Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
Pratiwi Rahayu
G3A021056
1. LATAR BELAKANG
Pasien yang dirawat di ruang perawatan intensif dan menggunakan
ventilator rmekanik mendapatkan sedatif, analgetik yang kuat dan relaksan otot.
Kondisi ini mengakibatkan pasien tidak mampu mengeluarkan sekret secara
mandiri. Hal ini perlu mendapatkan perhatian karena beresiko terjadinya
pneumonia. Kejadian pneumonia nasokomial di ICU (Intensif Care Unit) lebih
banyak dijumpai hampir 25% dari semua infeksi dan menyebabkan mortalitas
sebesar 33-50% Dick, A et al (2012).
Endotracheal Suction (ETS) merupakan suatu prosedur tindakan yang
bertujuan untuk menjaga jalan napas pasien tetap bersih yaitu dengan
memasukkan kateter suction ke pipa endotrakeal pasien kemudian sekret paru
pasien dibuang dengan menggunakan tekanan negatif (Restrepo et al., 2010).
Sebagai salah satu tindakan invasif yang sering dilakukan pada pasien dengan
ETT untuk mempertahankan kebersihan jalan napas dari retensi sekret, tindakan
suction perlu mendapatkan perhatian sehingga prosedur dapat diberikan dengan
meminimalkan efek samping salah satunya dengan mengontrol kedalaman
kateter suction dan melakukan penghisapan secret.
American Assosiation For Respiratory Care (AARC, 2010) menyebutkan
bahwa shallow suction lebih direkomendasikan untuk meminimalkan resiko
invasif pada pasien. Namun, pada penelitian yang dilakukan oleh Abbasinia, et
al. (2014), jumlah tindakan suction pada kelompok yang dilakukan dengan
metode deep suction lebih sedikit karena metode deep suction mampu
membersihkan sekret lebih banyak, sehingga frekwensi tindakan ETT suction
yang diterima pasien setiap harinya lebih sedikit dibanding shallow suction.
Metode deep suction lebih sedikit karena metode deep suction mampu
membersihkan sekret lebih banyak, sehingga frekwensi tindakan ETT suction
yang diterima pasien setiap harinya lebih sedikit dibanding shallow suction.
Dari laporan dan jurnal tentang pengaruh tindakan deep suction dan shallow
suction terhadap perubahan hemodinamika pada psien dengan endotrakeal Tube
(ETT) pada pasien yang dirawat di ruang icu, kami tertarik untuk menerapkan
jurnal pengaruh tindakan deep suction dan shallow suction terhadap perubahan
hemodinamika pada psien dengan endotrakeal Tube (ETT) yang di ruang ICU
Rumah Sakit Roemani Semarang.
2. TUJUAN
1) Tujuan Intruksional Umum
Mahasiswa mampu mengetahui pengaruh Deep Suction dan Shallow Suction
pada pasien yang terpasang endotrakeal tube (ETT) terhadap hemodinamika
pasien
2) Tujuan Intruksional Khusus
1. Mahasiswa mampu memahami konsep dasar penghisapan lendir.
2. Mahasiswa mampu memahami konsep dasar hemodinamika
3. Mahasiswa mampu memahami konsep dasar Endotrakeal Tube (ETT)
4. Mahasiswa mampu menganalisis saturasi hemodinamika pada pasien
yang dilakukan penghisapan lendir melalui ETT.
3. METODE PENULISAN
Pada metode penulisan makalah ini kami mengumpulkan referensi yang relevan
dari perpustakaan, dan mencari referensi yang relevan dari internet.
4. SISTEMATIKA PENULISAN
Makalah ini disusun dengan sistematika yang terdiri dari poin-poin yang
penting, diantaranya yaitu;
BAB I : Pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan masalah,
tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika
penulisan
BAB II : Konsep teori berisi konsep dasar tindakan hisap lendir,
konsep dasari hemodinamika dan konsep dasar Endotrakeal
Tube (ETT), dan konsep asuhan kegawatdaruratan
BAB III : Tinjauan kasus, berisi resum asuhan keperawatan secara
lengkap dari pengkajian sampai dengan evaluasi secara
komprehensif
BAB IV : Pelaksanaan dan pembahasan Evidence Based Nursing
Pengaruh Deep Suction dan Shallow Suction terhadap
perubahan hemodinamika pada pasien dengan Endotrakeal
Tube (ETT) di ruang ICU
A. KONSEP TEORI
a) PENGHISAPAN LENDIR
a. Pengertian
Penghisapan lendir sering disebut dengan istilah suction. Suctioning
atau penghisapan merupakan tindakan untuk mempertahankan jalan nafas
sehingga memungkinkan terjadinya proses pertukaran gas yang adekuat
dengan cara mengeluarkan sekret pada klien yang tidak mampu
mengeluarkannya sendiri (Timby, 2009).
