Professional Documents
Culture Documents
Bandung Fsva
Bandung Fsva
DataBase Potensi
Produk
Pangan/Analisis
Ketersediaan
Pangan Kabupaten
Bandung
TAHUN 2020
Kerjasama antara
Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan
Kabupaten Bandung
Dengan
MWA Training and Consulting
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penyusunan laporan akhir “Database
Potensi Produk Pangan/Analisis Ketersediaan Pangan Kabupaten Bandung Tahun 2020”
dapat diselesaikan. Kegiatan ini merupakan hasil kerjasama Dinas Ketahanan Pangan dan
Perikanan Kabupaten Bandung dengan MWA Training & Consulting, Pusat Pelatihan
dan Pengembangan Ketahanan Pangan.
Kegiatan kajian ini menyajikan situasi ketersediaan pangan penduduk Kabupaten
Bandung pada tahun 2020 serta prognosa ketersediaan dan kebutuhan pangan tahun 2020-
2021. Situasi ketersediaan pangan penduduk dianalisis dari indikator jumlah maupun
mutu berdasarkan keseimbangan gizi dari aneka ragam pangan. Indikator tersebut
menggambarkan pencapaian pembangunan pangan dalam hal penyediaan pangan pada
tahun yang telah berlalu. Adapun prognosa ketersediaan dan kebutuhan pangan
menyajikan ramalan penyediaan pangan pada tahun yang akan datang. Hasil kajian ini
dapat dimanfaatkan sebagai bahan kebijakan untuk mengantisipasi permasalahan
penyediaan pangan di Kabupaten Bandung.
Pada kesempatan ini, kami sampaikan ucapan terima kasih kepada Pemerintah
Kabupaten Bandung, khususnya Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan Kabupaten
Bandung serta semua pihak yang bekerjasama dalam pelaksanaan kegiatan ini.
November 2020
Tim Penyusun
i
DAFTAR ISI
Halaman
ii
VI. Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Pangan ........................................................56
6.1 Beras ...................................................................................................................56
6.2 Jagung .................................................................................................................58
6.3 Kedelai................................................................................................................60
6.4 Kacang tanah ......................................................................................................60
6.5 Daging Sapi ........................................................................................................62
6.6 Daging Ayam Ras...............................................................................................63
6.7 Telur Ayam Ras ..................................................................................................64
VII PENUTUP .................................................................................................................65
7.1 Kesimpulan .........................................................................................................65
7.2 Rekomendasi ......................................................................................................66
VIII LAMPIRAN ............................................................................................................69
IX DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................68
iii
DAFTAR TABEL
iv
Tabel 29 Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Pangan Tahun 2020 .......................... 56
Tabel 30 Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Pangan Tahun 2021 .......................... 56
Tabel 31 Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Beras Tahun 2020 ............................. 57
Tabel 32 Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Beras Tahun 2021 ............................. 58
Tabel 33 Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Jagung Tahun 2020 .......................... 59
Tabel 34 Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Jagung Tahun 2021 .......................... 59
Tabel 35 Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Kedelai Tahun 2021 ......................... 60
Tabel 36 Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Kacang Tanah Tahun 2020............... 61
Tabel 37 Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Kacang Tanah Tahun 2021............... 61
Tabel 38 Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Daging Sapi Tahun 2021 .................. 62
Tabel 39 Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Daging Ayam Ras Tahun 2021 ........ 63
Tabel 40 Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Telur Ayam Ras Tahun 2021 ........... 64
v
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR LAMPIRAN
v
I. PENDAHULUAN
1
pemerintah Kabupaten Bandung untuk dapat menjaga kestabilan penyediaan pangan
wilayah bagi 3.775.279 penduduknya. Terlebih, Pemerintah Kabupaten Bandung juga
telah menetapkan target Skor PPH ketersediaan pangan sebesar 93,0 pada tahun 2020
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah 2016-2021.
Hal tersebut menuntut Kabupaten Bandung untuk dapat meningkatkan produksi
pangan secara mandiri. Berkaca pada pola penyediaan pangan tahun sebelumnya,
beberapa pangan yang produksinya harus lebih dimaksimalkan antara lain yaitu jagung,
ubi jalar, ubi kayu, kentang, kacang tanah, minyak kelapa, dan sayur. Pada tahun 2019,
pangan-pangan tersebut memiliki produksi berlebih dari kebutuhan hingga dapat diekspor
ke wilayah lain. Adapun kelompok pangan yang masih impor tapi memiliki potensi untuk
ditingkatkan produksinya antara lain beras, sagu, ikan (ikan lele, ikan nila, ikan gurame),
daging ruminansia, daging unggas, telur, susu, kemiri, gula merah, dan buah.
Untuk mengetahui realisasi penyediaan pangan di Kabupaten Bandung maka perlu
dilakukan kegiatan Data Base Potensi Produk Pangan/Analisis Ketersediaan Pangan
Kabupaten Bandung Tahun 2020. Metode analisis yang digunakan adalah dengan Neraca
Bahan Makanan (NBM) dan prognosa ketersediaan dan kebutuhan pangan. Penyusunan
NBM mengacu kepada metode Food and Agriculture Organization (FAO) yang
disesuaikan dengan ketersediaan data dan kondisi di Indonesia. Adapun prognosa
ketersediaan dan kebutuhan pangan mengacu pada Badan Ketahanan Pangan,
Kementerian Pertanian (2020).
Neraca Bahan Makanan (NBM) menyediakan informasi rata-rata ketersediaan
bahan pangan berdasarkan sumber penyediaan dan penggunaannya untuk periode satu
tahun yang telah lalu. Adapun prognosa ketersediaan dan kebutuhan pangan strategis
menyediakan informasi tentang ramalan kondisi produksi dan kebutuhan pangan per
bulan pada tahun yang akan datang. Hasil analisis keduanya dapat digunakan sebagai
sumber pertimbangan pengambilan kebijakan, baik oleh unit kerja yang menangani
ketahanan pangan maupun stakeholders terkait dalam penanganan dan antisipasi
ketersediaan dan kebutuhan pangan. Selain itu, juga sebagai bahan evaluasi
penyelenggaraan ketahanan pangan wilayah di Kabupeten Bandung.
2
1.2. Maksud dan Tujuan
Kegiatan analisis ketersediaan pangan bertujuan untuk :
1. Menyusun Neraca Bahan Makanan (NBM) di Kabupaten Bandung tahun 2020
2. Menganalisis jumlah dan keanekaragaman ketersediaan pangan penduduk di
Kabupaten Bandung pada tahun 2020
3. Menganalisis prognosa pangan di Kabupaten Bandung November 2020 - Desember
2021
3
II. LANDASAN HUKUM
Pasal 12:
Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab atas ketersediaan pangan di
daerah dan pengembangan produksi pangan lokal di daerah. Penyediaan pangan
diwujudkan untuk memenuhi kebutuhan dan konsumsi pangan bagi masyarakat,
rumah tangga dan perorangan secara berkelanjutan. Dalam mewujudkan
ketersediaan pangan melalui pengembangan pangan lokal, pemerintah daerah
menetapkan jenis dan sentra produksi pangan lokalnya.
Perwujudan ketersediaan pangan melalui produksi pangan pokok dilakukan dengan:
a. Mengembangkan produksi pangan yang bertumpu pada sumberdaya,
kelembagaan, dan budaya lokal.
b. Mengembangkan efisiensi sistem usaha pangan.
c. Mengembangkan sarana, prasarana, dan teknologi untuk produksi, penanganan
pasca panen, pengolahan dan penyimpanan pangan.
d. Membangun, merehabilitasi dan mengembangkan prasarana produksi pangan
e. Mempertahankan dan mengembangkan lahan produktif.
f. Membangun kawasan sentra produksi pangan.
Pasal 18
Pemerintah dan pemerintah daerah dalam memenuhi kebutuhan pangan
berkewajiban :
a. Mengatur, mengembangkan dan mengalokasikan lahan pertanian dan sumber
daya air.
b. Memberikan penyuluhan dan pendampingan.
c. Menghilangkan berbagai kebijakan yang berdampak pada penurunan daya saing.
d. Melakukan pengalokasian anggaran.
Pasal 22
Ancaman produksi pangan merupakan kejadian yang dapat menimbulkan kegagalan
produksi pangan yang disebabkan oleh :
a. Perubahan iklim.
4
b. Serangan organisme pengganggu tumbuhan serta wabah penyakit hewan dan
ikan.
c. Bencana alam.
d. Bencana sosial.
e. Pencemaran lingkungan.
f. Degradasi sumber daya lahan dan air.
g. Kompetisi pemanfaatan sumber daya produksi pangan.
h. Alih fungsi penggunaan lahan.
i. Disinsentif ekonomi.
Dengan demikian, pemerintah dan pemerintah daerah berkewajiban mengantisipasi
dan menanggulangi ancaman produksi pangan melalui bantuan teknologi dan
regulasi.
Pasal 114
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban membangun, menyusun, dan
mengembangkan sistem informasi pangan yang terintegrasi
(2) Sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit digunakan
untuk :
a. perencanaan
b. pemantauan dan evaluasi
c. Stabilisasi pasokan dan harga pangan
d. sistem peringatan dini terhadap masalah pangan serta kerawanan pangan
dan gizi
(3) Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban
mengumumkan harga komoditas pangan
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengumuman harga komoditas pangan diatur
dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perdagangan
5
pendukung kemandirian pangan pada berbagai sektor sesuai kewenangan daerah
kabupaten/kota); (2) Penyelenggaraan ketahanan pangan (urusan kabupaten/kota
adalah a) penyediaan dan penyaluran pangan pokok atau pangan lainnya sesuai
kebutuhan daerah kabupaten/kota dalam rangka stabilisasi pasokan dan harga
pangan, b) pengelolaan cadangan pangan kabupaten/kota, c) penentuan harga
minimum daerah untuk pangan lokal yang tidak ditetapkan oleh pemerintah pusat
dan pemerintah daerah provinsi, d) pelaksanaan pencapaian target konsumsi pangan
per kapita/tahun sesuai dengan angka kecukupan gizi); (3) Penanganan kerawanan
pangan (urusan kabupaten/kota adalah a) penyusunan peta kerentanan dan ketahanan
pangan kecamatan, b) penanganan kerawanan pangan kabupaten/kota, c) pengadaan,
pengelolaan dan penyaluran cadangan pangan pada kerawanan pangan yang
mencakup dalam daerah kabupaten/kota); (4) Keamanan pangan (urusan
kabupaten/kota adalah pelaksanaan pengawasan keamanan pangan segar)”.
3. Peraturan Pemerintah No.17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi:
“Bupati/walikota menetapkan jumlah dan jenis pangan pokok tertentu sebagai
cadangan pangan pemerintah kabupaten/kota dilakukan dengan mempertimbangkan
produksi pangan pokok tertentu di wilayah, kebutuhan untuk penanggulangan
keadaan darurat dan kejadian kerawanan pangan “.
Pasal 75
Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya berkewajiban
membangun, menyusun, dan mengembangkan system informasi pangan dan gizi
yang terintegrasi
Pasal 82
Penyajian dan penyebaran data dan informasi pangan dan gizi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76 dilakukan melalui :
a. pengaturan akses dan penggunaan data
b. penerbitan secara berkala dan/atau sewaktu-waktu
c. pencantuman pada laman
d. pemberitaan melalui media cetak dan elektronik
6
Pasal 1
Barang kebutuhan pokok adalah barang yang menyangkut hajat hidup orang banyak
dengan skala pemenuhan kebutuhan yang tinggi serta menjadi faktor pendukung
kesejahteraan masyarakat. Barang penting adalah barang strategis yang berperan
penting dalam menentukan kelancaran pembangunan nasional
Pasal 2
a. Pemerintah Pusat menetapkan barang kebutuhan pokok dan barang penting
b. Penetapan jenis barang kebutuhan pokok dilakukan berdasarkan alokasi
pengeluaran rumah tangga secara nasional untuk barang tersebut tinggi
c. Pemerintah menetapkan jenis barang kebutuhan pokok dan/atau barang penting
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut :
Jenis barang kebutuhan pokok terdiri dari :
✓ Barang kebutuhan pokok hasil pertanian : beras, kedelai bahan baku tahu
dan tempe, cabe, bawang merah
✓ Barang kebutuhan pokok hasil industri : gula, minyak goreng, tepung terigu
✓ Barang kebutuhan pokok hasil peternakan dan perikanan : daging sapi,
daging ayam ras, telur ayam ras, ikan segar yaitu bandeng, kembung dan
tongkol/tuna/cakalang
Jenis barang penting terdiri dari : benih padi, jagung, dan kedelai, pupuk, gas
LPG 3 kg, triplek, semen, besi baja konstruksi, baja ringan
7
produksi jagung, produksi daging, produksi umbi—umbian, dan persentase lahan
baku sawah yang ditetapkan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B).
6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 86 Tahun 2017 tentang Tata Cara
Perencanaan, Pengendalian, dan Evaluasi Pembangunan Daerah
Pangan merupakan layanan urusan wajib non dasar dengan indikator adalah (1)
ketersediaan pangan utama, (2) ketersediaan energi dan protein perkapita serta
pengawasan dan (3) pembinaan keamanan pangan
7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 90 Tahun 2019
tentang Klasifikasi, kodefikasi, dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan
dan Keuangan Daerah
Nomenklatur urusan Kabupaten/Kota pada Program peningkatan Diversifikasi dan
Ketahanan Pangan Masyarakat Sub Kegiatan Penyediaan Informasi Harga Pangan
dan Neraca Bahan Makanan
8
III. TINJAUAN PUSTAKA
9
INPUT NASIONAL, RUMAH
PROVINSI, INDIVIDU
TANGGA
Kebijakan dan KABUPATEN
Kinerja Sektor
Ekonomi, Sosial O U TPU T
dan Politk :
Ekonomi PENDAPAT- KONSUMSI S
SESUAI Pemenuh-
Pertanian, AN &
KETERSE- KEBUTUHAN T an Hak Atas
Perikanan, AKSES
Kehutanan
DIAAN GIZI A Pangan
PANGAN PANGAN
Prasarana/ T
Sarana U
- Lahan/Pertanahan PENGELOLAA S Sumber
- Sumberdaya N KONSUMSI Daya
Air/Irigasi DISTRIBUSI & POLA ASUH Manusia
- Perhubungan/ PANGAN KELUARGA (SDM)
transportasi Berkuali-tas
- Permodalan G
Kesra
PEMANFA-
I
- Kependudukan SANITASI & ATAN OLEH Z Ketahanan
-Pendidikan KONSUMSI KESEHATAN TUBUH I Nasional
- Kesehatan PANGAN
Stabilitas dan
Keamanan
Nasional
10
melalui berbagai sumber atau kombinasi cadangan pangan yang dimiliki, hasil produksi
pangan, pembelian/barter, pemberian, pinjaman dan bantuan pangan.
Akses pangan secara fisik ditunjukkan oleh kemampuan memperoleh pangan,
infrastruktur dasar maupun kondisi sumberdaya alam dan lingkungan. Dengan demikian akses
fisik lebih bersifat kewilayahan dan dipengaruhi oleh ciri dan pengelolaan ekosistem. Akses
pangan secara ekonomi menyangkut keterjangkauan masyarakat terhadap pangan yang
ditunjukkan oleh harga, sumber mata pencaharian dan pendapatan. Sumber mata pencaharian
meliputi kemampuan, aset dan aktivitas yang dapat menjadi sumber pendapatan. Seringkali,
sumber mata pencaharian sangat dipengaruhi oleh kondisi maupun pengelolaan sumberdaya
alam dan lingkungan. Akses pangan secara sosial antara lain dicerminkan oleh tingkat
pendidikan, bantuan sosial, kebiasaan makan, konflik sosial/keamanan.
Aksesibilitas merupakan komponen penting dalam ketahanan pangan rumah tangga.
Akses menunjukkan jaminan bahwa setiap rumah tangga dan individu mempunyai sumberdaya
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pangan sesuai dengan norma gizi. Pemeliharaan
lingkungan hidup dimaksudkan untuk jaminan pangan di masa datang. Pemeliharaan
lingkungan berhubungan dengan akses terhadap sumberdaya yaitu dalam hal kepemilikan
sumberdaya untuk memproduksi atau membeli pangan yang dibutuhkan. Oleh karena itu
masyarakat mempunyai kepentingan untuk melaksanakan konservasi sumberdaya alam dalam
rangka ketahanan pangannya.
Subsistem konsumsi pangan berfungsi mengarahkan agar pola pemanfaatan pangan
memenuhi kaidah mutu, keragaman dan keseimbangan gizi, keamanan dan halal, serta efisiensi
untuk mencegah pemborosan. Subsistem ini menyangkut upaya peningkatan pengetahuan dan
kemampuan masyarakat agar mempunyai pemahaman atas pangan, gizi dan kesehatan yang
baik sehingga dapat mengatur menu beragam, bergizi, seimbang secara optimal.
11
Jumlah pengadaan harus sama dengan jumlah penggunaan. Komponen pengadaan
meliputi produksi (masukan dan keluaran), perubahan stok, impor dan ekspor. Sedangkan
komponen penggunaan meliputi penggunaan untuk bibit, industri (makanan dan bukan
makanan), komponen tercecer, bahan makanan yang tersedia untuk dikonsumsi serta
penggunaan lain. Bahan makanan yang tersedia untuk dikonsumsi ini kemudian dinyatakan
dalam ketersediaan bahan makanan per kapita (kg/th dan gr/hr), ketersediaan energi (kkal/hr),
ketersediaan protein (gr/hr), dan ketersediaan lemak (gr/hr).
