Professional Documents
Culture Documents
Pedoman Promkes
Pedoman Promkes
Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah, SWT atas berkat dan karunia-
Nya, yang telah memberikan petunjuk kepada kita semua sehingga penyusunan
Pedoman Promosi Kesehatan Rumah Sakit Umum Daerah Bengkalis ini dapat
diselesaikan dengan baik.
Pedoman ini disusun guna memberikan gambaran dan informasi terkait
Pelayanan Promosi Kesehatan di RSUD Bengkalis.
Kami berharap agar pedoman ini dapat memberikan manfaat bagi semua
pihak dalam mengisi ruang informasi dan pengetahuan tentang promosi kesehatan
rumah sakit.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu, baik langsung maupun tidak langsung, dalam penyusunan pedoman ini.
Kami juga berharap adanya masukan dan koreksi dari semua pihak demi
penyempurnaan pedoman ini kedepan.
Semoga dengan apa yang disajikan akan muncul pemahaman bersama
bahwa pelayanan kesehatan yang bermutu hanya dapat dicapai dengan kesatuan
gerak dari semua pihak serta pembenahan dan pembelajaran yang berkelanjutan.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
3. KOMUNIKASI INTERNAL RUMAH SAKIT ….………………………. 46
3.1 KOMUNIKASI ANTAR STAF KLINIS …….................................. 46
- KOMUNIKASI EFEKTIF DENGAN METODE SBAR .................... 46
- KOMUNIKASI EFEKTIF DENGAN METODE ISBAR .................. 48
- KOMUNIKASI EFEKTIF DENGAN METODE SOAP .................... 49
- KOMUNIKASI EFEKTIF DENGAN METODE
TULBAKON/TBAK........................................................................
59
3.2 HAND OVER DALAM PELAYANAN KESEHATAN .................... 52
3.3 KOMUNIKASI DALAM SERAH TERIMA PASIEN
PADA SAAT TRANSFER ........................................................... 64
3.4 KOMUNIKASI LAYANAN CODE BLUE .....................................
65
3.5 KOMUNIKASI PADA SAAT KEJADIAN BENCANA
KEBAKARAN (CODE RED) ...................................................... 66
4. KOMUNIKASI DENGAN MASYARAKAT ……….............................. 66
BAB VI LOGISTIK ………........................................................................................ 6
A. DEFINISI ……….................................................................................... 68
B. PERALATAN ………............................................................................... 68
BAB VII PENGENDALIAN MUTU ………................................................................. 69
A. DEFINISI ……….................................................................................... 69
B. TUJUAN ………..................................................................................... 69
C. KEGIATAN PENGENDALIAN MUTU ………......................................... 69
D. KEGIATAN PENINGKATAN MUTU ………........................................... 70
BAB VIII MONITORING DAN EVALUASI ………….................................................. 71
BAB IX PENUTUP ……………................................................................................ 72
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, dimana bertujuan untuk mewujudkan derajat
kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan
dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif),
penyembuhan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan
pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh,
terpadu dan berkesinambungan.
Promosi kesehatan rumah sakit adalah upaya rumah sakit untuk
meningkatakan kemampuan pasien dan kelompok–kelompok masyarakat, agar
pasien dapat mandiri dalam meningkatkan keshatan dan mencegah masalah–
masalah kesehatan dan mengebangkan upaya kesehatan bersumber daya
masyarakat, Manajemen Komunikasi dan Edukasi Rumah Sakit dapat
mencakup informasi sumber–sumber dikomunitas untuk tambahan pelayanan
apabila diperlukan, serta bagaimana akses kepelayanan emergensi bila
dibutuhkan.
Sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 44 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyelenggaraan Promosi Kesehatan
di daerah, prinsip dasar promosi kesehatan rumah sakit adalah upaya untuk
meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk
dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong dirinya sendiri, serta
mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai sosial
budaya setempat dan didukung kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.
Menolong diri sendiri artinya masyarakat mampu menghadapi masalah–
masalah kesehatan potensial (yang mengancam) dengan cara mencegahnya,
dan mengatasi masalah–masalah kesehatan yang sudah terjadi dengan cara
menanganinya secara efektif serta efesien. Dengan kata lain, masyarakat
mampu berperilaku hidup bersih dan sehat dalam rangka memecahkan
masalah–masalah kesehatan yang dihadapinya (problem solving), baik
1
masalah–masalah kesehatan yang sudah diderita maupun yang potensial
(mengancam), secara mandiri (dalam batas–batas tertentu).
Jika definisi itu diterapkan di rumah sakit, maka dapat dibuat rumusan
sebagai berikut: Promosi Kesehatan oleh Rumah Sakit (PKRS) adalah upaya
untuk meningkatkan kemampuan pasien, klien, dan kelompok–kelompok
masyarakat, agar pasien dapat mandiri dalam mempercepat kesembuhan dan
rehabilitasinya, klien dan kelompok–kelompok dapat mandiri dalam
meningkatkan kesehatan, mencegah masalah–masalah kesehatan, dan
mengembangkan upaya kesehatan bersumber daya masyarakat, melalui
pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama mereka, sesuai sosial budaya
mereka, serta didukung kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.
Dan untuk dapat melaksanakan berbagai macam kegiatan promosi
kesehatan rumah sakit maka diperlukan suatu pedoman pelayanan kegiatan
promosi kesehatan rumah sakit sebagai acuan dalam melaksanakan kegiatan
promosi kesehatan oleh rumah sakit.
B. TUJUAN PEDOMAN
a. Umum
Sebagai acuan dalam melaksanakan promosi kesehatan rumah sakit
agar pasien, dan kelompok–kelompok masyarakat agar dapat mandiri dalam
mempercepat penyembuhan dan rehabilitasinya, klien dan kelompok
masyarakat dapat mandiri dalam meningkatkan kesehatan dan mencegah
masalah–masalah kesehatan yang ada.
b. Khusus
1. Memberikan pengetahuan dan pedoman bagi petugas mengenai promosi
kesehatan rumah sakit.
2. Agar petugas, perawat dan dokter dapat melakukan komunikasi yang
efektif dengan pasien dan keluarganya.
C. RUANG LINGKUP
Tim promosi kesehatan rumah sakit membuat perencanaan tentang promosi
kesehatan pada pasien, keluarga dan masyarakat meliputi kebutuhan akan
2
adanya edukasi, ketersediaan tenaga educator yang di butuhkan, ruangan dan
tentang materi edukasi kesehatan baik pada pasien, keluarga dan masyarakat
kebutuhan.
Pada dasarnya banyak tersedia peluang untuk melaksanakan promosi
kesehatan di RS. Ruang lingkup pelayanan kesehatan rumah sakit (PKRS)
RSUD Bengkalis secara umum dapat di kategorikan sebagai berikut :
a) Di dalam gedung
Di dalam gedung rumah sakit PKRS dilaksanakan seiring dengan
pelayanan yang dilaksanakan rumah sakit, antara lain :
1) PKRS di ruang pendaftaran/administrasi, yaitu dimana pasien/klien harus
melapor/mendaftar sebelum mendapatkan pelayanan
2) PKRS di pelayanan rawat jalan bagi pasien yaitu di poliklinik-poliklinik
kebidanan, poliklinik mata, poliklinik anak, poliklinik bedah, poliklinik
penyakit dalam, poliklinik saraf dan lain-lain
3) PKRS di pelayanan rawat inap bagi pasien yaitu di ruang gawat darurat,
ruang ICU dan ruang rawat inap
4) PKRS di pelayanan pelayanan Penunjang Medik bagi pasien yaitu
pelayanan obat/apotik, pelayanan laboratorium, pelayanan radiologi, dan
pelayanan rehabilitasi medik
5) PKRS dalam pelayanan bagi klien (orang sehat), yaitu seperti di
pelayanan KB, konseling gizi, bimbingan senam, pemeriksaan kesehatan
jiwa, konseling kesehatan remaja, medical check up dan lain – lain
6) PKRS diruang yaitu Promosi kesehatan yang dilakukan di dalam gedung
rumah sakit adalah sebagai berikut:
6.1 Promosi kesehatan bagi pasien rawat jalan
6.2 Promosi kesehatan bagi pasien Rawat inap
b) Di luar gedung
Kawasan luar gedung rumah sakit dapat di manfaatkan secara maksimal
untuk PKRS yaitu :
1) PKRS di tempat parkir, yaitu pemanfaatan ruang yang ada di
lapangan/gedung parkir sejak dari bangunan gardu parkir sampai ke
3
sudut–sudut lapangan/gedung parkir, seperti pemasangan spanduk,
baleho dan poster
2) PKRS ditempat umum seperti kantin, tempat ibadah dan lain lain
3) PKRS di taman Rumah Sakit, yaitu baik taman–taman yang ada
didepan, samping/sekitar maupun di dalam/halaman dalam Rumah
Sakit.
4) PKRS dikantin/warung–warung/kios–kios yang ada dikawasan Rumah
Sakit
5) PKRS di tempat ibadah yang tersedia di sekitar Rumah Sakit
6) PKRS di pagar pembatas kawasan Rumah Sakit
7) PKRS di dinding luar Rumah Sakit
D. BATASAN OPERASIONAL
Pedoman Manajemen Komunikasi dan Edukasi Rumah Sakit adalah
kumpulan ketentuan dasar yang memberi arah dalam pelayanan edukasi pada
pasien dan keluarga, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam sistem
pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada keterlibatan pasien
dalam pengambilan keputusan terkait masalah kesehatan yang dialami.
