You are on page 1of 76

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah, SWT atas berkat dan karunia-
Nya, yang telah memberikan petunjuk kepada kita semua sehingga penyusunan
Pedoman Promosi Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Bengkalis ini dapat
diselesaikan dengan baik.
Pedoman ini disusun guna memberikan gambaran dan informasi terkait
Pelayanan Promosi Kesehatan di RSUD Bengkalis.
Kami berharap agar pedoman ini dapat memberikan manfaat bagi semua
pihak dalam mengisi ruang informasi dan pengetahuan tentang promosi kesehatan
rumah sakit.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu, baik langsung maupun tidak langsung, dalam penyusunan pedoman ini.
Kami juga berharap adanya masukan dan koreksi dari semua pihak demi
penyempurnaan pedoman ini kedepan.
Semoga dengan apa yang disajikan akan muncul pemahaman bersama
bahwa pelayanan kesehatan yang bermutu hanya dapat dicapai dengan kesatuan
gerak dari semua pihak serta pembenahan dan pembelajaran yang berkelanjutan.

Bengkalis, 6 Juli 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................


DAFTAR ISI ..............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................
A. LATAR BELAKANG ………...................................................................
B. TUJUAN ……….....................................................................................
C. RUANG LINGKUP …….........................................................................
D. BATASAN OPERASIONAL ……...........................................................
E. LANDASAN HUKUM ………..................................................................
BAB II STANDAR KETENAGAAN ……….............................................................
A. KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA ……....................................
B. DISTRIBUSI KETENAGAAN …….. ......................................................
C. PENGATURAN JAGA ………................................................................
BAB III STANDAR FASILITAS …….. ....................................................................
A. DENAH RUANGAN PELAYANAN PKRS ………...................................
B. STANDAR FASILITAS ………………….................................................
BAB IV TATALAKSANA PELAYANAN PKRS .......................................................
A. PENGKAJIAN PROMOSI KESEHATAN ……………………………….
B. PERENCANAAN PROMOSI KESEHATAN ......................................... 13
C.PELAKSANAAN PROMOSI KESEHATAN ........................................... 14
BAB V KOMUNIKASI EFEKTIF ………................................................................. 25
A. PENGERTIAN KOMUNIKASI ……….................................................... 25
B. UNSUR KOMUNIKASI ………............................................................... 25
C. HAMBATAN DALAM KOMUNIKASI ………........................................... 27
D. TATA CARA KOMUNIKASI ………........................................................ 27
E. RUANG LINGKUP KOMUNIKASI ……….............................................. 30
F. TATA LAKSANA KOMUNIKASI …………............................................. 30
1. PERENCANAAN KOMUNIKASI …………........................................ 30
2. KOMUNIKASI DENGAN PASIEN DAN KELUARGA ………............ 31
2.1 KOMUNIKASI EFEKTIF PERAWAT DAN PASIEN .................... 31
2.2 KOMUNIKASI EFEKTIF DOKTER PASIEN ............................. 35

ii
3. KOMUNIKASI INTERNAL RUMAH SAKIT ….………………………. 46
3.1 KOMUNIKASI ANTAR STAF KLINIS …….................................. 46
- KOMUNIKASI EFEKTIF DENGAN METODE SBAR .................... 46
- KOMUNIKASI EFEKTIF DENGAN METODE ISBAR .................. 48
- KOMUNIKASI EFEKTIF DENGAN METODE SOAP .................... 49
- KOMUNIKASI EFEKTIF DENGAN METODE
TULBAKON/TBAK........................................................................
59
3.2 HAND OVER DALAM PELAYANAN KESEHATAN .................... 52
3.3 KOMUNIKASI DALAM SERAH TERIMA PASIEN
PADA SAAT TRANSFER ........................................................... 64
3.4 KOMUNIKASI LAYANAN CODE BLUE .....................................
65
3.5 KOMUNIKASI PADA SAAT KEJADIAN BENCANA
KEBAKARAN (CODE RED) ...................................................... 66
4. KOMUNIKASI DENGAN MASYARAKAT ……….............................. 66
BAB VI LOGISTIK ………........................................................................................ 6
A. DEFINISI ……….................................................................................... 68
B. PERALATAN ………............................................................................... 68
BAB VII PENGENDALIAN MUTU ………................................................................. 69
A. DEFINISI ……….................................................................................... 69
B. TUJUAN ………..................................................................................... 69
C. KEGIATAN PENGENDALIAN MUTU ………......................................... 69
D. KEGIATAN PENINGKATAN MUTU ………........................................... 70
BAB VIII MONITORING DAN EVALUASI ………….................................................. 71
BAB IX PENUTUP ……………................................................................................ 72

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, dimana bertujuan untuk mewujudkan derajat
kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan
dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif),
penyembuhan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan
pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh,
terpadu dan berkesinambungan.
Promosi kesehatan rumah sakit adalah upaya rumah sakit untuk
meningkatakan kemampuan pasien dan kelompok–kelompok masyarakat, agar
pasien dapat mandiri dalam meningkatkan keshatan dan mencegah masalah–
masalah kesehatan dan mengebangkan upaya kesehatan bersumber daya
masyarakat, Manajemen Komunikasi dan Edukasi Rumah Sakit dapat
mencakup informasi sumber–sumber dikomunitas untuk tambahan pelayanan
apabila diperlukan, serta bagaimana akses kepelayanan emergensi bila
dibutuhkan.
Sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 44 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyelenggaraan Promosi Kesehatan
di daerah, prinsip dasar promosi kesehatan rumah sakit adalah upaya untuk
meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk
dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong dirinya sendiri, serta
mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai sosial
budaya setempat dan didukung kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.
Menolong diri sendiri artinya masyarakat mampu menghadapi masalah–
masalah kesehatan potensial (yang mengancam) dengan cara mencegahnya,
dan mengatasi masalah–masalah kesehatan yang sudah terjadi dengan cara
menanganinya secara efektif serta efesien. Dengan kata lain, masyarakat
mampu berperilaku hidup bersih dan sehat dalam rangka memecahkan
masalah–masalah kesehatan yang dihadapinya (problem solving), baik

1
masalah–masalah kesehatan yang sudah diderita maupun yang potensial
(mengancam), secara mandiri (dalam batas–batas tertentu).
Jika definisi itu diterapkan di rumah sakit, maka dapat dibuat rumusan
sebagai berikut: Promosi Kesehatan oleh Rumah Sakit (PKRS) adalah upaya
untuk meningkatkan kemampuan pasien, klien, dan kelompok–kelompok
masyarakat, agar pasien dapat mandiri dalam mempercepat kesembuhan dan
rehabilitasinya, klien dan kelompok–kelompok dapat mandiri dalam
meningkatkan kesehatan, mencegah masalah–masalah kesehatan, dan
mengembangkan upaya kesehatan bersumber daya masyarakat, melalui
pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama mereka, sesuai sosial budaya
mereka, serta didukung kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.
Dan untuk dapat melaksanakan berbagai macam kegiatan promosi
kesehatan rumah sakit maka diperlukan suatu pedoman pelayanan kegiatan
promosi kesehatan rumah sakit sebagai acuan dalam melaksanakan kegiatan
promosi kesehatan oleh rumah sakit.

B. TUJUAN PEDOMAN
a. Umum
Sebagai acuan dalam melaksanakan promosi kesehatan rumah sakit
agar pasien, dan kelompok–kelompok masyarakat agar dapat mandiri dalam
mempercepat penyembuhan dan rehabilitasinya, klien dan kelompok
masyarakat dapat mandiri dalam meningkatkan kesehatan dan mencegah
masalah–masalah kesehatan yang ada.

b. Khusus
1. Memberikan pengetahuan dan pedoman bagi petugas mengenai promosi
kesehatan rumah sakit.
2. Agar petugas, perawat dan dokter dapat melakukan komunikasi yang
efektif dengan pasien dan keluarganya.

C. RUANG LINGKUP
Tim promosi kesehatan rumah sakit membuat perencanaan tentang promosi
kesehatan pada pasien, keluarga dan masyarakat meliputi kebutuhan akan

2
adanya edukasi, ketersediaan tenaga educator yang di butuhkan, ruangan dan
tentang materi edukasi kesehatan baik pada pasien, keluarga dan masyarakat
kebutuhan.
Pada dasarnya banyak tersedia peluang untuk melaksanakan promosi
kesehatan di RS. Ruang lingkup pelayanan kesehatan rumah sakit (PKRS)
RSUD Bengkalis secara umum dapat di kategorikan sebagai berikut :
a) Di dalam gedung
Di dalam gedung rumah sakit PKRS dilaksanakan seiring dengan
pelayanan yang dilaksanakan rumah sakit, antara lain :
1) PKRS di ruang pendaftaran/administrasi, yaitu dimana pasien/klien harus
melapor/mendaftar sebelum mendapatkan pelayanan
2) PKRS di pelayanan rawat jalan bagi pasien yaitu di poliklinik-poliklinik
kebidanan, poliklinik mata, poliklinik anak, poliklinik bedah, poliklinik
penyakit dalam, poliklinik saraf dan lain-lain
3) PKRS di pelayanan rawat inap bagi pasien yaitu di ruang gawat darurat,
ruang ICU dan ruang rawat inap
4) PKRS di pelayanan pelayanan Penunjang Medik bagi pasien yaitu
pelayanan obat/apotik, pelayanan laboratorium, pelayanan radiologi, dan
pelayanan rehabilitasi medik
5) PKRS dalam pelayanan bagi klien (orang sehat), yaitu seperti di
pelayanan KB, konseling gizi, bimbingan senam, pemeriksaan kesehatan
jiwa, konseling kesehatan remaja, medical check up dan lain – lain
6) PKRS diruang yaitu Promosi kesehatan yang dilakukan di dalam gedung
rumah sakit adalah sebagai berikut:
6.1 Promosi kesehatan bagi pasien rawat jalan
6.2 Promosi kesehatan bagi pasien Rawat inap

b) Di luar gedung
Kawasan luar gedung rumah sakit dapat di manfaatkan secara maksimal
untuk PKRS yaitu :
1) PKRS di tempat parkir, yaitu pemanfaatan ruang yang ada di
lapangan/gedung parkir sejak dari bangunan gardu parkir sampai ke

3
sudut–sudut lapangan/gedung parkir, seperti pemasangan spanduk,
baleho dan poster
2) PKRS ditempat umum seperti kantin, tempat ibadah dan lain lain
3) PKRS di taman Rumah Sakit, yaitu baik taman–taman yang ada
didepan, samping/sekitar maupun di dalam/halaman dalam Rumah
Sakit.
4) PKRS dikantin/warung–warung/kios–kios yang ada dikawasan Rumah
Sakit
5) PKRS di tempat ibadah yang tersedia di sekitar Rumah Sakit
6) PKRS di pagar pembatas kawasan Rumah Sakit
7) PKRS di dinding luar Rumah Sakit

D. BATASAN OPERASIONAL
Pedoman Manajemen Komunikasi dan Edukasi Rumah Sakit adalah
kumpulan ketentuan dasar yang memberi arah dalam pelayanan edukasi pada
pasien dan keluarga, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam sistem
pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada keterlibatan pasien
dalam pengambilan keputusan terkait masalah kesehatan yang dialami.

E. LANDASAN HUKUM
Adapun landasan hukum dari PKRS meliputi :
1. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 44 Tahun 2018 tentang
Penyelenggaraan Promosi Kesehatan Rumah Sakit;
2. Undang–undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
3. Undang–undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
4. Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Bengkalis
Nomor: 303/KPTS/VI/2022 tentang Tim Akreditasi Rumah Sakit Umum
Daerah Bengkalis;
5. Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Bengkalis
Nomor: 275/KPTS/IV/2022 tentang Tim Promosi Kesehatan Rumah Sakit
Umum Daerah Bengkalis;
6. KMK Nomor HK.01.07/MENKES/1128/2022 tentang Standar Akreditasi
Rumah Sakit.

4
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia

Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Bengkalis membentuk tim yang


bertanggung jawab sebagai pengeloa PKRS. Tim harus berada pada posisi
yang dapat menjangkau seluruh unit yang ada di Rumah Sakit sehingga fungsi
koordinasinya dapat berjalan secara efektif dan efesien. Pembentukan Tim
dirumuskan tugas pokok dan fungsinya serta tata hubungan kerja dengan
instansi lainya dan dituangkan dalam keputus direksi, selanjutnya diikuti dengan
penugasan sejumlah tenaga rumah sakit sebagai pengelola purna waktu.
Kualifikasi tenaga tersebut mengacu kepada standar minimal tenaga PKRS.

Organisasi PKRS minimal terdiri atas:

1.  Kepala instalasi atau unit fungsional PKRS, yang dijabat oleh tenaga
kesehatan, minimal pendidikan S1 Kesehatan, dan telah mendapatkan
pelatihan pengelolaan PKRS
2. Pengelola PKRS, adalah tenaga kesehatan, tenaga kesehatan fungsional
Promosi Kesehatan, dan tenaga non kesehatan yang mempunyai kompetensi
Promosi Kesehatan

Standar tenaga khusus promosi kesehatan untuk rumah sakit adalah sebagai
berikut :

1. Medical Information (Dokter Umum atau Dokter Spesialis)


2. Keperawatan (Perawat dan Bidan)
3. Farmasi/Apoteker
4. Ahli Gizi/Nutrisionis
5. Rehabilitasi Medis
6. Costumer Service
5
B. Distribusi Ketenagaan
1. Ketua Tim PKRS
2. Wakil Tim PKRS
3. Sekretaris PKRS
4. Unit media Informasi
5. Unit Pennyuluhan
6. Tenaga Kesehatan Promosi Kesehatan :
- Dokter Umum/Dokter Spesialais
- Perawat/bidan
- Apoteker
- Ahli gizi
- Fisioterapis

C. Pengaturan jaga
Pengaturan ketenagaan Tim educator Rumah Sakit diatur berdasarkan
pengaturan jam dinas sesuai dengan pola shift.
a. Waktu kerja pelayanan 24 Jam (3 shift)
b. Ketenagaan tiap shift terdiri dari :
- Shif pagi 07.30 - 14.00 WIB
- Shif sore 14.00 - 20.00 WIB
- Shif malam 20.00 - 08.00 WIB

6
BAB III
STANDAR FASILITAS

Lokasi Tim Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) terletak di LT.4 RSUD
Bengkalis, berdekatan dengan Sekretariat Akreditasi, dan Ruang Asoka. Fasilitas
yang tersedia adalah adanya ruangan khusus untuk edukasi, dan beberapa
peralatan edukasi.

