You are on page 1of 25

MAKALAH KOTA SEHAT

DOSEN PENGAMPUH : Ns. GITA PATONENGAN., S.Kep

DISUSUN OLEH

NAMA : CHESILYA SUMENDONG


NIM : 02010010008
PRODI : S1 KEPERAWATAN
SEMESTER : 5 (LIMA)

INSTITUT KESEHATAN DAN TEKNOLOGI


GRAHA MEDIKA KOTAMOBAGU
TA.2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat, rahmat, dan
karunia-Nya sehingga saya dapat menyusun ”Makalah Kota Sehat” untuk
menyelesaikan Tugas Mata kuliah Keperawatan Komunitas

Dalam penyusunan makalah ini, tidak lepas dari hambatan yang saya hadapi,
saya menyadari dalam penulisan makalah ini tentunya masih banyak kekurangan, untuk
itu saya mengharapkan saran dan kritikan yang dapat menyempurnakan makalah ini.
saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan untuk
pembaca dan juga untuk saya sendiri.

Kotamobagu,28 Oktober 2022

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..........................................................................................................

KATA PENGANTAR.......................................................................................................

DATAR ISI.........................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................

A. Latar Belakang.........................................................................................................
B. Tujuan ...................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................

A. Konsep Kota Sehat...................................................................................................


B. Konsep Keperawatan Komunitas.............................................................................
C. Pengertian Agregat Balita........................................................................................
D. Pengertian stunting..................................................................................................

BAB III RENCANA PENGEMBANGAN KOTA SEHAT...........................................


A. Asuhan Keperawatan...............................................................................................
B. Satuan Acara Pelaksana (Sap).................................................................................

BAB III PENUTUP...........................................................................................................


A. Kesimpulan..............................................................................................................
B. Saran........................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan merupakan upaya strategis untuk memenuhi
kebutuhan dasar masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan. Untuk
mencapai hal tersebut, dilakukan melalui peningkatan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan untuk hidup sehat pada setiap individu. Dalam hal ini pendekatan yang
paling tepat adalah bidang kesehatan, seperti yang tercantum dalam Peraturan
Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2005 dan
Nomor 1138/Menkes/PB/VII/2005 yang berisi pedoman dan penyelenggaraan
kabupaten/ kota sehat.
Kota sehat adalah suatu kondisi kota yang bersih, nyaman, aman dan sehat
untuk dihuni penduduk. Penyelenggaraannya dicapai melalui penerapan beberapa
tatanan dengan kegiatan yang terintegrasi, disepakati oleh masyarakat dan
pemerintah daerah (Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri
Kesehatan No. 34 pasal 1 Tahun 2005).
Penyelenggaraan kota sehat merupakan kumpulan berbagai kegiatan untuk
mewujudkan kota sehat, melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat, dan forum
kesehatan yang difasilitasi oleh pemerintah kota. Forum kerupakan wadah bagi
masyarakat untuk berpartisipasi dan menyalurkan aspirasi. Forum sendiri memiliki
peranan untuk menentukan arah, prioritas, perencanaan pembangunan wilayah yang
mengintegrasikan berbagai aspek agar terwujudnya wilayah yang bersih, aman,
nyaman, dan sehat untuk dihuni warganya.
Di Indonesia, program Kota Sehat pertama kali dimulai pada 1998
yangdicanangkan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia yang diluncurkan di 6
kota, yaitu Kabupaten Cianjur, Kota Balikpapan, Bandar Lampung, Pekalongan,
Malang, dan Jakarta Timur, yang dicanangkan oleh Menteri Dalam Negeri pada
tanggal 26 Oktober 1998 di Jakarta. Kemudian diikuti dengan pengembangan
Kabupaten/Kota Sehat khususnya di bidang pariwisata di delapan kota, yaitu
Kawasan Anyer di Kabupaten Serang, Kawasan Batu Raden di Kabupaten
Banyumas, Kotagede di Kota Yogyakarta, Kawasan Wisata Brastagi di Kabupaten
Karo, Kawasan Pantai Senggigi di Kabupaten Lombok Barat, Kawasan Pantai.
Program kota sehatefektif berjalan pada tahun 2005 sejak dikeluarkannya Peraturan
Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kesehatan Nomor 34 tahun 2005 dan
Nomor 1138/ Menkes/PB/VIII/2005 tentang penyelenggaran kabupaten/kota sehat
di Indonesia (Peraturan Bersama Menteri Kesehatan & Menteri Dalam Negeri No
34, 2005).
Dalam penyelenggaraan Kabupaten/Kota Sehat terdapat 9 tatanan yang
dikelompokkan berdasarkan kawasan dan permasalahan khusus, yang terdiri atas :
kawasan pemukiman, sarana dan prasarana umum, kawasan saran lalu lintas tertib
dan pelayanan transportasi, kawasan pertambangan sehat, kawasan industri dan
perkantoran sehat, kawasan pariwisata sehat, ketahanan pangan dan gizi, kehidupan
masyarakat sehat dan mandiri, kehidupan sosial yang sehat.
Ketahanan pangan dan gizi merupakan salah satu tatanan paling penting
dalam penyelenggaraan Kabupaten/ Kota Sehat. Tatanan ini menjadi salah satu
tatanan penting yang ditetapkan dalam peraturan, yang langsung berkaitan dengan
sektor kesehatan. Terdapat indikator - indikator pertanyaan dalam tatanan ini yang
menginformasikan mengenai kondisi eksistensi yang telah dicapai yang masih perlu
mendapat perhatian ke depan dalam penyelenggaraan kabupaten/ kota sehat.
Salah satu permasalahan kesehatan banyak perhatian adalah kejadian
stunting berdasarkan indeks TB/U.Stunting merupakan keadaan tubuh yang pendek
dan sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD di bawah median panjang atau
tinggi badan. Prevalensi stunting pada balita di Indonesia terus meningkat, dari
17,1% di tahun 2010 (Riskesdas, 2010) dan naik menjadi 19,2% di tahun 2013
(Riskesdas, 2013). Data Pemantauan Status Gizi (PSG) selamatiga tahun terakhir
mencatat bahwa prevalensi stunting mengalami peningkatan dari tahun 2016 yaitu
27,5% menjadi 29,6% pada tahun 2017 (PSG, 2017).
Stunting merupakan masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh
asupan yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang
tidak sesuai dengan kebutuhan gizi, proporsi stunting di Indonesia masih cukup
tinggi, sekitar 30,8%, balita di Indonesia mengalami stunting, stunting dapat
dicegah dengan peningkatan ketahanan pangan dan perbaikan gizi.
Adapun upaya perbaikan gizi yang dicanangkan oleh Pemerintah Pusat
melalui Kementrian Kesehatan, untuk mengatasi stunting salah satunya ialah
program Kadarzi (Keluarga Sadar Gizi). Kadarzi merupakan suatu keluarga yang
mampu mengenal, mencegah dan mengatasi masalah gizi setiap anggota
keluarganya. Salah satu indikator yang ada dalam Kadarzi adalah suatu keluarga
mampu mengkonsumsi makanan yang beraneka ragam untuk memenuhi kebutuhan
gizi mereka.

