak federal akan
mempengaruhi secara lansung beban pajak penghasilan dan utang pajak penghasilan. Auditor
terus memperoleh bukti yang cukup dan tepat tentang jumalah yang material serta
pengungkapan yang secara langsung dipengaruhi oleh UU dan regulasi tersebut. Sebagai
contoh, ketika mengaudit beban pajak penghasilan, untuk mengidentifikasi apakah ada
pelanggaran berat atas UU pajak federal atau Negara bagian auditor dapat membahasnya
dengan personil klien dan memeriksa laporan yang dikeluarkan oleh internal Revenue
Service setelah selesai memeriksa SPT pajak klien.

2. UU dan Regulasi yang tidak memiliki pengaruh langsung terhadap laporan keuangan
17

Provisi dari banyak UU dan regulasi tidak mungkin memiliki pengaruh langsung terhadap
laporan keuangan. Namun, ketaatan pada UU dan regulasi tersebut sangatlah mendasar bagi
opersai bisnis serta diperlukan untuk menghindari pinalti yang material. Contohnya termasuk
memasuki ketentuaan lisensi operasi, persyaratan keselamatan karyawan, dan regulasi
tentang lingkungan. Auditor harus melakukan prosedur berikut untuk mengidentifikasi kasus
ketidakpatuhan kepada UU dan regulasi lainnya yang mungkin memiliki pengaruh yang
material terhadap laporan keuangan.

Selama proses audit, prosedur audit lainnya mungkin menemukan adanya dugaan
ketidakpatuhan yang menjadi perhatiaan auditor. Namun, jika ketidakpatuhan yang
diidentifikasi atau dicurigai, auditor tidak diharuskan untuk melaksanakan prosedur audit .

3. Prosedur audit ketika ketidakpatuhan terdetifikasi atau diduga

Jika auditor menemukan informasi mengenai kasus ketidakpatuhan atau dugaan


ketidakpatuhan atau UU dan regulasi, auditor harus memahami sifat dan situasi dari tindakan
itu. Harus diperoleh informasi tambahan untuk mengevaluasi pengaruh potensialnya terhadap
laporan keuangan.

Auditor harus membahas ini dengan pihak manajemen yang tingkatnya berada di atas
pihak yang diduga terlibat dengan ketidakpatuhan dan bila perlu pihak yang bertanggung
jawab atas tata kelola. Jika manajemen atau pihak yang bertanggung jawab atas kelola tidak
dapat memberikan informasi yang cukup yang mendukung bahwa entitas telah menaati UU
dan regulasi dan auditor yakin pengaruh ketidakpatuhan mungkin material terhadap laporan
keuangan, maka auditor harus mempertimbangkan perlunya mendapatkannasihan hukum.
Auditor juga harus mengevaluasi pengaruh ketidakpatuhan itu terhadap aspek lain dari audit,
termasuk penilaian risioko auditor dan reliabilitas representasi lain dari manajemen.

4. Pelaporan ketidakpatuhan yang terdidentifikasi atau diduga

Jika masalah yang terlibat tidak berkaitan, auditor harus berkopmunikasi dengan pihak
yang bertanggungjawab atas masalah tata kelola yang melibatkan ketidakpatuhan terhadap
UU da regulasi yang menjadi focus auditor selama audit. Jika masalah yang terlibat diyakini
bersifat disengaja dan material, hal itu harus dikomunikasikan kepada pihak yang
bertanggung jawab atas tata kelola, sperti dengan direksi sesegera mungkin. Auditor juga
18

harus mengidentifikasi apakah ada tanggung jawab untuk melaporkan ketidakpatuhan yang
didentifikasi atau diduga itu kepada pihak di luar entitas seperti otoritas regulator.

