You are on page 1of 2

Novel Ronggeng Dukuh Paruk : Dalam Kritik Sastra

Oleh : Vinssent Stevelie

Cuplikan novel ini menceritakan mengenai kondisi suatu desa bernama


Dukuh Paruk pada saat musim kemarau, dimana ribuan hektare sawah yang
mengelilingi Dukuh Paruk kering kerontang hingga menemukan genangan air
selebar telapak kaki sangatlah susah. Desa Dukuh Paruk memiliki dua puluh tiga
rumah, dihuni orang orang seketurunan. dan seketika cerita berfokus terhadap
ketiga orang laki – laki yang bernama Rasus, Warta, dan Darsun, dimana cerita
menceritakan mereka sedang mencoba untuk mencabut sebatang singkong dari
tanah. Dengan bersusah payah dan mencoba berbagai cara, pada akhirnya mereka
pun dapat mencabut sebatang singkong tersebut, dan dibagi antara bertiga. setelah
ketiga laki – laki itu selesai makan, mereka bertemu Srintil, yaitu seorang perawan
kecil yang sedang merangkai mahkota dari daun nangka. Karena letak Dukuh
Paruk berada di tengah amparan sawah yang sangat luas, maka tenggelamnya
matahari pun tampak dengan jelas, dan cuplikan novel pun berhenti pada saat
bulan mencapai puncak langit. Menurut saya, walaupun cuplikan novel ini sangat
bagus dalam penggambaran situasi baik lingkungan ataupun waktu, tetapi cuplikan
novel ini kurang bagus dikarenakan penggunaan kata yang menurut saya rumit
bagi pembaca baru pada novel ini, memberikan cerita yang kurang lengkap, dan
tidak terlalu menggambarkan cerita penuh yang ada pada novel Ronggeng Dukuh
Paruk.

Menurut saya, penggambaran situasi yang digunakan pada cuplikan novel


ini sangatlah bagus. Pada saat saya membaca pertama kali, saya dapat
menggambarkan langsung dalam kepala saya lingkungan dimana cerita berada, dan
juga pada waktu kapan kejadian tersebut terjadi dalam cuplikan novel tersebut.
Contoh dari penggambaran lingkungan ini adalah “Kedua unggas itu telah
melayang beratus-ratus kilometer mencari genangan air.” dan “Udara panas
berbulan – bulan mengeringkan berjenis biji – bijian.” dimana dengan kalimat
tersebut, saya bisa langsung menggambarkan bahwa lokasi adegan terletak pada
tempat yang sedang mengalami kemarau akibat susahnya menemukan air. Dan
penggambaran waktu juga sangatlah bagus, seperti “Hilangnya cahaya matahari
telah dinanti oleh kelelawar dan kalong.” memberitahu bahwa adegan terjadi pada
saat matahari tenggelam. Penggambaran waktu dan lingkungan ini tidaklah
langsung digambarkan, tetapi disembunyikan oleh penulis dalam kalimat –
kalimat, tetapi mudah untuk dimengerti bagi pembaca pemula. Tetapi, saya tidak
terlalu menyukai penggunaan kata yang rumit, seperti “kulit polongnya”,
“bromocorah”, “kemenyan” merupakan kata - kata yang sulit untuk dicerna bagi
pembaca pemula. dan juga salah satu hal yang saya kurang suka dari cuplikan
novel ini merupakan penggambaran cerita yang kurang lengkap, seperti pada
cuplikan novel disebutkan karakter yang bernama Ki Secamenggala, yang
merupakan seorang bromocorah, yang tidak memiliki dampak terhadap cerita pada
cuplikan novel tersebut karena cerita langsung menggantikan tokoh ke cerita yang
lain, sehingga membingungkan para pembaca.

Rekomendasi saya terhadap pembaca adalah anda untuk membaca novel


Ronggeng Dukuh Paruk, dan bukan cuplikannya, dan untuk penulisnya, untuk
menggunakan kata yang dapat dicerna oleh kaum – kaum muda. Tetapi cerita
“Ronggeng Dukuh Paruk” ini menurut saya tetap bagus dan memiliki cerita yang
unik, dan penggambaran yang bagus.

You might also like