B. Tujuan Makalah
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui konsep kota sehat dengan perancangan kota sehat
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dalam makala ini adalah sebagai berikut :
a. Mengetahui konsep kota sehat
b. Mengetahui konsep keperawatan komunitas
c. Mengetahui pengertian stunting
d. Mengetahui rencana pengembangan kota sehat pada Balita dengan stunting
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Kota Sehat


1. Pengertian kota sehat
Kabupaten/Kota Sehat adalah suatu kondisi kabupaten/kota yang bersih,
nyaman, aman dan sehat untuk dihuni penduduk, yang dicapai melalui
terselenggaranya penerapan beberapa tatanan dengan kegiatan yang terintegrasi
yang disepakati masyarakat dari pemerintah daerah. Pendekatan Kota Sehat
pertama kali dikembangkan di Eropa oleh WHO pada tahun 1980-an sebagai
strategi menyongsong Ottawa Charter, dimana ditekankan kesehatan untuk
semua yang dapat dicapai dan langgeng, jika semua aspek, sosial, ekonorni,
lingkungan dan budaya diperhatikan. Oleh karena itu konsep kota sehat tidak
hanya memfokuskan kepada pelayanan kesehatan yang lebih ditekankan kepada
suatu pendekatan kondisi sehat dan problem sakitsaja, tetapi kepada aspek
menyeluruh yang mempengaruhi kesehatan masyarakat, baik jasmani maupun
rohani.
Kota sehat melakukan pendekatan yang fokus pada inisiasi kesehatan
berbasis masyarakat melalui multi sektoral dengan pendekatan setting area.
Gerakan kota sehat telah berkembang menjadi gerakan yang menolak
pendekatan "top-down" (rekayasa fisik dan solusi masalah sosial) tetapi dengan
perspektif “bottom-up” yang berbasis masyarakat untuk mengatasi masalah
kesehatan masyarakat.
2. Tujuan
Pembangunan kota sehat memiliki tujuan untuk ercapainya kondisi kota
untuk hidup dengan bersih, aman, nyaman dan sehat untuk dihuni dan sebagai
tempat bekerja bagi warganya dengan cara terlaksananya berbagai program
kesehatan dan sektor lain, sehingga dapat meningkatkan secara optimal sarana
untuk mendukung peningkatan produktifitas dan perekonomian masyarakat.
3. Dasar hukum
a) UU Nomor : 32 Tahun 2004tentang Pemerintahan Daerah
b) UU Nomor: 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
c) UU Nomor: 25 Tahun 2004 Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
d) Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kesehatan
Nomor : 34 Tahun 2005 Nomor : 1138/Menkes/PB/VIII/2005 tentang
Penyelenggaraan Kabupaten/Kota sehat
4. Tatanan Kota Sehat
Indikator Tatanan Kota Sehat dikelompokkan berdasarkan, kawasan dan
permasalahan khusus, yang terdiri dari:
a) kawasan permukiman, sarana dan prasarana umum.
b) kawasan sarana lalu lintas tertib dan pelayanan transportasi,
c) kawasan pertambangan sehat,
d) kawasan hutan sehat,
e) kawasan industri dan perkantoran sehat,
f) kawasan pariwisata sehat,
g) ketahanan pangan dan gizi,
h) kehidupan masyarakat sehat yang mandiri, dan
i) kehidupan sosial yang sehat.
Tatanan dan permasalahan khusus tersebut dapat berkembang sesuai
dengan kebutuhan dan kondisi spesifik daerah.Setiap Kabupaten/Kota Sehat
yang memenuhi kriteria yang ditetapkan diberikan penghargaan Swasti Saba.
Perhargaan tersebut dapat diklasifikasikan atas 3 kategori, yaitu :