Jika ketidakpatuhan itu memiliki pengaruh yang material dan belum tecermin segera
memadai dalam laporan keuangan, auditor harus menyatakan pendapat wajar dengan
pengecualiaan atau tidak wajar terhadap laporan keuangan. Jika auditor di dilarang oleh pihak
manajemen atau pihak yang bertanggung jawab atas kelola untuk memperoleh bukti yang
cukup dan tepat demi mengevaluasiapakah ketidakpatuhan yang mungkin bersifat material
terhadap laporan keuangan telah terjadi atau mungkin akan terjadi, auditor harus
menyampaikan pendapat wajar dengan pengecualiaan arau menolak memberikan pendapat
atas laporan keuangan berdasarkan pembatasan ruang lingkup.

2.8 Tanggung Jawab dan Praktik Lain

a. Perbuatan dan perkataan yang mendiskreditkan

Anggota tidak diperkenankan melakukan tindakan atau mengucapkan perkataan yang


mencemarkan profesi.

b. Iklan, promosi, dan kegiatan pemasaran lainnya

Anggota dalam menjalankan praktik akuntan publik diperkenankan mencari klien


melalui pemasangan iklan, melakukan promosi pemasaran dan kegiatan pemasaran lainnya
sepanjang tidak merendahkan citra profesi.

c. Komisi dan fee referral

1) Komisi

Komisi adalah imbalan dalam bentuk uang atau barang atau bentuk lainnya yang
diberikan kepada atau diterima dari klien / pihak lain untuk memperoleh perikatan dari klien /
pihak lain. Anggota KAP tidak diperkenankan untuk memberikan / menerima komisi apabila
pemberian / penerimaan komisi tersebut dapat mengurangi independensi.

2) Fee referal (rujukan)

Fee referal (rujukan) adalah imbalan yang dibayarkan / diterima kepada/dari sesama
penyedia jasa professional akuntan publik. Fee referal (rujukan) hanya diperkenankan bagi
sesama profesi.
19

d. Bentuk organisasi dan KAP

Anggota hanya dapat berpraktik akuntan publik dalam bentuk organisasi yang
diizinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku dan yang tidak menyesatkan dan
merendahkan citra profesi.

2.9 Tanggung Jawab Manajemen dan Auditor atas Pengendalian Internal

Tanggung Jawab atas pengendaliaan internal berbeda antara manajemen dan auditor.
Manajemen bertanggung jawab untuk menetapkan dan menyelenggarakan pengendaliaan
internal entitas. Manajemen juga diharuskan oleh section 404 untuk melaporkan secara
terbuka tentang keefektifan pelaksanaan pengendaliaan tersebut. Sebaliknya, tanggung jawab
auditor mencangkup memahami dan menguji pengendalian internal atas pelaporan keuangan.
Auditor perusahaan public berukuran besar diwajibkan oleh SFC untuk menerbitkan laporan
audit tentang keefektifan pelaksanaan pengendaliaan tersebut setiap tahun.

a. Tanggung Jawab Manajemen untuk Menetapkan Pengendaliaan Internal


1) Kepastiaan yang layak

Perusahaan harus mengembangkan pengendaliaan internal yang akan memberikan


kepastiaan yang layak,tetapi bukan absolut, bahwa laporan keuangan telah disajikan secara
wajar. Pengendaliaan internal dikembangkan oleh manajemn setelah mempertimbangkan
biaya maupun manfaat pengendaliaan itu.Kepastiaan yang layak hanya memberikan
kemungkinan yang kecil saja bahwa salah saji yang material tidak akan tercegah atau
terdeteksi secara tepat waktu oleh pengendaliaan internal.

