Professional Documents
Culture Documents
Risiko Bisnis Dan Siasat Pedagang Kelana: Studi Kasus Pasar Jumat Asy-Syiraj Di Kota Bandung
Risiko Bisnis Dan Siasat Pedagang Kelana: Studi Kasus Pasar Jumat Asy-Syiraj Di Kota Bandung
Risiko Bisnis dan Siasat Pedagang Kelana: Studi Kasus Pasar Jumat
Asy-Syiraj di Kota Bandung
Dicky P. Ermandara
Pascasarjana Universitas Gadjah Mada
ermandara@yahoo.com
Abstract
This article aims to describe business risks the street vendors have been struggled with in
their informal economic activities in contemporary urban Indonesia; as well as their strategies to
overcome the risks. Drawing from ethnographic study I conducted among hawkers at Pasar Jumat
(Friday flea market) Asy-Syiraj in Bandung, there were four business risks they had to struggle
with, 1) local market uncertainty, 2) in-disciplined finance management, 3) unpredicted yet
obligatory socio- cultural events, and 4) macro-economic uncertainty. In order to overcome
the risks, they implemented some strategies such as extending labor time and rotating selling place
in the city.
Abstrak
Artikel ini mendiskusikan risiko bisnis yang dihadapi pedagang kaki lima kelana dalam
kegiatan ekonomi informal mereka di perkotaan Indonesia masa kini.Berdasarkan hasil studi
etnografis pada kelompok pedagang kaki lima kelana di Pasar Jumat Asy-Syiraj di Bandung,
terdapat empat risiko bisnis yang umum dihadapi oleh para pedagang, yaitu: 1) ketidakpastian
pasar lokal, 2) manajemen keuangan yang tidak tertib, 3) kewajiban sosial budaya yang tidak
terprediksi, 4) ketidakpastian ekonomi makro. Mereka mengatasi risiko-risiko itu dengan
menerapkan aneka strategi, antara lain dengan memperpanjang waktu berjualan dan melakukan
rotasi lokasi tempat berjualan di kota.
seluruhnya menjadi 26.490 orang. Namun, rasional. Artinya, risiko merupakan ragam
pada 2008, terjadi penurunan jumlah PKL hal bagi PKL yang bisa mengurangi
sekitar 60% sehingga jumlah PKL di keuntungan dan atau menambah
Kota Bandung sekitar 15.000 orang. beban usaha di masa depan yang
waktunya tidak terprediksi (Lupton, 1999;
Meski menjadi salah satu lahan pekerjaan Kemshall, 2002). Penelitian dilakukan di
yang paling luas menyerap tenaga kerja salah satu pusat berkumpulnya PKL di
di perkotaan, PKL seringkali berada di Bandung yakni di pasar Jumat Masjid
posisi marjinal, baik dalam hal ekonomi Asy-Syiraj, Bandung. Pasar Jumat Asy-
maupun dalam posisinya di mata para Syiraj adalah pasar kaget yang hanya
pengambil kebijakan (Brata, 2008; hadir tiap sebelum dan sesudah waktu
Handayani, 2009). Dengan ciri per- pelaksanaan salat Jumat di masjid
dagangan kecil-kecilan dengan modal tersebut. Masjid Asy-Syiraj secara
yang tidak besar, PKL menjadi lahan yang administratif tergabung ke dalam wilayah
mudah menyerap tenaga kerja, namun RW 02, Kelurahan Cipadung Wetan,
sekaligus juga menjadi lahan pekerjaan Kecamatan Panyileukan yang memiliki
yang paling cepat mengalami kebangkrut- luas 80, 54 Ha. Secara administratif
an. Karakteristik 'easy come, easy go' ini Kelurahan Cipadung Wetan dibatasi oleh
berakar pada begitu besarnya kerentanan Kelurahan Cipadung Kidul di sebelah
yang dialami oleh PKL dalam kegiatan selatan, Kelurahan Cipadung Kulon di
ekonominya. Tingginya risiko bisnis PKL sebelah utara, Kecamatan Cibiru di
antara lain disebabkan tidak adanya bagian timur, dan Kelurahan Mekar
perhatian dari lembaga pemerintah, Mulya di sebelah barat. Kelurahan ini
ketiadaan jaminan sosial, modal yang tadinya merupakan pemekaran dari
kecil, ketiadaan bentuk organisasional, Kelurahan Cipadung dan Kelurahan
keamanan yang riskan, sampai pengelola- Cipadung Kulon Kecamatan Cibiru Kota
an keuangan yang buruk (Bromley, 1978; Bandung, yang semenjak tahun 2007
Pena, 1999). dimekarkan menjadi Kelurahan Cipadung
Wetan, Kecamatan Panyileukan.