A. Denah Ruangan Pelayanan PKRS

R. ASOKA R. ASOKA
L

a
N n N
ur t ur
s s
e a e
i
4

Pintu
R. KOMITE PKRS R. ASOKA

Untuk pembagian ruangan konseling dari beberapa area yaitu :


1. Ruang konseling di Instalasi Rawat Jalan
2. Ruang konseling di Admisi/Humas
3. Ruang konseling di Unit gawat darurat
4. Ruang konseling di Ruang Anggrek
5. Ruang konseling di Ruang Dahlia
6. Ruang konseling di Ruang Mawar
7. Ruang konseling di Neonatologi Unit
8. Ruang konseling di Ruang OK/Bedah Sentral
9. Ruang konseling di ICU/PICU
10. Ruang konseling di Rawat Cempaka
7
11. Ruang konseling di Rawat Jasmin
12. Ruang konseling di Rawat Asoka

B. STANDAR FASILITAS
Fasilitas minimal yang dimiliki Tim PKRS adalah adanya ruangan khusus
untuk edukasi, dan peralatan edukasi, diantaranya :

1. ruangan pengelola 1 ruangan


2. ruangan edukasi/penyuluhan 1 ruangan
3. laptop 1 set
4. LCD Proyektor 1 set
5. layar proyektor 1 set
6. portable sound 1 set
7. food model 1 set
8. fantom anatomi 1 set
9. fantom gigi 1 set
10. papan informasi 1 set
11. fantom mata 1 set
12. VCD/DVD player 1 set

8
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

Penyelenggaraan PKRS dilakukan dalam rangka memberdayakan Pasien,


Keluarga Pasien, SDM Rumah Sakit, Pengunjung Rumah Sakit, dan Masyarakat
Sekitar Rumah Sakit untuk berubah dari tidak tahu menjadi tahu (aspek knowledge),
dari tahu menjadi mau (aspek attitude), dan dari mau menjadi mampu melaksanakan
perilaku yang diperkenalkan (aspek practice), agar dapat mencegah terjadinya
penyakit dan meningkatkan kesehatan. Agar penyelenggaraan PKRS berjalan
dengan baik, diperlukan adanya manajemen PKRS secara menyeluruh, yang
meliputi:

A. Pengkajian Promosi Kesehatan

Pengkajian dilaksanakan oleh pelaksana PKRS di masing-masing


instalasi/unit pelayanan Rumah Sakit setiap tahun, dengan pendekatan sasaran
untuk melihat penyebab dan faktor risiko terjadinya penyakit berdasarkan
perilaku dan non perilaku. Perilaku meliputi pengetahuan (knowledge), sikap
(attitude), dan tindakan (practice). Pengetahuan yang dikaji antara lain apa yang
diketahui oleh sasaran tentang penyakit, cara menghindari dan mengendalikan
penyakit, cara memelihara kesehatan, dan pemanfaatan pelayanan kesehatan.
Sikap yang dikaji adalah respon sasaran terhadap kesehatan. Tindakan yang
dikaji adalah kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh sasaran dalam rangka
memelihara dan meningkatkan kesehatan. Non perilaku meliputi ketersediaan
sarana dan prasarana pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan, kebijakan
kesehatan, pendidikan kesehatan, kondisi ekonomi, sosial, budaya, pendidikan,
kebijakan publik berwawasan kesehatan, kondisi lingkungan, dan sebagainya.
Non perilaku yang dikaji adalah faktor yang terkait langsung dengan penyebab
masalah kesehatan.

9
Pengkajian bagi Pasien dan Keluarga Pasien dapat dilakukan
berdasarkan formulir pengkajian Pasien, dengan menganalisis formulir
pengkajian Pasien (assessment patient), yang meliputi status merokok, riwayat
konsumsi alkohol, aktivitas fisik, status gizi, status sosial ekonomi, dan faktor
risiko lainnya terkait diagnosa penyakitnya, penggunaan obat yang aman, dan
rasional, penggunaan peralatan medis yang aman, nutrisi, manajemen nyeri,
teknik rehabilitasi. Dikelompokkan berdasarkan demografi diuraikan menurut
usia, etnis, tingkat pendidikan, serta bahasa yang digunakan termasuk hambatan
komunikasi (kemampuan membaca, hambatan emosional, keterbatasan fisik dan
kognitif serta kesediaan menerima informasi) agar edukasi dapat efektif.

Pengkajian bagi SDM Rumah Sakit dilaksanakan dengan melakukan


penilaian terhadap keadaan SDM Rumah Sakit dengan mengunakan instrumen
asesmen SDM Rumah Sakit yang meliputi:

1. karakteristik SDM Rumah Sakit, terdiri atas umur, jenis kelamin, tempat
bekerja;
2. status gizi, terdiri atas Indeks Massa Tubuh (IMT), lingkar perut, LLA;
3. kondisi kesehatan, terdiri atas tekanan darah, frekuensi nadi, gula darah
sewaktu, kolestrol total, dan asam urat;
4. perilaku, terdiri atas status merokok, riwayat konsumsi alkohol, aktivitas fisik,
makan sayur dan buah, riwayat vaksinasi, cek kesehatan berkala dan risiko
terhadap pekerjaan dan lingkungan kerja; dan
5. Riwayat penyakit yang pernah didireta dan keluarga.

Pengakajian terhadap Pengunjung Rumah Sakit dan Masyarakat Sekitar


Rumah Sakit dilaksanakan menggunakan data sekunder yang terdiri atas data
demografi, data penyakit, data kunjungan dan data perilaku. Data demografi
diuraikan menurut, usia, etnis, agama, tingkat pendidikan, serta bahasa yang
digunakan. Data penyakit yaitu data penyakit yang ditangani di Rumah Sakit
dalam satu tahun dikelompokkan berdasarkan berdasarkan diagnosa penyakit.
Data kunjungan yaitu dengan cara merinci kunjungan di setiap instalasi/unit
dalam bulan 1 tahun terakhir. Data perilaku didapat dari hasil survei Rumah
Sakit, atau survei kesehatan (Riskesdas)/survei kesehatan dari lembaga lainnya.

10
Untuk mengetahui dampak terhadap keberadaan Rumah Sakit serta pola
penyakit di wilayah setempat, pengkajian dilakukan dengan melakukan analis
terhadap data kondisi lingkungan sekitar Rumah Sakit dan kondisi wilayah
setempat seperti daerah endemis rabies, malaria, DHF, dsb. Data dapat
menggunakan laporan tahunan dari dinas kesehatan pemerintah daerah
setempat, seperti data kejadian penyakit menular dan tidak menular, prevalensi
stunting, gizi buruk, TBC, cakupan imunisasi lengkap, angka kematian ibu dan
anak, dan sebagainya, serta data terhadap sumber-sumber yang ada di
masyarakat yang dapat dijadikan mitra.

Berdasarkan hasil pengkajian tersebut di atas, diperoleh data dan


informasi profil masing-masing sasaran untuk menentukan kebutuhan aktivitas
Promosi Kesehatan dari masing-masing sasaran, dan dijadikan dasar dalam
membuatkan perencanaan PKRS.

Untuk melakukan pengkajian terhadap Pasien dan Keluarga Pasien serta


pengkajian terhadap SDM Rumah Sakit dapat melihat contoh formulir pengkajian
sebagai berikut:

11
12
B. Perencanaan Promosi Kesehatan

Perencanaan PKRS dibuat oleh pengelola PKRS, setiap tahun disetiap


instalasi/unit pelayanan dengan melibatkan multi profesi/disiplin, profesional
pemberi asuhan (PPA), dan unsur lain yang terkait dengan Promosi Kesehatan
bagi sasaran di Rumah Sakit. Perencanaan PKRS dibuat berdasarkan hasil
kajian kebutuhan Promosi Kesehatan, dengan menetapkan target capaian,
kebutuhan sarana dan prasarana, tenaga, dana dan menetukan metode
pelaksanaan perubahan perilaku, yang akan dijadikan sebagai bahan dalam
monitoring dan evaluasi. Perencanaan PKRS dapat menggunakan instrumen
perencanaan yang dapat dikembangkan sendiri oleh masing-masing Rumah
Sakit. Langkah- langkah dalam perencanaan PKRS sebgai berikut:

1. Penetapan tujuan perubahan perilaku sasaran, mencakup target peningkatan


pengetahuan, peningkatan sikap, peningkatan perilaku, dan peningkatan
status kesehatan.
2. Penentuan materi Promosi Kesehatan yang dibuat secara praktis mudah
dipahami oleh sasaran.
3. Penentuan metode berdasarkan tujuan dan sasaran, dengan
mempertimbangkan sumber daya Rumah Sakit (tenaga, waktu, biaya, dan
sebagainya).
4. Penentukan media yang akan digunakan untuk membantu penyampaian
informasi dan edukasi dengan bahasa mudah dimengerti, meliputi media
cetak, media audiovisual, media elektronik, media luar ruang, dan
sebagainya.
5. Penyusunan rencana evaluasi, meliputi waktu dan tempat pelaksanaan
evaluasi, kelompok sasaran yang akan dievaluasi, pelaksana kegiatan
evaluasi, dan sebagainya.
6. Penyusunan jadwal pelaksanaan, meliputi tempat dan waktu pelaksanaan
kegiatan, penanggung jawab dan pelaksana kegiatan, biaya yang dibutuhkan
dan sebagainya. Jadwal pelaksanaan biasanya disajikan dalam bentuk
tabel/gantt chart.

13
Perencanaan ditetapkan oleh Kepala atau Direktur Rumah Sakit.
Perencanaan dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan bersama
dengan instalasi/unit terkait lainnya dengan mempertimbangkan situasi dan
kondisi Rumah Sakit.

C. Pelaksanaan Promosi Kesehatan


Pelaksanaan PKRS dilakukan dengan strategi pemberdayaan masyarakat,
advokasi, dan kemitraan, dengan berbagai metode dan media yang tepat, data
dan informasi yang valid/akurat, serta sumber daya yang optimal termasuk
sumber daya manusia yang profesional. Pelaksanaan PKRS menjadi tanggung
jawab instalasi/unit/tim PKRS serta melibatkan multi disiplin/multi profesi terkait
sesuai dengan peran, tugas, dan tanggung jawab masing-masing. Pelaksanaan
PKRS dilakukan sesuai dengan perencanaan kebutuhan Promosi Kesehatan
yang telah ditetapkan melalui strategi pemberdayaan masyarakat, advokasi, dan
kemitraan, yangmeliputi:
1. Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat, yang merupakan upaya membantu atau
memfasilitasi sasaran, sehingga memiliki pengetahuan, kemauan, dan
kemampuan untuk mencegah dan atau mengatasi masalah kesehatan yang
dihadapinya. Berbagai metode pemberdayaan masyarakat yang dapat
dilakukan di Rumah Sakit pada sasaran, antara lain berbentuk pelayanan
konseling terhadap:

a. Bagi pasein dan Keluarga Pasien di rawat inap maupun rawat jalan dapat
dilakukan beberapa kegiatan pemberdayaan Pasien seperti konseling di
tempat tidur (disebut juga bedside health promotion), diskusi kelompok
(untuk penderita yang dapat meninggalkan tempat tidur) terhadap upaya
peningkatan kesehatan terhadap penyakit yang diderita, biblioterapi
(menyediakan atau membacakan bahan-bahan bacaan bagi Pasien).
Konseling penggunaan obat, alat bantu, dan sebagainya. Pemberdayaan
Keluarga Pasien misalnya konseling terhadap diagnosa penyakit yang
diderita Pasien, diskusi kelompok dengan mengumpulkan Keluarga Pasien
dalam upaya meningkatan hudup sehat. Pelaksanaan pemberdayaan Pasien
dan Keluarga Pasien dalam konseling/edukasi dicatat dalam rekam medis
14
dan dilaksanakan oleh Profesional Pemberi Asuhan (PPA). Dalam
melaksanakan pemberdayaan Pasien dan Keluarga Pasien agar intervensi
Promosi Kesehatan berjalan efektif harus memperhatikan sosial budaya,
tingkat pendidikan, ekonomi, etnis, agama, bahasa yang digunakan serta
hambatan komuniasi, emosional dan motivasi untuk berubah, keterbatasan
fisik dan kognitif, serta kesediaan Pasien menerima informasi.
Pemberdayaan Pasien dan Keluarga Pasien dalam Promosi Kesehatan
berkelanjutan dilaksanakan pada Pasien setelah pulang dari Rumah Sakit
atau rujuk balik sesuai dengan hasil re-asesmen kebutuhan Promosi
Kesehatan. Bentuk kegiatan dapat berupa kunjungan rumah untuk
melakukan konseling/edukasi kepada Pasien dan Keluarga Pasien dalam
rangka upaya mengendalikan faktor risiko penyakit dan peningkatan
kesehatan, pembinaan komunitas dimana Pasien sebagai bagian dari
kelompok masyarakat peduli kesehatan seperti kelompok peduli TBC,
HIV/AID, Diabetes, Klub Jantung Sehat, dan sebagainya. Pembinaan teknis
medis dilakukan oleh profesional sesuai dengan keahlian.

b. Bagi SDM Rumah Sakit, dalam rangka merubah perilaku berdasarkan hasil
asesmen, dilakukan intervensi perubahan perilaku, sesuai dengan
kebutuhan Promosi Kesehatan, seperti intervensi terhadap masih banyaknya
SDM Rumah Sakit yang merokok, maka kegiatan pemberdayaan dapat
dilakukan dengan konseling merokok/coaching berhenti merokok.
Membudayakan aktivitas fisik setiap SDM Rumah Sakit dengan melakukan
senam secara rutin setiap hari tertentu dan dilakukan pengukuran
kebugaran, edukasi terhadap risiko pekerjaan dan lingkungan terutama
sampah medis, pentingnya pengendalian IMT normal, di setiap unit/instalasi
sebagai agent of change (AoC) sebagai motor dalam perubahan perilaku,
memberikan hadiah (reward) atau harus “dipaksa” menggunakan peraturan
dan sanksi (punishment), serta peningkatan keterampilan SDM Rumah Sakit
dengan pelatihan, sosialisasi dan sebagainya.

c. Bagi Pengunjung Rumah Sakit dan Masyarakat Sekitar Rumah Sakit,


pelaksanaan Promosi Kesehatan dilakukan dalam rangka perubahan
perilaku yang berisiko dengan peningkatan pengetahuan, menumbuhkan
15
sikap dan kemauan individu dan masyarakat sehingga dapat berperilaku
hidup bersih dan sehat dan lingkungan sehat. Kegiatan pemberdayaan dapat
dilakukan melalui penyuluhan terhadap penyakit yang berisiko tinggi dan
berbiaya mahal, dan terbanyak yang terjadi di Rumah Sakit, penyebarlusan
informasi melalui media komunikasi, media cetak (leaflet, poster, dan baliho),
media massa penyedia informasi (koran, TV, radio, buletin, penayangan
video pada TV di tempat- tempat yang strategi, dan sebagainya), penyuluhan
massa, demonstrasi/kampanye kesehatan, pemeriksaan kesehatan,
pembinaan pembentukan kelompok peduli kesehatan, pengembangan
daerah binaan Rumah Sakit, dan penggerakan Masyarakat Sekitar Rumah
Sakit dan lain sebagainya.

2. Advokasi
Advokasi dibutuhkan apabila dalam upaya memberdayakan sasaran PKRS
membutuhkan dukungan dari pihak-pihak lain, seperti dalam rangka
pelaksanaan Promosi Kesehatan yang terintegrasi perlu dibuat kebijakan oleh
Direktur atau Kepala Rumah Sakit tentang pelaksanaan Promosi Kesehatan
terhadap hasil asesmen Pasien, Keluarga Pasien, SDM Rumah Sakit,
Pengunjung Rumah Sakit, dan Masyarakat Sekitar Rumah Sakit. Selain itu
diperlukan juga dukungan kebijakan antara lain kelembagaan, organisasi,
tenaga, sarana dan prasarana. Contoh lainnya yaitu untuk mengupayakan
adanya kebijakan lingkungan Rumah Sakit yang tanpa asap rokok, pengaturan
tentang sampah baik sampah medis dan sampah non medis, serta kebijakan
terhadap hasil asesemen yang ditemukan pada sasaran dan lain sebagainya,
perlu melakukan advokasi kepada wakil-wakil rakyat dan pimpinan daerah atau
pemangku kepentingan lainnya untuk diterbitkannya peraturan/kebijakan yang
berkomitmen dalam pelaksanaan PKRS seperti tentang Kawasan Tanpa Rokok
(KTR) yang mencakup di Rumah Sakit, kebijakan mengharuskan seluruh SDM
Rumah Sakit menerapkan PHBS, kebijakan pelaksanaan PKRS harus
dilaksanakan pada setiap unit/intalasi yang terintegrasi dan didukung oleh
tenaga profesional, dana sarana dan prasarana, dan lain sebagainya.

Beberapa metode dalam advokasi antara lain lobby, seminar, sosialisasi, dan
workshop. Dalam melakukan advokasi juga harus didukung dengan data dan
16
informasi terhadap keadaan situasi Rumah Sakit. Adapun tahapan-tahapan
yang dapat memandu advokasi di Rumah Sakit sebagai berikut:

1. memahami/menyadari persoalan yang diajukan


2. tertarik untuk ikut berperan dalam persoalan yang diajukan
3. mempertimbangkan sejumlah pilihan kemungkinan dalam berperan
4. menyepakati satu pilihan kemungkinan dalam berperan
5. menyampaikan langkah tindak lanjut

Jika kelima tahapan tersebut dapat dicapai selama waktu yang disediakan
untuk advokasi, maka dapat dikatakan advokasi tersebut berhasil. Langkah
tindak lanjut yang tercetus di ujung perbincangan (misalnya dengan membuat
disposisi pada usulan/proposal yang diajukan) menunjukkan adanya komitmen
untuk memberikan dukungan.