E. LANDASAN HUKUM
Adapun landasan hukum dari PKRS meliputi :
1. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 44 Tahun 2018 tentang
Penyelenggaraan Promosi Kesehatan Rumah Sakit;
2. Undang–undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
3. Undang–undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
4. Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Bengkalis
Nomor: 303/KPTS/VI/2022 tentang Tim Akreditasi Rumah Sakit Umum
Daerah Bengkalis;
5. Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Bengkalis
Nomor: 275/KPTS/IV/2022 tentang Tim Promosi Kesehatan Rumah Sakit
Umum Daerah Bengkalis;
6. KMK Nomor HK.01.07/MENKES/1128/2022 tentang Standar Akreditasi
Rumah Sakit.
4
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
1. Kepala instalasi atau unit fungsional PKRS, yang dijabat oleh tenaga
kesehatan, minimal pendidikan S1 Kesehatan, dan telah mendapatkan
pelatihan pengelolaan PKRS
2. Pengelola PKRS, adalah tenaga kesehatan, tenaga kesehatan fungsional
Promosi Kesehatan, dan tenaga non kesehatan yang mempunyai kompetensi
Promosi Kesehatan
Standar tenaga khusus promosi kesehatan untuk rumah sakit adalah sebagai
berikut :
C. Pengaturan jaga
Pengaturan ketenagaan Tim educator Rumah Sakit diatur berdasarkan
pengaturan jam dinas sesuai dengan pola shift.
a. Waktu kerja pelayanan 24 Jam (3 shift)
b. Ketenagaan tiap shift terdiri dari :
- Shif pagi 07.30 - 14.00 WIB
- Shif sore 14.00 - 20.00 WIB
- Shif malam 20.00 - 08.00 WIB
6
BAB III
STANDAR FASILITAS
Lokasi Tim Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) terletak di LT.4 RSUD
Bengkalis, berdekatan dengan Sekretariat Akreditasi, dan Ruang Asoka. Fasilitas
yang tersedia adalah adanya ruangan khusus untuk edukasi, dan beberapa
peralatan edukasi.
R. ASOKA R. ASOKA
L
a
N n N
ur t ur
s s
e a e
i
4
Pintu
R. KOMITE PKRS R. ASOKA
B. STANDAR FASILITAS
Fasilitas minimal yang dimiliki Tim PKRS adalah adanya ruangan khusus
untuk edukasi, dan peralatan edukasi, diantaranya :
8
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
9
Pengkajian bagi Pasien dan Keluarga Pasien dapat dilakukan
berdasarkan formulir pengkajian Pasien, dengan menganalisis formulir
pengkajian Pasien (assessment patient), yang meliputi status merokok, riwayat
konsumsi alkohol, aktivitas fisik, status gizi, status sosial ekonomi, dan faktor
risiko lainnya terkait diagnosa penyakitnya, penggunaan obat yang aman, dan
rasional, penggunaan peralatan medis yang aman, nutrisi, manajemen nyeri,
teknik rehabilitasi. Dikelompokkan berdasarkan demografi diuraikan menurut
usia, etnis, tingkat pendidikan, serta bahasa yang digunakan termasuk hambatan
komunikasi (kemampuan membaca, hambatan emosional, keterbatasan fisik dan
kognitif serta kesediaan menerima informasi) agar edukasi dapat efektif.
1. karakteristik SDM Rumah Sakit, terdiri atas umur, jenis kelamin, tempat
bekerja;
2. status gizi, terdiri atas Indeks Massa Tubuh (IMT), lingkar perut, LLA;
3. kondisi kesehatan, terdiri atas tekanan darah, frekuensi nadi, gula darah
sewaktu, kolestrol total, dan asam urat;
4. perilaku, terdiri atas status merokok, riwayat konsumsi alkohol, aktivitas fisik,
makan sayur dan buah, riwayat vaksinasi, cek kesehatan berkala dan risiko
terhadap pekerjaan dan lingkungan kerja; dan
5. Riwayat penyakit yang pernah didireta dan keluarga.
10
Untuk mengetahui dampak terhadap keberadaan Rumah Sakit serta pola
penyakit di wilayah setempat, pengkajian dilakukan dengan melakukan analis
terhadap data kondisi lingkungan sekitar Rumah Sakit dan kondisi wilayah
setempat seperti daerah endemis rabies, malaria, DHF, dsb. Data dapat
menggunakan laporan tahunan dari dinas kesehatan pemerintah daerah
setempat, seperti data kejadian penyakit menular dan tidak menular, prevalensi
stunting, gizi buruk, TBC, cakupan imunisasi lengkap, angka kematian ibu dan
anak, dan sebagainya, serta data terhadap sumber-sumber yang ada di
masyarakat yang dapat dijadikan mitra.
11
12
B. Perencanaan Promosi Kesehatan
13
Perencanaan ditetapkan oleh Kepala atau Direktur Rumah Sakit.
Perencanaan dilakukan secara terpadu dan berkesinambungan bersama
dengan instalasi/unit terkait lainnya dengan mempertimbangkan situasi dan
kondisi Rumah Sakit.
a. Bagi pasein dan Keluarga Pasien di rawat inap maupun rawat jalan dapat
dilakukan beberapa kegiatan pemberdayaan Pasien seperti konseling di
tempat tidur (disebut juga bedside health promotion), diskusi kelompok
(untuk penderita yang dapat meninggalkan tempat tidur) terhadap upaya
peningkatan kesehatan terhadap penyakit yang diderita, biblioterapi
(menyediakan atau membacakan bahan-bahan bacaan bagi Pasien).
Konseling penggunaan obat, alat bantu, dan sebagainya. Pemberdayaan
Keluarga Pasien misalnya konseling terhadap diagnosa penyakit yang
diderita Pasien, diskusi kelompok dengan mengumpulkan Keluarga Pasien
dalam upaya meningkatan hudup sehat. Pelaksanaan pemberdayaan Pasien
dan Keluarga Pasien dalam konseling/edukasi dicatat dalam rekam medis
14
dan dilaksanakan oleh Profesional Pemberi Asuhan (PPA). Dalam
melaksanakan pemberdayaan Pasien dan Keluarga Pasien agar intervensi
Promosi Kesehatan berjalan efektif harus memperhatikan sosial budaya,
tingkat pendidikan, ekonomi, etnis, agama, bahasa yang digunakan serta
hambatan komuniasi, emosional dan motivasi untuk berubah, keterbatasan
fisik dan kognitif, serta kesediaan Pasien menerima informasi.
Pemberdayaan Pasien dan Keluarga Pasien dalam Promosi Kesehatan
berkelanjutan dilaksanakan pada Pasien setelah pulang dari Rumah Sakit
atau rujuk balik sesuai dengan hasil re-asesmen kebutuhan Promosi
Kesehatan. Bentuk kegiatan dapat berupa kunjungan rumah untuk
melakukan konseling/edukasi kepada Pasien dan Keluarga Pasien dalam
rangka upaya mengendalikan faktor risiko penyakit dan peningkatan
kesehatan, pembinaan komunitas dimana Pasien sebagai bagian dari
kelompok masyarakat peduli kesehatan seperti kelompok peduli TBC,
HIV/AID, Diabetes, Klub Jantung Sehat, dan sebagainya. Pembinaan teknis
medis dilakukan oleh profesional sesuai dengan keahlian.
b. Bagi SDM Rumah Sakit, dalam rangka merubah perilaku berdasarkan hasil
asesmen, dilakukan intervensi perubahan perilaku, sesuai dengan
kebutuhan Promosi Kesehatan, seperti intervensi terhadap masih banyaknya
SDM Rumah Sakit yang merokok, maka kegiatan pemberdayaan dapat
dilakukan dengan konseling merokok/coaching berhenti merokok.
Membudayakan aktivitas fisik setiap SDM Rumah Sakit dengan melakukan
senam secara rutin setiap hari tertentu dan dilakukan pengukuran
kebugaran, edukasi terhadap risiko pekerjaan dan lingkungan terutama
sampah medis, pentingnya pengendalian IMT normal, di setiap unit/instalasi
sebagai agent of change (AoC) sebagai motor dalam perubahan perilaku,
memberikan hadiah (reward) atau harus “dipaksa” menggunakan peraturan
dan sanksi (punishment), serta peningkatan keterampilan SDM Rumah Sakit
dengan pelatihan, sosialisasi dan sebagainya.
2. Advokasi
Advokasi dibutuhkan apabila dalam upaya memberdayakan sasaran PKRS
membutuhkan dukungan dari pihak-pihak lain, seperti dalam rangka
pelaksanaan Promosi Kesehatan yang terintegrasi perlu dibuat kebijakan oleh
Direktur atau Kepala Rumah Sakit tentang pelaksanaan Promosi Kesehatan
terhadap hasil asesmen Pasien, Keluarga Pasien, SDM Rumah Sakit,
Pengunjung Rumah Sakit, dan Masyarakat Sekitar Rumah Sakit. Selain itu
diperlukan juga dukungan kebijakan antara lain kelembagaan, organisasi,
tenaga, sarana dan prasarana. Contoh lainnya yaitu untuk mengupayakan
adanya kebijakan lingkungan Rumah Sakit yang tanpa asap rokok, pengaturan
tentang sampah baik sampah medis dan sampah non medis, serta kebijakan
terhadap hasil asesemen yang ditemukan pada sasaran dan lain sebagainya,
perlu melakukan advokasi kepada wakil-wakil rakyat dan pimpinan daerah atau
pemangku kepentingan lainnya untuk diterbitkannya peraturan/kebijakan yang
berkomitmen dalam pelaksanaan PKRS seperti tentang Kawasan Tanpa Rokok
(KTR) yang mencakup di Rumah Sakit, kebijakan mengharuskan seluruh SDM
Rumah Sakit menerapkan PHBS, kebijakan pelaksanaan PKRS harus
dilaksanakan pada setiap unit/intalasi yang terintegrasi dan didukung oleh
tenaga profesional, dana sarana dan prasarana, dan lain sebagainya.