1) Penghargaan Padapa untuk taraf pemantapan sekurang-kurangnya 2


tatanan.
2) Penghargaan Wiwerda untuk taraf pembinaan memilih 3 sampai 4 tatanan.
3) Penghargaan Wistara untuk taraf pengembangan memilih 5 tatanan.
B. Konsep Keperawatan Komunitas
Keperawatan kesehatan komunitas adalah area pelayanan keperawatan
profesional yang diberikan secara holistik (bio-psiko-sosio-spritual) dan difokuskan
pada kelompok risiko tinggi yang bertujuan meningkatkan derajat kesehatan
melalui upaya promotif, preventif, tanpa menhabaikan kuratif dan rehabilitatif
dengan melibatkan komunitas sebagai mitra dalam menyelesaikan masalah
(Hithcock, Scubert dan Thomas, 1999; Allender dan Spradley, 2001, Stanhope dan
Lancaster, 2016).Komunitasadalah komponen penting dari pengalaman manusia
sebagai bagian dari pengalaman yang saling terkait dengan keluarga, rumah, serta
berbagai ragam budaya dan agama (Ervin, 2002).

Praktik keperawatan komunitas adalah sintesis praktik keperawatan dan


praktik kesehatan masyarakat, diaplikasikan dalam peningkatan dan pemeliharaan
kesehatan masyarakat (populasi),menggunakan ilmu yang berasal dari keperawatan,
sosial, dan kesehatan masyarakat (Stanhope dan Lancaster, 2016). Lingkup praktik
keperawatan komunitas adalah generalis dan spesialis. Praktik keperawatan
generalis bertujuan memberikan asuhan keperawatan komunitas dasar (basic
community) dengan sasaran individu, keluarga, dan kelompok untuk beberapa
aspek keterampilan dasar (beginning skill). Sedangkan praktik keperawatan
spesialis bertujuan memberikan asuhan keperawatan komunitas lanjut (advanced
nursing comunnity) dengan sasaran kelompok (agregat) dan masyarakat serta
masalah individu dan dan keluarga yang kompleks.

1. Tujuan Keperawatan Komunitas


Menurut Wallace dalam Allender (2014), tujuan keperawatan komunitas
adalah mempertahankan sistem klien dalam keadaan stabil melalui upaya
prevensi primer, sekunder, dan tersier. Berikut penjelasan mengenai upaya
prevensi :
a. Prevensi Primer
Prevensi primer ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan
masyarakat yang sehat. Bentuk tindakan keperawatan yang dapat dilakukan
adalah promosi kesehatan dan perlindungan spesifik agar terhindar dari
masalah/penyakit. Contohnya adalah promosi kesehatan tentang perilaku
hidup bersih dan sehat, pemberian vaksin, serta memberikan imunisasi pada
balita.
b. Prevensi Sekunder
Prevensi sekunder ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok
dan masyarakat yang berisiko mengalami masalah kesehatan. Bentuk
intervensi yang dapat dilakukan adalah upaya penemuan penyakit sejak
awal (skrining kesehatan), pelayanan/asuhan keperawatan mencakup
identifikasi masyarakat atau kelompok yang berisiko mengalami masalah
kesehatan, pemeriksaan kesehatan berkala, melakukan penanggulangan
masalah kesehatan secara tepat dan cepat,serta melakukan rujukan terhadap
masyarakat yang memerlukan penatalaksanaan lebih lanjut.
c. Prevensi Tersier
Prevensi tersier ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan
masyarakat pada masa pemulihan setelah mengalami masalah kesehatan.
Bentuk intervensi yang dapat dilakukan adalah upaya rehabilitasi pasca
perawatan di fasilitas tatanan pelayanan kesehatan lain untuk mencegah
ketidakmampuan, ketidak berdayaan atau kecacatan lebih lanjut.

