You are on page 1of 40

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN JULI 2022


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

KONJUNGTIVITIS

OLEH :
Junaidi Lainadi
105101101420

PEMBIMBING :
dr. Sitti Soraya Taufik, Sp.M, M.Kes

(Dibawakan dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik)

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU


KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MAKASSAR
2022
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menerangkan bahwa:


Nama : Junaidi Lainadi
Judul Lapsus : Konjungtivitis
Telah menyelesaikan laporan kasus konjungtivitis dalam rangka Kepaniteraan Klinik di Bagian
Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan Universitas Muhammadiyah
Makassar.

Makassar, Juli 2022

Pembimbing,

dr. Sitti Soraya Taufik., Sp.M., M.Kes


Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa karena atas

ijin dan rahmatNYA penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan kasus ini. Penulisan laporan

kasus yang berjudul “Konjungtivitis” ini dibuat dengan tujuan sebagai salah satu syarat

kelulusan dalam kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Mata. Pada proses pembuatannya

penulis memakai sumber referensi dari buku dan internet.

Penulis juga mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada dokter pembimbing saya

dr. Sitti Soraya Taufik, Sp.M, M.Kes. yang telah membimbing kami untuk dapat

menyelesaikan laporan kasus ini. Penulis sadar bahwa dalam pembuatan laporan kasus ini masih

banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik disertai saran dari

pembaca demi perbaikan dimasa yang akan datang. Penulis berharap agar laporan kasus ini dapat

bermanfaat dan memberikan sumbangan ilmu pengetahuan bagi pihak yang memerlukan

khususnya bagi penulis sendiri.

Makassar, Juni 2022

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Konjungtiva merupakan membran yang tipis dan transparan melapisi bagian anterior dari
bola mata (konjungtiva bulbi), serta melapisi bagian posterior dari palpebra (konjungtiva
palpebrae). Karena letaknya paling luar itulah sehingga konjungtiva sering terpapar terhadap
banyak mikroorganisme dan faktor lingkungan lain yang mengganggu. Salah satu penyakit
konjungtiva yang paling sering adalah konjungtivitis.1,2
Radang konjungtiva (konjungtivitis) adalah penyakit mata yang paling umum didunia.
Penyakit ini bervariasi dari hiperemia ringan dengan berair mata sampai konjungtivitis berat
dengan banyak sekret purulen kental. Penyebabnya umumnya eksogen, namun dapat endogen.1
Berdasarkan agen penyebabnya maka konjungtivitis dapat dibedakan konjungtivitis
bakterial, konjungtivitis virus, konjungtivitis klamidia, konjungtivitis rickettsia, konjungtivitis
fungal, konjungtivitis parasit, konjungtivitis alergika, konjungtivitis kimia atau iritatif,
konjungtivitis yang penyebabnya tidak diketahui, serta konjungtivitis yang berhubungan dengan
penyakit sistemik. Kalau berdasarkan atas lamanya penyakit maka konjungtivitis dapat
dibedakan menjadi akut dan kronik.1,3,4
Berikut ini dilaporkan kasus konjungtivitis bakterial OS (Oculi Sinistra) stadium akut dan
Pseudofakia OD (Oculi Dextra) pada penderita laki-laki usia 54 tahun yang berobat ke poliklinik
mata RS Pelamonia Makassar.
BAB II
LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama lengkap : Tn. M
Umur : 54 tahun
Alamat : Jl. Seruni No 5, Makassar
Tanggal Pemeriksaan : 29 Juni 2022
Tempat pemeriksaan : RS. Tk. II Pelamonia

II. Anamnesis
Keluhan utama : Mata Merah
Anamnesis Terpimpin :
Pasien Datang ke Poli Mata RS Pelamonia Makassar dengan keluhan
mata sebelah kiri merah sejak ±3 hari yang lalu. Pasien juga mengeluh kedua
matanya terasa gatal, sehingga pasien sering menggosok-gosok kedua matanya
dan keluar air mata berwarna bening tapi tidak banyak. Pasien mengaku saat
bangun tidur terdapat kotoran mata yang cukup banyak. Tidak ada keluhan
nyeri, pandangan mata kabur pada kedua matanya dan keluhan lain yang
mengganggu aktivitasnya (-). Sebelum berobat ke poliklinik Mata, pasien ada
memberikan tetes mata tapi keluhan tidak berkurang sehingga pasien berobat ke
poliklinik Mata RS Pelamonia Makassar.

Riwayat Penyakit Dahulu :


a) Riwayat operasi mata (+)
b) Riwayat hipertensi (-)
c) Riwayat Dibetes Mellitus (-)
d) Riwayat trauma pada mata (-)
e) Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama (-)
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat Penyakit dalam keluarga disangkal (-)

III. Pemeriksaan Fisik


A. Vital Sign
1. Tekanan Darah : 120/80 mmHg
2. Nadi : 84 kali/ menit
o
3. Suhu : 37 C
4. Respiration Rate : 20 x / menit
Keadaan Umum : Sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis (E4V5M6)
Status Gizi : Baik

B. Pemeriksaan Oftalmologi
1. Pemeriksaan inspeksi

Pemeriksaan OD OS
Palpebra superior Edema (-), hiperemis (-), Edema (-), hiperemis (-)
Palpebra inferior Edema (-), hiperemis (-), Edema (-), hiperemis (-)
Apparatus Lakrimasi (-) Lakrimasi (+)
lakrimalis
Silia Kesan normal Kesan normal
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (+)
Bola mata Normal Normal
Gerak bola mata Ke segala arah Ke segala arah

Kornea Jernih Jernih


Bilik Mata Depan Normal Normal
Iris Coklat, kripte (+) Coklat, kripte (+)
Pupil Bulat, sentral, regular, Bulat, sentral, regular,
Ø 3mm Ø 3mm
Lensa Pseudofakia Jernih
2. Palpasi

OD OS
Tonometri digital Tn Tn
Nyeri tekan Tidak terdapat nyeri Tidak terdapat nyeri
tekan tekan
Massa tumor Tidak terdapat massa Tidak terdapat massa
Glandula Tidak teraba Tidak teraba
preaurikuler

3. Visus
VOD : 2/60
VOS : 2/60

4. Penyinaran Oblik

OD OS
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (+)
Kornea Jernih Jernih
Bilik Mata Depan Kesan normal Kesan normal
Iris Coklat, kripte (+) Coklat, kripte (+)
Pupil Isokor, bulat, sentral, Isokor, bulat, sentral,
RCL/RCTL (+/+) RCL/RCTL (+/+)
Lensa Pseudofakia Jernih

C. Resume
Pasien Datang ke Poli Mata RS Pelamonia Makassar dengan keluhan mata
sebelah kiri merah sejak ±3 hari yang lalu. Pasien juga mengeluh kedua
matanya terasa gatal, sehingga pasien sering menggosok-gosok kedua
matanya dan keluar air mata berwarna bening tapi tidak banyak. Pasien
mengaku saat bangun tidur terdapat kotoran mata yang cukup banyak. Tidak
ada keluhan nyeri, pandangan mata kabur pada kedua matanya dan keluhan
lain yang mengganggu aktivitasnya (-). Sebelum berobat ke poliklinik Mata,
pasien ada memberikan tetes mata tapi keluhan tidak berkurang sehingga
pasien berobat ke poliklinik Mata RS Pelamonia Makassar. Pasien tidak
memiliki memiliki riwayat keluarga dengan keluhan yang sama, tidak ada
riwayat DM dan Hipertensi. Pasien memiliki riwayat operasi mata OD
pseudofakia (+) Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan VOD 2/60
dan VOS 2/60. OD lensa pseudofakia (+), dan OS lensa jernih.

