You are on page 1of 10

ARTIKEL

SEJARAH INDONESIA MASA KOLONIAL

(POLITIK ETIS DI INDONESIA)

Dosen pengampu: Ismail S.pd, M.pd

DISUSUN OLEH :

ANDI TALHA (A31121056)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

UNIVRSITAS TADULAKO

2022
PENDAHULUAN

Politik etis yang diberlakukan di Hindia Belanda sejak tahun 1901 membawa dampak positif
bagi kemajuan rakyat Indonesia, salah satunya adalah dengan munculnya kaum elite terpelajar.
Keberadaan kaum elite terpelajar tersebut kelak akan menjadi motor penggerak pembebasan
bangsa Indonesia dari penjajahan. Salah satu program politik etis yang memberikan kesadaran
terhadap nasib bangsa Indonesia yang dibedakan kedudukannya dalam masyarakat kolonial
adalah edukasi. Edukasi atau pendidikan dinilai sebagai jalan satu-satunya yang dapat ditempuh
untuk memperbaiki nasib rakyat, karena dengan adanya perbaikan pendidikan maka nasib rakyat
akan menjadi lebih baik.

Pemberlakuan politik etis di Hindia Belanda melahirkan sekolah-sekolah bagi kaum pribumi.
Bukan hanya sekolah rendah, tetapi dibangun pula sekolah menengah, sekolah keguruan, dan
sekolah tinggi. Namun pengajaran di sekolahsekolah tersebut hanya diperuntukkan bagi anak
laki-laki, sedangkan bagi anakanak perempuan hanya memperoleh pendidikan di rumah dan di
lingkungan keluarga.2 Anak-anak perempuan dididik untuk mempersiapkan diri menjadi ibu
rumah tangga, mereka diharuskan belajar memasak, menjahit, dan membatik yang merupakan
rutinitas di rumah.
PEMBAHASAN

Politik etis adalah suatu gerakan perbaikan yang di lancarkan oleh apa yang disebut kaum Ethis,
nama yang di pakai untuk menyebut politik bkolonial yang baru, yaitu politik ethis . selain
seorang juru bicara yang terkemuka ialah Van Deventer , penulis artikel yang berjudul “ Hutang
Budi” ia menuntut restitusi berjuta-juta uang yang diperoleh dari Negara penjajahan. Pemisahan
itu dapat dilakukan sejak tahun 1867 yang di nyatakan bahwa selama periode antara 1867 dan di
nyatakan bahwa selama periode antara 1867-1878 telah mengambil 187 juta gulden di namakan
politik ini politik bating slot- yang tidak menambah tapi mengeksloitasinya. Uang sejak 1867-
1878 perlu dikembalikan sebab itu merupakan hutang kehormatan. Daya tarik dari ide restitusi
ini di perkuat oleh tumbuhnya kesadaran akan makin berkurangnya kesejahteraan penduduk
pribumi. Panggilan orang-orang Barat yang berorintasi humanistis untuk melanjutkan
berkembangan Hindia Belanda demi keuntungan penduduk prubumi sendiri yang mengajar
politik kesejahteraan, menjadi makin kuat. Lagi pula, ideology ethis ini dapat berkembang
kedalam, menjadi suatu kekuatan sosial yang penting yang kongret dari suatu golongang
ekonomi yang mulai tumbuh menjadi besar. ( Sartono Kartodiro “ sejarah pergerakan nasional
jilid 2”,1990:32)

Politik etis semakin gencar dilakukan yaitu perubahan politik di belanda yaitu dengan
berkuasanya kalangan liberal yang mengiginkan di lakukannya sistem politik ekonomi bebas dan
kapitalisme yang mengusahakan agar pendidikan mulai di tingkatkan di indonesia. Adanya
doktrin dari dua golongan yang berbeda semakin membuat kebijakan politik segera dilakukan
adalah :