Kajian mengenai pedagang kaki lima
bergelayut di antara kajian mengenai Masjid Asy-Syiraj atau yang umum
minimnya kesempatan kerja, mobilitas, disebut Masjid Patal oleh masyarakat
ketidakmampuan, kemiskinan ataupun sekitar, pada awalnya merupakan masjid
peran utamanya sebagai penampung massa yang dibangun untuk keperluan ibadah
pekerja yang tidak terserap oleh lapangan karyawan PT. Industri Sandang unit
kerja formal. Penelitian ini dilakukan Patal, Cipadung. PT. ISN adalah salah
untuk mengkaji salah satu aspek yang satu Badan Usaha Milik Negara sampai
mencirikan ekonomi pedagang kaki lima pada 2003 terjadi kebijakan privatisasi
yakni masalah ketidakpastian yang aset BUMN negara yang membuat pabrik
berwujud risiko bisnis kecil-kecilan. harus di tutup. Pasar yang berada di areal
halaman masjid mulai muncul sekitar
Konsep risiko di dalam penelitian ini awal dekade 90-an. Pada waktu itu mulai
didefinisikan dari dua jangkar kajian, hadir beberapa pedagang yang melapak-
baik dari ilmu ekonomi maupun dari kan dagangannya di hari Jumat. Bagi
sosiologi. Risiko merujuk pada suatu pengurus masjid, kemunculan para
situasi dimana terdapat kemungkinan pedagang ini bukanlah masalah karena
terjadinya pengeluaran yang tidak dapat jumlahnya yang relatif sedikit kala itu.
diketahui secara pasti. Risiko juga Peningkatan jumlah pedagang yang ber-
diartikan sebagai suatu kejadian yang tak jualan di areal masjid baru sangat terasa
diharapkan dari serangkaian tindakan pasca terjadinya krisis moneter yang
menimpa Negara Indonesia di tahun 1997 Teknik pengumpulan data untuk penelitian
– 1998. Setelah periode krisis moneter, ini dilakukan dengan metode pengamatan
banyak pabrik-pabrik di kawasan terlibat dana wawancara mendalam.
Bandung dan sekitarnya yang mengalami Dengan karakter pedagang yang mudah
gulung tikar. Para pedagang yang berjualan masuk dan mudah keluar dari pasar,
di Masjid Asy-Syiraj pada periode itu pengamatan selama 8 kali waktu pasar
sendiri kebanyakan adalah mantan digunakan untuk mengetahui jumlah rata-
karyawan pabrik-pabrik yang gulung tikar rata dari populasi pedagang di pasar
dan mengalami Pemutusan Hubungan Jumat Asy-Syiraj. Selanjutnya jumlah
Kerja (PHK). Pedagang-pedagang ini rata-rata pedagang ini, lewat metode
rupanya semakin bertambah ketika terjadi sensus dibekukan untuk mencari data-
penutupan pabrik patal di tahun 2003 data umum yang berkenaan dengan usia,
yang membuat banyak orang yang tingkat pendapatan, waktu kerja, dan
tadinya menggantungkan hidupnya pada berbagai latar sosio-ekonomi dari PKL
aktifitas ekonomi pabrik tersebut seperti pasar Jumat Asy- Syiraj.
