You are on page 1of 28

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU JUNI 2022


KESEHATAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH MAKASSAR

SELULITIS ORBITA

Oleh:
Junaidi Lainadi, S.Ked.
105101101420

Pembimbing:
dr. Sitti Soraya Taufik, Sp.M, M.Kes

(Dibawakan dalam rangka tugas kepaniteraan klinik bagian ilmu Kesehatan


mata)

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS


MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2022
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan di bawah ini menerangkan bahwa:

Nama : Junaidi Lainadi

Judul Refarat : Selulitis Orbita

Telah menyelesaikan refarat dalam rangka Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu


Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan Universitas
Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Juni 2022

Pembimbing,

dr. Sitti Soraya Taufik., Sp.M., M.Kes

2
Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa

karena atas ijin dan rahmatNYA penulis dapat menyelesaikan penulisan referat ini.

Penulisan referat yang berjudul “Selulitis Orbita” ini dibuat dengan tujuan sebagai

salah satu syarat kelulusan dalam kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Kesehatan Mata.

Pada proses pembuatannya penulis memakai sumber referensi dari buku dan internet.

Penulis juga mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada dokter

pembimbing dr. Sitti Soraya Taufik, Sp.M, M.Kes. yang telah membimbing kami

untuk dapat menyelesaikan referat ini. Penulis sadar bahwa dalam pembuatan referat

ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik

disertai saran dari pembaca demi perbaikan dimasa yang akan datang. Penulis

berharap agar referat ini dapat bermanfaat dan memberikan sumbangan ilmu

pengetahuan bagi pihak yang memerlukan khususnya bagi penulis sendiri.

Makassar, Juni 2022

Penulis

3
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN 2

KATA PENGANTAR 3

DAFTAR ISI 4

PENDAHULUAN 5

A. DEFINISI 6

B. ANATOMI……...…………………………………………………………….7

C. ETIOLOGI…...…………………….…………………………………….......12

D. EPIDEMIOLOG………………….………………………………………….13

E. PATOFISIOLOGI 13

F. KLASIFIKASI 15

G. MANIFESTASI KLINIS 17

H. DIAGNOSIS 19

I. TATALAKSANA 20

DAFTAR PUSTAKA 27

4
SELULITIS ORBITA

(Junaidi Lainadi)

PENDAHULUAN

Selulitis orbita merupakan proses infeksi pada orbita yang jarang

terjadi,dengan gambaran klinis antara lain demam (lebih dari 75% kasus disertai

leukositosis), nyeri, penurunan visus, proptosis, kemosis, dan keterbatasan

pergerakan bola mata. Selulitis orbita juga dikaitkan dengan sejumlah komplikasi

serius lainnya seperti meningitis, sindroma apex orbita, dan sepsis. Lebih dari 90%

kasus selulitis orbita terjadi akibat kasus sekunder karena infeksi sinus paranasal

akut atau kronis terutama di sinus ethmoid, sehingga faktor predisposisi terutama

riwayat penyakit sinus atau riwayat operasi di sinus harus ditanyakan dan

dilakukan pemeriksaan ct-scan sinus paranasal. Faktor predisposisi selulitis

orbita lainnya adalah trauma okuli, riwayat operasi, dakriosistitis, sisa benda asing

di mata dan periorbita, infeksi gigi (odontogen), tumor orbita atau tumor

intraokuler, serta endoftalmitis.(1)

Infeksi selulitis orbita adalah suatu kegawat darurat dan membutuhkan

penanganan segera. Penyakit ini dapat mengancam jiwa dan pasien harus dirujuk

segera tanpa penundaan, dapat menyerang pada semua umur terutama pada anak-

anak. Oleh karena itu pengobatan penyakit ini bersifat urgensi. Pengobatan dengan

pemberian antibiotik sistemik dapat mengatasi infeksi bakteri penyebab.

keterlambatan pengobatan akan mengakibatkan progresifitas dari infeksi dan

timbulnya sindroma apeks orbita atau trombosis sinus kavernosus. Komplikasi yang

5
terjadi antara lain kebutaan, kelumpuhan saraf kranial, abses otak, dan bahkan dapat

terjadi kematian.(2)