2. Strategi Intervensi
Strategi intervensi dalam keperawatan komunitas dibuat agar tujuan yang
diharapkan dapat tercapai, adapun strategi yang dapat diterapkan diantaranya:
a. Proses Kelompok
Proses kelompok adalah suatu bentuk intervensi keperawatan
komunitas yang di lakukan dengan melibatkan peran serta aktif masyarakat
(melalui pembentukan peer atau social support berdasarkan kondisi dan
kebutuhan masyarakat). Perawat komunitas dapat membentuk kelompok
baru atau bekerja sama dengan kelompok yang telah ada (Stanhope dan
Lancaster, 2016). Sebagai suatu intervensi, kelompok bisa menjadi cost
efficient treatment dengan hasil terapeutik yang positif. Proses kelompok ini
dilakukan dengan membentuk kelompok dari-oleh-untuk masyarakat yang
memperhatikan kesehatan di wilayahnya sehingga dapat secara mandiri
mengatasi masalah yang muncul di masyarakat. (Snyder dan Lindquist,
2009).
Berikut beberapa pengaruh positif strategi intervensi dengan proses
kelompok (Yalom, 1983; dalam Hitchcock, Schubert dan Thomas,
1999)diantaranya:
1) Membangunharapan ketika anggota kelompok menyadari bahwa ada
orang lain yang telah menghadapi atau berhasil menyelesaikan
masalah yang sama.
2) Universalitas,dengan menyadari bahwa dirinya tidak sendiri
menghadapi masalah yang sama.
3) Berbagi informasi;
4) Altruisme dan saling membantu;
5) Pengembangan teknik sosialisasi;
6) Perilaku imitatif dari pemimpin kelompok;
b. Promosi Kesehatan
Bentuk promosi kesehatan adalah sebagai berikut :
1) Pendidikan kesehatan
Pendidikan kesehatan adalah suatu kegiatan dalam rangka upaya
promotif dan preventif dengan melakukan penyebaran informasi dan
meningkatkan motivasi masyarakat untuk berperilaku sehat (Stanhope
dan Lancaster, 2016). Pendidikan kesehatan umumnya bertujuan
meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi ketidak mampuan dan
merupakan upaya untuk mengaktualisasikan potensi kesehatan dari
individu, keluarga, komunitas dan masyarakat diseminasi informasi
bertujuan mengubah sikap, keyakinan dan perilaku masyarakat melalui
pemeberian informasi serta memunculkan kesadaran bahwa suatu
masalah yang timbul dapat diatasi.
2) Modifikasi gaya hidup (Life Style Modification)
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam memodifikasi gaya
hidup diantaranya perubahan situasi, tersedianya pengetahuan dan
keterampilan untuk melaksanakan dan meneruskan perubahan, hasil
yang akan diperoleh dari perilaku baru, serta adanya dukungan fisik dan
sosial untuk merubah perilaku.Modifikasi gaya hidup dapat membantu
klien untuk bertanggung jawab atas kesehatan sendiri dan membuat
perubahan perilaku yang sesuai untuk meningkatkan kualitas
kehidupannya.
3) Penataan lingkungan (Environmental Restructuring)
Lingkungan yang ditata mencakup lingkungan fisik, sosial dan ekonomi
misalnya mengatur kenyamanan dan keamanan fisik, menghindarkan
terjadi pencemaran air minum, menciptakan keterpaduan kelompok, dan
menetapkan penyediaan koperasi.Kegiatan ini mencakup kegiatan
penyediaan atau penataan faktor pendukung untuk mengoptimalkan
kualitas lingkungan dan peningkatan perilaku.
4) Pengkajian dan penilaian
Mendorong seseorang agar mengurangi faktor resiko dan mengadopsi
gaya hidup sehat. Contohnya mengadakan lomba atau kompetisi
penampilan sesuai indikator sehat
c. Pemberdayaan (Empowerment)
Pemberdayaan atau empowerment adalah suatu kegiatan
keperawatan komunitas dengan melibatkan masyarakat secara aktif untuk
menyelesaikan masalah yang ada di komunitas, masyarakat sebagai subjek
dalam menyelesaikan masalah (Stanhope dan Lancaster, 2016). Perawat
dapat menggunakan strategi pemberdayaan untuk membantu masyarakat
mengembangkan keterampilan dalam menyelesaikan masalah, menciptakan
jejaring, negoisasi, lobbying, dan mendapatkan informasi untuk
meningkatkan kesehatan (Nies dan McEwen, 2015).
Terdapat lima area pemberdayaan yaitu interpersonal (personal
empowerment), intragroup (small group development), intergroup
(komunitas), interorganizational (coalition building), dan political action
(Labonte, 1994; Stanhope dan Lancaster, 2016).