buruh, pedagang, satpam, atau tukang
ojek, beralih memenuhi lahan pekerjaan Wawancara mendalam pada beberapa
yang tersisa di Masjid Asy- Syiraj sebagai informan dilakukan untuk mengetahui
pedagang eceran maupun pengurus bentuk-bentuk empirik dari berbagai
masjid. Kini Masjid Asy-Syiraj berada risiko bisnis berikut strategi-strategi yang
dalam tanah hibah meski arealnya semakin dilakukan oleh pedagang untuk me-
menyempit akibat pembangunan proyek ngatasinya. Data sekunder lewat studi
Tanrise City; sebuah kawasan komersial literatur juga digunakan untuk mengetahui
terpadu yang akan berisi pergudangan, beberapa data statistik dalam lingkup
toko dan apartement. yang lebih luas seperti keadaan ekonomi
nasional. Hasil dari serangkaian metode
Metode ini dituangkan menjadi tulisan etnografi
yang bertujuan menggambarkan kejelasan
Penelitian ini berusaha mencari sebab- pola-pola usaha pedagang dalam
sebab mikro maupun makro, baik lewat menghadapi risiko bisnis.
karakter dagang PKL maupun arah
ekonomi nasional yang masing-masing Hasil dan Pembahasan
diduga berpengaruh terhadap berbagai
ketidakpastian dalam dunia usaha PKL. Setidaknya terdapat empat penggolongan
Risiko bisnis dalam tulisan ini utama faktor-faktor risiko bisnis yang
didefinisikan sebagai ragam hal yang paling sering terjadi dan ditakutkan oleh
dapat mengurangi keuntungan dan/atau PKL pasar Jumat Asy-Syiraj. Hal-hal ini
menambah beban usaha di masa depan meliputi (1) ketidakpastian kondisi pasar,
yang waktunya tidak terprediksi. (2) sulitnya mendisiplinkan manajemen
Penelitian juga bertujuan menggambarkan keuangan usaha, (3) kewajiban sosio-
bentuk-bentuk risiko bisnis yang dihadapi kultural yang tidak bisa dihindarkan, dan
PKL, lalu menggolongkan data empirik (4) berubahnya keadaan ekonomi makro.
lapangan tersebut ke dalam kategori- Keempat faktor ini mencakup berbagai
kategori besar. Dengan cara ini penulis hal yang bisa mengurangi dan atau
berharap risiko-risiko bisnis usaha kecil menambah beban usaha di waktu men-
ini tidak lagi sekadar dilihat sebagai datang yang tidak terprediksi. Patut
masalah-masalah sepele dari bagian massa dicatat bahwa keempat faktor ini
pekerja yang sudah berada pada posisi sebaiknya tidak dilihat secara terpisah,
marjinal dan sering tidak diakui dalam akan tetapi mesti dilihat sebagai ragam
kebijakan-kebijakan formal. faktor yang kadang saling berkelindan
satu sama lain. Inilah sebabnya dalam usaha seperti palak preman atau
tiap-tiap pembahasan atas keempat faktor penertiban dari Satpol PP. Hal ini wajar
ini, artikel ini akan berusaha langsung mengingat sebagai rumah ibadah, masjid
memaparkan pula berbagai strategi yang secara kultural dijauhi oleh preman dan
dilakukan oleh pedagang untuk berbagai bentuk kriminalitas. Harun, salah
mengatasinya yang bisa jadi mencakup seorang pedagang berusia 44 tahun
strategi untuk mengatasi sekaligus dua menuturkan:
atau tiga faktor utama di atas. Selain “lamun didieu mah teu kudu dipaksa
strategi-strategi kecil-kecilan untuk meng- meuli dahareun atau cai jeung preman
atasi berbagai risiko bisnis, tingginya jam jiga di gasibu, euweuh preman nu salat
kerja pedagang dan rotasi pasar juga Jumat” (Kalau di sini tidak dipaksa
menjadi strategi utama dalam mengatasi membelikan makanan dan minuman oleh
keadaan ketidakpastian dunia usaha preman seperti di Gasibu, tak ada
pedagang. preman yang sholat Jumat).
