Professional Documents
Culture Documents
Laporan Kasus Konjungtivitis - Junaidi Lainadi
Laporan Kasus Konjungtivitis - Junaidi Lainadi
KONJUNGTIVITIS
OLEH :
Junaidi Lainadi
105101101420
PEMBIMBING :
dr. Sitti Soraya Taufik, Sp.M, M.Kes
Pembimbing,
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa karena atas
ijin dan rahmatNYA penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan kasus ini. Penulisan laporan
kasus yang berjudul “Konjungtivitis” ini dibuat dengan tujuan sebagai salah satu syarat
kelulusan dalam kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Mata. Pada proses pembuatannya
Penulis juga mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada dokter pembimbing saya
dr. Sitti Soraya Taufik, Sp.M, M.Kes. yang telah membimbing kami untuk dapat
menyelesaikan laporan kasus ini. Penulis sadar bahwa dalam pembuatan laporan kasus ini masih
banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik disertai saran dari
pembaca demi perbaikan dimasa yang akan datang. Penulis berharap agar laporan kasus ini dapat
bermanfaat dan memberikan sumbangan ilmu pengetahuan bagi pihak yang memerlukan
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Konjungtiva merupakan membran yang tipis dan transparan melapisi bagian anterior dari
bola mata (konjungtiva bulbi), serta melapisi bagian posterior dari palpebra (konjungtiva
palpebrae). Karena letaknya paling luar itulah sehingga konjungtiva sering terpapar terhadap
banyak mikroorganisme dan faktor lingkungan lain yang mengganggu. Salah satu penyakit
konjungtiva yang paling sering adalah konjungtivitis.1,2
Radang konjungtiva (konjungtivitis) adalah penyakit mata yang paling umum didunia.
Penyakit ini bervariasi dari hiperemia ringan dengan berair mata sampai konjungtivitis berat
dengan banyak sekret purulen kental. Penyebabnya umumnya eksogen, namun dapat endogen.1
Berdasarkan agen penyebabnya maka konjungtivitis dapat dibedakan konjungtivitis
bakterial, konjungtivitis virus, konjungtivitis klamidia, konjungtivitis rickettsia, konjungtivitis
fungal, konjungtivitis parasit, konjungtivitis alergika, konjungtivitis kimia atau iritatif,
konjungtivitis yang penyebabnya tidak diketahui, serta konjungtivitis yang berhubungan dengan
penyakit sistemik. Kalau berdasarkan atas lamanya penyakit maka konjungtivitis dapat
dibedakan menjadi akut dan kronik.1,3,4
Berikut ini dilaporkan kasus konjungtivitis bakterial OS (Oculi Sinistra) stadium akut dan
Pseudofakia OD (Oculi Dextra) pada penderita laki-laki usia 54 tahun yang berobat ke poliklinik
mata RS Pelamonia Makassar.
BAB II
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama lengkap : Tn. M
Umur : 54 tahun
Alamat : Jl. Seruni No 5, Makassar
Tanggal Pemeriksaan : 29 Juni 2022
Tempat pemeriksaan : RS. Tk. II Pelamonia
II. Anamnesis
Keluhan utama : Mata Merah
Anamnesis Terpimpin :
Pasien Datang ke Poli Mata RS Pelamonia Makassar dengan keluhan
mata sebelah kiri merah sejak ±3 hari yang lalu. Pasien juga mengeluh kedua
matanya terasa gatal, sehingga pasien sering menggosok-gosok kedua matanya
dan keluar air mata berwarna bening tapi tidak banyak. Pasien mengaku saat
bangun tidur terdapat kotoran mata yang cukup banyak. Tidak ada keluhan
nyeri, pandangan mata kabur pada kedua matanya dan keluhan lain yang
mengganggu aktivitasnya (-). Sebelum berobat ke poliklinik Mata, pasien ada
memberikan tetes mata tapi keluhan tidak berkurang sehingga pasien berobat ke
poliklinik Mata RS Pelamonia Makassar.