Tabel NBM terdiri atas 20 kolom yaitu 1) Jenis Bahan Makanan; 2) Produksi
(Masukan); 3) Produksi (Keluaran); 4) Perubahan Stok; 5) Impor; 6) Penyediaan Dalam
Negeri Sebelum Ekspor; 7) Ekspor; 8) Penyediaan Dalam Negeri; 9) Pakan; 10) Bibit/ Benih;
11) Diolah untuk Makanan; 12) Diolah untuk Bukan Makanan; 13) Tercecer; 14) penggunaan
lain; 15 s/d 17) Jumlah Bahan Makanan yang Tersedia untuk Konsumsi Penduduk yaitu 15)
dalam satuan ton/tahun; 16) dalam satuan kg/kap/tahun; dan 17) dalam satuan gr/kap/hari; 18)
s/d 20) Jumlah energi dan zat gizi yang tersedia untuk konsumsi penduduk: 18) Energi dengan
satuan Kal/kap/hari; 19) Protein dengan satuan gr/kap/hari; 20) Lemak dengan satuan
gr/kap/hari.
Secara matematis, ketersediaan pangan untuk dikonsumsi (kg/th - kolom 15) diperoleh dengan
perhitungan sebagai berikut:
TD = O – St + M – X – (F + S + I + W)
Keterangan :
12
1. Padi-padian, terdiri atas: gandum beserta produksi turunannya (tepung terigu), gabah
(gabah kering giling) beserta produksi turunannya beras, jagung (pipilan) dan jagung
basah.
2. Makanan berpati, adalah bahan makanan yang mengandung pati yang berasal dari
akar umbi dan lain-lain bagian tanaman yang merupakan bahan makanan pokok
lainnya. Kelompok ini terdiri atas ubi jalar, ubi kayu beserta produksi turunannya yaitu
gaplek dan tapioka, tepung sagu yang merupakan produk turunan dari sagu, uwi, labu
parang, butternut, labu kuning segar.
3. Gula, terdiri atas: gula pasir dan gula merah (gula mangkok, gula aren, gula semut,
gula siwalan dan lain-lain), baik yang merupakan hasil olahan pabrik maupun rumah
tangga.
4. Buah/biji berminyak, adalah kelompok bahan Buah/biji berminyak adalah kelompok
bahan makanan yang mengandung minyak yang berasal dari buah dan biji – bijian.
Bahan makanan dalam kelompok ini adalah; kacang tanah berkulit beserta produksi
turunannya kacang tanah lepas kulit; kedelai; kacang hijau; kelapa daging (produksi
turunan dari kelapa berkulit), dan kopra (turunan dari kelapa daging). Kopra selanjutnya
dijadikan minyak goreng sehingga produk turunannya tercantum dalam kelompok
minyak dan lemak.
5. Buah-buahan, adalah sumber vitamin dan mineral dari bagian tanaman yang berupa
buah. Umumnya merupakan produksi tanaman tahunan yang dapat dikonsumsi tanpa
dimasak. Kelompok ini terdiri atas alpokat, jeruk siam, duku, durian, jambu biji, jambu
air, mangga, nanas, pepaya, pisang, rambutan, salak, sawo dan lainnya.
6. Sayur-sayuran, adalah sumber vitamin dan mineral yang dikonsumsi dari bagian
tanaman berupa daun, bunga, batang dan umbi. Tanaman tersebut pada umumnya
berumur kurang dari satu tahun. Kelompok ini terdiri atas bawang merah, ketimun,
kacang merah, kacang panjang, kentang, kubis, tomat, wortel, cabe, terong, petsai/sawi,
bawang daun, kangkung, lobak, labu siam, buncis, bayam, bawang putih dan lainnya.
7. Daging, adalah bagian-bagian dari hewan yang disembelih atau dibunuh dan lazim
dimakan manusia, kecuali yang telah diawetkan dengan cara lain selain pendinginan.
Kelompok ini terdiri atas daging sapi, daging kerbau, daging kambing, daging domba,
daging kuda, daging babi, daging ayam buras, daging ayam ras, daging itik dan jeroan
semua jenis.
8. Telur, adalah telur ayam buras, telur ayam ras, dan telur itik dan telur puyuh
13
9. Susu, adalah cairan yang diperoleh dari ambing ternak perah sehat, dengan cara
pemerahan yang benar, terus menerus dan tidak dikurangi sesuatu dan/atau
ditambahkan ke dalamnya sesuatu bahan lain. Kelompok ini terdiri atas susu sapi
termasuk susu olahan impor yang disetarakan susu segar.
10. Ikan, adalah komoditas yang berupa binatang air dan biota perairan lainnya. Komoditas
ikan adalah yang berasal dari kegiatan penangkapan ikan di laut maupun di perairan
umum (waduk, sungai dan rawa) dan hasil dari kegiatan budidaya (tambak, kolam,
keramba dan sawah) yang dapat diolah menjadi bahan makanan yang lazim/umum
dikonsumsi masyarakat. Pada awal penyusunan NBM hanya meliputi jenis ikan darat
dan ikan laut, namun sekarang berkembang menjadi 29 jenis ikan, yaitu:
1) Tuna/Cakalang/Tongkol
2) Kakap
3) Cucut
4) Bawal
5) Teri
6) Lemuru
7) Kembung
8) Tenggiri
9) Bandeng
10) Belanak
11) Mujair
12) Ikan Mas
13) Lele
14) Patin
15) Nila
16) Kerapu
17) Gurame
18) Udang
19) Rajungan/Kepiting
20) Kekerangan
21) Cumi-cumi, Sotong dan Gurita
22) Rumput laut
23) Kuwe
24) Baronang
14
25) Ekor kuning
26) Selar
27) Gabus
28) Tawes
29) Lainnya
11. Minyak dan Lemak, adalah bahan makanan yang berasal dari nabati, seperti minyak
kelapa, minyak sawit, minyak kacang tanah. Lemak umumnya berasal dari hewani,
seperti lemak sapi, lemak kerbau, lemak kambing/domba, lemak babi.
Kolom (2) dan (3) Produksi
Produksi adalah jumlah keseluruhan hasil masing-masing bahan makanan yang dihasilkan dari
sektor pertanian (Tanaman Pangan, Peternakan, Perikanan, dan Perkebunan), yang belum
mengalami proses pengolahan maupun yang sudah mengalami proses pengolahan. Produksi
dibedakan menjadi 2 kategori yaitu :
a. Kolom (2) : Masukan (Input)
Masukan adalah produksi yang masih dalam bentuk asli maupun dalam bentuk hasil
olahan yang akan mengalami proses pengolahan lebih lanjut. Sebagai contoh, pada
komoditas ternak masukan (input) berupa karkas.
b. Kolom (3) : Keluaran (Output)
Keluaran adalah produksi dari hasil keseluruhan atau sebagai hasil turunan yang
diperoleh dari kegiatan berproduksi; atau hasil utama yang langsung diperoleh dari
kegiatan berproduksi yang belum mengalami perubahan. Besarnya output sebagai hasil
dari input sangat tergantung pada besarnya derajat ekstraksi dan faktor konversi.
Sebagai contoh, keluaran (ouput) pada komoditas ternak adalah berupa daging.
Produksi komoditas tanaman pangan mencakup hasil seluruh panen (tua/muda), baik
yang berasal dari lahan sawah maupun lahan kering serta lahan lama atau baru. Produksi
turunannya diperoleh dengan menggunakan faktor konversi dan tingkat ekstraksi dari
komoditas yang bersangkutan.
Produksi komoditas hortikultura berada dalam bentuk segar yang mencakup hasil
seluruh panen, baik yang dipanen sekaligus maupun yang dipanen berkali-kali, sehingga
pengisiannya langsung dimasukkan ke kolom 3 (keluaran) kecuali untuk bawang merah
dan bawang putih pengisiannya dimulai dari kolom (2). Komoditas ini tidak dapat
langsung dikonsumsi dalam bentuk segar (kering panen) sehingga harus melewati proses
pengeringan menjadi kering konsumsi.
15
Produksi komoditas peternakan, yaitu daging dihitung dari jumlah pemotongan resmi
(RPH) ditambah perkiraan pemotongan tak resmi. Produksi daging (masukan) dinyatakan
dalam bentuk karkas dari semua jenis ternak, (keluaran) dalam bentuk daging murni.
Jeroan dihitung dari total persentasi berat karkas masing-masing jenis, langsung
dimasukkan ke kolom (3).
Produksi telur dihitung dari seluruh hasil, baik yang dihasilkan oleh perusahan
peternakan maupun peternakan rakyat dan langsung dimasukkan ke kolom (3).
Produksi susu dihitung dari populasi ternak betina produktif yang laktasi dikalikan
rata-rata produksi per ekor per tahun.
Produksi perikanan merupakan semua hasil penangkapan ikan/binatang air lainnya yang
ditangkap dari sumber perikanan alami atau dari tempat pemeliharaan baik yang
diusahakan oleh perusahaan perikanan maupun rumahtangga perikanan yang meliputi hasil
penangkapan yang dijual, hasil penangkapan yang dimakan nelayan/petani
ikan/rumahtangga perikanan atau yang diberikan kepada nelayan/petani ikan sebagi upah.
Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak
dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang
menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan,
menangani, mengolah dan atau mengawetkannya.
Pembudidayaan ikan adalah kegiatan untuk memelihara, membesarkan dan/atau
membiakkan ikan serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol, termasuk
kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan,
mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau mengawetkannya.
Produksi minyak nabati didasarkan pada jumlah yang diolah untuk makanan, kecuali
minyak sawit merupakan produksi asli. Produksi untuk lemak hewani didasarkan pada
persentase berat karkas masing-masing jenis daging, langsung dimasukkan ke kolom (3).
16
• Positif (+) berarti ada peningkatan stok yang berasal dari komoditas yang beredar di
pasar sehingga komoditas yang beredar di pasar menjadi menurun.
Penyediaan dalam negeri sebelum ekspor adalah sejumlah bahan makanan yang berasal
dari produksi (keluaran) dikurangi perubahan stok ditambah impor.
Ekspor adalah sejumlah bahan makanan baik yang belum maupun yang sudah mengalami
pengolahan, yang dikeluarkan dari wilayah RI ke luar negeri, dengan tujuan untuk
diperdagangkan, diedarkan, atau disimpan.
a. Bahan makanan yang dikeluarkan dari suatu wilayah daerah administratif, langsung ke
luar wilayah negara RI
b. Bahan makanan yang dikeluarkan dari suatu wilayah daerah administratif lain
(perdagangan antar pulau atau antar Provinsi)
Penyediaan dalam negeri adalah sejumlah bahan makanan yang berasal dari produksi
(keluaran) dikurangi perubahan stok ditambah impor dikurangi ekspor.
Pemakaian dalam negeri adalah sejumlah bahan makanan yang digunakan di dalam
negeri/daerah untuk pakan, bibit/benih, diolah untuk industri makanan dan bukan makanan,
yang tercecer, dan yang tersedia untuk dikonsumsi.
17
Kolom (9) : Pakan
Pakan adalah sejumlah bahan makanan yang langsung diberikan kepada ternak peliharaan
baik ternak besar, ternak kecil, unggas, maupun ikan.
Bibit/benih adalah sejumlah bahan makanan yang digunakan untuk keperluan reproduksi
Diolah untuk makanan adalah sejumlah bahan makanan yang masih mengalami proses
pengolahan lebih lanjut melalui industri makanan dan hasilnya dimanfaatkan untuk
makanan manusia dalam bentuk lain.
Diolah untuk bukan makanan adalah sejumlah bahan makanan yang masih mengalami
proses pengolahan lebih lanjut dan dimanfaatkan untuk kebutuhan industri bukan untuk
makanan manusia, termasuk untuk industri pakan ternak/ikan.
18
natura (Kolom 16 : kg/kapita/tahun; kolom 17 : gram/kapita/hari) maupun dalam bentuk
unsur gizinya (kolom 18 - 20).
Untuk menghitung ketersediaan energi dan zat gizi (protein dan lemak) setiap orang setiap hari
digunakan Daftar Komposisi Bahan makanan Unsur gizi utama tersebut adalah sebagai berikut:
Kolom (18) Energi.
Energi adalah sejumlah kalori hasil pembakaran karbohidrat, lemak dan protein, yang
berasal dari berbagai jenis bahan makanan. Energi ini sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk
kegiatan tubuh seluruhnya.
Kolom (19) Protein.
Protein adalah suatu persenyawaan yang mengandung unsur “N”, yang sangat dibutuhkan
tubuh untuk pertumbuhan serta penggantian jaringan-jaringan yang rusak/aus.
Lemak adalah salah satu unsur zat makanan yang dibutuhkan oleh tubuh sebagai tempat
penyimpanan energi, protein, dan vitamin.
19
Tabel 1Susunan PPH Nasional
% Skor Energi (Kal/kap/hr)
No. Kelompok Pangan Bobot
AKE PPH Konsumsi Ketersediaan
1 Padi-padian 50 0,5 25,0 1.075 1.200
2 Umbi-umbian 6 0,5 2,5 129 144
3 Pangan hewani 12 2,0 24,0 258 288
4 Minyak dan lemak 10 0,5 5,0 215 240
5 Buah/biji berminyak 3 0,5 1,0 64,5 72
6 Kacang-kacangan 5 2,0 10,0 107,5 120
7 Gula 5 0,5 2,5 107,5 120
8 Sayur dan buah 6 5,0 30,0 129 144
9 Lainnya 3 0,0 0 64,5 72
Jumlah 100 2.150 2.400
Pada Tabel 1 disajikan susunan PPH Nasional dan jumlah serta komposisi
konsumsi/ketersediaan energi. PPH berguna sebagai instrumen sederhana untuk menilai baik
situasi ketersediaan maupun situasi konsumsi pangan, berupa jumlah dan komposisi pangan
menurut kelompok pangan secara agregat. Dengan pendekatan PPH, perencanaan ketersediaan
dan konsumsi pangan penduduk pada tahun mendatang diharapkan dapat mencapai ideal, yaitu
tidak hanya memenuhi kecukupan gizi (nutritional adequacy), akan tetapi sekaligus juga
mempertimbangkan keseimbangan gizi (nutritional balance) yang didukung oleh cita rasa
(palatability), daya cerna (digestability), daya terima masyarakat (acceptability), kuantitas dan
kemampuan daya beli (affordability.
20
1. Beras
2. Jagung
3. Kedelai
4. Kacang tanah
5. Gula pasir
6. Minyak goreng
7. Bawang merah
8. Bawang putih
9. Cabai besar
10. Cabai rawit
11. Daging sapi/kerbau
12. Daging ayam ras; dan
13. Telur ayam ras.
Komponen utama dari tabel analisis prognosa ketersediaan pangan terdiri atas perkiraan
ketersediaan, perkiraan kebutuhan dan neraca surplus/defisit.
1. Ketersediaan
Ketersediaan merujuk pada penyediaan pangan domestik yang berasal dari data stok
ditambah dengan produksi. Dengan demikian, perhitungan ketersediaan pangan
dihitung dengan
Ketersediaan = Stok Awal + Produksi
❖ Stok awal antara lain diperhitungkan untuk stok yang dikelola oleh pemerintah
(Perum BULOG) dan/atau masyarakat (Asosiasi, Pelaku Usaha, Industri, dan
lainnya).
❖ Sebaran produksi bulanan bersumber dari dinas lingkup pertanian. Jika tidak
tersedia, dapat menggunakan pola sebaran produksi bulanan rata-rata dalam 5
tahun terakhir.
