You are on page 1of 14

UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Dicky P. Ermandara, Risiko Bisnis dan Siasat….

Risiko Bisnis dan Siasat Pedagang Kelana: Studi Kasus Pasar Jumat
Asy-Syiraj di Kota Bandung

Dicky P. Ermandara
Pascasarjana Universitas Gadjah Mada
ermandara@yahoo.com

Abstract
This article aims to describe business risks the street vendors have been struggled with in
their informal economic activities in contemporary urban Indonesia; as well as their strategies to
overcome the risks. Drawing from ethnographic study I conducted among hawkers at Pasar Jumat
(Friday flea market) Asy-Syiraj in Bandung, there were four business risks they had to struggle
with, 1) local market uncertainty, 2) in-disciplined finance management, 3) unpredicted yet
obligatory socio- cultural events, and 4) macro-economic uncertainty. In order to overcome
the risks, they implemented some strategies such as extending labor time and rotating selling place
in the city.

Keywords: Business, Risk, Street vendor, Market

Abstrak

Artikel ini mendiskusikan risiko bisnis yang dihadapi pedagang kaki lima kelana dalam
kegiatan ekonomi informal mereka di perkotaan Indonesia masa kini.Berdasarkan hasil studi
etnografis pada kelompok pedagang kaki lima kelana di Pasar Jumat Asy-Syiraj di Bandung,
terdapat empat risiko bisnis yang umum dihadapi oleh para pedagang, yaitu: 1) ketidakpastian
pasar lokal, 2) manajemen keuangan yang tidak tertib, 3) kewajiban sosial budaya yang tidak
terprediksi, 4) ketidakpastian ekonomi makro. Mereka mengatasi risiko-risiko itu dengan
menerapkan aneka strategi, antara lain dengan memperpanjang waktu berjualan dan melakukan
rotasi lokasi tempat berjualan di kota.

Kata kunci: Bisnis, Risiko, Pedagang Kaki Lima, Pasar

Pendahuluan 2004 untuk mendata konsentrasi PKL di


suluruh kecamatan di Kota Bandung. Hasil
Evers dan Mehmet (1994) menyatakan surveinya menemukan bahwa Bandung
bahwa perdagangan kecil-kecilan di Wetan dan Regol adalah dua kecamatan
dalam sektor informal adalah bentuk dengan peringkat konsentrasi PKL
aktivitas berisiko tinggi. Namun demikian terbesar di Kota Bandung. Setidaknya
perhatian terhadap masalah serius ini di terdapat 6000 PKL di masing-masing
Indonesia sangatlah rendah. Bentuk kecamatan tersebut. Peringkat selanjutnya
perdagangan kecil-kecilan yang umum ditempati Andir (2.912), Kiaracondong
dikenal adalah perdagangan kaki lima. (2.500), Lengkong (930), Cicendo (874),
Perdagangan jenis ini merupakan salah Cibeunying Kidul (863), Coblong (800),
satu lahan pekerjaan yang paling luas Astana Anyar (500), Sukajadi (498), dan
menyerap tenaga kerja dan memiliki Bojongloa Kaler (485).
peran penting di perkotaan Jawa Barat,
khususnya di Kota Bandung. Pada 2005 terjadi penambahan jumlah
PKL sebesar 1663 orang. Total jumlah
M i l a w a t i (2008) melakukan survei pada PKL di Kota Bandung pada tahun itu

Volume 1 (1) Juli 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115 13


UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Dicky P. Ermandara, Risiko Bisnis dan Siasat….

seluruhnya menjadi 26.490 orang. Namun, rasional. Artinya, risiko merupakan ragam
pada 2008, terjadi penurunan jumlah PKL hal bagi PKL yang bisa mengurangi
sekitar 60% sehingga jumlah PKL di keuntungan dan atau menambah
Kota Bandung sekitar 15.000 orang. beban usaha di masa depan yang
waktunya tidak terprediksi (Lupton, 1999;
Meski menjadi salah satu lahan pekerjaan Kemshall, 2002). Penelitian dilakukan di
yang paling luas menyerap tenaga kerja salah satu pusat berkumpulnya PKL di
di perkotaan, PKL seringkali berada di Bandung yakni di pasar Jumat Masjid
posisi marjinal, baik dalam hal ekonomi Asy-Syiraj, Bandung. Pasar Jumat Asy-
maupun dalam posisinya di mata para Syiraj adalah pasar kaget yang hanya
pengambil kebijakan (Brata, 2008; hadir tiap sebelum dan sesudah waktu
Handayani, 2009). Dengan ciri per- pelaksanaan salat Jumat di masjid
dagangan kecil-kecilan dengan modal tersebut. Masjid Asy-Syiraj secara
yang tidak besar, PKL menjadi lahan yang administratif tergabung ke dalam wilayah
mudah menyerap tenaga kerja, namun RW 02, Kelurahan Cipadung Wetan,
sekaligus juga menjadi lahan pekerjaan Kecamatan Panyileukan yang memiliki
yang paling cepat mengalami kebangkrut- luas 80, 54 Ha. Secara administratif
an. Karakteristik 'easy come, easy go' ini Kelurahan Cipadung Wetan dibatasi oleh
berakar pada begitu besarnya kerentanan Kelurahan Cipadung Kidul di sebelah
yang dialami oleh PKL dalam kegiatan selatan, Kelurahan Cipadung Kulon di
ekonominya. Tingginya risiko bisnis PKL sebelah utara, Kecamatan Cibiru di
antara lain disebabkan tidak adanya bagian timur, dan Kelurahan Mekar
perhatian dari lembaga pemerintah, Mulya di sebelah barat. Kelurahan ini
ketiadaan jaminan sosial, modal yang tadinya merupakan pemekaran dari
kecil, ketiadaan bentuk organisasional, Kelurahan Cipadung dan Kelurahan
keamanan yang riskan, sampai pengelola- Cipadung Kulon Kecamatan Cibiru Kota
an keuangan yang buruk (Bromley, 1978; Bandung, yang semenjak tahun 2007
Pena, 1999). dimekarkan menjadi Kelurahan Cipadung
Wetan, Kecamatan Panyileukan.
Kajian mengenai pedagang kaki lima
bergelayut di antara kajian mengenai Masjid Asy-Syiraj atau yang umum
minimnya kesempatan kerja, mobilitas, disebut Masjid Patal oleh masyarakat
ketidakmampuan, kemiskinan ataupun sekitar, pada awalnya merupakan masjid
peran utamanya sebagai penampung massa yang dibangun untuk keperluan ibadah
pekerja yang tidak terserap oleh lapangan karyawan PT. Industri Sandang unit
kerja formal. Penelitian ini dilakukan Patal, Cipadung. PT. ISN adalah salah
untuk mengkaji salah satu aspek yang satu Badan Usaha Milik Negara sampai
mencirikan ekonomi pedagang kaki lima pada 2003 terjadi kebijakan privatisasi
yakni masalah ketidakpastian yang aset BUMN negara yang membuat pabrik
berwujud risiko bisnis kecil-kecilan. harus di tutup. Pasar yang berada di areal
halaman masjid mulai muncul sekitar
Konsep risiko di dalam penelitian ini awal dekade 90-an. Pada waktu itu mulai
didefinisikan dari dua jangkar kajian, hadir beberapa pedagang yang melapak-
baik dari ilmu ekonomi maupun dari kan dagangannya di hari Jumat. Bagi
sosiologi. Risiko merujuk pada suatu pengurus masjid, kemunculan para
situasi dimana terdapat kemungkinan pedagang ini bukanlah masalah karena
terjadinya pengeluaran yang tidak dapat jumlahnya yang relatif sedikit kala itu.
diketahui secara pasti. Risiko juga Peningkatan jumlah pedagang yang ber-
diartikan sebagai suatu kejadian yang tak jualan di areal masjid baru sangat terasa
diharapkan dari serangkaian tindakan pasca terjadinya krisis moneter yang