Tindakan suction merupakan suatu prosedur penghisapan lendir, yang
dilakukan dengan memasukkan selang catheter suction melalui selang
endotracheal (Syafni, 2012).
b. Jenis Penghisapann Lendir
Adapun jenis penghisapan lendir menurut Debora (2012) adalah
1) Open Suction System (OSS)
Jenis OSS hanya digunakan sekali dan membutuhkan lepasnya ventilator
dari pasien. Adapun keuntungan penggunaan OSS adalah insidensi
pneumonia yang lebih rendah, kurangnya perubahan fisiologis selama
prosedur, kurangnya kontaminasi bakteri, dan hemat biaya.
2) Closed Suction System
CSS diletakkan diantara tube trachea dan sirkuit ventilator mekanik dan
bisa berada didalam pasien lebih dari 24 jam. Penggunaan CSS
memberikan keuntungan yaitu penggunaan yang multiple use tanpa
melepas ventilator dari pasien dapat berakibat pada munculnya tekanan
negtif sehingga terjadi kehilangan volume paru yang intens sehingga
berakibat pada hipoksemia.
c. Ukuran dan Tekanan Penghisapan Lendir
Ukuran kanul suction (penghisapan lendir) yang direkomendasikan oleh
Lynn (2011) adalah:
1. Anak usia 2-5 tahun 6-8 F
2. Usia sekolah 6-12 tahun 8-10 F
3. Remaja-dewasa 10-16 F
Tekanan yang direkomendasikan Timby (2009) adalah
Usia Suction dinding Suction Portable
Dewasa 100-140 mmHg 10-15 mmHg
Anak-anak 95-100 mmHg 5-10 mmg
Bayi 50-95 mmHg 2-5 mmHg
d. Indikasi
Menurut Smeltzer et al, (2002), indikasi penghisapan lendir lewat
endotrakeal adalah untuk:
1) Menjaga jalan nafas tetap bersih apabila :
a) Pasien tidak mampu batuk efektif
b) Diduga aspirasi
2) Membersihkan jalan nafas apabila ditemukan :
a) Pada auskultasi terdengar suara napas yang kasar atau suara napas
tambahan.
b) Diduga ada sekresi mucuc pada saluran pernapasan
c) Apabila klinis memeperlihatkan adanya peningkatan beban kerja
sistem pernafasan
3) Pengambilan spesimen untuk pemeriksaan laboratorium
4) Sebelum dilakukan radiologis ulang untuk evaluasi
5) Untuk mengetahui kepatenan pipa endotrkheal.
e. Prosedur Penghisapan Lendir
Adapun prosedur hisap lendir menurut Kozier & Erb, (2004) adalah:
1. Jelaskan kepada pasien apa yang akan dilakukan, mengapa perlu, dan
bagaimana pasien dapat menerima dan bekerjasama karena biasanya
tindakan ini menyebabkan batuk dan hal ini diperlukan untuk membantu
dalam mengeluarkan sekret.
2. Cuci tangan sebelum melakukan tindakan.
3. Menjaga privasi pasien.
4. Atur posisi pasien sesuai kebutuhan.
Jika tidak ada kontraindikasi posisikan pasien semiflower agar pasien
dapat bernapas dalam, paru dapat berkembang dengan baik sehingga
mencegah desaturasi dan dapat mengeluarkan sekret saat batuk.