2. Kebutuhan
Kebutuhan merujuk pada kebutuhan untuk pangan dan nonpangan yang meliputi
kebutuhan untuk konsumsi lansung rumah tangga, kebutuhan konsumsi di luar rumah
tangga (kebutuhan hotel, restoran, katering, penyedia jasa makanan dan minuman
lainnya, Industri Besar Sedang, Industri Mikro Kecil, Jasa Kesehatan dan Jasa lainnya),
kebutuhan bibit/benih, kebutuhan pakan, serta kehilangan (tercecer). Komponen
kebutuhan berbeda tiap komoditas pangan. Namun demikian, komponen kebutuhan
secara umum dapat dihitung dengan
21
Kebutuhan = Konsumsi langsung rumah tangga + Konsumsi di luar rumah tangga
+ Kebutuhan Bibit/Benih + Kebutuhan Pakan + Kehilangan/tercecer
3. Neraca surplus/defisit
Hasil akhir dari prognosa kebutuhan dan ketersediaan pangan adalah data neraca
yang menyajikan surplus/defisit pangan yang diperoleh dengan mengurangkan
ketersediaan dan kebutuhan pangan. Dengan demikian, perhitungan neraca pangan
diperoleh dengan rumus:
Neraca: Ketersediaan - Kebutuhan
Penyusunan prognosa juga menggunakan data/angka asumsi-asumsi yang sudah
disepakati, antara lain yaitu:
a. Peningkatan kebutuhan pada periode Hari-Hari Besar Keagamaan Nasional
(HBKN): Puasa, Idul Fitri, Idul Adha, Natal dan Tahun baru menggunakan hasil
Kajian BKP tahun 2018, kecuali komoditas jagung. Peningkatan kebutuhan jagung
disesuaikan dengan peningkatan kebutuhan pakan untuk memenuhi peningkatan
produksi telur ayam ras pada priode HBKN, dimana sebaran bulanannya 3 bulan
sebelum periode HBKN.
b. Penggunaan Angka/Konversi. Data dan informasi dalam penyusunan Prognosa
Ketersediaan dan Kebutuhan Pangan Strategis menggunakan angka/konversi resmi,
hasil kajian dan hasil kesepakatan rapat koordinasi, antara lain yaitu:
Tabel 2 Penggunaan Angka/Konversi pada Beras untuk Non Pangan
Uraian Angka Konversi Sumber Data
Penggunaan GKG: 7,30%
a. Bibit/Benih 0,90% BPS
b. Pakan Ternak 0,40%
c. Bahan Baku Industri 0,60%
Non Makanan
d. Susut/tercecer 5,40%
Konversi GKG ke beras 64,02% Hasil SKGB 2018, BPS
(nasional)
Konversi GKG ke beras 64,11% Hasil SKGB 2018, BPS
(Jawa Barat)
22
Tabel 3 Penggunaan Angka/Konversi pada Beras untuk Non Pangan
Uraian Angka Konversi Sumber Data
Penggunaan Beras
untuk Non Pangan: 3,33%
a. Pakan 0,17% BPS
b. Industri Non Pangan 0,66%
c.Tercecer/Susut 2,50%
23
Tabel 8 Penggunaan Angka/Konversi pada Bawang Merah
Uraian Angka/Konversi Keterangan
Kebutuhan benih 12,92% dari luas tanam
Kebutuhan Horeka, RM
5% dari konsumsi RT
dan PMM
Kebutuhan industri 5% dari konsumsi RT
Kehilangan/tercecer Penjumlahan dari: Estimasi ditjen hortikultura
a. Penyediaan konsumsi a. 36% x Konsumsi RT
b. Horeka b. 25% x Keb. Horeka
c. Industri c. 25% x Keb. Industri
d. Ekspor d. 20% x Keb. ekspor
e. Benih e. 60% x Keb. benih
24
Tabel 11 Penggunaan Angka/Konversi pada Cabai Rawit
Uraian Angka/Konversi Keterangan
Kebutuhan benih 0,29% dari luas tanam
Kebutuhan Horeka, RM
34% dari konsumsi RT
dan PMM
Kebutuhan industri 25% dari konsumsi RT
Estimasi ditjen hortikultura
Penjumlahan dari:
Kehilangan/tercecer
a. 25% x Konsumsi RT
a. Penyediaan konsumsi
b. 10% x Keb. Horeka
b. Horeka
c. 5% x Keb. Industri
c. Industri
25
IV. METODOLOGI
26
No Jenis Data Sumber Tahun
7 Rata-rata konsumsi pangan BPS Provinsi Jawa Barat 2019
penduduk per kapita seminggu
Kabupaten Bandung
8 Indikator Kinerja Ketahanan Badan Perencanaan Pembangunan 2020
Pangan dalam Rencana Daerah Kabupaten Bandung
Pembangunan Jangka Tahun
Menengah Daerah
Data yang digunakan dalam menyusun prognosa ketersediaan dan kebutuhan pangan
Kabupaten Bandung tahun 2020-2021 tersedia pada Tabel 13. Seperti halnya NBM, data
prognosa pangan juga menggunakan data produksi n-1. Artinya, prognosa tahun 2020
menggunakan data produksi tahun 2019. Sementara itu, prognosa tahun 2021 menggunakan
data produksi tahun 2020. Adapun data stok/cadangan pangan menggunakan data tahun 2020.
Sementara itu, data konsumsi menggunakan data SUSENAS tahun 2019.
Tabel 13 Jenis dan Sumber Data Sekunder Penyusunan Prognosa Kebutuhan dan Ketersediaan
Pangan Strategis
No Jenis Data Sumber Tahun
1. Jumlah penduduk BPS Provinsi Jawa Barat 2020
27
4.3. Pengolahan dan Analisis Data
28
Masukkan angka jumlah bahan makanan yang dikeluarkan dari wilayah
administrasi/daerah ke luar negeri maupun ke wilayah lain.
➢ Kolom 8 : Penyediaan dalam negeri
Masukkan angka hasil dari penyediaan dalam negeri sebelum ekspor (kolom 6) dikurangi
ekspor (kolom 7).
➢ Kolom 9 : Pakan
Masukkan angka jumlah bahan makanan yang digunakan untuk pakan.
➢ Kolom 10 : Bibit/Benih
Masukkan angka jumlah bahan makanan yang digunakan untuk bibit
➢ Kolom 11 : Diolah untuk makanaan
Masukkan angka jumlah bahan makanan yang berasal dari penyediaan dalam negeri yang
diolah untuk makanan.
➢ Kolom 12 : Diolah untuk bukan makanan
Masukkan angka jumlah bahan makanan yang berasal dari penyediaan dalam negeri yang
diolah untuk keperluan bukan makanan.
➢ Kolom 13 : Tercecer
Masukkan angka jumlah bahan makanan yang tercecer.
➢ Kolom 14 Penggunaan lain
Masukkan angka jumlah bahan makanan untuk penggunaan lain.
➢ Kolom 15 : Bahan makanan
Masukkan angka jumlah bahan makanan hasil pengurangan dari: kolom (8) – kolom (9) –
kolom (10) – kolom (11) – kolom (12) – kolom (13) – kolom (14).
➢ Kolom 16 : Ketersediaan per kapita (kg/tahun)
Masukkan angka hasil perhitungan dari bahan makanan (kolom 15) dibagi dengan jumlah
penduduk pertengahan tahun dikalikan 1.000. (1 ton = 1.000 kilogram)
➢ Kolom 17 : Ketersediaan per kapita (gram/hari)
Masukkan angka hasil perhitungan dari ketersediaan per kapita kg/tahun (kolom 16) dibagi
dengan jumlah hari dalam satu tahun (365 hari) dikali 1.000 (1 kg= 1.000 gram)
➢ Kolom 18 : Ketersediaan energi per kapita (kkal/hr)
Masukkan angka hasil perkalian kolom (17) dengan persentase Bagian yang Dapat
Dimakan (BDD), kemudian dikalikan dengan kandungan energi dari 100 gr bahan
makanan, dibagi 100. Energi (kkal/hr) = kol (17) x % BDD x kandungan energi : 100
➢ Kolom 19 : Ketersediaan protein per kapita (gr/hr)
29
Masukkan angka hasil perkalian kolom (17) dengan persentase BDD, kemudian dikalikan
dengan kandungan protein dari 100 gr bahan makanan, dibagi 100. Protein (gr/hr) = kol
(17) x % BDD x kandungan protein : 100
➢ Kolom 20 : Ketersediaan lemak per kapita (gr/hr)
Masukkan angka hasil perkalian kolom (17) dengan persentase BDD, kemudian dikalikan
dengan kandungan lemak dari 100 gr bahan makanan, dibagi 100. Lemak (gr/hr)= kol (17)
x % BDD x kandungan lemak : 100
Penyediaan (supply) suatu komoditas bahan makanan diperoleh dari produksi
dikurangi perubahan stok, ditambah dengan impor dan dikurangi ekspor. Komponen-
komponen penyediaan terdiri atas produksi, perubahan stok, impor dan ekspor. Bentuk
persamaan penyediaan adalah sebagai berikut:
TS = O - ∆St + M – X
dimana,
TS = total penyediaan dalam negeri (total supply)
O = produksi
∆St = stok akhir – stok awal
M = impor
X = ekspor
Total penyediaan tersebut digunakan untuk kebutuhan pakan, bibit, industri
makanan dan non makanan, komponen tercecer, bahan makanan yang tersedia untuk
dikonsumsi, serta penggunaan lain yang belum diketahui dengan pasti besaran penggunaannya
seperti makanan turis, pengungsi, kebutuhan hotel, restoran dan katering serta industri yang
tidak tercatat. Total penggunaan dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan sebagai berikut:
TU = F + S + I + W + Fd + Rou
dimana,
TU = total penggunaan (total utilization)
F = pakan
S = bibit
I = industri
W = tercecer
Fd = ketersediaan bahan makanan
Rou = Penggunaan lain
Kelemahan penyusunan NBM di Kabupaten Bandung adalah tidak tersedianya data
ekspor impor pangan sehingga dilakukan estimasi. Estimasi jumlah impor ekspor pangan
30
diperoleh dari selisih antara data konsumsi pangan dengan data produksi pangan. Data
konsumsi pangan yang digunakan adalah jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi penduduk
Kabupaten Bandung pada data Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS). Data konsumsi
tersebut dikonversi sebesar 110% untuk diperoleh jumlah ketersediaan pangan penduduk. Jika
selisih antara pangan yang dikonsumsi dan diproduksi bernilai positif maka pangan tersebut
berasal dari impor dari wilayah lain. Namun, jika selisihnya bernilai negatif maka ini
menunjukkan bahwa nilai produksi lebih besar dibandingkan dengan konsumsi. Hal ini dapat
diestimasikan sebagai ekspor. Jika tidak tersedia data produksi pangan, maka jumlah konsumsi
pangan tersebut merupakan satu-satunya sumber pengadaan pangan yang berasal dari impor.
Sesuai dengan prinsip neraca maka total penyediaan bahan makanan (TS) adalah
sama dengan total penggunaannya (TU), yang dapat dinyatakan dengan persamaan:
TS = TU, atau O - ∆St + M – X = F + S + I + W + Fd + Rou
Berdasarkan persamaan tersebut diatas, maka jumlah bahan makanan yang tersedia untuk
dikonsumsi (Fd) yaitu:
Fd = O - ∆St + M – X – (F + S + I + W + Rou)
Untuk mendapatkan jumlah ketersediaan bahan makanan per kapita maka jumlah
bahan makanan yang tersedia dibagi dengan jumlah penduduk, yang dapat dinyatakan dengan
persamaan:
Fd perkapita = Fd / ∑ penduduk
Informasi ketersediaan per kapita masing – masing bahan makanan ini disajikan
dalam bentuk kuantum (volume) dan kandungan nilai gizinya dalam satuan kkal untuk
energi, gram untuk protein dan lemak. Ketersediaan per kapita merupakan ketersediaan bahan
makanan untuk dikonsumsi penduduk per kapita. Perlu ditegaskan bahwa angka ini bukan
jumlah yang benar – benar dimakan/ dikonsumsi, melainkan yang tersedia di masyarakat
maupun di tingkat pedagang.
Selanjutnya dilakukan analisis situasi ketersediaan pangan (aspek kuantitas dan aspek
kualitas pangan), dan evaluasi pencapaian target penyediaan pangan.
Analisis Kuantitas Ketersediaan Pangan. Indikator kecukupan energi dan protein
adalah TKE dan TKP.
TKE = Jumlah Ketersediaan Energi / AKE x 100%
TKP = Jumlah Ketersediaan Protein /AKP x 100%
Nilai TKE adalah proporsi ketersediaan energi aktual terhadap Angka Kecukupan Energi
(AKE) yang dianjurkan. TKP adalah proporsi ketersediaan protein aktual terhadap Angka
Kecukupan Protein (AKP) yang dianjurkan. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG)
31
X tahun 2012 menganjurkan konsumsi energi dan protein penduduk masing-masing adalah
2.400 kkal/kapita/hari dan 63 gram/kapita/hari.
Analisis Kualitas Ketersediaan Pangan. Kualitas ketersediaan pangan dicerminkan
oleh keanekaragaman ketersediaan pangan. Penilaian keanekaragaman pangan dapat dilakukan
dengan pendekatan PPH. PPH merupakan jenis dan jumlah kelompok pangan utama yang
dianjurkan untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi. Pola pangan ini dapat digunakan
untuk ukuran keseimbangan gizi dari anekaragam pangan.
Dalam PPH, pangan dikelompokkan menjadi sembilan kelompok pangan, yaitu
kelompok: (a) padi-padian, (b) umbi-umbian, (c) pangan hewani, (d) minyak dan lemak, (e)
buah dan biji berminyak, (f) kacang-kacangan, (g) gula, (h) sayuran dan buah-buahan, (i) lain-
lain. Setiap kelompok pangan diberi bobot, kriteria dan besarnya bobot dapat dilihat seperti
Tabel 14 Pembobotan Skor PPH
No Kelompok Pangan % AKE Bobot Skor PPH
1 Padi-Padian 50 0,5 25
2 Umbi-Umbian 6 0,5 2,5
3 Pangan Hewani 12 2,0 24
4 Minyak dan Lemak 10 0,5 5
5 Buah/Biji Berminyak 3 0,5 1
6 Kacang-Kacangan 5 2,0 10
7 Gula 5 0,5 2,5
8 Sayur dan Buah 6 5,0 30
9 Lain-lain 3 0 0
Total 100 100
32
Gambar 2. Pembobotan pada Kelompok Pangan
Interpretasinya dapat dilakukan dengan dua cara yaitu : (1) Membandingkan skor PPH
ketersediaan aktual dengan skor yang diharapkan (PPH ideal = 100); dan (2) Membandingkan
komposisi ketersediaan energi (% AKE) aktual dengan komposisi energi yang diharapkan
(PPH) pada setiap kelompok pangan.
Evaluasi Capaian Target Skor PPH. Skor PPH ketersediaan pangan menjadi salah satu
Indikator Kinerja Utama yang ditetapkan dalam RPJMD Kabupaten Bandung tahun 2016-
2021. Evaluasi pencapaian target skor PPH ketersediaan pangan dilakukan dengan
membandingkan capaian skor PPH ketersediaan aktual dengan target yang ditetapkan untuk
tahun 2020.
33
5. Daging sapi
6. Daging ayam segar
7. Telur ayam ras
Secara umum terdapat tiga tahapan dalam menganalisis prognosa ketersediaan dan
kebutuhan pangan strategis di Kabupaten Bandung yaitu:
1. Menghitung ketersediaan domestik pangan bulanan
Ketersediaan domestik terdiri atas produksi dan stok.
a. Prognosa ketersediaan dan kebutuhan pangan tahun 2020 ((November – Desember)
menggunakan data produksi bulanan tahun 2019 yang hanya tersedia untuk
komoditas beras, jagung, dan kacang tanah. Sementara itu, prognosa pangan tahun
2021 menggunakan data produksi tahun 2020 yang terdiri atas komoditas beras
(Januari-Agustus 2020), jagung (Januari-September 2020), kedelai (Januari - Juli
2020), kacang tanah (Januari-September 2020), daging sapi (Januari-Desember
2020), daging ayam ras (Januari-Desember 2020), dan telur ayam ras (Januari-
Desember 2020).
b. Stok awal tahun/bulan merupakan stok akhir tahun/bulan sebelumnya. Data
stok/cadangan pangan dalam kajian ini hanya tersedia untuk komoditas beras.
2. Menghitung kebutuhan pangan bulanan dengan memperhitungkan angka konversi
HBKN.
Komponen kebutuhan terdiri atas kebutuhan konsumsi rumah tangga, kebutuhan
konsumsi luar rumah tangga, kebutuhan benih dan tercecer. Komponen kebutuhan
tersebut dihitung dengan cara berikut:
• Konsumsi langsung rumah tangga
Konsumsi langsung rumah tangga selama satu tahun dihitung dari angka konsumsi
pangan langsung rumah tangga dari SUSENAS Kabupaten Bandung tahun 2019
dengan rumus sebagai berikut:
Ct = (Cp x P)/1000 ton
Dimana :
Ct = Konsumsi langsung RT satu tahun (ton)
Cp = Konsumsi pangan (kg/kap/tahun) berdasarkan SUSENAS 2019
P = Jumlah penduduk
Jumlah penduduk Kabupaten Bandung tahun 2020 adalah 3.831.505 jiwa (BPS Jawa
Barat) dengan laju pertumbuhan 1,49%. Adapun jumlah penduduk tahun 2021 adalah
34
3.888.568 jiwa yang dihitung dengan menggunakan data proyeksi dengan asumsi laju
pertumbuhan sama dengan tahun sebelumnya yakni 1,49%.
Adapun konsumsi bulanan diperoleh dengan rumus sebagai berikut:
Cb = (Ct x β/∑β)
Dimana :
Cb = Kebutuhan pangan satu bulan (ton)
Ct = Kebutuhan pangan satu tahun (ton)
β = Bobot kebutuhan pangan bulanan
Bobot kebutuhan pangan bulanan dihitung dengan menggunakan asumsi adanya
peningkatan kebutuhan pada periode Hari-hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN).
HBKN tahun 2020 dan tahun 2021 jatuh pada bulan yang sama sebagaimana disajikan
pada tabel berikut ini.
