You are on page 1of 17

1

PENANDA INFLAMASI, STRES OKSIDATIF DAN


DISFUNGSI ENDOTEL PADA SINDROMA METABOLIK
ForumDiagnosticum | 2/06

Forum
Diagnosticum
PRODIA DIAGNOSTICS EDUCATIONAL SERVICES
ISSN 0854-7173 | No. 2/2006
LABORATORIUM KLINIK

PENANDA INFLAMASI, STRES OKSIDATIF DAN


DISFUNGSI ENDOTEL PADA SINDROMA
METABOLIK
Cynthia Retna Sartika
Laboratorium Klinik Prodia
ABSTRAK
Angka kejadian sindroma metabolik (SM) semakin meningkat sejalan dengan
terjadinya modernisasi, perubahan pola makan serta kurangnya aktivitas fisik. SM
merupakan suatu faktor risiko utama terjadinya penyakit kardiovaskular dan
diabetes tipe 2. Beberapa studi retrospektif menunjukkan bahwa individu SM terkait
dengan beberapa keadaan disfungsi dan gangguan patologis seperti
hiperinsulinemia, diabetes, penyakit kardiovaskular, hipertensi, gangguan
imunologis dan terjadinya beberapa jenis kanker (1).
Pemahaman SM menjadi penting mengingat pada keadaan ini terjadi perubahan
metabolisme tubuh yang mengakibatkan beberapa keadaan seperti stres oksidatif,
inflamasi, remodeling vascular, disfungsi endotel, peningkatan konsentrasi
plasminogen activator inhibitor (PAI-1), resistensi insulin, dan dislipidemia. Keadaan
tersebut berkaitan erat dengan lahirnya teori common soil hypothesis, yang
menyatakan bahwa penyakit seperti aterosklerosis, diabetes melitus, hipertensi,
gagal jantung, SM, neurogeneratif, stres oksidatif dan inflamasi diakibatkan oleh
faktor genetik dan faktor lingkungan yang berkembang dari suatu sumber atau
tempat yang sama yaitu terjadinya kelainan atau perubahan pada vaskular.
Berdasarkan penelusuran beberapa hasil penelitian, keadaan yang sangat berperan
dalam perkembangan SM menjadi penyakit vaskular adalah inflamasi, stres oksidatif
dan disfungsi endotel atau Vascular Disease Triad (2).
Banyak studi menunjukkan bahwa keadaan SM berkorelasi dengan
hipoadiponektinemia karena sifat biologi adiponektin sebagai antiinflamasi.
Parameter Status Antioksidan Total (SAT) merupakan status keseimbangan redoks
yang mewakili aktivitas menyeluruh oksidan dan antioksidan di dalam tubuh.
Penurunan kapasitas antioksidan total di dalam darah menunjukkan keadaan stres
oksidatif. C- Reactive Protein (CRP) merupakan protein fase akut yang digunakan
sebagai penanda inflamasi dan dapat menggambarkan fungsi endotel yang
terganggu. Peningkatan CRP berkaitan dengan keadaan SM yang memiliki risiko
tinggi untuk terjadinya penyakit kardiovaskular dan diabetes (3, 4, 5, 6, 7, 8).
Dengan mempelajari terjadinya inflamasi, stres oksidatif dan fungsi endotel pada
SM maka perkembangan kerusakan vaskular menjadi keadaan patologis dapat
dicegah lebih dini.
Kata kunci : sindroma metabolik ; adiponektin; C-Reactive Protein; status antioksidan
total
2
PENANDA INFLAMASI, STRES OKSIDATIF DAN
DISFUNGSI ENDOTEL PADA SINDROMA METABOLIK
ForumDiagnosticum | 2/06
PENDAHULUAN
Sindroma metabolik (SM) merupakan kumpulan keadaan
yang meliputi obesitas, dislipidemia, hiperglikemia dan
hipertensi yang dapat berkembang menjadi penyakit
kardiovaskular, diabetes tipe 2, dan penyakit lainnya
seperti Nonalcoholic Steatohepatitis (NASH), Polycystic
Ovary Syndrome (PCOS), dan kanker. SM sangat erat
kaitannya dengan obesitas, akumulasi lemak viseral,
abnormalitas metabolisme lipid, hipertensi esensial,
resistensi insulin dan diabetes tipe 2. SM sebagai
masalah kesehatan terus meningkat di negara maju
maupun berkembang, termasuk Indonesia. Berdasarkan
laporan penelitian yang dilakukan oleh Himpunan Studi
Obesitas Indonesia (HISOBI) didapatkan prevalensi SM
dengan menggunakan kriteria The National Cholesterol
Education Program (NCEP) Adult Treatment Panel (ATP)
III sebesar 24,4% dari 3.429 populasi yang diteliti (3, 9,
10, 11).
Obesitas merupakan komponen utama kejadian SM,
namun mekanisme yang jelas belum diketahui secara
pasti. Obesitas sentral menjadi topik yang menarik
karena bertambahnya ukuran dan jumlah sel adiposa
dapat menyebabkan obesitas dan menimbulkan
gangguan metabolisme. Selain sebagai tempat
penyimpanan lemak, sel adiposa merupakan organ yang
memproduksi molekul biologi aktif (adipokin) seperti
sitokin proinflamasi, hormon antiinflamasi dan
substansi biologi lainnya. Obesitas menyebabkan
ekspresi sitokin proinflamasi meningkat di dalam
sirkulasi sehingga mengakibatkan inflamasi dinding
vaskular (9, 11,12).
Obesitas yang diikuti dengan meningkatnya metabolisme
lemak akan menyebabkan produksi reactive oxygen
species (ROS) meningkat baik di sirkulasi maupun di
sel adiposa. Meningkatnya ROS di dalam sel adiposa
dapat menyebabkan keseimbangan reaksi reduksi
oksidasi (redoks) terganggu, sehingga enzim
antioksidan menurun di dalam sirkulasi. Keadaan ini
disebut dengan stres oksidatif. Stres oksidatif berperan
penting pada patogenesis berbagai penyakit.
Meningkatnya stres oksidatif menyebabkan disregulasi
jaringan adiposa dan merupakan awal patofisiologi
terjadinya SM, hipertensi dan aterosklerosis (3).
Suatu keadaan yang signifikan pada keadaan SM adalah
terjadinya disfungsi endotel dan penebalan intimamedia
vaskular sejalan dengan peningkatan kadar Creactive
protein (CRP) dan molekul-molekul adhesi
plasma. Produksi CRP diinduksi oleh Interleukin-6 (IL-
6) di mana peningkatan CRP bersama-sama dengan
peningkatan kadar tumor necrosis factor (TNF-)
merupakan pengatur utama produksi CRP. CRP
berpotensi merekrut low density lipoprotein (LDL)
melalui induksi untuk mengekspresikan sitokin
proinflamasi. Kadar CRP dan kadar molekul adhesi yang
tinggi berkontribusi terhadap kejadian disfungsi endotel
dan penebalan intima-media vaskular (4, 11).