D. Diagnosis Kerja

OD Pseudofakia
OS Konjungtivitis

E. Diagnosis Banding

-OS Konjungtivitis Bakterial


-OS Konjungtivitis Virus
-OS Konjungtivitis Alergika

F. Tatalaksana

-Alletrol Compositum 4 gtt ODS


BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI KONJUNGTIVA


Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan
permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dcngan
kulit pada tepi kelopak (persambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea di
limbus. Konjungtiva terdiri dari tiga bagian:
1) Konjungtiva palpebralis (menutupi permukaan posterior dari palpebra)
2) Konjungtiva bulbaris (menutupi sebagian permukaan anterior bola mata)
3) Konjungtiva forniks (bagian transisi yang membentuk hubungan antara
bagian posterior palpebra dan bola mata).3

Gambar 2. Anatomi Konjungtiva6


Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan
melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke
posterior (pada fornices superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera
dan menjadi konjungtiva bulbaris.8
Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di fornices dan
melipat berkali-kali. Pelipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan
memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik. Konjungtiva bulbaris melekat
longgar ke kapsul tenon dan sclera di bawahnya, kecuali di limbus (tempat kapsul
Tenon dan konjungtiva menyatu sejauh 3 mm),. Lipatan konjungtiva bulbaris yang
tebal, mudah bergerak dan lunak (plika semilunaris) terlelak di kanthus internus dan
membentuk kelopak mata ketiga pada beberapa binatang. Struktur epidermoid kecil
semacam daging (karunkula) menempel superfisial ke bagian dalam plika semilunaris
dan merupakan zona transisi yang mengandung baik elemen kulit dan membran
mukosa.8
Konjungtiva forniks struktumya sama dengan konjungtiva palpebra. Tetapi
hubungan dengan jaringan dibawahnya lebih lemah dan membentuk lekukan-lekukan.
Juga mengandung banyak pembuluh darah.9 Oleh karena itu, pembengkakan pada
tempat ini mudah terjadi bila terdapat peradangan mata.8

Gambar 3. Anatomi Konjungtiva7

Jika dilihat dari segi histologinya, lapisan epitel konjungtiva terdiri dari dua
hingga lima lapisan sel epitel silinder bertingkat, superfisial dan basal. Lapisan epitel
konjungtiva di dekat limbus, di atas karunkula, dan di dekat persambungan
mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari sel-sel epitel skuamosa.8
Sel-sel epitel superficial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang
mensekresi mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk
dispersi lapisan air mata secara merata di seluruh prekornea. Sel-sel epitel basal
berwarna lebih pekat daripada sel-sel superficial dan di dekat limbus dapat
mengandung pigmen.8
Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisial) dan satu
lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan di
beberapa tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum
germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau
3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat
papiler bukan folikuler dan mengapa kemudian menjadi folikuler. Lapisan fibrosa
tersusun dari Jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus. 9
Hal ini menjelaskan gambaran reaksi papiler pada radang konjungtiva. Lapisan
fibrosa tersusun longgar pada bola mata. 8 Kelenjar airmata asesori (kelenjar Krause
dan Wolfring), yang struktur dan fungsinya mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam
stroma. Sebagian besar kelenjar Krause berada di forniks atas, dan sedikit ada di
forniks bawah. Kelenjar Wolfring terletak di tepi atas tarsus atas.8

B. Definisi
Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir yang
menutupi belakang kelopak dan bola mata. Reaksi inflamasi ini ditandai dengan
dilatasi vaskular, infiltrasi seluler dan eksudasi. Konjungtivitis dapat dibedakan
menjadi dua bentuk : 3
1) Konjungtivitis akut yaitu reaksi peradangan yang muncul tiba-tiba dan
diawali dengan satu mata (unilateral) serta dengan durasi kurang dari 4
minggu.
2) Konjungtivitis kronis yaitu reaksi peradangan yang durasinya lebih dari 3 –
4 minggu.

C. Patofisiologi
Konjungtiva selalu berhubungan dengan dunia luar. Kemungkinan
konjungtiva terinfeksi dengan mikroorganisme sangat besar. Pertahanan Konjungtiva
terutama oleh karena adanya tear film pada konjungtiva yang berfungsi untuk
melarutkan kotoran-kotoran dan bahan-bahan yang toksik kemudian mengalirkan
melalui saluran lakrimalis ke meatus nasi inferior.10
Di samping itu tear film juga mengandung beta lysin, lysozym, IgA, IgG yang
berfungsi untuk menghambat pertumbuhan kuman. Apabila ada mikroorganisme
patogen yang mampu menembus pertahanan tersebut hingga terjadi infeksi
konjungtiva yang disebut konjungtivitis.10

D. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya, konjungtivitis dibagi menjadi konjungtivitis infeksi
dan noninfeksi. Pada konjungtivitis infeksi, penyebab tersering adalah virus dan
bakteri, sedangkan pada kelompok non-infeksi disebabkan oleh alergi, reaksi toksik,
dan inflamasi sekunder lainnya.11

E. Manifestasi Klinis Konjungtivitis12


1) Hiperemia,
Mata yang memerah adalah tanda tipikal dari konjungtivitis. Injeksi
konjungtival diakibatkan karena meningkatnya pengisian pembuluh darah
konjungtival, yang muncul sebagian besar di fornik dan menghilang dalam
perjalanannya menuju ke limbus. Hiperemia tampak pada semua bentuk
konjungtivitis. Tetapi, penampakan/visibilitas dari pembuluh darah yang
hiperemia, lokasi mereka, dan ukurannya merupakan kriteria penting untuk
diferensial diagnosa. Seseorang juga dapat membedakan konjungtivitis dari
kelainan lain seperti skleritis atau keratitis berdasar pada injeksinya. Tipe-tipe
injeksi dibedakan menjadi: 11

Gambar 3. bentuk-bentuk injeksi pada konjungtiva


dikutip dari Lang GK, Lang GE. Conjunctiva. Dalam: Lang GK, Gareis O, Amann J, Lang GE, Recker D, Spraul
CW, Wagner P. Ophthalmology: a short textbook. New York: Thieme; 2000.

2) Discharge ( sekret ).
Berasal dari eksudasi sel-sel radang. Kualitas dan sifat alamiah
eksudat(mukoid, purulen, berair, ropy, atau berdarah) tergantung dari
etiologinya.11
3) Chemosis ( edema conjunctiva ).
Adanya Chemosis mengarahkan kita secara kuat pada konjungtivitis alergik
akut tetapi dapat juga muncul pada konjungtivitis gonokokkal akut atau
konjungtivitis meningokokkal, dan terutama pada konjungtivitis adenoviral.
Chemosis dari konjungtiva bulbar dapat dilihat pada pasien dengan trikinosis.
Meskipun jarang, chemosis mungkin timbul sebelum adanya infiltrasi atau
eksudasi seluler gross.13
Gambar 4. Kemosis pada mata

4) Epifora (pengeluaran berlebih air mata).