Tabel 15 Periode Hari-Hari Besar Keagamaan Nasional Tahun 2020 dan 2021
HBKN 2020 2021
Bulan Puasa 24 April 13 Aprl
Idul Fitri 24-25 Mei 13-14 Mei
Idul Adha 31 Juli 20 Juli
Natal 25 Desember 25 Desember
Tahun Baru 1 Januari 1 Januari
35
Kacang Cabai Cabai Bawang Bawang Daging Daging Telur
Tahun Beras
Tanah Merah Rawit Merah Putih Sapi Ayam Ayam
Total 12,049 12,106 12,088 12,106 12,114 12,105 12,216 12,110 12,217
Sumber: Badan Ketahanan Pangan (2020)
• Kebutuhan konsumsi di luar rumah tangga
Kebutuhan konsumsi di luar rumah tangga terdiri atas kebutuhan Hotel, Restoran,
Katering (Horeka), Rumah Makan serta Penyedia Makanaan dan Minuman lainnya
(PMM), Industri Besar Sedang (IBS), Industri Mikro Kecil (IMK), Jasa Kesehatan
dan Jasa lainnya). Pada penyusunan prognosa ketersediaan dan kebutuhan pangan
nasional, data kebutuhan konsumsi di luar rumah tangga diperoleh dari data Konsumsi
Bahan Pokok oleh BPS RI (2018). Data tersebut hanya tersedia hingga tingkat
provinsi dan tidak ada sumber data lainnya yang menyediakan data konsumsi di luar
rumah tangga di Kabupaten Bandung. Oleh karena itu, untuk memperoleh data
konsumsi di luar rumah tangga di Kabupaten Bandung digunakan pendekatan berikut
ini:
Klrt = Kt - Krt
dimana:
Klrt = Kebutuhan konsumsi di luar rumah tangga
Kt = Kebutuhan konsumsi total
Krt = Kebutuhan konsumsi rumah tangga
Adapun kebutuhan konsumsi total diperoleh dengan proporsi perbandingan Susenas
Jawa Barat (2019) dengan total kebutuhan Jawa Barat berdasarkan Konsumsi Bahan
Pokok (2018) sebagai berikut:
𝒂 𝒄
=
𝒃 𝒅
dimana:
a = Kebutuhan konsumsi total Provinsi Jawa Barat (2018)
b = Konsumsi langsung rumah tangga Provinsi Jawa Barat (2019)
c = Kebutuhan konsumsi total Kabupaten Bandung
d = Konsumsi langsung rumah tangga Kabupaten Bandung (2019)
Dari perhitungan tersebut diperoleh total konsumsi masing-masing bahan pangan
dalam satuan kg/kapita/tahun. Adapun konsumsi total selama satu tahun dihitung
dengan rumus sebagai berikut:
Tt = (Tp x P)/1000 ton
36
dimana :
Tt = Kebutuhan total satu tahun
Tp = Kebutuhan total (kg/kapita/tahun)
P = Jumlah penduduk
Adapun kebutuhan total bulanan diperoleh dengan rumus sebagai berikut:
Tb = (Tt x β/∑β)
dimana :
Tb = Kebutuhan total satu bulan
Tt = Kebutuhan total satu tahun
β = Bobot kebutuhan total pangan bulanan
3. Menghitung perkiraan neraca kumulatif per bulan dan total dengan
membandingkan perkiraan ketersediaan dengan perkiraan kebutuhan
Dari hasil perhitungan prognosa akan dihasilkan dua neraca:
a. Neraca Domestik
Neraca domestik yaitu neraca yang menggambarkan selisih antara ketersediaan
dengan kebutuhan bahan pangan (bulanan/tahunan).
b. Neraca Kumulatif
Neraca kumulatif yaitu neraca yang menggambarkan kondisi surplus/defisit
setiap periode tertentu (bulanan/tahunan), dihitung dari neraca domestik
ditambah stok awal tahun/bulan sebelumnya.
Selanjutnya akan diuraikan cara perhitungan prognosa ketersediaan dan kebutuhan
pangan pada masing-masing jenis pangan:
1. Beras
Ketersediaan beras dihitung dari produksi dan stok dari Dinas Pertanian dan Dinas
Ketahanan Pangan dan Perikanan. Adapun produksi beras siap konsumsi dihitung
dari:
• Produksi Gabah Kering Giling (GKG) yang tersedia = angka produksi GKG
berdasarkan data Kerangka Sampel Area (KSA) BPS dikurangi dengan
penggunaan GKG sebesar 7,3 persen untuk benih 0,9 persen, pakan 0,4 persen,
industri non makanan 0,6 persen dan tercecer/susut 5,4 persen (BPS, NBM).
• Produksi beras = produksi GKG yang tersedia dikalikan dengan angka konversi
gabah menjadi beras. Angka konversi GKG menjadi beras sebesar 64,02 persen
untuk nasional dan 64,11 persen untuk Jawa Barat (Hasil SKGB BPS, 2018).
37
• Produksi beras siap konsumsi = produksi beras dikurangi penggunaan beras non
pangan.
• Penggunaan beras non pangan sebesar 3,3 persen untuk pakan ternak/unggas
0,17 persen, industri non pangan 0,66 persen dan tercecer/susut 2,50 persen
(BPS-NBM).
Stok/cadangan beras dihitung dari penggabungan data Cadangan Pangan Pemerintah
(CPP) serta data pengadaaan dan penyaluran Bantuan Tidak Terduga (BTT) dari
Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan tahun 2020. Pengadaan dan penyaluran stok
pangan pada tahun 2021 diasumsikan sama dengan tahun 2020 karena masih dalam
rangka stabilisasi pandemi Covid-19.
Kebutuhan beras terdiri atas konsumsi langsung rumah tangga dan konsumsi di luar
rumah tangga.
Neraca Domestik (Surplus/defisit produksi) = Produksi bersih dikurangi dengan
kebutuhan total.
Neraca Kumulatif (Surplus/defisit kumulatif) = Surplus/defisit produksi ditambah
stok awal tahun/bulan sebelumnya dikurangi penyaluran stok.
2. Jagung
Ketersediaan jagung diperhitungkan dari produksi JPK Dinas Pertanian yang
diasumsikan memiliki kadar air 20-25%. Konversi JPK dari kadar air 20-25% ke JPK
kadar air 15% sebesar 87% (Pusdatin-Ditjen Tanaman Pangan)
Kebutuhan jagung terdiri atas kebutuhan benih, tercecer, konsumsi langsung rumah
tangga, dan konsumsi di luar rumah tangga. Angka tersebut diperhitungkan dengan
asumsi sebagai berikut :
- Kebutuhan benih sebesar 20 kg/ha dari luas tanam, berasal dari rerata penggunaan
benih jagung lokal sebesar 25 kg/ha dan benih jagung hibrida 15 kg/ha (Ditjen.
Tanaman Pangan);
- Kehilangan (tercecer/susut) sebesar 7,16% dari produksi JPK dengan kadar air
15% (NBM tahun 2019)
Neraca Domestik (Surplus/defisit produksi) = Produksi dikurangi dengan kebutuhan
total.
38
3. Kedelai
Ketersediaan kedelai dihitung dari data produksi Dinas Pertanian.
Kebutuhan kedelai terdiri atas kebutuhan benih, tercecer, konsumsi langsung rumah
tangga, dan konsumsi di luar rumah tangga. Angka tersebut diperhitungkan dengan
asumsi sebagai berikut :
- Penggunaan benih sebesar 50 kg/ha dari luas tanam, berdasarkan data Ditjen.
Tanaman Pangan;
- Angka kehilangan (tercecer/susut) sebesar 5 % dari produksi, bersumber dari BPS
atau NBM.
Neraca Domestik (Surplus/defisit produksi) = Produksi dikurangi dengan kebutuhan
total.
4. Kacang tanah
Ketersediaan kacang tanah dihitung dari data produksi Dinas Pertanian.
Kebutuhan kacang tanah terdiri atas kebutuhan benih, tercecer, dan konsumsi
langsung rumah tangga. Angka tersebut diperhitungkan dengan asumsi sebagai berikut:
- Kebutuhan benih /bibit menggunakan angka rata-rata yang dikeluarkan oleh Ditjen.
Tanaman Pangan = 80 kg/ha dari luas tanam;
- Angka kehilangan (tercecer/susut) = 5 % dari produksi (BPS-NBM).
Neraca Domestik (Surplus/defisit produksi) = Produksi dikurangi dengan kebutuhan
total.
5. Daging Sapi
Dalam panduan prognosa ketersediaan dan kebutuhan pangan strategis, perhitungan
prognosa daging sapi seharusnya juga ditambahkan produksi daging kerbau. Akan
tetapi, karena keterbatasan data maka kajian ini hanya memperhitungkan daging sapi.
Ketersediaan daging sapi diperoleh dari data Dinas Pertanian.
Kebutuhan daging sapi terdiri atas konsumsi langsung rumah tangga dan konsumsi di
luar rumah tangga.
Neraca Domestik (Surplus/defisit produksi) = Produksi dikurangi dengan kebutuhan
total.
6. Daging ayam ras
Ketersediaan daging ayam ras diperoleh dari data Dinas Pertanian.
Kebutuhan daging ayam ras terdiri atas konsumsi langsung rumah tangga dan
konsumsi di luar rumah tangga.
39
Neraca Domestik (Surplus/defisit produksi) = Produksi dikurangi dengan kebutuhan
total.
7. Telur ayam ras
Ketersediaan telur ayam ras diperoleh dari data Dinas Pertanian.
Kebutuhan telur ayam ras terdiri atas konsumsi langsung rumah tangga dan konsumsi
di luar rumah tangga.
Neraca Domestik (Surplus/defisit produksi) = Produksi dikurangi dengan kebutuhan
total.
40
V. Neraca Bahan Makanan (NBM)
Neraca Bahan Makanan (NBM) merupakan tabel yang membandingkan antara situasi
ketersediaan pangan dengan kebutuhan pangan dalam suatu wilayah pada kurun waktu setahun.
Perbandingan tersebut dapat memotret dua kondisi yakni situasi kemandirian pangan serta
situasi ketersediaan pangan secara total. Berikut ini akan dibahas mengenai komponen Neraca
Bahan Makanan yakni data pengadaan pangan.
Komponen pengadaan pangan penyusun Neraca Bahan Makanan adalah data produksi,
cadangan pangan serta data ekspor-impor pangan. Produksi adalah jumlah keseluruhan
masing–masing bahan makanan yang dihasilkan, baik yang belum mengalami proses
pengolahan maupun yang sudah mengalami proses pengolahan. Produksi tanaman pangan
mencakup seluruh hasil panen, baik yang berasal dari lahan sawah maupun bukan sawah.
Produksi hortikultura mencakup seluruh hasil panen sayuran dan buah-buahan dalam bentuk
segar, baik yang dipanen sekaligus maupun yang dipanen berkali – kali. Produksi peternakan
mencakup produksi daging, telur dan susu. Produksi perikanan merupakan semua hasil
tangkapan ikan, binatang air lainnya maupun tanaman air dari sumber perikanan alami maupun
dari tempat pemeliharaan, baik yang diusahakan oleh perusahaan perikanan maupun rumah
tangga perikanan, termasuk yang dikonsumsi atau yang diberikan sebagai upah (Badan
Ketahanan Pangan, 2019).
41
Adapun pangan dengan penurunan produksi yang cukup signifikan adalah kelapa daging (-
78,5%) alpukat (-66,6%), nenas ((-66,6%), belimbing (66,3%), rambutan (-72,4%), nangka (-
60,3%), sirsak (-79,4%), sukun (-78,7%), cabe rawit (-69,3%) dan ikan lainnya (-98,2%).
Tabel 17 Perkembangan Produksi Pangan Tahun 2017-2019
Jumlah Produksi (Ton) Laju (%)
Kelompok/Jenis Pangan
2017 2018 2019
Padi-Padian/Serealia
Gabah Krg Giling 712.339,0 287.439,0 344.214,4 -19,9
Jagung 120.630,0 33.079,0 33.079,0 -36,3
Makanan Berpati
Ubi Jalar 20.515,0 29.355,0 10.550,1 -10,5
Ubi Kayu 105.772,0 86.175,0 33.945,0 -39,6
Buah/Biji Berminyak
Kacang Tanah Lepas Kulit 1.036,0 790,0 338,4 -40,5
Kedelai 1.237,0 760,0 1.380,4 21,5
Kelapa Daging - 143,0 30,7 -78,5
Buah-Buahan
Alpokat 13.846,0 - 4.622,5 -66,6
Jeruk 426,0 2.930,0 990,4 260,8
Duku 10,0 - 62,1 521,0
Durian 1.735,0 2.172,0 884,5 -17,0
Jambu 1.589,0 - 2.622,5 65,0
Mangga 4.960,0 6.759,0 2.456,7 -13,7
Nenas 5,0 - 1,7 -66,0
Pepaya 1.331,0 860,0 340,9 -47,9
Pisang 11.353,0 7.748,0 37.970,8 179,2
Rambutan 1.049,0 - 289,2 -72,4
Salak 34,0 83,0 4,5 24,8
Sawo 552,0 - 252,5 -54,3
Melon - - 12,3
Semangka - - 0,1
Belimbing 486,0 - 163,6 -66,3
Manggis 307,0 - 63,5 -79,3
Nangka/Cempedak 2.821,0 - 1.119,7 -60,3
Markisa 1,0 - 24,5 2.351,0
Sirsak 500,0 - 102,8 -79,4
Sukun 2.797,0 - 597,0 -78,7
Apel - - -
Strawberry - - 3.819,0
Blewah - - 40,0
Jeruk Besar - - 1.905,2
Lainnya - 960 - -100
42
Jumlah Produksi (Ton) Laju (%)
Kelompok/Jenis Pangan
2017 2018 2019
Sayuran
Bawang Merah 46.830,0 64.586,0 62.100,1 17,0
Ketimun 8.045,0 20.286,0 19.473,9 74,1
Kacang Merah 3.515,0 8.652,0 7.012,2 63,6
Kacang Panjang 1.748,0 3.287,0 4.148,7 57,1
Kentang 91.968,0 85.783,0 81.654,3 -5,8
Kol/Kubis 95.689,0 91.767,0 97.813,0 1,2
Tomat 26.211,0 61.877,0 73.886,4 77,7
Wortel 54.320,0 65.666,0 48.564,6 -2,6
Cabe 16.235,0 49.655,0 43.426,1 96,7
Terung 2.264,0 5.735,0 9.007,4 105,2
Petsai/Sawi 86.850,0 96.750,0 78.906,6 -3,5
Bawang Daun 84.683,0 - 39.223,6 -53,7
Kangkung 2.705,0 5.485,0 4.677,8 44,0
Lobak 11.528,0 15.669,0 10.568,2 1,7
Labu Siam 3.237,0 60.975,0 55.174,4 887,1
Buncis 7.751,0 15.268,0 14.476,9 45,9
Bayam 16.051,0 1.370,0 1.343,4 -46,7
Bawang Putih 1.395,0 1.157,0 2.909,1 67,2
Kembang Kol - - 7.201,3
Jamur - 79.993,0 113.831,1 42,3
Melinjo - 748,0 615,6 -17,7
Petai - 2.007,0 3.573,0 78,0
Jengkol - - 1.163,7
Cabe Rawit - 68.546,0 21.044,6 -69,3
Paprika - - 83,7
Daging
Daging Sapi 2.186,0 6.675,1 6.553,7 101,8
Daging Kerbau 62,9 45,2 70,3 13,7
Daging Kambing 110,9 132,2 35,1 -27,1
Daging Domba 1.226,0 2.719,3 600,2 21,9
Daging Kuda - 4,4 2,7 -37,8
Daging Ayam Buras 2.046,1 1.916,0 2.228,0 5,0
Daging Ayam Ras 32.279,1 20.417,7 35.754,1 19,2
Daging itik 102,0 388,1 273,3 125,5
Daging Burung Puyuh - - 5,5
Jeroan Semua Jenis 216,3 - -
Telur
Telur Ayam Buras 1.233,7 4.750,6 9.244,3 189,8
Telur Ayam Ras 5.002,3 1.269,3 6.637,9 174,2
Telur Itik 1.370,9 2.602,0 3.031,9 53,2
43
Jumlah Produksi (Ton) Laju (%)
Kelompok/Jenis Pangan
2017 2018 2019
Telur Puyuh - - 391,2
Susu
Susu Sapi 78.298,9 59.974,3 79.191,8 4,3
Ikan
Ikan Mas 3.511,0 3.455,0 3.792,3 4,1
Lele 5.681,0 6.061,2 5.960,8 2,5
Nila 3.961,0 4.250,7 4.569,2 7,4
Gurame 70,0 71,2 - -49,1
Lainnya 32.678,2 - 599,0 -98,2
Sumber data: 2017= Dinas Pertanian dan DKPP Kabupaten Bandung (2018);
2018= BPS Jawa Barat (2019;)
2019= Dinas Pertanian dan DKPP Kabupaten Bandung (2020)
Komponen selanjutnya dari pengadan pangan adalah impor. Akan tetapi, data
perdagangan (ekspor-impor) pangan tidak tersedia di Dinas Perdagangan dan Perindustrian
Kabupaten Bandung sehingga diperlukan upaya estimasi angka ekspor dan impor pangan.
Perhitungan angka estimasi dilakukan dengan menggunakan data konsumsi pangan.
Pendekatan data ekspor-impor dengan menggunakan data konsumsi itu memiliki arti bahwa
pangan yang dikonsumsi penduduk namun tidak dapat diproduksi secara mandiri, tentu
diperoleh dari wilayah lain. Hal ini berlaku sebaliknya, dimana jika konsumsi penduduk
terhadap jenis pangan tertentu lebih rendah dari produksinya, maka kelebihan produksi (over
44
supply) akan dijual ke wilayah lain. Estimasi jumlah ekspor dan impor pangan Kabupaten
Bandung tahun 2017-2019 disajikan pada Tabel 19 dan 20.
Tabel 19 Perkembangan Estimasi Impor Pangan Tahun 2017-2019
Estimasi Impor (Ton/Tahun)
Jenis Pangan Laju (%)
2017 2018 2019
Beras - 237.921,0 193.032,0 -18,9
Terigu 213.585,0 217.935,0 224.350,0 2,5
Singkong - - 4.891,0
Ubi Jalar 3.721,0 - 153,0 -95,9
Sagu 3.463,0 3.016,0 101,0 -54,8
Ikan - 12.507,0 18.467,0 47,7
Daging Ruminansia 18.775,0 22.750,0 21.375,0 7,6
Daging Unggas 20.170,0 43.807,0 80.654,0 100,7
Telur 35.097,0 28.459,0 22.480,0 -20,0
Susu 186.033,0 191.893,0 29.915,0 -40,6
Minyak kelapa - - 183,0
Minyak Sawit 52.273,0 40.891,0 45.451,0 -5,3
Kelapa kemiri 6.453,0 2.875,0 3.709,0 -13,2
Kacang tanah - - 1.417,0
Kacang Kedelai 33.072,0 26.824,0 29.735,0 -4,0
Kacang hijau - - 1.745,0
Gula Pasir 19.504,0 11.764,0 12.903,0 -15,0
Gula Merah 13.331,0 7.138,0 7.269,0 -22,3
Buah 189.123,0 224.774,0 176.607,0 -1,3
Dari Tabel 19 diketahui bahwa sedikitnya terdapat 19 jenis pangan yang diimpor
selama tiga tahun terakhir. Impor pangan terbesar tahun 2019 adalah terigu yaitu 224.350 ton,
45
diikuti dengan beras yaitu 193.032 ton dan buah-buahan sebesar 176.607 ton. Adapun laju
peningkatan impor terbesar selama tahun 2017-2019 adalah daging unggas yaitu 142,7%. Jenis
pangan yang diimpor ini memerlukan perhatian dari instansi terkait untuk menjamin stabilitas
pasokan dan harganya atau dilakukan peningkatan kapasitas produksi wilayah jika kondisi
sumberdaya alam masih memadai.