Kata-kata kunci dalam penyiapan bahan advokasi adalah “Tepat, Lengkap,


Akurat, dan Menarik”. Artinya bahan advokasi harus dibuat:

1. Sesuai dengan sasaran (latar belakang pendidikannya, jabatannya,


budayanya, kesukaannya, dan lain-lain)
2. Sesuai dengan lama waktu yang disediakan untuk advokasi
3. Mencakup unsur-unsur pokok, yaitu Apa, Mengapa, Dimana, Bilamana,
Siapa Melakukan, dan Bagaimana lakukannya (5W + 1H)
4. Memuat masalah dan pilihan-pilihan kemungkinan untuk memecahkan
masalah
5. Memuat peran yang diharapkan dari sasaran advokasi
6. Memuat data pendukung, bila mungkin juga bagan, gambar, dan lain-lain

3. Kemitraan
Baik dalam pemberdayaan masyarakat maupun advokasi, prinsip-prinsip
kemitraan harus ditegakkan. Kemitraan dilaksanakan atas dasar bahwa
pelaksanaan Promosi Kesehatan yang baik tidak dapat dilaksanakan oleh
Rumah Sakit itu sendiri, melainkan melibatkan banyak unsur dan sektor terkait,
sehingga tujuan Promosi Kesehatan dapat merubah perilaku dapat tercapai.
Kemitraan dikembangkan berdasarkan kebutuhan Promosi Kesehatan.
17
Pengelola PKRS harus bekerjasama dengan berbagai pihak terkait, (multi
profesi, multi displin, dan seluruh instalasi/unit pelayan fungsional, serta dinas
kesehatan pemerintah daerah/lintas sektor terakit, Puskesmas/fasilitas
kesehatan tingkat pertama/jejaring pelayanan kesehatan, dan sumber-sumber
yang ada dimasyarakat seperti misalnya kelompok profesi, kelompok peduli
kesehatan, pemuka agama, lembaga swadaya masyarakat, media massa, dan
lain-lain.
Dalam melaksanakan kemitraan ada 3 (tiga) prinsip dasar kemitraan yang
harus diperhatikan yaitu kesetaraan, keterbukaan, dan saling menguntungkan.
1. Kesetaraan
Kesetaraan menghendaki tidak diciptakannya hubungan yang bersifat
hirarkhis (atas-bawah). Semua harus diawali dengan kesediaan menerima
bahwa masing-masing berada dalam kedudukan yang sederajat. Keadaan
ini dapat dicapai bila semua pihak bersedia mengembangkan hubungan
kekeluargaan, yaitu yang dilandasi kebersamaan atau kepentingan
bersama.
2. Keterbukaan
Dalam setiap langkah menjalin kerjasama, diperlukan adanya kejujuran dari
masing-masing pihak. Setiap usul/saran/komentar harus disertai dengan
itikad yang jujur, sesuai fakta, tidak menutup-nutupi sesuatu.
3. Saling menguntungkan
Solusi yang diajukan hendaknya selalu mengandung keuntungan di semua
pihak (win-win solution). Misalnya dalam hubungan antara petugas Rumah
Sakit dengan Pasien, maka setiap solusi yang ditawarkan hendaknya juga
berisi penjelasan tentang keuntungannya bagi Pasien. Demikian juga dalam
hubungan antara Rumah Sakit dengan pihak donatur.

Terdapat tujuh landasan (dikenal dengan sebutan: tujuh saling) yang harus
diperhatikan dan dipraktikkan dalam mengembangkan kemitraan, yaitu:
1) Saling memahami kedudukan, tugas, dan fungsi masing- masing
2)  Saling mengakui kapasitas dan kemampuan masing- masing
3)  Saling berupaya untuk membangun hubungan
4)  Saling berupaya untuk mendekati

18
5)  Saling terbuka terhadap kritik/saran, serta mau membantu dan dibantu
6)  Saling mendukung upaya masing-masing
7)  Saling menghargai upaya masing-masing
Dalam pelaksanaannya, 3 (tiga) strategi tersebut diatas harus diperkuat
dengan metode dan media yang tepat, serta tersedianya sumber daya yang
memadai.
1. Metode dan Media
Metode yang dimaksud adalah metode komunikasi, karena baik
pemberdayaan, advokasi, maupun kemitraan pada prinsipnya adalah proses
komunikasi. Oleh sebab itu perlu ditentukan metode yang tepat dalam proses
tersebut. Pemilihan metode harus dilakukan secara cermat dengan
memperhatikan kemasan informasinya, keadaan penerima informasi
(termasuk sosial budayanya), dan hal- hal lain seperti ruang dan waktu. Media
atau sarana informasi juga perlu dipilih dengan cermat mengikuti metode yang
telah ditetapkan. Selain itu juga harus memperhatikan sasaran atau penerima
informasi. Bila penerima informasi tidak bisa membaca misalnya, maka
komunikasi tidak akan efektif jika digunakan media yang penuh tulisan. Atau
bila penerima informasi hanya memiliki waktu yang sangat singkat, maka tidak
akan efektif jika dipasang poster yang berisi kalimat terlalu panjang.
2. Sumber Daya
Sumber daya utama yang diperlukan untuk penyelenggaraan PKRS adalah
sumber daya manusia yang profesional, mempunyai kompetensi Promosi
Kesehatan dengan telah mengikuti pelatihan-pelatihan yang dipersyaratkan,
sarana/peralatan termasuk media komunikasi, dan dana atau anggaran.
Sumber daya manusia yang utama untuk PKRS meliputi:
a. Semua petugas Rumah Sakit yang melayani Pasien (PPA, tenaga
kesehatan lainnya)
b. Tenaga khusus Promosi Kesehatan (yaitu para pejabat fungsional
Penyuluh Kesehatan Masyarakat)

Berdasarkan uraian mengenai strategi pelaksanaan PKRS yang didukung


dengan metode dan media yang tepat serta sumber daya yang memadai

19
tersebut diatas, berikut beberapa contoh pelaksanaan PKRS sesuai dengan
strategi pelaksanaan PKRS:
1. Pelaksanaan Promosi Kesehatan pada pasein rawat jalan, karena
keterbatasan waktu pelayanan tidak sebanding dengan banyaknya jumlah
Pasien, edukasi tambahan dapat dilakukan dengan cara profesional dalam
bidangnya melatih tenaga kesehatan untuk menjadi edukator, kemudian
dengan jalan mengumpulkan Pasien, Keluarga Pasien, pengantar Pasien
dalam suatu ruangan dan dilakukan edukasi, dan diskusi kelompok, terhadap
diagnosa dan cara mengendalikan faktor risiko. Penggunaan alat peraga
seperti panthom, lembar balik, leaflet, poster dan penayangan video edukasi
lainya sangat membantu proses edukasi, untuk itu media yang tepat dan rinci
sangat dibutuhkan. Yang perlu diperhatikan edukasi dilakukan berdasarkan
kelompok diagnosa penyakit, pelaksanaan edukasi harus memperhatikan
demografi, status sosial, kemampuan baca tulis, dan kesediaan menerima
informasi.

2. Bagi pengunjung Pasien rawat inap, situasi kondisi rawat inap dapat
berpengaruh pada psikologis pengunjung akan kondisi kesehatannya.
Pembagian selebaran leaflet, poster, video infromasi dan sebagainya yang
dapat memberikan informasi tentang penyakit, dan cara mencegah dan
menghidari dan mengendalikan sesuai dengan penyakit Pasien yang akan
mereka jenguk dapat dilakukan. Selain itu, beberapa Rumah Sakit
melaksanakan penyuluhan kelompok kepada para pembesuk ini, yaitu
dengan mengumpulkan mereka yang menjenguk Pasien yang sama
penyakitnya dalam satu ruangan untuk mendapat penjelasan dan berdiskusi
dengan dokter ahli, atau tenaga kesehatan yang sudah terlatih yang
menangani penderita. Misalnya, tiga puluh menit sebelum jam besuk para
penjenguk Pasien penyakit dalam diminta untuk berkumpul dalam satu
ruangan. Kemudian datang dokter ahli penyakit dalam dan tenaga kesehatan
yang terlatih yang mengajak para penjenguk ini berdiskusi tentang penyakit-
penyakit yang diderita oleh Pasien yang akan dijenguknya, Pada akhir
diskusi, dokter ahli penyakit dalam atau tenaga kesehatan yang terlatih tadi

20
berpesan agar hal-hal yang telah di diskusikan disampaikan juga kepada
Pasien yang akan dijenguk.

3. Promosi Kesehatan pada ruang pendaftaran. Begitu Pasien masuk ke gedung


Rumah Sakit, maka yang pertama kali harus dikunjunginya adalah
ruang/tempat pendaftaran, di mana terdapat loket untuk mendaftar. Mereka
akan tinggal beberapa saat di ruang pendaftaran itu sampai petugas selesai
mendaftar. Setelah pendaftaran selesai barulah mereka satu demi satu
diarahkan ke tempat yang sesuai dengan pertolongan yang diharapkan.
Kontak awal dengan Rumah Sakit ini perlu disambut dengan Promosi
Kesehatan. Sambutan itu berupa salam hangat yang dapat membuat mereka
merasa tenteram berada di Rumah Sakit. Di ruang ini pula, disediakan
informasi tentang Rumah Sakit tersebut yang dapat meliputi manajemen
Rumah Sakit, dokter atau perawat jaga, pelayanan yang tersedia di Rumah
Sakit, serta informasi tentang penyakit baik pencegahan maupun tentang cara
mendapatkan penanganan penyakit tersebut. Media informasi yang
digunakan di ruang ini sebaiknya berupa poster dalam bentuk neon box yang
memuat foto dokter dan perawat yang ramah disertai kata-kata “Selamat
Datang, Kami Siap Untuk Menolong Anda” atau yang sejenis. Media yang lain
yang dapat disiapkan di ruang ini misalnya leaflet, factsheet, dan TV.

4. Edukasi dilakukan kepada seluruh Pasien, yaitu di mana setiap petugas


Rumah Sakit yang melayani Pasien meluangkan waktunya untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan Pasien berkenaan dengan penyakitnya atau obat,
atau perilaku yang harus dilakukannya. Selain itu juga disediakan satu ruang
khusus bagi para Pasien rawat jalan yang memerlukan konsultasi atau ingin
mendapatkan informasi. Ruang konsultasi ini disediakan di poliklinik dan
dilayani oleh PPA sesuai dengan poliklinik yang bersangkutan. Tugas
melayani dalam ruang konsultasi ini dapat digilir diantara PPA yang ada, yaitu
mereka yang tidak bertugas di poliklinik, diberi tugas di ruang konsultasi.
Konsultasi seyogyanya dilakukan secara individual. Namun demikian tidak
tertutup kemungkinan dilakukannya konsultasi secara berkelompok (5-6
Pasien sekaligus), jika keadaan memungkinkan. Jika demikian, maka ruang
konsultasi ini sebaiknya cukup luas untuk menampung 6-7 orang. Ruang
21
konsultasi sebaiknya dilengkapi dengan berbagai media komunikasi atau alat
peraga yang sesuai dengan kebutuhan. Media komunikasi yang efektif
digunakan di sini misalnya adalah lembar balik (flash cards), gambar-gambar
atau model-model anatomi, dan tayangan menggunakan OHP atau laptop
dan LCD. Seorang Pasien yang hendak dioperasi katarak, mungkin
menginginkan penjelasan tentang proses operasi katarak tersebut. Jika
demikian, maka selain penjelasan lisan, tentu akan lebih memuaskan jika
dapat disajikan gambar-gambar tentang proses operasi tersebut. Bahkan
lebih bagus lagi jika dapat ditayangkan rekaman tentang proses operasi
katarak melalui laptop dan LCD yang diproyeksikan ke layar.

5. Bagi pengunjung/pengantar ke Rumah Sakit. Mereka ini tidak dalam keadaan


sakit, sehingga memungkinkan untuk mendapatkan informasi dari berbagai
media komunikasi yang tersedia di poliklinik. Oleh karena itu di setiap
poliklinik, khususnya di ruang tunggu, perlu dipasang poster-poster,
disediakan selebaran (leaflet), atau dipasang televisi dan VCD/DVD player
yang dirancang untuk secara terus menerus menayangkan informasi tentang
penyakit sesuai dengan poliklinik yang bersangkutan. Dengan mendapatkan
informasi yang benar mengenai penyakit yang diderita Pasien yang
diantarnya, si pengantar diharapkan dapat membantu Rumah Sakit
memberikan juga penyuluhan kepada Pasien. Bahkan jika Pasien yang
bersangkutan juga dapat ikut memperhatikan leaflet, poster atau tayangan
yang disajikan, maka seolah-olah ia berada dalam suatu lingkungan yang
mendorongnya untuk berperilaku sesuai yang dikehendaki agar penyakit atau
masalah kesehatan yang dideritanya dapat segera diatasi.

6. Promosi Kesehatan di tempat pembayaran. Sebelum pulang, Pasien rawat


inap yang sudah sembuh atau kerabatnya harus singgah dulu di tempat
pembayaran. Di ruang perpisahan ini Pasien/kerabatnya itu memang tidak
berada terlalu lama. Namun hendaknya Promosi Kesehatan juga masih hadir,
yaitu untuk menyampaikan salam hangat dan ucapan selamat jalan, semoga
semakin bertambah sehat. Perlu juga disampaikan bahwa kapan pun kelak
Pasien membutuhkan lagi pertolongan, jangan ragu-ragu untuk datang lagi ke
Rumah Sakit. Datang diterima dengan salam hangat dan pulang pun diantar
22
dengan salam hangat. Biarlah kenangan yang baik selalu tertanam dalam
ingatan Pasien/kerabatnya, sehingga mereka benar- benar menganggap
Rumah Sakit sebagai penolong yang baik.

7. PKRS di pelayanan laboratorium. Selain dapat dijumpai Pasien (orang sakit),


klien (orang sehat), dan para pengantarnya, kesadaran yang ingin diciptakan
dalam diri mereka adalah pentingnya melakukan pemeriksaan laboratorium.
Bagi Pasien adalah untuk ketepatan diagnosis yang dilakukan oleh dokter.
Bagi Keluarga Pasien atau mereka yang sehat lainnya adalah untuk
memantau kondisi kesehatan, agar dapat diupayakan untuk tetap sehat. Pada
umumnya Pasien, klien atau pengantarnya tidak tinggal terlalu lama di
pelayanan laboratorium, oleh karena itu di kawasan ini sebaiknya dilakukan
Promosi Kesehatan dengan media swalayan (self service) seperti poster-
poster yang ditempel di dinding atau penyediaan leaflet yang dapat diambil
gratis.

8. PKRS di pelayanan rontgen. Sebagaimana di pelayanan laboratorium, di


pelayanan rontgen pun umumnya Pasien, klien, dan para pengantarnya tidak
tinggal terlalu lama. Di sini kesadaran yang ingin diciptakan dalam diri mereka
pun serupa dengan di pelayanan laboratorium, yaitu pentingnya melakukan
pemeriksaan rontgen. Bagi Pasien adalah untuk ketepatan diagnosis yang
dilakukan oleh dokter. Bagi Keluarga Pasien atau mereka yang sehat lainnya
adalah untuk memantau kondisi kesehatan, agar dapat diupayakan untuk
tetap sehat. Dengan demikian, Promosi Kesehatan yang dilaksanakan di sini
sebaiknya juga dengan memanfaatkan media swalayan seperti poster dan
leaflet.

9. PKRS di pelayanan obat/apotik juga dapat dijumpai baik Pasien, klien,


maupun pengantarnya. Sedangkan kesadaran yang ingin diciptakan dalam
diri mereka adalah terutama tentang manfaat obat generik dan keuntungan
jika menggunakan obat generik. Kedisiplinan dan kesabaran dalam
menggunakan obat, sesuai dengan petunjuk dokter. Pentingnya memelihara
Taman Obat Keluarga (TOGA) dalam rangka memenuhi kebutuhan akan
obat- obatan sederhana. Di pelayanan obat/apotik boleh jadi Pasien, klien,

23
atau pengantarnya tinggal agak lama, karena menanti disiapkannya obat.
Dengan demikian, selain poster dan leaflet, di kawasan ini juga dapat
dioperasikan VCD/DVD Player dan televisinya yang menayangkan pesan-
pesan tersebut di atas.