Lakrimasi yang tidak normal (illacrimation) harus dapat dibedakan dari
eksudasi. Lakrimasi biasanya mencerminkan lakrimasi sebagai reaksi dari badan
asing pada konjungtiva atau kornea atau merupakan iritasi toksik. Juga dapat
berasal dari sensasi terbakar atau garukan atau juga dari gatal. Transudasi ringan
juga ditemui dari pembuluh darah yang hiperemia dan menambah aktifitas
pengeluaran air mata. Jumlah pengeluaran air mata yang tidak normal dan disertai
dengan sekresi mukus menandakan keratokonjungtivitis sika.13
5) Pseudoptosis.
Kelopak mata atas seperti akan menutup, disebabkan karena adanya infiltrasi
sel-sel radang pada palpebra superior maupun karena edema pada palpebra
superior.13
6) Hipertrofi folikel.
Terdiri dari hiperplasia limfoid lokal dengan lapisan limfoid dari konjungtiva
dan biasanya mengandung germinal center. Secara klinis, folikel dapat dikenali
sebagai struktur bulat, avaskuler putih atau abu-abu. Pada pemeriksaan
menggunakan slit lamp, pembuluh darah kecil dapat naik pada tepi folikel dan
mengitarinya. Terlihat paling banyak pada kasus konjungtivitis viral dan pada
semua kasus konjungtivitis klamidial kecuali konjungtivitis inklusi neonatal, pada
beberapa kasus konjungtivitis parasit, dan pada beberapa kasus konjungtivitis
toksik diinduksi oleh medikasi topikal seperti idoxuridine, dipiverin, dan miotik.
Folikel pada forniks inferior dan pada batas tarsal mempunyai nilai diagnostik
yang terbatas, tetapi ketika diketemukan terletak pada tarsus(terutama tarsus
superior), harus dicurigai adanya konjungtivitis klamidial, viral, atau toksik
(mengikuti medikasi topikal).13
.
Gambar 5. gambaran klinis dari folikel
Dikutip dari James B, Chew C, Bron A. Conjunctiva, Cornea and Sclera. Dalam: Lecture Notes on Ophthalmology. 9 th
edition. India: Blackwell Publishing; 2003

7) Hipertrofi papiler.
Adalah reaksi konjungtiva non spesifik yang muncul karena konjungtiva
terikat pada tarsus atau limbus di dasarnya oleh fibril. Ketika pembuluh darah
yang membentuk substansi dari papilla(bersama dengan elemen selular dan
eksudat) mencapai membran basement epitel, pembuluh darah tersebut akan
bercabang menutupi papila seperti kerangka dari sebuah payung. Eksudat
inflamasi akan terakumulasi diantara fibril, membentuk konjungtiva seperti
sebuah gundukan. Pada kelainan yang menyebabkan nekrosis(contoh,trakoma),
eksudat dapat digantikan oleh jaringan granulasi atau jaringan ikat. Ketika papila
berukuran kecil, konjungtiva biasanya mempunyai penampilan yang halus dan
merah normal. Konjungtiva dengan papila berwarna merah sekali menandakan
kelainan disebabkan bakteri atau klamidia(contoh, konjungtiva tarsal yang
berwarna merah sekali merupakan karakteristik dari trakoma akut). Injeksi yang
ditandai pada tarsus superior, menandakan keratokunjungtivitis vernal dan
konjungtivitis giant papillary dengan sensitivitas terhadap lensa kontak; pada
tarsal inferior, gejala tersebut menandakan keratokonjungtivitis atopik. Papila
yang berukuran besar juga dapat muncul pada limbus, terutama pada area yang
secara normal dapat terekspos ketika mata sedang terbuka(antara jam 2 dan 4 serta
antara jam 8 dan 10). Di situ gejala nampak sebagai gundukan gelatin yang dapat
mencapai kornea. Papila limbal adalah tanda khas dari keratokonjungtivitis vernal
tapi langka pada keratokonjungtivitis atopik.11
Gambar 6. gambaran klinis hipertrofi papiler
Dikutip dari www.onjoph.com

8) Membran dan pseudomembran


Merupakan reaksi konjungtiva terhadap infeksi berat atau konjungtivitis
toksis. Terjadi oleh karena proses koagulasi kuman/bahan toksik. Bentukan ini
terbentuk dari jaringan epitelial yang nekrotik dan kedua-duanya dapat diangkat
dengan mudah baik yang tanpa perdarahan(pseudomembran) karena hanya
merupakan koagulum pada permukaan epital atau yang meninggalkan permukaan
dengan perdarahan saat diangkat(membran) karena merupakan koagulum yang
melibatkan seluruh epitel. 13

Gambar 7. Bentukan pseudomembran yang diangkat


Dikutip dari http://www.rootatlas.com/wordpress/wp-content/uploads/2007/08/pseudomembrane-eye.jpg

9) Phylctenules.
Menggambarkan manifestasi lokal pada limbus karena alergi terhadap toxin
yang dihasilkan mikroorganisme. Phlyctenules dari konjungtiva pada mulanya
terdiri dari perivaskulitis dengan pengikatan limfositik pada pembuluh darah.
Ketika berkembang menjadi ulserasi dari konjungtiva, dasar ulkus mempunyai
banyak leukosit polimorfonuklear. 13
10) Formasi pannus.
Pertumbuhan konjungtiva atau pembuluh darah diantara lapisan Bowman dan
epitel kornea atau pada stroma yang lebih dalam. Edema stroma, yang mana
menyebabkan pembengkakan dan memisahkan lamela kolagen, memfasilitasi
terjadinya invasi pembuluh darah.13

Gambar 8. Pannus tampak pada mata pasien konjungtivitis


Dikutip dari Kanski JK. Conjunctiva. Dalam: Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach. 5th edition. hal. 63-81

11) Granuloma.
Adalah nodus stroma konjungtiva yang meradang dengan area bulat merah
dan terdapat injeksi vaskular. Tanda ini dapat muncul pada kelainan sistemik
seperti tuberkulosis atau sarkoidosis atau mungkin faktor eksogen seperti
granuloma jahitan postoperasi atau granuloma benda asing lainnya. Granuloma
muncul bersamaan dengan bengkaknya nodus limfatikus preaurikular dan
submandibular pada kelainan seperti sindroma okuloglandular Parinaud.

Gambar 9 Granuloma konjungtiva disertai dengan folikel pada sindroma okuloglandular Parinaud.
dikutip dari
Kanski JK. Conjunctiva. Dalam: Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach. 5 th edition. hal. 63-81

12) Nodus limfatikus yang membengkak.