Dari Tabel 20 diketahui bahwa terdapat 3 jenis pangan yang diestimasikan diekspor ke
luar wilayah Bandung pada tahun 2019, yaitu jagung, kentang dan sayuran. Jumlah pangan
yang diekspor ini menurun jika dibandingkan dengan tahun 2017 dan 2018. Hal ini
mengindikasikan semakin menurunnya tingkat kemandirian pangan di Kabupaten Bandung.
46
Indikator kuantitatif yang digunakan adalah tingkat kecukupan energi dan protein,
sedangkan indikator kualitatif atau keragaman pangan yang tersedia adalah skor Pola Pangan
Harapan (PPH). Ketersediaan energi dari produksi dalam wilayah adalah sebesar 905 kkal atau
hanya sebesar 33,7% AKE, dengan ketersediaan protein sebesar 35,1 gr/kap/hari atau setara
dengan 55,7% AKP. Adapun keragaman produksi pangan ditunjukkan dengan skor PPH 53,3,
hanya separuhnya dari ideal. Produksi padi-padian, umbi-umbian, pangan hewani, minyak dan
lemak, buah/biji berminyak, kacang-kacangan, gula dan buah-buahan lebih rendah dari
kebutuhan konsumsi penduduk. Hanya sayuran yang produksinya berlimpah sehingga
tergolong surplus dan mampu menyuplai kebutuhan wilayah lain di Provinsi Jawa Barat. Hal
ini ditunjukkan dengan ketersediaan energi sayur buah sebesar 161,2 dan skor PPH sebesar 30
(surplus).
Tingkat kemandirian pangan di Kabupaten Bandung menunjukkan penurunan yang
cukup signifikan sejak tahun 2018 hingga 2020. Ketersediaan energi menurun dengan laju
24,4%, ketersediaan protein juga mengalami penurunan hingga 25%. Skor PPH menurun
sebesar 10%. Hal ini menunjukkan semakin rendahnya produksi pangan di Kabupaten
Bandung. Penurunan produksi pangan antara lain disebabkan oleh menurunnya ketersediaan
lahan karena laju konversi lahan pertanian ke non pertanian cukup tinggi. Oleh karena itu,
penetapan kawasan pertanian pangan berkelanjutan (KP2B) sangat mendesak untuk dilakukan
dan dilaksanakan oleh semua pihak yang terkait. Perkembangan kemandirian pangan di
Kabupaten Bandung disajikan pada Gambar 3-5 di bawah ini.
47
Gambar 4 Perkembangan Kemandirian Protein Tahun 2018-2020
48
Tabel 22 Ketersediaan Energi dan Protein di Kabupaten Bandung Tahun 2020
Skor PPH
No. Kelompok Pangan
Aktual Ideal Gap
1 Padi-padian 25,0 25,0 0
2 Umbi-umbian 1,1 2,5 -1,4
3 Pangan Hewani 22,9 24,0 -1,1
4 Minyak dan Lemak 5,0 5,0 0
5 Buah/Biji Berminyak 0,0 1,0 -1
6 Kacang-kacangan 8,7 10,0 -1,3
7 Gula 1,1 2,5 -1,4
8 Sayur dan Buah 30,0 30,0 0
9 Lain-lain - - -
Total 93,8 100 -6,2
49
produksi pangan, jaminan pasokan pangan yang stabil maupun manajemen data pokok yang
tepat.
Selanjutnya, dari Tabel 23 diketahui kelompok pangan dengan skor PPH yang belum
ideal adalah umbi-umbian (-1,4 poin), pangan hewani (-1,1 poin), buah/biji berminyak (-1
poin), kacang-kacangan (-1,3 poin), dan gula (-1,4 poin). Sehingga dibutuhkan upaya lintas
sektor untuk meningkatkan skor PPH 6,2 poin hingga mencapai 100 di tahun mendatang.
50
Gambar 7 Perkembangan Ketersediaan Protein
51
Tabel 24 Perkembangan Ketersediaan Energi Kelompok Pangan 2018-2020
Ketersediaan Energi (kkal/kapita/hari)
Kelompok Pangan Laju (%)
2018 2019 2020
Padi-padian 1540 1.564 1555 0,5
Umbi-umbian 67 51 50 -12,5
Pangan Hewani 262 277 274 2,4
Minyak dan Lemak 338 278 301 -4,8
Buah/Biji Berminyak 2 1 2 10,4
Kacang-kacangan 102 102 104 1,1
Gula 90 51 54 -19,1
Sayur dan Buah 96 128 145 23,2
Adapun perkembangan ketersediaan protein disajikan pada Tabel 25. Dari tabel
tersebut diketahui bahwa ketersediaan protein mengalami penurunan pada kelompok umbi-
umbian, kacang-kacangan, serta gula. Adapun ketersediaan protein pada kelompok padi-
padian, pangan hewani serta sayur dan buah meningkat.
Tabel 25 Perkembangan Ketersediaan Protein Kelompok Pangan 2018-2020
Ketersediaan Protein (gr/kapita/hari)
Kelompok Pangan Laju (%)
2018 2019 2020
Padi-padian 38 39,5 39,2 1,6
Umbi-umbian 0,5 0,0 0,6 -34,1
Pangan Hewani 17,6 19 19,6 5,5
Minyak dan Lemak 0,0 0,0 0,0 -
Buah/Biji Berminyak 0,0 0,0 0,0 -
Kacang-kacangan 10,3 9,6 9,9 -2,1
Gula 0,3 0,2 0,2 -27,1
Sayur dan Buah 2,6 4,7 7,6 70,8
Skor PPH kelompok pangan padi-padian tetap pada angka 25 dari tahun 2018-2020.
Hal ini juga terjadi pada skor PPH kelompok minyak dan lemak, yaitu 5 selama 3 tahun
berturut-turut. Hal ini menunjukkan ketersediaan dari 2 kelompok pangan tersebut sudah cukup
selama 3 tahun terakhir. Skor PPH umbi-umbian menurun hingga 15,5% selama 3 tahun
terakhir. Tentu akan sulit untuk mendorong konsumsi pangan pokok yang beragam, termasuk
dari umbi-umbian jika dari aspek ketersediaannya tidak mencukupi dan justru menurun dari
tahun ke tahun.
Hal yang sama terjadi pada skor PPH pangan hewani dan kacang-kacangan. Skor PPH
pada dua kelompok pangan sumber protein ini belum mencapai ideal dan justru semakin
menurun dari tahun ke tahun. Skor PPH meningkat pada kelompok sayur dan buah dan sudah
52
mencapai angka ideal pada tahun 2020. Hal ini perlu dipertahankan pada tahun-tahun
mendatang. Sedangkan pangan dengan skor PPH dibawah ideal perlu didorong oleh semua
stakeholder terkait agar dapat tersedia dalam jumlah yang memadai.
Tabel 26 Perkembangan Skor PPH Kelompok Pangan 2018-2020
Skor PPH
Kelompok Pangan Laju (%)
2018 2019 2020
Padi-padian 25 25 25 -
Umbi-umbian 1,5 1,1 1,1 -15,5
Pangan Hewani 23,8 23,1 22,9 -2,0
Minyak dan Lemak 5,0 5,0 5,0 -
Buah/Biji Berminyak 0,0 0,0 0,0 -
Kacang-kacangan 9,3 8,5 8,7 -3,2
Gula 2,1 1,1 1,1 -23,0
Sayur dan Buah 21,9 26,6 30,0 17,1
53
Tabel 27 Ketersediaan Pangan untuk Konsumsi Per Kapita
Ketersediaan Pangan
Jenis Pangan
kg/kapita/tahun g/kapita/hari kkal/kapita/hari % kontribusi
54
Ketersediaan Pangan
Jenis Pangan
kg/kapita/tahun g/kapita/hari kkal/kapita/hari % kontribusi
Pangan strategis yang rutin dipantau antara lain yaitu beras, cabe merah, bawang merah,
bawang putih, kedelai, ikan mas, ikan nila, daging sapi, daging ayam ras, dan telur ayam ras.
Dari Tabel 27 diketahui ketersediaan pangan strategis tersebut secara berturut-turut sebesar
102,2 kg/kap/tahun, 5,8 kg/kap/tahun, 5,3 kg/kapita/tahun, 0,6 kg/kap/tahun, 7,8 kg/kap/tahun,
0,9 kg/kap/tahun, 1,2 kg/kap/tahun, 7,0 kg/kap/tahun, 29,3 kg/kap/tahun, dan 7.6 kg/kap/tahun.
Skor PPH Ketersediaan Pangan merupakan salah satu indikator kinerja untuk mencapai
Misi Menciptakan Pembangunan Ekonomi yang Bedaya Saing, Tujuan Mewujudkan
Ketahanan Pangan Daerah dengan Sasaran Meningkatnya Ketahanan Pangan pada dokumen
RPJMD Kabupaten Bandung tahun 2016-2021. Evaluasi pencapaian situasi ketersediaan
pangan dilakukan dengan membandingkan target yang tercantum pada Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah Kabupaten Bandung 2016 – 2021 dengan pencapaian aktual (Tabel
28)
Tabel 28 Indikator Kinerja Bidang Ketahanan Pangan
Indikator Kinerja Ketahanan Pangan Tahun
2016 2017 2018 2019 2020 2021
Target skor PPH ketersediaan 81.3 86,0 88,3 90,6 93.0 95,3
Realisasi 93.8
Target skor PPH Ketersediaan pangan pada tahun 2020 adalah 93.0. Adapun realisasi
pencapaiannya sebesar 93,8 sehingga target dinyatakan tercapai. Meski demikian, pemerintah
Kabupaten Bandung harus tetap mengupayakan agar skor PPH ideal dapat tercapai di tahun
mendatang.
55
VI. Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Pangan
Berdasarkan hasil perhitungan prognosa ketersediaan dan kebutuhan pangan pada tahun
2020-2021, semua jenis komoditas bahan pangan yang dianalisis diperkirakan akan mengalami
defisit kecuali kacang tanah. Adapun pembahasan lengkapnya akan dirincikan pada subbab
berikut ini.
6.1 Beras
Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia,
termasuk di Kabupaten Bandung. Preferensi penduduk terhadap beras demikian besarnya,
56
bahkan penduduk yang mempunyai pola pangan pokok bukan beras beralih ke beras karena
beras memiliki citra pangan yang lebih baik secara sosial. Kondisi tersebut menyebabkan
komoditas beras mempunyai pengaruh yang strategis terhadap ketahanan pangan, ketahanan
ekonomi, dan stabilitas politik nasional. Data prognosa ketersediaan dan kebutuhan beras di
Kabupaten Bandung tahun 2020-2021 disajikan pada Tabel 31 dan Tabel 32. Sebagai catatan,
data produksi bulanan beras tahun 2020 (data dasar untuk prognosa tahun 2021) hanya tersedia
sampai bulan Agustus. Dengan demikian, prognosa beras tahun 2021 hanya tersedia hingga
bulan Agustus.
Tabel 31 Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Beras Tahun 2020 (ton)
Perkiraan Kebutuhan Ket
Perkiraan Perkiraan
Stok Produksi Konsumsi Konsumsi Penggunaan
Bulan Neraca Neraca
Awal bersih Langsung di luar Total Stok
domestik Kumulatif
RT RT
Nov 637,7 21.064,5 28.115,4 9.199,0 37.314,4 -16.249,9 620,0 -16.232,1 Defisit
Des 17,7 20.090,7 28.143,5 9.208,2 37.351,7 -17.261,0 - -16.623,2 Defisit
Total 41.155,3 56.258,9 18.407,2 74.666,1 -33.510,9 620,0 -32.855,4 Defisit
Perkiraan ketersediaan beras siap konsumsi di akhir tahun 2020 (November dan
Desember) adalah sebesar 41.155,3 ton yang sudah dikurangi penggunaan non pangan
(Lampiran 10). Adapun perkiraan kebutuhan sebesar 74.666,1 ton (56.258,9 konsumsi
langsung rumah tangga dan 18.407,2 konsumsi di luar rumah tangga) sehingga neraca
domestik diperkirakan mengalami defisit sebanyak -33.510,9 ton. Pada bulan November,
terdapat stok beras sebanyak 637,7 ton beras yang kemudian disalurkan sebanyak 620,0 ton
kepada 62.000 KK dalam rangka stabilisasi kondisi pandemi Covid-19 (Lampiran 12). Adapun
pada bulan Desember tidak terdapat penyaluran stok pangan. Dengan demikian, neraca
kumulatif pada akhir tahun 2020 defisit sekitar -32.855,4 ton. Kebutuhan beras pada bulan
Desember diperkirakan lebih tinggi 37,3 ton dibandingkan bulan November sebagai dampak
dari hari raya natal serta tahun baru.
57
Tabel 32 Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Beras Tahun 2021 (ton)
Perkiraan Kebutuhan
Perkiraan Penggu Perkiraan
Stok Produksi Konsumsi
Bulan Konsumsi Neraca naan Neraca Ket
Awal bersih Langsung Total
di luar RT domestik Stok Kumulatif
RT
Jan 115,3 22.821,1 28.534,1 9.336,0 37.870,1 -15049,0 21,7 -15070,7 Defisit
Feb 93,6 19.664,2 28.534,1 9.336,0 37.870,1 -18205,9 13,0 -18103,6 Defisit
Mar 80,6 22.466,8 28.534,1 9.336,0 37.870,1 -15403,3 - -15309,7 Defisit
Apr 650,6 32.072,8 28.591,2 9.354,7 37.945,9 -5873,0 620,0 -6412,4 Defisit
Mei 1.124,6 24.569,5 29.818,2 9.756,1 39.574,3 -15004,8 760,2 -15114,3 Defisit
Jun 984,5 23.071,7 28.534,1 9.336,0 37.870,1 -14798,4 620,0 -14293,8 Defisit
Jul 984,5 26.392,8 28.562,7 9.345,4 37.908,0 -11515,2 620,0 -11150,8 Defisit
Agt 834,5 27.936,6 28.534,1 9.336,0 37.870,1 -9933,5 816,7 -9765,7 Defisit
Total 198.995,7 229.642,6 75.136,3 304.778,9 -105.783,2 3.471,6 -105.221,2 Defisit
Perkiraan ketersediaan beras siap konsumsi (Lampiran 11) di tahun 2021 (Januari-
Agustus) adalah sebesar 198.995,7 ton. Sementara itu, perkiraan kebutuhan sebesar 304.778,9
ton sehingga neraca domestik pada akhir tahun 2021 defisit sekitar -105.783,2 ton. Kondisi
defisit tersebut terjadi di setiap bulan sepanjang tahun 2021. Pada tahun 2021 diasumsikan akan
tetap ada pengadaan dan penyaluran stok pangan dalam rangka stabilisasi kondisi pandemi
Covid-19 dengan besaran yang sama dengan tahun 2020 sebagaimana ditampilkan pada
Lampiran 12. Setelah diakumulasikan dengan data stok, neraca kumulatif menunjukkan bahwa
terjadi defisit beras sebanyak -105.221,2 ton.
6.2 Jagung
Jagung merupakan komoditas pangan lain selain beras yang berperan sebagai pangan
sumber karbohidrat. Hal ini menempatkan posisi jagung sebagai salah satu diversifikasi
konsumsi pangan dalam rangka mengurangi ketergantungan terhadap beras. Jagung termasuk
komoditas strategis dalam pembangunan perekonomian Indonesia, khususnya bidang
pertanian, mengingat komoditas ini memiliki fungsi multiguna. Jagung selain sebagai bahan
pangan manusia juga dapat digunakan sebagai sumber biomas serta bahan baku utama dari
industri pengolahan pakan ternak, unggas dan ikan. Disamping itu, jagung juga dapat
digunakan sebagai bahan makanan dan minuman serta merupakan komoditas bisnis strategis
yang dari waktu ke waktu semakin popular seperti untuk bahan baku pembuatan bihun.
Prognosa ketersediaan dan kebutuhan jagung di Kabupaten Bandung tahun 2020 dihitung
58
untuk bulan November- Desember (Tabel 33). Adapun prognosa tahun 2021 dihitung untuk
bulan Januari-September sebagaimana tersedia pada Tabel 34.
Tabel 33 Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Jagung Tahun 2020 (ton)
Perkiraan Kebutuhan
Perkiraan Perkiraan
Perkiraan Tercecer Benih Konsumsi
Bulan Konsumsi Neraca Neraca Ket
produksi Langsung Total
di luar RT Domestik Kumulatif
RT
Nov 263,7 20,0 19,2 257,4 11.366,9 11.663,6 -11.399,8 -11.399,8 Defisit
Des 766,1 58,2 51,7 257,4 11.366,9 11.734,3 -10.968,2 -10.968,2 Defisit
Total 1.029,87 78,27 70,88 514,82 22.733,90 23.397,8 -22.368,0 -22.368,0 Defisit
59
Februari (13.646,2 ton). Sementara itu, produksi jagung di Kabupaten Bandung diperkirakan
hanya mencapai 48.932,4 ton dengan puncak produksi di bulan Juli (13.664,9 ton) dan Agustus
(12.508,6 ton). Dengan demikian, diperkirakan terjadi defisit jagung sebanyak -63.739,1 ton di
Kabupaten Bandung pada tahun 2021. Defisit tersebut terjadi pada semua bulan dari Januari-
September, kecuali pada bulan Juli. Pada bulan Juli, diperkirakan terjadi surplus sebanyak
819,7 ton.