Belum dapat diketahui dengan pasti kapan terjadinya
SM. Berdasarkan teori yang ada, keadaan SM terjadi
seperti filosofi pendulum, di mana individu sehat
selama kurun waktu tertentu akan mengalami
perubahan-perubahan biokimia di dalam tubuhnya oleh
faktor genetik, lingkungan dan gaya hidup yang
mengakibatkan kerusakan organ tubuh. Tubuh selalu
memberikan respon untuk menjaga kestabilannya
dengan memperbaiki atau menyeimbangkan keadaan
sehingga tidak terjadi kerusakan lebih lanjut. Kejadian
tersebut dapat digambarkan seperti gerakan pendulum
yang bergerak ke samping kiri dan kanan, atau bergerak
ke kondisi yang baik dan buruk hingga pada titik
tertentu tubuh tidak dapat mengkompensasi keadaan
buruk tersebut dan mengakibatkan disfungsi sistem
metabolisme tubuh.
Dengan gambaran tersebut di atas maka perlu diketahui
lebih lanjut mekanisme patobiologi terjadinya
inflamasi, stres oksidatif maupun disfungsi endotel pada
SM akibat obesitas. Pemeriksaan laboratorium yang
berkorelasi baik dan memiliki signifikansi yang tinggi
dapat dimanfaatkan sebagai parameter biokimiawi
untuk mengetahui risiko terjadinya SM yang
berkembang menjadi penyakit vaskular. Parameter
biokimiawi tersebut diharapkan pula dapat digunakan
sebagai penanda untuk memantau keberhasilan
pengobatan. Dengan demikian diharapkan dapat
mencegah terjadinya SM yang berkembang menjadi
keadaan patologis.
3
PENANDA INFLAMASI, STRES OKSIDATIF DAN
DISFUNGSI ENDOTEL PADA SINDROMA METABOLIK
ForumDiagnosticum | 2/06
DIAGNOSIS SINDROMA
METABOLIK
Hingga saat ini ada 3 definisi SM yang telah diajukan,
yaitu definisi World Health Organization (WHO), NCEP
ATP-III dan International Diabetes Federation (IDF).
Ketiga definisi tersebut memiliki komponen utama yang
sama dengan penentuan kriteria yang berbeda. Pada
tahun 1988, Alberti dan Zimmet atas nama WHO
menyampaikan definisi SM dengan komponenkomponennya
antara lain : (1) gangguan pengaturan
glukosa atau diabetes (2) resistensi insulin (3)
hipertensi (4) dislipidemia dengan trigliserida plasma
> 150 mg/dL dan/atau kolesterol high density
lipoprotein (HDL-C) < 35 mg/dL untuk pria; < 39 mg/
dL untuk wanita; (5) obesitas sentral (laki-laki : waistto-
hip ratio > 0,90; wanita: waist-to-hip ratio > 0,85)
dan/atau indeks massa tubuh (IMT) > 30 kg/m2; dan
(6) mikroalbuminuria (Urea Albumin Excretion Rate >
20 g/min atau rasio albumin/kreatinin > 30 mg/g).
SM dapat terjadi apabila salah satu dari 2 kriteria
pertama dan 2 dari empat kriteria terakhir terdapat
pada individu tersebut (13).
Kriteria yang sering digunakan untuk menilai pasien SM
adalah NCEP-ATP III, yaitu apabila seseorang memenuhi
3 dari 5 kriteria yang disepakati, antara lain: lingkar
perut pria > 102 cm atau wanita > 88 cm;
hipertrigliseridemia (kadar serum trigliserida > 150 mg/
dL), kadar HDL-C < 40 mg/dL untuk pria, dan < 50 mg/
dL untuk wanita; tekanan darah > 130/85 mmHg; dan
kadar glukosa darah puasa > 110 mg/dL.
Suatu kepastian fenomena klinis yang terjadi yaitu
obesitas sentral menjadi indikator utama terjadinya SM
sebagai dasar pertimbangan dikeluarkannya diagnosis
terbaru oleh IDF tahun 2005. Seseorang dikatakan
menderita SM bila ada obesitas sentral (lingkar perut
> 90 cm untuk pria Asia dan lingkar perut > 80 cm untuk
wanita Asia) ditambah 2 dari 4 faktor berikut : (1) Trigliserida
> 150 mg/dL (1,7 mmol/L) atau sedang dalam pengobatan
untuk hipertrigliseridemia; (2) HDL-C: < 40 mg/dL (1,03
mmol/L) pada pria dan < 50 mg/dL (1,29 mmol/L) pada
wanita atau sedang dalam pengobatan untuk peningkatan
kadar HDL-C; (3) Tekanan darah: sistolik > 130 mmHg atau
diastolik > 85 mmHg atau sedang dalam pengobatan
hipertensi; (4) Gula darah puasa (GDP) > 100 mg/dL (5,6
mmol/L), atau diabetes tipe 2. Hingga saat ini masih ada
kontroversi tentang penggunaan kriteria indikator SM yang
terbaru tersebut (14).
HUBUNGAN OBESITAS SENTRAL
DENGAN SINDROMA METABOLIK
Obesitas adalah suatu akumulasi lemak dalam jaringan
adiposa yang abnormal/berlebihan hingga mencapai
suatu taraf yang dapat menimbulkan gangguan
kesehatan. Obesitas dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu asupan makanan, mekanisme neuroendokrin,
genetik, faktor sosial dan gaya hidup. Obesitas
merupakan penyakit kronik yang bersifat monogenik
atau poligenik dan dapat menyebabkan beberapa
keadaan disfungsi serta gangguan patologis seperti
hiperinsulinemia, diabetes, penyakit kardiovaskular,
hipertensi, gangguan imunologis dan beberapa jenis
kanker (1, 15).
Peningkatan akumulasi lemak viseral (abdominal)
merupakan risiko penyakit kardiovaskular, dislipidemia,
hipertensi, stroke dan diabetes tipe 2. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa keadaan obesitas sentral
menyebabkan perubahan metabolisme lipid yaitu
meningkatnya trigliserida, menurunnya HDL-C dan
meningkatnya jumlah partikel LDL yang kecil dan padat
(16).