B. Pemeriksaan Oftalmologi
1. Pemeriksaan inspeksi
Pemeriksaan OD OS
Palpebra superior Edema (-), hiperemis (-), Edema (-), hiperemis (-)
Palpebra inferior Edema (-), hiperemis (-), Edema (-), hiperemis (-)
Apparatus Lakrimasi (-) Lakrimasi (+)
lakrimalis
Silia Kesan normal Kesan normal
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (+)
Bola mata Normal Normal
Gerak bola mata Ke segala arah Ke segala arah
OD OS
Tonometri digital Tn Tn
Nyeri tekan Tidak terdapat nyeri Tidak terdapat nyeri
tekan tekan
Massa tumor Tidak terdapat massa Tidak terdapat massa
Glandula Tidak teraba Tidak teraba
preaurikuler
3. Visus
VOD : 2/60
VOS : 2/60
4. Penyinaran Oblik
OD OS
Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (+)
Kornea Jernih Jernih
Bilik Mata Depan Kesan normal Kesan normal
Iris Coklat, kripte (+) Coklat, kripte (+)
Pupil Isokor, bulat, sentral, Isokor, bulat, sentral,
RCL/RCTL (+/+) RCL/RCTL (+/+)
Lensa Pseudofakia Jernih
C. Resume
Pasien Datang ke Poli Mata RS Pelamonia Makassar dengan keluhan mata
sebelah kiri merah sejak ±3 hari yang lalu. Pasien juga mengeluh kedua
matanya terasa gatal, sehingga pasien sering menggosok-gosok kedua
matanya dan keluar air mata berwarna bening tapi tidak banyak. Pasien
mengaku saat bangun tidur terdapat kotoran mata yang cukup banyak. Tidak
ada keluhan nyeri, pandangan mata kabur pada kedua matanya dan keluhan
lain yang mengganggu aktivitasnya (-). Sebelum berobat ke poliklinik Mata,
pasien ada memberikan tetes mata tapi keluhan tidak berkurang sehingga
pasien berobat ke poliklinik Mata RS Pelamonia Makassar. Pasien tidak
memiliki memiliki riwayat keluarga dengan keluhan yang sama, tidak ada
riwayat DM dan Hipertensi. Pasien memiliki riwayat operasi mata OD
pseudofakia (+) Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan VOD 2/60
dan VOS 2/60. OD lensa pseudofakia (+), dan OS lensa jernih.
D. Diagnosis Kerja
OD Pseudofakia
OS Konjungtivitis
E. Diagnosis Banding
F. Tatalaksana
Jika dilihat dari segi histologinya, lapisan epitel konjungtiva terdiri dari dua
hingga lima lapisan sel epitel silinder bertingkat, superfisial dan basal. Lapisan epitel
konjungtiva di dekat limbus, di atas karunkula, dan di dekat persambungan
mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari sel-sel epitel skuamosa.8
Sel-sel epitel superficial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang
mensekresi mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk
dispersi lapisan air mata secara merata di seluruh prekornea. Sel-sel epitel basal
berwarna lebih pekat daripada sel-sel superficial dan di dekat limbus dapat
mengandung pigmen.8
Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisial) dan satu
lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan di
beberapa tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum
germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau
3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat
papiler bukan folikuler dan mengapa kemudian menjadi folikuler. Lapisan fibrosa
tersusun dari Jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus. 9
Hal ini menjelaskan gambaran reaksi papiler pada radang konjungtiva. Lapisan
fibrosa tersusun longgar pada bola mata. 8 Kelenjar airmata asesori (kelenjar Krause
dan Wolfring), yang struktur dan fungsinya mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam
stroma. Sebagian besar kelenjar Krause berada di forniks atas, dan sedikit ada di
forniks bawah. Kelenjar Wolfring terletak di tepi atas tarsus atas.8
B. Definisi
Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir yang
menutupi belakang kelopak dan bola mata. Reaksi inflamasi ini ditandai dengan
dilatasi vaskular, infiltrasi seluler dan eksudasi. Konjungtivitis dapat dibedakan
menjadi dua bentuk : 3
1) Konjungtivitis akut yaitu reaksi peradangan yang muncul tiba-tiba dan
diawali dengan satu mata (unilateral) serta dengan durasi kurang dari 4
minggu.