14 Volume 1 (1) Juli 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115


UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Dicky P. Ermandara, Risiko Bisnis dan Siasat….

menimpa Negara Indonesia di tahun 1997 Teknik pengumpulan data untuk penelitian
– 1998. Setelah periode krisis moneter, ini dilakukan dengan metode pengamatan
banyak pabrik-pabrik di kawasan terlibat dana wawancara mendalam.
Bandung dan sekitarnya yang mengalami Dengan karakter pedagang yang mudah
gulung tikar. Para pedagang yang berjualan masuk dan mudah keluar dari pasar,
di Masjid Asy-Syiraj pada periode itu pengamatan selama 8 kali waktu pasar
sendiri kebanyakan adalah mantan digunakan untuk mengetahui jumlah rata-
karyawan pabrik-pabrik yang gulung tikar rata dari populasi pedagang di pasar
dan mengalami Pemutusan Hubungan Jumat Asy-Syiraj. Selanjutnya jumlah
Kerja (PHK). Pedagang-pedagang ini rata-rata pedagang ini, lewat metode
rupanya semakin bertambah ketika terjadi sensus dibekukan untuk mencari data-
penutupan pabrik patal di tahun 2003 data umum yang berkenaan dengan usia,
yang membuat banyak orang yang tingkat pendapatan, waktu kerja, dan
tadinya menggantungkan hidupnya pada berbagai latar sosio-ekonomi dari PKL
aktifitas ekonomi pabrik tersebut seperti pasar Jumat Asy- Syiraj.
buruh, pedagang, satpam, atau tukang
ojek, beralih memenuhi lahan pekerjaan Wawancara mendalam pada beberapa
yang tersisa di Masjid Asy- Syiraj sebagai informan dilakukan untuk mengetahui
pedagang eceran maupun pengurus bentuk-bentuk empirik dari berbagai
masjid. Kini Masjid Asy-Syiraj berada risiko bisnis berikut strategi-strategi yang
dalam tanah hibah meski arealnya semakin dilakukan oleh pedagang untuk me-
menyempit akibat pembangunan proyek ngatasinya. Data sekunder lewat studi
Tanrise City; sebuah kawasan komersial literatur juga digunakan untuk mengetahui
terpadu yang akan berisi pergudangan, beberapa data statistik dalam lingkup
toko dan apartement. yang lebih luas seperti keadaan ekonomi
nasional. Hasil dari serangkaian metode
Metode ini dituangkan menjadi tulisan etnografi
yang bertujuan menggambarkan kejelasan
Penelitian ini berusaha mencari sebab- pola-pola usaha pedagang dalam
sebab mikro maupun makro, baik lewat menghadapi risiko bisnis.
karakter dagang PKL maupun arah
ekonomi nasional yang masing-masing Hasil dan Pembahasan
diduga berpengaruh terhadap berbagai
ketidakpastian dalam dunia usaha PKL. Setidaknya terdapat empat penggolongan
Risiko bisnis dalam tulisan ini utama faktor-faktor risiko bisnis yang
didefinisikan sebagai ragam hal yang paling sering terjadi dan ditakutkan oleh
dapat mengurangi keuntungan dan/atau PKL pasar Jumat Asy-Syiraj. Hal-hal ini
menambah beban usaha di masa depan meliputi (1) ketidakpastian kondisi pasar,
yang waktunya tidak terprediksi. (2) sulitnya mendisiplinkan manajemen
Penelitian juga bertujuan menggambarkan keuangan usaha, (3) kewajiban sosio-
bentuk-bentuk risiko bisnis yang dihadapi kultural yang tidak bisa dihindarkan, dan
PKL, lalu menggolongkan data empirik (4) berubahnya keadaan ekonomi makro.
lapangan tersebut ke dalam kategori- Keempat faktor ini mencakup berbagai
kategori besar. Dengan cara ini penulis hal yang bisa mengurangi dan atau
berharap risiko-risiko bisnis usaha kecil menambah beban usaha di waktu men-
ini tidak lagi sekadar dilihat sebagai datang yang tidak terprediksi. Patut
masalah-masalah sepele dari bagian massa dicatat bahwa keempat faktor ini
pekerja yang sudah berada pada posisi sebaiknya tidak dilihat secara terpisah,
marjinal dan sering tidak diakui dalam akan tetapi mesti dilihat sebagai ragam
kebijakan-kebijakan formal. faktor yang kadang saling berkelindan

Volume 1 (1) Juli 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115 15


UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Dicky P. Ermandara, Risiko Bisnis dan Siasat….

satu sama lain. Inilah sebabnya dalam usaha seperti palak preman atau
tiap-tiap pembahasan atas keempat faktor penertiban dari Satpol PP. Hal ini wajar
ini, artikel ini akan berusaha langsung mengingat sebagai rumah ibadah, masjid
memaparkan pula berbagai strategi yang secara kultural dijauhi oleh preman dan
dilakukan oleh pedagang untuk berbagai bentuk kriminalitas. Harun, salah
mengatasinya yang bisa jadi mencakup seorang pedagang berusia 44 tahun
strategi untuk mengatasi sekaligus dua menuturkan:
atau tiga faktor utama di atas. Selain “lamun didieu mah teu kudu dipaksa
strategi-strategi kecil-kecilan untuk meng- meuli dahareun atau cai jeung preman
atasi berbagai risiko bisnis, tingginya jam jiga di gasibu, euweuh preman nu salat
kerja pedagang dan rotasi pasar juga Jumat” (Kalau di sini tidak dipaksa
menjadi strategi utama dalam mengatasi membelikan makanan dan minuman oleh
keadaan ketidakpastian dunia usaha preman seperti di Gasibu, tak ada
pedagang. preman yang sholat Jumat).