Sistem limfatik dari regio mata berjalan menuju nodus limfatikus di
preaurikular dan submandibular. Nodus limfatikus yang membengkak mempunyai
arti penting dan seringkali dihadapi sebagai tanda diagnostik dari konjungtivitis
viral. 11
F. Klasifikasi
Berdasarkan AOA (American optometric Association), konjungtivitis di
bedakan menjadi beberapa macam, yaitu:

1. Konjungtivitis bakteri
Umumnya manifestasi klinik dari konjungtivitis bakteri adalah iritasi
pelebaran pembuluh darah bilateral (injeksi), eksudat purulen dengan
palpebra saling melekat saat bangun tidur14
Konjungtivitis bakteri berdasarkan terjadinya di bedakan menjadi tiga
macam, yaitu konjungtivitis hiperakut, akut dan konjungtivitis kronik
a. Konjungtivitis bakteri hiperakut
Konjungtivitis bakteri hiperakut terjadi kurang dari 24 jam, paling
banyak di sebabkan oleh Neisseria Gonorhoe, mikroorganisme lain yang
bisa menyebabkan konjungtivitis hiperakut adalah Neisseria meningitidis,
staphilococcus aureus, pseudomonas aeroginosa, spesies streptococcus,
spesies haemophilis5
a) Konjungtivitis gonorhoe
Konjungtivitis gonorhoe merupakan radang konjungtiva
hiperakut dan hebat yang disertai dengan sekret purulen. Terjadinya
konjungtivitis pada orang dewasa disebut konjungtivitis gonorhoe
adultorum, pada bayi dengan usia lebih dari 10 hari di sebut dengan
konjungtivitis gonorhoe infantum sedangkan Pada bayi yang berusia 1-
3 hari terdapat istilah oftalmia neonatorum yang penyebabnya paling
banyak disebabkan oleh Neisseria gonorhoe .3
 Etiologi:
Konjungtivitis yang disebabkan oleh Neisseria gonorhoe, yang
merupakan kuman yang sangat patogen, virulen dan bersifat invasif
sehingga reaksi radang terhadap kuman ini sangat berat.3
 Faktor risiko:
Kontak dengan penderita secara langsung atau kontak melalui
barang Orang dewasa atau remaja yang aktif berhubungan seksual
multipartner dan berhubungan tanpa pengaman Bayi dari ibu yang
mempunyai penyakit gonorhoe15
 Manifestasi klinik
Pada bayi memberikan tanda sekret purulen padat dengan masa
inkubasi antara 12 jam hingga 5 hari. Pada orang dewasa terdapat tiga
stadium, yaitu stadium infiltratif, supuratif dan penyembuhan.
Stadium infiltratif di temukan palpebra bengkak, dan kaku sehingga
susah dibuka. Pada konjungtiva bulbi terdapat injeksi konjungtiva
yang merah, kemotik dan menebal. Gambaran ini adalah gambaran
spesifik gonore dewasa. Pada umumnya kelainan ini menyerang satu
mata terlebih dahulu dan biasanya kelainan ini pada laki-laki
didahului pada mata kanannnya. Pada stadium supuratif terdapat
sekret yang kental. Pada bayi biasanya mengenai kedua mata dengan
sekret yang kuning kental, sedangkan pada orang dewasa sekret tidak
kental sekali 3
 Diagnosis
Diagnosis pasti pada penyakit ini adalah dengan pemeriksaan sekret dengan
pewarnaan metilen blue dimana akan terlihat kuman diplokokus. Dengan pewarnaan
gram akan terdapat sel intraseluler dan ekstraseluler dengan sifat gram negatif 3

Gambar 3: Hasil pewarnaan pada sekret konjungtivitis gonorhoe16


 Penatalakasanaan
Jika kornea tidak telibat, ceftriaxon 1g dosis tunggal i.m. jika kornea tekena,
ceftriaxon 1-2g parenteral selama 5 hari. Kombinasikan dengan irigasi larutan saline
pada mata sampai discharge tereliminasi, Antibiotik topikal yang bisa diberikan
adalah eritromicyn, gentamicyn atau floroquinolon
b) Oftalmia neonatorum
Oftalmia neonatorum merupakan konjungtivitis purulen hiperakut yang terjadi
pada bayi usia 1 bulan, disebabkan penularan dijalan lahir, dari sekret vagina.
Konjungtivitis pada neonatus (oftalmia neonatorum) dapat berakhir
dengan kebutaan bila disebabkan oleh N. gonorrhoeae. Infeksi menular
seksual patogen terpenting yang menyebabkan oftalmia neonatorum adalah N.
gonorrhoeae dan Clamidia trachomatis.
 Etiologi:
Dinegara-negara berkembang, penyebab konjungtivitis neonatorum ini adalah
Neisseria gonorrhoeae diperkirakan berjumlah 20- 75 % dan Clamidia trachomatis
15 - 35 %. Penyebab lainnya adalah Staphyllococcus aureus, Streptococcus
pneumoniae, Haemophillus spesies dan Pseudomonas spesies.

 Gejala dan tanda


Bayi yang baru lahir umumnya dibawa berobat karena menunjukkan gejala
kemerahan pada mata, pembengkakan kelopak mata atau mata lengket, atau
disebabkan keluarnya duh tubuh dari mata, dan terjadi pada kedua mata. Manifestasi
klinis dan mungkin komplikasi akibat infeksi gonokokus dan klamidiosis umumnya
memberikan gambaran yang mirip, sehingga sukar dibedakan 17

Gambar 4: oftalmia neonatorum 18

 Penatalaksanaan
Menurut kemenkes, penatalaksanaan pada oftalmia neonatorum adalah
dengan pemberian obat-obatan gonorhoe, dan jika dalam 3 hari tidak
menunjukkanperbaikan maka diberikan obat-obatan klamidiosis.
Obat yang diberikan pada konjungtivitas gonorhoe adalah seftrakson 50-
100mg/KgBB dosis tunggal atau bisa diberikan kanamisin 25mg/KgBB dosis tunggal,
sedangkan pengobatan untuk klamidia dapat diberikan sirup eritromisin
50mg/KgBB/hari peroral 4 kali sehari selama 14 hari atau diberikan trimetroprim-
sulfametoksazol 40-200mg, peroral, 2 kali sehari selama 14 hari. Selain pemberian
pengobatan pada bayi, skrining dan pengobatan pada ibu juga jangan dilupakan
karena oftalmia neonatorum bisanya ditularkan dari ibu 17
 Pencegahan
Cara yang lebih aman ialah memberi mata bayi segera setaelah lahir dengan
larutan borisi dan memberikan salep kloramfenikol. Konjungtivitis pada bayi
sebaiknya di bedakan dengan oftalmia lainnya dengan cara memperhatikan gejala
klinis dan pemeriksaan laboratorium yang akan membantu diagnosis yang tepat.
Selain itu, ibu yang mengetahui ia menderita klamidia, herpes genitalis ataupun
gonorhoe perlu konsultasi ke dokter untuk pengobatan tambahan sebelum melahirkan
3

b. Konjungtivitis bakteri akut


Konjungtivitis yang dapat terjadi pada semua orang dan pada semua
usia, bakteri yang dapat menyebabkan konjungtivitis bakteri akut adalah
staphilococcus aureus, streptococcus pneumonia (iklim sedang), spesies
haemophilus (iklim tropik), penyakit ini ditandai dengan hiperemia
konjungtiva akut, dan sekret mukopurulen yang berjumlah sedang
konjungtivitis bakteri akut ini biasanya self limitting disease kurang lebih 3
minggu.5. Konjungtivitis bakteri akut sering disebut dengan “mata merah/
pink eye” oleh orang awam.14