Timbunan lemak dalam jaringan adiposa viseral berada
dalam bentuk trigliserida. Trigliserida dihidrolisis
dengan bantuan hormone sensitive lipase (HSL) menjadi
asam lemak bebas (ALB) yang dilepaskan ke dalam
sirkulasi dan terikat dengan albumin untuk ditranspor
lebih lanjut. Peningkatan pelepasan ALB dari sel lemak
yang membesar dapat meningkatkan masuknya asam
lemak ke hati dan jaringan perifer. Asam lemak bebas
yang meningkat dapat mengurangi penggunaan glukosa
oleh jaringan tersebut melalui mekanisme yang masih
diperdebatkan. Pada keadaan tertentu, konsekuensi
dari peningkatan asupan ALB ini adalah penurunan
klirens insulin oleh hati, yang mengakibatkan
meningkatnya kadar insulin di sirkulasi (17).
Patofisiologi obesitas berhubungan dengan peningkatan
sekresi faktor-faktor yang berhubungan dengan
pembesaran sel adiposit. Jaringan adiposa adalah organ
spesifik penyimpan lemak. Penelitian terakhir
menunjukkan bahwa jaringan adiposa mengeluarkan
sejumlah molekul aktif (adipokin) yang bersifat ofensif
antara lain sitokin proinflamasi (IL-6, TNF-), Monocyte
Chemoatractant Protein (MCP-1), angiotensinogen,
plasminogen activator inhibitor (PAI-1), dan adipokin
4
PENANDA INFLAMASI, STRES OKSIDATIF DAN
DISFUNGSI ENDOTEL PADA SINDROMA METABOLIK
ForumDiagnosticum | 2/06
Gambar 1. Patofisiologi penyakit kardiovaskular akibat
sindroma metabolik (12)
yang bersifat defensif seperti adiponektin dan leptin.
Pembesaran sel adiposit diikuti dengan meningkatnya
produksi adipokin, kecuali adiponektin yang sekresinya
berbanding terbalik dengan ukuran sel lemak.
Keragaman dan kuantitas adipokin merupakan keadaan
yang berperan penting pada patogenitas SM dan mungkin
berkontribusi terhadap perkembangan terjadinya
resistensi insulin, DM tipe 2 dan aterosklerosis (3, 9,18).
INFLAMASI PADA SINDROMA
METABOLIK
Sindroma metabolik merupakan faktor risiko terjadinya
penyakit kardiovaskular dan sangat erat kaitannya
dengan resistensi insulin. Namun, akhir-akhir ini
inflamasi dipertimbangkan berkaitan dengan
perkembangan resistensi insulin dan SM. NCEP ATP II
telah mengusulkan keadaan inflamasi merupakan bagian
dari SM, tetapi pada saat itu belum ada penanda
biokimiawi yang dapat menunjukkan keadaan inflamasi
pada SM dan dapat digunakan secara rutin untuk
mengevaluasi risiko penyakit kardiovaskular (12, 19,
20).
Beberapa penelitian telah menemukan bahwa CRP
berkorelasi dengan SM dan dapat memprediksi faktor
risiko independen terjadinya diabetes tipe 2 dan
penyakit kardiovaskular. CRP kemudian diusulkan untuk
dimasukkan dalam kriteria SM. Penelitian penanda
biokimiawi inflamasi pada keadaan SM terus dilakukan,
dan menunjukkan bahwa TNF-dan IL-6 berhubungan
dengan meningkatnya CRP. Sementara itu, protein
plasma dari adiposit yakni adiponektin, diduga berperan
penting untuk terjadinya SM. Adiponektin kemudian
dikenal sebagai adipokin antiinflamasi. Bila
digambarkan pada etiologi SM, penurunan antiinflamasi
(hipoadiponektinemia) atau peningkatan proinflamasi
merupakan kunci utama terjadinya SM (21, 22, 23, 24).
ADIPONEKTIN PADA SINDROMA
METABOLIK
Adiponektin memiliki struktur famili komplemen 1q
dengan bentuk homomultimer, merupakan suatu
adipokin spesifik yang dikeluarkan oleh jaringan adiposa
berperan pada homeostasis glukosa dan lipid.
Adiponektin berada dalam sirkulasi sebagai full-length
protein (fAd) dan fragmen globular C-terminal domain
(gAd), di mana fAd yang ukurannya lebih kecil banyak
ditemukan pada plasma. Struktur multimer dari
adiponektin diduga berhubungan dengan fungsi
protektifnya terhadap proses aterosklerosis, resistensi
insulin, dan fibrosis hati. Pemeriksaan adiponektin
merupakan suatu pemeriksaan multimer adiponektin
yang selektif dengan spesimen serum atau plasma
(kecuali plasma sitrat). Pemeriksaan ini menggunakan
metode sandwich enzyme-linked immunosorbent assay
(ELISA) dengan 2 macam anti-human adiponectin mouse
monoclonal antibodies (MoAbs). Konsentrasi
adiponektin dalam sirkulasi 3 - 30μ g/mL atau ~0,01%
dari total protein plasma (5, 25, 26, 27, 28, 29, 30,
31).
Adiponektin memodulasi metabolisme lipid, glukosa dan
sistem imun pada beberapa jalur, seperti penghambatan
ekspresi molekul adhesi dan nuclear factor-B (NF-B)
pada sel endotel, menghambat produksi TNF-dan
menghambat ekspresi scavenger class A pada makrofag
(30).
Kadar adiponektin berbanding terbalik dengan ukuran,
jumlah massa sel lemak dalam adiposit, resistensi
insulin dan obesitas sentral, menurun pada penderita
kardiovaskular hingga dibawah 4 g/mL. Adiponektin
berkaitan erat dengan komponen sindroma metabolik,
yaitu resistensi insulin dan dislipidemia dengan
mekanisme sebagai berikut (3, 4, 29, 30, 31) :
GENETIC VARIATION ENVIRONMENTAL
FACTORS
Central Adiposity Innate Immunity
Adipocyte
Adipokines Cytokines
Inflammatory
markers
Insulin
Resistance
METABOLIC
SYNDROME
ATHEROSCLEROSIS
Monocyte/
macrophage
Plaque rupture/Thrombosis
CARDIOVASCULAR
EVENTS

5
PENANDA INFLAMASI, STRES OKSIDATIF DAN
DISFUNGSI ENDOTEL PADA SINDROMA METABOLIK
ForumDiagnosticum | 2/06
1. Adiponektin Mengaktivasi AMP Kinase
Globular adiponektin dan fAd dapat mempengaruhi kerja
insulin melalui aktivasi 5’-AMP-activated protein kinase
(AMPK) sehingga terjadi oksidasi asam lemak dan
pengambilan glukosa di otot, sedangkan fAd juga
membantu pengambilan glukosa di hati. Secara
bersamaan adiponektin di sel otot menstimulasi
fosforilasi acetyl coenzyme A carboxylase (ACC),
pembakaran asam lemak, pengambilan glukosa dan
produksi asam laktat yang menyebabkan penurunan
molekul-molekul yang berhubungan dengan proses
glukoneogenesis di hati. Dengan demikian adiponektin
secara langsung dapat mengatur metabolisme glukosa
dan sensitivitas insulin baik in vitro maupun in vivo (25,
30).