Beberapa metode dalam advokasi antara lain lobby, seminar, sosialisasi, dan
workshop. Dalam melakukan advokasi juga harus didukung dengan data dan
16
informasi terhadap keadaan situasi Rumah Sakit. Adapun tahapan-tahapan
yang dapat memandu advokasi di Rumah Sakit sebagai berikut:
Jika kelima tahapan tersebut dapat dicapai selama waktu yang disediakan
untuk advokasi, maka dapat dikatakan advokasi tersebut berhasil. Langkah
tindak lanjut yang tercetus di ujung perbincangan (misalnya dengan membuat
disposisi pada usulan/proposal yang diajukan) menunjukkan adanya komitmen
untuk memberikan dukungan.
3. Kemitraan
Baik dalam pemberdayaan masyarakat maupun advokasi, prinsip-prinsip
kemitraan harus ditegakkan. Kemitraan dilaksanakan atas dasar bahwa
pelaksanaan Promosi Kesehatan yang baik tidak dapat dilaksanakan oleh
Rumah Sakit itu sendiri, melainkan melibatkan banyak unsur dan sektor terkait,
sehingga tujuan Promosi Kesehatan dapat merubah perilaku dapat tercapai.
Kemitraan dikembangkan berdasarkan kebutuhan Promosi Kesehatan.
17
Pengelola PKRS harus bekerjasama dengan berbagai pihak terkait, (multi
profesi, multi displin, dan seluruh instalasi/unit pelayan fungsional, serta dinas
kesehatan pemerintah daerah/lintas sektor terakit, Puskesmas/fasilitas
kesehatan tingkat pertama/jejaring pelayanan kesehatan, dan sumber-sumber
yang ada dimasyarakat seperti misalnya kelompok profesi, kelompok peduli
kesehatan, pemuka agama, lembaga swadaya masyarakat, media massa, dan
lain-lain.
Dalam melaksanakan kemitraan ada 3 (tiga) prinsip dasar kemitraan yang
harus diperhatikan yaitu kesetaraan, keterbukaan, dan saling menguntungkan.
1. Kesetaraan
Kesetaraan menghendaki tidak diciptakannya hubungan yang bersifat
hirarkhis (atas-bawah). Semua harus diawali dengan kesediaan menerima
bahwa masing-masing berada dalam kedudukan yang sederajat. Keadaan
ini dapat dicapai bila semua pihak bersedia mengembangkan hubungan
kekeluargaan, yaitu yang dilandasi kebersamaan atau kepentingan
bersama.
2. Keterbukaan
Dalam setiap langkah menjalin kerjasama, diperlukan adanya kejujuran dari
masing-masing pihak. Setiap usul/saran/komentar harus disertai dengan
itikad yang jujur, sesuai fakta, tidak menutup-nutupi sesuatu.
3. Saling menguntungkan
Solusi yang diajukan hendaknya selalu mengandung keuntungan di semua
pihak (win-win solution). Misalnya dalam hubungan antara petugas Rumah
Sakit dengan Pasien, maka setiap solusi yang ditawarkan hendaknya juga
berisi penjelasan tentang keuntungannya bagi Pasien. Demikian juga dalam
hubungan antara Rumah Sakit dengan pihak donatur.
Terdapat tujuh landasan (dikenal dengan sebutan: tujuh saling) yang harus
diperhatikan dan dipraktikkan dalam mengembangkan kemitraan, yaitu:
1) Saling memahami kedudukan, tugas, dan fungsi masing- masing
2) Saling mengakui kapasitas dan kemampuan masing- masing
3) Saling berupaya untuk membangun hubungan
4) Saling berupaya untuk mendekati
18
5) Saling terbuka terhadap kritik/saran, serta mau membantu dan dibantu
6) Saling mendukung upaya masing-masing
7) Saling menghargai upaya masing-masing
Dalam pelaksanaannya, 3 (tiga) strategi tersebut diatas harus diperkuat
dengan metode dan media yang tepat, serta tersedianya sumber daya yang
memadai.
1. Metode dan Media
Metode yang dimaksud adalah metode komunikasi, karena baik
pemberdayaan, advokasi, maupun kemitraan pada prinsipnya adalah proses
komunikasi. Oleh sebab itu perlu ditentukan metode yang tepat dalam proses
tersebut. Pemilihan metode harus dilakukan secara cermat dengan
memperhatikan kemasan informasinya, keadaan penerima informasi
(termasuk sosial budayanya), dan hal- hal lain seperti ruang dan waktu. Media
atau sarana informasi juga perlu dipilih dengan cermat mengikuti metode yang
telah ditetapkan. Selain itu juga harus memperhatikan sasaran atau penerima
informasi. Bila penerima informasi tidak bisa membaca misalnya, maka
komunikasi tidak akan efektif jika digunakan media yang penuh tulisan. Atau
bila penerima informasi hanya memiliki waktu yang sangat singkat, maka tidak
akan efektif jika dipasang poster yang berisi kalimat terlalu panjang.
2. Sumber Daya
Sumber daya utama yang diperlukan untuk penyelenggaraan PKRS adalah
sumber daya manusia yang profesional, mempunyai kompetensi Promosi
Kesehatan dengan telah mengikuti pelatihan-pelatihan yang dipersyaratkan,
sarana/peralatan termasuk media komunikasi, dan dana atau anggaran.
Sumber daya manusia yang utama untuk PKRS meliputi:
a. Semua petugas Rumah Sakit yang melayani Pasien (PPA, tenaga
kesehatan lainnya)
b. Tenaga khusus Promosi Kesehatan (yaitu para pejabat fungsional
Penyuluh Kesehatan Masyarakat)
19
tersebut diatas, berikut beberapa contoh pelaksanaan PKRS sesuai dengan
strategi pelaksanaan PKRS:
1. Pelaksanaan Promosi Kesehatan pada pasein rawat jalan, karena
keterbatasan waktu pelayanan tidak sebanding dengan banyaknya jumlah
Pasien, edukasi tambahan dapat dilakukan dengan cara profesional dalam
bidangnya melatih tenaga kesehatan untuk menjadi edukator, kemudian
dengan jalan mengumpulkan Pasien, Keluarga Pasien, pengantar Pasien
dalam suatu ruangan dan dilakukan edukasi, dan diskusi kelompok, terhadap
diagnosa dan cara mengendalikan faktor risiko. Penggunaan alat peraga
seperti panthom, lembar balik, leaflet, poster dan penayangan video edukasi
lainya sangat membantu proses edukasi, untuk itu media yang tepat dan rinci
sangat dibutuhkan. Yang perlu diperhatikan edukasi dilakukan berdasarkan
kelompok diagnosa penyakit, pelaksanaan edukasi harus memperhatikan
demografi, status sosial, kemampuan baca tulis, dan kesediaan menerima
informasi.
2. Bagi pengunjung Pasien rawat inap, situasi kondisi rawat inap dapat
berpengaruh pada psikologis pengunjung akan kondisi kesehatannya.
Pembagian selebaran leaflet, poster, video infromasi dan sebagainya yang
dapat memberikan informasi tentang penyakit, dan cara mencegah dan
menghidari dan mengendalikan sesuai dengan penyakit Pasien yang akan
mereka jenguk dapat dilakukan. Selain itu, beberapa Rumah Sakit
melaksanakan penyuluhan kelompok kepada para pembesuk ini, yaitu
dengan mengumpulkan mereka yang menjenguk Pasien yang sama
penyakitnya dalam satu ruangan untuk mendapat penjelasan dan berdiskusi
dengan dokter ahli, atau tenaga kesehatan yang sudah terlatih yang
menangani penderita. Misalnya, tiga puluh menit sebelum jam besuk para
penjenguk Pasien penyakit dalam diminta untuk berkumpul dalam satu
ruangan. Kemudian datang dokter ahli penyakit dalam dan tenaga kesehatan
yang terlatih yang mengajak para penjenguk ini berdiskusi tentang penyakit-
penyakit yang diderita oleh Pasien yang akan dijenguknya, Pada akhir
diskusi, dokter ahli penyakit dalam atau tenaga kesehatan yang terlatih tadi
20
berpesan agar hal-hal yang telah di diskusikan disampaikan juga kepada
Pasien yang akan dijenguk.
23
atau pengantarnya tinggal agak lama, karena menanti disiapkannya obat.
Dengan demikian, selain poster dan leaflet, di kawasan ini juga dapat
dioperasikan VCD/DVD Player dan televisinya yang menayangkan pesan-
pesan tersebut di atas.