rupanya tidak selamanya baik bagi jemaah salat Jumat hanya menjadikan
pedagang. Lokasi dagang yang tidak pasar sebagai pranata sekunder yang
meminta iuran berikut waktu pasar yang bukan sebab utama mereka untuk datang
berkisar diantara waktu ibadah salat ke masjid. Tidak tetapnya pendapatan di
Jumat, membuat para pedagang tidak bisa pasar Jumat Asy-Syiraj membuat
mendirikan tenda-tenda yang bisa me- beberapa pedagang harus kembali
lindungi dari cuaca hujan. Keadaan ini berdagang ditempat lain. Hal ini dialami
berbeda misal dengan pedagang di pasar oleh Sujatmiko, yang harus kembalu
Jumat Pusdai yang bebas mendirikan berdagang di pasar induk Ujungberung
terpal ketika musim penghujan tiba. atau kembali ke kios kakaknya di Pasar
Padahal kebanyakan PKL penghuni pasar induk Gedebage.
Jumat Asy- Syiraj adalah pedagang
eceran yang hanya menggunakan Terakhir, meskipun relatif aman dari
gerobak, pikulan, karpet atau terpal penertiban oleh aparat negara seperti
sebagai sarana berjualan. Pedagang Satpol PP, pedagang pasar Jumat Asy-
umumnya merasa "teu ngeunaheun" Syiraj malah dihadapkan pada ancaman
(sungkan) apabila harus memaksakan penggusuran yang lebih besar oleh
memasang tenda untuk penangkal air kawasan komersil Tanrise City yang kini
hujan mengingat mereka hampir tidak pembangunannya sudah hampir 70%. Pak
membayar iuran kepada pengurus masjid. Teja pedagang kacamata dan kopiah yang
Harun, seorang penjual jam tangan, juga merangkap sebagai ketua
menuturkan bahwa dirinya pernah rugi Perkumpulan PKL Asy-Syiraj, menjelas-
mencapai 500 ribu rupiah akibat hujan kan bahwa status masjid menjadi simpang
yang terus menerus turun selama 6 kali siur semenjak tanah bekas Patal Cipadung
hari Jumat berturut-turut di tahun 2010 diambil alih oleh Tanrise City, milik
lalu sementara pada saat bersamaan ia pengusaha Tanri Abeng. Menurut pak
dituntut untuk membayar biaya cicilan Teja, tanah masjid kini sepenuhnya
motor barunya sebesar Rp 700.000 per dimiliki oleh Tanrise City dan kedepannya
bulan. Akibat kerugian tersebut Harun Masjid Asy-Syiraj akan berubah nama
mesti berhutang kepada seorang tetangga- menjadi "Masjid Wisata Rohani Tanrise –
nya untuk menutupi defisit usaha. Bandung".
mencari lokasi baru untuk berjualan penghitungan anggaran atau biaya jangka
sementara mereka tidak mungkin pindah panjang yang ditandai oleh tak adanya
ke kios-kios yang konon disediakan oleh pembukuan yang kompleks sehingga
pihak Tanrise sebagai pengganti lokasi hanya mengira-ngira saja harga yang
pasar mengingat cicilan kios-kios yang pantas dalam proses jual beli (Geertz,
tidak terjangkau. 1989: 34).
Hal-hal di atas inilah yang dalam Dalam penelitian ini penyebab terbesar
penelitian ini disebut sebagai risiko bisnis risiko bisnis yang kedua ialah ketidak-
akibat ketidakpastian kondisi pasar. disiplinan manajemen keuangan pedagang.