Ketidakpastian Kondisi Pasar. Satpol PP juga tidak dapat menggusur


PKL di Asy-Syiraj karena selain berada
Secara terminologi, sebutan Pedagang di areal masjid dan tidak mengganggu arus
Kaki Lima mengandung sejarah tentang jalan raya. Para pedagang memanfaatkan
sekumpulan pedagang di Indonesia pada kerelaan pengurus masjid membiarkan
masa Belanda yang diberi julukan oleh terciptanya pasar Jumat. Menurut Deni
pemerintah Belanda karena kebiasaannya Waluyo, ketua pengurus DKM Asy-Syiraj,
untuk berdagang di trotoar yang pada pihak masjid sengaja membuka ruang
masa tersebut masih selebar lima kaki. Hal bagi pedagang untuk mencari nafkah
ini berarti sejak awal-awal kemunculan- karena menurut pengurus masjid sejak
nya yang menarik perhatian masyarakat awal sejarah Islam bukan sekedar
sipil, PKL telah menempati ruang berfungsi sebagai sarana ibadah belaka,
pekerjaan yang bukan berada pada melainkan tempat bagi semua umat
wilayah yang nyaman dan teratur. Dengan muslim untuk membangun kehidupan
mengambil posisi di pinggir jalan, PKL dunia-akhirat yang salah satu bentuknya
seringkali dilihat sebagai bagian dari adalah berjualan. Deni juga mengaku
masyarakat yang merusak tata keindahan bahwa beberapa pedagang yang berjualan
kota. PKL yang mencari nafkah di pasar di pasar Jumat Asy-Syiraj sekarang ini
Jumat Asy-Syiraj juga tidak lepas dari adalah mantan kawan-kawannya dulu
masalah ini. Akan tetapi berbeda halnya sesama pekerja di Patal Cipadung sebelum
dengan rekan sejawat lain, PKL di pasar pabrik tersebut ditutup.
Jumat Asy-Siraj sedikit lebih beruntung
karena pengurus masjid tidak menetapkan Keuntungan-keuntungan yang diraih oleh
besaran iuaran yang tetap selain hanya pedagang yang berjualan di pasar Jumat
sumbangan untuk kencleng seikhlasnya. Asy-Syiraj ini namun tidak berarti
menihilkan ragam faktor-faktor eksternal
Pengambilan lokasi dagang di areal di luar pedagang yang bisa mengurangi
masjid dalam kasus pasar Jumat membuat atau menghentikan sama sekali kegiatan
karakter unik pada kondisi pasar di usaha kecil-kecilan ini. Hal pertama
Masjid Asy- Syiraj. Berbeda dengan PKL terkait ketidakpastian kondisi pasar ini
di tempat lain di Bandung seperti di disebabkan oleh tidak tersedianya sarana
Gasibu atau Samsat, PKL yang memadai yang bisa dibangun oleh
berdagang di pasar Jumat Asy- Syiraj pedagang untuk mengatasi masalah cuaca.
relatif aman dari gangguan-gangguan
eksternal yang dapat merugikan kegiatan Kesukarelaan pengurus masjid rupa-

16 Volume 1 (1) Juli 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115


UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Dicky P. Ermandara, Risiko Bisnis dan Siasat….

rupanya tidak selamanya baik bagi jemaah salat Jumat hanya menjadikan
pedagang. Lokasi dagang yang tidak pasar sebagai pranata sekunder yang
meminta iuran berikut waktu pasar yang bukan sebab utama mereka untuk datang
berkisar diantara waktu ibadah salat ke masjid. Tidak tetapnya pendapatan di
Jumat, membuat para pedagang tidak bisa pasar Jumat Asy-Syiraj membuat
mendirikan tenda-tenda yang bisa me- beberapa pedagang harus kembali
lindungi dari cuaca hujan. Keadaan ini berdagang ditempat lain. Hal ini dialami
berbeda misal dengan pedagang di pasar oleh Sujatmiko, yang harus kembalu
Jumat Pusdai yang bebas mendirikan berdagang di pasar induk Ujungberung
terpal ketika musim penghujan tiba. atau kembali ke kios kakaknya di Pasar
Padahal kebanyakan PKL penghuni pasar induk Gedebage.
Jumat Asy- Syiraj adalah pedagang
eceran yang hanya menggunakan Terakhir, meskipun relatif aman dari
gerobak, pikulan, karpet atau terpal penertiban oleh aparat negara seperti
sebagai sarana berjualan. Pedagang Satpol PP, pedagang pasar Jumat Asy-
umumnya merasa "teu ngeunaheun" Syiraj malah dihadapkan pada ancaman
(sungkan) apabila harus memaksakan penggusuran yang lebih besar oleh
memasang tenda untuk penangkal air kawasan komersil Tanrise City yang kini
hujan mengingat mereka hampir tidak pembangunannya sudah hampir 70%. Pak
membayar iuran kepada pengurus masjid. Teja pedagang kacamata dan kopiah yang
Harun, seorang penjual jam tangan, juga merangkap sebagai ketua
menuturkan bahwa dirinya pernah rugi Perkumpulan PKL Asy-Syiraj, menjelas-
mencapai 500 ribu rupiah akibat hujan kan bahwa status masjid menjadi simpang
yang terus menerus turun selama 6 kali siur semenjak tanah bekas Patal Cipadung
hari Jumat berturut-turut di tahun 2010 diambil alih oleh Tanrise City, milik
lalu sementara pada saat bersamaan ia pengusaha Tanri Abeng. Menurut pak
dituntut untuk membayar biaya cicilan Teja, tanah masjid kini sepenuhnya
motor barunya sebesar Rp 700.000 per dimiliki oleh Tanrise City dan kedepannya
bulan. Akibat kerugian tersebut Harun Masjid Asy-Syiraj akan berubah nama
mesti berhutang kepada seorang tetangga- menjadi "Masjid Wisata Rohani Tanrise –
nya untuk menutupi defisit usaha. Bandung".

Kedua, ketidakpastian kondisi pasar Hal yang sedikit berbeda diungkapkan


Jumat Asy-Syiraj juga meliputi begitu oleh para pengurus DKM masjid, Deni
fluktuatifnya pendapatan pedagang lewat Waluyo yang mengatakan bahwa
pasar Jumat ini. Hal ini disebabkan meskipun tanah bekas patal telah diambil
karakter dari pasar Jumat itu sendiri yang alih, tanah masjid telah dihibahkan
memiliki waktu begitu singkat, yakni sehingga masjid tetap akan berfungsi
sekitar 4 jam saja karena hanya mengikuti seperti sediakala begitu Tanrise selesai
gelombang konsumen yang hadir ketika dibangun. Meski terdapat perbedaan
ibadah salat Jumat tiba. Karakteristik ini pendapat, keduanya tidak menolak
juga yang menjadi sebab begitu naik- apabila disebut nanti ketika Tanrise telah
turunnya pendapatan pedagang pada setiap selesai dibangun, kemungkinan besar
Jumat. Pembeli umumnya hanya akan pasar Jumat Asy-Syiraj akan tidak ada lagi
memenuhi pasar pada saat sebelum dan mengingat penolakan dari Tanrise City
sesudah ibadah salat yang masing-masing sebagai kawasan komersil yang tidak
berada dalam jangka waktu yang relatif ingin pasar Jumat merusak estetika,
singkat. Pembeli di pasar Jumat Asy- kebersihan, dan tata ruang kawasan
syiraj juga memiliki karakter tersendiri komersil tersebut. Kemungkinan ini
karena pada dasarnya konsumen alias berarti membuat para pedagang mesti

Volume 1 (1) Juli 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115 17


UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Dicky P. Ermandara, Risiko Bisnis dan Siasat….

mencari lokasi baru untuk berjualan penghitungan anggaran atau biaya jangka
sementara mereka tidak mungkin pindah panjang yang ditandai oleh tak adanya
ke kios-kios yang konon disediakan oleh pembukuan yang kompleks sehingga
pihak Tanrise sebagai pengganti lokasi hanya mengira-ngira saja harga yang
pasar mengingat cicilan kios-kios yang pantas dalam proses jual beli (Geertz,
tidak terjangkau. 1989: 34).

