You are on page 1of 3

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

DINAS KESEHATAN
UPTD. PUSKESMAS TEMPURSARI
Jl. Dahlia No. 07 Tempursari – Lumajang, No.Hp 085236425355
TEMPURSARI 67375

PANDUAN PELAYANAN KUSTA

I. DEFINISI

Penyakit kusta adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
leprae yang terjadi pada kulit dan saraf tepi. Manifestasi klinis dari penyakit ini sangat
bervariasi dengan spektrum yang berada diantara dua bentuk klinis yaitu lepromatosa dan
tuberkuloid. Pada penderita kusta tipe lepromatosa menyerang saluran pernafasan bagian atas
dan kelainan kulit berbentuk nodula, papula, makula dan dalam jumlah banyak. Pada
penderita kusta tipe tuberkuloid lesi kulit biasanya tunggal dan jarang, batas lesi tegas, mati
rasa.
Micobacterium leprae menyerang saraf tepi tubuh manusia. Tergantung dari kerusakan
saraf tepi, maka akan terjadi gangguan fungsi saraf tepi : sensorik, motorik dan otonom.
Terjadinya cacat pada kusta disebabkan oleh kerusakan fungsi saraf tepi, baik karena kuman
kusta maupun karena terjadinya peradangan (neuritis) sewaktu keadaan reaksi lepra.
Cara penularan yang pasti belum diketahui, tetapi menurut sebagian besar ahli melalui
saluran pernapasan (inhalasi) dan kulit (kontak langsung yang lama dan erat). Kuman
mencapai permukaan kulit melalui folikel rambut, kelenjar keringat, dan diduga juga melalui
air susu ibu. Tempat implantasi tidak selalu menjadi tempat lesi pertama (Mansjoer dkk,
2000).Menurut Entjang (2000), cara penularan melalui kontak langsung maupun tidak
langsung, melalui kulit yang ada lukanya atau lecet, dengan kontak yang lama dan berulang-
ulang.
Saat ini setiap tahun diketemukan 15.000 penderita kusta baru. Diharapkan semua
pihak dan seluruh masyarakat untuk bahu membahu memberantas kusta dengan cara
menemukan penderita secara dini dan mengobatinya dengan cepat dan tekun sampai sembuh.
Penderita Kusta yang ditemukan secara dini dan segera mendapat pengobatan akan sembuh
tanpa meninggalkan cacat. Sebaliknya yang harus diperhatikan dan dihindari adalah
menemukan penderita kusta yang terlambat karena meskipun dapat disembuhkan tetapi
mengalami cacat yang menetap.
Sepanjang tahun 2013, Kementerian Kesehatan RI mencatat 16.825 kasus kusta baru,
dengan angka kecacatan 6,82 per 1.000.000 penduduk. Angka ini menempatkan Indonesia di
peringkat ketiga dunia dengan k asus baru kusta terbanyak setelah India (134.752 kasus) dan
Brasil (33.303 kasus).
Pada Puskesmas Tempursari pada tahun 2015 masih ditemukan 2 pasien penderita
kusta. Namun, dalam hal ini ada kemungkinan prevalensi bertambah. Maka dari itu perlu
dilakukan penyuluhan tentang kusta untuk menghindari kejadian penyakit kusta meningkat.

II. RUANG LINGKUP

Kegiatan dalam gedung Kegiatan Luar gedung


1. Pemeriksaan dan deteksi dini 1. Kontak serumah
kusta 2. Kontak sekolah
2. Pelayanan pengobatan kusta 3. Rapid Village survey ( RVS )
3. Pelayanan konsultasi kusta 4. Penyuluhan kusta
4. Pelayanan pemantauan
kecacatan kusta (POD)
5. Pengawasan kusta paska
pengobatan

III. PENATALAKSANAAN

IV. DOKUMENTASI

a. Kartu pemeriksaan kusta


b. Lembar POD
c. Register kusta
d.

V. JADWAL PELAKSANAAN KEGIATAN

VI. EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN DAN PELAPORAN


Evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kegiatan dilakukan setelah kegiatan penyuluhan
diare oleh program yang menjalankan yaitu petugas promosi kesehatan dan P2M.

VII. PENCATATAN, PELAPORAN, DAN EVALUASI KEGIATAN

Sistem pencatatan dan pelaporan digunakan untuk sistematika evaluasi kemajuan


kegiatan yang telah dilakukan untuk bahan perbaikan kegiatan berikutnya.

You might also like