Ketidakpastian ini sama sekali bukan hal Tidak ada pencatatan spesifik antara
yang bisa ditangani dengan mudah oleh pendapatan, pengeluaran, dan keuntungan
para PKL, lokasi dagang yang akan dalam kegiatan usaha. Seringkali penge-
digusur misalnya, bagi kebanyakan luaran-pengeluaran biaya kerja baik yang
pedagang merupakan hal yang harus dilakukan diri sendiri, anggota keluarga,
diterima apa adanya. Pandangan ini berikut sarana-sarana kerjanya tidak
disebabkan karena bagi pedagang mereka dihitung sebagai biaya pengeluaran usaha.
hanya sekedar menumpang mencari
nafkah di pasar Jumat Asy-Syi-raj. Pasar Dadan, seorang penjual kostum bola
Jumat menurut mereka tercipta sama Persib menceritakan bahwa apabila ada
sekali bukan atas kemauan organisasi sesuatu yang paling dirinya takutkan
pemerintah, organisasi masjid, atau dalam kegiatan usahanya ialah rusaknya
siapapun juga, melainkan atas inisiatif motor Honda CB 100 yang biasa ia pakai
mereka sendiri sebagai usaha mandiri untuk membawa dagangannya dari satu
pemenuhan hidup. Oleh sebab itu, tempat ke tempat lain; “..lamun motor
pedagang berpandangan apabila waktunya iyeu ruksak, bisa teu dahar sapoean”
telah tiba, mereka akan dengan sukarela (apabila sepeda motor ini rusak, bisa
pergi dari wilayah pasar Jumat Asy-Syiraj. tidak dapat makan seharian). Dadan biasa
berjualan 6 hari dalam seminggu
Kesulitan mendisiplinkan keuangan mengelilingi beberapa pasar di Bandung
usaha mulai dari Pasar Induk Gedebage, Pasar
Induk Ujungberung, hingga bermacam
Menurut Mulyanto (2006), usaha dagang pasar kaget dari daerah Metro (Soekarno-
keliling kecil-kecilan sebagai bagian dari Hatta) hingga Pasteur. Dalam sehari
usaha kecil di Indonesia yang termasuk Dadan mengaku bisa berdagang hingga
golongan paling rendah (penulis meng- 12 jam kerja dengan rotasi pasar
gunakan istilah paria) selain dicirikan mencapai 2 atau 3 kali dalam satu hari.
oleh pendapatan yang kecil, minim Bila pagi berjualan di Gedebage, siang
perhatian dari pemerintah dan kecilnya atau sore bisa saja Dadan berjualan di
tingkat akumulasi modal, usaha keliling daerah Samsat atau Pasteur. Hal ini
kecil-kecilan ini terutama menonjol dilakukan oleh Dadan agar bisa mendapat
dalam hal campur baur manajemen keuntungan yang berlipat mengingat
keuangan usaha dan rumah tangga anak pertamanya baru saja masuk
(Mulyanto, 2006: 9). Hal ini senada Sekolah Dasar (SD) dan membutuhkan
apabila kita melongok pada penelitian biaya besar. Sayangnya usaha lebih untuk
lain tentang pedagang semisal Geertz mendapat keuntungan dengan cara berpin-
(1989) yang dalam pembahasannya dah-pindah pasar dalam jarak tempuh
mengenai sistem harga luncur (sliding yang jauh tidak dihitung Dadan sebagai
price system) mendeskripsikan pedagang salah satu pengeluaran biaya kerja tetap.
kecil-kecilan sebagai pelaku usaha tanpa Baginya pengeluaran yang dihitung untuk
pekerjaan berbiaya besar yang rawan baik. Pak Teja mengaku semenjak
akan risiko-risiko kecil yang mungkin didirikannya kawasan komersil Tanrise
muncul dalam kehidupan keseharian. City di kawasan Cipadung, daerah
rumahnya yang berada di dekat Asy-
Kewajiban Sosio-Kultural Tak Terduga Syiraj menjadi lebih sering terkena banjir
ketika hujan deras datang. Banjir ini rupa-
Selain aspek-aspek geografis dan rupanya mengakibatkan beberapa rumah
ekonomis yang menjadi penghalang tetangganya yang terletak lebih rendah di
berkembangnya usaha kecil-kecilan PKL, perkampungan ikut tergenang karena air
risiko bisnis bagi banyak pedagang di yang masuk hingga mencapai mata kaki
pasar Jumat Asy-Syiraj juga sering hadir orang dewasa. Ketua RT di tempat
dalam berbagai kewajiban sosio-kultural tinggalnya lalu mewajibkan dilakukan
tidak terduga yang pemenuhannya bukan iuran bagi masing-masing rumah tangga
sekedar untuk akumulasi usaha atau untuk membantu warga yang rumahnya
pemenuhan barang-barang rumah tangga, terkena banjir parah dan mengalami
tetapi berkait dengan posisi sosial kerugian materiil. Masalahnya bagi pak
pedagang dalam suatu tatanan nilai-nilai Teja, begitu musim penghujan seperti di
kultural tertentu. akhir tahun datang, sumbangan warga ini
menjadi sangat sering dilakukan hingga
Dari hasil sensus pedagang pasar Jumat mencapai 2 – 3 kali per bulan.