Hal-hal di atas inilah yang dalam Dalam penelitian ini penyebab terbesar
penelitian ini disebut sebagai risiko bisnis risiko bisnis yang kedua ialah ketidak-
akibat ketidakpastian kondisi pasar. disiplinan manajemen keuangan pedagang.
Ketidakpastian ini sama sekali bukan hal Tidak ada pencatatan spesifik antara
yang bisa ditangani dengan mudah oleh pendapatan, pengeluaran, dan keuntungan
para PKL, lokasi dagang yang akan dalam kegiatan usaha. Seringkali penge-
digusur misalnya, bagi kebanyakan luaran-pengeluaran biaya kerja baik yang
pedagang merupakan hal yang harus dilakukan diri sendiri, anggota keluarga,
diterima apa adanya. Pandangan ini berikut sarana-sarana kerjanya tidak
disebabkan karena bagi pedagang mereka dihitung sebagai biaya pengeluaran usaha.
hanya sekedar menumpang mencari
nafkah di pasar Jumat Asy-Syi-raj. Pasar Dadan, seorang penjual kostum bola
Jumat menurut mereka tercipta sama Persib menceritakan bahwa apabila ada
sekali bukan atas kemauan organisasi sesuatu yang paling dirinya takutkan
pemerintah, organisasi masjid, atau dalam kegiatan usahanya ialah rusaknya
siapapun juga, melainkan atas inisiatif motor Honda CB 100 yang biasa ia pakai
mereka sendiri sebagai usaha mandiri untuk membawa dagangannya dari satu
pemenuhan hidup. Oleh sebab itu, tempat ke tempat lain; “..lamun motor
pedagang berpandangan apabila waktunya iyeu ruksak, bisa teu dahar sapoean”
telah tiba, mereka akan dengan sukarela (apabila sepeda motor ini rusak, bisa
pergi dari wilayah pasar Jumat Asy-Syiraj. tidak dapat makan seharian). Dadan biasa
berjualan 6 hari dalam seminggu
Kesulitan mendisiplinkan keuangan mengelilingi beberapa pasar di Bandung
usaha mulai dari Pasar Induk Gedebage, Pasar
Induk Ujungberung, hingga bermacam
Menurut Mulyanto (2006), usaha dagang pasar kaget dari daerah Metro (Soekarno-
keliling kecil-kecilan sebagai bagian dari Hatta) hingga Pasteur. Dalam sehari
usaha kecil di Indonesia yang termasuk Dadan mengaku bisa berdagang hingga
golongan paling rendah (penulis meng- 12 jam kerja dengan rotasi pasar
gunakan istilah paria) selain dicirikan mencapai 2 atau 3 kali dalam satu hari.
oleh pendapatan yang kecil, minim Bila pagi berjualan di Gedebage, siang
perhatian dari pemerintah dan kecilnya atau sore bisa saja Dadan berjualan di
tingkat akumulasi modal, usaha keliling daerah Samsat atau Pasteur. Hal ini
kecil-kecilan ini terutama menonjol dilakukan oleh Dadan agar bisa mendapat
dalam hal campur baur manajemen keuntungan yang berlipat mengingat
keuangan usaha dan rumah tangga anak pertamanya baru saja masuk
(Mulyanto, 2006: 9). Hal ini senada Sekolah Dasar (SD) dan membutuhkan
apabila kita melongok pada penelitian biaya besar. Sayangnya usaha lebih untuk
lain tentang pedagang semisal Geertz mendapat keuntungan dengan cara berpin-
(1989) yang dalam pembahasannya dah-pindah pasar dalam jarak tempuh
mengenai sistem harga luncur (sliding yang jauh tidak dihitung Dadan sebagai
price system) mendeskripsikan pedagang salah satu pengeluaran biaya kerja tetap.
kecil-kecilan sebagai pelaku usaha tanpa Baginya pengeluaran yang dihitung untuk

18 Volume 1 (1) Juli 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115


UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Dicky P. Ermandara, Risiko Bisnis dan Siasat….

menjaga harga barang-dagangan hanya pedagang. Bagaimanapun penggunaan


mencakup sebungkus rokok garpit, anggota keluarga sebagai pekerja
sepiring batagor, segelas teh manis, dan tambahan dalam proses usaha wajib tetap
bensin sebesar Rp.10.000 yang bisa dia dilakukan banyak pedagang mengingat
gunakan sampai dua hari. Bagi Dadan minimnya sumber daya keungan mereka
memiliki dan merawat motor Honda CB untuk menggaji orang lain sebagai pekerja
adalah bagian dari hobinya sehingga tambahan.
kerusakan yang dialami motor tersebut pun
hanya ia anggap sebagai bagian dari Bercampurbaurnya manajemen keuangan
pengeluaran hobi. Padahal dengan usaha dengan rumah tangga dalam
rutinitas dan jarak sejauh itu, menurut kegiatan pedagang terlihat dari kebiasaan
amatan penulis, motor Honda CB 100 pedagang menggunakan uang dari
yang minimal berusia 20 tahun itu pendapatan penjualan untuk kebutuhan
pastilah sangat rentan akan kerusakan. rumah tangga sehari-hari. Sebagai rumah
Besarnya biaya risiko bisnis yang akan tangga dengan anggaran yang kecil,
ditanggung Dadan apabila motornya rusak rumah tangga pedagang menggantungkan
juga pasti membengkak kalau menyadari pemenuhan kebutuhan pokok mela lu i
bahwa sebagai motor lama, suku cadang pembelian kecil-kecilan di warung-warung
mesin tersebut cukup sulit didapat kecil sekitar rumah. Warung-warung ini
sehingga meningkatkan harganya. selain menyediakan kebutuhan pokok
dalam skala kecil, juga dengan asas
Berbeda dengan Dadan, Iman, pedagang kekeluargaan memberi ruang untuk utang
tafsir Al-Quran per-Juz mendapatkan jangka pendek yang dibutuhkan oleh
kesadaran tidak langsung mengenai biaya rumah tangga pedagang. Utang jangka
pengeluaran pekerja tak berbayar dalam pendek inilah yang biasanya menjadi
keluarganya ketika sekitar setengah tahun tanggungan hasil pendapatan pedagang
lalu seorang anaknya yang telah menginjak setiap harinya. Begitu salah satu anggota
bangku SMP mengalami sakit Tifus parah keluarga mengambil barang dengan cara
sehingga tidak bisa masuk sekolah berhutang di warung pada pagi hari
selama 1 bulan. Sebelum sakit itu datang, untuk membeli kebutuhan seperti gula,
Iman menyuruh anak perempuannya teh, mi instan, deterjen atau tahu, tempe,
tersebut untuk ikut membantunya dalam sayuran, yang kedua jenisnya hampir
merapikan dan menjilid ratusan lembar dibutuhkan rumah tangga setiap harinya,
fotokopi tafsir Al- Quran yang ia edit di waktu sore atau malam hari setelah
sendiri hingga larut malam sementara pulang ke rumah, pendapatan pedagang
anaknya tersebut harus bangun begitu biasa di sisihkan untuk membayar utang-
pagi untuk berangkat ke sekolah. Meski utang jangka pendek ini.
tidak secara eksplisit menyadari hal
tesebut, akan tetapi setelah sakit anaknya Cairnya pemisahan antara pendapatan, pe-
dan biaya berobat yang tidak sedikit ia ngeluaran kerja dan keuntungan inilah
tanggung, Iman mulai menyadari bahwa yang seringkali menyebabkan pedagang
meski memakai anak sendiri, Iman harus memiliki tingkat subsistensi kehidupan
tetap menjaga kesehatan dan cukup tinggi. Meski data-data statistik
memperhitungkan 'biaya kerja' dari mengenai para pedagang kakilima
anaknya tersebut termasuk untuk biaya seringkali menggambarkan mereka sebagai
sakit. Ketidaksadaran mengenai beban pelaku usaha kecil yang berpendapatan
kerja yang diberikan kepada anggota besar, nyatanya dengan tiadanya jaminan-
keluarga inilah dalam usaha kecil-kecilan jaminan sosial entah itu di bidang
yang seringkali menjadi sumber pendidikan, kesehatan, keamanan, dan
pengeluaran tak terduga banyak lain sebagainya, PKL merupakan lahan