6.3 Kedelai
Kedelai merupakan salah satu sumber protein nabati utama masyarakat Indonesia. Tahu
dan tempe adalah salah satu makanan dari olahan kedelai yang murah dan bergizi tinggi.
Olahan lain dari kedelai yang tidak kalah bergizi adalah susu kedelai. Prognosa ketersediaan
dan Kebutuhan kedelai tahun 2021 disajikan pada Tabel 35.
Tabel 35 Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Kedelai Tahun 2021 (ton)
Perkiraan Kebutuhan
Perkiraan Perkiraan
Bulan Perkiraan Konsumsi
Konsumsi Neraca Neraca Ket
produksi Tercecer Benih Langsung Total
di luar RT Domestik Kumulatif
RT
Jan 1,0 0,1 10,1 2.689,6 1.557,2 4.256,9 -4.255,9 -4.255,9 Defisit
Feb 21,0 1,1 6,2 2.689,6 1.557,2 4.254,0 -4.233,0 -4.233,0 Defisit
Mar 172,0 8,6 9,4 2.689,6 1.557,2 4.264,8 -4.092,8 -4.092,8 Defisit
Apr 303,0 15,2 7,0 2.689,6 1.557,2 4.268,9 -3.965,9 -3.965,9 Defisit
Mei 270,0 13,5 0,3 2.689,6 1.557,2 4.260,5 -3.990,5 -3.990,5 Defisit
Jun 197,0 9,9 - 2.689,6 1.557,2 4.256,6 -4.059,6 -4.059,6 Defisit
Jul 7,0 0,4 - 2.689,6 1.557,2 4.247,1 -4.240,1 -4.240,1 Defisit
Total 971,0 48,6 33,0 18.827,2 10.900,4 29.809,1 -28.838,1 -28.838,1 Defisit
Dari tabel di atas diketahui bahwa perkiraan kebutuhan kedelai tahun 2021 (Januari-
Juli) sekitar 29.809,1 ton. Adapun perkiraan produksi kedelai hanya mencapai 971,0 ton
dengan produksi tertinggi terjadi di bulan April (303,0) dan Mei (270,0). Dengan demikian,
neraca domestik defisit 28.838,1 ton. Defisit tersebut diperkirakan terjadi di setiap bulan.
Kacang tanah menjadi salah satu sumber gizi bagi masyarakat karena mengandung
sumber protein nabati, meski tidak sepopuler kedelai. Kacang tanah dikonsumsi rumah tangga
baik berupa kacang tanah dengan kulit maupun tanpa kulit. Industri makanan membutuhkan
60
kacang tanah untuk diolah menjadi berbagai jenis makanan ringan. Prognosa ketersediaan dan
kebutuhan kacang tanah Kabupaten Bandung dihitung untuk November-Desember 2020
(Tabel 36) dan Januari-Juli 2021 (Tabel 37).
Tabel 36 Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Kacang Tanah Tahun 2020 (ton)
Perkiraan Kebutuhan
Perkiraan Perkiraan
Perkiraan Konsumsi
Bulan Neraca Neraca Ket
produksi Tercecer Benih Langsung Total
Domestik Kumulatif
RT
Nov 1,5 0,1 4,0 113,9 118,0 -116,5 -116,5 Defisit
Des 4,4 0,2 28,7 114,3 143,2 -138,8 -138,8 Defisit
Total 5,9 0,3 32,7 228,2 261,2 -255,3 -255,3 Defisit
Diperkirakan produksi kacang tanah pada bulan November dan Desember 2020 sebesar
5,9 ton. Adapun perkiraan kebutuhannya sebanyak 261,2 ton. Dengan demikian, diperkirakan
akan terjadi defisit kacang tanah sebesar -255,3 ton pada November-Desember 2020.
Tabel 37 Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Kacang Tanah Tahun 2021 (ton)
Perkiraan Kebutuhan
Perkiraan Perkiraan
Perkiraan Konsumsi
Bulan Neraca Neraca Ket
produksi Tercecer Benih Langsung Total
Domestik Kumulatif
RT
Jan 3,0 0,2 4,6 115,6 120,3 -117,3 -117,3 Defisit
Feb 74,0 3,7 28,7 115,6 148,1 -74,1 -74,1 Defisit
Mar 511,0 25,6 9,0 115,6 150,2 360,8 360,8 Surplus
Apr 104,0 5,2 6,4 118,9 130,5 -26,5 -26,5 Defisit
Mei 138,0 6,9 5,4 124,2 136,5 1,5 1,5 Surplus
Jun 110,0 5,5 8,3 115,6 129,5 -19,5 -19,5 Defisit
Jul 94,0 4,7 8,7 115,8 129,2 -35,2 -35,2 Defisit
Agt 152,0 7,6 5,4 115,6 128,7 23,3 23,3 Surplus
Sept 183,0 9,2 1,4 115,6 126,2 56,8 56,8 Surplus
Total 1.369,0 68,5 78,0 1.052,6 1.199,1 169,9 169,9 Surplus
Dari tabel di atas diketahui bahwa ketersediaan kacang tanah dari hasil produksi
domestik di Kabupaten Bandung pada tahun 2021 sebesar 1.369,0 ton. Sementara itu,
kebutuhan kacang tanah diperkirakan mencapai 1.199,1 ton. Sebagai catatan, total kebutuhan
tersebut belum mencakup kebutuhan konsumsi di luar rumah tangga. Dengan demikian, neraca
domestik menunjukkan adanya surplus sebanyak 169,9 ton. Meskipun secara umum terjadi
surplus, data per bulan menunjukkan bahwa surplus hanya terjadi pada bulan Maret (360,8 ton)
61
dan Mei (1,5 ton), Agustus (23,3 ton) dan September (56,8 ton). Adapun pada bulan Januari,
Februari, April, Juni dan Juli terjadi defisit. Defisit tertinggi terjadi pada bulan Januari yakni -
117,3 ton.
Daging sapi merupakan sumber protein hewani yang konsumsinya sangat bergantung
pada daya beli masyarakat. Produksi daging sapi di Kabupaten Bandung dalam tiga tahun
terakhir tercatat memiliki trend positif. Meski demikian, jumlahnya masih belum mampu
memenuhi kebutuhan penduduk. Adapun prognosa ketersediaan dan kebutuhan daging sapi
tahun 2021 disajikan pada Tabel 38 berikut ini.
Tabel 38 Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Daging Sapi Tahun 2021 (ton)
Perkiraan Kebutuhan Perkiraan Perkiraan
Produksi
Bulan Konsumsi Konsumsi Neraca Neraca Ket
bersih Total
Langsung RT di luar RT domestik Kumulatif
Jan 346,1 244,0 1.168,2 1.412,2 -1.066,1 -1.066,1 Defisit
Feb 406,1 244,0 1.168,2 1.412,2 -1.006,1 -1.006,1 Defisit
Mar 446,1 244,0 1.168,2 1.412,2 -966,1 -966,1 Defisit
Apr 246,1 256,9 1.230,1 1.487,0 -1.240,9 -1.240,9 Defisit
Mei 986,1 277,2 1.327,1 1.604,3 -618,1 -618,1 Defisit
Jun 246,1 244,0 1.168,2 1.412,2 -1.166,1 -1.166,1 Defisit
Jul 1146,1 248,9 1.191,6 1.440,4 -294,3 -294,3 Defisit
Agt 496,1 244,0 1.168,2 1.412,2 -916,1 -916,1 Defisit
Sep 501,1 244,0 1.168,2 1.412,2 -911,1 -911,1 Defisit
Okt 576,1 244,0 1.168,2 1.412,2 -836,1 -836,1 Defisit
Nov 518,1 244,0 1.168,2 1.412,2 -894,1 -894,1 Defisit
Des 639,1 245,7 1.176,4 1.422,1 -783,0 -783,0 Defisit
Total 6.554,5 2.981,6 14.271,9 17.251,5 -10.698,9 -10.698,9 Defisit
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa perkiraan kebutuhan daging sapi pada tahun
2021 adalah sebanyak 17.215,5 ton. Sementara itu, produksi sapi diperkirakan hanya mencapai
6.554,5 ton sehingga terjadi defisit sebanyak 10.698,9 ton. Kondisi defisit tersebut diperkirakan
terjadi sepanjang tahun dan paling tinggi pada bulan April (-1.240,9 ton) dan Juni (-
1.166,1ton). Adapun kebutuhan paling banyak terjadi pada bulan April (1.487,0 ton) dan Mei
(1.604,3 ton) karena bertepatan dengan bulan suci Ramadhan dan Idul Fitri. Kebutuhan pada
bulan Juli (1.440,4 ton) juga cukup tinggi karena berkaitan dengan adanya perayaan Idul Adha.
62
6.6 Daging Ayam Ras
Daging ayam merupakan sumber protein hewani yang sangat digemari masyarakat.
Selain rasanya yang enak dan harga yang lebih terjangkau dibandingkan daging sapi, daging
ayam juga mengandung kolesterol rendah. Jumlah penduduk Indonesia yang cukup besar dan
mayoritas menyukai daging ayam ini merupakan potensi bagi industri hilir makanan olahan,
termasuk restoran, rumah makan dan penyedia makanan minuman lainnya yang menyajikan
masakan cepat saji berbahan dasar ayam. Prognosa ketersediaan dan kebutuhan daging ayam
Kabupaten Bandung tahun 2021 disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 39 Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Daging Ayam Ras Tahun 2021 (ton)
Perkiraan Kebutuhan
Perkiraan Perkiraan
Produksi Konsumsi
Bulan Konsumsi Neraca Neraca Ket
bersih Langsung Total
di luar RT domestik Kumulatif
RT
Jan 2774,2 2918,4 3432,7 6351,1 -3576,9 -3576,9 Defisit
Feb 2894,2 2918,4 3432,7 6351,1 -3456,9 -3456,9 Defisit
Mar 2914,2 2918,4 3432,7 6351,1 -3436,9 -3436,9 Defisit
Apr 2674,2 2985,5 3511,7 6497,1 -3823,0 -3823,0 Defisit
Mei 3414,2 3128,5 3679,9 6808,3 -3394,2 -3394,2 Defisit
Jun 2674,2 2918,4 3432,7 6351,1 -3676,9 -3676,9 Defisit
Jul 3574,2 2935,9 3453,3 6389,2 -2815,0 -2815,0 Defisit
Agt 2914,2 2918,4 3432,7 6351,1 -3436,9 -3436,9 Defisit
Sep 2919,2 2918,4 3432,7 6351,1 -3431,9 -3431,9 Defisit
Okt 2934,2 2918,4 3432,7 6351,1 -3416,9 -3416,9 Defisit
Nov 2936,2 2918,4 3432,7 6351,1 -3414,9 -3414,9 Defisit
Des 3067,2 2944,6 3463,6 6408,2 -3341,1 -3341,1 Defisit
Total 35.689,9 35.341,3 41.570,2 76.911,4 -41.221,6 -41.221,6 Defisit
Sama seperti daging sapi, daging ayam ras juga diperkirakan mengalami defisit di tahun
2021, pada semua bulan. Total kebutuhan daging ayam ras diperkirakan mencapai 76.911,4
ton. Adapun produksi domestik diperkirakan hanya mampu menghasilkan 35.689,9 ton
sehingga neraca defisit sebanyak 41.221,6 ton. Kebutuhan tertinggi daging ayam ras
diperkirakan pada bulan April (6.497,1 ton) dan Mei (6.808,0 ton) yang bertepatan dengan
bulan suci Ramadhan serta Idul fitri.
63
6.7 Telur Ayam Ras
Telur merupakan salah satu komoditas peternakan yang banyak dipilih masyarakat
untuk memenuhi kebutuhan protein hewani karena mudah diperoleh, cukup terjangkau dan
mudah untuk diolah. Kebutuhan telur di Indonesia cukup tinggi, selain diolah langsung oleh
rumah tangga untuk dikonsumsi sendiri juga banyak digunakan sebagai bahan baku pada
industri pengolahan makanan jadi serta bahan baku usaha penyedia makanan dan minuman.
Hal ini menyebabkan harga telur sering mengalami fluktuasi, terutama menjelang perayaan
hari-hari besar seperti lebaran dan natal. Telur yang sering dikonsumsi oleh masyarakat
Indonesia adalah telur ayam ras. Prognosa ketersediaan dan kebutuhan daging ayam ras
Kabupaten Bandung tahun 2021 disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 40 Prognosa Ketersediaan dan Kebutuhan Telur Ayam Ras Tahun 2021 (ton)
Perkiraan Kebutuhan Perkiraan Perkiraan
Produksi
Bulan Konsumsi Konsumsi Neraca Neraca Ket
bersih Total
Langsung RT di luar RT domestik Kumulatif
Jan 21 217,9 2728,2 2052,4 4780,6 -4562,7 -4562,7 Defisit
Feb 21 247,9 2728,2 2052,4 4780,6 -4532,7 -4532,7 Defisit
Mar 21 267,9 2728,2 2052,4 4780,6 -4512,7 -4512,7 Defisit
Apr 21 34,9 2919,2 2196,1 5115,2 -5080,3 -5080,3 Defisit
Mei 21 757,9 3093,8 2327,4 5421,2 -4663,3 -4663,3 Defisit
Jun 21 34,9 2728,2 2052,4 4780,6 -4745,7 -4745,7 Defisit
Jul 21 917,9 2733,7 2056,5 4790,2 -3872,2 -3872,2 Defisit
Agt 21 264,4 2728,2 2052,4 4780,6 -4516,2 -4516,2 Defisit
Sep 21 269,4 2728,2 2052,4 4780,6 -4511,2 -4511,2 Defisit
Okt 21 287,9 2728,2 2052,4 4780,6 -4492,7 -4492,7 Defisit
Nov 21 289,9 2728,2 2052,4 4780,6 -4490,7 -4490,7 Defisit
Des 21 427,9 2758,2 2075,0 4833,2 -4405,2 -4405,2 Defisit
Total 21 4.019,2 33.330,5 25.074,0 58.404,5 -54.385,3 -54.385,3 Defisit
Sama seperti daging sapi serta daging ayam ras, telur ayam ras juga diperkirakan akan
mengalami defisit di sepanjang tahun 2021. Total defisit diperkirakan mencapai 54.385,3 ton.
Kebutuhan telur diperkirakan mencapai 58.404,5 ton. Sementara itu, produksi domestik hanya
mampu menyediakan sebanyak 4.019,2 ton telur ayam ras. Kebutuhan telur ayam ras paling
tinggi pada bulan April dan Mei karena berkaitan dengan bulan suci Ramadhan dan hari raya
idul fitri.
64
VII PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Ketersediaan pangan wilayah merupakan prasyarat terwujudnya ketahanan pangan
penduduk karena kekurangan pangan dapat berdampak pada masalah sosial, keamanan dan
ekonomi. Pada tahun 2020, ketersediaan pangan di Kabupaten Bandung tercatat sudah dapat
mencukupi kebutuhan penduduknya (ketersediaan energi sebesar 2.485 kkal/kapita/hari dan
ketersediaan protein adalah 77 g/kapita/hari). Meski sudah cukup, keberagaman pangan yang
tersedia tersebut belum sesuai dengan standar untuk hidup sehat (Skor Pola Pangan Harapan
Ketersedian sebesar 93.8). Hal ini dikarenakan ketersediaan kelompok pangan umbi-umbian,
buah/biji berminyak, kacang-kacangan, dan gula belum mencukupi kebutuhan ideal penduduk.
Meski demikian, capaian skor PPH tersebut telah melampaui target yang ditetapkan dalam
RPJMD Kabupaten Bandung tahun 2016-2021 yakni 93,0 untuk tahun 2020.
Selanjutnya, jika dilihat lebih detail, 62.3% penyediaan pangan di Kabupaten Bandung
tersebut dipenuhi dari pasokan wilayah lain. Hal ini menunjukkan bahwa produksi pangan di
Kabupaten Bandung masih defisit. Adapun produksi mandiri Kabupaten Bandung hanya
mampu memenuhi 37,7 persen Angka Kecukupan Energi (905 kkal/kapita/hari) dan 55,7
persen Angka Kecukupan Protein (35,1 g/kapita/hari) dengan skor PPH kemandirian pangan
53,3. Sebanyak 19 jenis pangan diestimasikan diimpor ke dalam Kabupaten Bandung yakni
beras, terigu, singkong, ubi jalar, sagu, ikan, daging ruminansia, daging unggas, telur, susu,
minyak kelapa, minyak sawit, kelapa, kemiri, kacang tanah, kacang kedelai, kacang hijau, gula
pasir, gula merah dan buah. Meski secara umum defisit, terdapat tiga jenis komoditas yang
surplus sehingga diestimasikan diekspor keluar Kabupaten Bandung yakni jagung, kentang dan
sayur.
Pangan strategis yang rutin dipantau antara lain yaitu beras, cabe merah, bawang merah,
bawang putih, kedelai, ikan mas, ikan nila, daging sapi, daging ayam ras, dan telur ayam ras.
Ketersediaan pangan strategis tersebut secara berturut-turut sebesar 102,2 kg/kap/tahun, 5,8
kg/kap/tahun, 5,3 kg/kapita/tahun, 0,6 kg/kap/tahun, 7,8 kg/kap/tahun, 0,9 kg/kap/tahun, 1,2
kg/kap/tahun, 7,0 kg/kap/tahun, 29,3 kg/kap/tahun, dan 7.6 kg/kap/tahun.