Gambar 5 : konjungtivitis akut

c. Konjungtivitis bakteri kronik


Dikatakan konjungtivitis bakteri kronik jika terjadi lebih dari 4 minggu, dan
penyebab konjungtivitis bakteri kronik biasanya berbeda dengan konjungtivitis
akut, konjungtivitis bakteri kronik biasanya berhubungan dengan inokulasi
bakteri yang berkepanjangan disertai dengan blefaritis. 5 Terjadi pada pasien
dengan obstruksi duktus nasolakrimalis dan dakriosistitits kronik yang biasanya
unilateral. .
14
Penyebab konjungtivitis bakteri kronik biasanya adalah
stapilococcus aureus atau bisa juga akibat moraxela catarhalis5
Gambar 6: konjungtivitis kronik
 Pemeriksaan laboratorium
Pada kebanyakan kasus konjungtivitis bakteri, organisme penyebab dapat
diidentifikasi dengan pemeriksaan mikroskopik kerokan konjungtiva yang dipulas
dengan pulasan gram atau giemsa, pemeriksaan ini banyak menampilkan neurofil
polimorfonuklear.
 Penatalaksanaan
Terapi konjungtivitis tergantung pada temuan mikrobiologiknya .
sambil menunggu hasil laboratorium, dokter dapat memberi antimikroba
spektrum luas (polimiksin-trimetrprim), neosporin, basitrasin, gentamisin,
kloramfenikol, tobramisin, eritromisin dan sulfa. Bila pengobatan tidak
menghasilkan efek selama 3-5 hari, obat dihentikan dan ditunggu hasil
pemeriksaan biologik. Jika pada konjungtivitis dengan mukus purulen dan
mukopurulan dapat dibersikan dengan larutan saline3,14
 Prognosis
Konjungtivitis bakteri akut hampir selalu sembuh sendiri tanpa
diobati, infeksi dapat berlangsung 10-14 hari, jika diobati dengan memadai
hanya berlangsung 1-3 hari. Kecuali konjungtvitis stafilokokus yang dapat
berlanjut menjadi blefarokonjungtivitis dan memasuki fase kronik dan
konjungtivitis gonokok yang jika tidak diobati dapat mengakibatkan perforasi
kornea. Konjungtivitis bakteri kronik mungkin tidak dapat sembuh sendiri dan
mungkin menjadi maalah yang menyulitkan 14
d. Konjungtivitis virus
Banyak virus yang dapat menyebabkan terjadinya konjungtivitis,
kebanyakan yang terjadi bisa bersifat ringan, sedang dan self limited.
Berdasarkan AOA, konjungtivitis virus dibedakan menjadi 2, yaitu
konjungtivitis adenonovirus dan konjungtivitis herpetik5
a. Konjugtivitis adenovirus
Lebih dari 47 serotype dari adenovirus yang dapat menyebabkan
konjugtivitis, infeksi adenovirus merupakan konjugtivitis yang paling
banyak didunia, dan mempresentasikan infeksi mata yang paling banyak.
Secara umum konjungtivitis adenovirus di bedakan menjadi dua, yaitu
epidemik keratokonjungtivitis (epidemic keratonjoncttivitis/EKC) dan
demam faringeal konjungtiva (pharyngeal conjunctival fever/PCF).5
- Keratokonjungtivitis epidemik
Etiologi:
Keratokonjungtivitis epidemik disebabkan oleh adenovirus
8,19, 29 dan 37 umumnya bilateral. Mudah menular dengan masa
inkubasi 8-9 hari dan masa infeksisus 14 hari. Terjadi bisa karena
transmisi nosokomial selama pemeriksaan mata, alat pemeriksaan
mata yang kurang steril dan pemakaian larutan yang terkontaminasi. 3
Manifestasi klinis
Pada awalnya terdapat injeksi konjungtiva, mata berair,
perdarahan subkonjungtiva, kadang-kadang terdapat
pseudomembran. Kelenjar preaurikuler membesar, biasanya gejala
akan menurun dalam waktu 7-15 hari. Umumnya bilateral, awalnya
sering pada satu mata saja dan biasanya mata pertama lebih parah
Pada orang dewasa terbatas di bagian mata, akan tetapi pada anak-
anak dapat disertai gejala sistemik infeksi seperti demam, sakit
tenggorokan atau otitits media (Ilyas, 2015, Vaughan 2015)
Gambar 7: Keratokonjungtivitis epidemik

Pentalaksanaan
Sekarang ini belum ada terapi spesifik, namun kompres dingin akan
mengurangi beberapa gejala. Kortikosteroid selama konjungtivitis akut
dapat memperpanjang keterlibatan kornea sehingga harus dihindari.
Agen antibakteri harus diberikan jika terjadi superinfeksi bacterial. 14
Pencegahan
Bahaya kontaminasi botol larutan dapat dihindari dengan dengan
memakai penetes steril pribadi atau memakai tetes mata dengan kemasan
unit-dose. Cuci tangan secara teratur di antara pemeriksaan dan
pembersihan serta sterilisasi alat-alat yang menyentuh mata khususnya
tonometer juga suatu keharusan 14
- Demam faringokonjungtival
Etiologi
Demam faringkonjungtival umumnya di sebabkan oleh
adenovirus tipe 3, kadang 4 dan 7. 14
Manifestasi klinik
Demam Faringokonjungtival ditandai oleh demam 38,3-40
⁰C, sakit tenggorokan, dan konjungtivitis folikuler pada satu atau
dua mata. Folikuler sering sangat mencolok pada kedua konjungtiva
dan pada mukosa faring. Mata merah dan berair mata sering terjadi,
dan kadang-kadang sedikit kekeruhan daerah subepitel. Yang khas
adalah limfadenopati preaurikuler (tidak nyeri tekan). 14
Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan spesifik. Konjungtivitisnya sembuh
sendiri, umumnya dalam sekitar 10 hari14
b. Konjugtivitis herpetik
Merupakan konjungtivitis yang disebabakn oleh virus herpes (seperti
herpes simplex, herpes zoster). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat sebagai
berikut Herpes zoster merupakan infeksi virus yang berulang, ini bisa
terjadi pada usia dewasa dan usia tua, laki-laki maupun perem puan, pada
musim apapun dan tidak membedakan ras. 50 persen dari virus hepes
zoster optalmicus, menunjukkan tanda-tanda konjungtivitis.
- konjungtivitis herpes simplex
Etiologi:
Virus herpes simplex, Herpes simplex merupakan kuman
patogen yang dapat menyebabkan dan penyebab utama terjadi
kebutaan di amerika, rentang 70-90 persen populasi menginveksi
pada usia 15 tahun, dan 97 persen pada usia 60 tahun. Meskipun
gejala dari herpes simplek subklinis, akan tetapi diagnosis
konjungtivitis akibat herpes simplex perlu dipikirkan pada setiap
terjadinya konjungtivitis akut.5
Manifestasi klinik
Konjungtivitis virus herpes simplex biasanya merupakan
penyakit anak kecil, adalah keadaan yang luar biasa yang ditandai
pelebaran pembuluh darah unilateral, iritasi, sekret mukoid, sakit, dan
fotofobia ringan. Pada kornea tampak lesi-lesi epithelial tersendiri yang
umumnya menyatu membentuk satu ulkus atau ulkus-ulkus epithelial
yang bercabang banyak (dendritik). Konjungtivitisnya folikuler. Vesikel
herpes kadang-kadang muncul di palpebra dan tepian palpebra, disertai
edema hebat pada palpebra. Khas terdapat sebuah nodus preaurikuler
yang terasa nyeri jika ditekan.
Gambar 8: konjungtivitis herpes simplek dengan keratitis
Diagnosis
Tidak ditemukan bakteri di dalam kerokan atau dalam biakan.
Jika konjungtivitisnya folikuler, reaksi radangnya terutama
mononuclear, namun jika pseudomembran, reaksinya terutama
polimorfonuklear akibat kemotaksis dari tempat nekrosis. Inklusi
intranuklear tampak dalam sel konjungtiva dan kornea14
 Penatalaksanaan
Jika konjungtivitis terdapat pada anak di atas 1 tahun atau pada orang
dewasa, umunya sembuh sendiri dan mungkin tidak perlu terapi. Namun,
antivirus local maupun sistemik harus diberikan untuk mencegah
terkenanya kornea. Untuk ulkus kornea mungkin diperlukan debridemen
kornea dengan hati-hati yakni dengan mengusap ulkus dengan kain
kering, meneteskan obat antivirus, dan menutupkan mata selama 24 jam.
Antivirus topical sendiri harus diberikan 7 – 10 hari (trifluridine setiap 2
jam sewaktu bangun). Keratitis herpes dapat pula diobati dengan salep
acyclovir 3% lima kali sehari selama 10 hari atau dengan acyclovir oral,
400 mg lima kali sehari selama 7 hari. Penggunaan kortikosteroid
dikontraindikasikan, karena makin memperburuk infeksi herpes simplex
dan mengkonversi penyakit dari proses sembuh sendiri yang singkat
menjadi infeksi yang sangat panjang dan berat. 14
- Blefarokonjungtivitis Varicella-Zoster
Manifestasi klinik
Hyperemia dan konjungtivitis infiltrate disertai dengan erupsi
vesikuler khas sepanjang penyebaran dermatom nervus trigeminus
cabang oftalmika adalah khas herpes zoster. Konjungtivitisnya biasanya
papiler, namun pernah ditemukan folikel, pseudomembran, dan vesikel
temporer, yang kemudian berulserasi. Limfonodus preaurikuler yang
nyeri tekan terdapat pada awal penyakit. parut pada palpebra, entropion,
dan bulu mata salah arah adalah sekuele. 14