A. DEFINISI

Selulitis orbita didefinisikan sebagai infeksi serius yang melibatkan otot dan

lemak yang terletak di dalam orbit. Hal ini juga kadang-kadang disebut sebagai

selulitis postseptal. Selulitis orbita tidak melibatkan bola mata itu sendiri. Meskipun

selulitis orbita dapat terjadi pada semua usia, hal ini lebih sering terjadi pada populasi

anak-anak. Organisme penyebab selulitis orbita umumnya bakteri tetapi juga dapat

polimikrobial, seringkali termasuk bakteri aerob dan anaerob dan bahkan jamur atau

mikobakteri. Organisme bakteri yang paling umum menyebabkan selulitis orbita

adalah spesies Staphylococcus aureus dan Streptococci. Kasus langka selulitis orbita

yang disebabkan oleh anaerob yang tidak membentuk spora Aeromonas hydrophila,

Pseudomonas aeruginosa, dan Eikenella corrodens juga telah dilaporkan. Patogen

jamur yang menyebabkan selulitis orbital invasif termasuk Mucorales yang

menyebabkan mucormycosis dan Aspergillus yang dapat menyebabkan infeksi orbital

invasif yang mengancam jiwa. Pada pasien immunocompromised dengan selulitis

orbita, mucormycosis dan aspergillosis invasif harus dipertimbangkan sebagai

penyebab selulitis orbita. Mucormycosis mempengaruhi pasien dengan ketoasidosis

diabetik serta pasien dengan asidosis ginjal. Infeksi Aspergillus pada orbita terjadi

pada pasien dengan neutropenia berat atau defisiensi imun lainnya, seperti infeksi

HIV. Penyebab lain yang jarang dilaporkan dari selulitis orbita adalah mikobakteri,

terutama Mycobacterium tuberculosis.(3)

6
B. ANATOMI

1. Palbebra

Palpebra merupakan pelindung bola mata. Secara anatomis, palpebra superior

dan inferior mempunyai beberapa perbedaan, walaupun terdapat analogi unruk

lapisan tertentu. Beberapa lapisan yang Menyusun dari anterior ke posterior adalah

kulit, jaringan subkutis, otot protaktor, septum orbita, lemak, otot retractor, tarsus dan

konjungtiva.(10)

Kulit, jaringan subkutis dan otot protractor disebut lamella anterior. Septum

orbita disebut lamella media, sedangkan tarsus dan konjungtiva disebut lamella

posterior.(10)

Gambar 1. Anatomi palpebra.(11)

7
2. Orbita

Tulan-tulang yang Menyusun rongga orbita membentuk bangunan seperti

pyramid bersisi 4, dengan dasar menghadap anterior.

a. Atap orbita

Berbentuk segitiga dan dibentuk oleh os frontalis dan ala parva os

sfenoidalis. Pada bagian anterolateral terdapat fossa lakrimalis, dan pada 5

mm posterior dari rima orbita medial terdapat fossa trokhlearis.

b. Dinding lateral

Os zigomatikus dan ala magna os sfenoidalis membentuk dinding lateral

orbita. Ala magna os sfenoidalis dipisahkan dari atap orbita oleh fisura

orbitalis superior dan dari dasar orbita oleh fisura orbitalis inferior. Dinding

lateral ini merupakan dinding orbita paling tebal dan kuat.

c. Dasar orbita

Dasar orbita dibentuk oleh os zigomatikus, os maksillaris serta Sebagian os

palatinus, dan menyusun bagian atas sinus maxillaris. Dinding bagian dasar

ini merupakan yang paling tipis.

d. Dinding medial

Dibentuk oleh os ethmoidalis, os frontalis, os lakrimalis dan os sfenoidalis.

Pada bagian medial ini terdapat fossa lakrimalis yang merupaka tempat sakus

lakrimalis.(10)

8
Gambar 2. Rongga orbita

3. Pembungkus bola mata

Pembungkus bola mata terdiri dari tiga struktur yaitu, konjungtiva, sklera dan

kornea.

a. Konjungtiva

Lapisan membrane mukosa tipis dan transparan yang melapisi kelopak mata

bagian dalam, dimulai dari taut mukokutaneus kemudian melapisi permukaan

luar bola mata hingga mencapai korneasklera.