10. PKRS di pelayanan pemulasaraan jenasah tentu tidak akan dijumpai Pasien,
karena yang ada adalah Pasien yang sudah meninggal dunia. Yang akan
dijumpai di kawasan ini adalah para Keluarga Pasien atau teman-teman
Pasien (jenasah) yang mengurus pengambilan jenasah dan transportasinya.
Adapun kesadaran dan perilaku yang hendak ditanamkan kepada mereka
adalah tentang pentingnya memantau dan menjaga kesehatan dengan
mempraktikkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Namun perlu
diingat bahwa di kawasan ini suasananya adalah suasana berkabung,
sehingga tidak mungkin dilakukan Promosi Kesehatan yang formal dan ketat.
Dengan demikian, cara yang paling tepat adalah dengan memasang poster-
poster dan atau menyediakan leaflet untuk diambil secara gratis. Akan lebih
menyentuh jika pesan-pesan dalam poster dan leaflet juga dikaitkan dengan
pesan-pesan keagamaan.

24
BAB V
KOMUNIKASI EFEKTIF

A. Pengertian Komunikasi
Komunikasi adalah sebuah proses penyampaian pikiran atau informasi dari
seseorang kepada orang lain melalui suatu cara tertentu sehingga orang lain
tersebut mengerti betul apa yang dimaksud oleh penyampai pikiran-pikiran atau
informasi”. (Komaruddin, 1994; Schermerhorn, Hunt & Osborn, 1994; Koontz &
Weihrich, 1988).
Komunikasi di lingkungan Rumah Sakit diyakini sebagai modal utama untuk
meningkatkan kualitas pelayanan yang akan ditawarkan kepada konsumennya.
Konsumen dalam hal ini juga menyangkut dua sisi yaitu konsumen internal dan
konsumen eksternal. Konsumen internal melibatkan unsur hubungan antar
individu yang bekerja dirumah sakit, sedangkan konsumen eksternal lebih
mengarah pada sisi menerima jasa pelayanan, yaitu klien baik secara individual,
kelompok, keluarga, maupun mnasyarakat yang ada di rumah sakit.
Rumah sakit sebagai suatu organisasi tidak akan efektif apabila interaksi
diantara orang–orang yang tergabung didalamnya tidak pernah ada
komunikasi.Dengan komunikasi maka fungsi manajerial yang berawal dari fungsi
perencanaan, implementasi, dan pengawasan dapat dicapai.

B. Unsur komunikasi
1. Sumber/komunikator (dokter,perawat, admission,kasir,dll)
 Sumber (yang menyampaikan informasi) adalah orang yang
menyampaikan isi pernyataannya kepada penerima. Hal-hal yang menjadi
tanggung jawab pengirim pesan adalah mengirim pesan dengan jelas,

25
memilih media yang sesuai, dan meminta kejelasan apakah pesan
tersebut sudah di terima dengan baik.
 Komunikator yang baik adalah komunikator yang menguasai materi,
pengetahuannya luas dan dalam tentang informasi yang yang
disampaikan, cara berbicaranya nya jelas dan menjadi pendengar yang
baik saat dikonfirmasi oleh si penerima pesan (komunikan)

2. Isi pesan
 Panjang pendeknya, kelengkapannya perlu disesuaikan dengan tujuan
komunikasi, media penyampaian, penerimanya.

3. Media/saluran (Elektronic, Lisan, dan Tulisan).


 Media berperan sebagai jalan atau saluran yang dilalui isi pernyataan
yang disampaikan pengirim atau umpan balik yang disampaikan
penerima. Berita dapat berupa berita lisan, tertulis, atau keduanya
sekaligus. Pada kesempatan tertentu, media dapat tidak digunakan oleh
pengirim yaitu saat komunikasi berlangsung atau tatap muka dengan efek
yang mungkin terjadi berupa perubahan sikap.
 Media yang dapat digunakan: melalui telepon, menggunakan lembar
lipat, buklet, vcd, (peraga).

4. Penerima/komunikan (pasien, keluarga pasien, perawat, dokter, Admission,


kasir, dll).
 Penerima berfungsi sebagai penerima berita. Dalam komunikasi, peran
pengirim dan penerima bergantian sepanjang pembicaraan. Tanggung
jawab penerima adalah berkonsentrasi untuk menerima pesan dengan
baik dan memberikan umpan balik kepada pengirim. Umpan balik sangat
penting sehingga proses komunkasi berlangsung dua arah.
 Pemberi/komunikator yang baik adalah pada saat melakukan proses
umpan balik, diperlukan kemampuan dalam hal-hal berikut :

26
 Cara berbicara (talking), termasuk cara bertanya (kapan menggunakan
pertanyaan tertutup dan kapan memakai pertanyaan terbuka),
menjelaskan, klarifikasi, paraphrase, intonasi.
 Mendengar (listening), termasuk memotong kalimat.
 Cara mengamati (observation) agar dapat memahami yang tersirat di
balik yang tersurat (bahasa non verbal di balik ungkapan
kata/kalimatnya, gerak tubuh).
 Menjaga sikap selama berkomunikasi dengan komunikan (bahasa
tubuh) agar tidak menggangu komunikasi, misalnya karena komunikan
keliru mengartikan gerak tubuh, raut tubuh, raut muka, dan sikap
komunikator.

C. Hambatan Dalam Komuniksai


1. Hambatan Fisik
 Merupakan jenis hambatan berupa fisik, misalnya cacat pendengaran
(tuna rungu), tuna netra, tuna wicara, atau pasien sudah lanjut usia
(lansia).
2. Hambatan Somatik
 Merupakan hambatan mengenai bahasa, baik bahasa yang digunakan
oleh komunikator, maupun komunikan.
3. Hambatan Psikologis
 Merupakan hambatan – hambatan karena adanya unsur – unsur dari
kegiatan psikis manusia.

D. Tata Cara Komunikasi


1. Tujuan Komunikasi
Komunikasi di rumah sakit memiliki dua tujuan, yaitu :
1) Komunikasi yang bersifat infomasi asuhan
Komunikasi yang bersifat untuk memberikan informasi asuhan,
meliputi :
a) Jam Pelayanan
b) Pelayanan yang tersedia
c) Cara mendapatkan pelayanan
27
d) Sumber alternative mengenai asuhan dan pelayanan yang diberikan
ketika kebutuhan asuhan pasien melebihi kemampuan rumah sakit.

Akses informasi ini dapat di peroleh melalui Customer Service,


Admission, dan Website.

2) Komunikasi yang bersifat Edukasi (Pelayanan Promosi)


Komunikasi yang bersifat untuk memberikan informasi asuhan, meliputi :
a) Edukasi tentang obat. (Lihat pedoman pelayanan farmasi)
b) Edukasi tentang penyakit. (Lihat Pedoman Pasien)
c) Edukasi pasien tentang apa yang harus di hindari. (Lihat Pedoman
Pelayanan, Pedoman Fisioterapi)
d) Edukasi tentang apa yang harus dilakukan pasien untuk
meningkatkan kualitas hidupnya pasca dari rumah sakit. (Lihat
Pedoman Pelayanan, Pedoman Gizi, Pedoman Fisioterapi,
Pedoman Farmasi).
e) Edukasi tentang Gizi. (Lihat Pedoman Gizi).
f) Edukasi Pasien dan Keluarga Pasien

2. Proses Komunikasi
Komunikasi efektif adalah : tepat waktu, akurat, jelas, dan mudah
dipahami oleh penerima, sehingga dapat mengurangi tingkat kesalahan
(kesalah pahaman).
Komunikasi dapat efektif apabila pesan diterima dan dimengerti
sebagaimana dimaksud oleh pengirim pesan, pesan ditindaklanjuti dengan
sebuah perbuatan oleh penerima pesan dan tidak ada hambatan untuk hal
itu (Hardjana, 2003).

Gambar :
Oh saya
mengerti
Dia Mengerti…

Umpan Balik

Gangguan

28
Komunikator Pesan Saluran Komunikan

Proses komunikasi meliputi :


1. Pemberi pesan secara lisan memberikan pesan, setelah itu dituliskan
secara lengkap isi pesan tersebut oleh si penerima pesan.
2. Isi pesan dibacakan kembali (Read Back) secara lengkap oleh penerima
pesan.
3. Penerima pesan mengkonfirmasi isi pesan kepada pemberi pesan.
Gambar :

Jadi isi pesannya ini yah


Yah.. benar. pak…

Dikonfirmasikan

Komunikator Isi pesan Ditulis Dibacakan Komunikan

Dalam menuliskan kalimat yang sulit, maka komunikan harus menjabarkan hurufnya
satu persatu dengan menggunakan alfabeth yaitu:
Kode Alfabet International:

29
Sumber: Wikipedia
E. Ruang Lingkup Komunikasi
Ruang lingkup manajemen komunikasi dan informasi yang efektif di rumah
sakit terdiri dari :
1. Perencanaan Komunikasi
2. Komunikasi dengan Pasien dan Keluarga
3. Komunikasi internal Rumah Sakit
4. Komunikasi dengan Masyarakat

F. Tata Laksana
1. Perencanaan Komunikasi
Rumah Sakit Umum Daerah Bengkalis dalam melaksanakan komunikasi
melalui beberapa media, diantaranya :
a. Telepon
 Fungsinya untuk komunikasi verbal antar masyarakat atau instansi
yang terkait dengan rumah sakit, antara dokter konsultan dengan
dokter jaga, dan antar staff dirumah sakit.
b. Radio
 Merupakan media promosi dengan masyarakat tentang jenis
pelayanan yang tersedia, waktu pelayanan, serta kompetensi yang
memberikan pelayanan.
c. Internet

30
 Merupakan media promosi dalam mempromosikan tentang rumah
sakit dan dalam mencari karyawan sesuai dengan kompetensi yang
dibutuhkan.
d. Rekam Medis
 Merupakan alat komunikasi tertulis antar profesi dalam melakukan
asuhan keperawatan pasien dan antar profesi yang terkait. Semua
profesi yang melakukan asuhan keperawatan mencatat kegiatannya
dalam rekam medis sesuai dengan yang ditentukan oleh undang –
undang.
e. Baleho, Banner, Poster,dan Spanduk

2. Komunikasi dengan Pasien dan Keluarga


Komunikasi antar staff rumah sakit dengan pasien dan keluarga harus
dilakukan secara efektif. Komunikasi efektif merupakan komunikasi yang
mampu menghasilkan perubahan sikap (attidute change) pada orang yang
terlibat dalam komunikasi.

Komunikasi efektif yang dilakukan dirumah sakit dapat berupa :


a. Komunikasi Verbal, meliputi :
1) Komunikasi yang dilakukan dengan jelas dan ringkas
2) Perbendaharaan kata, menyampaikan pesan dan informasi serta
istilah – istilah yang mudah dimengerti pasien dengan tingkat
pendidikan, budaya, dan format sehingga pesan menjadi efektif.
3) Intonasi dan kecepatan berbicara, yang harus disesuaikan dengan
tingkat pendidikan dan budaya masyarakat setempat sehingga apa
yang disampaikan menjadi jelas dan dapt merubah perilaku
penerima pesan.
b. Komunikasi Non Verbal, meliputi :
1) Penampilan fisik
2) Sikap tubuh dan cara berjalan
3) Ekspresi wajah dan kontak mata

31
4) Sentuhan (kasih sayang, dukungan emosional, dan perhatian
diberikan melalui sentuhan dan sesuai dengan norma sosial)

Jenis informasi yang perlu disampaikan dari staff medis dan


keperawatan kepada pasien dan keluarga meliputi :
1) Jenis dak akses pelayanan dirumah sakit
2) Biaya perawatan dan tindakan
3) Informasi diagnosa, pemeriksaan yang dilakukan dan akan dilakukan.
4) Asuhan keperawatan, pendidikan pasien dan keluarga

2.1 KOMUNIKASI EFEKTIF PERAWAT DAN PASIEN


Pelayanan rumah sakit tidak dapat dipisahkan dari peran komunikasi. Petugas
dan tenaga medis tidak dapat melaksanakan tahapan-tahapan dalam proses
pelayanan kesehatan dengan baik tanpa kemampuan berkomunikasi yang baik
dengan pasien, teman, atasan dan pihak-pihak lain.
Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan
di rumah sakit dalam hubungan perawat dan pasien adalah pertukaran informasi
secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka. Kemampuan perawat
melakukan komunikasi verbal akan menentukan kualitas asuhan yang diberikan.
Dalam setiap tahapan pelaksanaan proses keperawatam, perawat selalu
menggunakan komunikasi verbal. Oleh karena itu perawat harus memahami hal-hal
yang harus diperhatikan dalam komunikasi verbal.
Tahapan komunikasi dalam keperawatan meliputi tahap pengkajian,
perumusan diagnose, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

1. Tahap Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal proses pelayanan di rumah sakit yang
dilakukan oleh petugas registrasi/admisi dan perawat untuk mengumpulkan data
pasien. Data tersebut diperlukan sebagai dasar pelaksanaan proses
keperawatan pada tahap selanjutnya.
Data pasien diperoleh dari:
a. Wawancara, terdiri dari:
 Wawancara admisi

32
Wawancara ini dilakukan pada saat pertama kali pasien masuk rumah sakit
dengan tujuan untuk mendapatkan data umum atau identitas pasien.
 Wawancara riwayat hidup
Wawancara ini dilakukan oleh perawat untuk mendapatkan informasi
mengenai keluhan pasien, riwayat kesehatan, perjalanan penyakit dengan
tujuan untuk mengetahui alasan pasien datang ke rumah sakit dan menjadi
acuan rencana tindakan keperawatan.
 Wawancara terapeutik
Wawancara ini ditekankan pada fakta, ide dan isi dalam rangka
pengembangan hubungan sehat yang bertujuan untuk membantu pasien
mengidentifikasi masalahnya. Wawancara ini memberikan peluang
kepada pasien untuk mengungkapkan perasaan, mengenal dan
mengetahu masa lalunya. Wawancara terapeutik banyak digunakan oleh
professional kesehatan seperti perawat, dokter, psikolog dan psikiater,
biasanya diterapkan pada pasien yang mengalami gangguan psikologis.
b. Pemeriksaan fisik
c. Pemeriksaan diagnostik (laboratorium, radiologi, dsb)
d. Informasi/catatan dari tenaga medis lain dan dari keluarga pasien

Kemampuan berkomunikasi sangat berpengaruh pada kelengkapan data


pasien. Oleh karena itu, peningkatan komunikasi seorang perawat perlu
mendapatkan perhatian. Dalam berkomunikasi perawat perlu memperhatikan
budaya yang berpengaruh pada waktu dan tempat terjadinya komunikasi,
penggunaan bahasa, usia dan perkembangan pasien.
Ada beberapa hal yang menjadi kendala bagi pasien dalam
menyampaikan, menerima dan memahami informasi yang diterimanya.
Beberapa hal yang menjadi kendala, antara lain:
a. Kemampuan bahasa
Perawat perlu memperhatikan bahasa yang mampu dipahami oleh pasien
dalam berkomunikasi karena penguasaan bahasa sangat berpengaruh
terhadap persepsi dan penafsiran pasien dalam menerima informasi yang
sesuai.
b. Ketajaman pancaindera

33
Ketajaman pancaindera dalam mendengar, melihat, merasa dan mencium
bau merupakan faktor penting dalam komunikasi. Pasien akan dapat
menerima pesan komunikasi dengan baik apabila pancainderanya berfungsi
baik. Bagi pasien yang mengalami gangguan pendengaran, ada tahapan
yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengkajian, yaitu informasi medik
yang mengindikasikan adanya kelemahan pendengaran, memperhatikan
perlu/tidaknya pasien menggunakan alat bantu dengar yang masih
berfungsi, memperhatikan kemampuan pasien membaca ekspresi wajah
dan gerak bibir perawat, dan apakah pasien mampu menggunakan gerak
isyarat sebagai bentuk komunikasi non verbal.
c. Kelemahan fungsi kognitif
Kerusakan yang melemahkan fungsi kognitif, misalnya tumor otak yang
dapat mempengaruhi kemampuan pasien untuk mengungkapkan dan
memahami bahasa. Dalam mengkaji pasien ini, perawat harus dapat
menilai respon baik secara verbal maupun non verbal yang disampaikan
oleh pasien dalam menjawab pertanyaan.
d. Gangguan struktural
Gangguan struktural tubuh terutama yang berhubungan langsung dengan
organ suara seperti mulut dan hidung dapat berpengaruh pada proses
komunikasi.