Gambar 9: Herpes zoster opthalmicus


Diagnosis
Pada zoster maupun varicella, kerokan dari vesikel palpebra
mengandung sel raksasa dan banyak leukosit polimorfonuklear; kerokan
konjungtiva pada varicella dan zoster mengandung sel raksasa dan
monosit. Virus dapat diperoleh dari biakan jaringan sel – sel embrio
manusia.
Penatalaksanaan
Acyclovir oral dosis tinggi (800 mg oral lima kali sehari selama 10
hari), jika diberi pada awal perjalanan penyakit, agaknya akan
mengurangi dan menghambat penyakit. Antibiotik topikal dapat
menurunkan risiko infeksi sekunder oleh bakteri.14
e. Konjugtivitis alergi
Konjungtiva yang dialiri aliran yang kaya akan vaskuler, mediator
immune, dan paparan langsung terhadap lingkungan, sering menyebakan
reaksi alergi, kebanyakan kategori konjugtivitis alergi terjadi karena reaksi
hipersensitif tipe 1 yang tejadi akbat betemunya alergen dengan IgE antigen,
yang menstimulasi degranulasi mast sel yang meghasilkan mediator inflamasi,
konjungtivitis akut ini terbagi menjadi 4 macam, yaitu konjungtivitis hay
fever, vernal, atopik dan konjungtivitis papilar raksasa (Giant papil) dan ada
juga konjungtivitis alergi tipe lambat seperti fliktenulosis dan konjungtivitis
ringan sekunder akibat blefaritis kontak.5
a. Keratokonjugtivitis atopik
Inflamasi kronik konjungtivitis yang di sertai dengan dermatitis atopik
, keratokonjungtivitis atopik sering terjadi pada remaja5
Manifestasi klinik
Sensasi terbakar, pengeluaran sekret mukoid, merah dan
fotofobia. Tepian palpebra eritemosa, dan konjungtiva tampak putih
seperti susu. Terdapat papilla halus, namun papilla raksasa tidak
berkembang seperti pada keratokonjungtivitis vernal, dan lebih
sering terdapat di tarsus inferior. Berbeda dengan papilla raksasa
pada keratokonjungtivitis vernal, yang terdapat di tarsus superior. 14
Biasanya ada riwayat alergi (demam jerami, asma, atau
eczema) pada pasien atau keluarganya. Kebanyakan pasien pernah
menderita dermatitis atopic sejak bayi. Parut pada lipatan-lipatan
fleksura lipat siku dan pergelangan tangan dan lutut sering
ditemukan. Seperti dermatitisnya, keratokonjungtivitis atopic
berlangsung berlarut-larut dan sering mengalami eksaserbasi dan
remisi. Seperti keratokonjungtivitis vernal, penyakit ini cenderung
kurang aktif bila pasien telah berusia 50 tahun. 14
Diagnosis
Kerokan konjungtiva menampakkan eosinofil, meski tidak
sebanyak yang terlihat sebanyak pada keratokonjungtivitis vernal 14
Penatalaksanaan
Terapi topikal jangka panjanga dengan obat penstabil sel mast adalah
hal yang terpenting. Antihistamin oral juga bermanfaat. Obat-obat
antiinflamasi non-steroid yang lebih baru seperti ketorolac dapat
mengatasi gejala pada pasien ini. 14
- Konjungtivitis vernal
Penyakit ini, juga dikenal sebagai “catarrh musim semi” dan
“konjungtivitis musiman” atau “konjungtivitis musim kemarau”,
adalah penyakit alergi bilateral yang jarang. Penyakit ini lebih jarang
di daerah beriklim sedang daripada di daerah dingin. Penyakit ini
hamper selalu lebih parah selama musim semi, musim panas dan
musim gugur daripada musim dingin. Biasanya mulai dalam tahun-
tahun prapubertas dan berlangsung 5 – 10 tahun. Penyakit ini lebih
banyak pada anak laki-laki daripada perempuan.14
Manifestasi klinik
Pasien mengeluh gatal-gatal yang sangat dan kototran mata
berserat-serat. Biasanya terdapat riwayat keluarga alergi (demam jerami,
eczema, dan lainnya). Konjungtiva tampak putih seperti susu, dan
terdapat banyak papilla halus di konjungtiva tarsalis inferior.
Konjungtiva palpebra superior sering
memiliki papilla raksasa mirip batu kali. Setiap papilla raksasa
berbentuk polygonal, dengan atap rata, dan mengandung berkas
kapiler.14

Gambar 11: konjungtivitis vernal

Laboratorium
Pada eksudat konjungtiva yang dipulas dengan Giemsa terdapat
banyak eosinofil dan granula eosinofilik bebas.14
Terapi
Penyakit ini sembuh sendiri tetapi medikasi yang dipakai
terhadap gejala hanya member hasil jangka pendek, berbahaya jika
dipakai untuk jangka panjang. Steroid sisremik, yang mengurangi rasa
gatal, hanya sedikit mempengharuhi penyakit kornea ini, dan efek
sampingnya (glaucoma, katarak, dan komplikasi lain) dapat sangat
merugikan. (Vaughan, 2015) Crmolyn topical adalah agen profilaktik
yang baik untuk kasus sedang sampai berat. Vasokonstriktor, kompres
dingin dan kompres es ada manfaatnya, dan tidur di tempat ber AC
sangat menyamankan pasien. Agaknya yang paling baik adalah pindah
ke tempat beriklim sejuk dan lembab. Pasien yang melakukan ini sangat
tertolong bahkan dapat sembuh total.14
- Konjungtivitis giant papil
Konjungtivitis giant papil sering terjadi pada orang-orang yang
menggunakan lensa kontak. Penggantian prostesis mata plastik
dengan kaca dan memakai kacamata bukan kontak lensa dapat
menyembuhkan. Jika lensa kontak masih digunakan perawatan lensa
kontak yang baik sangat diperlukan14