Asy-Syiraj di bulan Oktober-November Sumbangan ini menjadi berat bagi pak
2012, di dapat hasil 94% pedagang telah Teja mengingat sumbangan ketetanggaan
menikah. Kebanyakan pedagang adalah serupa juga mengambil bentuk-bentuk
laki- laki paruh baya yang dalam tatanan lain seperti sumbangan perbaikan jalan
rumah tangga berposisi sebagai pencari kampung, menyewa alat-alat membersih-
nafkah utama dengan tanggungan istri, kan got besar, perbaikan masjid, ataupun
anak, dan kadangkala beberapa anggota sumbangan lain yang seringkali datang
keluarga yang tinggal bersama pedagang tidak terduga. Meski secara nominal tidak
di dalam satu rumah. Dengan posisi besar akan tetapi sumbangan-sumbangan
sebagai kepala rumah tangga, dalam tak terduga yang datang tiba-tiba ini
lingkup kemasyarakatan ini juga berarti menurut Pak Teja acapkali membuat
memposisikan pedagang sebagai warga dirinya kewalahan sementara penolakan
yang tergabung dalam suatu kesatuan memberi sumbangan yang terkadang
RT/RW atau jenis ketetanggan tertentu, dipikirkannya hampir tidak mungkin di
yang dalam prakteknya sering lakukan karena takut akan mendapat
menjadi wadah bagi sumbangan- cibiran tetangga.
sumbangan sosial apabila terdapat
terdapat kebutuhan seperti kerja bakti Pengeluaran sosial serupa juga dialami
masal, perbaikan jalan kampung, atau Dadang. Sebagai anak tertua di keluarga,
tetangga sakit. Selain terikat dengan ia seringkali harus ikut membantu biaya
tatanan ketetanggaan, PKL Asy-Syiraj juga hidup Ibunya yang sudah renta dan
berada dalam suatu kesatuan pedagang sering sakit. Selain untuk membantu
yang mewujud dalam organisasi biaya sakit orangtua, Dadang seringkali
Perkumpulan Pedagang Kaki Lima Asy- mesti ikut membantu biaya sekolah
Syiraj, yang meskipun tidak menarik iuran adiknya yang masih SMP meski tidak
resmi, merupakan saluran bantuan apabila tinggal bersama dirinya. Pengeluaran-
salah satu pedagang tidak bisa berdagang pengeluaran ini akan semakin berlipat
karena hal-hal tidak terduga seperti sakit apabila bertepatan dengan hari-hari besar
atau kecelakaan. Pak Teja dan Dadang Islam seperti hari raya Idul Fitri di mana
melukiskan pengeluaran sosial ini dengan ia mesti memberikan jatah "THR" selain
kepada keluarga batihnya, juga kepada ini meskipun biasanya terjadi dalam
sanak saudara lain yang cukup banyak nominal yang tidak besar, akan tetapi
mengingat ia sendiri memiliki 7 saudara. berlangsung dalam beberapa tahap yang
Sejenis kewajiban moral untuk membagi membuat dampak kenaikan itu nampak
penghasilannya kepada sanak saudara tidak terasa akan tetapi justru seringkali
apabila tingkat penjualan sepatu pantopel membuat kejutan negatif pada defisitnya
miliknya sedang meningkat inilah yang anggaran rumah tangga. Kenaikan BBM
menurut Dadang sangat sering membe- sangat ditakutkan oleh pedagang
ratkannya. Menurutnya, akan sangat mengingat kebanyakan pedagang meng-
tidak adil apabila ia sekedar mengguna- gunakan sarana sepeda motor sebagai