2. Tahap perumusan diagnosa


Diagnosa dirumuskan berdasarkan data yang diperoleh dari tahap
pengkajian. Perumusan diagnosa keperawatan merupakan hasil penilaian
perawat dengan melibatkan pasien dan keluarganya, tenaga kesehatan lain
yang berkenaan dengan masalah yang dialami pasien. Diagnosa keperawatan
yang tepat memerlukan sikap komunikatif perawat dan sikap kooperatif pasien.

3. Tahap perencanaan
Pengembangan rencana tindakan keperawatan kepada pasien diperlukan
interaksi dan komunikasi dengan pasien. Hal ini untuk menentukan alternative
rencana keperawatan yang akan diterapkan. Misalnya, sebelum memberikan
makanan kepada pasien, perawat harus terlebih dahulu mengetahui makanan
yang sesuai bagi pasien. Rencana tindakan yang dibuat oleh perawat
34
merupakan media komunikasi antar tenaga kesehatan yang berkesinambungan
sehingga pelayanan dapat dilaksanakan secara teratur dan efektif.

4. Tahap pelaksanaan
Tahap pelaksanaan merupakan realisasi dari perencanaan yang telah
ditetapkan terlebih dahulu. Aktifitas ini memerlukan ketrampilan dalam
berkomunikasi dengan pasien. Terdapat dua katergori umum aktivitas perawat
dalam berkomunikasi, yaitu saat mendekati pasien untuk memenuhi kebutuhan
dan saat pasien mengalami masalah psikologis.
Pada saat menghadapi pasien, perawat perlu :
- Menunjukkan raut wajah yang mencerminkan ketulusan agar tercipta
suasana saling percaya saat berkomunikasi.
- Kontak pandang yang menunjukkan perhatian dan kesungguhan perawat.
- Fokus pada pasien.
- Bersikap terbuka untuk menumbuhkan keberanian pasien dalam mengikuti
tindakan keperawatan yang dilakukan.
- Mendengarkan secara seksama dan penuh perhatian untuk mendapatkan
informasi dari pasien. Perawat lebih banyak mendengarkan daripada
berbicara. Hal ini akan menumbuhkan kepercayaan pasien kepada perawat.
- Mendengarkan keluhan pasien dan memahami perasaan.
- Perawat mampu menjelaskan keadaan pasien.
- Perawat mampu menjadi pembimbing dan konseling terhadap pasien.
- Bersikap tenang selama berada di depan pasien.

2.2 KOMUNIKASI EFEKTIF DOKTER DAN PASIEN


Dalam hubungan tenaga medis dan pasien, baik dokter maupun pasien
dapat berperan sebagai sumber atau pengrim pesan dan penerima pesan
secara bergantian. Pasien sebagai pengirim pesan, menyampaikan apa yang
dirasakan atau menjawab pertanyaan tenaga medis sesuai pengetahuannya.
Sementara tenaga medis sebagai pengirim pesan, berperan pada saat
menyampaikan penjelasan penyakit, rencana pengobatan dan terapi, efek
samping obat yang mungkin terjadi serta dampak dari dilakukan dan tidak
dilakukannya terapi tertentu. Dalam penyampaian ini, tenaga medis

35
bertanggung jawab untuk memastikan pasien memahami apa yang
disampaikan.
Sebagai penerima pesan, dokter perlu berkonsentrasi dan memperhatikan
setiap pernyataan pasien. Untuk memastikan apa yang dimaksud oleh pasien,
dokter sesekali perlu membuat pertanyaan atau pernyataan klarifikasi.
Mengingat kesenjangan informasi dan pengetahuan yang ada antara dokter dan
pasien, dokter perlu mengambil peran aktif. Ketika pasien dalam posisi sebagai
penerima pesan, dokter perlu secara proaktif memastikan apakah pasien benar
– benar memahami pesan yang telah disampaikannya. Misalnya dalam
menginterpretasikan kata “panas”. Dokter yang mempunyai pasien berumur dua
tahun memesankan kepada ibu pasien, “Kalau dia panas, berikan obatnya.”
Pengertian panas oleh ibu pasien mungkin saja berbeda dengan yang
dimaksudkan oleh dokter. Dokter perlu mencari cara untuk memastikan si ibu
mempunyai pemahaman yang sama, misalnya dengan menggunakan ukuran
yang tepat, yaitu termometer. Dokter mengajarkan cara menggunakan
termometer untuk mengetahui keadaan anaknya. Si ibu diminta memberikan
obat yang telah diresepkan dokter kepada anaknya apabila suhu tubuh anak
mencapai angka tertentu yang dimaksud dokter mengalami “panas”.
Dalam dunia kesehatan, warna yang berbeda, ukuran yang berbeda, rasa
yang berbeda bisa menjadi hal yang sangat vital karena bisa membedakan
intensitas radang, intensitas nyeri yang pada akhirnya bermuara pada
perbedaan diagnosa maupun jenis obat yang harus diminum. Peran dokter
sebagai fasilitator pembicaraan amat penting agar tidak terjadi salah
interpretasi.
Silverman (1998) menjelaskan bahwa komunikasi efektif tidak berhenti
sampai pemberi pesan selesai menyampaikan maksudnya. Komunikasi baru
dapat dikatakan lengkap ketika pembicara mendapatkan umpan balik dari
penerima yang meyakinkannya bahwa tujuan komunikasinya tercapai (penerima
pesan memahami sesuai yang diharapkannya).
Pada dasarnya komunikasi efektif adalah bagaimana menyatukan sudut
pandang pasien maupun dokter menjadi sebuah bentuk relasi dokter–pasien
(doctor–patient partnership), keduanya berada dalam level yang sejajar dan
saling bekerja sama untuk menyelesaikan masalah kesehatan pasien.

36
Di dunia kedokteran, model proses komunikasi tersebut telah
dikembangkan oleh Van Dalen (2005) menjadi sebuah model yang sangat
sederhana dan aplikatif.

1 3

2 3

 Kotak 1 : Pasien memimpin pembicaraan melalui pertanyaan terbuka yang


dikemukakan oleh dokter (Patient takes the lead through open
ended question by the doctor)
 Kotak 2 : Dokter memimpin pembicaraan melalui pertanyaan tertutup
/terstruktur yang telah disusunnya sendiri (Doctors takes the lead
through closed question by the doctor)
 Kotak 3 : Kesepakatan apa yang harus dan akan dilakukan berdasarkan
negosiasi kedua belah pihak (Negotiating agenda by both)
Keberhasilan komunikasi antara dokter dan pasien pada umumnya akan
melahirkan kenyamanan dan kepuasan bagi kedua belah pihak, khususnya
menciptakan satu kata tambahan bagi pasien yaitu empati.
Empati dapat diraih melalui kecukupan dokter akan listening skills dan training
skills yang dapat diraih melalui latihan.
Carma L Bylund & Gregory Makoul dalam tulisannya tentang Emphatic
Communication in Physician-patient Encouter 2002, menyatakan betapa pentingnya
empati ini dikomunikasikan. Dalam konteks ini empati disusun dalam batasan
definisi berikut :
1. Kemampuan kognitif seorang dokter dalam mengerti kebutuhan pasien.
2. Kemampuan afektifitas/sensitifitas dokter terhadap perasaan pasien.
3. Kemampuan perilaku dokter dalam memperlihatkan / menyampaikan empatinya
kepada pasien.

Berikut adalah contoh aplikasi empati yang dikembangkan oleh Bylund & Makoul
2002
Tingkat atau level empati dalam komunikasi dikodekan dalam suatu sistem. Ada 6
level pada pengkodean ini, yaitu :

37
Level 0 : Dokter menolak sudut pandang pasien.
Level 1 : Dokter mengenal secara sambil lalu.
Level 2 : Dokter mengenal sudut pandang pasien secara implicit.
Level 3 : Dokter menghargai pendapat pasien.
Level 4 : Dokter mengkonfirmasi kepada pasien.
Level 5 : Dokter berbagi perasaan dan pengalaman dengan pasien.

Keterangan :
Level 3 – 5 adalah pengenalan dokter terhadap sudut pandang pasien tentang
penyakitnya, secara eksplisit.

Contoh-contoh kalimat :
Level 5 : Berbagi pengalaman maupun perasaan
“Ya saya mengerti hal ini dapat mengkhawatirkan Anda berdua.
Beberapa pasien pernah mengalami aborsi spontan, kemudian
setelah kehamilan berikutnya mereka sangat, sangat khawatir.
Level 4 : Konfirmasi
“Anda sepertinya sangat sibuk, saya mengerti seberapa besar
usaha Anda untuk menyempatkan berolahraga.”
Level 3 : Penghargaan
“Anda bilang Anda sangat stress datang ke sini? Apa Anda mau
menceritakan lebih jauh apa yang membuat Anda stress?”
Level 2 : Pengenalan dokter terhadap sudut pandang pasien (terhadap
penyakitnya) secara implicit.
Pasien : “Pusing saya ini membuat saya sulit bekerja.”
Dokter : “Ya…? Bagaimana bisnis Anda akhir-akhir ini?”
Level 1 : Pengenalan secara sambil lalu
“A-ha”, tapi dokter mengerjakan hal lain, menulis, membalikkan
badan, menyiapkan alat, dan lain-lain.
Level 0 : Penolakan terhadap apa yang menjadi sudut pandang pasien.
- Mengacuhkan pendapat pasien

38
- Membuat pernyataan yang tidak menyetujui pendapat pasien,
seperti “Kalau stress ya, mengapa datang ke sini?!” atau “Ya, lebih
baik operasi saja sekarang.”

Keterampilan empati bukan hanya sekedar basa basi atau bermanis mulut
kepada pasien, melainkan :
1. Mendengarkan aktif.
2. Responsif pada kebutuhan pasien.
3. Responsif pada kepentingan pasien.
4. Usaha memberikan pertolongan kepada pasien.

Sikap Profesional Dokter


Sikap professional dokter ditunjukkan ketika dokter berhadapan dengan
tugasnya, yang berarti mampu menyelesaikan tugas-tugasnya sesuai dengan peran
dan fungsinya, mampu mengatur diri sendiri seperti ketepatan waktu., pembagian
tugas profesi dengan tugas-tugas pribadi yang lain dan mampu menghadapi
berbagai macam tipe pasien serta mampu bekerja sama dengan profesi kesehatan
yang lain. Di dalam proses komunikasi dokter-pasien, sikap professional ini penting
untuk menjalin sambung rasa, sehingga pasien merasa nyaman, aman, dan dapat
percaya kepada dokter yang merupakan landasan bagi berlangsungnya komunikasi
secara efektif (Silverman, 1998).
Contoh sikap dokter ketika menerima pasien :
 Membukakan pintu atau berdiri ketika pasien datang.
 Menyilakan masuk, pasien masuk terlebih dahulu baru dokter.
 Memanggil/menyapa pasien dengan namanya.
 Menyilakan duduk, menciptakan suasana yang nyaman (isyarat bahwa punya
cukup waktu, menganggap penting informasi yang akan diberikan, menghindari
tampak lelah).
 Mengucapkan salam (“Selamat pagi/siang/sore/malam”)
 Memperkenalkan diri, menjelaskan tugas/perannya (apakah dokter umum,
spesialis, dokter keluarga, dokter paliatif, konsultan gizi, konsultan tumbuh
kembang, dan lain-lain).
 Menilai suasana hati lawan bicara.

39
 Memperhatikan sikap non-verbal (raut wajah/mimic, gerak/bahasa tubuh dari
pasien).
 Menatap mata pasien secara professional yang lebih terkait dengan makna
menunjukkan perhatian dan kesungguhan mendengarkan.
 Memperhatikan keluhan yang disampaikan tanpa melakukan interupsi yang tidak
perlu.
 Apabila pasien marah, menangis, takut dan sebagainya maka dokter tetap
menunjukkan raut wajah dan sikap yang tenang.
 Melibatkan pasien dalam rencana medis selanjutnya atau pengambilan
keputusan.
 Memeriksa ulang segala sesuatu yang belum jelas bagi kedua belah pihak.
 Melakukan negosiasi atas segala sesuatu berdasarkan kepentingan kedua belah
pihak.
 Membukakan pintu, atau berdiri ketika pasien hendak pulang.

Di dalam komunikasi dokter–pasien, ada dua tahap yang penting :


1) Tahap pengumpulan informasi
Dimulai dengan tahap penggalian informasi yang terdiri dari :

a. Mampu mengenali alasan kedatangan pasien.


Penggalian informasi akan berhasil apabila dokter mampu menjadi
pendengar yang aktif sehingga pasien dapat mengungkapkan kepentingan,
harapan, kecemasannya secara terbuka dan jujur. Hal ini akan membantu
dokter dalam menggali riwayat kesehatannya yang merupakan data-data
penting untuk menegakkan diagnosis.

b. Penggalian riwayat penyakit


Penggalian riwayat penyakit (anamnesis) dapat dilakuakn melalui
pertanyaan–pertanyaan terbuka dahulu, yang kemudian diikuti dnegan
pertanyaan tertutup yang membutuhkan jawaban “ya” atau “tidak”. Inilah
yang dimaksud dalam kotak kedua, dalam Van Dalen (2005), dokter
merupakan seorang ahli yang akan menggali riwayat kesehatan pasien
sesuai kepentingan medis.

40
Pertanyaan–pertanyaan terbuka yang dapat ditanyakan :
 Bagaimana pusing tersebut Anda rasakan, dapat diceritakan lebih jauh?
 Menurut Anda, pusing tersebut reda bila Anda melakukan sesuatu,
meminum obat tertentu atau bagaimana menurut Anda?
Sedangkan pertanyaan tertutup yang merupakan inti dari anamnesis meliputi :
 Eksplorasi terhadap riwayat penyakit dahulu
 Eksplorasi terhadap riwayat penyakit keluarga
 Eksplorasi terhadap riwayat penyakit sekarang, contoh menggunakan
pedoman Macleod’s clinical examination seperti disebutkan dalam Kurtz
(1998), dan dilakukan asesmen terhadap nyeri yang dirasakan pasien.

Assesmen dengan sistem PQRST ceklist


P = Provocation and Palliation
 Adakah penyebab dan pemicu nyeri ?
 Adakah hal-hal yang membuat nyeri berkurang ?
 Hal-hal apa sajakah yang membuat nyeri bertambah ?

Q = Quality and Quantity


 Bagaimana kondisinya saat dilakukan perabaan, pengamatan dan
auskultasi ?
 Seberapa kuat rasa nyerinya ?

R = Region and Radiation


 Dimanakah pusat nyerinya ?
 Apakah nyeri tersebut menyebar ?

S = Severity and Scale


 Apakah nyeri berhubungan saat melakukan aktifitas ?
 Dapatkah rasa nyeri diukur dengan skala 1 hingga 10 ?

T = Timing and Type of Onset


 Kapan pertama kali nyeri muncul ?
 Seberapa sering nyeri tersebut timbul ?
 Apakah nyeri timbul secara tiba-tiba atau perlahan ?

41
2) Tahap penyampaian informasi
Setelah tahap pengumpulan informasi dilakukan dengan akurat, maka
dokter masuk ke tahap penyampaian informasi. Tanpa informasi yang akurat di
tahap pengumpulan informasi, dokter dapat terjebak kedalam kecurigaan yang
tidak beralasan.
Secara ringkas ada 6 (enam) hal penting yang harus diperhatikan agar
efektif dalam berkomunikasi dengan pasien, yaitu :
a. Materi informasi apa yang disampaikan
 Tujuan anamnesis dan pemeriksaan fisik (kemungkinan rasa tidak
nyaman/sakit saat pemeriksaan)
 Kondisi saat ini dan berbagai kemungkinan diagnosis
 Berbagai tindakan medis yang akan dilakukan untuk menentukan
diagnosis (manfaat, resiko, efek samping/komplikasi)
 Hasil dan interpretasi dari tindakan medis yang telah dilakukan untuk
menegakkan diagnosis
 Diagnosis, jenis atau tipe
 Pilihan tindakan medis untuk tujuan terapi (kekurangan dan kelebihan
masing-masing cara)
 Prognosis
 Dukungan (support) yang tersedia

b. Siapa yang diberi informasi


 Pasien, kalau pasiennya menghendaki dan kondisinya memungkinkan.
 Keluarga atau orang lain yang ditunjuk oleh pasien.
 Keluarganya atau pihak lain yang menjadi wali/pengampu dan bertanggung
jawab atas pasien kalau kondisi pasien tidak memungkinkan untuk
berkomunikasi sendiri secara langsung.

c. Berapa banyak atau sejauh mana


 Untuk pasien: sebanyak yang pasien kehendaki, yang dokter merasa perlu
dengan memperhatikan kesiapan mental pasien.