Jika perlu, berikan analgesia sebelum penghisapan, karena penghisapan
akan merangsang refleks batuk, hal ini dapat menyebabkan rasa sakit
terutama pada pasien yang telah menjalani operasi toraks atau perut atau
yang memiliki pengalaman traumatis sehingga dapat meningkatkan
kenyamanan pasien selama prosedur penghisapan
5. Menyiapkan peralatan
a. Pasang alat resusitasi ke oksigen dengan aliran oksigen 100%
b. Chateter suction sesuai ukuran
c. Pasang pengalas bila perlu.
d. Atur tekanan sesuai penghisap dengan tekanan sekitar 100-120 mm
hg untuk orang dewasa, dan 50-95 untuk bayi dan anak
e. Pakai alat pelindung diri, kaca mata, masker, dan gaun bila perlu.
f. Memakai sarung tangan steril pada tangan dominan dan sarung
tangan tidak steril di tangan nondominan untuk melindungi perawat
g. Pegang suction catether di tangan dominan, pasang catether ke pipa
penghisap.
h. Bila hiperekskresi lakukan hiperventilasi.
i. Masukan kanul suction dengan hati-hati dengan kedalaman 10 - 15
cm
j. Menghisap lendir dengan menutup lubang kanul, menarik perlahan
sambil memutar
k. Membilas kanul dengan air steril
l. Mengulangi prosedur 3-5 kali
m. Mengevaluasi pasien setelah dilakukan suction
f. Komplikasi
Dalam melakukan tindakan hisap lender perawat harus memperhatikan
komplikasi yang dapat ditimbulkan, antara lain yaitu (Kozier & Erb, 2002):
1) Hipoksemia
2) Trauma jalan nafas
3) Infeksi nosokomial
4) Respiratory arrest
5) Bronkospasme
6) Perdarahan pulmonal
7) Disritmia jantung
8) Hipertensi/hipotensi
b)HEMODINAMIK
Hemodinamik yang berarti harfiah "gerakan darah" adalah studi tentang darah
aliran atau sirkulasi. Semua sel hewan membutuhkan oksigen (O2) untuk
konversi karbohidrat, lemak dan protein menjadi karbon dioksida (CO2), air dan
energi dalam proses yang dikenal sebagai respirasi aerobik.
Fungsi Sistem peredaran darah :
a. mengangkut darah untuk memberikan O2
b. mengangkut nutrisi
c. bahan kimia kesel-sel tubuh,
Para Sistem sirkulasi adalah seri terhubung tabung, yang meliputi jantung, yang
arteri, yang mikrosirkulasi dan vena. Hemodinamik merupakan bagian penting
dari fisiologi kardiovaskular berhubungan dengan kekuatan pompa (jantung)
telah mengembangkan untuk mengedarkan darah melalui sistem kardiovaskular.
Sirkulasi darah yang memadai (aliran darah) adalah kondisi yang diperlukan
untuk suplai oksigen yang cukup ke seluruh jaringan, ini identik dengan
kesehatan jantung, kelangsungan hidup pasien bedah, umur panjang dan kualitas
hidup.
a. Faktor Yang Mempengaruhi Hemodinamik
Hemodinamik yang kompleks dan luas tetapi mencakup CO, volume cairan
sirkulasi, respirasi, diameter pembuluh darah dan resistensi, dan kekentalan
darah. Masing-masing pada gilirannya dipengaruhi oleh faktor-faktor fisiologis
faktor-faktor fisiologis hemodinamik :
1) Diet
2) Olahraga
3) Penyakit
4) obat-obatan atau alkohol
5) obesitas dan kelebihan berat badan
c) ENDOTRAKEAL TUBE (ETT)
a. Pengertian
Endotrakeal Tube (ETT) adalah suatu tehnik memasukkan suatu alat
berupa pipa ke dalam saluran pernafasan bagian atas (Ganong. WF 2005).
Endotracheal Tube (ETT) atau Intubasi adalah memasukkan pipa jalan
nafas buatan kedalam trachea melalui mulut. Tindakan Intubasi baru dapat di
lakukan bila : cara lain untuk membebaskan jalan nafas (airway) gagal, perlu
memberikan nafas buatan dalam jangka panjang, ada resiko besar terjadi
aspirasi ke paru (Mancini. H 2003).
b. Tujuan
Tujuan dilakukannya intubasi endotrakeal untuk mempertahankan jalan nafas
agar tetap bebas, mengendalikan oksigenasi dan ventilasi, mencegah
terjadinya aspirasi lambung pada keadaan tidak sadar, tidak ada refleks batuk
ataupun kondisi lambung penuh, sarana gas anestesi menuju langsung ke
trakea, membersihkan saluran trakeobronkial.