2. Adiponektin Menurunkan Trigliserida dan
Meningkatan Pengaturan Signal Insulin
Adiponektin di otot skeletal meningkatkan ekspresi
molekul yang terlibat dalam transport asam lemak
seperti CD36, proses pembakaran asam lemak seperti
acyl coenzym A oxidase dan pada saat hilangnya energi
seperti uncoupling protein 2 (UCP 2). Perubahanperubahan
ini dapat menyebabkan berkurangnya
trigliserida dalam otot skeletal (25).
3. Adiponektin Mengaktifkan PPAR-
Dari hasil penelitian, pada tikus lipoatropik/obese-diabetes
yang diberi rekombinan adiponektin atau pada
tikus ob/ob yang mengalami over ekspresi adiponektin,
menunjukkan peningkatan ekspresi gen target PPAR-
seperti CD36, acyl-coenzyme A oxidase, dan uncoupling
protein 2, sehingga diduga bahwa adiponektin dapat
meningkatkan pembakaran asam lemak dan
pemanfaatan energi melalui aktivasi PPAR-yang
Gambar 2. Adiponektin dapat mengaktivasi Peroxisome
Proliferator-Activated Receptor (PPAR)-dan
AMPK pada sel otot dan hati (25)
mengakibatkan penurunan trigliserida di hati dan otot
skeletal, serta meningkatkan sensitivitas insulin in vivo
(25).
Penelitian Cnop dkk (2003) menyatakan bahwa kadar
adiponektin berkorelasi kuat dengan kadar HDL-C, rasio
kolesterol total/HDL-C dan glukosa. Hal ini dapat
dijelaskan dengan kemampuan adiponektin memediasi
aktivasi PPAR-untuk mengekspresi gen yang mengkode
protein pada metabolisme HDL-C. Dilaporkan pula
bahwa adiponektin dapat meningkatkan akitivitas ligan
baik di hati dan otot yang dapat menyebabkan
peningkatan sintesis HDL-C. Dengan demikian
adiponektin secara langsung meningkatkan transportasi
ALB, menurunkan kadar lipid di sel otot dan hati, dan
meningkatkan signaling insulin. Adiponektin juga dapat
meningkatkan sensitivitas hepatosit terhadap insulin
baik secara langsung maupun tidak langsung melalui
penurunan kadar lemak di dalam darah. Pemberian
protein adiponektin rekombinan dapat menurunkan
kadar gula darah dan ALB plasma sejalan dengan
meningkatnya sensitivitas insulin dan toleransi glukosa,
memperbaiki hiperglikemia pada penderita obes dan
menurunkan berat badan (32, 33, 34).
ADIPONEKTIN BERPERAN PADA
PERKEMBANGAN SINDROMA
METABOLIK MENJADI PENYAKIT
VASKULAR
Adiponektin memiliki aktivitas biologi sebagai
antiaterogenik yang melindungi remodeling luka selsel
vaskular. Adiponektin terbukti menghambat ekspresi
molekul adhesi termasuk vascular cell adhesion
molecule (VCAM) dan E-selectin serta menghambat
TNF-yang dapat menginduksi aktivasi NF-B melalui
inhibisi fosforilasi IB. Adiponektin juga dapat
menghambat ekspresi macrophage scavenger receptor
class A-1 sehingga dapat menurunkan pengambilan LDL
teroksidasi oleh makrofag dan menghambat
pembentukan sel busa. Adiponektin dapat melemahkan
sintesis DNA yang diinduksi oleh faktor-faktor
pertumbuhan seperti platelet-derived growth factor
(PDGF), heparin-binding epidermal growth factor (EGF)-
like growth factor, basic fibroblast growth factor dan
EGF serta mencegah proliferasi dan migrasi sel yang
diinduksi oleh heparin-binding epidermal growth factor
(EGF)-like growth factor (3, 23, 25, 30).
6
PENANDA INFLAMASI, STRES OKSIDATIF DAN
DISFUNGSI ENDOTEL PADA SINDROMA METABOLIK
ForumDiagnosticum | 2/06
Hipoadiponektinemia berkorelasi pada individu dengan
IMT yang tinggi, sensitivitas insulin yang rendah, profil
penanda biokimiawi lipid yang buruk, penanda inflamasi
yang meningkat dan risiko penyakit kardiovaskular yang
tinggi. Dari hasil Penelitian Matsushita (2005) diketahui
adanya hubungan yang terbalik antara adiponektin
dengan CRP pada subyek sehat sehingga diduga bahwa
penurunan serum adiponektin berhubungan dengan fase
awal inflamasi low-grade (5, 22, 24).
Adiponektin sebagai modulator berkaitan dengan
aktivitas biologi endogen terhadap respon sel endotel
yang dirangsang oleh sitokin proinflamasi melalui cross
talk antara cAMP-PKA melalui jalur sinyal NF-B. Sintesis
dan sekresi adiponektin meningkat dengan adanya
aktivasi reseptor PPAR-, dan menurun pada keadaan
kelebihan kalori, yang diasumsikan berhubungan dengan
defisiensi leptin atau resistensi leptin (24, 30).
Gambar 4. Model hipotesis sekresi dan aksi dari
adiponektin (23).
Gambar 5. Adiponektin pada kaskade Inflamasi (4).
STRES OKSIDATIF VASKULAR
PADA SINDROMA METABOLIK
Radikal bebas adalah molekul yang sangat reaktif dengan
membentuk reaksi redoks biokimia dan merupakan
suatu bagian yang normal dari metabolisme sel.
Keseimbangan redoks menggambarkan proses fisiologis
normal pada proses reduksi dan oksidasi sebagai upaya
tubuh memperbaiki ketidakstabilan, kerusakan,
penurunan akibat reactive oxigen species (ROS) seperti
Superoksida (O2
0), hidrogen peroksida (H2O2), radikal
hidroksil (OH0) dan oksigen tunggal serta senyawa
organik seperti reactive nitrogen species (RNS)
terutama dalam bentuk peroksi nitrit (ONOO 0).
Ketidakseimbangan antara oksidan dan antioksidan
berpotensi menyebabkan kerusakan yang disebut stres
oksidatif. Stres oksidatif menggambarkan banyaknya
ROS pada proses oksidasi. Baik redoks maupun stres
oksidatif berkaitan dengan gagalnya pertahanan
kapasitas antioksidan tubuh terhadap produksi ROS yang
berlebih (35, 36).