Tahapan proses pemberdayaan masyarakat meliputi :


1) Tahap persiapan (Engagement)
Pada tahap engagement dilakukan persiapan awal atau enrty point
proses pemberdayaan yang meliputi persiapan sumber daya manusia,
sarana serta lingkungan. Persiapan yang dilakukan meliputi: a)
persiapan tenaga pemberdayaan; tahap ini ditujukan untuk menyamakan
persepsi dan pengetahuan antar anggota terutama jika tenaga petugas
memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda-beda. b) persiapan
lapangan; pada tahapan ini perawat melakukan pengkajian kelayakan
pada daerah yang akan dijadikan sasaran baik secara formal maupun
informal. Selain itu, pada tahap ini, perijinan juga dilakukan. Akses
relasi dengan tokoh informal juga penting untuk dilakukan agar terjalin
hubungan yang baik dengan masyarakat.
2) Tahap pengkajian (Assesment)
Pengkajian dapat dilakukan terhadap individu (tokoh masyarakat) atau
kelompok-kelompok masyarakat dengan menggunakan metode focus
group discussion, curah pendapat atau nominal group proces. Perawat
komunitas melakukan identifikasi masalah mengenai kebutuhan
masyarakat. Masyarakat mulai di libatkan secara aktif agar
permasalahan yang dirasakan masyarakat benar-benar berasal dari
masyarakat sendiri. Setelah mendapatkan permasalahan, perawat
memfasilitasi masyarakat dalam menyusun prioritas masalah akan
ditindaklanjuti.
3) Tahap perencanaan kegiatan (Designing)
Perawat komunitas melakukan proses penyusunan perencanaan
program pemberdayaan masyarakat pada tahap designing. Perencanaan
program dilakukan aktif bersama partisipasi masyarakat. Masyarakat
tidak hanya dituntut untuk mengetahui permasalahan dan kebutuhannya
namun juga bekerja sama dengan perawat untuk menyusun penanganan
yang tepat dan sesuai. Diskusi dilakukan perwakilan masyarakat dan
perawat mengenai alternatif program dan tujuan yang ingin dicapai
yang dapat dilakukan oleh masyarakat dalam proses pemberdayaan.
Perawat bertugas sebagai fasilitator yang membantu masyarakat
berdiskusi bersama mengenai rencana program dan menuangkannya
dalam bentuk tertulis seperti penyusunan proposal.
4) Tahap Implementasi (pelaksanaan program)
Tahap implementasi merupakan tahap pelaksanaan program
pemberdayaan masyarakat. Proses implementasi yang baik harus
dilandasi kerja sama yang baik antara perawat dan masyarakat maupun
antar masrakat. Hal ini ditujukan agar proses pelaksanaan sesuai dengan
perencanaan yang telah disusun.
5) Tahap evaluasi
Evaluasi dilakukan sebagai proses pengawasan dari masyarakat dan
perawat terhadap program yang sedang dijalnkan. Pada tahap evaluasi,
warga harus dilibatkan agar terbentuk pengawasan secara internal dan
dalam rangka memandirikan masyarakat dengan memanfaatkan sumber
daya yang ada. Evaluasi diharapkan dapat memberikan umpan balik
yang berguna bagi perbaikan program.
6) Tahap terminasi (Disengagement)
Pada tahap terakhir ini terjadi pemutusan hubungan secara formal
dengan komunitas. Hal ini dilakukan karena masyarakat telah mampu
secara mandiri atau telah mencapai waktu yang ditetapkan sebelumnya.
Proses terminasi tidak serta merta dilakukan secara mendadak namun
harus bertahap. Sehingga jika perawat belum menyelesaikan dengan
baik maka kontak dengan masyarakat tetap dilakukan namun tidak
secara rutin dan akhirnya perlahan-lahan dikurangi kontrak dengan
komunitas sasaran.
d. Kemitraan (Partnership)
Partnership atau kemitraan adalah suatu bentuk kerjasama aktif
antara perawat komunitas, masyarakat, maupun lintas sektor dan program.
Bentuk kegiatannya adalah kolaborasi, negosiasi dan sharing dilakukan
untuk saling menguntungkan ( Stanhope & Lancaster, 2014). Partnership
adalah intervensi keperawatan komunitas dalam bentuk kerjasama dengan
pihak terkait untuk membina, mengawasi, dan mencegah permasalahan
komunitas.
Pihak yang dapat dilibatkan dalam partnership adalah pemerintah
(Dinas Kesehatan, Dinas Pendidikan, Kelurahan), Lembaga Swadaya
Masyarakat/ LSM dan pihak swasta. Bentuk kegiatan tersebut dapat berupa
kerjasama program dan dukungan dari pihak yang diajak kerjasama.
Program dapat berasal dari pihak yang diajak kerjasama atau perawat.
Aktivias kemitraan dapat membantu perawat dalam mengubah
komunitas risiko tinggi ke dalam realitas komunitas yang berarti. Jenis dari
kemitraan meliputi :
1) Kerjasama dengan konsumen (Consumery Advocacy)
Consumery advocacy merupakan bentuk partnership yang terjadi jika
melihat kebijakan sumber pelayanan kesehatan prioritas tertinggi
ditujukan untuk kebutuhan klien. Consumery advocacy juga diartikan
sebagai upaya pemecahan masalah lebih lanjut jika penyelesaian konflik
tidak konsisten dengan keinginan klien. Perawat diharapkan melakukan
advokasi jika kebutuhan kelompok berisiko tidak tersedia di dalam
program atau didalam sistem pelayanan kesehatan. Perawat dapat
melakukan tindakan untuk meningkatkan penyediaan dana, penyediaan
waktu dari profesi lain. Keterlibatan klien dalam proses advokasi sangat
pening.
2) Multidisiplin kolaborasi sangat efektif untuk mengidentifikasi dan
mengkaji resiko kesehatan di masyarakat yaitu:
a) Mengkaji kebutuhan kesehatan komunitas
b) Menentukan populasi yang beresiko sakit, cacat, kematian.
c) Merencanakan program dan mengalokasikan sumber
d) Mengidentifikasi isu-isu penelitian.
3) Membangun jejaring (Networking) :
a) Mengumpulkan informasi tentang kebutuhan pelayanan kesehatan
mulai dari waktu (when), alasan (why) dan cara (how). Menurunkan
resiko kesehatan di masyarakat dan dapat memfasilitasi perawat
untuk masuk ke masyarakat dan mengembangkan kerjasama
komunitas.
b) Meningkatkan dan mempertahankan hubungan kerjasama dengan
profesi lain dan memfasilitasi terjadinya tipe kerjasama perawat
dengan klien maupun kerjasama dengan multidisiplin.