2) Konjungtivitis kronis yaitu reaksi peradangan yang durasinya lebih dari 3 –
4 minggu.
C. Patofisiologi
Konjungtiva selalu berhubungan dengan dunia luar. Kemungkinan
konjungtiva terinfeksi dengan mikroorganisme sangat besar. Pertahanan Konjungtiva
terutama oleh karena adanya tear film pada konjungtiva yang berfungsi untuk
melarutkan kotoran-kotoran dan bahan-bahan yang toksik kemudian mengalirkan
melalui saluran lakrimalis ke meatus nasi inferior.10
Di samping itu tear film juga mengandung beta lysin, lysozym, IgA, IgG yang
berfungsi untuk menghambat pertumbuhan kuman. Apabila ada mikroorganisme
patogen yang mampu menembus pertahanan tersebut hingga terjadi infeksi
konjungtiva yang disebut konjungtivitis.10
D. Etiologi
Berdasarkan penyebabnya, konjungtivitis dibagi menjadi konjungtivitis infeksi
dan noninfeksi. Pada konjungtivitis infeksi, penyebab tersering adalah virus dan
bakteri, sedangkan pada kelompok non-infeksi disebabkan oleh alergi, reaksi toksik,
dan inflamasi sekunder lainnya.11
2) Discharge ( sekret ).
Berasal dari eksudasi sel-sel radang. Kualitas dan sifat alamiah
eksudat(mukoid, purulen, berair, ropy, atau berdarah) tergantung dari
etiologinya.11
3) Chemosis ( edema conjunctiva ).
Adanya Chemosis mengarahkan kita secara kuat pada konjungtivitis alergik
akut tetapi dapat juga muncul pada konjungtivitis gonokokkal akut atau
konjungtivitis meningokokkal, dan terutama pada konjungtivitis adenoviral.
Chemosis dari konjungtiva bulbar dapat dilihat pada pasien dengan trikinosis.
Meskipun jarang, chemosis mungkin timbul sebelum adanya infiltrasi atau
eksudasi seluler gross.13
Gambar 4. Kemosis pada mata
7) Hipertrofi papiler.
Adalah reaksi konjungtiva non spesifik yang muncul karena konjungtiva
terikat pada tarsus atau limbus di dasarnya oleh fibril. Ketika pembuluh darah
yang membentuk substansi dari papilla(bersama dengan elemen selular dan
eksudat) mencapai membran basement epitel, pembuluh darah tersebut akan
bercabang menutupi papila seperti kerangka dari sebuah payung. Eksudat
inflamasi akan terakumulasi diantara fibril, membentuk konjungtiva seperti
sebuah gundukan. Pada kelainan yang menyebabkan nekrosis(contoh,trakoma),
eksudat dapat digantikan oleh jaringan granulasi atau jaringan ikat. Ketika papila
berukuran kecil, konjungtiva biasanya mempunyai penampilan yang halus dan
merah normal. Konjungtiva dengan papila berwarna merah sekali menandakan
kelainan disebabkan bakteri atau klamidia(contoh, konjungtiva tarsal yang
berwarna merah sekali merupakan karakteristik dari trakoma akut). Injeksi yang
ditandai pada tarsus superior, menandakan keratokunjungtivitis vernal dan
konjungtivitis giant papillary dengan sensitivitas terhadap lensa kontak; pada
tarsal inferior, gejala tersebut menandakan keratokonjungtivitis atopik. Papila
yang berukuran besar juga dapat muncul pada limbus, terutama pada area yang
secara normal dapat terekspos ketika mata sedang terbuka(antara jam 2 dan 4 serta
antara jam 8 dan 10). Di situ gejala nampak sebagai gundukan gelatin yang dapat
mencapai kornea. Papila limbal adalah tanda khas dari keratokonjungtivitis vernal
tapi langka pada keratokonjungtivitis atopik.11
Gambar 6. gambaran klinis hipertrofi papiler
Dikutip dari www.onjoph.com
9) Phylctenules.
