Tafsir Ayat-Ayat Aqidah Dan Akhlak KLMP 8

You might also like

You are on page 1of 5

Tafsir Ayat-Ayat tentang Berbuat Baik Kepada Orang tua

Pengertian Berbuat Baik Kepada Orang tua

Berbuat baik kepada orang tua sudah menjadi kewajiban yang harus dilakukan setiap
anak. berbakti adalah menaati kedua orang tua dengan melakukan semua apa yang mereka
perintahkan selama hal tersebut tidak bermaksiat kapada Allah. kata al-Walidain memiliki arti
kedua orang tua kandung. Sedangkan al-Birr biasa diartikan dengan baik dan taat (ash-shidq wa
ath-tha'ah). Bagi orang arab kata kerja barra-yabarru untuk mengatakan bahwa seseorang itu
baik; barra-yabarru fi yaminihi berarti (seseorang) menepati janjinya, tidak mengingkarinya;
barra-yabarru rahimahu berarti (seseorang) menyambungkan tali kasih sayangnya. Jika
konteksnya hubungan hamba dan tuhannya: Fulan yabarru rabbahu, maka artinya si Fulan taat
kepada Rabbnya. Seseorang yang berbuat baik kepada keluarganya dan yang baik kepada orang-
orang di sekitarnya dikategorikan sebagai orang-orang yang berbakti (bararah; abrur). Ibnu
umar meriwayatkan: "Allah menyebut mereka abrar (orang- orang yang berbakti) karena mereka
berbuat baik kepada orang tua dan anak-anak mereka."
Allah Swt berfirman: "Sembahlah Allah dann janganlah kamu mempersekutukannya
dengan sesuatupun dan berbuat baiklah kepada ibu-bapak ..." (Qs. An-nisa' : 36).1
Menurut al-Maraghi dan Hamka, Berbuat baik atau Berbakti kepada orang tua
mempunyai pengertian tersendiri. Menurut Al-Maraghi, berbakti kepada kedua orang tua adalah
menghormati keduanya dengan rasa cinta, memuliakan keduanya bukan dengan rasa takut. 2
Sedangkan menurut Hamka, berbakti kepada kedua orang tua adalah menghormati dan
memuliakan keduanya disebabkan karena melalui orang tua, manusia dilahirkan.3
Dari pengertian yang telah diuraikan oleh keduanya di atas, dapat diambil kesimpulan
bahwa keduanya memiliki persamaan dan perbedaan dalam memaknai berbakti kepada kedua
orang tua. Persamaan keduanya adalah memaknai berbakti kepada kedua orang tua dengan
menghormati dan memuliakan. Sedangkan perbedaan yang dapat dilihat, Hamka memberi

1
“Keutamaan Birrul Walidayn”: Hikmah Di Balik Kisah Orang-Orang Yang Berbakti Kepada Orang Tua
Ibrahim al-Hazimiy,” h. 3.
2
Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Jilid 7, hlm. 66. 18 Hamka, 1982, Tafsir Al-Azhar Juz’ 4, (Jakarta: Pustaka
Panjimas), h. 63.
3
Hamka, 1982, Tafsir Al-Azhar Juz’ 4, (Jakarta: Pustaka Panjimas), h. 63.
tambahan penjelasan mengenai sebab keduanya dihormati dan dimuliakan sedangkan Al-
Maraghi tidak.
Berbakti kepada kedua orang tua merupakan amal baik yang memiliki tingkatan yang
sangat tinggi. Dalil yang menunjukkan perintah berbakti kepada kedua orang tua telah banyak
disebutkan dalam Al-Qur’an. Berbuat baik kepada orang tua lebih tinggi dari pada amal-amal di
bawah jihad di jalan Allah Swt.,
Al-Maraghi dan Hamka menjelaskan keutamaan berbakti kepada kedua orang tua dalam
beberapa ayat yang sama, yaitu pada Surah Al-Baqarah ayat 83, An-Nisa ayat 36, Al-An’am ayat
151, Luqman ayat 14-15 dan Al-Ahqaf ayat 15. Keduanya menyebutkan dalam Surah Al-
Baqarah ayat 83 bahwa anak haruslah selalu berbakti kepada kedua orang tua, karena melalui
orang tua Allah memberikan rahmat dan karunia-Nya berupa kasih sayang sehingga anak dapat
merasakan perlindungan, pendidikan dan pengasuhan yang tidak ada batasnya. Oleh karena itu,
balasan terbaik bagi mereka adalah dengan berbuat baik kepada keduanya. Sebagaimana firman
Allah swt didalam QS. Ar-Rahman/55: 60 :
ُ‫ان اِاَّل ااْلِ ْح َسا ۚن‬
ِ ‫هَل جزاۤء ااْلِ حس‬
َ ْ ُ ََ ْ

“Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).” (Ar-Rahman: 55/60)


Disebutkan pula dalam Surah An-Nisa ayat 36 mengenai keutamaan berbakti kepada
kedua orang tua. Dalam ayat tersebut al Maraghi dan Hamka menjelaskan bahwa orang tualah
yang menjadi perantara rahmat dan karunia Allah kepada si anak, maka karena rahmat dan
karunia Allah itulah adanya rasa kasih sayang kedua orang tua terhadap anaknya. Dalam
penjelasan ayat ini Al-Maraghi dan Hamka memiliki kesamaan pemaknaan, Al-Maraghi
memaknai “Berlaku baiklah kepada kedua orang tua.” Dan Hamka memaknai “Berlaku hormat
dan khidmat, cinta dan kasih.”
Dalam Surah Al-An’am ayat 151, al Maraghi dan Hamka juga sama menjelaskan tentang
keutamaan berbakti kepada kedua orang tua. Dijelaskan dalam ayat tersebut bahwa perintah
berbakti kepada kedua orang tua disandingkan dengan perintah menyembah kepada Allah Swt.
Hal ini menunjukkan bahwa berbakti kepada kedua orang tua memiliki keutamaan yang sangat
besar. Untuk menguatkan penjelasan tersebut Al-Maraghi menukil hadits dari Ibnu Mas’ud
tentang keutamaan berbakti kepada orang tua yang berbunyi:
“Amal apa yang paling dicintai Allah?” Nabi bersabda: “Shalat pada waktunya.” Ibnu
Mas’ud bertanya lagi: “Lalu apa lagi?” Nabi menjawab: “Lalu birrul walidain.” Ibnu Mas’ud
bertanya lagi: “Lalu apa lagi?” Nabi menjawab: “Jihad fi sabilillah.” Demikian yang beliau
katakan, andai aku bertanya lagi, nampaknya beliau akan menambahkan lagi.4
Mustafa Al-‘Adawi menambahkan bahwa hadits di atas dapat diartikan pula kedudukan
berbuat baik kepada orang tua itu lebih tinggi daripada amal-amal di bawah jihad di jalan Allah.
Misalnya lebih tinggi daripada amal bepergian jika bepergian ini bukan wajib seperti untuk haji
fardu misalnya. Sedangkan untuk haji Sunnah atau umrah maka berbuat baik kepada orang tua
itu masih lebih tinggi darinya.

4
Abi Abdullah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, 2002, Shahih al-Bukhari (Beirut: Dar Ibnu Katsir), h. 138.
Al-Maraghi dan Hamka juga menjelaskan hal yang sama yakni keutamaan berbakti
kepada kedua orang tua dalam penafsiran keduanya pada Surah Luqman ayat 14 dan 15.
Dijelaskan dalam ayat tersebut tentang pengorbanan seorang ibu, yang telah letih dalam masa
kehamilan pun dalam masa menyusui. Juga setelahnya perjuangan orang tua dalam merawat
anaknya dengan susah payah. Maka dari itu, anak diperintahkan untuk bersyukur dengan berbuat
baik kepada keduanya. Dalam Surah Al-Ahqaf ayat 15, Al-Maraghi dan Hamka juga sama
menjelaskan mengenai keutamaan berbakti kepada orang tua. Dalam ayat ini dijelaskan
mengenai perjuangan seorang ibu dan pengorbanan kedua orang tua dalam merawat anaknya.
Atas semua jasa orang tua, maka seorang anak diperintahkan untuk berbakti kepada keduanya.5