 Golongan minisionaris: 3 partai Kristen dimulai mengadakan pembangunan dalam


bidang pendidikan yaitu partai katolik, partai anti-revolusioner, partai Kristen yang
programnya adalah kewajiban bagi Belanda untuk mengangkat derajat pribumi yang
didasarkan oleh agama.
 Golongan konservatif: menjadi kewajiban kita sebagai bangsa yang lebih tinggi
derajatnya untuk memberadabkan orang-orang yang terbelakang.
Itulah dua doktrin yang berkembang pada saat itu karena bagi mereka tujuan terakhir politik
kolonial seharusnya ialah meningkatkan kesejahteraan dan berkembang moral penduduk
pribumi , evolusi ekonomi bukan ekspolitasi kolonial melainkan pertanggung jawabnya moral.

Program Politik Etis

D. fock berpendapat bahwa pendidikan yang lebih baik akan memperkuat kaum pribumi dalam
administrasi ia juga menyarankan agar di usahakan irigasi, pembangunan jalan kereta api,
pembelian kembali tanah-tanah pertikeler untuk memajukan kesejahteraan rakyat disarankan
agar di perbanyak bangunan irigasi, pemberian kredit untuk pertanian, dan mendorong industri.
Politik etis mengubah pandangan dalam politik kolonial yang beranggapan indonesia sebagai
winggewest (daeran yang menguntungkan) menjadi daerah yang perlu dikembangkan sehungga
dapat dipenuhi keperluannya, dan ditingkatkan budaya rakyat pribumi. (marwati djoenet
poesponegoro, notosusanto, “sejarah nasional indonesia V”, 1994:37)

Sudah terkenal, bahwa politik etis menggunakan tiga sila sebagai sologanya, yaitu “irigasi,
edukasi, dan emigrasi”. Perkebunan tebu menghendaki irigasi yang intensif. Pabrik-pabrik yang
banyak jumblahnya, kebutuhan manusia dan tenaga kerja yang murah dibutuhkan dipropinsi-
propinsi luar jawa, sebagai daerah- daerah baru yang dibuka untuk perkebunan modern.

Pandangan, bahwa kesejahteraan penduduk pribumi makin merosot berasal dari kalangan
perdagangan. Selama tahun-tahun depresi yang terjadi sejak kira-kira tahun 1895, upah
buruhsangat menguntungkan pengusaha-pengusaha perkebunan, tetapi sebaliknya sangat
merugikan perdagangan kain belanda. Orang membenarkan, bahwa pemasaran hasil-hasil
indusrti dari negeri belanda terutama adalah kain twente. (dikutip oleh sartono kartodirdjo dari
buku J.A. hobson imperialism: A study, (London, 1902), hlm.127) (Sartono Kartodirjo, “Sejarah
Pergerakan Nasional jilid 2”, 1990: 32)

Haruslah di ingat bahwa, paham politik liberal membolehkan usaha swasta, seab orang yakni,
bahwa hal itu akan mengutamakan penduduk pribumi tetapi. Penghargaan yang optimis ini
menipis ketika ternyata bahwa politik liberal justru menunjukan kearahan kemunduran
kesejahteraan penduduk pribumu.
1. Irigate (pengairan dan infrastruktur)

Merupakan program pembangunan dan penyempurnaan sarana dan prasarana untuk


kesejahteraan rakyat, terutama dalam bidang pertanian dan perkebunan. Hal ini dilakukan
dengan membuat waduk-waduk besar penampung penyakit kolera dan pes. Selain juga perbaikan
sarana infrastuktur terutama adalah jalan adalah jalan raya dan kereta untuk penngangkutan
komoditi hasil pertanian dan perkebunan.

2. Educate (pendidikan)

Merupakan program peningkatan SDM dan pengurangan jumlah buta huruf yang implikasi
baiknya untuk pemerintah Belanda juga yaitu mendapatkan tenaga kerja terdidik untuk
birokrasinya namun juga gaji yang murah, karena apabila mendatangkan pekerja dari Eropa
tentunya akan sangat mahal biayanya dengan gaji yang mahal dan pemberian sarana dan
prasarana, yang kemudian akan di buat sekolah dengan dua tingkatan yaitu sekolah kelas I untuk
golongan bangsawan dan tuan tanah dan sekolah II untuk pribumi kelas menengah dan biasa
dengan mata pelajaran membaca, menulis, ilmu bumi, berhitung, sejarah dan menggambar.