Menggambarkan manifestasi lokal pada limbus karena alergi terhadap toxin
yang dihasilkan mikroorganisme. Phlyctenules dari konjungtiva pada mulanya
terdiri dari perivaskulitis dengan pengikatan limfositik pada pembuluh darah.
Ketika berkembang menjadi ulserasi dari konjungtiva, dasar ulkus mempunyai
banyak leukosit polimorfonuklear. 13
10) Formasi pannus.
Pertumbuhan konjungtiva atau pembuluh darah diantara lapisan Bowman dan
epitel kornea atau pada stroma yang lebih dalam. Edema stroma, yang mana
menyebabkan pembengkakan dan memisahkan lamela kolagen, memfasilitasi
terjadinya invasi pembuluh darah.13
11) Granuloma.
Adalah nodus stroma konjungtiva yang meradang dengan area bulat merah
dan terdapat injeksi vaskular. Tanda ini dapat muncul pada kelainan sistemik
seperti tuberkulosis atau sarkoidosis atau mungkin faktor eksogen seperti
granuloma jahitan postoperasi atau granuloma benda asing lainnya. Granuloma
muncul bersamaan dengan bengkaknya nodus limfatikus preaurikular dan
submandibular pada kelainan seperti sindroma okuloglandular Parinaud.
Gambar 9 Granuloma konjungtiva disertai dengan folikel pada sindroma okuloglandular Parinaud.
dikutip dari
Kanski JK. Conjunctiva. Dalam: Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach. 5 th edition. hal. 63-81
1. Konjungtivitis bakteri
Umumnya manifestasi klinik dari konjungtivitis bakteri adalah iritasi
pelebaran pembuluh darah bilateral (injeksi), eksudat purulen dengan
palpebra saling melekat saat bangun tidur14
Konjungtivitis bakteri berdasarkan terjadinya di bedakan menjadi tiga
macam, yaitu konjungtivitis hiperakut, akut dan konjungtivitis kronik
a. Konjungtivitis bakteri hiperakut
Konjungtivitis bakteri hiperakut terjadi kurang dari 24 jam, paling
banyak di sebabkan oleh Neisseria Gonorhoe, mikroorganisme lain yang
bisa menyebabkan konjungtivitis hiperakut adalah Neisseria meningitidis,
staphilococcus aureus, pseudomonas aeroginosa, spesies streptococcus,
spesies haemophilis5
a) Konjungtivitis gonorhoe
Konjungtivitis gonorhoe merupakan radang konjungtiva
hiperakut dan hebat yang disertai dengan sekret purulen. Terjadinya
konjungtivitis pada orang dewasa disebut konjungtivitis gonorhoe
adultorum, pada bayi dengan usia lebih dari 10 hari di sebut dengan
konjungtivitis gonorhoe infantum sedangkan Pada bayi yang berusia 1-
3 hari terdapat istilah oftalmia neonatorum yang penyebabnya paling
banyak disebabkan oleh Neisseria gonorhoe .3
Etiologi:
Konjungtivitis yang disebabkan oleh Neisseria gonorhoe, yang
merupakan kuman yang sangat patogen, virulen dan bersifat invasif
sehingga reaksi radang terhadap kuman ini sangat berat.3
Faktor risiko:
Kontak dengan penderita secara langsung atau kontak melalui
barang Orang dewasa atau remaja yang aktif berhubungan seksual
multipartner dan berhubungan tanpa pengaman Bayi dari ibu yang
mempunyai penyakit gonorhoe15
Manifestasi klinik
Pada bayi memberikan tanda sekret purulen padat dengan masa
inkubasi antara 12 jam hingga 5 hari. Pada orang dewasa terdapat tiga
stadium, yaitu stadium infiltratif, supuratif dan penyembuhan.