Gambar 12: konjungtivitis Giant papil


- Konjungtivitis Hay fever
Merupakan radang konjungtivitis yang menyertai hay fever
(rinitis alergi) biasanya mempunyai riwayat alergi. Pasien
mengeluh gatal, kemerahan, dan mata berair . terdapat injeksi ringan
di konjungtiva palpebralis dan konjungtiva bulbaris, selama serangan
akut sering ditemui kemosis berat. Pemberian antihistamin topikal
dan vasokontriktor serta pemberian kompres dingin dapat membantu
meringkan penyakit ini.14
f. Trakhoma
Trakoma adalah suatu bentuk keratokonjungtivitis kronis yang
disebabkan oleh infeksi bakteri Chlamydia trachomatis
 Grading Trakoma
Pembagian trakoma menurut WHO Simplified Trachoma Grading
Scheme :
1. Trakoma folikular (TF)
Lima atau lebih folikel pada konjungtiva tarsal superior dengan
diameter 0,5 mm..

Gambar 13: trakoma folikuler


2. Trakoma Inflamasi (TI)
Infiltrasi difus dan hipertrofi papilar konjungtiva tarsal superior yang
sekurang-kurangnya menutupi 50 % pembuluh profunda normal.

Gambar 14: trakoma Inflamasi


3. Trakoma Sikatriks (TS)
Parut konjungtiva trakomatosa; sikatriks mudah terlihat di
konjungtiva tarsal, memiliki resiko terjadi trikiasis; makin banyak
sikatriks makin besar resiko terjadinya trikiasis.
Gambar 15: Trakoma sikatrik
4. Trikiasis (TT)
Trikiasis atau entropion (bulu mata terbalik ke arah dalam), potensial
menyebabkan opasitas kornea.

Gambar 16: trikiasis

5. Opasitas kornea (CO)


Terjadi kekeruhan kornea di atas pupil.Kekeruhan kornea menandakan
prevalensi gangguan visus atau kebutaan akibat trakoma.

Gambar 17: Opasitas kornea

Adanya TF dan TI menunjukkan suatu trakoma infeksiosa aktif


dan harus diobati.TS adalah bukti kerusakan akibat penyakit ini.TT
berpotensi membutakan dan merupakan indikasi untuk tindakan operasi
koreksi palpebra.
 Manifestasi klinik
Tanda dan gejala penyakit trakoma biasanya menyerupai
konjungtivitis bakterial antara lain mata berair, fotofobia, nyeri,
eksudasi, edema palpebra, kemosis konjungtiva bulbaris, hiperemia,
hipertrofi papilar, keratitis superior, pembentukan pannus dan sebuah
nodus preaurikuler kecil yang terdapat nyeri
tekan.Pada trakoma yang sudah terdiagnosis mungkin juga terdapat
keratitis epitel superior, keratitis subepitel, pannus, folikel limbus
superior dan sikatriks yang patognomonik.14
Untuk memastikan trakoma endemik di sebuah keluarga atau
masyarakat, sejumlah anak harus menunjukkan sekurang-kurangnya
dua tanda berikut
a. Adanya prefolikel di konjungtiva tarsalis superior.
b. Folikel di forniks konjungtiva superior dan limbus kornea
1/3 bagian atas.
c. Pannus aktif di 1/3 atas limbus kornea.
d. Sikatrik berupa garis-garis atau bintang di konjungtiva
palpebra/forniks superior, Herbert’s pit di limbus kornea
1/3 bagian atas.
 Penatalaksanaan
WHO sendiri merekomendasikan antibiotik azitromisin oral
dan salep mata tetrasiklin sebagai pilihan terapi. Azitromisin
dianggap lebih baik daripada tetrasiklin karena mudah diberikan
dengan single dose, dapat langsung dipantau pemberiannya serta
memiliki konsentrasi yang tinggi di jaringan sehingga
menguntungkan untuk mengatasi organisme intraseluler.Namun
kekurangannya adalah harganya lebih mahal.Azitromisin memliki
efikasi yang tinggi, efek samping minimal dan ringan seperti
gangguan GI dan rash (yang paling sering).Belum ditemukan adanya
resistensi C.trachomatis terhadap azitromisin dan tetrasiklin.Dosis
yang biasanya diberikan adalah dewasa 1 g per oral sehari; anak-anak
20 mg/kgBB per oral sehari 14
G. Pemeriksaan Laboratorium3
Pemeriksaan secara langsung dari kerokan atau getah mata setelah bahan
tersebut dibuat sediaan yang dicat dengan pengecatan gram atau giemsa dapat
dijumpai sel-sel radang polimorfonuklear,sel-sel morfonuklear,juga bakteri atau
jamur pnyebab konjungtivitis dapat diidentifikasi dari pengecatan ini.
Pada konjungtivitis yang disebabkan oleh alergi pada pengecatan giemsa akan
didapatkan sel-sel eosinofil.

H. Diagnosis3
Diagnosis konjungtiva ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan
pemeriksaan laboratorium.
Pada pemeriksaan klinis didapatkan adanya hiperemi
konjungtiva,sekret atau getah mata,edema konjungtiva. Pemeriksaan
laboratorium ditemukannya kuman-kuman atau mikroorganisme dalam
sediaan langsung dari kerokan konjungtiva,juga sel radang polimorfonuklear
atau sel-sel radang mononuklear. Pada konjungtivitis karena jamur ditemukan
adanya hyfe, sedangkan pada konjungtivitis karena alergi ditemukan sel-sel
eosinofil.
I. Diagnosis Banding

J. Penatalaksanaan3
Pengobatan spesifik tergantung dari identifikasi penyebab. Dua
penyebab konjungtivitis bakteri akut adalah streptococcus pneumoni dan
Haemophyllus aegypticus.
Pada umumnya konjungtivitis karena bakteri dapat diobati dengan
sulfonamide ( Sulfacetamide 15%) atau antibiotik (Gentamycin 0.3%
Chloramphenicol 0.5%, Polimixin). Gentamycin dan Tobramycin sering
disertai hipersensitivitas lokal. Penggunaan Gentamycin yang tidak teratur dan
adekuat menyebabkan resistensi organisme Gram negatif.
Konjungtivitis karena jamur sangat jarang. Dapat diberi
Amphoterichin B 0.1% yang efektif untuk Aspergillus dan Candida.
Konjungtivitis karena virus, pengobatan terutama ditujukan untuk mencgah
terjadinya infeksi sekunder dengan antibiotik. Beberapa virus yang sering
menyebabkan konjungtivitis adalah Adenovirus type 3 dan 7 yang
mnyebabkan demam pharingokonjungtiva. Adenovirus 8 dan 19
menyebabkan epidemik keratokonjungtivitis. Enterovirus 70 menyebabkan
konjungtivitis hemoragi akut. Pengobatan dengan antivirus tidak efektik.
Pengobatan utama adalah suportif. Berikan kompres hangat atau dingin,
bersihkan sekret dan dapat memakai air mata buatan. Pemberian
kortikosteroid tidak dianjurkan untuk pemakaian rutin.
Pengobatan untuk alergi diobati dengan antihistamin ( Antazolin
0.5%,Naphazoline 0.05%)atau kortikosteroid ( dexamethason 0.1%)