Volume 1 (1) Juli 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115 19


UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Dicky P. Ermandara, Risiko Bisnis dan Siasat….

pekerjaan berbiaya besar yang rawan baik. Pak Teja mengaku semenjak
akan risiko-risiko kecil yang mungkin didirikannya kawasan komersil Tanrise
muncul dalam kehidupan keseharian. City di kawasan Cipadung, daerah
rumahnya yang berada di dekat Asy-
Kewajiban Sosio-Kultural Tak Terduga Syiraj menjadi lebih sering terkena banjir
ketika hujan deras datang. Banjir ini rupa-
Selain aspek-aspek geografis dan rupanya mengakibatkan beberapa rumah
ekonomis yang menjadi penghalang tetangganya yang terletak lebih rendah di
berkembangnya usaha kecil-kecilan PKL, perkampungan ikut tergenang karena air
risiko bisnis bagi banyak pedagang di yang masuk hingga mencapai mata kaki
pasar Jumat Asy-Syiraj juga sering hadir orang dewasa. Ketua RT di tempat
dalam berbagai kewajiban sosio-kultural tinggalnya lalu mewajibkan dilakukan
tidak terduga yang pemenuhannya bukan iuran bagi masing-masing rumah tangga
sekedar untuk akumulasi usaha atau untuk membantu warga yang rumahnya
pemenuhan barang-barang rumah tangga, terkena banjir parah dan mengalami
tetapi berkait dengan posisi sosial kerugian materiil. Masalahnya bagi pak
pedagang dalam suatu tatanan nilai-nilai Teja, begitu musim penghujan seperti di
kultural tertentu. akhir tahun datang, sumbangan warga ini
menjadi sangat sering dilakukan hingga
Dari hasil sensus pedagang pasar Jumat mencapai 2 – 3 kali per bulan.
Asy-Syiraj di bulan Oktober-November Sumbangan ini menjadi berat bagi pak
2012, di dapat hasil 94% pedagang telah Teja mengingat sumbangan ketetanggaan
menikah. Kebanyakan pedagang adalah serupa juga mengambil bentuk-bentuk
laki- laki paruh baya yang dalam tatanan lain seperti sumbangan perbaikan jalan
rumah tangga berposisi sebagai pencari kampung, menyewa alat-alat membersih-
nafkah utama dengan tanggungan istri, kan got besar, perbaikan masjid, ataupun
anak, dan kadangkala beberapa anggota sumbangan lain yang seringkali datang
keluarga yang tinggal bersama pedagang tidak terduga. Meski secara nominal tidak
di dalam satu rumah. Dengan posisi besar akan tetapi sumbangan-sumbangan
sebagai kepala rumah tangga, dalam tak terduga yang datang tiba-tiba ini
lingkup kemasyarakatan ini juga berarti menurut Pak Teja acapkali membuat
memposisikan pedagang sebagai warga dirinya kewalahan sementara penolakan
yang tergabung dalam suatu kesatuan memberi sumbangan yang terkadang
RT/RW atau jenis ketetanggan tertentu, dipikirkannya hampir tidak mungkin di
yang dalam prakteknya sering lakukan karena takut akan mendapat
menjadi wadah bagi sumbangan- cibiran tetangga.
sumbangan sosial apabila terdapat
terdapat kebutuhan seperti kerja bakti Pengeluaran sosial serupa juga dialami
masal, perbaikan jalan kampung, atau Dadang. Sebagai anak tertua di keluarga,
tetangga sakit. Selain terikat dengan ia seringkali harus ikut membantu biaya
tatanan ketetanggaan, PKL Asy-Syiraj juga hidup Ibunya yang sudah renta dan
berada dalam suatu kesatuan pedagang sering sakit. Selain untuk membantu
yang mewujud dalam organisasi biaya sakit orangtua, Dadang seringkali
Perkumpulan Pedagang Kaki Lima Asy- mesti ikut membantu biaya sekolah
Syiraj, yang meskipun tidak menarik iuran adiknya yang masih SMP meski tidak
resmi, merupakan saluran bantuan apabila tinggal bersama dirinya. Pengeluaran-
salah satu pedagang tidak bisa berdagang pengeluaran ini akan semakin berlipat
karena hal-hal tidak terduga seperti sakit apabila bertepatan dengan hari-hari besar
atau kecelakaan. Pak Teja dan Dadang Islam seperti hari raya Idul Fitri di mana
melukiskan pengeluaran sosial ini dengan ia mesti memberikan jatah "THR" selain

20 Volume 1 (1) Juli 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115


UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Dicky P. Ermandara, Risiko Bisnis dan Siasat….