10. PKRS di pelayanan pemulasaraan jenasah tentu tidak akan dijumpai Pasien,
karena yang ada adalah Pasien yang sudah meninggal dunia. Yang akan
dijumpai di kawasan ini adalah para Keluarga Pasien atau teman-teman
Pasien (jenasah) yang mengurus pengambilan jenasah dan transportasinya.
Adapun kesadaran dan perilaku yang hendak ditanamkan kepada mereka
adalah tentang pentingnya memantau dan menjaga kesehatan dengan
mempraktikkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Namun perlu
diingat bahwa di kawasan ini suasananya adalah suasana berkabung,
sehingga tidak mungkin dilakukan Promosi Kesehatan yang formal dan ketat.
Dengan demikian, cara yang paling tepat adalah dengan memasang poster-
poster dan atau menyediakan leaflet untuk diambil secara gratis. Akan lebih
menyentuh jika pesan-pesan dalam poster dan leaflet juga dikaitkan dengan
pesan-pesan keagamaan.
24
BAB V
KOMUNIKASI EFEKTIF
A. Pengertian Komunikasi
Komunikasi adalah sebuah proses penyampaian pikiran atau informasi dari
seseorang kepada orang lain melalui suatu cara tertentu sehingga orang lain
tersebut mengerti betul apa yang dimaksud oleh penyampai pikiran-pikiran atau
informasi”. (Komaruddin, 1994; Schermerhorn, Hunt & Osborn, 1994; Koontz &
Weihrich, 1988).
Komunikasi di lingkungan Rumah Sakit diyakini sebagai modal utama untuk
meningkatkan kualitas pelayanan yang akan ditawarkan kepada konsumennya.
Konsumen dalam hal ini juga menyangkut dua sisi yaitu konsumen internal dan
konsumen eksternal. Konsumen internal melibatkan unsur hubungan antar
individu yang bekerja dirumah sakit, sedangkan konsumen eksternal lebih
mengarah pada sisi menerima jasa pelayanan, yaitu klien baik secara individual,
kelompok, keluarga, maupun mnasyarakat yang ada di rumah sakit.
Rumah sakit sebagai suatu organisasi tidak akan efektif apabila interaksi
diantara orang–orang yang tergabung didalamnya tidak pernah ada
komunikasi.Dengan komunikasi maka fungsi manajerial yang berawal dari fungsi
perencanaan, implementasi, dan pengawasan dapat dicapai.
B. Unsur komunikasi
1. Sumber/komunikator (dokter,perawat, admission,kasir,dll)
Sumber (yang menyampaikan informasi) adalah orang yang
menyampaikan isi pernyataannya kepada penerima. Hal-hal yang menjadi
tanggung jawab pengirim pesan adalah mengirim pesan dengan jelas,
25
memilih media yang sesuai, dan meminta kejelasan apakah pesan
tersebut sudah di terima dengan baik.
Komunikator yang baik adalah komunikator yang menguasai materi,
pengetahuannya luas dan dalam tentang informasi yang yang
disampaikan, cara berbicaranya nya jelas dan menjadi pendengar yang
baik saat dikonfirmasi oleh si penerima pesan (komunikan)
2. Isi pesan
Panjang pendeknya, kelengkapannya perlu disesuaikan dengan tujuan
komunikasi, media penyampaian, penerimanya.
26
Cara berbicara (talking), termasuk cara bertanya (kapan menggunakan
pertanyaan tertutup dan kapan memakai pertanyaan terbuka),
menjelaskan, klarifikasi, paraphrase, intonasi.
Mendengar (listening), termasuk memotong kalimat.
Cara mengamati (observation) agar dapat memahami yang tersirat di
balik yang tersurat (bahasa non verbal di balik ungkapan
kata/kalimatnya, gerak tubuh).
Menjaga sikap selama berkomunikasi dengan komunikan (bahasa
tubuh) agar tidak menggangu komunikasi, misalnya karena komunikan
keliru mengartikan gerak tubuh, raut tubuh, raut muka, dan sikap
komunikator.
2. Proses Komunikasi
Komunikasi efektif adalah : tepat waktu, akurat, jelas, dan mudah
dipahami oleh penerima, sehingga dapat mengurangi tingkat kesalahan
(kesalah pahaman).
Komunikasi dapat efektif apabila pesan diterima dan dimengerti
sebagaimana dimaksud oleh pengirim pesan, pesan ditindaklanjuti dengan
sebuah perbuatan oleh penerima pesan dan tidak ada hambatan untuk hal
itu (Hardjana, 2003).
Gambar :
Oh saya
mengerti
Dia Mengerti…
Umpan Balik
Gangguan
28
Komunikator Pesan Saluran Komunikan
Dikonfirmasikan
Dalam menuliskan kalimat yang sulit, maka komunikan harus menjabarkan hurufnya
satu persatu dengan menggunakan alfabeth yaitu:
Kode Alfabet International:
29
Sumber: Wikipedia
E. Ruang Lingkup Komunikasi
Ruang lingkup manajemen komunikasi dan informasi yang efektif di rumah
sakit terdiri dari :
1. Perencanaan Komunikasi
2. Komunikasi dengan Pasien dan Keluarga
3. Komunikasi internal Rumah Sakit
4. Komunikasi dengan Masyarakat
F. Tata Laksana
1. Perencanaan Komunikasi
Rumah Sakit Umum Daerah Bengkalis dalam melaksanakan komunikasi
melalui beberapa media, diantaranya :
a. Telepon
Fungsinya untuk komunikasi verbal antar masyarakat atau instansi
yang terkait dengan rumah sakit, antara dokter konsultan dengan
dokter jaga, dan antar staff dirumah sakit.
b. Radio
Merupakan media promosi dengan masyarakat tentang jenis
pelayanan yang tersedia, waktu pelayanan, serta kompetensi yang
memberikan pelayanan.
c. Internet
30
Merupakan media promosi dalam mempromosikan tentang rumah
sakit dan dalam mencari karyawan sesuai dengan kompetensi yang
dibutuhkan.
d. Rekam Medis
Merupakan alat komunikasi tertulis antar profesi dalam melakukan
asuhan keperawatan pasien dan antar profesi yang terkait. Semua
profesi yang melakukan asuhan keperawatan mencatat kegiatannya
dalam rekam medis sesuai dengan yang ditentukan oleh undang –
undang.
e. Baleho, Banner, Poster,dan Spanduk
31
4) Sentuhan (kasih sayang, dukungan emosional, dan perhatian
diberikan melalui sentuhan dan sesuai dengan norma sosial)
1. Tahap Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal proses pelayanan di rumah sakit yang
dilakukan oleh petugas registrasi/admisi dan perawat untuk mengumpulkan data
pasien. Data tersebut diperlukan sebagai dasar pelaksanaan proses
keperawatan pada tahap selanjutnya.
Data pasien diperoleh dari:
a. Wawancara, terdiri dari:
Wawancara admisi
32
Wawancara ini dilakukan pada saat pertama kali pasien masuk rumah sakit
dengan tujuan untuk mendapatkan data umum atau identitas pasien.
Wawancara riwayat hidup
Wawancara ini dilakukan oleh perawat untuk mendapatkan informasi
mengenai keluhan pasien, riwayat kesehatan, perjalanan penyakit dengan
tujuan untuk mengetahui alasan pasien datang ke rumah sakit dan menjadi
acuan rencana tindakan keperawatan.
Wawancara terapeutik
Wawancara ini ditekankan pada fakta, ide dan isi dalam rangka
pengembangan hubungan sehat yang bertujuan untuk membantu pasien
mengidentifikasi masalahnya. Wawancara ini memberikan peluang
kepada pasien untuk mengungkapkan perasaan, mengenal dan
mengetahu masa lalunya. Wawancara terapeutik banyak digunakan oleh
professional kesehatan seperti perawat, dokter, psikolog dan psikiater,
biasanya diterapkan pada pasien yang mengalami gangguan psikologis.
b. Pemeriksaan fisik
c. Pemeriksaan diagnostik (laboratorium, radiologi, dsb)
d. Informasi/catatan dari tenaga medis lain dan dari keluarga pasien
33
Ketajaman pancaindera dalam mendengar, melihat, merasa dan mencium
bau merupakan faktor penting dalam komunikasi. Pasien akan dapat
menerima pesan komunikasi dengan baik apabila pancainderanya berfungsi
baik. Bagi pasien yang mengalami gangguan pendengaran, ada tahapan
yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengkajian, yaitu informasi medik
yang mengindikasikan adanya kelemahan pendengaran, memperhatikan
perlu/tidaknya pasien menggunakan alat bantu dengar yang masih
berfungsi, memperhatikan kemampuan pasien membaca ekspresi wajah
dan gerak bibir perawat, dan apakah pasien mampu menggunakan gerak
isyarat sebagai bentuk komunikasi non verbal.
c. Kelemahan fungsi kognitif
Kerusakan yang melemahkan fungsi kognitif, misalnya tumor otak yang
dapat mempengaruhi kemampuan pasien untuk mengungkapkan dan
memahami bahasa. Dalam mengkaji pasien ini, perawat harus dapat
menilai respon baik secara verbal maupun non verbal yang disampaikan
oleh pasien dalam menjawab pertanyaan.
d. Gangguan struktural
Gangguan struktural tubuh terutama yang berhubungan langsung dengan
organ suara seperti mulut dan hidung dapat berpengaruh pada proses
komunikasi.
