Professional Documents
Culture Documents
Arlina Faradita - Review Artikel Ilmiah Dan Populer
Arlina Faradita - Review Artikel Ilmiah Dan Populer
NIM : 06131281924034
Kelas : Indralaya
Substansi:
Penulis melakukan penelitian ini untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas V Sekolah
Dasar dengan menggunakan metode Make A Match dengan materi organ peredaran darah
dalam pembelajaran IPA. Penelitian ini dilakukan oleh Sulhan dan subyek penelitian yaitu
Siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri Candiwatu, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto
yang berjumah 23 orang.
Penetitian ini dapat membantu guru untuk memahami metode apa yang akan digunakan
dalam pembelajaran materi organ peredaran darah di sekolah. Seperti yang diketahui bawha
masih banyak siswa yang beranggapan bahwa pelajaran IPA di sekolah dasar itu sulit.
Penelitian ini dapat membantu siswa dalam memamahi materi yang disampaikan dengan
mudah, terbukti dari hasil belajar siswa yang meningkat pada sebelum dan sesudah metode
Make A Match dipakai.
REVIEW ARTIKEL ILMIAH POPULER
Link https://www.kompas.com/edu/read/2022/02/21/203752471/kurikulum-
merdeka-bebaskan-guru-berkreasi-membuat-bahan-ajar
Judul Kurikulum Merdeka Bebaskan Guru Berkreasi Membuat Bahan Ajar
Penulis dan Editor Sandra Desi Caesaria dan Ayunda Pininta Kasih
Isi Artikel Pendahuluan
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi
(Kemendikbudristek) telah meluncurkan Kurikulum Merdeka
sebagai jawaban atas krisis pembelajaran yang semakin bertambah
akibat pandemi Covid-19 yang menyebabkan hilangnya
pembelajaran (learning loss) dan meningkatnya kesenjangan
pendidikan. Namun lebih dari itu, esensi Kurikulum Merdeka itu
sendiri adalah menciptakan ruang bagi setiap individu untuk
tumbuh dan berkembang sesuai fitrah keunikannya masing-
masing.
Pelaksana tugas Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran (Plt.
Kapuskurjar), Zulfikri Anas mengatakan Kurikulum Merdeka
dirancang untuk semua siswa agar seluruh bakat dalam siswa bisa
berkembang. "Karena setiap manusia tidak ada produk gagal dari
Tuhan, dan setiap manusia punya keistimewaan dan punya ‘ruang’
masing-masing yang disediakan secara fitrah. Dan tugas kita
adalah membantu anak menemukan ‘ruang’ yang sudah disediakan
dalam kehidupan. Sehingga tidak ada anak yang tidak punya
tempat dalam kehidupan,” tuturnya dilansir dari laman
Kemendikbud Ristek.
Ia mengatakan, sebelum kurikulum ini diluncurkan, para guru jika
mendengar kata kurikulum yang terlintas adalah administrasi
rumit, bertele-tele, belenggu, dan seolah-olah tidak ada alternatif.
"Seolah semua anak dapat materi sama dengan cara sama,
pengalaman belajar dan sumber belajar yang sama, penilaian yang
sama, dan itu sehingga mungkin hanya mengakomodasi sebagian
kecil anak yang cocok dengan cara seperti itu,” ungkap Zulfikri.
Badan/Isi
Kurikulum adalah sebuah proses, iklim, suasana, budaya belajar
yang memanusiakan manusia. "Kita harus lihat kurikulum dari
situ. Sehingga, tidak hanya kemampuan (skill) atau pengetahuan
siswa saja yang dikedepankan oleh guru. Mari para guru kita
bergerak bersama menyentuh hati peserta didik kita,” ajaknya.
Oleh karena itu, dalam Kurikulum Merdeka, guru diberi kebebasan
untuk memilih format, pengalaman, dan materi esensial yang
cocok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sedangkan dari sisi
siswa, mereka punya ruang seluas mungkin untuk mengeksplor
keunikan dirinya masing-masing.