3. Emigrate (transmigrasi)

Merupakan program pemerintahan penduduk Jawa dan Madura yang telah padat dengan jumlah
sekitar 14 juta jiwa tahun 1900, jumlah perkebunan pun sudah begitu luas maka kawasan untuk
pemukiman di Sumatera Utara dan Selatan dimana dibuka perkebunan-perkebunan baru yang
membutuhkan banyak banyak sekali pengelola dan pegawainya. Untuk pemukiman Lampung
adalah salah satu daerah yang di tetapkan sebagai pusat trasmigrasi dari Jawa dan Madura.
( Djoened Poesponegoro, Marwati & Natosusanto, Nugroho. “Sejarah Nasional Indonesia V”
1994:42).

Implikasi Pelaksanaan Politik Etis

Dampak yang di timbulkan oleh politik etis tentunya ada yang negative dan positif namun perlu
kita ketahui adalah bahwa hampir semua program dan tujuan awal dari politik etis yang tak
terlaksana dan mendapatkan hambatan. Namun satu program yang berdampak positif dengan
sifat jangka panjang bagi bangsa Indonesia adalah bidang pendidikan yang akan mendatangkan
golongan terpelajar dan terdidik yang kemudian hari akan membuat pemerintah Belanda menjadi
terancam dengan munculnya Budi Utomo, Sarikat Islam dan berdirinya Volksraad. Adapun
nyatanya adala tiga bidang:

1. Politik

Desentralisasi kekuasaan atau otonomi bagi bangsa Indonesia, naamun tetapi saja terdapat
masalah yaitu golongan penguasa tetap kuat dalam arti intervensi. Karena perusahaan-
perusahaan Belanda kalah saing dengan Jepang dan Amerika menjadikan sentralisasi berusaha
diterapkan kembali.

2. Sosial

Lahirnya golongan terpelajar, peningkatan jumlah melek huruf, perkembangan bidang


pendidikam adalah dampak positifnya namun dampak negatifnya adalah kesenjangan antara
golongan baangswan dan baawah semakin terlihat jelas karena bangsawan kelas atas dapat
berseolah dengan baik langsung di pekerjakan di perusahaan-perusahaan Belanda.

3. Ekonomi

Lahirnya sistem Kapitalisme modern, politik liberal dan pasar bebas yang mejadikan persaingan
dan model menjadi indicator utama dalam pedagang. Sehingga yang lemah akan kalah
tersingkirkan. Selain itu juga munculnya dan berkembangnya perusahaan-perusaan swasta dan
asing di Indonesia seperti shell.

Tokoh-tokoh yang Terlibat dalam Politik Etis

1. Pieter Brooshooft
Pieter Brooshooft adalah seorang wartawan sekaligus sastrawan asal Belanda. Ia mengelilingi
wilayah Jawa pada tahun 1887. Ia juga mendokumentasikan bagaimana kesengsaraan yang
dialami oleh rakyat pribumi Hindia Belanda pada saat itu. Kesengsaraan yang dialami oleh
rakyat pribumi terjadi akibat kebijakan tanam paksa. Selain itu, perkebunan swasta juga menjadi
alasan dari kesengsaraan rakyat pribumi. Kemudian Pieter Brooshooft melaporkan hal tersebut
pada 12 polisi Belanda.
Salah satunya dalam bentuk buku. Buku tersebut berjudul Memorie Over den Toestand in Indie,
atau bermakna Catatan Mengenai Keadaan di Hindia. Di dalam buku tersebut, berisi sebuah
kritik mengenai para bandar dan pajak. Meskipun kebijakan politik etis ini sudah berhasil
dirumuskan, tetapi ia tetap kecewa. Ia menyayangkan mengenai penerapannya. Hal itu karena
menurutnya, penerapan dari politik etis ini penuh dengan sebuah penyimpangan. Kemudian ia
pulang ke Belanda. Kepulangannya terjadi pada tahun 1904. Tulisan dari Pieter Brooshooft ini
adalah salah satu inspirasi utama dalam terbitnya politik etis. Selain karya yang lain seperti Max
Havelaar yang dibuat oleh Multatuli.