Ayat-ayat terkait beserta penafsirannya

Ayat dan hadis lain sebagai pendukung

5
Abi Abdullah Mustofa bin Al-‘Adawi, h. 10.
Wawasan keilmiuwan
Berbakti kepada orang tua merupakan amal baik yang memiliki tingkatan yang sangat
tinggi. Dalil yang menunjukkan perintah berbakti kepada orang tua beriringan dengan perintah
beribadah kepada Allah yang Maha Esa tiada sekutu bagi-Nya. Berbuat baik kepada orang tua itu
lebih tinggi dari pada amal-amal di bawah jihad di jalan Allah Swt dan Berbakti kepada kedua
orang tua juga suatu amalan yang paling utama.6
Berbakti kepada kedua orang tua atau Birrul Walidain dianjurkan oleh Allah Swt. Ia
memerintahkan hal ini dan memuji sebagian Rasul-Nya yang telah berbakti kepada kedua orang
tuanya. Penetapan Islam atas kewajiban anak untuk berbakti kepada kedua orang tua,
sesungguhnya adalah wujud nyata dari penghargaan Islam atas mulia dan tingginya kedudukan
orang tua di hadapan Allah dan manusia. 7 Berbuat baik terhadap kedua orang tua memiliki
kedudukan yang amat tinggi dan mulia. Berbakti kepada orang tua merupakan sebuah kewajiban
yang harus didahulukan daripada ibadah yang bersifat fardhu kifayah maupun amalan-amalan
sunnah lainnya. Jadi, pada hakikatnya seorang anak itu harus berbuat baik kepada orang tuanya
meskipun mereka dalam keadaan musyrik sekalipun.8
Kedua orang tua adalah manusia yang paling berjasa dan utama bagi diri seseorang. Allah
Swt. telah memerintahkan dalam berbagai tempat di dalam AlQur'an agar berbakti kepada kedua
orang tua. Allah menyebutkannya berbarengan dengan pentauhidan-Nya dan memerintahkan
para hamba-Nya untuk melaksanakannya. Hak kedua orang tua merupakan hak terbesar yang
harus dilaksanakan oleh setiap Muslim. Sungguh beruntung bagi seseorang yang masih
memiliki orang tua. Sebab, selain kita masih bisa meminta do’a atau nasehat dari mereka,
kesempatan kita untuk berbakti kepada mereka juga sangat terbuka luas. Ada banyak cara yang
bisa kita lakukan untuk berbakti kepada orang tua yang masih hidup sebagai perwujudan rasa
syukur kita kepada Allah Swt dan kepada mereka.
Ada beberapa beberapa konsep birrul walidain, diantaranya :
1. Konsep kejujuran
Seperti didalam Surah Maryam ayat 41 menjelaskan mengenai Nabi Ibrahim yang pandai
dalam berdakwah dan memiliki sikap jujur dalam menyampaikan apapun kebenaran yang berasal
dari Allah Swt yang timbul dari adanya keimanan yang mendalam. Sifat jujur ini merupakan
sifat wajib yang harus dimiliki oleh para Nabi, termasuk Nabi Ibrahim a.s yang menjadi
pembahasan dalam surat Maryam ini. Sifat jujur ini juga harus dimiliki oleh setiap muslim,
sebagai bentuk dari meneladani sifat para Nabi. Karena sifat yang paling nyata dari seorang Nabi
dan pembawa wahyu dari Allah Swt adalah mereka yang benar-benar menyampaikan perintah
Allah Swt kepada hamba-hambaNya secara menyeluruh.