Stadium infiltratif di temukan palpebra bengkak, dan kaku sehingga
susah dibuka. Pada konjungtiva bulbi terdapat injeksi konjungtiva
yang merah, kemotik dan menebal. Gambaran ini adalah gambaran
spesifik gonore dewasa. Pada umumnya kelainan ini menyerang satu
mata terlebih dahulu dan biasanya kelainan ini pada laki-laki
didahului pada mata kanannnya. Pada stadium supuratif terdapat
sekret yang kental. Pada bayi biasanya mengenai kedua mata dengan
sekret yang kuning kental, sedangkan pada orang dewasa sekret tidak
kental sekali 3
Diagnosis
Diagnosis pasti pada penyakit ini adalah dengan pemeriksaan sekret dengan
pewarnaan metilen blue dimana akan terlihat kuman diplokokus. Dengan pewarnaan
gram akan terdapat sel intraseluler dan ekstraseluler dengan sifat gram negatif 3
Penatalaksanaan
Menurut kemenkes, penatalaksanaan pada oftalmia neonatorum adalah
dengan pemberian obat-obatan gonorhoe, dan jika dalam 3 hari tidak
menunjukkanperbaikan maka diberikan obat-obatan klamidiosis.
Obat yang diberikan pada konjungtivitas gonorhoe adalah seftrakson 50-
100mg/KgBB dosis tunggal atau bisa diberikan kanamisin 25mg/KgBB dosis tunggal,
sedangkan pengobatan untuk klamidia dapat diberikan sirup eritromisin
50mg/KgBB/hari peroral 4 kali sehari selama 14 hari atau diberikan trimetroprim-
sulfametoksazol 40-200mg, peroral, 2 kali sehari selama 14 hari. Selain pemberian
pengobatan pada bayi, skrining dan pengobatan pada ibu juga jangan dilupakan
karena oftalmia neonatorum bisanya ditularkan dari ibu 17
Pencegahan
Cara yang lebih aman ialah memberi mata bayi segera setaelah lahir dengan
larutan borisi dan memberikan salep kloramfenikol. Konjungtivitis pada bayi
sebaiknya di bedakan dengan oftalmia lainnya dengan cara memperhatikan gejala
klinis dan pemeriksaan laboratorium yang akan membantu diagnosis yang tepat.
Selain itu, ibu yang mengetahui ia menderita klamidia, herpes genitalis ataupun
gonorhoe perlu konsultasi ke dokter untuk pengobatan tambahan sebelum melahirkan
3
Pentalaksanaan
Sekarang ini belum ada terapi spesifik, namun kompres dingin akan
mengurangi beberapa gejala. Kortikosteroid selama konjungtivitis akut
dapat memperpanjang keterlibatan kornea sehingga harus dihindari.