Secara anatomis, konjungtiva dibagi menjadi, konjungtiva palpebra,

konjungtiva fornices superior dan inferior dan konjungtiva bulbi.

Gambar 3. Anatomi Konjungtiva.(11)

9
b. Sklera

Merupakan pembungkus luar bola mata yang opak, kuat tetapi elastis, dan

melapisi bola mata dimulai dari kornea di anterior sampai saraf optic di

posterior. Fungsi sklera memberikan perlindungan terhadap isi bola mata,

menstabilkan tekanan intraocular, dan tempat insersi otot bola mata.

Gambar 4. Anatomi dan Histologi Sklera.

c. Kornea

Kornea merupakan jaringan transparan serta avascular dibagian tengahnya,

dan merupakan organ refraksi kuat yang membelokan sinar masuk ke dalam

mata. Secara mikroskopis, lapisan histologi kornea dapat dibagi menjadi lima

lapisan yaitu lapisan epitel, membrana bowman, lapisan stoma, lapisan

membrana descment dan lapisan endotel.(10)

4. Uvea

Traktus uvealis adalah kompartemen vascular utama pada mata yang terdiri

dari tiga bagian yaitu, iris, badan siliar dan koroid.

10
Traktus uvealis melekat erat hanya pada 3 tempat di sklera. Traktus uvealis

sebelah anterior mendapat perdarahan dari arteri siliaris longus posterior, sedangkan

di sebelah posterior dari beberapa arteri siliaris posterior yang masuk ke koroid

disekitar saraf optic.(10)

5. Humor akuos

Cairan yang mengisi bilik mata depan dan belakang bulbus okuli. Fungsi

humor aquos adalah mempertahankan struktur bola mata, sebagai medium transparan

penunjang system optic, serta pemberi nutrisi bagi kornea dan lensa yang merupakan

organ avascular.(10)

6. Lensa

Lensa kristalin merupakan organ penglihatan yang berfungsi memfokuskan

cahaya yang masuk ke mata agar sampai ke macula. Dan lensa teletak dibelakang iris,

digantung oleh zonula zinn ke badan siliar.(10)

7. Vitreus

Merupakan media optic gelatinosa avascular dan jernih, yang memiliki peran

penting dalam mempertahankan integritas stuktural bola mata, memberi nutrisi, serta

dalam metabolism jaringan intraocular karena cairan ini menjadi jalur untuk

metabolit yang digunakan lensa, badan siliar, serta retina.(10)

8. Retina

11
Retina adalah lembaran transparan tipis jaringan saraf yang melapisi

permukaan dalam 2/3-3/4 bagian posterior bola mata, kecuali pada area diskus optic.

Retina terdiri atas 10 lapisan, dengan lapisan sebelah “dalam” yaitu retina

neurosensorik, dan lapisan sebelah “luar” yaitu lapisan epitel pigmen retina.

Berikut ini 10 lapisan retina dari luar kedalam:

a) Epitel pigmen retina.

b) Segmen dalam

c) Membrane limitans eksterna

d) Lapisan inti luar sel fotoreseptor.

e) Lapisan pleksiform luar.

f) Lapisan initi dalam.

g) Lapisan pleksiform dalam.

h) Lapisan sel ganglion.

i) Lapisan serabut saraf.

j) Membrane limitan interna.(10)

C. ETIOLIGI

Penyebab paling umum dari selulitis orbital adalah rinosinusitis bakteri.

Penyebab potensial lainnya termasuk infeksi pada gigi, telinga tengah, atau wajah,

dakriosistitis, trauma orbital dengan fraktur atau benda asing, operasi mata seperti

operasi strabismus, blepharoplasty, keratotomi radial dan operasi retina,Anestesi

peribulbar,Mucocele yang terinfeksi yang mengikis ke dalam orbit,Defisiensi imun.(3)

12
Trauma mungkin merupakan penyebab masuknya bahan tercemar kedalam

orbita melalui kulit atau sinus-sinus paranasal. Di zaman praantibiotik, selulittis

orbita sering menyebabkan kebutaan dan kematian akibat trombosis sinus kavernosus

septik. Orbita dikelilingi oleh sinus sinus paranasal dan sebagian drainasi dari vena

sinus sinus tersebut berjalan melalui orbita. Sebagian besar kasus selulitis orbita

timbul kibat perluasan sinusistis melalui tulang tulang ethmoid yang tipis. Organisme

yang biasa menjadi penyebab aalah organisme yang sering itemukan di dalam sinus:

Haemophilus influenzae, streptococcus pneumoniae, streptokokus lainnya dan

stafilokokus. Inflamasi akut septum orbital posterior biasanya peradangan berasal dari

jaringan sekitarnya. Lebih dari 60% dari 12 semua kasus(setinggi 84% pada anak-

anak) dapat diklasifikasikan sebagai berasal disinus, terutama sel-sel sinus etmoidalis

dan sinus frontal. Pada bayi, radang kuman gigi mungkin menjadi penyebabnya.

Jarang disebabkan oleh furunkel wajah, erisipelas, hordeolum, panophthalmitis,

cederaorbital, dansepsis. 9 Penyakit ini disebabkan oleh bakteri infeksi, bakteri yang

paling umum adalah staphylococci, streptokokus, dan Spesies Haemophilus.

D. EPIDEMILOGI

Selulitis orbita umumnya terlihat pada anak kecil. Hal ini terlihat lebih sedikit

pada anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa. Epidemiologi selulitis orbital

kemungkinan telah berkembang karena munculnya Staphylococcus aureus (MRSA)

yang resisten terhadap methicillin dan adopsi vaksinasi konjugat pneumokokus.

Dengan tidak adanya pedoman yang diterbitkan, manajemen sangat bervariasi. Kami

mengkarakterisasi epidemiologi dan manajemen selama periode 11 tahun.(4)

13
E. PATOFISIOLOGI

Kakunya struktur tulang orbita menyebabkan lubang anterior menjadi satu-

satunya tempat ekspansi. Setiap penambahan isi orbita yang terjadi di samping atau

belakang bola mata akan mendorong organ tersebut ke depan, hal ini disebut dengan

proptosis. Penonjolan bola mata adalah tanda utama penyakit orbita. Proptosis dapat

disebabkan lesi-lesi ekspansif yang dapat bersifat jinak atau ganas, berasal dari

tulang, otot, saraf, pembuluh darah, atau jaringan ikat. Selain itu dapat juga terjadi

proptosis tanpa adanya penyakit orbita. Hal ini disebut dengan pseudoproptosis.

Pseudoproptosis dapat terjadi pada miopia tinggi, buftalmos, dan retraksi kelopak

mata. Proptosis sendiri tidak menimbulkan cedera kecuali membuat kelopak mata

tidak bisa ditutup, akan tetapi penyebab proptosis itu sendiri seringkali berbahaya.

Posisi mata ditentukan oleh lokasi massa. Ekspansi di dalam kerucut otot mendorong

mata lurus ke depan(proptosis aksialis), sedangkan massa yang tumbuh di luar

kerucut otot mendorong mata ke samping atau vertikal menjauhi masa

tersebut(proptosis non aksialis). Kelainan bilateral umumnya mengindikasikan

adanya penyakit sistemik misalanya penyakit graves. Istilah eksoftalmos sering

dipakai untuk menggambarkan proptosis pada graves. Proptosis pulsatil dapat

disebabkan oleh fistula karotiko kavernosa, malformasi pembuluh darah arteri orbita,

atau transmisi denyut otak akibat tidak adanya atap orbita superior. Proptosis yang

bertambah dengan penekukan kepala ke depan atau dengan perasat valsava

merupakan suatu tanda adanya malformasi vena orbita atau meningokel. Pada

perubahan posisi bola mata, terutama apabila terjadi dengan cepat, mungkin timbul

14
interferensi mekanis terhadap gerakan bola mata yang cukup untuk membatasi

pergerakan mata dan diplopia. Dapat timbul nyeri akibat ekspansi cepat, peradangan,

atau infiltrasi pada saraf sensoris. Penglihatan biasanya tidak terpengaruh di awal

ekcuali bila lesi berasal dari n. optikus atau langsung menekan saraf tersebut.(5)