kan uang pendapatan berjualan untuk pengangkut barang-dagangan dari rumah
membeli sepatu pantopel tambahan ke pasar. Besarnya 'uang bensin' ini
sementara beberapa sanak saudaranya cukup signifikan kalau merujuk kepada
banyak pula yang kekurangan. Bagi kebiasaan sekitar 60% PKL di Asy-Syiraj
Dadang, membantu sanak saudara yang merupakan pedagang lapak yang
merupakan hal penting selama ia dan biasa berpindah dari satu pasar ke pasar
keluarga batihnya masih memiliki cukup lain di sekitar Kota Bandung. Sarana
uang untuk makan; "..salila masih cukup sepeda motor menjadi satu-satunya pilihan
jang dahar, ngabantu keluarga nu bagi para pedagang kelana ini karena
utamana” (sepanjang masih cukup untuk mereka menganggap tidak bisa meng-
makan, membantu keluarga itu utama). andalkan angkutan kota yang selain boros
biaya, juga tidak menghargai waktu.
Ketidakpastian Ekonomi Makro Padahal pada hari-hari biasa di luar pasar
Jumat, pedagang-pedagang ini ikut
Meski berada pada ambang batas usaha berkejar-kejaran dengan waktu di saat
kecil-kecilan yang dalam banyak hal konsumen membanjiri pasar seperti di
sangat sedikit sekali bergantung kepada kala pagi menjelang. Bagi pedagang
usaha-usaha yang lebih besar, sehingga seperti Toto, pedagang baju koko, hal ini
secara ekonomi tergolong mandiri, disiasatinya dengan pergi ke bengkel
pedagang-pedagang kecil ini bagaimana- untuk mengecilkan volume bahan bakar
pun tetap berada pada suatu tatanan motor Honda supra-x miliknya meski ia
perekonomian makro Indonesia yang pada juga tahu hal tersebut dapat merusak
masa-masa tertentu mengalami gejolak mesin motornya dalam jangka panjang.
berupa inflasi, baik lewat turunnya nilai
mata uang ataupun naiknya harga-harga Ketidakstabilan perekonomian makro
kebutuhan pokok. Besar inflasi per- juga berdampak kepada penyusutan nilai
ekonomian Indonesia 2007-2011 yang modal awal pedagang. Modal awal
mencapai 6,59 hingga 3,79 %1 memiliki pedagang selain meliputi barang-dagangan
pengaruh paling telak kepada pedagang juga mengikutsertakan besaran utang
dalam dua wajah yakni naiknya harga harus mereka bayar kepada pemberi kredit
barang-barang kebutuhan rumah tangga terutama apabila pedagang meminjam
dan susutnya nilai modal awal. kepada tetangga yang merangkap sebagai
rentenir. Toto menuturkan bahwa ketika
Isu besar perekonomian nasional yang terjadi kenaikan harga BBM di tahun
paling banyak ditakutkan oleh pedagang 2005 dan 2008 lalu, selain harus menjual
adalah kenaikan harga Bahan Bakar 2 buah motor Yamaha satria miliknya
Minyak (BBM) yang menurut mereka akan untuk diganti dengan motor sebuah Honda
membuat berbagai harga kebutuhan pokok supra-x yang lebih hemat bensin, Toto
lain dari beras hingga lauk-pauk akan ikut juga mesti membayar bunga tambahan
mengalami kenaikan. Kenaikan-kenaikan cicilian utang modal sebesar 5 persen.
budaya pedagang, rasionalisasi hubungan dalam efek negatif yang berkali lipat.