C. Pengertian Agregat Balita


Bawah Lima Tahun atau sering disingkat sebagai balita, merupakan salah
satu periode usia manusia setelah bayi sebelum anak awal. Rentang usia balita
dimulai dari satu sampai dengan lima tahun, atau bisa digunakan perhitungan bulan
yaitu usia 12-60 bulan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (2014)
seorang anak dikatakan balita apabila anak berusia 12 bulan sampai dengan 59
bulan. Price dan Gwin (2014) mengatakan bahwa seorang anak dari usia 1 sampai 3
tahun disebut batita atau toddler dan anak usia 3 sampai 5 tahun disebut dengan
usia pra sekolah atau preschool child. Usia balita merupakan sebuah periode
penting dalam proses pertumbuhan dan perkembangan seorang anak.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2011) menjelaskan balita
merupakan usia dimana anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang
pesat. Prosespertumbuhan dan perkembangan setiap individu berbeda-beda, bisa
cepat maupunlambat tergantung dari beberapa faktor diantaranya herediter,
lingkungan, budaya dalam lingkungan, sosial ekonomi, iklim atau cuaca, nutrisi dan
lain-lain (Aziz, 2006 dalam Nurjannah, 2013). Perkembangan dan pertumbuhan di
masa itu menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak di
periode selanjutnya. Masatumbuh kembang di usia ini merupakan masa yang
berlangsung cepat dan tidakakan pernah terulang, karena itu sering disebut golden
age atau masa keemasan.

D. Pengertian Stunting
Menurut WHO (2015), stunting adalah gangguan pertumbuhan dan
perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang
ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi
Anak ,pengertian pendek dan sangat pendeka dalah status gizi yang didasarkan
pada indeks Panjang badan menurut umur(PB/U) atau Tinggi Badan menurut umur
(TB/U) yang merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan severely stunted
(sangat pendek).
Balita pendek (stunting) dapat diketahui bila seorang balita sudah diukur
panjang atau tinggi badan nya, lalu dibandingkan dengan standar dan hasilnya
berada dibawah normal. Balita pendek adalah balita dengan status gizi yang
berdasarkan panjang atau tinggi badan menurut umurnya bila dibandingkan dengan
standar baku WHO. Anak digolongkan stunting jika tingginya berada dibawah -2
SD dari standar WHO.
Stunting disebabkan oleh multifaktor yaitu mencakup pendidikan ibu,status
ekonomi, tinggi badan ibu, pola asuh, usia balita, Pemberian ASI Eksklusif,
kelengkapan imunisasi, BBLR, asupan energi, asupan protein, riwayat penyakit
infeksi, dan makanan pendamping ASI.
BAB III

RENCANA PENGEMBANGAN KOTA SEHAT

A. ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN STUNTING

1. Pengkajian

a. Data umum

1) Nama pasien

2) Nama KK

3) Usia pasien

4) Pendidikan KK/orang tua

5) Alamat pasien

6) Komposisi keluarga

7) Genogram

8) Tipe keluarga

9) Suku

10) Agama

11) Rekreasi

b. Data komunitas

1) Sejarah/riwayat

2) Nilai dan keyakinan

3) Subsistem komunitas

a) Lingkungan fisik

b) Pelayanan kesehatan

c) Ekonomi
d) Politik dan pemerintah

e) Pendidikan

f) Rekreasi

2. Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan pada


balita berhubungan dengan Kurang pengetahuan ibu tentang menu
seimbang.
b. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada balita berhubungan
dengan sanitasi lingkungan yang kurang baik 

3. Intervensi

a. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan pada


balita berhubungan dengan Kurang pengetahuan ibu tentang menu
seimbang.
Intervensi:
1) Lakukan pendekatan pada kader – kader kesehatan
2) Komunikasikan tentang menu seimbang serta pengurangan susu
formula
3) Pembagian salah satu menu seimbang
4) Anjurkan ibu – ibu untuk mengawasi jajanan yang sering di
konsumsi
5) Rujukan ibu tentang penanggulangan diare
b. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada balita berhubungan
dengan sanitasi lingkungan yang kurang baik 
Intervensi:
1) Lakukan pendekatan pada kader – kader kesehatan
2) Komunikasikan tentang penangggulangan, pencegahan diare.
3) Demostrasikan pemberian oralit
4) Anjurkan ibu – ibu untuk memeriksakan balita
5) Evaluasi keluarga /Rujukan ibu tentang penanggulangan diare