Tanda lainnya dapat berupa edema kelopak mata dan periorbital, diskolorisasi

kulit, ptosis, kemosis, dan injeksi epibulbar. Selain itu dapat juga terjadi perubahan

fundus seperti pembengkakan cakram optik, atrofi optik, kolateral optikosiliaris, dan

lipatan koroid. Rinosinusitis, terutama ethmoiditis, adalah yang paling sering sebagai

faktor predisposisi umum untuk selulitis orbital anak.Namun selulitis orbital bisa juga

disebabkan dari perluasan infeksi mata eksternal seperti sebuah hordeolum atau

dakriosistitis/Dakrioadenitis (infeksi pada sistemlakrimal), infeksi saluran pernapasan

atas,absesgigi, luka superfisial pada kulit,gigitan serangga, impetigo,jerawat, eksim,

operasiperiokular, atau penetrasi langsung pada trauma orbita; daninfeksi secara

hematogen. Secara umum gambaran patologis selulitis orbital mirip dengan inflamasi

supuratif tubuh, kecuali bahwa: (5)

1. Karena tidak adanya sistem limfatik sebagi sebuah sistem agen pertahanan

lokal fagositosis disediakan oleh reticular orbital jaringan

2. Karena kompartemen keras, peningkatan tekanan yang disebabkan perluasan

penyebaran virulensi infeksi penyebab awal dan nekrotik luasdari jaringan

3. Dalam kebanyakan kasus penyebaran infeksi sebagai tromboflebitis dari

struktur sekitarnya, dapat menyebar secara cepat dengan nekrosis yang luas.

15
Penyebab utama selulitis adalah infeksi bakteri. Infeksi bakteri pada jaringan

orbita dan periorbita berasal dari 3 sumber primer yaitu penyebaran langsung dari

sinusitis atau dakriosistitis, trauma atau infeksi kulit, dan penyebaran bakteremia dari

lokasi yang lebih jauh seperti otitis media, pneumonia.(5)

F. KLASIFIKASI

Inflamasi Orbita

Penyakit inflamasi pada orbita dapat diklasifikasikan menjadi:

1. Inflamasi orbita akut dan inflamasi terkait

a Selulitis preseptal

b Selulitis orbita dan abses intraorbital

c Osteoperiostitis orbita

d Tromboflebitis orbita

e Tenonitis

f Trombosis sinus kavernosus

2. Inflamasi orbita kronik

a. Inflamasi spesifik

 Tuberkulosis.

 Sifilis.

 Actinomikosis.

16
 Mukormikosis.

 Infestasi parasite.

b. Inflamasi non spesifik.

 Penyakit inflamasi orbital idiopatik

 Sindroma tolosa hunt

 Periostitis orbital kroni.(6)

G. MANIFESTASI KLINIS

Edema palpebral, eritema, dan inflamasi berat mungkin terjadi. Biasanya

melibatkan bola mata. Reaksi pupil, ketajaman pengelihatan, dan motilitas ocular

tidak terganggu. Rasa nyeri pada pergerakan bola mata dan kemosis tidak ditemukan.

Pasien dapat febris atau subfebris, dan pasien dapat mengeluhkan nyeri, konjuntivitis,

epifora, dan kaburnya pandangan. Tanda dari preseptal selulitis adalah eritem dan

edema periorbital, terkadang karena terlalu berat pasien tidak dapat membuka mata

secara volunteer.(7)

Gejala yang dapat ditimbulkan adalah palpebral bengkak dan kemerahan yang

unilateral dan tenderness. Tanda yang muncul antara lain:

1. Keadaan umum pasien baik, dapat disertai demam ringan.

2. Edema palpebral ( dapat disertai ptosis).

3. Skin tenderness.

4. Eritema.

17
5. Perabaan hangat.

6. Kemosis dapat menyertai.

7. Foul-smelling discharge, crepitus, atau nekrosis dapat mengindikasikan

organisme anaerob.

8. Infeksi Hemophilus biasanya non purulent, dengan perubahan warna ungu

kebiruan pada kelopak mata.

9. Erysipelas.

Gejala utama yang didapatkan pada selulitis orbita berupa pembengkakan

pada mata yang biasa bersifat unilateral dan nyeri hebat yang meningkat dengan

pergerakan bola mata atau adanya tekanan. Gejala yang lain yang bisa didapat antara

lain demam, mual, muntah,dan kadang-kadang kehilangan penglihatan. Kadang

pasien mengeluh tidak bisa membuka mata untuk melihat gerakan mata yang terbatas.