keluarga, dan usaha lebih keras lagi Tanpa disadari pemanjangan jam kerja dan
dalam dunia usaha yang rupanya secara rotasi pasar justru memasukan kembali
tidak sadar di amini oleh kebanyakan pedagang ke dalam lubang ketiadaan
pedagang. Di lapis kedua, permasalahan perbedaan antara pendapatan, pengeluaran
risiko bisnis adalah masalah kebijakan (biaya kerja), dan penghasilan. Dengan
fungsional dengan asumsi bahwa bekerja lebih lama dalam kondisi pasar
lembaga-lembaga negara seharusnya ikut yang tidak menentu, sejatinya pedagang
aktif dalam membantu pedagang- hanya menambah biaya kerja secara
pedagang kecil. Solusinya kemudian positif, pendapatan secara relatif, dan
adalah campur tangan lembaga-lembaga penghasilan secara negatif.
pemerintah dalam kebijakan ekonomi
informal dengan cara pemberian Solusi yang mungkin bagi PKL untuk
pendidikan manajerial dan pemberian mengubah alur usahanya adalah dengan
bantuan usaha baik dalam wujud pembentukan organisasi-organisasi man-
pendirian koperasi-koperasi maupun diri yang bisa mewakili kepentingan
lokasi usaha khusus. Dengan berpandangan ekonomi-politik pedagang. Organisasi-
demikian, artinya yang perlu didorong organisasi ini bisa mendorong pemerintah
untuk meminimalisir risiko bisnis untuk memberikan pelatihan-pelatihan
pedagang adalah lembaga-lembaga manajerial yang berguna bagi pedagang
pemerintah dengan kewajibannya untuk dalam upaya mengatasi ketidakdisiplinan
melindungi warga negaranya. Terakhir, manajemen keuangan, pemberian
risiko bisnis PKL dapat dilihat bukan pinjaman-pinjaman non-bunga kepada
hanya sebagai faktor eksternal yang usaha kecil baik untuk modal dan
seolah-olah berada di luar dan asing penjaminan usaha maupun pemberian
terhadap lahan pekerjaan, melainkan bantuan usaha dalam wujud relokasi
sebagai serangkaian ciri-ciri yang sedari tempat dagang yang tetap. Namun
awal ikut membentuk dan memberi bagaimanapun solusi-solusi ini tetap
karakter khusus kepada pedagang kecil. terbatas sifatnya selama pedagang belum
Artinya, kerentanan dan ketidakpastian dapat meminta perubahan struktural
sudah semenjak awal merupakan bagian berupa pengakuan Pedagang Kaki Lima
intrinsik dari lahan pekerjaan ini. Hal sebagai salah satu bagian lapangan kerja
yang perlu dilakukan oleh pedagang perkotaan yang hak-haknya meliputi atas
kemudian adalah menyadari posisinya jaminan ekonomi dan sosial serupa
sebagai bagian dari massa pekerja dengan usaha-usaha yang lebih besar.
perkotaan yang tidak tertampung dalam Dengan perubahan struktural demikian
lahan pekerjaan formal untuk kemudian PKL bisa bersaing dengan usaha besar
memperjuangkan hak-haknya sendiri lewat yang semakin lama semakin sering
pembentukan organisasi-organisasi yang mencaplok dan memanfaatkan kerentanan
memiliki kekuatan politis. mereka. Dengan pengakuan PKL seperti
itulah kemungkinan besar solusi atas
Paradigma pertama dengan cara terus risiko bisnis usaha kecil-kecilan mereka
meningkatkan usaha diri lewat tidak lagi mengambil bentuk yang
pemanjangan jam kerja dan rotasi pasar parsial, melainkan menyeluruh dan
sudah di lakukan sendiri oleh pedagang. mengubah karakteristik dari yang biasa
Solusi ini tentu bersifat tambal sulam disebut Pedagang Kaki Lima itu sendiri.
karena dengan menghindari risiko-risiko
bisnis yang mungkin hadir, pedagang
tentu sewaktu- waktu dapat terkena lagi
risiko-risiko bisnis tersebut, mungkin