c. Indikasi
1) Cardiac or respiratory arrest
2) Tidak dapat memproteksi airway
3) Oksigenasi atau ventilasi tidak adekuat
4) Obstruksi airway atau kemungkinan tjd obstruksi airway
5) Pasien sakit kritis dengan penyakit atau cedera multi-sistem
6) Kontrol airway selama prosedur bedah yang memerlukan anastesi umum
d. Faktor Penyulit
Sebelum dilakukan intubasi harus dikaji hal-hal yang dapat mempersulit tindakan :
1) Tumor
2) Trauma
3) Luka bakar
4) Edema
5) Infeksi
e. Perlengkapan
1) Sarung tangan
2) Face shield
3) Suction system
4) Layngoscope dan blade (a. Macintosh b. Miller)
5) ETT dan stylet, pada pasien dewasa umummnya no.7 no.7,5 atau no.8.
6) BVM (bag valve mask) dan oksigen
7) OPA (oropharingeal airway) atau NPA (nasopharingeal airway)
8) ET holder atau plester
9) Stethoscope
10) End-tidal CO2 detector
f. Pelaksanaan
1) Persiapan
a) Siapkan semua alat pada tempatnya, pastikan semua alat berfungsi
dengan normal. Letakkan set suction pada tempat yang mudah
dijangkau, kembangkan balon ETT, konfirmasi balon ETT tidak ada
yang bocor.
b) Lepaskan gigi palsu dan letakkan dalam posisi mudah dijangkau.
c) Posisikan kepala sehingga larynx dalam posisi garis lurus terhadap
pelaksana
2) Pre medikasi :
a) Menghindari pemakaian obat-obat premedikasi golongan
antikolinergik.
b) Menghindari pemakaian pelumas maupun semprot yang mengandung
lidokain.
c) Pre medikasi sedatif dan pelumpuh otot :
Pre medikasi sedatif : Midazolam 0,05 mg/kgBB dan fentanil
2ug/kgBB, lima menit kemudian
Penggunaan pelumpuh otot untuk intubasi endotrakeal mengurangi
insiden keluhan efek samping jalan nafas atas dan membuat kondisi
intubasi lebih bagus. Induksi Propofol 2mg/kgBB, Rocuronium
1mg/KgBB
Berikan oksigenasi 100% via BVM selama 1-2 menit.
Lakukan krikoid pressure, terutama untuk menghindari aspirasi isi
lambung.
Masukkan laringoscope dengan blade menyisir pada lidah sebelah
kanan, kemudian posisikan ketengah. Susuri lidah sampai ke
pangkal lidah, temukan epiglotis, letakkan blade (a. Tipe
macintosh) tepat dibawah epiglotis, angkat secara gentle kearah
depan sejajar tangan yang memegang blade. Hindari gerakan
mencungkil. Bila menggunakan blade tipe miller, letakkan blade
pada epiglotis, buka epiglotis sambil mengangkat blade ke arah
depan sejajar tangan secara gentle. Hindari gerakan mencungkil.
Lakukan suctioning bila perlu.
Masukkan ET tube ke dalam larynx secara gentle, hindari gerakan
yang dapat membuat trauma jalan nafas atas. Lepaskan
laringoscope.
Lakukan konfirmasi dengan meletakkan stetoscope pada area paru
dan abdomen. Dengarkan suara nafas.
g. Komplikasi
1) Unrecognized esophageal intubation, dapat terjadi hipoxemia, hiperkapnea
dan kematian.
2) Vomiting
3) Aspirasi
4) Pneumonitis
5) Pneumonia
6) Bradikardi
7) Laringospasme
8) Bronchospasme
9) Apnea
10) Trauma pada gigi, bibir
D. Pathways
Gula dalam
Penurunan Miastenia darah Apneu
kesadaran grafis
Pemasangan ventilator
Bakteri masuk Psuport >10 Paru-paru tidak adekuat Uap humiedifire masuk
ke ET
Perkembangbiakan Tidak ada nafas Baro trauma
bakteri spontan Penumpukan cairan di
paru
Kematian
Penumpukan sekret Ketidakefektifan pola
nafas Edema paru
HCO3, PCO2
Ketidakefektifan Gangguan pertukaran
abnormal
bersihan jalan nafas gas
B. KONSEP ASUHAN KEGAWAT DARURATAN
1. Pengkajian Primer
a. Airway
1) Peningkatan sekresi pernapasan
2) Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi
b. Breathing
1) Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu,
retraksi.