3. Tahap perencanaan
Pengembangan rencana tindakan keperawatan kepada pasien diperlukan
interaksi dan komunikasi dengan pasien. Hal ini untuk menentukan alternative
rencana keperawatan yang akan diterapkan. Misalnya, sebelum memberikan
makanan kepada pasien, perawat harus terlebih dahulu mengetahui makanan
yang sesuai bagi pasien. Rencana tindakan yang dibuat oleh perawat
34
merupakan media komunikasi antar tenaga kesehatan yang berkesinambungan
sehingga pelayanan dapat dilaksanakan secara teratur dan efektif.
4. Tahap pelaksanaan
Tahap pelaksanaan merupakan realisasi dari perencanaan yang telah
ditetapkan terlebih dahulu. Aktifitas ini memerlukan ketrampilan dalam
berkomunikasi dengan pasien. Terdapat dua katergori umum aktivitas perawat
dalam berkomunikasi, yaitu saat mendekati pasien untuk memenuhi kebutuhan
dan saat pasien mengalami masalah psikologis.
Pada saat menghadapi pasien, perawat perlu :
- Menunjukkan raut wajah yang mencerminkan ketulusan agar tercipta
suasana saling percaya saat berkomunikasi.
- Kontak pandang yang menunjukkan perhatian dan kesungguhan perawat.
- Fokus pada pasien.
- Bersikap terbuka untuk menumbuhkan keberanian pasien dalam mengikuti
tindakan keperawatan yang dilakukan.
- Mendengarkan secara seksama dan penuh perhatian untuk mendapatkan
informasi dari pasien. Perawat lebih banyak mendengarkan daripada
berbicara. Hal ini akan menumbuhkan kepercayaan pasien kepada perawat.
- Mendengarkan keluhan pasien dan memahami perasaan.
- Perawat mampu menjelaskan keadaan pasien.
- Perawat mampu menjadi pembimbing dan konseling terhadap pasien.
- Bersikap tenang selama berada di depan pasien.
35
bertanggung jawab untuk memastikan pasien memahami apa yang
disampaikan.
Sebagai penerima pesan, dokter perlu berkonsentrasi dan memperhatikan
setiap pernyataan pasien. Untuk memastikan apa yang dimaksud oleh pasien,
dokter sesekali perlu membuat pertanyaan atau pernyataan klarifikasi.
Mengingat kesenjangan informasi dan pengetahuan yang ada antara dokter dan
pasien, dokter perlu mengambil peran aktif. Ketika pasien dalam posisi sebagai
penerima pesan, dokter perlu secara proaktif memastikan apakah pasien benar
– benar memahami pesan yang telah disampaikannya. Misalnya dalam
menginterpretasikan kata “panas”. Dokter yang mempunyai pasien berumur dua
tahun memesankan kepada ibu pasien, “Kalau dia panas, berikan obatnya.”
Pengertian panas oleh ibu pasien mungkin saja berbeda dengan yang
dimaksudkan oleh dokter. Dokter perlu mencari cara untuk memastikan si ibu
mempunyai pemahaman yang sama, misalnya dengan menggunakan ukuran
yang tepat, yaitu termometer. Dokter mengajarkan cara menggunakan
termometer untuk mengetahui keadaan anaknya. Si ibu diminta memberikan
obat yang telah diresepkan dokter kepada anaknya apabila suhu tubuh anak
mencapai angka tertentu yang dimaksud dokter mengalami “panas”.
Dalam dunia kesehatan, warna yang berbeda, ukuran yang berbeda, rasa
yang berbeda bisa menjadi hal yang sangat vital karena bisa membedakan
intensitas radang, intensitas nyeri yang pada akhirnya bermuara pada
perbedaan diagnosa maupun jenis obat yang harus diminum. Peran dokter
sebagai fasilitator pembicaraan amat penting agar tidak terjadi salah
interpretasi.
Silverman (1998) menjelaskan bahwa komunikasi efektif tidak berhenti
sampai pemberi pesan selesai menyampaikan maksudnya. Komunikasi baru
dapat dikatakan lengkap ketika pembicara mendapatkan umpan balik dari
penerima yang meyakinkannya bahwa tujuan komunikasinya tercapai (penerima
pesan memahami sesuai yang diharapkannya).
Pada dasarnya komunikasi efektif adalah bagaimana menyatukan sudut
pandang pasien maupun dokter menjadi sebuah bentuk relasi dokter–pasien
(doctor–patient partnership), keduanya berada dalam level yang sejajar dan
saling bekerja sama untuk menyelesaikan masalah kesehatan pasien.
36
Di dunia kedokteran, model proses komunikasi tersebut telah
dikembangkan oleh Van Dalen (2005) menjadi sebuah model yang sangat
sederhana dan aplikatif.
1 3
2 3
Berikut adalah contoh aplikasi empati yang dikembangkan oleh Bylund & Makoul
2002
Tingkat atau level empati dalam komunikasi dikodekan dalam suatu sistem. Ada 6
level pada pengkodean ini, yaitu :
37
Level 0 : Dokter menolak sudut pandang pasien.
Level 1 : Dokter mengenal secara sambil lalu.
Level 2 : Dokter mengenal sudut pandang pasien secara implicit.
Level 3 : Dokter menghargai pendapat pasien.
Level 4 : Dokter mengkonfirmasi kepada pasien.
Level 5 : Dokter berbagi perasaan dan pengalaman dengan pasien.
Keterangan :
Level 3 – 5 adalah pengenalan dokter terhadap sudut pandang pasien tentang
penyakitnya, secara eksplisit.
Contoh-contoh kalimat :
Level 5 : Berbagi pengalaman maupun perasaan
“Ya saya mengerti hal ini dapat mengkhawatirkan Anda berdua.
Beberapa pasien pernah mengalami aborsi spontan, kemudian
setelah kehamilan berikutnya mereka sangat, sangat khawatir.
Level 4 : Konfirmasi
“Anda sepertinya sangat sibuk, saya mengerti seberapa besar
usaha Anda untuk menyempatkan berolahraga.”
Level 3 : Penghargaan
“Anda bilang Anda sangat stress datang ke sini? Apa Anda mau
menceritakan lebih jauh apa yang membuat Anda stress?”
Level 2 : Pengenalan dokter terhadap sudut pandang pasien (terhadap
penyakitnya) secara implicit.
Pasien : “Pusing saya ini membuat saya sulit bekerja.”
Dokter : “Ya…? Bagaimana bisnis Anda akhir-akhir ini?”
Level 1 : Pengenalan secara sambil lalu
“A-ha”, tapi dokter mengerjakan hal lain, menulis, membalikkan
badan, menyiapkan alat, dan lain-lain.
Level 0 : Penolakan terhadap apa yang menjadi sudut pandang pasien.
- Mengacuhkan pendapat pasien
38
- Membuat pernyataan yang tidak menyetujui pendapat pasien,
seperti “Kalau stress ya, mengapa datang ke sini?!” atau “Ya, lebih
baik operasi saja sekarang.”
Keterampilan empati bukan hanya sekedar basa basi atau bermanis mulut
kepada pasien, melainkan :
1. Mendengarkan aktif.
2. Responsif pada kebutuhan pasien.
3. Responsif pada kepentingan pasien.
4. Usaha memberikan pertolongan kepada pasien.
39
Memperhatikan sikap non-verbal (raut wajah/mimic, gerak/bahasa tubuh dari
pasien).
Menatap mata pasien secara professional yang lebih terkait dengan makna
menunjukkan perhatian dan kesungguhan mendengarkan.
Memperhatikan keluhan yang disampaikan tanpa melakukan interupsi yang tidak
perlu.
Apabila pasien marah, menangis, takut dan sebagainya maka dokter tetap
menunjukkan raut wajah dan sikap yang tenang.
Melibatkan pasien dalam rencana medis selanjutnya atau pengambilan
keputusan.
Memeriksa ulang segala sesuatu yang belum jelas bagi kedua belah pihak.
Melakukan negosiasi atas segala sesuatu berdasarkan kepentingan kedua belah
pihak.
Membukakan pintu, atau berdiri ketika pasien hendak pulang.
40
Pertanyaan–pertanyaan terbuka yang dapat ditanyakan :
Bagaimana pusing tersebut Anda rasakan, dapat diceritakan lebih jauh?
Menurut Anda, pusing tersebut reda bila Anda melakukan sesuatu,
meminum obat tertentu atau bagaimana menurut Anda?
Sedangkan pertanyaan tertutup yang merupakan inti dari anamnesis meliputi :
Eksplorasi terhadap riwayat penyakit dahulu
Eksplorasi terhadap riwayat penyakit keluarga
Eksplorasi terhadap riwayat penyakit sekarang, contoh menggunakan
pedoman Macleod’s clinical examination seperti disebutkan dalam Kurtz
(1998), dan dilakukan asesmen terhadap nyeri yang dirasakan pasien.
41
2) Tahap penyampaian informasi
Setelah tahap pengumpulan informasi dilakukan dengan akurat, maka
dokter masuk ke tahap penyampaian informasi. Tanpa informasi yang akurat di
tahap pengumpulan informasi, dokter dapat terjebak kedalam kecurigaan yang
tidak beralasan.