Agen antibakteri harus diberikan jika terjadi superinfeksi bacterial. 14
Pencegahan
Bahaya kontaminasi botol larutan dapat dihindari dengan dengan
memakai penetes steril pribadi atau memakai tetes mata dengan kemasan
unit-dose. Cuci tangan secara teratur di antara pemeriksaan dan
pembersihan serta sterilisasi alat-alat yang menyentuh mata khususnya
tonometer juga suatu keharusan 14
- Demam faringokonjungtival
Etiologi
Demam faringkonjungtival umumnya di sebabkan oleh
adenovirus tipe 3, kadang 4 dan 7. 14
Manifestasi klinik
Demam Faringokonjungtival ditandai oleh demam 38,3-40
⁰C, sakit tenggorokan, dan konjungtivitis folikuler pada satu atau
dua mata. Folikuler sering sangat mencolok pada kedua konjungtiva
dan pada mukosa faring. Mata merah dan berair mata sering terjadi,
dan kadang-kadang sedikit kekeruhan daerah subepitel. Yang khas
adalah limfadenopati preaurikuler (tidak nyeri tekan). 14
Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan spesifik. Konjungtivitisnya sembuh
sendiri, umumnya dalam sekitar 10 hari14
b. Konjugtivitis herpetik
Merupakan konjungtivitis yang disebabakn oleh virus herpes (seperti
herpes simplex, herpes zoster). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat sebagai
berikut Herpes zoster merupakan infeksi virus yang berulang, ini bisa
terjadi pada usia dewasa dan usia tua, laki-laki maupun perem puan, pada
musim apapun dan tidak membedakan ras. 50 persen dari virus hepes
zoster optalmicus, menunjukkan tanda-tanda konjungtivitis.
- konjungtivitis herpes simplex
Etiologi:
Virus herpes simplex, Herpes simplex merupakan kuman
patogen yang dapat menyebabkan dan penyebab utama terjadi
kebutaan di amerika, rentang 70-90 persen populasi menginveksi
pada usia 15 tahun, dan 97 persen pada usia 60 tahun. Meskipun
gejala dari herpes simplek subklinis, akan tetapi diagnosis
konjungtivitis akibat herpes simplex perlu dipikirkan pada setiap
terjadinya konjungtivitis akut.5
Manifestasi klinik
Konjungtivitis virus herpes simplex biasanya merupakan
penyakit anak kecil, adalah keadaan yang luar biasa yang ditandai
pelebaran pembuluh darah unilateral, iritasi, sekret mukoid, sakit, dan
fotofobia ringan. Pada kornea tampak lesi-lesi epithelial tersendiri yang
umumnya menyatu membentuk satu ulkus atau ulkus-ulkus epithelial
yang bercabang banyak (dendritik). Konjungtivitisnya folikuler. Vesikel
herpes kadang-kadang muncul di palpebra dan tepian palpebra, disertai
edema hebat pada palpebra. Khas terdapat sebuah nodus preaurikuler
yang terasa nyeri jika ditekan.
Gambar 8: konjungtivitis herpes simplek dengan keratitis
Diagnosis
Tidak ditemukan bakteri di dalam kerokan atau dalam biakan.
Jika konjungtivitisnya folikuler, reaksi radangnya terutama
mononuclear, namun jika pseudomembran, reaksinya terutama
polimorfonuklear akibat kemotaksis dari tempat nekrosis. Inklusi
intranuklear tampak dalam sel konjungtiva dan kornea14
Penatalaksanaan
Jika konjungtivitis terdapat pada anak di atas 1 tahun atau pada orang
dewasa, umunya sembuh sendiri dan mungkin tidak perlu terapi. Namun,
antivirus local maupun sistemik harus diberikan untuk mencegah
terkenanya kornea. Untuk ulkus kornea mungkin diperlukan debridemen
kornea dengan hati-hati yakni dengan mengusap ulkus dengan kain
kering, meneteskan obat antivirus, dan menutupkan mata selama 24 jam.