kepada keluarga batihnya, juga kepada ini meskipun biasanya terjadi dalam
sanak saudara lain yang cukup banyak nominal yang tidak besar, akan tetapi
mengingat ia sendiri memiliki 7 saudara. berlangsung dalam beberapa tahap yang
Sejenis kewajiban moral untuk membagi membuat dampak kenaikan itu nampak
penghasilannya kepada sanak saudara tidak terasa akan tetapi justru seringkali
apabila tingkat penjualan sepatu pantopel membuat kejutan negatif pada defisitnya
miliknya sedang meningkat inilah yang anggaran rumah tangga. Kenaikan BBM
menurut Dadang sangat sering membe- sangat ditakutkan oleh pedagang
ratkannya. Menurutnya, akan sangat mengingat kebanyakan pedagang meng-
tidak adil apabila ia sekedar mengguna- gunakan sarana sepeda motor sebagai
kan uang pendapatan berjualan untuk pengangkut barang-dagangan dari rumah
membeli sepatu pantopel tambahan ke pasar. Besarnya 'uang bensin' ini
sementara beberapa sanak saudaranya cukup signifikan kalau merujuk kepada
banyak pula yang kekurangan. Bagi kebiasaan sekitar 60% PKL di Asy-Syiraj
Dadang, membantu sanak saudara yang merupakan pedagang lapak yang
merupakan hal penting selama ia dan biasa berpindah dari satu pasar ke pasar
keluarga batihnya masih memiliki cukup lain di sekitar Kota Bandung. Sarana
uang untuk makan; "..salila masih cukup sepeda motor menjadi satu-satunya pilihan
jang dahar, ngabantu keluarga nu bagi para pedagang kelana ini karena
utamana” (sepanjang masih cukup untuk mereka menganggap tidak bisa meng-
makan, membantu keluarga itu utama). andalkan angkutan kota yang selain boros
biaya, juga tidak menghargai waktu.
Ketidakpastian Ekonomi Makro Padahal pada hari-hari biasa di luar pasar
Jumat, pedagang-pedagang ini ikut
Meski berada pada ambang batas usaha berkejar-kejaran dengan waktu di saat
kecil-kecilan yang dalam banyak hal konsumen membanjiri pasar seperti di
sangat sedikit sekali bergantung kepada kala pagi menjelang. Bagi pedagang
usaha-usaha yang lebih besar, sehingga seperti Toto, pedagang baju koko, hal ini
secara ekonomi tergolong mandiri, disiasatinya dengan pergi ke bengkel
pedagang-pedagang kecil ini bagaimana- untuk mengecilkan volume bahan bakar
pun tetap berada pada suatu tatanan motor Honda supra-x miliknya meski ia
perekonomian makro Indonesia yang pada juga tahu hal tersebut dapat merusak
masa-masa tertentu mengalami gejolak mesin motornya dalam jangka panjang.
berupa inflasi, baik lewat turunnya nilai
mata uang ataupun naiknya harga-harga Ketidakstabilan perekonomian makro
kebutuhan pokok. Besar inflasi per- juga berdampak kepada penyusutan nilai
ekonomian Indonesia 2007-2011 yang modal awal pedagang. Modal awal
mencapai 6,59 hingga 3,79 %1 memiliki pedagang selain meliputi barang-dagangan
pengaruh paling telak kepada pedagang juga mengikutsertakan besaran utang
dalam dua wajah yakni naiknya harga harus mereka bayar kepada pemberi kredit
barang-barang kebutuhan rumah tangga terutama apabila pedagang meminjam
dan susutnya nilai modal awal. kepada tetangga yang merangkap sebagai
rentenir. Toto menuturkan bahwa ketika
Isu besar perekonomian nasional yang terjadi kenaikan harga BBM di tahun
paling banyak ditakutkan oleh pedagang 2005 dan 2008 lalu, selain harus menjual
adalah kenaikan harga Bahan Bakar 2 buah motor Yamaha satria miliknya
Minyak (BBM) yang menurut mereka akan untuk diganti dengan motor sebuah Honda
membuat berbagai harga kebutuhan pokok supra-x yang lebih hemat bensin, Toto
lain dari beras hingga lauk-pauk akan ikut juga mesti membayar bunga tambahan
mengalami kenaikan. Kenaikan-kenaikan cicilian utang modal sebesar 5 persen.

Volume 1 (1) Juli 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115 21


UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Dicky P. Ermandara, Risiko Bisnis dan Siasat….

Padahal sebelumnya ia telah dikenakan ga-harga kebutuhan pokok mengingat


bunga 15 persen sebagai syarat dengan posisinya sebagai pedagang,
peminjaman modal 7 juta rupiah untuk mereka bisa dengan mudah menyesuai-
berdagang baju koko. Akibat kenaikan kan harga barang dagangan dengan
harga BBM yang berimbas pada kenaikan kondisi pasar. Padahal harga yang
bunga utang modal awal tersebut, istri meningkat belum tentu berkesesuaian
Toto yang tadinya berperan sebagai ibu dengan besaran nilai modal awal yang
rumah tangga harus rela menyerahkan telah dikeluarkan. Hal inilah yang
pengurusan seorang anaknya yang berusia berkorelasi langsung dengan tiadanya
2 tahun kepada mertua untuk ikut bekerja pembedaan spesifik pedagang dalam
sebagai buruh cuci. kegiatan usaha mengenai pendapatan,
pengeluaran, dan penghasilan yang sudah
Kenaikan harga BBM dan kebutuhan di bahas di faktor ketidakdisiplinan ma-
pokok meski demikian tidak otomatis najemen keuangan pedagang.
dengan serta merta membuat pedagang
bisa menaikkan juga harga barang Kenaikan harga barang-dagangan yang
dagangannya secara serampangan. Mereka mewujud dagang secara kecil-kecilan
pada dasarnya takut untuk menaikkan (harian-mingguan), penolakan untuk
harga barang dagangan karena enggan terlibat dalam utang jangka panjang,
kehilangan pembeli. Seringkali, meski penambahan ragam jenis dagangan, usaha
telah menaikkan harga barang-dagangan, kecil sampingan, sampai usaha menabung.
kenaikan harga tersebut tetap tidak Meski demikian siasat- siasat ini bukanlah
mencukupi pengembalian modal dan strategi-strategi utama pedagang dalam
kebutuhan hidup sehari-hari. Pedagang menghadapi risiko bisnis. Karena sifatnya
seperti Toto mengaku hanya dua kali yang tidak terduga, risiko-risiko bisnis ini
menaikan harga barang dagangannya tidak ditangani pedagang lewat rencana
semenjak berdagang di tahun 2005. Hal jangka panjang yang terukur melainkan
itu pun ia lakukan hanya ketika hanya diusahakan ketika risiko bisnis itu
distributor baju koko yang ia ambil dari datang menerjang. Bagi pedagang kecil,
salah satu toko grosir di daerah Pasar satu-satunya cara untuk dapat bertahan
Baru, Bandung, ikut menaikan harga. hidup dengan layak yang mereka
Dengan kondisi demikian artinya usahakan secara terus-menerus adalah
kenaikan harga barang-dagangannya tidak ialah lewat perluasan dagang dalam arti
mengikutsertakan naiknya tingkat sarana menambah waktu kerja dan berpindah-
hidup. Kenaikan harga barang-dagangan pindah tempat dagang.
Toto hanya berhasil menutupi kenaikan
harga barang dagangan di tingkat Kedua cara ini menjadi satu-satunya
distributor, tetapi tidak dapat mengatasi pilihan riil mengingat keterbatasan dana
naiknya harga bensin dan terutama yang tidak memungkinkan mereka untuk
naiknya tingkat bunga pengembalian menambah modal. Kedua siasat inilah
modal awal. yang mewujud ke dalam peningkatan jam
kerja dan rotasi pasar yang dilakukan
Masalah-masalah seperti yang dialami oleh PKL pasar Jumat Asy-Syiraj dalam
oleh Toto inilah yang barangkali dalam pendapatan (income). Hal ini pun belum
penelitian tentang pedagang dapat tentu menutupi biaya modal yang
menimbulkan bias. Data-data statistik termasuk pembayaran utang dan biaya
pada dasarnya cenderung beranggapan kerja (cost), sehingga menghasilkan defisit
bahwa pedagang merupakan bagian dari penghasilan (profit).
massa pekerja yang dengan mudah
menyesuaikan diri dengan kenaikan har-

22 Volume 1 (1) Juli 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115


UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Dicky P. Ermandara, Risiko Bisnis dan Siasat….