Secara ringkas ada 6 (enam) hal penting yang harus diperhatikan agar
efektif dalam berkomunikasi dengan pasien, yaitu :
a. Materi informasi apa yang disampaikan
Tujuan anamnesis dan pemeriksaan fisik (kemungkinan rasa tidak
nyaman/sakit saat pemeriksaan)
Kondisi saat ini dan berbagai kemungkinan diagnosis
Berbagai tindakan medis yang akan dilakukan untuk menentukan
diagnosis (manfaat, resiko, efek samping/komplikasi)
Hasil dan interpretasi dari tindakan medis yang telah dilakukan untuk
menegakkan diagnosis
Diagnosis, jenis atau tipe
Pilihan tindakan medis untuk tujuan terapi (kekurangan dan kelebihan
masing-masing cara)
Prognosis
Dukungan (support) yang tersedia
42
Untuk keluarga: sebanyak yang pasien/keluarga kehendaki dan sebanyak
yang dokter perlukan agar dapat menentukan tindakan selanjutnya.
e. Dimana menyampaikannya
Di ruang praktik dokter.
Di bangsal, ruangan tempat pasien dirawat.
Di ruang diskusi.
Di tempat lain yang pantas, atas persetujuan bersama, pasien/keluarga
dan dokter.
f. Bagaimana menyampaikannya
Informasi penting sebaiknya dikomunikasikan secara langsung, tidak
melalui telepon, juga tidak diberikan dalam bentuk tulisan yang dikirim
melalui pos, facsimile, sms, internet.
Persiapan, meliputi :
Materi yang akan disampaikan (bila diagnosis, tindakan medis,
prognosis sudah disepakati oleh tim)
Ruangan yang nyaman, memperhatikan privasi, tidak terganggu orang
lalu lalang, suara gaduh dari tv/radio, telepon
Waktu yang cukup
Mengetahui orang yang akan hadir (sebaiknya pasien ditemui oleh
keluarga/orang yang ditunjuk; bila hanya keluarga yang hadir sebaiknya
lebih dari satu orang)
Jejaki sejauh mana pengertian pasien/keluarga tentang hal yang akan
dibicarakan
Tanyakan kepada pasien/keluarga, sejauh mana informasi yang diinginkan
dan amati kesiapan pasien/keluarga menerima informasi yang akan
diberikan
3. Dengarkan keluhan pertama kali yang disampaikan pasien yang belum tentu
keluhan medis.
Contoh : “Sekarang susah ya, mencari pekerjaan…”
“Harga sembako semakin mahal saja ya..”
44
kelelahan, apakah ada lagi yang ingin disampaikan?”… Kalau tidak, bisakah kita
mulai sesi hari ini dengan…. kemudian dilanjutkan dengan…?”
SITUATION
Yaitu melaporkan situasi pasien oleh petugas kesehatan, yang meliputi :
a) Nama pasien, umur, dan lokasi tempat pasien dirawat
b) Masalah yang ingin disampaikan
c) Tanda – tanda vital
45
d) Kekhawatiran petugas terhadap kondisi pasien saat itu
BACKGROUND
Yaitu menyampaikan latar belakang pasien antara lain masalah paien
sebelumnya.
ASSESSMENT
Yaitu menyampaikan penilaian terhadap kondisi pasien dengan
menyampaikan
1. Masalah saat ini
2. Hasil pemeriksaan penunjang yang sudah dilakukan
RECOMMENDATION/REQUEST
Yaitu menyampaikan rekomendasi/apa yang perlu dilakukan untuk
mengatasi masalah pasien saat ini.
46
Contoh 1 :
Komunikasi efektif SBAR antar shift dinas/serah terima :
Situation (S) :
Nama : Tn.A umur 35 tahun, tanggal masuk 4 Desember 2017 sudah 3 hari
perawatan, DPJP : dr. Budi, SpPD, diagnosa medis : Gagal ginjal kronik.
Masalah keperawatan :
- Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit lebih
- Perubahan kebutuhan nutrisi kurang
Background (B) :
- Pasien bedrest total , urine 30 cc/24 jam, balance cairan 1000 cc/ 24 jam.
- Mual tetap ada selama dirawat, ureum 320 mg/dl.
- Pasien program HD 2x seminggu Senin dan Kamis.
- Terpasang infuse NaCl 10 tetes/menit
- Dokter sudah menjelaskan penyakitnya tentang gagal ginjal kronik
- Diet : rendah protein 1 gram
Assessment (A) :
- Kesadaran composmentis, TD 140/70 mmHg, Nadi 98x/menit, suhu 36,8 0C,
RR 20 x/menit, oedema pada ekstremitas bawah, tidak sesak napas, urine
sedikit, eliminasi faeses baik.
- Hasil laboratorium terbaru : Hb 9,7 mg/dl, albumin 3,1, ureum 237 mg/dl
- Pasien masil mengeluh mual.
47
Contoh 3 :
Laporan perawat ke dokter dengan menggunakan SBAR
48
Pemeriksaan analisi gas darah
Pemeriksaan EKG
Pemberian oksigenasi
Ba untuk Baca
Membacakan kembali (Read Back) pesan yang sudah ditulis,
kepada DPJP (pemberi pesan). Selesai membacakan pesan,
penerima pesan mengingatkan DPJP (pemberi pesan) untuk
melakukan konfirmasi.
Melakukan pengejaan dengan Alphabeth Indonesian (Abjad
Indonesia) instruksi yang terkait dengan obat LASA (Look Alike
Sound Alike)
50
Untuk melihat bahwa komunikasi antar pemberi pelayanan di RSUD
Bengkalis berjalan dengan baik dapat dilihat dalam rekam medis pada Catatan
Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT).
Contoh 2 :
Komunikasi efektif SBAR antar perawat dengan dokter lewat telepon
Situation (S) :
- Selamat pagi dr. Budi, saya Dewi perawat Anggrek
- Melaporkan pasien atas nama Tn A, mengalami penurunan pengeluaran urine
30 cc/24 jam, mengalami sesak napas.
Background (B) :
- Diagnosa medis gagal ginjal kronik, tanggal masuk 4 Desember 2017, program
HD hari Rabu – Sabtu
- Tindakan yang sudah dilakukan posisi semi fowler, sudah terpasang dower
kateter, pemberian oksigen 3 liter/menit 15 menit yang lalu.
- Obat injeksi diuretic 3 x 1 ampul
- TD 140/70 mmHg, RR 30 x/menit, Nadi 98 x/menit, oedema ekstremitas bawah
dan asites
- Hasil laboratorium terbaru : Hb 9,7 mg/dl, albumin 3,1 ureum 237 mg/dl
- Kesadaran composmentis, bunyi nafas ronchi.
Assessment (A) :
51
- Masalah pada pasien ini berupa gangguan pola nafas dan gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit lebih.
- Pasien tampak tidak stabil
Recommendation (R) :
- Haruskah saya mulai dengan pemberian oksigen NRM ?
- Adakah instruksi dokter? Perlukah peningkatan diuretic atau syringe pump?
- Apakah dokter akan memindahkan pasien ke ICU?
“Jadi isi pesannya ini
“Yah.. benar.” Dikonfirmasikan
yah pak…”
Pengertian Handover
Handover adalah proses pengalihan wewenang dan tanggung jawab utama
untuk memberikan perawatan klinis kepada pasien dari satu pengasuh ke salah satu
pengasuh yang lain. Pengasuh termasuk dokter jaga, dokter tetap ruang rawat,
52
asisten dokter, praktisi perawat, perawat terdaftar, dan perawat praktisi berlisensi
(The joint Commission Journal on Quality and Patient Safety, 2010).
Sedangkan Australian Medical Association (2006), mendefenisikan handover
sebagai transfer tanggung jawab profesional dan akuntabilitas untuk beberapa atau
semua aspek perawatan untuk pasien, atau kelompok pasien, kepada orang lain
atau kelompok profesional secara sementara atau permanen.
Prinsip Handover
Ada 5 (lima) standar prinsip serah terima pasien, yaitu :
1) Kepemimpinan dalam serah terima pasien.
Semakin luas proses serah terima (lebih banyak peserta dalam kegiatan serah
terima), peran pemimpin menjadi sangat penting untuk mengelola serah terima
pasien diklinis.
2) Pemahaman tentang serah terima pasien.
Mengatur sedemikian rupa agar timbul suatu pemahaman bahwa serah terima
pasien harus dilaksanakan dan merupakan bagian penting dari pekerjaan sehari
– hari dari perawat dan atau tenaga kesehatan lainnya dalam merawat pasien.
3) Peserta yang mengikuti serah terima pasien.
Mengidentifikasi dan mengorientasikan peserta, melibatkan mereka dalam
tinjauan berkala tentang proses serah terima pasien.
4) Waktu serah terima pasien
Mengatur waktu yang disepakati, durasi dan frekwensi untuk serah terima
pasien.Hal ini sangat direkomendasikan, dimana strategi ini memungkinkan
untuk dapat memperkuat ketepatan waktu. Serah terima pasien tidak hanya
pada pergantian jadwal kerja, tapi setiap kali terjadi perubahan tanggung jawab.
5) Tempat serah terima pasien
Sebaiknya serah terima pasien terjadi secara tatap muka dan disisi tempat tidur
pasien. Jika serah terima pasien tidak dapat dilakukan secara tatap muka, maka
pilihan lain harus dipertimbangkan untuk memastikan serah terima pasien
berlangsung efektif dan aman.