K. Prognosis
Konjungtivitis bakteri akut hampir selalu sembuh sendiri tanpa
diobati, infeksi dapat berlangsung 10-14 hari, jika diobati dengan memadai
hanya berlangsung 1-3 hari. Kecuali konjungtvitis stafilokokus yang dapat
berlanjut menjadi blefarokonjungtivitis dan memasuki fase kronik dan
konjungtivitis gonokok yang jika tidak diobati dapat mengakibatkan perforasi
kornea. Konjungtivitis bakteri kronik mungkin tidak dapat sembuh sendiri dan
mungkin menjadi maalah yang menyulitkan 14
BAB IV
DISKUSI

Pasien Datang ke Poli Mata RS Pelamonia Makassar dengan keluhan


mata sebelah kiri merah sejak ±3 hari yang lalu. Pasien juga mengeluh
kedua matanya terasa gatal, sehingga pasien sering menggosok-gosok kedua
matanya dan keluar air mata berwarna bening tapi tidak banyak. Pasien
mengaku saat bangun tidur terdapat kotoran mata yang cukup banyak. Tidak
ada keluhan nyeri, pandangan mata kabur pada kedua matanya dan keluhan
lain yang mengganggu aktivitasnya (-). Sebelum berobat ke poliklinik Mata,
pasien ada memberikan tetes mata tapi keluhan tidak berkurang sehingga
pasien berobat ke poliklinik Mata RS Pelamonia Makassar. Pasien tidak
memiliki memiliki riwayat keluarga dengan keluhan yang sama, tidak ada
riwayat DM dan Hpertensi. Pasien memiliki riwayat operasi mata OD
pseudofakia (+)
Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan VOD 2/60 dan VOS
2/60. OD lensa pseudofakia (+), dan OS lensa jernih.
Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik pasien ini didiagnosis
menderita konjungtivitis bakterial akut, yaitu mata merah sebelah kiri
yang berlangsung selama ± 3 hari. Hal ini sesuai dengan teori yang
mengatakan bahwa Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau
radang selaput lendir yang menutupi belakang kelopak dan bola mata.
Reaksi inflamasi ini ditandai dengan dilatasi vaskular, infiltrasi seluler dan
eksudasi. Konjungtivitis dapat dibedakan menjadi dua bentuk :
3) Konjungtivitis akut yaitu reaksi peradangan yang muncul tiba-tiba
dan diawali dengan satu mata (unilateral) serta dengan durasi
kurang dari 4 minggu.
4) Konjungtivitis kronis yaitu reaksi peradangan yang durasinya lebih
dari 3 – 4 minggu.
Pasien juga mengeluh kedua matanya terasa gatal, sehingga pasien
sering menggosok-gosok kedua matanya dan keluar air mata yang
berwarna bening. Dan terdapat kotoran mata yang cukup banyak saat
bangun tidur. Dari pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva hiperemi
namun tidak didapatkan sekret yang purulen, dan tidak ada penurunan
visus. Hal ini sesuai dengan gejal dan tanda dari konjungtivitis bakterial
akut yang oleh orang awam disebut “mata merah”, dimana didapatkan
hiperemi konjungtiva secara akut dan berwarna merah terang, sekresi air
mata karena gatal, eksudat mukopurulen sedang.
Mata sebelah kanan pasien didiagnosis Pseudofakia setelah dari
anamnesis dapat diketahui adanya riwayat operasi katarak dan dari
pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan menyinari mata dengan senter
maka akan terlihat refleks kaca positif, yaitu seperti pantulan cahaya dari
senter mengindikasikan adanya lensa intraokular yang terpasang.
Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bakterial tergantung temuan
agen mikrobiologiknya. Pada kasus ini terapi yang diberikan berupa
antibiotik yaitu pemberian Alletrol Compositum 4x1 gtt ODS. Alletrol
Compositum mengandung neomycin sulfate, polymycin B sulfate dan
Dexamethasone sodium posphate yang diindikasikan untuk mengobati
konjungtivitis.
Konjungtivitis bakterial akut hampir selalu sembuh sendiri. Tanpa
diobati, infeksi dapat berlangsung selama 10-14 hari; jika diobati secara
memadai berlangsung 1-3 hari, kecuali konjungtivitis stafilokokus dan
konjungtivitis gonokok
DAFTAR PUSTAKA

1. Schwab IR, Dawson CR. 2000. Konjungtiva dalam: O ftalmologi Umum. Edisi 14.
Jakarta: Widya Medika.
2. Soewono W, Budiono S, Aminoe. 1994. Konjungtivitis Vernal dalam: Pedoman
Diagnosis dan Terapi Lab/U P F Ilmu Pe nyakit Mata. Surabaya: RSUD Dokter
Soetomo.
3. Ilyas, Sidharta. 2015. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta:Fakultas kedokteran Universitas
Indonesia
4. James Bruce, Chris Chew, Anthony Bron. 2006. O ftalmologi. Edisi kesembilan.
Jakarta : Erlangga
5. AOA (American Opthalmist Association). 2007. Care of the Patient with
Conjunctivitis. USA: AOA board of trustee
6. Bowling, Brad. Kanski’s Clinical Ophthalmology A Systematic Approach 8 th Edition.
Elsevier: Sydney, Australia. 2006. h 132
7. Lang, Gerhard K. Ophthalmology A Short Textbook. Thieme: New York. 2000. h 68
8. Riordan-Eva P. Anatomi dan embriologi mata. Dalam: Whitcher JP, Riordan-Eva P,
editors. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta: EGC; 2012. h 1-27,
107
9. Nordqvist, Christian. Infective Conjunctivitis (Pink Eye): Symptoms, Diagnosis and
Treatments. Medical News Today. Update: February 01, 2016, diakses tanggal 16 mei
2022 http://www.medicalnewstoday.com/articles/157671.php
10. Yeung, Karen K. Bacterial Conjunctivitis. Updated: Apr 18, 2017 . diakses tanggal
16 mei 2022 http://emedicine.medscape.com/article/1191730-overview#a1
11. Sitompul R. Konjungtivitis viral : Diagnosis dan Tatalaksana pada Pelayanan
Primer. 2017.
12. PERDAMI,. Ilmu Penyakit Mata Untuk dokter umum dan mahasiswa kedokteran.
Jakarta. 2002
13. Wijaya N. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 1983
14. Vaughan, Daniel G., Asbury Taylor, Riordan Eva-Paul. 2015. Ofthalmologi Umum.
Edisi 17.Jakarta:Widya Medika
15. AAFP. 2015. Gonococcal conjunctivitis. Available at:
http://www.dovemed.com/adult-gonococcal-conjunctivitis/ diakses tgl 16 mei 2022
16. Lee, et all. 2012. Gonococcal conjuntivitis. Available at
http://www.nature.com/eye/journal/v16/n5/full/6700112a.html di akses tanggal 16
mei 2022
17. Kemenkes. 2011.pedoman nasional infeksi menular seksual.direktorat jendral
pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan
18. Nauman, Med. 2014. Gonococcal conjunctivities in newborn. Available at
http://www.atlasophthalmology.com/atlas/photo.jsf diakses tanggal 16 mei 2022

You might also like