2) Menggunakan otot aksesori pernapasan
3) Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis
c. Circulation
1) Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
2) Sakit kepala
3) Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental,
mengantuk
4) Papiledema
5) Penurunan haluaran urine
2. Pengkajian Sekunder
Meliputi biodata, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang dan dahulu.
3. Diagnosa
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi
jalan napas.
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan Ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan O2 edema paru.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan Ketidakseimbangan
perfusi-ventilasi.
4. Intervensi
No Diagnosa Tujuan dan KH Intervensi
1 Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan 1. Airway Management
tidak efektif tindakan keperawatan Observasi
berhubungan dengan selama 1x24 jam jalan a. Monitor pola nafas
obstruksi jalan napas nafas paten dengan b. Monitor bunyi nafas
kriteri hasil : Terapeutik
a. Produksi sputum a. Posisikan semi fowler atau
menurun ke skala fowler
3 b. Lakukan penghisapan
b. Frekuensi nafas lender kurang dari 15 detik
membaik ke skala c. Lakukan hiperoksigenisasi
3 sebelum penghisapan
c. Pola nafas endotrakeal
membaik ke skala Kolaborasi
3 a. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik,
jika perlu
1. Pengkajian Fokus
a. Pengkajian Primer
1) Airway
Terdapat secret, suara tambahan ronchi
2) Breathing
Klien mengalami kelemahan, terpasang ETT 6,5 support O2 dengan
ventilator mode on PSIMV 35% PEEP 5, depth suction ukuran 12
3) Circulation
Tekanan Darah : 147/85mmHg, nadi : 73x/m, SpO2 100%, RR 30x/m,
MAP(104)
4) Disability
Kesadaran klien somnolen, GCS E3M3Vett
5) Exposure
Tidak terdapat jejas di tubuh
b. Pengkajian Sekunder
1) Identitas
Tanggal masuk : 13/5/2022
Tanggal pengkajian : 17/5/2022
Nama : musiah
Usia : 65 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Alamat : jawa tengah
Agama : islam
Suku kebangsaan : jawa
2) Status kesehatan
Keluhan utama : -
Riwayat penyakit sekarang :
Keluarga mengatakan klien ditabrak orang sewaktu mau
menyebrang sholat subuh di depan rumah, klien tidak sadarkan diri,
dan langsung di bawa ke igd.
Riwayat penyakit keluarga
Keluarga tidak ada mengalami penyakit yang sama
c. Data fokus
DS : -
DO :
Klien tampak lemah, terbaring
Kes somnolen, GCS : E3M3Vett
Tampak terpasang ETT 6,5 support O2 dengan ventilator mode on
PSIMV 35% PEEP 5, depth suction 12
Tekanan Darah : 147/85mmHg, nadi : 73x/m, SpO2 100%, RR 30x/m,
MAP(104)
d. Pemeriksaan fisik
1) Kepala : tidak ada tempurung kepala (disimpan diperut, habis
dilakukan craniotomy), rambut tidak ada
2) Mata : bentuk simetris kanan dan kiri, konjungtiva berwarna merah
muda, sclera berwarna putih
3) Hidung : bentuk lubang hidung tidak simetris, terpasang NGT.
4) Mulut : terdapat karang gigi, bibir kering, mulut kotor
5) Telinga : Tidak ada serument
6) Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid
7) Jantung:
a) Inspeksi : Dada simetris.
b) Palpasi : Teraba denyut jantung ictus cordis pada ICS 5 mid
clavikula.
c) Perkusi : vesikuler
d) Auskultasi : S1> S2 reguler tidak ada bunyi suara tambahan 31
8) Paru-Paru
a) Inspeksi : Pergerakan dada kanan dan kiri simetris.
b) Palpasi : Vocal vemitus normal.