6
Yanuardi Syukur, Rahasia Keajaiban Berbakti kepada Ayah, (Jakarta: Al Maghfirah, 2013), h. 175.
7
Saiful Hadi El-Shuta, Mau Sukses? Bebakti pada Orang Tua!, (Jakarta: Erlangga, 2009), h. 5.
8
Musthafa Bin Al-‘Adawiyi, Fikih Berbakti kepada Orang Tua (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), h. 47.
2. Konsep lemah lembut dan menyayangi orang tua
Nabi Ibrahim a.s merupakan salah satu contoh dari seorang Nabi memiliki sikap lemah
lembut kepada ayahnya. Dengan kelembutan seruan dakwahnya, Nabi Ibrahim menghadap
bapaknya. Beliau berusaha untuk menunjukinya kepada kebaikan yang telah Allah Swt
karuniakan dan ajarkan kepadanya. Dengan rasa cinta Nabi Ibrahim a.s, ia berbicara kepada
orang tuanya dengan menggunakan katakata yang lembut, “Wahai bapakku”. 9 Dalam ayat
tersebut juga tampak bahwa Nabi Ibrahim a.s tidak menyebut ayahnya dengan sifat bodoh atau
tidak tahu. Dia juga tidak menyebut dirinya memiliki pengetahuan yang sempurna, agar tidak
membuat ayahnya menjauh darinya. Pada ayat ini, Nabi Ibrahim a.s hanya mengatakan, “aku
diberi sedikit pengetahuan yang tidak diberikan kepadamu.” Dari ayat tersebut dapat
disimpulkan bahwa Nabi Ibrahim a.s merupakan Nabi yang mempunyai sifat lemah lembut.
Meskipun Nabi Ibrahim a.s menggunakan kata-kata yang indah dan lemah lembut, tetapi
tetap saja tidak akan sampai kepada hati yang telah rusak. Ayahnya Nabi Ibrahim a.s membalas
perkataannya tersebut dengan kata-kata yang kasar, pengingkaran dan ancaman siksaan.
Meskipun demikian, Nabi Ibrahim a.s yang berwatak lemah lembut ini tetap tidak marah dan
tetap mengutamakan rasa berbakti kepada orang tuanya, lemah lembut, dan adab-adab terhadap
bapaknya tersebut.10

Adapun berbagai bentuk birul walidayn :


Yang pertama adalah “Tawadhu’ kepada keduanya”, Meski anak itu lebih pintar, lebih berharta,
lebih sholih, lebih bertakwa, lebih kenal agama, wajib untuk merendah kepada orangtua.
Yang kedua adalah “Mencium kepala keduanya” , Dalam budaya arab, kalau budaya kita
dengan mencium tangan.
Yang ketiga adalah “Mendoakan kebaikan terhadap keduanya” , Ketika bersama teman tidak
menceritakan kekurangan keluarga, tapi menceritakan kebaikan saja.
Yang keempat adalah “Membicarakan sisi sisi yang baik baik saja” , Pada dasarnya anak tidak
punya kewajiban untuk melunasi hutang orangtua dengan harta anak. Aset orangtua itu bisa
dipakai untuk melunasi, tapi jika aset habis, tapi hutang belum terbayar, anak tidak wajib
melunasi, namun melunasi adalah bentuk berbakti.
Yang kelima adalah “Bersegera memenuhi hajat keduanya”.11

Kesimpulan

9
Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zilalil-Qur’an: di Bawah Naungan al-Qur’an, ed. oleh As’ad Yasin, Jilid VII (Jakarta:
Gema Insani, 2004), h. 369.
10
Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir al-Munir, Jilid 8 (Jakarta: Gema Insani, 2016), h. 383.
11
Abdul Aziz Bin Muhammad As-Sadhan “Rambu-Rambu Berbakti Kepada Orangtua", h. 43.

You might also like