42
 Untuk keluarga: sebanyak yang pasien/keluarga kehendaki dan sebanyak
yang dokter perlukan agar dapat menentukan tindakan selanjutnya.

d. Kapan menyampaikan informasi


 Segera, jika kondisi dan situasinya memungkinkan.

e. Dimana menyampaikannya
 Di ruang praktik dokter.
 Di bangsal, ruangan tempat pasien dirawat.
 Di ruang diskusi.
 Di tempat lain yang pantas, atas persetujuan bersama, pasien/keluarga
dan dokter.

f. Bagaimana menyampaikannya
 Informasi penting sebaiknya dikomunikasikan secara langsung, tidak
melalui telepon, juga tidak diberikan dalam bentuk tulisan yang dikirim
melalui pos, facsimile, sms, internet.
 Persiapan, meliputi :
 Materi yang akan disampaikan (bila diagnosis, tindakan medis,
prognosis sudah disepakati oleh tim)
 Ruangan yang nyaman, memperhatikan privasi, tidak terganggu orang
lalu lalang, suara gaduh dari tv/radio, telepon
 Waktu yang cukup
 Mengetahui orang yang akan hadir (sebaiknya pasien ditemui oleh
keluarga/orang yang ditunjuk; bila hanya keluarga yang hadir sebaiknya
lebih dari satu orang)
 Jejaki sejauh mana pengertian pasien/keluarga tentang hal yang akan
dibicarakan
 Tanyakan kepada pasien/keluarga, sejauh mana informasi yang diinginkan
dan amati kesiapan pasien/keluarga menerima informasi yang akan
diberikan

Agar tujuan komunikasi tercapai, seorang dokter harus menjadi pendengar


yang aktif. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah :
43
1. Perhatikan sikap non verbal pasien
 Bila terlihat amat lemas, tentunya dokter memberi kesempatan untuk
berbaring, duduk ataupun yang dapat membantunya selama proses
konsultasi.
 Bila terlihat amat memperhatikan penjelasan dokter, maka dokter dapat
meneruskan penjelasannya, dengan melakukan periksa silang (cross check),
apakah pasien merasa sudah jelas atau belum.
 Bila pasien terlihat tergesa-gesa, dokter dapat menawarkan segala sesuatu
yang membuat proses konsultasi berlangsung cepat dengan cara
bernegosiasi dengan pasien. Bila perlu pasien dapat datang lagi di
kesempatan berikutnya.
 Bila pasien terlihat ingin bertanya tetapi ragu-ragu, maka dokter hendaknya
member kesempatan pasien untuk berbicara.

2. Mulai dengan pertanyaan terbuka


Contoh : “Bagaimana keadaan Bapak hari ini?”
“Apa yang Ibu ingin sampaikan atau ingin didiskusikan hari ini?”

3. Dengarkan keluhan pertama kali yang disampaikan pasien yang belum tentu
keluhan medis.
Contoh : “Sekarang susah ya, mencari pekerjaan…”
“Harga sembako semakin mahal saja ya..”

4. Fasilitasi keluhan pasien dengan :


 Mendengarkan aktif jawaban pasien, tanpa interupsi.
 Menanggapi dengan ucapan, “Baik…” atau “Oke…” atau “Aha…”, atau
mengganggukkan kepala.
 Merespon atau memberikan umpan balik maupun klarifikasi dengan
pertanyaan atau jawaban pada waktu yang tepat.

5. Tanyakan bila ada keraguan

6. Konfirmasi maupun negosiasi agenda hari ini dengan mengikutsertakan


pendapat atau putusan pasien, “Jadi Bapak mengeluhkan tentang pusing dan

44
kelelahan, apakah ada lagi yang ingin disampaikan?”… Kalau tidak, bisakah kita
mulai sesi hari ini dengan…. kemudian dilanjutkan dengan…?”

3. komunikasi internal Rumah Sakit


3.1 KOMUNIKASI ANTAR STAFF KLINIS/PEMBERI PELAYANAN

Komunikasi antar staf klinis/pemberi pelayanan yang diberikan di RSUD


Bengkalis dilakukan dengan teknik SBAR, ISOBAR, SOAP, dan TULBAKON.

- Komunikasi Efektif dengan Metode SBAR


SBAR adalah pola/teknik komunikasi yang harus dilakukan untuk melapor
atau berkomunikasi dengan teman seprofesi atau antar profesi – interdisiplin
ilmu pada saat serah terima pasien dan pelaporan hasil kritis.
SBAR merupakan metode teknis yang terstruktur/pola berpikir untuk
mengkomunikasikan informasi penting yang membutuhkan perhatian segera
dan tindakan berkontribusi terhadap eskalasi yang efektif dan meningkatkan
keselamatan pasien.
SBAR juga merupakan kerangka acuan dalam pelaporan kondisi pasien
yang memerlukan perhatian dan tindakan segera. Yang bertujuan untuk
membantu tenaga kesehatan melakukan komunikasi lisan, agar tidak ada
kesalahan dalam menerima pesan/instruksi, dan mendapat kejelasan informasi
dari pelaporan.
Pada prinsipnya, SBAR merupakan komunikasi standar yang ingin
menjawab pertanyaan, yaitu apa yang terjadi, apa yang diharapkan oleh
perawat dari dokter yang dihubungi dan kapan dokter harus mengambil
tindakan.
Adapun teknik SBAR terdiri atas unsur Situation, Background,
Assessment, Recommendation.

 SITUATION
Yaitu melaporkan situasi pasien oleh petugas kesehatan, yang meliputi :
a) Nama pasien, umur, dan lokasi tempat pasien dirawat
b) Masalah yang ingin disampaikan
c) Tanda – tanda vital

45
d) Kekhawatiran petugas terhadap kondisi pasien saat itu

 BACKGROUND
Yaitu menyampaikan latar belakang pasien antara lain masalah paien
sebelumnya.

 ASSESSMENT
Yaitu menyampaikan penilaian terhadap kondisi pasien dengan
menyampaikan
1. Masalah saat ini
2. Hasil pemeriksaan penunjang yang sudah dilakukan

 RECOMMENDATION/REQUEST
Yaitu menyampaikan rekomendasi/apa yang perlu dilakukan untuk
mengatasi masalah pasien saat ini.

Keuntungan dari penggunaan metode SBAR adalah :


1. Kekuatan perawat berkomunikasi secara efektif.
2. Dokter percaya pada analisa perawat karena menunjukkan perawat paham
akan kondisi pasien.
3. Memperbaiki komunikasi sama dengan memperbaiki mutu serta
keselamatan pasien

Berikut ini merupakan salah satu contoh dalam pertanyaan SBAR:


Sebelum serah terima pasien, perawat harus melakukan :
1.    Perawat mendapatkan pengkajian kondisi pasien terkini.
2.    Perawat mengkumpulkan data – data yang diperlukan yang berhubungan
dengan kondisi pasien yang akan dilaporkan.
3.    Perawat memastikan diagnosa medis pasien dan prioritas masalah
keperawatan yang harus dilanjutkan.
4.   Perawat membaca dan pahami catatan perkembangan terkini dan hasil
pengkajian perawat shift sebelumnya.
5.   Perawat menyiapkan medical record pasien termasuk rencana perawat
harian.

46
Contoh 1 :
Komunikasi efektif SBAR antar shift dinas/serah terima :
Situation (S) :
Nama : Tn.A umur 35 tahun, tanggal masuk 4 Desember 2017 sudah 3 hari
perawatan, DPJP : dr. Budi, SpPD, diagnosa medis : Gagal ginjal kronik.

Masalah keperawatan :
- Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit lebih
- Perubahan kebutuhan nutrisi kurang

Background (B) :
- Pasien bedrest total , urine 30 cc/24 jam, balance cairan 1000 cc/ 24 jam.
- Mual tetap ada selama dirawat, ureum 320 mg/dl.
- Pasien program HD 2x seminggu Senin dan Kamis.
- Terpasang infuse NaCl 10 tetes/menit
- Dokter sudah menjelaskan penyakitnya tentang gagal ginjal kronik
- Diet : rendah protein 1 gram

Assessment (A) :
- Kesadaran composmentis, TD 140/70 mmHg, Nadi 98x/menit, suhu 36,8 0C,
RR 20 x/menit, oedema pada ekstremitas bawah, tidak sesak napas, urine
sedikit, eliminasi faeses baik.
- Hasil laboratorium terbaru : Hb 9,7 mg/dl, albumin 3,1, ureum 237 mg/dl
- Pasien masil mengeluh mual.

Recommendation/ Request (R) :


- Awasi balance cairan
- Batasi asupan cairan
- Konsul ke dokter untuk pemasangan dower kateter
- Pertahankan pemberian pemberian diuretik injeksi furosemid 3 x 1 ampul
- Bantu pasien memenuhi kebutuhan dasar pasien
- Jaga kondisi pasien dan sekitarnya tetap hygiene setiap melakukan prosedur

47
Contoh 3 :
Laporan perawat ke dokter dengan menggunakan SBAR

Situation (S)  Sebutkan nama Anda dan unit


 Sebutkan identitas pasien dan nomor
kamar pasien.
 Sebutkan masalah pasien tersebut
(misalnya sesak nafas, nyeri dada, dsb.
Background (B)  Sebutkan diagnosis dan data klinis
pasien sesuai kebutuhan :
 Status kardiovaskular (nyeri dada,
tekanan darah, EKG, dsb.)
 Status respirasi (frekuensi pernafasan,
Sp02, analisis gas darah, dsb.)
 Status gastro-intestinal (nyeri perut,
muntah, perdarahan, dsb.)
 Neurologis (GCS, pupil, kesadaran, dsb.)
 Hasil laboratorium/pemeriksaan
penunjang lainnya.
Assessment (A) Sebutkan problem pasien tersebut :
 Problem kardiologi (syok kardiogenik,
aritmia maligna, dsb.)
 Problem gastro-intestinal (perdarahan
massif dan syok)
Recommendation/ Rekomendasi (pilih sesuai kebutuhan) :
Request(R)  Saya meminta dokter untuk :
 Memindahkan pasien ke ICU
 Segera datang melihat pasien
 Mewakilkan dokter lain untuk datang
 Konsultasi ke dokter lain
 Pemeriksaan atau terapi apa yang
diperlukan
 Foto rontgen

48
 Pemeriksaan analisi gas darah
 Pemeriksaan EKG
 Pemberian oksigenasi

- Komunikasi efektif dengan metode SOAP.


SOAP adalah cara mencatat informasi tentang pasien yang berhubungan
dengan masalah pasien yang terdapat pada catatan terintegrasi, bersifat sederhana,
jelas, logis dan singkat. Prinsip dari metode SOAP ini merupakan proses pemikiran
penatalakasanaan manajemen asuhan pelayanan pasien.

Dalam metode SOAP ini memiliki 4 unsur yaitu :


S adalah data Subjektif,
O adalah data objektif,
A adalah analysis/assessment
P adalah planning (standing order) yang harus dilakukan oleh praktisi/
klinisi lain yang merawat pasien

Tujuan dari metode SOAP :


1. Merupakan pencatatan yang memuat kemajuan informasi yang sistematis,
mengorganisasikan penemuam kesimpulan sehingga terbentuk suatu rencana
asuhan.
2. SOAP merupakan intisari dari manajemen klinisi untuk penyediaan
pendokumentasian
3. SOAP merupakan urutan-urutan yang dapat membantu dokter
mengorganisasikan pikiran dalam pemberian asuhan yang bersifat
komprehensif.

Keuntungan dari SOAP Dalam asuhan klinik adalah :


1. Lebih sistematis dalam penulisan
49
2. Penulisan lebih ringkas dan tidak membutuhkan waktu yang lama
3. Mengorganisir pemikiran dan perencanaan terhadap pasien secara efisien
4. Lebih banyak digunakan oleh berbagai profesi kesehatan (dokter)
5. Memudahkan dokter dalam berkomunikasi dan bekerja sama antar pemberi
asuhan.

Dalam memberikan komunikasi antara pemberi layananan di RSUD Bengkalis


selain digunakan teknis komunikasi dengan SOAP juga menggunakan teknis SBAR.

- Komunikasi Efektif dengan Metode TULBAKON/TBaK


TULBAKON merupakan prosedur/teknik komunikasi lisan menggunakan
telepon dengan menulis, membaca ulang dan melakukan konfirmasi pesan
yang diterima oleh pemberi pesan, meliputi :
Tul (T) untuk Tulis
Menuliskan poesan yang disampaikan oleh DPJP (pemberi pesan)
pada lembar jawaban konsultasi atau pada lembar catatan
terintegrasi (CPPT) bila melaporkan kondisi pasien.

Ba untuk Baca
Membacakan kembali (Read Back) pesan yang sudah ditulis,
kepada DPJP (pemberi pesan). Selesai membacakan pesan,
penerima pesan mengingatkan DPJP (pemberi pesan) untuk
melakukan konfirmasi.
Melakukan pengejaan dengan Alphabeth Indonesian (Abjad
Indonesia) instruksi yang terkait dengan obat LASA (Look Alike
Sound Alike)

Kon (K) untuk Konfirmasi


Konfirmasi instruksi atau hasil kritis yang disebutkan oleh pemberi
pesan dengan jawaban “Baik” atau “Oke”, bila sesuai dengan
instruksi/pesan yang diberikan sebelumnya.
Konfirmasi dilakukan dalam waktu 1 x 24 jam dengan cara DPJP

50
Untuk melihat bahwa komunikasi antar pemberi pelayanan di RSUD
Bengkalis berjalan dengan baik dapat dilihat dalam rekam medis pada Catatan
Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT).

Contoh 2 :
Komunikasi efektif SBAR antar perawat dengan dokter lewat telepon
Situation (S) :
- Selamat pagi dr. Budi, saya Dewi perawat Anggrek
- Melaporkan pasien atas nama Tn A, mengalami penurunan pengeluaran urine
30 cc/24 jam, mengalami sesak napas.

Background (B) :
- Diagnosa medis gagal ginjal kronik, tanggal masuk 4 Desember 2017, program
HD hari Rabu – Sabtu
- Tindakan yang sudah dilakukan posisi semi fowler, sudah terpasang dower
kateter, pemberian oksigen 3 liter/menit 15 menit yang lalu.
- Obat injeksi diuretic 3 x 1 ampul
- TD 140/70 mmHg, RR 30 x/menit, Nadi 98 x/menit, oedema ekstremitas bawah
dan asites
- Hasil laboratorium terbaru : Hb 9,7 mg/dl, albumin 3,1 ureum 237 mg/dl
- Kesadaran composmentis, bunyi nafas ronchi.
Assessment (A) :
51
- Masalah pada pasien ini berupa gangguan pola nafas dan gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit lebih.
- Pasien tampak tidak stabil
Recommendation (R) :
- Haruskah saya mulai dengan pemberian oksigen NRM ?
- Adakah instruksi dokter? Perlukah peningkatan diuretic atau syringe pump?
- Apakah dokter akan memindahkan pasien ke ICU?
“Jadi isi pesannya ini
“Yah.. benar.” Dikonfirmasikan
yah pak…”

Komunikator Isi pesan Ditulis Dibacakan Komunikan

3.2 HANDOVER DALAM PELAYANAN KESEHATAN

Pengertian Handover
Handover adalah proses pengalihan wewenang dan tanggung jawab utama
untuk memberikan perawatan klinis kepada pasien dari satu pengasuh ke salah satu
pengasuh yang lain. Pengasuh termasuk dokter jaga, dokter tetap ruang rawat,
52
asisten dokter, praktisi perawat, perawat terdaftar, dan perawat praktisi berlisensi
(The joint Commission Journal on Quality and Patient Safety, 2010).
Sedangkan Australian Medical Association (2006), mendefenisikan handover
sebagai transfer tanggung jawab profesional dan akuntabilitas untuk beberapa atau
semua aspek perawatan untuk pasien, atau kelompok pasien, kepada orang lain
atau kelompok profesional secara sementara atau permanen.