B. SATUAN ACARA PENYULUHAN

Materipenyuluhan : Pencegahan stunting


Pokokbahasan : Pencegahan stunting
Sasaran : Orang tua anak
Hari/ Tanggal : Jumat, 28 oktober 2022
Waktu : 30 menit
Tempat : kantor desa

1. LATAR BELAKANG
Stunting merupakan istilah untuk penyebutan anak yang tumbuh tidak sesuai
dengan ukuran yang semestinya (bayi pendek).Stunting (tubuhpendek) adalah keadaan
tubuh yang sangat pendek hingga melampaui defisit 2 SD dibawah median panjang atau
tinggi badan populasi yang menjadi referensi internasional. Stunting adala hkeadaan
dimana tinggi badan berdasarkan umur rendah, atau keadaan dimana tubuh anak lebih
pendek dibandingkan dengan anak – anak lain seusianya (MCN, 2009).
Stunted adalah tinggi badan yang kurang menurut umur (<-2SD), ditandai
dengan    terlambatnya pertumbuhan anak yang mengakibatkan kegagalan dalam
mencapai tinggi badan yang normal dan sehat sesuai usia anak. Stunted merupakan
kekurangan gizi kronis atau kegagalan pertumbuhan dimasa lalu dan digunakan sebagai
indikator jangka panjang untuk gizi kurang pada anak.
Stunting dapat didiagnosis melalui indeks antropometrik tinggi badan menurut
umur yang mencerminkan pertumbuhan linier yang dicapai pada pra dan pasca
persalinan dengan indikasi kekurangan gizi jangka panjang, akibat dari gizi yang tidak
memadai dan atau kesehatan.
Sekitar 8,8jutaanak Indonesia menderita stunting (tubuhpendek)
karenakuranggizi. Data RisetKesehatanDasar (Riskesdas) 2013 mencatatangkakejadian
stunting nasionalmencapai 37,2persen. Angkainimeningkatdari 2010 sebesar 35,6persen
(Rizma, 2016). Oleh karena itu dalam hal ini diperlukan upaya pencegahan stunting
salah satunya dengan penyuluhan bagaimana cara mencegah stunting diberikan pada
orangtua anak.
2. TUJUAN
a. Tujuan Umum
Setelah dilakukan penyuluhan diharapkan orangtua anak dapat
mengetahui dan memahami bagaimana mencegah stunting.

b. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan diharapkan pasien dan keluarga
pasien dapat mengetahui tentang:
1) Defenisi Stunting
2) Penyebab stunting 
3) Dampak stuntig
4) Cara mencegah stunting 
5) Zat Gizi Mikro yang Berperan untuk Menghindari Stunting (Pendek)

3. RENCANA KEGIATAN
1. Metode : Ceramah, diskusi, danTanya jawab
2. Media danAlat Bantu :Leaflet, Pertunjukan slides (melalui overhead
projector, slide projector,komputer danLCD projector, atau lainnya), poster,
video.
3. Tempat danWaktu
a. Tempat Kegiatan : kantor desa
b. Hari/Tanggal : Jumat, 28 oktober 2022
4. Peserta : Orang tua anak
5. Waktu : 30 menit
4. KEGIATAN PENYULUHAN
TahapKegiata
Kegiatanperawat Kegiatanklien Media
n
Pembukaan 1. Salam pembuka 1. Menjawabsala 1. Ceramah
( 5 menit) 2. Memperkenalkandiri m 2. Tanya jawab
3. Menjelaskanmaksuddantujuanp 2. Mendengarkank
enyuluhan eteranganpenya
4. Menggalipengetahuanpesertate ji
ntangmateri yang 3. Menyampaikan
akandisampaikan pengetahuan
tentang materi
yang
disampaikan

Penyajian dan 1. Defenisi Stunting - Memperhatikan 1. Ceramah


diskusi 2. Penyebab stunting  - Mendengarkan 2. Tanya jawab
( 20 menit) 3. Dampak stuntig keteranganpeny 3. Leaflet
4. Cara mencegah stunting  aji
5. Zat Gizi Mikro yang Berperan
untuk Menghindari Stunting
(Pendek)

Penutup 1. Mengevaluasi atau menanyakan Peserta menjawab Tanya jawab


(5menit) kembali materi yang telah pertanyaan,
disampaikan pada peserta memperhatikan dan
2. Menyimpulkan kembali materi menjawab salam
yang telah disampaikan
3. Memberi salam penutup