2) Keterbatasan Inheren

Pengendaliaan internal tidak bisa efektif 100% tanpa hiraukan cermatan yang diterapkan
dalam rancangan dan implementasinya. Meskipun personil yang menangani itu sanggup
merancang sebuah sistem yang ideal, keefektifannya tergantung kepada kopetensi dan
ketergantungan orang-orang yang menggunakannya .

b. Tanggung Jawab Pelaporan oleh Manajemen menurut Section 404

Section 404(a) dari UU Sarbanes-Oxley mengharuskan manajemen semua perusahaan


public untuk mengeluarkan laporan pengendaliaan internal yang mencangkup hal-hal berikut:
20

 Suatu pernyataan bahwa manajemen bertanggung jawab untuk menetapkan dan


menyelenggarakan struktur pengendaliaan internal yang memadai serta prosedur
pelaporan keuangan.
 Suatu penilaiaan atas efektivitas struktur pengendaliaan internal dan prosedur
pelaporan keuangan per akhir tahun fiscal perusahaan.

Penilaian manajemen mengenali pengendaliaan internal atas laporan keuangan terdiri


dari dua komponen utama. Pertama, manajemen harus mengevaluasi rancangan
pengendaliaan internal atas pelaporan keuangan. Kedua, manajemen harus menguji
efektivitas pelaksanaan pengendaliaan tersebut.

1) Rancangan pengendaliaan internal

Manajemen harus mengevaluasi apakah pengendaliaan telah dirancangan dan


diberlakukan untuk mencegah atau mendeteksi salah saji yang material dalam laporan
keuangan. Fokus manajemen tertuju pada pengendaliaan atas semua asersi yang relevan bagi
semua akun dan pengungkapan yang signifikan dalam laporan keuangan. Hal ini termasuk
opengevaluasiaan bagaimana transaksi yang signifikan dimulai, diotorisasi, dicatat, diproses,
dan dilaporkan untuk mengidentifikasi titik-titik arus transaksi dimana salah saji yang
material akibat kekeliruaan atau kecurangan bisa saja terjadi.

1) Efektivitas pelaksanaan pengendaliaan

Disamping itu, manajemen juga harus menguji efektivitas pelaksanaan pengendaliaan.


Tujuan pengujiaan ini adalah untuk menentukan apakah pengendaliaan itu telah berjalan
seperti yang dirancang dan apakah orang yang telah melakssnakan memiliki kewenangan
serta kualifikasi yang diperlukan untuk melaksanakan pengendalian itu secara efektif. Hasil
pengujiaan manajemen, yang juga harus di dokumentasikan, akan membentuk dasar bagi
asesnsi manajemen pada akhir tahun fiskal mengenai efektivitas pelaksanaan pengendaliaan.
Manajemen harus mengungkapkan setiap kelemahan pengendalian internal yang material.
Meskipun hanya ada satu kelemahan yang material, manajemen harus tetap menyimpulkan
bahwa pengendaliaan internal perusahaan atas pelaporan keuangan tidak efektif.

c. Tanggung Jawab Auditor untuk Memahami Pengendaliaan Internal

Salah satu prinsip dalam pendahuluan standar auditing AICPA terklarifikasi adalah
bahwa “ Auditor mengidentifikasi dan menilai apakah risiko salah saji yang material dalam
21

laporan keuangan disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan berdasarkan pemahaman yang
cukup tentang entitas dan lingkungannya, termasuk pengendaliaan internal entitas .“ Standar
auditing mengharuskan auditor harus memahami pengendalian internal yang relevan dengan
audit pada setiap penugasan audit. Auditor terutama memperhatikan pengendaliaan atas
reabilitas pelaporan keuangan atau pengendaliaan atas kelas-kelas transaksi.

1) Pengendalian atas Realibilitas Pelaporan Keuangan

Auditor terutama berfokus pada pengendaliaan yang berhubungan dengan perhatiaan


manajemen yang pertama dalam pengendaliaan internal reabilitas pelaporan keuangan.
Namun auditor tidak boleh mengabaikan pengendalian yang mempengaruhi informasi
manajemen internal, seperti anggaran dan laporan kerja internal. Jika pengendalian atas
laporan internal tersebut tidak memadai, nilai laporan itu sebagai bukti akan berkurang.