Stres oksidatif sering dikaitkan dengan berbagai
patofisiologi penyakit antara lain diabetes tipe 2 dan
aterosklerosis. Pada keadaan diabetes, stres oksidatif
menghambat pengambilan glukosa di sel otot dan sel
lemak serta menurunkan sekresi insulin oleh sel-
pankreas. Stres oksidatif secara langsung
mempengaruhi dinding vaskular sehingga berperan
penting pada patofisiologi terjadinya diabetes tipe 2
dan aterosklerosis (37).
Dari beberapa penelitian diketahui bahwa akumulasi
lemak pada obesitas dapat menginduksi keadaan stres
Gambar 3. Mekanisme molekular adiponektin sebagai
antiaterogenik (23)
Adiponectin
Adipose Tissue
Monocyte Adhesion
Endothelial Cell Molecules
HB-EGF TNF-Macrophage
SMC
7
PENANDA INFLAMASI, STRES OKSIDATIF DAN
DISFUNGSI ENDOTEL PADA SINDROMA METABOLIK
ForumDiagnosticum | 2/06
Gambar 6. Peningkatan produksi Reactive Oxidative Stress
(ROS) pada lemak yang terakumulasi dan
menyebabkan keadaan sindroma metabolik (3).
Gambar 7. Produk jaringan adiposa, jalur NF-B, dan
manifestasi klinik SM (11).
oksidatif yang disertai dengan peningkatan ekspresi
nicotinamide adenine dinucleotide phosphatase (NADPH)
oksidase dan penurunan ekspresi enzim antioksidan.
Pada kultur sel adiposa, peningkatan kadar asam lemak
meningkatkan stres oksidatif melalui aktivasi NADPH
oksidase sehingga menyebabkan disregulasi sitokin
proinflamasi IL-6 dan MCP-1. Akumulasi peningkatan
stres oksidatif pada sel adiposa dapat menyebabkan
disregulasi adipokin dan keadaan SM. Furukawa dkk
(2004) menunjukkan bahwa kadar adiponektin
berhubungan terbalik dengan stres oksidatif secara
sistemik. Penelitian-penelitian terbaru menunjukkan
stress oksidatif yang diakibatkan oleh akumulasi lemak
merupakan target yang tepat untuk pengobatan (3).
Disregulasi adiponektin memediasi aktivasi NF-B
melalui fosforilasi subunit dari inhibitory subunit 1-
B kinase (IKK-). Aktivasi NF-B dapat menyebabkan
terbentuknya ROS yang bertindak sebagai pemicu
terbentuknya oxidized LDL(Ox-LDL). LDL teroksidasi
memicu makrofag secara agresif meng-uptake Ox-LDL
yang dapat menyebabkan perkembangan menjadi lesi
aterosklerotik. Ox-LDL berkaitan erat dengan beberapa
manifestasi SM yang diakibatkan oleh peningkatan kadar
lipid plasma dan perubahan densitas serta ukuran LDL
sejalan dengan meningkatnya kadar glukosa dan insulin
plasma. Ox-LDL berkontribusi mengaktivasi NF-B
sehingga dapat menstimulasi pembentukan ROS.
Keadaan ini dapat menyebabkan inflamasi yang
berkembang menjadi hipertensi, aterosklerosis,
diabetes dan obesitas (11, 38). STATUS
ANTIOKSIDAN TOTAL
PADA SINDROMA METABOLIK
Parameter Status Antioksidan Total (SAT)
menggambarkan status keseimbangan redoks, dan
mewakili aktivitas menyeluruh oksidan dan antioksidan
di dalam tubuh. Penurunan SAT di dalam darah
menunjukkan keadaan stres oksidatif (35).
Status Antioksidan Total dalam plasma diukur
berdasarkan reaksi antara anti oksidan, metmioglobin
dan hidrogen peroksida yang merupakan suatu radikal
bebas. Antioksidan yang direaksikan akan membentuk
warna yang intensitasnya sebanding dengan konsentrasi
antioksidan dalam reaksi tersebut.
8
PENANDA INFLAMASI, STRES OKSIDATIF DAN
DISFUNGSI ENDOTEL PADA SINDROMA METABOLIK
ForumDiagnosticum | 2/06
DISFUNGSI ENDOTEL PADA
SINDROMA METABOLIK
Sel endotel vaskular sebelumnya dianggap sebagai sel
yang tidak aktif dan berfungsi sebagai lapisan antara
darah dan jaringan, namun sekarang banyak bukti yang
mendukung bahwa sel endotel vaskular menjaga
homeostasis tubuh. Aktivasi sel endotel ditunjukkan
dengan mengekspresikan berbagai molekul biologi
termasuk molekul adhesi seperti intracellular adhesion
molecule-1 (ICAM-1) dan vascular cell adhesion
molecule-1 (VCAM-1), di mana keduanya dapat
memodulasi recruitment leukosit dan trombosit selama
proses trombosis dan inflamasi. Aktivasi kronis sel
endotel dapat menyebabkan disfungsi endotel dan
berperan penting pada kejadian penyakit vaskular
seperti aterosklerosis dan PJK. Disfungsi endotel dapat
dicetuskan oleh radikal bebas dan sitokin proinflamasi
(39, 40).
Keadaan SM pada obesitas terutama terjadi
penumpukan lemak di abdominal viseral, berkorelasi
dengan keadaan dislipidemia yaitu meningkatnya
pengambilan ALB, kadar trigliserida dan apo B yang
tinggi, HDL-C yang rendah, dan disertai dengan
peningkatan LDL kecil dan padat. Perubahan profil lipid
darah meningkatkan terjadinya modifikasi oksidatif
pada lipoprotein. Lipoprotein yang teroksidasi
merupakan pencetus bagi sel endotel untuk
mengeluarkan molekul adhesi dan sitokin yang dapat
menyebabkan disfungsi endotel (41, 42).
Penelitian Bruneck dkk (2003) pada 888 subyek usia 40-
79 tahun dengan kriteria SM yang diajukan oleh NCEP
ATP III menunjukkan bahwa molekul adhesi sel endotel
meningkat pada subyek SM dibandingkan kontrol dan
berkorelasi dengan resistensi insulin. Disfungsi endotel
merupakan kejadian awal aterosklerosis yang ditandai
dengan adhesi leukosit pada endotel vaskular dan
migrasi ke dalam intima, serta mencetuskan ekspresi
molekul adhesi sel yang lebih spesifik seperti VCAM dan
ICAM (43).