‘Man Jadda Wa Jadda’: Penambahan seminggu. Jauh di atas waktu kerja


jam Kerja dan Rotasi Pasar Sebagai formal yang maksimal mencapai 48
Siasat jam/minggu. Jam kerja di atas pun
sebenarnya bisa bertambah apabila jam
Seperti kebanyakan pekerja sektor kerja beberapa pedagang makanan yang
informal lainnya, PKL pasar Jumat Asy- biasa mengolah jualannya sebelum
Syiraj juga merasa tidak bisa berbuat berangkat ke pasar, ikut dimasukan.
banyak terhadap kondisi pekerjaan Pedagang pada umumnya memiliki jam
mereka. Faktor-faktor utama risiko bisnis kerja yang sangat fleksibel dengan
seperti yang sudah dijelaskan di atas pada mengikuti waktu-waktu ramai pasar
dasarnya merupakan faktor-faktor yang yang bisa terbentang sejak dini hingga
sudah disadari pedagang sebagai pelaku malam hari.
usaha kecil, hanya saja mereka tidak bisa
memprediksi kapan datangnya. Siasat- Jam kerja Jumlah Hari Kerja Umlah
Per hari pedagang per minggu pedagang
siasat lain yang paling sering dikemuka- % %
kan pedagang untuk mengatasi defisit 4-6 9 1-2 2.2
anggaran usaha dan rumah tangga juga 6-8 27.2 2-3 2.2
mencakup penjualan barang-barang 8-10 9 3-42 2.2
rumah tangga, penambahan barang- 10-12 45,5 4-5 9
barang rumah tangga, penambahan barang- 12-14 6.8 5-6 38.6
dagang secara kecil-kecilan (harian- 14-16 2.2 6-7 45.4
mingguan), penolakan untuk terlibat dalam Total
utang jangka panjang, penambahan ragam Tabel1: Jam Kerja Pedagang Asy-Syiraj
jenis dagangan, usaha kecil sampingan, Sumber: Data lapangan Oktober-Nopember 2012
sampai usaha menabung. Meski demikian
siasat-siasat ini bukanlah strategi-strategi Pasar Jumat Asy-Syiraj dengan waktu
utama pedagang dalam menghadapi risiko pasar yang pendek (4 jam), berkisar di
bisnis. Karena sifatnya yang tidak terduga, antara waktu salat Jumat, alih-alih dilihat
risiko-risiko bisnis ini tidak ditangani sebagai sebuah contoh dari waktu kerja
pedagang lewat rencana jangka panjang yang pendek dari pedagang, justru
yang terukur melainkan hanya diusahakan merupakan salah satu siasat pedagang
ketika risiko bisnis itu datang menerjang. untuk menambah jam kerja di luar jam
Bagi pedagang kecil, satu-satunya cara kerja rutin mereka yang berpusat pada
untuk dapat bertahan hidup dengan layak pasar-pasar lain yang lebih besar seperti
yang mereka usahakan secara terus- Pasar Induk Gedebage dan Pasar Induk
menerus adalah lewat perluasan dagang Ujung-berung.
dalam arti menambah waktu kerja dan
berpindah-pindah tempat dagang. Kedua Rudi, pedagang cilok, mengatakan bahwa
cara ini menjadi satu-satunya pilihan riil baginya pasar Jumat Asy-Syiraj merupa-
mengingat keterbatasan dana yang tidak kan pengisi kekosongan pembeli karena
memungkinkan mereka untuk ber- sebuah sekolah SMP yang biasa dia
akumulasi lewat penambahan modal. jadikan tempat mangkal libur di hari
Kedua siasat inilah yang mewujud ke Jumat. Setelah berdagang di Asy-Syiraj
dalam peningkatan jam kerja dan rotasi pun Rudi biasanya memutarkan gerobak
pasar yang dilakukan oleh PKL pasar ciloknya ke daerah kampus Universitas
Jumat Asy-Syiraj. Islam Nusantara (UIN) untuk terus
berjualan hingga sore menjelang
Dari tabel berikut dapat dilihat bahwa dilanjutkan berjualan di dekat rumahnya
sekitar 50 persen pedagang bekerja di kawasan Ujungberung setelah istirahat
dengan jam kerja 60 - 84 jam kerja salat maghrib, apabila pendapatan dirasa

Volume 1 (1) Juli 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115 23


UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Dicky P. Ermandara, Risiko Bisnis dan Siasat….

belum mencukupi. Bagi kebanyakan meningkatkan taraf hidup ke tingkat yang


pedagang, pendapatanlah dan bukan jam lebih baik. Apabila kehidupan tidak
kerja, yang menjadi penuntun mereka kunjung membaik, pedagang beranggapan
dalam memutuskan lama tidaknya bekerja hal itu tanda mereka belum cukup keras
selama satu minggu penuh. Selain lewat berdagang dan mendekatkan diri kepada
pemanjangan waktu kerja, pedagang di Allah SWT. Hanya dengan kerja keras
pasar Jumat Asy- Syiraj juga menjadi baik lewat penambahan jam kerja maupun
contoh menarik bagaimana lokasi-lokasi rotasi pasar, pedagang-pedagang ini
dagang tertentu dimanfaatkan PKL dalam berharap segala permasalahan keuangan
siasat bisnis untuk mengakali sepinya bisa mereka atasi dengan baik. Persis
pasar-pasar utama di hari Jumat. Di luar seperti makna istilah yang diucapkan oleh
hari Jumat, sejatinya pedagang-pedagang seorang pedagang, Iman, yang mengata-
ini adalah anggota dari pasar pasar lain kan bahwa siasat satu-satunya yang ia
yang lebih besar di mana mereka bekerja lakukan untuk mengatasi ketidakpastian
dengan jam kerja yang lebih panjang. Dari usaha di masa depan hanyalah dengan
hasil penelitian diketahui bahwa Pasar terus berusaha dan berdoa; "...Man Jadda
Induk Ujungberung menjadi pasar utama Wa Jadda ceuk Gusti Alloh ge', dimana
bagi sekitar 40% (18) pedagang di luar ada usaha pasti ada jalan" (Man Jadda
hari Jumat. Di luar Pasar Induk Wa Jadda, kata Gusti Allah, di mana ada
Ujungberung rentang luas rotasi pasar usaha pasti ada jalan).
PKL Asy-Syiraj mencakup Pasar
Gedebage, Pasar Tanjungsari, Pasar Kesimpulan
Ciroyom, Pasar Cijerah, Pasar Arjuna,
Pasar Antapani dan juga jenis-jenis pasar Ragam faktor risiko bisnis bagi pedagang
kaget seperti di sekitar pabrik mulai dari ketidakpastian kondisi pasar,
Kiaracondong, pasar minggu Gasibu, ketidakdisiplinan manajemen keuangan,
Samsat, Salman, Pasteur dan Pusdai. kewajiban moral dalam suatu nilai-nilai
sosio-kultural, hingga gelombang
Pasar-pasar ini ditempati pedagang di tidak pastinya ekonomi makro bukanlah
hari-hari utama Senin hingga Kamis masalah-masalah resiko bisnis dapat
dengan penambahan pasar kaget di akhir dihindari pedagang. Alih-alih mencari
minggu. Sama halnya dengan waktu kerja, solusi yang konkrit atas permasalahan
penentuan mengenai lokasi pasar ini tersebut, pedagang lebih sering
menurut pedagang lebih banyak menghindar dan mencari jalan keluar
dibimbing oleh pemenuhan pendapatan dengan cara menambah jam kerja dan
yang biasa mereka ukur lewat ramainya ruang pasar. Bagi kebanyakan pedagang
jumlah pengunjung pasar dikurangi kecil, cara usaha mereka adalah carpe
dengan biaya transportasi, makan, jatah diem sesungguhnya. Hidup untuk hari ini
preman, dan biaya lapak. Dengan tidak tanpa pernah tahu bahwa masa depan
adanya jatah preman dan biaya lapak, masih menanti.
beserta letak yang cukup dekat dengan
banyak rumah pedagang di daerah Di lapis pertama, nampak bahwa
Cipadung yang artinya juga mengurangi permasalahan yang dihadapi oleh PKL
biaya transportasi dan makan, pasar Jumat Asy-Syiraj merupakan masalah pen-
Asy- Syiraj tampil sebagai penolong PKL didikan, kekolotan budaya dan modal
dalam menghadapi berbagai risiko bisnis usaha yang sumbernya terletak dari pelaku
yang mungkin datang menerjang di depan. usaha itu sendiri. Dengan mengambil cara
pandang ini artinya solusi yang mungkin
Bagi pedagang-pedagang ini doa dan diajukan bagi penanganan risiko bisnis
kerja keras adalah syarat utama untuk PKL adalah dengan cara mengubah nilai