Berdasarkan hasil perhitungan prognosa ketersediaan dan kebutuhan pangan pada tahun
2020-2021, secara umum semua bahan pangan yang dianalisis diperkirakan akan mengalami
defisit kecuali kacang tanah. Pada November-Desember tahun 2020, diperkirakan beras
mengalami defisit sebanyak 32.855,4 ton. Adapun pada tahun Januai-Agustus tahun 2021,
jumlah defisit beras sebanyak 105.221,2 ton. Selanjutnya, jagung diperkirakan mengalami
65
defisit sebanyak -22.368,0 ton pada November-Desember 2020 dan 63.739,1 ton pada tahun
Januari-September 2021. Adapun kedelai diperkirakan defisit sebanyak -28.838,1 ton pada
tahun Januari-Juli 2021. Sementara itu, kacang tanah diperkirakan akan defisit sebanyak-255,3
ton pada November-Desember 2020 dan surplus sebanyak 169,9 ton pada Januari-September
tahun 2021. Daging sapi, daging ayam ras serta telur secara berturut-turut diperkirakan defisit
sebanyak 10.195 ton, 38,980,8 ton, dan 52.683,8 ton pada tahun 2021.
7.2 Rekomendasi
• Perlu peningkatan manajemen data oleh dinas teknis mengingat kelengkapan dan
validitas data produksi pangan sangat penting dalam perencanaan pangan wilayah.
Hal ini bisa dilakukan dengan memaksimalkan Sistem Informasi Pangan (SIP) yang
sedang dikembangkan oleh DKPP Kabupaten Bandung. Adapun pencatatan ekspor-
impor pangan perlu diupayakan oleh Dinas Perdagangan dan Perindustrian.
• Jumlah produksi pangan di Kabupaten Bandung banyak yang mengalami
penurunan. Demikian halnya dengan jumlah ekspor yang semakin menurun jumlah
dan jenisnya. Untuk mencegah semakin menurunnya kemandirian pangan di
Kabupaten Bandung maka penekanan alih fungsi lahan sangat mendesak untuk
dilakukan.
• Jagung, kentang dan sayuran (terutama bawang merah, ketimun, kol, tomat, sawi,
cabe, lobak, labu siam, buncis dan jamur) merupakan komoditas yang surplus
berdasarkan hasil analisis NBM. Selain itu, komoditas peternakan menunjukkan
adanya peningkatan produksi meskipun tetap lebih rendah dibandingkan kebutuhan
penduduk. Hal tersebut menunjukkan bahwa komoditas-komoditas tersebut
memiliki potensi yang baik sehingga perlu diberikan perhatian dari dinas terkait.
• Ketersediaan pangan pokok masih didominasi oleh beras dan terigu, sedangkan
ketersediaan umbi-umbian masih sangat terbatas. Hal tersebut akan menghambat
upaya diversifikasi konsumsi pangan pokok. Oleh karena itu diperlukan upaya
peningkatan ketersediaan umbi-umbian di Kabupaten Bandung baik melalui
peningkatan produksi domestik maupun impor dari wilayah lain. Demikian halnya
untuk kacang-kacangan serta buah/biji berminyak
• Berdasarkan perhitungan prognosa pangan, hampir semua jenis pangan strategis
yang dianalisis diperkirakan akan mengalami defisit. Oleh karena itu, Pemerintah
Kabupaten Bandung perlu melakukan upaya stabilisasi pasokan pangan. Hal yang
66
dapat dilakukan diantaranya yakni mendahulukan produksi untuk keperluan
domestik serta menjalin kerjasama dengan daerah surplus yang terdekat dengan
wilayah Kabupaten Bandung.
67
VIII DAFTAR PUSTAKA
68
IX LAMPIRAN
69
Lampiran 2. Data Produksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Tahun 2019
Produksi Tanaman Pangan
Kelompok/Jenis Pangan
dan Hortikultura(ton)
Padi-Padian
Gabah Krg Giling 344.214,4
Jagung Pipil Kering (Maize)
Jagung Basah (Fresh maize) 33.079,0
Makanan Berpati
Ubi Jalar 10.550,1
Ubi Kayu 33.945,0
Sagu/Tepung Sagu -
Umbi-Umbian Lain (sebutkan) -
Gula
Gula Pasir -
Gula Merah/Aren -
Buah Biji Berminyak
Kacang Tanah Lepas Kulit 338,4
Kedelai 1.380,4
Kacang Hijau -
Kelapa Daging / Coconut Fresh 30,7
Kopra -
Buah-Buahan
Alpokat 4.622,5
Jeruk Siam 990,4
Duku 62,1
Durian 884,5
Jambu 2.622,5
Mangga 2.456,7
Nenas 1,7
Pepaya 340,9
Pisang 37.970,8
Rambutan 289,2
Salak 4,5
Sawo 252,5
Melon 12,3
Semangka 0,1
Belimbing 163,6
Manggis 63,5
Nangka/Cempedak 1.119,7
Markisa 24,5
Sirsak 102,8
70
Produksi Tanaman Pangan
Kelompok/Jenis Pangan
dan Hortikultura(ton)
Sukun 597,0
Strawberry 3.819,0
Blewah 40,0
Jeruk Besar 1.905,2
Sayuran
Bawang Merah 62.100,1
Ketimun 19.473,9
Kacang Merah 7.012,2
Kacang Panjang 4.148,7
Kentang 81.654,3
Kol/Kubis 97.813,0
Tomat 73.886,4
Wortel 48.564,6
Cabe 43.426,1
Terung 9.007,4
Petsai/Sawi 78.906,6
Bawang Daun 39.223,6
Kangkung 4.677,8
Lobak 10.568,2
Labu Siam 55.174,4
Buncis 14.476,9
Bayam 1.343,4
Bawang Putih 2.909,1
Kembang Kol 7.201,3
Jamur 113.831,1
Melinjo 615,6
Petai 3.573,0
Jengkol 1.163,7
Cabe rawit 21.044,6
Paprika 83,7
71
Lampiran 3. Data Produksi Peternakan Tahun 2019
Kelompok/Jenis Pangan Produksi Peternakan (ton)
Daging
Daging Sapi 6.553,7
Daging Kerbau 70,3
Daging Kambing 35,1
Daging Domba 600,2
Daging Kuda 2,7
Daging Babi -
Daging Ayam Buras 2.228,0
Daging Ayam Ras 35.754,1
Daging Itik 273,3
Daging Burung Puyuh 5,5
Telur
Telur Ayam Buras 9.244,3
Telur Ayam Ras 6.637,9
Telur Itik 3.031,9
Telur Puyuh 391,2
Susu
Susu Sapi 79.191,8
72
Lampiran 4. Data Produksi Perikanan Tahun 2019
Kelompok/Jenis Pangan Produksi Perikanan (ton)
Ikan Mas 3.792,3
Lele 5.960,8
Nila 4.569,2
Ikan Lainnya 599,0
73
Lampiran 5 Luas Tanam, Luas Panen, Provitas dan Produksi Pangan Per Bulan November-Desember 2019
Luas tanam (ha) Luas panen (ha) Provitas (kw/ha) Produksi (ton/tahun)
Jenis Pangan
Nov Des Nov Des Nov Des Nov Des
Beras 7.115,00 8.168,00 7.006,00 6.655,00 63,81 64,07 44.705,29 42.638,59
Jagung 958,00 2.586,00 77,00 203,00 54,68 60,25 421,04 1.223,08
Kedelai 25,00 124,00 - - - - - -
Kacang Tanah 50,00 359,00 1,00 3,00 14,72 14,72 1,47 4,42
74
Lampiran 8 Provitas Pangan Per Bulan Tahun 2020
Provitas (kw/ha) 2020
Jenis Pangan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sept
Beras 61,13 61,13 61,13 61,13 61,13 61,13 61,13 61,13 61,13
Jagung 66,52 66,92 67,19 69,80 68,00 68,82 70,28 69,05 66,03
Kedelai 13,66 13,71 13,75 14,09 14,74 14,05 14,37 - -
Kacang Tanah 14,96 14,44 14,68 14,67 14,57 14,64 14,42 14,31 14,07
75
Lampiran 10 Perhitungan Produksi Bersih Beras Tahun 2020 (ton)
Penggunaan Produksi
Produksi Penggunaan Ketersediaan Produksi
Bulan Stok Awal GKG beras non beras siap
GKP GKG GKG beras kotor
pangan konsumsi
November 637,7 44.705,3 36.653,9 2.675,7 33.978,1 21.783,4 718,9 21.064,5
Desember 17,7 42.638,6 34.959,4 2.552,0 32.407,3 20.776,3 685,6 20.090,7
Total 87.343,9 71.613,2 5.227,8 66.385,5 42.559,7 1.404,5 41.155,3
76
Lampiran 12 Pengadaan dan Penyaluran Cadangan Beras Tahun 2020 (ton)
CPPD BTT Total
Stok Stok
Bulan
awal Pengadaan Penyaluran Sisa awal Pengadaan Penyalur Sisa Stok Penyaluran Sisa
77
TABEL 1 : NERACA BAHAN MAKANAN 2019
TABLE 1 : FOOD BALANCE SHEET 2019
Produksi Penyediaan Pemakaian dalam Kabupaten/Kota Ketersediaan untuk konsumsi per kapita
Production Perubah- Kab/Kota Penyediaan Regional Utilization Per Capita Consumption Availability
Jenis Bahan Makanan (Ton) an Stok Impor Ekspor Ekspor Kab/Kota (Ton)
Commodity Changes Imports Supply Exports Supply Diolah untuk Penggunaan
Yang Lain Bahan Energi Protein Lemak
Masukan Keluaran in Stock Available Available Pakan Bibit Manufacture for Tercecer Makanan kg/thn gr/hari kal/hari Proteins Fats
Input Output before Export Feed Seed Makanan Bukan Waste Food kg/year gr/day cal/day gr/day gr/day
Makanan
Food Non Food
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19)
I . PADI-PADIAN /
CEREALS
1 . Padi gagang Kering Giling / - 344.214,39 - - 344.214,39 - 344.214,39 1.514,54 - 324.112,27 - 18.587,58 - - - - - -
Dry stalk paddy /unhusked rice
2 . Gabah Krg Giling / Beras 324.112,27 207.788,38 - 188.591,95 396.380,33 - 396.380,33 673,85 - - - 9.909,51 385.796,97 102,19 279,97 1.010,70 24,55 4,48
Unhusked rice / Rice
3 . Jagung / - 28.778,73 693,35 - 28.085,38 23.436,09 4.649,29 2.773,41 - - - 232,46 - 1.643,42 0,44 1,19 3,94 0,08 0,06
Maize
5 . Gandum - - - - - - - - - - - - - - - - -
Wheat
6 . Tepung gandum - - - 224.350,08 224.350,08 - 224.350,08 - - - - 650,62 223.699,47 59,25 162,34 540,59 14,61 1,62
Wheat Flour 443,51 1.555,23 39,24 6,16
II . MAKANAN BERPATI /
STARCHY FOOD
1 . Ubi Jalar / - 10.550,10 - 153,44 10.703,54 - 10.703,54 214,07 - - - 1.070,35 9.419,12 2,49 6,84 6,39 0,05 0,05
Sweet potatoes
2 . Ubi Kayu / - 33.944,99 - 4.891,11 38.836,10 - 38.836,10 776,72 - - - 827,21 37.232,17 9,86 27,02 35,37 0,23 0,07
Cassava
3 . Sagu / Tepung Sagu - - - 100,71 100,71 - 100,71 - - - - 0,73 99,98 0,03 0,07 0,25 0,00 0,00
Sagopith / Sago flour 33,93 42,00 0,28 0,12
III . G U L A /
SUGAR
1 . Gula Pasir / - - - 12.902,70 12.902,70 - 12.902,70 - - - - 126,45 12.776,25 3,38 9,27 33,75 0,00 0,00
Refined Sugar
2 . Gula merah - - - 7.268,52 7.268,52 - 7.268,52 - - - - - 7.268,52 1,93 5,27 19,89 0,16 0,53
Brown sugar 14,55 53,64 0,16 0,53
IV . BUAH/BIJI BERMINYAK /
PULSES NUT & OIL SEEDS
16
TABEL 1 : NERACA BAHAN MAKANAN 2019
TABLE 1 : FOOD BALANCE SHEET 2019
Produksi Penyediaan Pemakaian dalam Kabupaten/Kota Ketersediaan untuk konsumsi per kapita
Production Perubah- Kab/Kota Penyediaan Regional Utilization Per Capita Consumption Availability
Jenis Bahan Makanan (Ton) an Stok Impor Ekspor Ekspor Kab/Kota (Ton)
Commodity Changes Imports Supply Exports Supply Diolah untuk Penggunaan
Yang Lain Bahan Energi Protein Lemak
Masukan Keluaran in Stock Available Available Pakan Bibit Manufacture for Tercecer Makanan kg/thn gr/hari kal/hari Proteins Fats
Input Output before Export Feed Seed Makanan Bukan Waste Food kg/year gr/day cal/day gr/day gr/day
Makanan
Food Non Food
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19)
2 . Kacang Tanah Lepas Kulit / 563,97 338,38 - 1.417,40 1.755,78 - 1.755,78 - - 149,42 - 87,79 1.518,57 0,40 1,10 6,04 0,31 0,48
Groundnuts in shelled
3 . Kedelai / - 1.380,38 - 29.735,08 31.115,46 - 31.115,46 105,79 - - - 1.555,77 29.453,90 7,80 21,37 81,44 8,64 3,57
Soyabeans
4 . Kacang Hijau / - - - 1.745,34 1.745,34 - 1.745,34 34,91 - - - 87,27 1.623,16 0,43 1,18 3,97 0,24 0,02
Greenpeas
5 . Kelapa Berkulit / daging / 122,97 30,74 - 3.709,13 3.739,87 - 3.739,87 - - 2.366,96 - 136,51 1.236,40 0,33 0,90 1,71 0,02 0,17
Coconut in husk /Coconut meat
V . BUAH-BUAHAN /
FRUITS
1 . Alpokat / - 4.622,49 - - 4.622,49 - 4.622,49 - - - - 37,44 4.585,05 1,21 3,33 1,73 0,02 0,13
Avocados
2 . Jeruk / - 990,39 - - 990,39 - 990,39 - - - - 38,72 951,67 0,25 0,69 0,15 0,00 0,00
Oranges
3 .Duku/ - 62,09 - - 62,09 - 62,09 - - - - 0,50 61,59 0,02 0,04 0,02 0,00 0,00
Lanzon
4 . Durian / - 884,46 - - 884,46 - 884,46 - - - - 88,45 796,02 0,21 0,58 0,17 0,00 0,00
Durians
5 . Jambu / - 1.213,48 - - 1.213,48 - 1.213,48 - - - - 9,83 1.203,65 0,32 0,87 0,33 0,00 0,00
Waterapples
6 Jambu Air - 1.409,40 - - 1.409,40 - 1.409,40 - - - - 11,42 1.397,98 0,37 1,01 0,42 0,01 0,00
Rose Apple
7 . Mangga / - 2.456,68 - - 2.456,68 - 2.456,68 - - - - 171,97 2.284,71 0,61 1,66 0,39 0,00 0,00
Mangoes
8 . Nenas / - 1,69 - - 1,69 - 1,69 - - - - 0,09 1,60 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Pineapples
9 . Pepaya / - 340,90 - - 340,90 - 340,90 - - - - 21,14 319,77 0,08 0,23 0,06 0,00 0,00
17
TABEL 1 : NERACA BAHAN MAKANAN 2019
TABLE 1 : FOOD BALANCE SHEET 2019
Produksi Penyediaan Pemakaian dalam Kabupaten/Kota Ketersediaan untuk konsumsi per kapita
Production Perubah- Kab/Kota Penyediaan Regional Utilization Per Capita Consumption Availability
Jenis Bahan Makanan (Ton) an Stok Impor Ekspor Ekspor Kab/Kota (Ton)
Commodity Changes Imports Supply Exports Supply Diolah untuk Penggunaan
Yang Lain Bahan Energi Protein Lemak
Masukan Keluaran in Stock Available Available Pakan Bibit Manufacture for Tercecer Makanan kg/thn gr/hari kal/hari Proteins Fats
Input Output before Export Feed Seed Makanan Bukan Waste Food kg/year gr/day cal/day gr/day gr/day
Makanan
Food Non Food
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19)
Papayas
10 . Pisang / - 37.970,76 - - 37.970,76 - 37.970,76 - - - - 1.784,63 36.186,13 9,59 26,26 12,68 0,14 0,04
Bananas
11 . Rambutan / - 289,18 - - 289,18 - 289,18 - - - - 2,34 286,84 0,08 0,21 0,02 0,00 0,00
Rambutans
12 . Salak / - 4,49 - - 4,49 - 4,49 - - - - 0,31 4,18 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Zalaka edulis
13 . S a w o / - 252,46 - - 252,46 - 252,46 - - - - 2,04 250,42 0,07 0,18 0,10 0,00 0,00
Sapodila
14 Melon - 12,30 - - 12,30 - 12,30 - - - - 0,10 12,20 0,00 0,01 0,00 0,00 0,00
15 . Semangka / - 0,10 - - 0,10 - 0,10 - - - - 0,00 0,10 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Watermelon
16 . Belimbing / - 163,63 - - 163,63 - 163,63 - - - - 1,36 162,27 0,04 0,12 0,03 0,00 0,00
Starfruit
17 . Manggis / - 63,53 - - 63,53 - 63,53 - - - - 0,53 63,00 0,02 0,05 0,01 0,00 0,00