Penelitian lain mendapatkan suatu keadaan yang
signifikan pada keadaan SM yang ditunjukkan dengan
terjadinya disfungsi endotel dan penebalan intimamedia
vaskular sejalan dengan peningkatan kadar CRP
plasma dan molekul-molekul adhesi. Hal tersebut erat
kaitannya dengan obesitas dan akumulasi lemak viseral,
abnormalitas metabolisme lipid, hipertensi esensial,
resistensi insulin dan diabetes tipe 2 (11).
HUBUNGAN C-REACTIVE PROTEIN
DENGAN KEJADIAN SINDROMA
METABOLIK
Telah banyak dipublikasikan bahwa penanda biokimiawi
high sensitivity CRP (hs-CRP) berkorelasi dengan
kejadian SM, dan merupakan faktor risiko terjadinya
SM. Peningkatan kadar hs-CRP menunjukkan inflamasi
pada SM yang berkorelasi dengan komponen-komponen
SM seperti obesitas, dislipidemia, glikemia dan tekanan
darah (7, 21, 43)
High sensitivity C-Reactive Protein (hs-CRP) adalah
kadar CRP dalam kuantitas yang kecil yang diukur
dengan metode yang sangat sensitif. Istilah ini
digunakan untuk menghindari penggunaan CRP yang
sudah lama diketahui sebagai penanda infeksi/inflamasi
(dengan kadar yang meningkat tinggi). Inflamasi adalah
satu gambaran utama dari suatu lesi aterosklerosis.
Pemeriksaan hs-CRP menggunakan metode
chemiluminescent, yaitu pengukuran reaksi imunologi
antara antibodi dan antigen. Metode ini menggunakan
butiran plastik (beads) yang telah dilapisi antibodi CRP.
Reagen yang digunakan adalah antibodi monoklonal
murine dan alkali fosfatase (dari usus anak sapi) yang
dikonjugasikan dengan anti-CRP antibodi poliklonal
kelinci pada buffer yang telah diberi pengawet.
CRP merupakan plasma protein yang berperan pada
proses inflamasi, tersusun dari 5 subunit identik dengan
ikatan nonkovalen, berat molekul ~23-kDa dan tersusun
melingkar secara simetris. CRP diproduksi oleh sel hati.
Namun dari beberapa data diketahui bahwa CRP
ditemukan di dinding arteri dan ekspresinya dapat
menyebabkan lesi aterosklerotik sehingga diduga bahwa
dinding vaskular merupakan salah satu tempat utama
yang memproduksi CRP. Kadar hs-CRP berkorelasi positif
dengan jumlah total massa lemak tubuh, IMT, aktivitas
PAI-1 dan serum insulin dan menurun selama terjadinya
penurunan berat tubuh. Hal ini menunjukkan bahwa
jaringan adiposa merupakan organ yang berperan
penting dalam mengatur sirkulasi kadar hs-CRP.
Penelitian terakhir menunjukkan bahwa CRP dimediasi
oleh IL-6 yang dikeluarkan oleh sel adiposa. Dengan
9
PENANDA INFLAMASI, STRES OKSIDATIF DAN
DISFUNGSI ENDOTEL PADA SINDROMA METABOLIK
ForumDiagnosticum | 2/06
demikian diduga CRP berkaitan dengan SM. Produksi
IL-6 meningkat pada individu obes dan diperkirakan 30%
dari total konsentrasinya di sirkulasi dikeluarkan oleh
sel adiposa pada subyek sehat. Didapatkan korelasi
antara peningkatan CRP dengan peningkatan TNF-. IL-
6 dan TNF-diekspresikan oleh jaringan adiposa di
mana TNF-akan menghambat sinyal insulin pada jalur
fosforilasi di reseptor insulin dan IRS-1, menginduksi
terjadinya hipertrigliseridemia dan aktivasi sel endotel
(4, 8, 21, 44, 46).
CRP dapat secara langsung mengganggu bioavailabilitas
nitric oxide (NO) endotel dengan menurunkan ekspresi
mRNA eNOS dengan meningkatkan produksi ROS yang
dapat menginaktifkan NO. NO dapat melindungi sel
endotel terhadap adanya trombosis sehingga diduga
kadar CRP dapat mengurangi bioavailabilitas eNOS dan
bioaktivitas Human Aorta Endothelial Cells (HAEC), yang
dapat menyebabkan aterogenesis. Peningkatan CRP
telah diketahui sebagai gambaran perubahan penyakit
koroner arteri stabil menjadi sindrom koroner akut, di
mana pada banyak kasus ditemukan pembentukan plak
yang kemudian mengalami koyak atau erosi. NO
menghambat pembentukan agregasi trombosit. Pada in
vivo, di dalam sirkulasi, aktivasi dan rekruitment
trombosit diatur dengan baik oleh endothelium-derived
NO, terutama ketika endotel mengalami luka. Dengan
demikian kegagalan sistem bioavailabilitas NO
berhubungan dengan kenaikan kadar CRP diduga
berkaitan langsung dengan progresi aterosklerosis dan
PJK melalui aktivasi sel endotel (8, 46, 47).
CRP selain mendestabilisasi mRNA eNOS, juga
menstimulasi Endothelin-1 (ET-1) dan pengambilan LDL
oleh makrofag melalui stimulasi MCP-1, memfasilitasi
kematian sel endotel dan menghambat angiogenesis.
CRP memiliki kemampuan untuk mengaktivasi NF-B,
sebagai kunci utama faktor transkripsi pada beberapa
gen proaterosklerotik. Efek proaterosklerotik CRP
merupakan strategi pengobatan yang efektif, seperti
inhibisi efek CRP di sel endotel pada individu
hiperglikemia dengan statin, glitazone, dan bosentan
sebagai antagonis reseptor endotelin. CRP dapat
menghambat kelangsungan hidup dan diferensiasi
Endothelial Progenitor Cell (EPC) yang diproduksi oleh
sumsum tulang. Dengan demikian, CRP bukan saja
sebagai penanda inflamasi pada kejadian penyakit
vaskular tetapi juga sebagai mediator, karena CRP
berperan dalam patogenesis terbentuknya lesi, koyaknya
plak, dan trombosis pada koroner melalui interaksi dan
aktivasi sel endotel. CRP juga digunakan sebagai
penanda penting untuk mengukur fungsi endotel (8, 42,
48, 49).
Dengan demikian disregulasi peningkatan hs-CRP dan
penurunan adiponektin oleh jaringan adiposa diduga
sebagai penyebab berkembangnya aterosklerosis. Kadar
CRP yang rendah memiliki efek yang baik pada plak
aterosklerosis dan dapat menurunkan risiko terjadinya
penyakit jantung. Penelitian terakhir menunjukkan
bahwa pemberian statin dapat menurunkan kadar CRP
serum dan menunjukkan hasil yang baik secara klinis
setelah Acute Myocardial Infarction (AMI) (4, 42).