Prinsip Handover
Ada 5 (lima) standar prinsip serah terima pasien, yaitu :
1) Kepemimpinan dalam serah terima pasien.
Semakin luas proses serah terima (lebih banyak peserta dalam kegiatan serah
terima), peran pemimpin menjadi sangat penting untuk mengelola serah terima
pasien diklinis.
2) Pemahaman tentang serah terima pasien.
Mengatur sedemikian rupa agar timbul suatu pemahaman bahwa serah terima
pasien harus dilaksanakan dan merupakan bagian penting dari pekerjaan sehari
– hari dari perawat dan atau tenaga kesehatan lainnya dalam merawat pasien.
3) Peserta yang mengikuti serah terima pasien.
Mengidentifikasi dan mengorientasikan peserta, melibatkan mereka dalam
tinjauan berkala tentang proses serah terima pasien.
4) Waktu serah terima pasien
Mengatur waktu yang disepakati, durasi dan frekwensi untuk serah terima
pasien.Hal ini sangat direkomendasikan, dimana strategi ini memungkinkan
untuk dapat memperkuat ketepatan waktu. Serah terima pasien tidak hanya
pada pergantian jadwal kerja, tapi setiap kali terjadi perubahan tanggung jawab.
5) Tempat serah terima pasien
Sebaiknya serah terima pasien terjadi secara tatap muka dan disisi tempat tidur
pasien. Jika serah terima pasien tidak dapat dilakukan secara tatap muka, maka
pilihan lain harus dipertimbangkan untuk memastikan serah terima pasien
berlangsung efektif dan aman.

Jenis Handover
Serah terima pasien terjadi diseluruh kontinum perawatan kesehatan dalam
semua jenis pengaturan layanan. Serah terima interdisiplinary terjadi antara perawat
53
dan dokter, dan perawat dengan tenaga kesehatan lainnya, sementara serah terima
pasien intradisiplinary terjadi antara sesama perawat atau sesama dokter. Serah
terima pasien juga terjadi antar fasilitas kesehatan, seperti : antara rumah sakit dan
antara beberapa organisasi penyedia layanan lainnya, termasuk pelayanan
kesehatan dirumah.
Menurut Hughes (2008); Australian Resource Centre for Healthcare Innovation
(2009);Friesen, White, dan Byers (2009) beberapa jenis serah terima pasien antara
lain:
1) Serah terima pasien antar shift
Metode serah terima pasien antar shift dapat dilakukan dengan menggunakan
berbagai metode, antara lain: secara lisan, catatan tulisan tangan, disamping
tempat tidur pasien, melalui telepon, rekaman, non verbal, menggunakan
laporan elektronik, cetakan komputer, dan memori.
2) Serah terima pasien antar unit keperawatan
Pasien akan sering ditransfer antar unit keperawatan selama mereka dirawat di
rumah sakit.
3) Serah terima pasien antar unit perawatan dengan unit pemeriksaan diagnostik
Pasien sering dikirim dari unit keperawatan untuk pemeriksaan diagnostik
selama rawat inap (misalnya: radiologi, laboratorium, dll).
4) Serah terima pasien antar fasilitas kesehatan
Pengiriman pasien dari satu fasilitas kesehatan ke fasilitas kesehatan yang lain
sering terjadi antara pengaturan layanan yang berbeda. Pengiriman berlangsung
antar rumah sakit ketika pasien memerlukan tingkat perawatan yang berbeda.

Proses Handover (serah terima pasien)


1. Standar Protokol
Standar protokol harus jelas mengidentifikasi pasien dan peran peserta, kondisi
klinis dari pasien, daftar pengamatan/pencatatan terakhir yang paling penting,
latar belakang yang relevan tentang situasi klinis pasien, penilaian dan tindakan
yang perlu dilakukan, kerangka waktu dan persyaratan untuk perawatan transisi,
penggunaan catatan pasien untuk cross-check informasi, memastikan bahwa
semua temuan penting atau perubahan kondisi pasien terdokumentasi,

54
memastikan pemahaman dan tanggung jawab bagi pasien oleh perawat yang
menerima penyerahan pasien.
2. Kondisi Pasien Memburuk
Pada kondisi pasien memburuk, meningkatkan pengelolaan pasien secara cepat
dan tepat pada penurunan kondisi yang terdeteksi.
3. Informasi Kritis Lainnya
Prioritaskan informasi penting lainnya, misal : tindakan yang luar biasa, rencana
pemindahan pasien, kesehatan kerja dan resiko keselamatan kerja atau tekanan
yang dialami oleh staf.

Hambatan Individu dan Organisasi dalam Proses Handover


Hughes (2008) membuat sebuah ringkasan tentang masalah dan hambatan faktor
individu, kelompok, dan organisai dalam proses serah terima pasien menurut hasil
kajian, literatur berbasis bukti sebagai berikut :
1. Faktor Eksternal dan Internal Individu atau Kelompok
- Komunikasi
Masalah : Bahasa dapat menyebabkan masalah dalam beberapa cara
serah terima pasien. Dialek yang berbeda, aksen, dan nuansa dapat
disalahpahami atau disalahtafsirkan oleh perawat menerima laporan.
Singkatan dan akronim yang unik untuk pengaturan pelayanan tertentu
mungkin membingungkan bagi seseorang yang bekerja dilingkungan yang
berbeda atau khusus.

Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan :


a) Serah terima pasien face to face lebih disukai untuk memungkinkan
pertukaran komunikasi verbal dan non verbal yang interaktif
b) Standarisasi bentuk, daftar, atau alat sehingga semua pengguna akan
memahami informasi dari konteks yang sama
c) Memungkinkan peluang untuk mengajukan pertanyaan dan klarifikasi
selama serah terima pasien
d) Gunakan kebiasaan “membaca kembali” dan “mengulang kembali” untuk
mengurangi kesalahan komunikasi
e) Gunakan klarifikasi fonetik dan angka

55
f) Berbicara sederhana, jelas, langsung dan spesifik dalam deskripsi
pasien dan situasi terkini
g) Hindari penggunaan singkata, istilah yang tidak dapat dipahami secara
bersama
h) Memberikan definisi pada istilah yang ambigu
i) Memungkinkan penerima untuk meninjau ringkasan yang relevan dan
informasi saat ini

- Gangguan
Masalah : Faktor – faktor situasional selama serah terima pasien yang dapat
berkontribusi sebagai gangguan.
Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan :
Melaksanakan serah terima pasien dilokasi/lingkungan yang dapat
meminimalkan gangguan.

- Interupsi
Masalah : Interupsi dilaporkan sering terjadi dalam pengaturan perawatan
kesehatan.
Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan :
Membatasi dan mencegah interupsi dan menyediakan cakupan tugas
selama serah terima pasien untuk mendukung transisi informasi yang
terfokus.

- Kebisingan
Masalah : Latar belakang suara seperti telepon, handphone, suara
peralatan, alrm, dan berbicara, berkontribusi dalam meningkatkan kesulitan
untuk mendengar laporan dan dapat mengakibatkan tafsiran informasi yang
tidak tepat.
Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan :
a) Menyediakan lokasi/lingkungan serah terima pasien yang
memungkinkan mereka jelas dalam mendengar informasi.
b) Gunakan kebiasaan “membaca kembali” dan “ mengulang kembali”
untuk mengurangi kesalahan komunikasi.

56
c) Gunakan klarifikasi fonetik dan angka

- Kelelahan
Masalah : Peningkatan kesalahan dapat terjadi oleh petugas yang bekerja
pada shift berkepanjangan.
Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan :
Batasi jumlah jam kerja untuk mengurangi kelelahan dan kesalahan.

- Memori
Masalah : Memori jangka pendek dan daya penyimpanan yang terbatas
dapat terjadi ketika sejumlah besar informasi yang dikomunikasikan selama
serah terima pasien.
Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan :
a) Desain sistem untuk mengurangi ketergantungan pada memori.
b) Gunakan formulir percetak informasi pasien untuk akurasi dan
kelengkapan informasi dalam kegiatan serah terima.
c) Menyediakan layanan kesehatan dengan akses data yang baik untuk
mengurangi ketergantungan pada memori saat serah terima pasien.

- Pengetahuan/Pengalaman
Masalah :
a) Perawat pemula dan perawat ahli memiliki kebutuhan dan kemapuan
yang berbeda
b) Perawat pemula mungkin menghadapi msalah dengan serah terima
pasien
c) Perawat pemula mungkin memerlukan informasi tambahan yang lebih
selama serah terima pasien
Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan
keselamatan :
a) Dukung perawat pemula dengan program orientasi dan pembimbingan
b) Menyediakan program pendidikan berkelanjutan pada strategi serah
terima pasien yang efektif.

57
c) Menyediakan konsultan pengalaman untuk perawat yang kurang
berpengalaman karena mereka mungkin belum memiliki keahlian untuk
pemecahan masalah.
d) Memberikan informasi terkait yang komprehensif, tapi menghindari
overload selama serah terima.

- Komunikasi Tertulis
Masalah : Mencoba untuk menafsirkan catatan yang tidak terbaca, mungkin
akan membuat kesalahan dalam komunikasi.
Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan :
a) Menggunakan strategi elektronik untuk mengurangi masalah pada
catatan pasien yang tidak terbaca.
b) Menggunakan standar proses untuk memastikan informasi penting
tentang proses perawatan pasien.
c) Mengembangkan dan menerapkan proses yang sistematis untuk
manajemen obat pasien.

- Variasi dalam proses


Masalah : Mungkin ada varian yang luas dalam melakukan cara serah
terima pasien yang dapat menyebabkan kelalaian dari informasi penting dan
berkontribusi untuk kesalahan dalam tindakan obat – obatan.
Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan :
a) Mengadopsi pendekatan standar yang konsisten untuk mengurangi
kesalahan serah terima pasien.
b) Mengkomunikasikan informasi penting tentang proses perawatan
pasien.
c) Mengembangkan dan menerapkan proses yang sistematis untuk
manajemen obat pasien.

2. Faktor Organisasi
- Budaya organisasi

58
Masalah : Budaya organisasi yang tidak memiliki cukup perhatian pada
keselamatan pasien, staf mungkin enggan untuk melaporkan masalah atau
mungkin tidak merasa nyaman mengajukan pertanyaan bila ada hal yang
belum jelas saat serah terima pasien.
Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan :
a) Mendukung pengembangan budaya dalam menjaga keselamatan
pasien, dimana pelaporan kesalahan dan masalah terkait budaya dapat
didorong dan diterima sebagai keunikan.
b) Mendorong pengembangan “learning culture” dan “a just culture”

- Hirarkhi
Masalah : Struktur hirarkis dapat menghambat komunikasi terbuka. Perawat
mungkin tidak merasa nyaman mengajukan pertanyaan untuk
mengklarifikasi informasi atau mungkin merasa terintimidasi.
Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan :
a) Mempromosikan budaya keamanan pelayanan dengan mendukung
komunikasi terbuka
b) Mengembangkan protokol atau kebijakan yang mendukung budaya
saling menghormati, kolaborasi kolegialitas, dan antara semua perawat
serta penyedia layanan kesehatan lain dengan prinsip multidisipliner.
c) Memberikan pendidikan untuk semua tingkat hirarki penyedia layanan
kesehatan pada strategi komunikasi yang efektif.

- Sistem dukungan
Masalah : Kurangnya waktu untuk mengakses informasi dan laporan
lengkap akan mengurangi waktu untuk mengajukan pertanyaan dan
jawaban pada saat serah terima pasien.
Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan :
a) Yakinkan bahwa ada waktu untuk menyelesaikan laporan serah terima
pasien.
b) Mengakui bahwa serah terima pasien membutuhkan kesempatan untuk
mengajukan pertanyaaan interaktif dan jawaban.

59
c) Mengembangkan sistem yang mendukung operasional yang efesien
dalam pengambilan data pada waktu yang tepat dengan informasi
akurat yang akan disampaikan kepada perawat penerima shift
berikutnya.

- Infrastruktur
Masalah : Mungkin ada infrastruktur yang tidak memadai untuk kegiatan
serah terima pasien yang efektif.
Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan :
a) Kepemimpinan perlu mempromosikan desain dan implementasi sistem
dalam suatu lingkungan untuk memberikan perawatan pasien yang
aman.
b) Menyediakan sumber daya manusia yang memadai, peralatan,
teknologi, dan kesempatan pendidikan untuk mempromosikan serah
terima pasien yang optimal.
c) Libatkan perawat dalam desain lingkungan kerja

- Pengiriman Pasien (dalam organisasi perawatan kesehatan)


Masalah : Peningkatan jumlah pengiriman pasien akan meningkatkan
kebutuhan untuk serah terima pasien yang mungkin akan berdampak pada
keselamatan pasien.

Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan :


a) Pertimbangkan model perawatan kesehatan dengan desain yang
meminimalkan pengiriman pasien.
b) Sertakan perawat dalam desain proses serah terima pasien.

- Keterbatasan ruang untuk serah terima pasien


Masalah : Lingkungan mungkin tidak kondusif untuk melakukan serah
terima pasien.

60
Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan :
sertakan penyedia layanan dalam desain lingkungan kerja sehingga
kebutuhan ruang memadai dan konfigurasinya dapat teridentifikasi.

- Keterbatasan teknologi dan penggunaan catatan dan laporan


manual/kesulitan mengakses informasi penting.
Masalah : Kurangnya teknologi dapat membuat catatan dalam bentuk kertas
menjadi tebal, ditambah dengan beberapa laporan yang harus dirujuk untuk
serah terima ke unit atau fasilitas kesehatan lain.
Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan :
a) Desain sistem elektronik yang mendukung dalam kemudahan
pengambilan data yang akurat dan tepat waktu.
b) Menyediakan proses perencanaan yang memadai, infrastruktur, sumber
daya manusia, dan pendidikan untuk keberhasilan mengimplemen-
tasikan serah terima pasien berbasis dukungan perangkat elektronik.

- Budaya organisasi yang berbeda


Masalah : Masing – masing organisasi mungkin memiliki tujuan, fokus, dan
sumber daya yang berbeda.
Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan :
Mengembangkan proses antara organisasi pengirim dan penerima pasien
untuk menjamin kedua organisasi sadar akan persyaratan untuk serah
terima pasien.

- Intra atau ekstra pengiriman pasien


Masalah : Pengiriman pasien kefasilitas dalam suatu sistem pelayanan
kesehatan dapat menciptakan masalah lebih sedikit daripada pengiriman
pasien ke penyedia pelayanan/sistem perawatan kesehatan yang lain,
kemungkinan terdapat penggunaan bentuk pengaturan dan teknologi
berbeda.
Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan :

61
a) Berusaha untuk merancang sistem, proses, dan kebijakan yang
memungkinkan untuk kolaborasi dan efesiensi informasi penting antara
organisasi dalam serah terima/pengiriman pasien.
b) Proses serah terima obat – obatan harus selesai dan dituntaskan dalam
serah terima
c) Menghilangkan hambatan komunikasi
d) Menjamin proses komunikasi dua arah antara kedua penyedia layanan
kesehatan
e) Melibatkan komunikasi lisan, tertulis, dan elektronik
f) Memantau proses serah terima pasien untuk peluang perbaikan kearah
yang lebih baik.

- Keterbatasan tenaga
Masalah : Kekurangan tenaga dapat berkontribusi untuk kesenjangan dalam
penyampaian informasi saat serah terima pasien.
Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan :
a) Mengalokasikan sumber daya manusia yang memadai untuk
mendukung dan memenuhi kebutuhan perawatan pasien.
b) Memantau proses serah terima pasien untuk peluang perbaikan ke arah
yang lebih baik.