5. KRITERIA EVALUASI
1. Evaluasi terstruktur
a) Adanya koordinasi antara pemateri, peserta penyuluhan dan panitia
penyelenggara selama acara penyuluhan berlangsung.
b) Persiapan acara penyuluhan dapat dilakukan dengan baik, misalnya dalam
penyiapan kursi, absensi dan leaflet.
c) Sebelum penyuluhan telah dilakukan perjanjian penyuluhan dengan pihak
Poltekkes Kemenkes Malang
2. Evaluasi proses
a) Peserta aktif mendengarkan dan menyimak acara penyuluhan
b) Peserta aktif bertanya topik yang dibahas pada sesi tanya jawab.
c) Peserta mampu merespon pertanyaan yang diberikan pemateri..
3. Evaluasi hasil
Peserta mampu menjelaskan kembali materi yang telah disampaikan dengan
benar melalui pertanyaan lisan meliputi pengertian stunting, cara mencegahnya,
dan zat gizi yang berperan menghindari stunting (75%).
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Ciri-ciri kota/kabupatensehat ialah pendekatan tergantung permasalahan yang
dihadapi, berasal dari kebutuhan masyarakat, dikelola oleh masyarakat,
sedangkan pemerintah sebagai fasilitator.
2. Kota Sehat merupakan gerakan untuk mendorong inisiatif masyarakat menuju
hidup sehat. Memperhatikan konsepsi gerakan kota sehat tersebut, tampak
bahwa gerakan kota sehat merupakan pendekatan “multi stakeholders‟,
dimanasektorkehutanan (pemerintah dan swasta) yang merupakan bagian dari
stakeholders dapat ikut aktif/ berpartisipasi sesuai dengan bidang tugasnya.
Partisipasi tersebut dalam tahap awal dapat berupa upaya untuk
mempromosikan/ menginformasikan kegiatan-kegiatan yang telah dan akan
dilakukan, yang dapat menunjang gerakan kota sehat, serta menselaraskan
kegiatan dengan sektor lain yang secara bersama-sama dapat mewujudkan kota
sehat

B. Saran
Untuk mengukur kemajuan kegiatan kota sehat, dibutuhkan indikator yang jelas
sehingga semua pihak yang ikut terlibat dapat menilai sendiri kemajuan yang sudah
dilakukan, dan menjadi tolok ukur untuk merencanakan kegiatan selanjutnya.
Setiap daerah dapat memilih, menetapkan dan melaksanakan kegiatan sesuai
dengan kondisi dan kemampuan masing-masing untuk memenuhi indikator
tersebut. Karenanya, modal dasar pengembangan kota menuju healthy city adalah
kemauan dan komitmen pemerintah kota untuk mewujudkan tatanan hidup yang
lebih berkeadilan, aspiratif dan menempatkan masyarakat sebagai mitra
pembangunan. Pelibatan semua elemen masyarakat kota merefleksikan makna
kepemilikan mereka akan kota yang, secara tidak langsung akan melahirkan
kekuatan dan keikhlasan untuk secara bersama-sama merekayasa perubahan kota.
DAFTAR PUSTAKA
Adinda. 2014. Masalah Gizi penyebab Stunting (Pendek).
(http://adindascabiosa.blogspot.co.id/2014/04/-masalah-gizi-penyebab-
stunting.html). Diaksespadatanggal 24 April 2016.
Beal Ty,Tumilowicz, Alison,SutrisnaAang, Izwardy,Doddy, Neufeld, Lynnette M.
(2017). A review of child stunting determinants in Indonesia. Maternal and
Child Nutrition Published by John Wiley & Sons,
Ltd.doi: 10.1111/mcn.12617 .

Buku Saku Hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) tahun 2017. di akses pada 3 Juli 2020
http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umum/20180125/3424539/buku-
saku-hasil-pemantauan-status-gizi-psg-tahun-2017/

Izwardy, Doddy.(2019). Kebijakan Dan Strategi Penanggulangan Stunting Di


Indonesia. di akses pada 3 Juli 2020.
https://www.persi.or.id/images/2019/data/FINAL_PAPARAN_PERSI_22_
FEB_2019_Ir._Doddy.pdf

Kemenkes RI. (2013).Riset Kesehatan Dasar. Jakarta:Balitbang.

Kementerian KoordinatorBidang Pembangunan Manusia Dan KebudayaanRepublik


Indonesia. (2018) Penanganan Stunting Terintegrasi Di Indonesia. di akses
pada tanggal 3 Juli 2020. https://standarpangan.pom.go.id/dokumen/lain-
lain/WNPG/Materi-Deputi-PMK-HPS.pdf

Kurniasih, Dwi Endah,dan Adianto, Joko.(2017) Kebun gizi sebagai strategi berbasis
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan konsumsi. BKM Journal of
Community Medicine and Public Health. Volume 34 Nomor2  Halaman 93-
97

Ni’mah,Khoirun, Nadhiroh,Siti Rahayu. (2015). Faktor Yang Berhubungan Dengan


Kejadian Stunting Pada Balita. Media Gizi Indonesia, Vol. 10, No. 1
Januari–Juni 2015: hlm. 13–19.

You might also like