KESIMPULAN
Keadaan SM dimulai dari proses inflamasi, stres
oksidatif dan disfungsi endotel di mana keadaan ini
dapat saling mempengaruhi sehingga memperburuk
kondisi vaskular dan dapat menyebabkan penyakit
seperti diabetes tipe 2 dan aterosklerosis.
Adiponektin sebagai adipokin yang berada dalam
sirkulasi dalam konsentrasi yang cukup tinggi memiliki
kemampuan sebagai antiinflamasi dan ateroprotektif
pada vaskular. Kemampuan biologisnya dapat
meningkatkan sensitivitas insulin melalui metabolisme
gula dan lemak. Penurunan kadar adiponektin pada
individu obesitas sentral berkontribusi pada resistensi
insulin, disglikemia dan disfungsi endotel vaskular yang
merupakan ciri keadaan SM.
Status antioksidan total dapat digunakan untuk melihat
status stres oksidatif yang diakibatkan oleh banyaknya
radikal bebas akibat sindroma metabolik.
Pemeriksaan hs-CRP dapat mengukur adanya inflamasi
kronis dan aktivitas/fungsi endotel. Peningkatan kadar
hs-CRP dapat menunjukkan terjadinya inflamasi kronis
dan disfungsi endotel.
Ketiga pemeriksaan tersebut dapat digunakan sebagai
penanda terjadinya SM, faktor risiko terjadinya SM dan
untuk melihat tingkat keberhasilan pengobatan atau
penanganan SM.
10
PENANDA INFLAMASI, STRES OKSIDATIF DAN
DISFUNGSI ENDOTEL PADA SINDROMA METABOLIK
ForumDiagnosticum | 2/06
DAFTAR PUSTAKA
1. Marti A, Moreno-Aliaga MJ, Hebebrand J, Martinez JA.
Genes, Lifestyles and Obesity. Int J Obes 2004;28:S29-
S36.
2. Ceriello A, Motz E. Is Oxidative Stress the Pathogenic
Mechanism Underlying Insulin Resistance, Diabetes and
Cardiovascular Disease? The Common Soil Revisited.
ATVB 2004 ; 24 : 816-823.
3. Furukawa S, Fujita T, Shimabukuro M. Increased
Oxidative Stress in Obesity and Its Impact on Metabolic
Syndrome. J Clin Invest 2004;114:1752–1761.
4. Ouchi N, Kihara S, Funahashi T, et al. Reciprocal
Association of C-Reactive Protein With Adiponectin in
Blood Stream and Adipose Tissue. Circulation
2003;107:671-674.
5. Côté M, Mauriège P, Bergeron J, et al. Adiponectinemia
in Visceral Obesity : Impact on Glucose Tolerance and
Plasma Lipoprotein-Lipid Levels in Men. J of Clin
Endocrinol Metab 2004;10:1-19.
6. Psotová J, Zahálková J, Hrbáè J, et al. Determination
Of Total Antioxidant Capacity in Plasma By Cyclic
Voltametry: Two Case Reports. Biomed Papers 2001;145/
2:81–83.
7. Florez H, Castillo-Florez S, Mendez, et al. C-Reactive
Protein is Elevated in Obese Patients with the
Metabolic Syndrome. Diabetes Res Clin Pract 2006;7:9
-100.
8. Verma S, Buchanan MR, Anderson T. Endothelial
Function Testing as a Biomarker of Vascular Disease.
Circulation 2003:108:2054-2059.
9. Grundy S. Metabolic Syndrome Scientific Statement
by the American Heart Association and the National
Heart, Lung, and Blood Institute. Arterioscler Thromb
Vasc Biol 2005;25:2243–2244.
10. Stern PM, Williams K, Gonzales-Villalpando C, Hunt JK,
Haffner SM. Does the Metabolic Syndrome Improve
Identification of Individuals at Risk of Type 2 Diabetes
and/or Cardiovascular Disease?. Diabetes Care
2004;27:2676-2681.
11. Sonnenberg GE, Krakower GR, Kissebah AH. A Novel
Pathway to the Manifestations of Metabolic Syndrome.
Obes Res 2004;12:180–186.
12. Reilly MP, Rader DJ. The Metabolic Syndrome: More
than the Sum of its Part? Circulation 2003; 108: 1546-
1551.
13. Alberti KGM, Zimmet PZ. Definition, Diagnosis and
Classification of Diabetes Mellitus and Its Complication.
Diabet Med 1998;15: 539–553.
14. IDF. The IDF Concencus Worldwide Definition of the
Metabolic Syndrome. www.idf.org.
15. Garrow JS. Health Implications of Obesity. In Obesity
and Related Diseases. London: Churchill Livingstone.
1988.
16. Carr MC, Brunzell JD. Abdominal Obesity and
Dyslipidemia in the Metabolic Syndrome: Importance
of Type 2 Diabetes and Familial Combined
Hyperlipidemia in Coronary Artery Disease Risk. J Clin
Endocrinol Metab 2004;89 :2601-2607.
17. Bray GA. Obesity is a Chronic Relapsing Neurochemical
Disease. Int J Obes 2004;28:34-38.
18. Frayn KN. Adipose Tissue and the Insulin Resistance
Syndrome. In Proceedings of the Nutrition Society.
2001.
19. Third report of the National Cholesterol Education
Program (NCEP) Expert Panel on Detection, Evaluation,
and Treatment of High Blood Cholesterol in Adults
(Adult Treatment Panel III). Final Report. Circulation
2002;106:3143–3421.
20. Ridker PM, Burin, JE, Cook NR. C-Reactive Protein,
the Metabolic Syndrome, and Risk of Incident
Cardiovascular Events: an 8-years Follow Up of 14719
initially Healthy American woman. Circulation
2003;107:391–397.
21. Ridker PM, Wilson PWF, Grundy SM. Should C-Reactive
Protein be added to metabolic syndrome and to
assessment of global cardiovascular risk? Circulation
2004;109:2818–2825.
22. Matsushita K, Yatsuya H, Tamakoshi K, et al. Inverse
association between adiponectin and C-Reactive
Protein in Substantially Healthy Japanese Men. J
atherosclerosis 2005;10.031.
23. Matsuzawa Y, Funahashi T, Kihara S, Shimomura I.
Adiponectin and Metabolic Syndrome. Arterioscler
Thromb Vasc Biol 2004;24:29-33.