c) Perkusi : pekak
d) Auskultasi : ronchi
9) Abdomen
a) Inspeksi : tidak ada luka
c) Palpasi : tidak ada nyeri tekan
d) Perkusi : Timpani
e) Auskultasi : Bising usus normal 13x/m
10) Ekstremitas :
a) Atas: ada luka goresan ditangan sebelah kanan, tangan tampak
edema
b) Bawah: kaki edema, tidak ada goresan di kaki
11) Kulit : Turgor kulit kering, warna sawo matang, , CRT <2 detik
12) Genetalia : Terpasang kateter
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
No Tanggal/jam PES PE P
1. 17/5/2022 DS: - Pola nafas Gangguan
DO : tidak efektif neurologis
KU lemah (cedera
Terpasang ETT uk 6,5 kepala)
support O2 dengan
ventilator mode on
PSIMV 35% PEEP 5
Terdengar suara nafas
tambahan ronchi
TD : 147/85mmHg,
MAP (104)
Nadi : 73x/m,
SpO2 97%,
RR 30x/m
Hasil lab :
pH 7,475
PcO2 37,1
PO2 113,8
HcO3 26,7
Disfungsi selebral
4. FOKUS INTERVENSI
A. IDENTITAS KLIEN :
Nama : Ny.M
Umur : 65 tahun
Diagnosa Medis : Post op craniatomy
B. DATA FOKUS
DS: -
DO :
KU lemah
Terpasang ETT uk 6,5 support O2 dengan ventilator mode on PSIMV 35% PEEP 5
Terdengar suara nafas tambahan ronchi
TD : 147/85mmHg, MAP (104), Nadi : 73x/m, SpO2 97%, RR 30x/m
Hasil lab : pH 7,475, PcO2 37,1, PO2 113,8 , HcO3 26,7
Cedera kepala
Hasil sebelum dan sesudah dilakukan suction terhadap saturasi oksigen pasien :
Respo Waktu Hemodinamika
nden & Tanggal Depht suction Shallow suction
Pre suction Post suction Pre suction Post suction
Ny. m 17 Mei 2022 Sistolik : Sistolik : Sistolik : Sistolik :
I43 I43 147 I54
Deph suction Diastol : Diastol : Diastol : Diastol :
Pkl 11::30 74 91 85 80
Shallow suction MAP : 85 MAP : 109 MAP : 103 MAP : 96
Pkl 12.30 HR : 66 HR : 87 HR : 93 HR : 97
SPO2: 99 % SPO2: 100% SPO2: 100 % SPO2: 100 %
Dari tabel diatas, bisa dilihat bahwa, tidak ada perubahan yang signifikan terhadap
hemodinamik pasien , tetapi terdapat perubahan MAP pada depht suction lebih tinggi
dibanding shallow suction, hal ini terjadi karena stimulasi invasif dari prosedur suction
dimana kateter yang masuk ke endotracheal tube lebih dalam dibanding shallow suction.
Walaupun secara statistik tidak menunjukkan perubahan yang signifikan.
A. KESIMPULAN
Teknik Depth dan shallow suction tidak mempengaruhi perubahan nilai
hemodinamik yang signifikan pada pasien dengan ETT. Jadi kedua suction tersebut
bisa di berikan kepada pasien yang membutuhkan tindak suction.
B. SARAN
Kedua tehnik suction ini dapat dilakukan dengan memperhatikan kondisi
pasien. Pada pasien dengan sekret produktif dan riwayat penyakit paru yang
mengharuskan pasien dilakukan suction, prosedur depth suction dapat dilakukan,
karena mengingat keefektifan jangkaun kateter suction yang masuk, diharapkan
lebih banyak sekret yang terhisap sehingga tindakan suction tidak dilakukan
berulang – ulang. Sedangkan untuk tindakan shallow suction dapat dilakukan
apabila pasien memiliki resiko trauma pada trakea akibat penyisipan yang cepat dan
tekanan negatif selama prosedur suction yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8.
Jakarta : EGC
Djojodibroto, D. 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta : EGC
Hidayat, A.A.A. 2005. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Buku 2. Jakarta :
Penerbit Salemba Medika
Oda, Debora. 2011.
Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Salemba Medika
Oman, K.S, McLain, Scheetz. 2008. Panduan Belajar Keperawatan Emergensi.
Jakarta : EGC
Kozier & Erb. 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Edisi 5. Jakarta :
EGC
Timby, B. K. (2009). Fundamental Nursing Skills and Concepts. Philadelphia:
Lippincot William & Wilkins.