24 Volume 1 (1) Juli 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115


UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Dicky P. Ermandara, Risiko Bisnis dan Siasat….

budaya pedagang, rasionalisasi hubungan dalam efek negatif yang berkali lipat.
keluarga, dan usaha lebih keras lagi Tanpa disadari pemanjangan jam kerja dan
dalam dunia usaha yang rupanya secara rotasi pasar justru memasukan kembali
tidak sadar di amini oleh kebanyakan pedagang ke dalam lubang ketiadaan
pedagang. Di lapis kedua, permasalahan perbedaan antara pendapatan, pengeluaran
risiko bisnis adalah masalah kebijakan (biaya kerja), dan penghasilan. Dengan
fungsional dengan asumsi bahwa bekerja lebih lama dalam kondisi pasar
lembaga-lembaga negara seharusnya ikut yang tidak menentu, sejatinya pedagang
aktif dalam membantu pedagang- hanya menambah biaya kerja secara
pedagang kecil. Solusinya kemudian positif, pendapatan secara relatif, dan
adalah campur tangan lembaga-lembaga penghasilan secara negatif.
pemerintah dalam kebijakan ekonomi
informal dengan cara pemberian Solusi yang mungkin bagi PKL untuk
pendidikan manajerial dan pemberian mengubah alur usahanya adalah dengan
bantuan usaha baik dalam wujud pembentukan organisasi-organisasi man-
pendirian koperasi-koperasi maupun diri yang bisa mewakili kepentingan
lokasi usaha khusus. Dengan berpandangan ekonomi-politik pedagang. Organisasi-
demikian, artinya yang perlu didorong organisasi ini bisa mendorong pemerintah
untuk meminimalisir risiko bisnis untuk memberikan pelatihan-pelatihan
pedagang adalah lembaga-lembaga manajerial yang berguna bagi pedagang
pemerintah dengan kewajibannya untuk dalam upaya mengatasi ketidakdisiplinan
melindungi warga negaranya. Terakhir, manajemen keuangan, pemberian
risiko bisnis PKL dapat dilihat bukan pinjaman-pinjaman non-bunga kepada
hanya sebagai faktor eksternal yang usaha kecil baik untuk modal dan
seolah-olah berada di luar dan asing penjaminan usaha maupun pemberian
terhadap lahan pekerjaan, melainkan bantuan usaha dalam wujud relokasi
sebagai serangkaian ciri-ciri yang sedari tempat dagang yang tetap. Namun
awal ikut membentuk dan memberi bagaimanapun solusi-solusi ini tetap
karakter khusus kepada pedagang kecil. terbatas sifatnya selama pedagang belum
Artinya, kerentanan dan ketidakpastian dapat meminta perubahan struktural
sudah semenjak awal merupakan bagian berupa pengakuan Pedagang Kaki Lima
intrinsik dari lahan pekerjaan ini. Hal sebagai salah satu bagian lapangan kerja
yang perlu dilakukan oleh pedagang perkotaan yang hak-haknya meliputi atas
kemudian adalah menyadari posisinya jaminan ekonomi dan sosial serupa
sebagai bagian dari massa pekerja dengan usaha-usaha yang lebih besar.
perkotaan yang tidak tertampung dalam Dengan perubahan struktural demikian
lahan pekerjaan formal untuk kemudian PKL bisa bersaing dengan usaha besar
memperjuangkan hak-haknya sendiri lewat yang semakin lama semakin sering
pembentukan organisasi-organisasi yang mencaplok dan memanfaatkan kerentanan
memiliki kekuatan politis. mereka. Dengan pengakuan PKL seperti
itulah kemungkinan besar solusi atas
Paradigma pertama dengan cara terus risiko bisnis usaha kecil-kecilan mereka
meningkatkan usaha diri lewat tidak lagi mengambil bentuk yang
pemanjangan jam kerja dan rotasi pasar parsial, melainkan menyeluruh dan
sudah di lakukan sendiri oleh pedagang. mengubah karakteristik dari yang biasa
Solusi ini tentu bersifat tambal sulam disebut Pedagang Kaki Lima itu sendiri.
karena dengan menghindari risiko-risiko
bisnis yang mungkin hadir, pedagang
tentu sewaktu- waktu dapat terkena lagi
risiko-risiko bisnis tersebut, mungkin

Volume 1 (1) Juli 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115 25


UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Dicky P. Ermandara, Risiko Bisnis dan Siasat….

Daftar Pustaka Studies, 18-19 Nopember, University


Kebangsaan Malaysia.
Geertz, C. (1989). Penjaja dan Raja. (S. Bromley, Ray. 1978. “Organisasi, Peraturan
Supomo, Penj.) Jakarta: Yayasan dan Pengusahaan Sektor Informal di
Obor Indonesia. Kota:
Hans-Dieter Evers & Ozay Mehmet. (1994). Pedagang Kaki Lima di Cali Colombia”,
The Management of Risk: Informal dalam Chris Manning dan Tadjuddin
Trade in Indonesia. World Development, Noer Effendi (ed.) Urbanisasi,
22(1), 1-9. Pengangguran dan Sektor Informal di
Mulyanto, D. (2006). Usaha Kecil dan Kota. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Persoalannya di Indonesia. Bandung: Evers, Hans-Dieter & Mehmet, Ozay. 1994.
Akatiga. “The Management of Risk: Informal
Milawati, R (2008). Ekonomi Informal Trade in Indonesia”. World
Perkotaan: Sebuah Kasus Tentang Development, Vol. 22, No. 1, pp. 1-9.
Pedagang Kaki Lima di Kota Bandung. Geertz, Clifford. 1989. Penjaja dan
Bandung: Akatiga. Raja,terjemahan S. Supomo. Jakarta:
Brata, Aloysius Gunardi. 2008. Vulnerability Yayasan Obor Indonesia.
of Urban Informal Sector: street Kemshall, Hazel. 2002. Risk, Social Policy,
vendors in Yogyakarta, Indonesia. and Welfare. Buckingham: Open
Makalah International Conference on University Press.
Social, Development an Environmental

26 Volume 1 (1) Juli 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115

You might also like