24. Trujillo ME, Scherer. Adiponectin–Journey from an
Adipocyte Secretory Protein to Biomarker of the
Metabolic Syndrome. J of Internal Medicine
2005;257:167-175.
11
PENANDA INFLAMASI, STRES OKSIDATIF DAN
DISFUNGSI ENDOTEL PADA SINDROMA METABOLIK
ForumDiagnosticum | 2/06
25. Kadowaki T, Yamauchi T. Adiponectin and Adiponectin
Receptors. Endocrine Review 2005;26:439-451.
26. Goldstein BJ, Scalia R. Adiponectin : A Novel Adipokine
Linking Adipocytes and Vascular Function. J of Clin
Endocrinol Metab 2004;89:2563–2568.
27. Human Adiponectin ELISA kit for Total and Multimers,
DAIICHI PURE CHEMICALS CO., LTD.
28. Kumada M, Kihara S, Ouchi N, et al. Adiponectin
Specifically Increase Tissue Inhibitor of
Metalloproteinase-1 through Interleukin-10 Expression
in Human Macrophage. Circulation 2004;109: 2046–2049.
29. Diez JJ, Iglesias P. The Role of the Novel Adipocytederived
Hormone Adiponectin in Human Disease. Eur J
Endocrinol 2003;148:293-300.
30. Ouchi N; Kihara S, Arita, et al. Adiponectin, an
Adipocyte-derived Plasma Protein, Inhibits Endothelial
NF-B Signaling through a cAMP-dependent Pathway.
Circulation 2000;102:1296–1301.
31. Meier U, Gressner AM. Endocrine Regulation of Energy
Metabolism: Review of Pathobiochemical and Clinical
Chemical Aspects of Leptin, Ghrelin, Adiponectin, and
Resistin. Clin Chem 2004;50:1511-1525.
32. Cnop M, Havel PJ, Utzschneider KM, et al. Relationship
of Adiponectin to Body Fat Distribution, Insulin
Sensitivity and Plasma Lipoproteins: Evidence for
Independent Roles of Age and Sex. Diabetologia
2003;46:459–469.
33. Yang WS, Lee WJ, Funahashi T, et al. Plasma Adiponectin
Levels in Overweight and Obese Asian. Obesity Research
2002 ;10:1104–1110.
34. Saltiel AR. You are What You Secrete. Nat Med
2001;7:887-888.
35. Hayden MR, Tyagi SC. Intimal Redox Stress: Accelerated
Atherosclerosis in Metabolic Syndrome and Type 2
Diabetes Mellitus. Atheroscleropathy. Cardiab 2002;1:1-
27.
36. Sies H. Oxidative Stress: Oxidants and Antioxidants.
Exp Physiol 1997;82:291–295.
37. Ceriello A, Motz E. Is Oxidative Stress the Pathogenic
Mechanism Underlying Insulin Resistance, Diabetes, and
Cardiovascular Disease? The Common Soil Hypothesis
Revisited. Arterioscler Thromb Vasc Biol 2004;24:816-
823.
38. Libby P. Inflammation in Atherosclerosis. Nature
2002;420:86 -874.
39. Couillard C, Ruel G, Archer WR, et al. Circulating Levels
of Oxidative Stress Markers and Endothelial Adhesion
Molecules in Men with Abdominal Obesity. J Clin
Endocrin Met 2005;10:1210.
40. Ross R. Atherosclerosis-an Inflamatory Disease. N Engl
J Med 1999;340:11 –126.
41. Kolovou GD, Anagnostopoulou KK, Cokkinos DV.
Pathophysiology of Dyslipidemia in the Metabolic
Syndrome. Postgrad Med J 2005;81:358 -366.
42. Pasceri V, Willerson JT, Yeh ETH. Direct Proinflammatory
Effect of C-Reactive Protein on Human Endothelial Cells.
Circulation 2000;102:2165- 2168.
43. Zambon A, Pauletto P, Crepaldi G. The Metabolic
Syndrome-A Chronic Cardiovascular Inflammation
Condition. Pharmacol Ther 2005;22/2:20–23.
44. Hoekstra T, Geleijnse JM, Schouten EG. Relationship
of C-Reactive Protein with Comparation of the
Metabolic Syndrome in Normal-Weight and Overweight
Elderly. Nutrr Met Card Disease 2005;15:270–278.
45. Yudkin JS, Stehouwer CDA, Emeis JJ, Coppack SW. CReactive
Protein in Healty Subject: Associations with
Obesity, Insulin Resistance, and Endothelial
Dysfunction. A Potensial Role for Cytokines Originatting
from Adipose Tissue?. Arterioscler Thromb Vasc Biol
1999;19:972–978.
46. Fichtlscherer S, Kaszkin M, Breuer S, Dimmeler S,
Zeiher AM. Elevated Secretory Non-pancreatic Type II
Phospholipase A2 Serum Activity is Associated with
Impaired Endothelial Vasodilator. Eur Heart J
2004;25:1412–1418.
47. Venogopal SK, Devaraj S, Yuhanna I, Shau P, Jialal I.
Demonstrations that C-Reactive Protein Decrease eNOS
Expression and Bioactivity in Human Aortic Endothelial
Cells. Circulation 2002;106:1439-1411.
48. Brian R, Clapp BR, Hirschfield GM, et al. Inflammation
and Endothelial Function Direct Vascular Effects of
Human C-Reactive Protein on Nitric Oxide
Bioavailability. Circulation 2005;111:530-1536.
49. Mineo C, Gormley AK, Yuhanna I, et al. Fc_RIIB Mediates
C-Reactive Protein Inhibition of Endothelial NO
Synthase. Circ Res 2005; 97: 1124-1131.
12
PENANDA INFLAMASI, STRES OKSIDATIF DAN
DISFUNGSI ENDOTEL PADA SINDROMA METABOLIK
ForumDiagnosticum | 2/06
Forum
Diagnosticum
ISSN 0854-7173
Redaksi Kehormatan
Prof. DR.Dr. Marsetio Donosepoetro
Drs. Andi Wijaya
Prof. DR.Dr. FX Budhianto Suhadi
DR.Dr. Irwan Setiabudi
Ketua Dewan Redaksi/Penanggung Jawab
Dra. Marita Kaniawati
Anggota Dewan Redaksi
Dra. Dewi Muliaty, Dra. Ampi Retnowardani
Dra. Evy Liswati, Dra. Indriyanti RS
Dra. Lies Gantini
Yani Lina S.Si.
Alamat Redaksi
Laboratorium Klinik Prodia
Jl. Cisangkuy 2, Bandung 40114
Telepon: (022) 7234210 (Hunting)
Fax : (022) 7234183
e-mail: prodia@indosat.net.id
website: www.prodia.co.id
Mei 2006-3661

You might also like