2. Conrad Theodore van Deventer


Van Deventer adalah seorang ahli hukum dari Belanda. Ia datang ke Indonesia menjadi seorang
pengusaha perkebunan. Hal itu membuatnya dapat menikmati kekayaannya.Akan tetapi,
meskipun ia menikmati kekayaannya, ia juga berpendapat bahwa perlu adanya perlakuan yang
lebih baik. Perlakukan baik tersebut ditujukan untuk masyarakat pribumi Hindia Belanda.
Kemudian van Deventer menulis Een Eereschuld yang berarti kehormatan.Tulisan tersebut
ditulis pada tahun 1899. Tulisan tersebut berarti Belanda memiliki sebuah hutang kehormatan.
Hutang kehormatan tersebut juga harus dibayar.

Terlebih atas kekayaan-kekayaan yang diterima dari penderitaan masyarakat pribumi. Sebagai
anggota parlemen, ia juga menyelesaikan laporannya. Laporan tersebut mengenai kondisi Hindia
Belanda.Ia menyerahkan laporannya pada Menteri Daerah Jajahan Idenburg. Selain itu ia juga
mempermasalahkan kebijakan pemerintah atas kondisi yang terjadi tersebut.

3. Edward dan Ernest Douwes Dekker


Edward Douwes Dekker memiliki nama lain Multatuli. Ia adalah orang yang menulis sebuah
buku bernama Max Havelaar. Buku tersebut menjelaskan tentang bagaimana masyarakat terlihat
terhimpit.Ia menilai bahwa masyarakat terhimpit di antara kepentingan kolonial belanda,
sekaligus dari penguasa lokal. Keduanya sama-sama ingin mempertahankan kekuasaannya. Ia
juga mempermasalahkan pemerintah yang seharusnya lebih tegas lagi kepada penguasa lokal.
Sekaligus membangun sistem pemerintahan yang berpihak pada kesejahteraan para rakyatnya.
Ernest Douwe Dekker atau Setiabudi adalah keturunan dari Edward Douwes Dekker. Ia
memperjuangkan kalangan Indo, atau golongan campuran. Pada saat itu, kalangan Indo memang
terabaikan di dalam kebijakan politik etis.Kalangan Indo tidak termasuk ke dalam orang-orang
yang diprioritaskan untuk pendidikan politik etis. Akan tetapi, biasa pendidikan ke luar negeri
juga terlalu mahal untuk mereka. Ernest Douwes Dekker berharap bahwa pendidikan adalah hal
yang dapat diakses oleh semua golongan atau kalangan.
Kesimpulan

Politik etis sebagai politik balas budi atau hutang kehormataan yang dibuat oleh pemerintah
Kolonial Belanda ternyata menimbulkan suatu kemajuan dan abad pencerahan bagi Bangsa
Indonesia yang mendapatkan pendidikan, selain itu pula sebagai suatu politik boomerang bagi
bangsa Belanda karena telah menular para golongan terpelajar yang kita lihat dalam dinamika
dan perkembangan sekolah yang semakin tahun semakin banyak bidang dan kuanititas
jumlahnya bagi penduduk pribumi.
Daftar Pustaka

Suhartono, Sejarah Pendidikan Nasional dari Budi Utomo sampai Proklamasi 1908-1945
9Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2001

Djoned poesponegoro, Marwati & Nasosusanto, Nugroho, 1994. Sejarah Nasional Indonesia. V.
Jakarta: Balai Pustaka

Kartodirjo, Sartono. 1990. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional dari
Kolonial Sampai Nasionalisme. Jakarta: Gramedia.

You might also like