2) Pengendaliaan atas Kelas-kelas

Transaksi auditor menekankan pengendaliaan internal atas kelas-kelas transaksi, dan


bukan saldo akun, karena kekurangan output sistem akuntansi (saldo akun) sangat tergantung
pada keakuratan input dan pemrosesan (transaksi). Sebagai contoh, jika produk yang dijual,
unit yang output sistem akuntansi (saldo akun) sangat tergantung pada keakuratan input
dikirim, atau harga jual per unit ternyata salah ketika menagih pelanggan, baik penjualan
maupun piutang usaha akan disalahsajikan. Di sisi lain, jika pengendalian untuk memastikan
ketepatan penagihan, penerimaan kas, retur penjualan dan pengurangan harga, serta
penghapusan sudah memadai, saldo akhir piutang usaha mungkin akan benar.

Meskipun menekankan pada pengendalian yang berhubungan dengan transaksi,


auditor juga harus memahami pengendalian atas saldo akun akhir dan tujuan penyajian serta
pengungkapan. Sebagai contoh, tujuan audit yang berhubungan dengan transaksi biasanya
tidak berpengaruh terhadap dua tujuan audit berhubungan dengan saldo : nilai yang dapat
direalisasi serta hak dan kewajiban. Tujuan-tujuan itu juga tidak berdampak terhadap empat
tujuan penyajian dan pengungkapan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Setiap profesi yang memberikan jasa kepada masyarakat tentunya memerlukan


kepercayaan dari masyarakatnya. Begitu juga dengan profesi akuntansi publik. Akuntan
publik merupakan profesi yang telah memperoleh izin untuk memberikan jasa akuntansi
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang yang dapat digunakan oleh masyarakat luas untuk
membantu dalam mengambil keputusan penting dalam bisnis dan perusahaannya. Akuntan
Publik harus senantiasa untuk bekerjasama dengan sesama anggota dalam mengembangkan
profesi akuntansi dan menjalankan tugas serta tanggung jawab profesi. Terdapat tiga
tanggung jawab akuntan publik dalam melaksanakan pekerjaannya yaitu tanggung jawab
moral (moral responsibility), tanggung jawab profesional (professional responsibility),
tanggung jawab hukum (legal responsibility). Selain itu, terdapat beberpa tanggung jawab
sebagai seorang akuntan publik diantaranya tanggung jawab kepada klien, tanggung jawab
kepada rekan seprofesi, tanggung jawab hukum akuntan publik, tanggung jawab manajemen,
tanggung jawab auditor, tanggung jawab dan praktik lain, serta tanggung jawab manajemen
dan auditor atas pengendalian internal.

3.2 Saran
Untuk memperoleh kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa akuntan publik,
tentunya akuntan publik harus menerapkan standar mutu yang tinggi terhadap pelaksanaan
pekerjaan secara professional yang dilakukan oleh anggotanya. Menjaga tugas dan tanggung
jawab dengan baik sebagai seorang akuntan publik juga merupakan salah satu hal yang perlu
diperhatikan dalam pelaksanaannya sehingga seorang akuntan publik diharapkan mampu
menjadi akuntan publik yang kompeten dan dapat dipertanggung jawabkan keahliannya.

22
23

DAFTAR PUSTAKA

Alvin, A., Randal, J., Mark, S. 2015. Auditing & Jasa Assurance. Jakarta:Penerbit Erlangga.

Mulyadi. 2014. Auditing. Jakarta:Salemba Empat.

Tasya Talitha. 2021. Pengertian Tanggung Jawab dan Contoh Tanggung Jawab.
https://www.gramedia.com/best-seller/tanggung-jawab/

Ricardo, S. 2009. Kewajiban dan Tanggung Jawab Hukum Akuntan Publik.


https://www.hukumonline.com/berita/a/kewajiban-dan-tanggung-jawab-hukum-akuntan-
publik-hol21999/

You might also like