Jenis Handover
Serah terima pasien terjadi diseluruh kontinum perawatan kesehatan dalam
semua jenis pengaturan layanan. Serah terima interdisiplinary terjadi antara perawat
53
dan dokter, dan perawat dengan tenaga kesehatan lainnya, sementara serah terima
pasien intradisiplinary terjadi antara sesama perawat atau sesama dokter. Serah
terima pasien juga terjadi antar fasilitas kesehatan, seperti : antara rumah sakit dan
antara beberapa organisasi penyedia layanan lainnya, termasuk pelayanan
kesehatan dirumah.
Menurut Hughes (2008); Australian Resource Centre for Healthcare Innovation
(2009);Friesen, White, dan Byers (2009) beberapa jenis serah terima pasien antara
lain:
1) Serah terima pasien antar shift
Metode serah terima pasien antar shift dapat dilakukan dengan menggunakan
berbagai metode, antara lain: secara lisan, catatan tulisan tangan, disamping
tempat tidur pasien, melalui telepon, rekaman, non verbal, menggunakan
laporan elektronik, cetakan komputer, dan memori.
2) Serah terima pasien antar unit keperawatan
Pasien akan sering ditransfer antar unit keperawatan selama mereka dirawat di
rumah sakit.
3) Serah terima pasien antar unit perawatan dengan unit pemeriksaan diagnostik
Pasien sering dikirim dari unit keperawatan untuk pemeriksaan diagnostik
selama rawat inap (misalnya: radiologi, laboratorium, dll).
4) Serah terima pasien antar fasilitas kesehatan
Pengiriman pasien dari satu fasilitas kesehatan ke fasilitas kesehatan yang lain
sering terjadi antara pengaturan layanan yang berbeda. Pengiriman berlangsung
antar rumah sakit ketika pasien memerlukan tingkat perawatan yang berbeda.
54
memastikan pemahaman dan tanggung jawab bagi pasien oleh perawat yang
menerima penyerahan pasien.
2. Kondisi Pasien Memburuk
Pada kondisi pasien memburuk, meningkatkan pengelolaan pasien secara cepat
dan tepat pada penurunan kondisi yang terdeteksi.
3. Informasi Kritis Lainnya
Prioritaskan informasi penting lainnya, misal : tindakan yang luar biasa, rencana
pemindahan pasien, kesehatan kerja dan resiko keselamatan kerja atau tekanan
yang dialami oleh staf.
55
f) Berbicara sederhana, jelas, langsung dan spesifik dalam deskripsi
pasien dan situasi terkini
g) Hindari penggunaan singkata, istilah yang tidak dapat dipahami secara
bersama
h) Memberikan definisi pada istilah yang ambigu
i) Memungkinkan penerima untuk meninjau ringkasan yang relevan dan
informasi saat ini
- Gangguan
Masalah : Faktor – faktor situasional selama serah terima pasien yang dapat
berkontribusi sebagai gangguan.
Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan :
Melaksanakan serah terima pasien dilokasi/lingkungan yang dapat
meminimalkan gangguan.
- Interupsi
Masalah : Interupsi dilaporkan sering terjadi dalam pengaturan perawatan
kesehatan.
Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan :
Membatasi dan mencegah interupsi dan menyediakan cakupan tugas
selama serah terima pasien untuk mendukung transisi informasi yang
terfokus.
- Kebisingan
Masalah : Latar belakang suara seperti telepon, handphone, suara
peralatan, alrm, dan berbicara, berkontribusi dalam meningkatkan kesulitan
untuk mendengar laporan dan dapat mengakibatkan tafsiran informasi yang
tidak tepat.
Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan :
a) Menyediakan lokasi/lingkungan serah terima pasien yang
memungkinkan mereka jelas dalam mendengar informasi.
b) Gunakan kebiasaan “membaca kembali” dan “ mengulang kembali”
untuk mengurangi kesalahan komunikasi.
56
c) Gunakan klarifikasi fonetik dan angka
- Kelelahan
Masalah : Peningkatan kesalahan dapat terjadi oleh petugas yang bekerja
pada shift berkepanjangan.
Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan :
Batasi jumlah jam kerja untuk mengurangi kelelahan dan kesalahan.
- Memori
Masalah : Memori jangka pendek dan daya penyimpanan yang terbatas
dapat terjadi ketika sejumlah besar informasi yang dikomunikasikan selama
serah terima pasien.
Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan :
a) Desain sistem untuk mengurangi ketergantungan pada memori.
b) Gunakan formulir percetak informasi pasien untuk akurasi dan
kelengkapan informasi dalam kegiatan serah terima.
c) Menyediakan layanan kesehatan dengan akses data yang baik untuk
mengurangi ketergantungan pada memori saat serah terima pasien.
- Pengetahuan/Pengalaman
Masalah :
a) Perawat pemula dan perawat ahli memiliki kebutuhan dan kemapuan
yang berbeda
b) Perawat pemula mungkin menghadapi msalah dengan serah terima
pasien
c) Perawat pemula mungkin memerlukan informasi tambahan yang lebih
selama serah terima pasien
Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan
keselamatan :
a) Dukung perawat pemula dengan program orientasi dan pembimbingan
b) Menyediakan program pendidikan berkelanjutan pada strategi serah
terima pasien yang efektif.
57
c) Menyediakan konsultan pengalaman untuk perawat yang kurang
berpengalaman karena mereka mungkin belum memiliki keahlian untuk
pemecahan masalah.
d) Memberikan informasi terkait yang komprehensif, tapi menghindari
overload selama serah terima.
- Komunikasi Tertulis
Masalah : Mencoba untuk menafsirkan catatan yang tidak terbaca, mungkin
akan membuat kesalahan dalam komunikasi.
Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan :
a) Menggunakan strategi elektronik untuk mengurangi masalah pada
catatan pasien yang tidak terbaca.
b) Menggunakan standar proses untuk memastikan informasi penting
tentang proses perawatan pasien.
c) Mengembangkan dan menerapkan proses yang sistematis untuk
manajemen obat pasien.
2. Faktor Organisasi
- Budaya organisasi
58
Masalah : Budaya organisasi yang tidak memiliki cukup perhatian pada
keselamatan pasien, staf mungkin enggan untuk melaporkan masalah atau
mungkin tidak merasa nyaman mengajukan pertanyaan bila ada hal yang
belum jelas saat serah terima pasien.
Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan :
a) Mendukung pengembangan budaya dalam menjaga keselamatan
pasien, dimana pelaporan kesalahan dan masalah terkait budaya dapat
didorong dan diterima sebagai keunikan.
b) Mendorong pengembangan “learning culture” dan “a just culture”
- Hirarkhi
Masalah : Struktur hirarkis dapat menghambat komunikasi terbuka. Perawat
mungkin tidak merasa nyaman mengajukan pertanyaan untuk
mengklarifikasi informasi atau mungkin merasa terintimidasi.
Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan :
a) Mempromosikan budaya keamanan pelayanan dengan mendukung
komunikasi terbuka
b) Mengembangkan protokol atau kebijakan yang mendukung budaya
saling menghormati, kolaborasi kolegialitas, dan antara semua perawat
serta penyedia layanan kesehatan lain dengan prinsip multidisipliner.
c) Memberikan pendidikan untuk semua tingkat hirarki penyedia layanan
kesehatan pada strategi komunikasi yang efektif.
- Sistem dukungan
Masalah : Kurangnya waktu untuk mengakses informasi dan laporan
lengkap akan mengurangi waktu untuk mengajukan pertanyaan dan
jawaban pada saat serah terima pasien.
Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan :
a) Yakinkan bahwa ada waktu untuk menyelesaikan laporan serah terima
pasien.
b) Mengakui bahwa serah terima pasien membutuhkan kesempatan untuk
mengajukan pertanyaaan interaktif dan jawaban.
59
c) Mengembangkan sistem yang mendukung operasional yang efesien
dalam pengambilan data pada waktu yang tepat dengan informasi
akurat yang akan disampaikan kepada perawat penerima shift
berikutnya.
- Infrastruktur
Masalah : Mungkin ada infrastruktur yang tidak memadai untuk kegiatan
serah terima pasien yang efektif.
Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan :
a) Kepemimpinan perlu mempromosikan desain dan implementasi sistem
dalam suatu lingkungan untuk memberikan perawatan pasien yang
aman.
b) Menyediakan sumber daya manusia yang memadai, peralatan,
teknologi, dan kesempatan pendidikan untuk mempromosikan serah
terima pasien yang optimal.
c) Libatkan perawat dalam desain lingkungan kerja
60
Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan :
sertakan penyedia layanan dalam desain lingkungan kerja sehingga
kebutuhan ruang memadai dan konfigurasinya dapat teridentifikasi.
61
a) Berusaha untuk merancang sistem, proses, dan kebijakan yang
memungkinkan untuk kolaborasi dan efesiensi informasi penting antara
organisasi dalam serah terima/pengiriman pasien.
b) Proses serah terima obat – obatan harus selesai dan dituntaskan dalam
serah terima
c) Menghilangkan hambatan komunikasi
d) Menjamin proses komunikasi dua arah antara kedua penyedia layanan
kesehatan
e) Melibatkan komunikasi lisan, tertulis, dan elektronik
f) Memantau proses serah terima pasien untuk peluang perbaikan kearah
yang lebih baik.
- Keterbatasan tenaga
Masalah : Kekurangan tenaga dapat berkontribusi untuk kesenjangan dalam
penyampaian informasi saat serah terima pasien.
Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan :
a) Mengalokasikan sumber daya manusia yang memadai untuk
mendukung dan memenuhi kebutuhan perawatan pasien.
b) Memantau proses serah terima pasien untuk peluang perbaikan ke arah
yang lebih baik.
- Kegagalan peralatan
Masalah : Sejumlah perangkat yang digunakan dalam serah terima pasien
dapat saja gagal berfungsi. Informasi penting tidak dapat disampaikan jika
terjadi kegagalan pada perangkat elektronik.
Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan :
a) Menindaklanjuti informasi penting untuk menjamin sudah tersampaikan
dan diterima.
b) Monitor, mengganti peralatan, dan perlengkapan untuk mengurangi
kegagalan komunikasi.
c) Upgrade peralatan untuk meningkatkan proses komunikasi.
62
Masalah : Saat situasi serah terima pasien, mungkin ada staff yang tidak
jelas tanggung jawabnya kepada pasien atau situasi yang sedang
berlangsung. Jika tanggung jawab untuk perawatan pasien dan tindak lanjut
tidak jelas digambarkan, maka dapat menyebabkan staff tersebut “meraba –
raba” tentang tanggung jawabnya
Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan :
a) Bila perlu gunakan pemaksaan untuk menunjukkan tanggung jawab staff
dalam proses serah terima pasien.
b) Ambigu dalam transfer tanggung jawab.
c) Jelas mendefinisikan tanggung jawab pada saat transisi pergantian shift.
- Kode Status
63
Masalah : Kode status dapat tidak tercantum dalam laporan serah terima
pasien dan tidak didokumentasikan dalam catatan medis, sehingga
informasi tidak dapat diakses.
Strategi untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan keselamatan :
a) Kode status pasien sangat perlu didokumentasikan dan di
komunikasikan.
b) Mengkomunikasikan kode status saat serah terima pasien.
Serah terima pasien yang efektif mendukung informasi penting dan kontinuitas
dari perawatan, pengobatan, dan berdampak terhadap keselamatan pasien. Serah
64
terima pasien yang efektif harus menjadi budaya bagi individu, kelompok dan
organisasi pada institusi pelayana kesehatan saat ini.
Pemahaman petugas kesehatan yang baik tentang prinsip, jenis, tata cara,
masalah/hambatan dan upaya untuk mengurangi kesalahan/meningkatkan
keselamatan pada kegiatan serah terima pasien dalam pelayanan kesehatan dapat
mencegah kerugian bagi pasien yang disebabkan oleh kesalahan/hambatan karena
faktor individu, kelompok, dan organisasi.
Indikator pelayanan kesehatan berkualitas dapat dicapai dengan salah satu
cara dari berbagai upaya yang tersedia, antara lain: melaksanakan serah terima
pasien dokter, perawat, tenaga kesehatan lain maupun organisasi secara
bertanggungjawab dan bertanggunggugat.
65
Perawat ruangan yang menerima pasien, mendengarkan dengan aktif dan
melakukan reed back pada formula serah terima pasien dan melakukan
konfirmasi terhadap informasi yang diberikan
Jika terdapat informasi obat kategori LASANORUM maka dilakukan
pengejaan dengan menggunakan kode alfabet internasional
Petugas yang menyerahkan dan menerima menandatangani dengan
membubuhkan nama dan tanda tangan pada kolom yang disediakan pada
formulir transfer
Libatkan pasien dalam proses serah terima
66
Apabila seseorang melihat api yang berpotensi terjadinya kebakaran segera
hubungi Petugas Piket ruangan yang terdekat
Petugas piket ruangan yang bertugas sebagai code red segera bergerak
sesuai tugasnya masing-masing
Petugas code red segera melaporkan ke operator dengan menelepon ke
nomor 800 untuk aktifkan code red
Operator segera mengumumkan code red melalui pengeras suara
Operator menghubungi kepala security untuk melaporkan kejadian kebakaran
Kepala security menghubungi Ketua K3RS ke Nomor 0823 2090 9069 untuk
memberikan informasi telah terjadinya kebakaran
Kepala K3RS menghubungi Direktur ke nomor 081261382136 untuk memberi
informasi telah terjadi kebakaran
Apabila Api sudah berhasil dipadamkan, Petugas code red (Helm Merah)
segera menghubungi bagian operator untuk melaporkan api sudah
dipadamkan dan segera nonaktifkan code red
Operator segera mengumumkan melalui pengeras suara untuk
menonaktifkan code red.
67
Komunikasi dengan masyarakat dapat dilakukan dengan :
a. Komunikasi dengan menggunakan media
1) Spanduk
2) Standing Banner
3) Baleho
4) Brosur
b. Komunikasi langsung
1) Penyuluhan kesehatan ke kelompok – kelompok masyarakat
2) Kegiatan edukasi penyakit dalam kegiatan senam lansia
3) Seminar Kesehatan
BAB VI
LOGISTIK
A. Defenisi
68
Logistik adalah segala seuatu benda yang berwujud dan dapat
diperlakukan secara fisik baik yang digunakan untuk kegiatan pokok maupun
kegiatan penunjang.
Logistik untuk Kegiatan Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) adalah
persediaan peralatan dan perbekalan yang dibutuhkan untuk melaksanakan
promosi kesehatan pada pasien dan keluarga seperti alat audio visual, alat tulis,
materi promkes dan formulir dokumentasi.
B. Peralatan
Adapun peralatan yang dibutuhkan diantaranya :
BAB IX
PENGENDALIAN MUTU
A. DEFENISI
69
Mutu pelayanan Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) adalah
pelayanan yang merujuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan dalam
menimbulkan kepuasan pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata
masyarakat, serta penyelenggaraannya sesuai dengan standar profesi yang
ditetapkan.
B. TUJUAN
1. Terciptanya pelayanan PKRS yang menjamin efektifitas pemberian
pendidikan kesehatan.
2. Meningkatkan efesiensi pelayanan
3. Meningkatkan kepuasan pelanggan
4. Tercapainya mutu pelayanan rumah sakit sesuai dengan tuntutan dan
perkembangan ilmu pengetahuan.
70
2. Program peningkatan mutu dituangkan dalam program kerja tahunan yang
meliputi :
a. Program pengembangan Staf/SDM berupa program diklat
b. Program pengembangan pelatihan
c. Program pengembangan ruangan dan fasilitas
d. Program pengembangan sistem
3. Program peningkatan mutu disusun setahun sekali yang dimasukan kedalam
program tahunan berdasarkan hasil evaluasi pencapaian program kerja
tahunan
4. Jika terjadi hal-hal yang berpotensi mengganggu pelayanan pada tahun
berjalan maka tindak lanjut perbaikan mutu harus segera dilakukan
5. Penanggung jawab mutu adalah ketua PKRS
BAB X
MONITORING DAN EVALUASI
71
Monitoring kinerja PKRS dilakukan dengan pemantauan setiap hari oleh setiap
PJ unit terkait, dokumentasi permintaan PKRS di status pasien, pencatatan pasien
yang teredukasi di LOGBOOK (unit dan edukasi kolaboratif) dan formulir pemberian
informasi dan formulir pemberian edukasi kolaboratif. Monitoring jumlah pamflet
yang tersedia dilakukan dengan penyediaan 50 lembar untuk setiap topik materi
edukasi disetiap unit terkait setiap bulannya dan dilakukan refill atau pengisian ulang
setiap bulannya. Apabila pamflet habis sebelum sebulan, maka permintaan pamflet
dapat dilakukan ke panitia PKRS (lihat lembar permintaan pamflet edukasi)
Evaluasi kualitas sumber daya manusia dan fasilitas dilakukan dengan survei
lapangan setiap bulan dan pelatihan mengenai materi edukasi unit-unit PKRS setiap
6 bulan sekali. Evaluasi kinerja panitia PKRS dilakukan dengan laporan bulan dari
setiap unit PKRS, laporan bulanan panitia PKRS dan survei kepuasan pelanggan
setiap 3 bulan.
BAB XII
PENUTUP
72
Pedoman Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) ini disusun agar menjadi
acuan dalam pengembangan kegiatan PKRS dan pengembangan Akreditasi Rumah
Sakit yang berhubungan dengan promosi kesehatan. Pedoman ini merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dengan upaya meningkatkan mutu dan kualitas
pelayanan Rumah sakit.
Sebagai penutup kiranya dapat diingatkan kembali bahwa PKRS bukanlah
urusan mereka yang bertugas di Unit PKRS saja, PKRS adalah tanggung jawab dari
Direksi RS, dan menjadi urusan (tugas) bagi hampir seluruh jajaran RS. Yang paling
penting dilaksanakan dalam rangka PKRS adalah upaya – upaya pemberdayaan,
baik pemberdayaan terhadap pasien (rawat jalan dan rawat inap) maupun terhadap
klien sehat.
Namun demikian, upaya-upaya pemberdayaan ini akan lebih berhasil, jika
didukung oleh upaya-upaya bina suasana dan advokasi. Bina suasana dilakukan
terhadapa mereka yang paling berpengaruh terhadap pasien/klien. Sedangkan
advokasi dilakukan terhadap mereka yang dapat mendukung, membantu RS dari
segi kebijakan (peraturan perundang–undangan) dan sumber daya, dalam rangka
memberdayakan pasien/klien.
Banyak sekali peluang untuk melaksanakan PKRS, dan peluang-peluang
tersebut harus dapat dimanfaatkan dengan baik, sesuai dengan fungsi dari peluang
yang bersangkutan.
73