18 . Nangka / Cempedak - 1.119,65 - - 1.119,65 - 1.119,65 - - - - 9,29 1.110,36 0,29 0,81 0,07 0,00 0,00
19 . Markisa / - 24,51 - - 24,51 - 24,51 - - - - 0,20 24,31 0,01 0,02 0,01 0,00 0,00
20 . Sirsak / - 102,76 - - 102,76 - 102,76 - - - - 0,85 101,91 0,03 0,07 0,03 0,00 0,00
21 . Sukun / - 596,98 - - 596,98 - 596,98 - - - - 4,95 592,03 0,16 0,43 0,47 0,01 0,00
24 Stroberry - 3.819,00 - - 3.819,00 - 3.819,00 - - - - 31,70 3.787,30 1,00 2,75 1,02 0,02 0,03
Strawberry
25 Blewah - 40,00 - - 40,00 - 40,00 - - - - - 40,00 0,01 0,03 0,02 0,00 0,00
Cantalaupe
27 Jeruk Besar - 1.905,20 - - 1.905,20 - 1.905,20 - - - - - 1.905,20 0,50 1,38 0,41 0,01 0,00
18
TABEL 1 : NERACA BAHAN MAKANAN 2019
TABLE 1 : FOOD BALANCE SHEET 2019
Produksi Penyediaan Pemakaian dalam Kabupaten/Kota Ketersediaan untuk konsumsi per kapita
Production Perubah- Kab/Kota Penyediaan Regional Utilization Per Capita Consumption Availability
Jenis Bahan Makanan (Ton) an Stok Impor Ekspor Ekspor Kab/Kota (Ton)
Commodity Changes Imports Supply Exports Supply Diolah untuk Penggunaan
Yang Lain Bahan Energi Protein Lemak
Masukan Keluaran in Stock Available Available Pakan Bibit Manufacture for Tercecer Makanan kg/thn gr/hari kal/hari Proteins Fats
Input Output before Export Feed Seed Makanan Bukan Waste Food kg/year gr/day cal/day gr/day gr/day
Makanan
Food Non Food
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19)
Pomelo
38 . Lainnya / *) - - - 176.606,76 176.606,76 - 176.606,76 - - - - - 176.606,76 46,78 128,16 47,40 0,81 1,45
Others 168,90 65,54 1,02 1,67
*) Melon, Blewah, Stroberi
VI . SAYURAN / 779.027,79
VEGETABLES
1 . Bawang Merah / 62,10 40.091,82 - - 40.091,82 18.114,88 21.976,95 - 52,74 - - 1.837,27 20.086,93 5,32 14,58 4,60 0,18 0,04
Shallot
2 . Ketimun / - 19.473,90 - - 19.473,90 9.319,80 10.154,10 - 72,09 - - 251,82 9.830,19 2,60 7,13 0,34 0,02 0,01
Cucumber
3 . Kacang Merah / - 7.012,20 - - 7.012,20 - 7.012,20 - 201,25 - - 192,84 6.618,11 1,75 4,80 12,82 0,67 0,11
Kidney Beans
4 . Kacang Panjang / - 4.148,70 - - 4.148,70 1.985,89 2.162,81 - 9,52 - - 59,04 2.094,25 0,55 1,52 0,31 0,03 0,01
Cow Peas
5 . Kentang / - 81.654,30 - - 81.654,30 53.555,50 28.098,80 - 334,38 - - 1.410,56 26.353,86 6,98 19,13 8,47 0,29 0,03
Potatoes
6 . Kol / Kubis / - 97.813,00 - - 97.813,00 45.650,75 52.162,25 - - - - 2.915,87 49.246,38 13,04 35,74 4,82 0,28 0,04
Cabbage
19
TABEL 1 : NERACA BAHAN MAKANAN 2019
TABLE 1 : FOOD BALANCE SHEET 2019
Produksi Penyediaan Pemakaian dalam Kabupaten/Kota Ketersediaan untuk konsumsi per kapita
Production Perubah- Kab/Kota Penyediaan Regional Utilization Per Capita Consumption Availability
Jenis Bahan Makanan (Ton) an Stok Impor Ekspor Ekspor Kab/Kota (Ton)
Commodity Changes Imports Supply Exports Supply Diolah untuk Penggunaan
Yang Lain Bahan Energi Protein Lemak
Masukan Keluaran in Stock Available Available Pakan Bibit Manufacture for Tercecer Makanan kg/thn gr/hari kal/hari Proteins Fats
Input Output before Export Feed Seed Makanan Bukan Waste Food kg/year gr/day cal/day gr/day gr/day
Makanan
Food Non Food
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19)
7 . Tomat / - 73.886,40 - - 73.886,40 33.041,10 40.845,30 - 290,00 - - 3.606,64 36.948,66 9,79 26,81 4,84 0,24 0,08
Tomatoes
8 . Wortel / - 48.564,60 - - 48.564,60 23.417,25 25.147,35 - - - - 618,62 24.528,72 6,50 17,80 4,51 0,13 0,08
Carrots
9 . Cabe / - 43.426,10 - - 43.426,10 20.183,87 23.242,23 - 165,02 - - 1.224,87 21.852,34 5,79 15,86 3,56 0,11 0,04
Chilli
10 Cabe Rawit - 21.044,60 - - 21.044,60 9.677,22 11.367,38 - 80,71 - - 712,74 10.573,94 2,80 7,67 7,83 0,33 0,13
11 . Terung / - 9.007,40 - - 9.007,40 4.308,08 4.699,32 - 34,31 - - 118,42 4.546,59 1,20 3,30 1,07 0,04 0,02
Eggplant
12 . Petsai / sawi / - 78.906,60 - - 78.906,60 41.047,79 37.858,81 - - - - 931,33 36.927,48 9,78 26,80 1,54 0,15 0,03
Cabbage / Mustard Greens
Chinese Radish
13 . Bawang Daun / - 39.223,60 - - 39.223,60 18.777,41 20.446,19 - 143,12 - - 502,98 19.800,09 5,24 14,37 2,79 0,17 0,07
Spring Onions
14 . Kangkung / - 4.677,80 - - 4.677,80 - 4.677,80 - 27,13 - - 120,69 4.529,98 1,20 3,29 0,39 0,05 0,01
Swampcabbage
15 . Lobak / - 10.568,20 - - 10.568,20 - 10.568,20 - 41,22 - - 294,85 10.232,13 2,71 7,43 1,29 0,06 0,01
Radish
16 . Labu Siam / - 55.174,40 - - 55.174,40 26.410,76 28.763,64 - 123,68 - - 788,12 27.851,83 7,38 20,21 5,03 0,10 0,02
Pumpkin
17 . Buncis / - 14.476,90 - - 14.476,90 6.929,77 7.547,13 - 33,21 - - 206,04 7.307,88 1,94 5,30 1,46 0,10 0,01
Greenbeans
18 . Bayam / - 1.343,40 - - 1.343,40 - 1.343,40 - 5,91 - - 36,67 1.300,81 0,34 0,94 0,08 0,00 0,00
Spinach
19 . Bawang Putih / 2,91 2.065,46 - - 2.065,46 - 2.065,46 - 4,96 - - 147,27 1.913,24 0,51 1,39 1,02 0,05 0,00
Garlic
20 . Kembang Kol / - 7.201,30 - - 7.201,30 - 7.201,30 - - - - 187,95 7.013,35 1,86 5,09 0,73 0,07 0,01
21 . Jamur / - 113.831,10 - - 113.831,10 51.803,55 62.027,55 - - - - 1.618,92 60.408,63 16,00 43,84 31,34 4,34 0,35
Mushroom
20
TABEL 1 : NERACA BAHAN MAKANAN 2019
TABLE 1 : FOOD BALANCE SHEET 2019
Produksi Penyediaan Pemakaian dalam Kabupaten/Kota Ketersediaan untuk konsumsi per kapita
Production Perubah- Kab/Kota Penyediaan Regional Utilization Per Capita Consumption Availability
Jenis Bahan Makanan (Ton) an Stok Impor Ekspor Ekspor Kab/Kota (Ton)
Commodity Changes Imports Supply Exports Supply Diolah untuk Penggunaan
Yang Lain Bahan Energi Protein Lemak
Masukan Keluaran in Stock Available Available Pakan Bibit Manufacture for Tercecer Makanan kg/thn gr/hari kal/hari Proteins Fats
Input Output before Export Feed Seed Makanan Bukan Waste Food kg/year gr/day cal/day gr/day gr/day
Makanan
Food Non Food
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19)
22 . Melinjo / - 615,60 - - 615,60 - 615,60 - 16,81 - - 16,07 582,73 0,15 0,42 0,17 0,01 0,00
23 . Petai / - 3.573,00 - - 3.573,00 - 3.573,00 - 97,54 - - 93,26 3.382,20 0,90 2,45 0,45 0,03 0,01
24 . Jengkol / - 1.163,70 - - 1.163,70 - 1.163,70 - 31,77 - - 30,37 1.101,56 0,29 0,80 0,94 0,04 0,00
25 Paprika - 83,70 - - 83,70 - 83,70 - 0,54 - - 2,18 80,98 0,02 0,06 0,01 0,01 0,00
Sweet Pepper
VII . D A G I N G /
MEAT
1 . Daging Sapi / 8.746,36 6.553,65 - 21.375,40 27.929,05 - 27.929,05 - - - - 1.396,45 26.532,60 7,03 19,25 39,86 3,62 2,70
Beef Meat
2 . Daging Kerbau / 100,01 70,31 - - 70,31 - 70,31 - - - - 3,52 66,79 0,02 0,05 0,04 0,01 0,00
Buffalo Meat
3 . Daging Kambing / 51,76 35,11 - - 35,11 - 35,11 - - - - 1,76 33,35 0,01 0,02 0,04 0,00 0,00
Meat Goat
4 . Daging Domba / 829,94 600,21 - - 600,21 - 600,21 - - - - 30,01 570,20 0,15 0,41 1,08 0,07 0,09
Mutton Meat
5 . Daging Kuda / 3,79 2,74 - - 2,74 - 2,74 - - - - 0,14 2,60 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Horse Meat
21
TABEL 1 : NERACA BAHAN MAKANAN 2019
TABLE 1 : FOOD BALANCE SHEET 2019
Produksi Penyediaan Pemakaian dalam Kabupaten/Kota Ketersediaan untuk konsumsi per kapita
Production Perubah- Kab/Kota Penyediaan Regional Utilization Per Capita Consumption Availability
Jenis Bahan Makanan (Ton) an Stok Impor Ekspor Ekspor Kab/Kota (Ton)
Commodity Changes Imports Supply Exports Supply Diolah untuk Penggunaan
Yang Lain Bahan Energi Protein Lemak
Masukan Keluaran in Stock Available Available Pakan Bibit Manufacture for Tercecer Makanan kg/thn gr/hari kal/hari Proteins Fats
Input Output before Export Feed Seed Makanan Bukan Waste Food kg/year gr/day cal/day gr/day gr/day
Makanan
Food Non Food
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19)
Pork Meat
7 . Daging Ayam Buras / - 2.228,04 - - 2.228,04 - 2.228,04 - - - - 111,40 2.116,64 0,56 1,54 2,69 0,16 0,22
Local Chicken Meat
8 . Daging Ayam Ras / - 35.754,11 - 80.654,09 116.408,20 - 116.408,20 - - - - 5.820,41 110.587,79 29,29 80,25 140,57 8,47 11,64
Improved Chicken Meat
9 . Daging Itik / - 273,27 - - 273,27 - 273,27 - - - - 13,66 259,61 0,07 0,19 0,35 0,02 0,03
Duck Meat
10 Daging Burung Puyuh - 5,53 - - 5,53 - 5,53 - - - - - 5,53 0,00 0,00 0,01 0,00 0,00
VIII . T E L U R /
EGGS
1 . Telur Ayam Buras / - 9.244,33 - - 9.244,33 9.244,33 - 2.311,08 - - 356,83 6.576,41 1,74 4,77 5,92 0,39 0,46
Local Hen Eggs
2 . Telur Ayam Ras / - 6.637,89 - 22.480,49 29.118,39 29.118,39 - - - - 596,93 28.521,46 7,55 20,70 25,53 2,06 1,79
Improved Hen Eggs
3 . Telur Itik / - 3.031,88 - - 3.031,88 3.031,88 - 409,30 - - 118,85 2.503,73 0,66 1,82 2,93 0,18 0,24
Duck Eggs
4 Telur Puyuh - 391,21 - - 391,21 391,21 - - - - - 391,21 0,10 0,28 0,30 0,03 0,02
Quail Eggs 27,57 34,68 2,65 2,50
IX . S U S U /
MILK
1 . Susu Sapi / - 79.191,77 - - 79.191,77 - 79.191,77 7.919,18 - - - 4.513,93 66.758,66 17,68 48,45 29,55 1,55 1,70
Cow Milk
2 . Susu impor / - - - 29.915,41 29.915,41 - 29.915,41 - - - - - 29.915,41 7,92 21,71 13,24 0,69 0,76
Imported milk 70,16 42,80 2,25 2,46
XI IKAN /
FISH
1 . Tuna/Cakalng/Tongkol - - - - - - - - - - - - - 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Tunas/Skipjade/Eastern little
22
TABEL 1 : NERACA BAHAN MAKANAN 2019
TABLE 1 : FOOD BALANCE SHEET 2019
Produksi Penyediaan Pemakaian dalam Kabupaten/Kota Ketersediaan untuk konsumsi per kapita
Production Perubah- Kab/Kota Penyediaan Regional Utilization Per Capita Consumption Availability
Jenis Bahan Makanan (Ton) an Stok Impor Ekspor Ekspor Kab/Kota (Ton)
Commodity Changes Imports Supply Exports Supply Diolah untuk Penggunaan
Yang Lain Bahan Energi Protein Lemak
Masukan Keluaran in Stock Available Available Pakan Bibit Manufacture for Tercecer Makanan kg/thn gr/hari kal/hari Proteins Fats
Input Output before Export Feed Seed Makanan Bukan Waste Food kg/year gr/day cal/day gr/day gr/day
Makanan
Food Non Food
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19)
23
TABEL 1 : NERACA BAHAN MAKANAN 2019
TABLE 1 : FOOD BALANCE SHEET 2019
Produksi Penyediaan Pemakaian dalam Kabupaten/Kota Ketersediaan untuk konsumsi per kapita
Production Perubah- Kab/Kota Penyediaan Regional Utilization Per Capita Consumption Availability
Jenis Bahan Makanan (Ton) an Stok Impor Ekspor Ekspor Kab/Kota (Ton)
Commodity Changes Imports Supply Exports Supply Diolah untuk Penggunaan
Yang Lain Bahan Energi Protein Lemak
Masukan Keluaran in Stock Available Available Pakan Bibit Manufacture for Tercecer Makanan kg/thn gr/hari kal/hari Proteins Fats
Input Output before Export Feed Seed Makanan Bukan Waste Food kg/year gr/day cal/day gr/day gr/day
Makanan
Food Non Food
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19)
Blood cockles
21 . Cumi-cumi/Sotong - - - - - - - - - - - - - 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Common scids & Cutlle fishes
22 Rumput laut - - - - - - - - - - - - - 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Sea weeds
29 . Lainnya - 598,96 - 18.466,88 19.065,84 - 19.065,84 - - - - 95,33 18.970,51 5,02 13,77 5,70 1,12 0,09
Others 14.921,22 24,06 12,23 2,33 0,23
X . MINYAK /
LEMAK
1 . Kacang Tanah / Minyak Goreng 149,42 77,70 - - 77,70 - 77,70 - - - - - 77,70 0,02 0,06 0,51 0,00 0,06
Cooking Oil
2 . Kopra / Minyak Goreng 585,29 351,17 - 183,29 534,46 - 534,46 - - - - 8,34 526,13 0,14 0,38 3,32 0,00 0,37
Cooking Oil
3 . Minyak Sawit - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Palm Oil
4 . Minyak Sawit / Minyak Goreng - - - 45.450,55 45.450,55 - 45.450,55 - - - - 704,48 44.746,07 11,85 32,47 292,90 0,00 15,10
Palm Oils / Cooking Oils
24
TABEL 1 : NERACA BAHAN MAKANAN 2019
TABLE 1 : FOOD BALANCE SHEET 2019
Produksi Penyediaan Pemakaian dalam Kabupaten/Kota Ketersediaan untuk konsumsi per kapita
Production Perubah- Kab/Kota Penyediaan Regional Utilization Per Capita Consumption Availability
Jenis Bahan Makanan (Ton) an Stok Impor Ekspor Ekspor Kab/Kota (Ton)
Commodity Changes Imports Supply Exports Supply Diolah untuk Penggunaan
Yang Lain Bahan Energi Protein Lemak
Masukan Keluaran in Stock Available Available Pakan Bibit Manufacture for Tercecer Makanan kg/thn gr/hari kal/hari Proteins Fats
Input Output before Export Feed Seed Makanan Bukan Waste Food kg/year gr/day cal/day gr/day gr/day
Makanan
Food Non Food
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19)
32,91 296,73 0,00 15,53
9 . Lemak sapi / - 568,51 - - 568,51 - 568,51 - - - - - 568,51 0,15 0,41 3,37 0,01 0,37
Cow Fats
10 . Lemak Kerbau / - 4,69 - - 4,69 - 4,69 - - - - - 4,69 0,00 0,00 0,03 0,00 0,00
Buffalo Fats
11 . Lemak Kambing / - 4,07 - - 4,07 - 4,07 - - - - - 4,07 0,00 0,00 0,02 0,00 0,00
Goat Fats
12 . Lemak Domba / - 63,91 - - 63,91 - 63,91 - - - - - 63,91 0,02 0,05 0,38 0,00 0,04
Mutton fats
25