- Kegagalan peralatan
Masalah : Sejumlah perangkat yang digunakan dalam serah terima pasien
dapat saja gagal berfungsi. Informasi penting tidak dapat disampaikan jika
terjadi kegagalan pada perangkat elektronik.
Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan :
a) Menindaklanjuti informasi penting untuk menjamin sudah tersampaikan
dan diterima.
b) Monitor, mengganti peralatan, dan perlengkapan untuk mengurangi
kegagalan komunikasi.
c) Upgrade peralatan untuk meningkatkan proses komunikasi.

- Garis Tanggung Jawab

62
Masalah : Saat situasi serah terima pasien, mungkin ada staff yang tidak
jelas tanggung jawabnya kepada pasien atau situasi yang sedang
berlangsung. Jika tanggung jawab untuk perawatan pasien dan tindak lanjut
tidak jelas digambarkan, maka dapat menyebabkan staff tersebut “meraba –
raba” tentang tanggung jawabnya
Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan :
a) Bila perlu gunakan pemaksaan untuk menunjukkan tanggung jawab staff
dalam proses serah terima pasien.
b) Ambigu dalam transfer tanggung jawab.
c) Jelas mendefinisikan tanggung jawab pada saat transisi pergantian shift.

- Batasan waktu yang ketat


Masalah : Kendala waktu selama serah terima pasien dapat menyebabkan
pembuatan laporan yang terburu – buru dan tidak lengkap.
Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan :
a) Yakinkan ada waktu untuk interaksi dan tanya jawab selama serah
terima pasien.
b) Memungkinkan penerima informasi untuk meninjau informasi yang
relevan.
- Situasi darurat/kegiatan kritis
Masalah : Serah terima pasien dalam situasi kritis menimbulkan sejumlah
masalah.
Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan :
a) Tetap untuk menyelesaikan serah terima pasien sampai jelas bahwa
informasi kritis telah diterima dan transfer tanggung jawab telah terjadi.
b) Mungkin perlu menunda serah terima pasien dalam situasi kritis untuk
memastikan masalah penting yang perlu dibahas dan ditangani terlebih
dahulu.
c) Hati – hati dalam situasi darurat, harus dipastikan semua informasi yang
dikirim dan diterima akurat dan menjamin kelangsungan perawatan dan
keselamatan pasien.

- Kode Status

63
Masalah : Kode status dapat tidak tercantum dalam laporan serah terima
pasien dan tidak didokumentasikan dalam catatan medis, sehingga
informasi tidak dapat diakses.
Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan :
a) Kode status pasien sangat perlu didokumentasikan dan di
komunikasikan.
b) Mengkomunikasikan kode status saat serah terima pasien.

- Pasien Kritis dan Labil


Masalah : Petugas yang akan menyelesaikan dan yang akan melaksanakan
shift, mungkin dapat memandang situasi pasien yang berbeda, dan situasi
pasien dapat terus berubah selama transisi pergantian shift.
Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan :
Laporan disamping tempat tidur pasien, memberi kesempatan untuk
mengamati pasien secara bersama, memecahkan masalah bersama,
mengklarifikasi isu, berdiskusi, dan menjamin kesinambungan perawatan.

- Variabel Sumber Daya, setelah selesai Shift


Masalah : Pengiriman atau serah terima pasien setelah jam kerja/shift
sering terjadi ketika sumber daya kurang tersedia, hal ini dapat
meningkatkan kemungkinan kehilangan informasi.
Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan :
a) Yakinkan informasi penting terdokumentasi dan terkirim.
b) Yakinkan bahwa semua informasi tentang obat-obatan
didokumentasikan dan diterima.
c) Koordinasi cakupan staff yang memadai untuk mendukung pengiriman
dan serah terima perawatan pasien.
d) Berkomunikasi dan mengkonfirmasi penerimaan pasien dan
memungkinkan pertukaran informasi penting.

Serah terima pasien yang efektif mendukung informasi penting dan kontinuitas
dari perawatan, pengobatan, dan berdampak terhadap keselamatan pasien. Serah

64
terima pasien yang efektif harus menjadi budaya bagi individu, kelompok dan
organisasi pada institusi pelayana kesehatan saat ini.
Pemahaman petugas kesehatan yang baik tentang prinsip, jenis, tata cara,
masalah/hambatan dan upaya untuk mengurangi kesalahan/meningkatkan
keselamatan pada kegiatan serah terima pasien dalam pelayanan kesehatan dapat
mencegah kerugian bagi pasien yang disebabkan oleh kesalahan/hambatan karena
faktor individu, kelompok, dan organisasi.
Indikator pelayanan kesehatan berkualitas dapat dicapai dengan salah satu
cara dari berbagai upaya yang tersedia, antara lain: melaksanakan serah terima
pasien dokter, perawat, tenaga kesehatan lain maupun organisasi secara
bertanggungjawab dan bertanggunggugat.

3.3 KOMUNIKASI DALAM SERAH TERIMA PASIEN PADA SAAT TRANSFER


 Proses transfer antar ruangan dilakukan oleh perawat/bidan, jika diperlukan
didampingi oleh dokter atau PPA lain sesuai dengan kompetensi yang
menunjang kebutuhan kondisi pasien
 Dahulukan memerima pasien secara SMART (sigap, melayanani, antusias,
ramah dan teliti)
 Perawat yang melakukan transfer mmperkenalkan diri (nama dan
ruangan/unit) kemudian melakukan serah terima pasien dengan panduan
formular serah terima pasien diawali dengan menyampaikan identitas pasien (
nama, tanggal lahir dan jenis kelamin) dilanjutkan dengan informasi kondisi
klinis pasien menggunakan metode SBAR sebagai berikut:
S (Situation) : Jelaskan tetntang kondisi pasien terkini, baik
subjektif maupun objektif
B (Background) : Jelaskan riwayat pasien masuk, hasil pemeriksaan
penunjang dengan nilai kritis, Tindakan dan
pengobatan yang telah diberikan
A (Assessment) : Berikan penilain terhadap kondisi S&B
R (Recommendatin) : Apa yang perlu diperhatikan, apa yang perlu
disiapkan oleh ruangan dan tindakan apa yang
harus dilakukan selanjutnya diruangan

65
 Perawat ruangan yang menerima pasien, mendengarkan dengan aktif dan
melakukan reed back pada formula serah terima pasien dan melakukan
konfirmasi terhadap informasi yang diberikan
 Jika terdapat informasi obat kategori LASANORUM maka dilakukan
pengejaan dengan menggunakan kode alfabet internasional
 Petugas yang menyerahkan dan menerima menandatangani dengan
membubuhkan nama dan tanda tangan pada kolom yang disediakan pada
formulir transfer
 Libatkan pasien dalam proses serah terima

3.4 KOMUNIKASI LAYANAN CODE BLUE


 Rumah sakit menetapkan nomor telepon unit code blue yaitu nomor extensi
operator ‘800’ yang dapat dihubungi jika ada kejadian kedaruratan di
lingkungan rumah sakit
 Apabila pasien tidan berespon, dokter maupun perawat segera meminta
bantuan dengan menghubungi operator dinomor ‘800’ untuk mengaktifkan
code blue, sebutkan tempat kejadian (nama ruangan, lantai berapa, dan
nomor tempat tidur jika diruang rawat inap)
 Setelah selesai perawat ruangan menghubungi operator untuk
menginformasikan code blue selesai
 Tim code blue mendokumentasikan kejadian dan proses penanganan dalam
catatan resusitasi jantung paru dan formular catatan perkembangan pasien
terintegrasi
 Kepala ruangan wajib berkoordinasi dengan petugas farmasi untuk
memastikan Kembali kelengkapan trolley emergency

3.5 KOMUNIKASI PADA SAAT KEJADIAN BENCANA KEBAKARAN (CODE


RED)
 Rumah sakit menetapkan nomor telepon unit code red yaitu nomor extensi
operator ‘800’ yang dapat dihubungi jika ada kejadian kedaruratan di
lingkungan rumah sakit

66
 Apabila seseorang melihat api yang berpotensi terjadinya kebakaran segera
hubungi Petugas Piket ruangan yang terdekat
 Petugas piket ruangan yang bertugas sebagai code red segera bergerak
sesuai tugasnya masing-masing
 Petugas code red segera melaporkan ke operator dengan menelepon ke
nomor 800 untuk aktifkan code red
 Operator segera mengumumkan code red melalui pengeras suara
 Operator menghubungi kepala security untuk melaporkan kejadian kebakaran
 Kepala security menghubungi Ketua K3RS ke Nomor 0823 2090 9069 untuk
memberikan informasi telah terjadinya kebakaran
 Kepala K3RS menghubungi Direktur ke nomor 081261382136 untuk memberi
informasi telah terjadi kebakaran
 Apabila Api sudah berhasil dipadamkan, Petugas code red (Helm Merah)
segera menghubungi bagian operator untuk melaporkan api sudah
dipadamkan dan segera nonaktifkan code red
 Operator segera mengumumkan melalui pengeras suara untuk
menonaktifkan code red.

4. KOMUNIKASI DENGAN MASYARAKAT

Komunikasi dengan masyarakat dilakukan dengan melihat populasi yang


ada dimasyarakat. Untuk daerah sasaran rumah sakit populasi yang ada meliputi
masyarakat umum tanpa mempunyai asuransi, masyarakat dengan peserta
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan), pasien
kecelakaan dengan menggunakan asuransi jasa raharja, dan pasien peserta
asuransi lain, serta perusahaan–perusahaan swasta yang bekerja sama dalam
pelayanan kesehatan bagi karyawan.
Komunikasi dilakukan melalui radio, banner, spanduk, dan atau komunikasi
langsung ke masyarakat. Dimana informasi yang disampaikan adalah jenis
pelayanan yang terdapat di rumah sakit, jam pelayanan, dan bagaimana akses
pelayanan dari masyarakat ke rumah sakit termasuk kualitas pelayanan yang
diberikan.

67
Komunikasi dengan masyarakat dapat dilakukan dengan :
a. Komunikasi dengan menggunakan media
1) Spanduk
2) Standing Banner
3) Baleho
4) Brosur
b. Komunikasi langsung
1) Penyuluhan kesehatan ke kelompok – kelompok masyarakat
2) Kegiatan edukasi penyakit dalam kegiatan senam lansia
3) Seminar Kesehatan

BAB VI
LOGISTIK

A. Defenisi

68
Logistik adalah segala seuatu benda yang berwujud dan dapat
diperlakukan secara fisik baik yang digunakan untuk kegiatan pokok maupun
kegiatan penunjang.
Logistik untuk Kegiatan Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) adalah
persediaan peralatan dan perbekalan yang dibutuhkan untuk melaksanakan
promosi kesehatan pada pasien dan keluarga seperti alat audio visual, alat tulis,
materi promkes dan formulir dokumentasi.

B. Peralatan
Adapun peralatan yang dibutuhkan diantaranya :

1. ruangan pengelola 1 ruangan


2. ruangan edukasi/penyuluhan 1 ruangan
3. laptop 1 set
4. LCD Proyektor 1 set
5. layar proyektor 1 set
6. portable sound 1 set
7. food model 1 set
8. fantom anatomi 1 set
9. fantom gigi 1 set
10. papan informasi 1 set
11. fantom mata 1 set
12. VCD/DVD player 1 set

BAB IX
PENGENDALIAN MUTU

A. DEFENISI
69
Mutu pelayanan Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) adalah
pelayanan yang merujuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan dalam
menimbulkan kepuasan pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata
masyarakat, serta penyelenggaraannya sesuai dengan standar profesi yang
ditetapkan.

B. TUJUAN
1. Terciptanya pelayanan PKRS yang menjamin efektifitas pemberian
pendidikan kesehatan.
2. Meningkatkan efesiensi pelayanan
3. Meningkatkan kepuasan pelanggan
4. Tercapainya mutu pelayanan rumah sakit sesuai dengan tuntutan dan
perkembangan ilmu pengetahuan.

C. KEGIATAN PENGENDALIAN MUTU


Dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, khususnya dalam
pemberian pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarga maka disusun suatu
indicator untuk mengukur kualitas pelayanan.
Sebagai indikator mutu pelayanan PKRS maka ditetapkan Standar Mutu
PKRS yang merupakan bagian dari standar mutu Rumah Sakit, dimana :
1. Penetapan standar mutu dilakukan berdasarkan hasil, evaluasi dan hasil
analisa pencapaian standar mutu tahun sebelumnya.
2. Standar mutu ditetapkan setiap awal tahun dan akan dievaluasi setiap tahun.
3. Laporan dan evaluasi pencapaian standar mutu dibuat oleh ketua PKRS dan
dilapor setiap triwulan kepada direksi.

D. KEGIATAN PENINGKATAN MUTU


1. Merupakan kegitan-kegiatan rutin yang dilakukan untuk meningkatkan mutu
pelayanan sebagai tindak lanjut dari evaluasi program kerja yang telah
dilaksanakan.

70
2. Program peningkatan mutu dituangkan dalam program kerja tahunan yang
meliputi :
a. Program pengembangan Staf/SDM berupa program diklat
b. Program pengembangan pelatihan
c. Program pengembangan ruangan dan fasilitas
d. Program pengembangan sistem
3. Program peningkatan mutu disusun setahun sekali yang dimasukan kedalam
program tahunan berdasarkan hasil evaluasi pencapaian program kerja
tahunan
4. Jika terjadi hal-hal yang berpotensi mengganggu pelayanan pada tahun
berjalan maka tindak lanjut perbaikan mutu harus segera dilakukan
5. Penanggung jawab mutu adalah ketua PKRS

BAB X
MONITORING DAN EVALUASI

71
Monitoring kinerja PKRS dilakukan dengan pemantauan setiap hari oleh setiap
PJ unit terkait, dokumentasi permintaan PKRS di status pasien, pencatatan pasien
yang teredukasi di LOGBOOK (unit dan edukasi kolaboratif) dan formulir pemberian
informasi dan formulir pemberian edukasi kolaboratif. Monitoring jumlah pamflet
yang tersedia dilakukan dengan penyediaan 50 lembar untuk setiap topik materi
edukasi disetiap unit terkait setiap bulannya dan dilakukan refill atau pengisian ulang
setiap bulannya. Apabila pamflet habis sebelum sebulan, maka permintaan pamflet
dapat dilakukan ke panitia PKRS (lihat lembar permintaan pamflet edukasi)
Evaluasi kualitas sumber daya manusia dan fasilitas dilakukan dengan survei
lapangan setiap bulan dan pelatihan mengenai materi edukasi unit-unit PKRS setiap
6 bulan sekali. Evaluasi kinerja panitia PKRS dilakukan dengan laporan bulan dari
setiap unit PKRS, laporan bulanan panitia PKRS dan survei kepuasan pelanggan
setiap 3 bulan.

BAB XII
PENUTUP

72
Pedoman Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) ini disusun agar menjadi
acuan dalam pengembangan kegiatan PKRS dan pengembangan Akreditasi Rumah
Sakit yang berhubungan dengan promosi kesehatan. Pedoman ini merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dengan upaya meningkatkan mutu dan kualitas
pelayanan Rumah sakit.
Sebagai penutup kiranya dapat diingatkan kembali bahwa PKRS bukanlah
urusan mereka yang bertugas di Unit PKRS saja, PKRS adalah tanggung jawab dari
Direksi RS, dan menjadi urusan (tugas) bagi hampir seluruh jajaran RS. Yang paling
penting dilaksanakan dalam rangka PKRS adalah upaya – upaya pemberdayaan,
baik pemberdayaan terhadap pasien (rawat jalan dan rawat inap) maupun terhadap
klien sehat.
Namun demikian, upaya-upaya pemberdayaan ini akan lebih berhasil, jika
didukung oleh upaya-upaya bina suasana dan advokasi. Bina suasana dilakukan
terhadapa mereka yang paling berpengaruh terhadap pasien/klien. Sedangkan
advokasi dilakukan terhadap mereka yang dapat mendukung, membantu RS dari
segi kebijakan (peraturan perundang–undangan) dan sumber daya, dalam rangka
memberdayakan pasien/klien.
Banyak sekali peluang untuk melaksanakan PKRS, dan peluang-peluang
tersebut harus dapat dimanfaatkan dengan baik, sesuai dengan fungsi dari peluang
yang bersangkutan.

73

You might also like