Antivirus topical sendiri harus diberikan 7 – 10 hari (trifluridine setiap 2
jam sewaktu bangun). Keratitis herpes dapat pula diobati dengan salep
acyclovir 3% lima kali sehari selama 10 hari atau dengan acyclovir oral,
400 mg lima kali sehari selama 7 hari. Penggunaan kortikosteroid
dikontraindikasikan, karena makin memperburuk infeksi herpes simplex
dan mengkonversi penyakit dari proses sembuh sendiri yang singkat
menjadi infeksi yang sangat panjang dan berat. 14
- Blefarokonjungtivitis Varicella-Zoster
Manifestasi klinik
Hyperemia dan konjungtivitis infiltrate disertai dengan erupsi
vesikuler khas sepanjang penyebaran dermatom nervus trigeminus
cabang oftalmika adalah khas herpes zoster. Konjungtivitisnya biasanya
papiler, namun pernah ditemukan folikel, pseudomembran, dan vesikel
temporer, yang kemudian berulserasi. Limfonodus preaurikuler yang
nyeri tekan terdapat pada awal penyakit. parut pada palpebra, entropion,
dan bulu mata salah arah adalah sekuele. 14
Laboratorium
Pada eksudat konjungtiva yang dipulas dengan Giemsa terdapat
banyak eosinofil dan granula eosinofilik bebas.14
Terapi
Penyakit ini sembuh sendiri tetapi medikasi yang dipakai
terhadap gejala hanya member hasil jangka pendek, berbahaya jika
dipakai untuk jangka panjang. Steroid sisremik, yang mengurangi rasa
gatal, hanya sedikit mempengharuhi penyakit kornea ini, dan efek
sampingnya (glaucoma, katarak, dan komplikasi lain) dapat sangat
merugikan. (Vaughan, 2015) Crmolyn topical adalah agen profilaktik
yang baik untuk kasus sedang sampai berat. Vasokonstriktor, kompres
dingin dan kompres es ada manfaatnya, dan tidur di tempat ber AC
sangat menyamankan pasien. Agaknya yang paling baik adalah pindah
ke tempat beriklim sejuk dan lembab. Pasien yang melakukan ini sangat
tertolong bahkan dapat sembuh total.14
- Konjungtivitis giant papil
Konjungtivitis giant papil sering terjadi pada orang-orang yang
menggunakan lensa kontak. Penggantian prostesis mata plastik
dengan kaca dan memakai kacamata bukan kontak lensa dapat
menyembuhkan. Jika lensa kontak masih digunakan perawatan lensa
kontak yang baik sangat diperlukan14
H. Diagnosis3
Diagnosis konjungtiva ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan
pemeriksaan laboratorium.
Pada pemeriksaan klinis didapatkan adanya hiperemi
konjungtiva,sekret atau getah mata,edema konjungtiva. Pemeriksaan
laboratorium ditemukannya kuman-kuman atau mikroorganisme dalam
sediaan langsung dari kerokan konjungtiva,juga sel radang polimorfonuklear
atau sel-sel radang mononuklear. Pada konjungtivitis karena jamur ditemukan
adanya hyfe, sedangkan pada konjungtivitis karena alergi ditemukan sel-sel
eosinofil.
I. Diagnosis Banding
J. Penatalaksanaan3
Pengobatan spesifik tergantung dari identifikasi penyebab. Dua
penyebab konjungtivitis bakteri akut adalah streptococcus pneumoni dan
Haemophyllus aegypticus.
Pada umumnya konjungtivitis karena bakteri dapat diobati dengan
sulfonamide ( Sulfacetamide 15%) atau antibiotik (Gentamycin 0.3%
Chloramphenicol 0.5%, Polimixin). Gentamycin dan Tobramycin sering
disertai hipersensitivitas lokal. Penggunaan Gentamycin yang tidak teratur dan
adekuat menyebabkan resistensi organisme Gram negatif.
Konjungtivitis karena jamur sangat jarang. Dapat diberi
Amphoterichin B 0.1% yang efektif untuk Aspergillus dan Candida.
Konjungtivitis karena virus, pengobatan terutama ditujukan untuk mencgah
terjadinya infeksi sekunder dengan antibiotik. Beberapa virus yang sering
menyebabkan konjungtivitis adalah Adenovirus type 3 dan 7 yang
mnyebabkan demam pharingokonjungtiva. Adenovirus 8 dan 19
menyebabkan epidemik keratokonjungtivitis. Enterovirus 70 menyebabkan
konjungtivitis hemoragi akut. Pengobatan dengan antivirus tidak efektik.