Lebih lanjut, Zukfikri menjelaskan cara mengimplementasikan
kurikulum ini. Pertama, guru harus mengenal siswanya terlebih
dahulu. Berikutnya, guru memetakan kompetensi siswa dalam
bentuk portofolio. Pada hari pertama di tahun ajaran baru,
sebaiknya guru tidak langsung menyampaikan materi tapi masuk
dulu ke dunia anak untuk mengenal potensi dan pemahaman
mereka. Setelah guru mempunyai gambaran atau sebaran peta
awal kemampuan anak, kemudian guru menyusun standar dari
masing-masing kompetensi anak serta mulai mengkreasikan proses
pembelajaran. “Misalnya untuk perkalian, anak yang belum paham
tentang perkalian bisa berkolaborasi dan beraktivitas dengan anak
yang sudah bisa. Kadang anak lebih cepat paham jika belajar
bersama temannya,” urainya. Menurut Zulfikri, Kurikulum
Merdeka sangat memungkinkan terciptanya iklim kolaborasi yang
baik antar sesama siswa. “Anak-anak akan saling memahami, 'Oh,
saya lebih unggul di sini, kamu lebih unggul di situ. Mari kita
saling berkolaborasi',” jelasnya antusias.
Gunakan teknologi dalam menerapkan Kurikulum Merdeka.
Terkait media pembelajaran, melalui Kurikulum Merdeka, peserta
didik diberi kesempatan untuk bereksplorasi secara bijak dengan
berbagai alat termasuk media digital yang menunjang
pembelajaran. Berbagai aplikasi digital yang berkembang sesuai
tren, bisa dimanfaatkan guru dan siswa untuk membuat konten
pembelajaran yang menarik dan efektif. “Di sini juga
memungkinkan terciptanya kolaborasi tak hanya sesama guru atau
sesama siswa saja namun juga antara guru dan siswa,” imbuhnya.
Dalam mendukung inovasi guru dalam pembelajaran,
Kemendikbudristek telah menyediakan platform Merdeka
Mengajar. Guna menyukseskan pemahaman masyarakat tentang
Kurikulum Merdeka, Kemendikbudristek telah menyediakan
saluran informasi melalui laman resmi serta melibatkan komunitas
pendidik seperti Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP),
Kelompok Kerja Guru (KKG), dan lain-lain. Terlebih, mulai tahun
ini Kurikulum Merdeka terbuka untuk diterapkan di semua sekolah
yang menginginkannya.
Ia mengimbau kepada satuan pendidikan untuk mempelajari bahan
dan informasi di laman resmi Kemendikbudristek, maupun melalui
saluran informasi di daerah baik dinas pendidikan, komunitas
pengajar, guru, pengawas, dan organisasi/penggiat pendidikan.
“Pelatihan terbaik adalah tumbuh dari dalam diri sendiri. Jika
selama ini kita tergantung pelatihan berantai, dari pusat, turun ke
provinsi dan kabupaten/kota, akan mungkin terjadi distorsi di
mana ujungnya yang tersampaikan hanya teknis administrasi dan
mekanistis saja,” ungkap dia.
Guru paham dulu filosofi pembelajaran
Sebagai pendamping, baiknya para pendidik memahami terlebih
dulu hakikat anak, filosofi pembelajaran, dan kurikulum. “Jika itu
yang kita munculkan dari dalam diri para guru yakni belajar
dimulai dari diri masing-masing maka belajar maupun pelatihan
tidak harus menunggu dilatih. Melainkan dapat dimulai kapan saja
dan di mana saja,” terangnya. Selain itu, yang tidak kalah penting
dalam mengatasi krisis pembelajaran adalah penguatan pola pikir
dalam ekosistem pendidikan. Pertama, menciptakan kesadaran
seluruh warga sekolah untuk berefleksi dan bergerak bersama
dalam kolaborasi yang selaras guna mencapai pembelajaran yang
bermakna. Kedua, memberi ruang seluas-luasnya bagi anak untuk
berkreasi dan mengembangkan diri dalam menemukan jati dirinya
agar menjadi manusia yang bermanfaat di masa depan.
Penutup
Tolak ukur keberhasilan Kurikulum Merdeka adalah dari
keceriaan (kebahagiaan) anak dan kemampuan mereka
berkolaborasi menyelesaikan beragam persoalan. Bagaimana
lembaga pendidikan mampu menciptakan budaya perilaku positif
dalam mencetak SDM yang berkualitas dari waktu ke waktu
sebagaimana nilai yang terkandung dalam Profil Pelajar Pancasila
Alasan memilih Artikel ini sudah termasuk kedalam artikel populer karena bahasa
Arikel yang digunakan mudah dimengerti dan cara penyampaiannya juga
santai.