Pengobatan utama adalah suportif. Berikan kompres hangat atau dingin,
bersihkan sekret dan dapat memakai air mata buatan. Pemberian
kortikosteroid tidak dianjurkan untuk pemakaian rutin.
Pengobatan untuk alergi diobati dengan antihistamin ( Antazolin
0.5%,Naphazoline 0.05%)atau kortikosteroid ( dexamethason 0.1%)
K. Prognosis
Konjungtivitis bakteri akut hampir selalu sembuh sendiri tanpa
diobati, infeksi dapat berlangsung 10-14 hari, jika diobati dengan memadai
hanya berlangsung 1-3 hari. Kecuali konjungtvitis stafilokokus yang dapat
berlanjut menjadi blefarokonjungtivitis dan memasuki fase kronik dan
konjungtivitis gonokok yang jika tidak diobati dapat mengakibatkan perforasi
kornea. Konjungtivitis bakteri kronik mungkin tidak dapat sembuh sendiri dan
mungkin menjadi maalah yang menyulitkan 14
BAB IV
DISKUSI
1. Schwab IR, Dawson CR. 2000. Konjungtiva dalam: O ftalmologi Umum. Edisi 14.
Jakarta: Widya Medika.
2. Soewono W, Budiono S, Aminoe. 1994. Konjungtivitis Vernal dalam: Pedoman
Diagnosis dan Terapi Lab/U P F Ilmu Pe nyakit Mata. Surabaya: RSUD Dokter
Soetomo.
3. Ilyas, Sidharta. 2015. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta:Fakultas kedokteran Universitas
Indonesia
4. James Bruce, Chris Chew, Anthony Bron. 2006. O ftalmologi. Edisi kesembilan.
Jakarta : Erlangga
5. AOA (American Opthalmist Association). 2007. Care of the Patient with
Conjunctivitis. USA: AOA board of trustee
6. Bowling, Brad. Kanski’s Clinical Ophthalmology A Systematic Approach 8 th Edition.
Elsevier: Sydney, Australia. 2006. h 132
7. Lang, Gerhard K. Ophthalmology A Short Textbook. Thieme: New York. 2000. h 68
8. Riordan-Eva P. Anatomi dan embriologi mata. Dalam: Whitcher JP, Riordan-Eva P,
editors. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta: EGC; 2012. h 1-27,
107
9. Nordqvist, Christian. Infective Conjunctivitis (Pink Eye): Symptoms, Diagnosis and
Treatments. Medical News Today. Update: February 01, 2016, diakses tanggal 16 mei
2022 http://www.medicalnewstoday.com/articles/157671.php
10. Yeung, Karen K. Bacterial Conjunctivitis. Updated: Apr 18, 2017 . diakses tanggal
16 mei 2022 http://emedicine.medscape.com/article/1191730-overview#a1
11. Sitompul R. Konjungtivitis viral : Diagnosis dan Tatalaksana pada Pelayanan
Primer. 2017.
12. PERDAMI,. Ilmu Penyakit Mata Untuk dokter umum dan mahasiswa kedokteran.
Jakarta. 2002
13. Wijaya N. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 1983
14. Vaughan, Daniel G., Asbury Taylor, Riordan Eva-Paul. 2015. Ofthalmologi Umum.
Edisi 17.Jakarta:Widya Medika
15. AAFP. 2015. Gonococcal conjunctivitis. Available at:
http://www.dovemed.com/adult-gonococcal-conjunctivitis/ diakses tgl 16 mei 2022
16. Lee, et all. 2012. Gonococcal conjuntivitis. Available at
http://www.nature.com/eye/journal/v16/n5/full/6700112a.html di akses tanggal 16
mei 2022
17. Kemenkes. 2011.pedoman nasional infeksi menular seksual.direktorat jendral
pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan
18. Nauman, Med. 2014. Gonococcal conjunctivities in newborn. Available at
http://www.atlasophthalmology.com/atlas/photo.jsf diakses tanggal 16 mei 2022