Biasanya ada Riwayat sinusitis akut atau infeksi saluran pernapasan atas pada hari-

hari sebelum terjadi edema kelopak mata. Gejala dapat berkembang dengan cepat,dan

dengan demikian, diagnosis dan pengobatan cepat adalah hal yang terpenting.

Tanda-tanda selulitis orbita yang didapat kan pada pemeriksaan fisis dan

oftalmologi adalah:

1. Ditandai dengan adanya pembengkakan yang menutup bola mata dengan

karakteristik kekerasan seperti papan dan kemerahan

18
2. ditemukan adanya chemosis konjungtiva, yang menonjoldan menjadi kering atau

nekrotik.

3. Bola mataproptosis.

4. gerakan bola mata terbatas

5. Pemeriksaan fundus dapat menunjukkan adanya kongesti vena retina dan tanda-

tanda papillitis atau edema papil.

6. Penurunan visus, gangguan pengelihatan warna.(7)

H. DIAGNOSIS

Diagnosis selulitis orbital harus selalu dimulai dengan pemeriksaan fisik

mencari temuan klinis selulitis orbital tetapi juga untuk komplikasi yang serius.

Penting bagi dokter mata untuk mengevaluasi pasien dengan dugaan selulitis orbital

untuk pergerakan ekstraokular, ketajaman visual, dan untuk menilai proptosis. Selain

itu, otolaryngologist harus dikonsultasikan untuk evaluasi pasien dengan rinosinusitis

yang luas.(8)

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain:

1 Kultur bakteri dari usap nasal dan konjungitva dan spesimen darah.

2 Pemeriksaan darah perifer lengkap.

3 X-Ray PNS untuk mendeteksi adanya sinusitis terkait.

19
4 USG orbital untuk mendeteksi adanya abses intraorbital.

5 CT scan dan MRI untuk:

a. Membedakan selulitits preseptal dan post septal.

b. Mendeteksi abses subperiosteal dan abses orbital.

c. Mendeteksi ekstensi intracranial.

d. Menentukan kapan dan darimana dilakukan drainase abses orbital.

6 Punksi lumbal bila terdapat tanda- tanda keterlibatan meningel dan serebral.
(9)

I. TATALAKSANA

Selulitis orbita tanpa komplikasi dapat diobati dengan antibiotik saja. Rejimen

pengobatan biasanya empiris dan dirancang untuk mengatasi patogen yang paling

umum seperti yang dijelaskan di atas karena hasil kultur yang andal sulit diperoleh

tanpa adanya intervensi bedah. Untuk pasien dengan selulitis orbita tanpa komplikasi,

disarankan agar antibiotik dilanjutkan sampai semua tanda selulitis orbita hilang.

Durasi terapi antibiotik berkisar dari total minimal 2 sampai 3 minggu. Untuk pasien

dengan sinusitis ethmoid yang parah dan destruksi tulang pada sinus, periode yang

lebih lama, minimal 4 minggu dianjurkan.(8)

Regimen antibiotik yang tepat untuk pengobatan empiris pada pasien dengan

fungsi ginjal normal meliputi:

Terapi Intravena (IV)

20
Vankomisin

Untuk cakupan MRSA.

 Anak-anak: 40 sampai 60 mg/kg per hari IV dibagi menjadi 3 atau 4 dosis;

Dosis harian maksimum 4 g

 Dewasa: 15 hingga 20 mg/kg per hari IV setiap 8 hingga 12 jam; Maksimum

2 g untuk setiap dosis

Ditambah salah satu dari berikut ini:

Seftriakson

 Anak-anak: 50 mg/kg per dosis IV sekali atau dua kali sehari (dosis yang

lebih tinggi harus digunakan jika diduga perluasan intrakranial); Dosis harian

maksimum 4 g per hari

 Dewasa: 2 g IV per hari (2 g IV setiap 12 jam jika diduga perluasan

intrakranial)

Sefotaksim

 Anak-anak: 150 hingga 200 mg/kg per hari dalam 3 dosis; Dosis harian

maksimum 12 g

 Dewasa: 2 g IV setiap 4 jam

Ampisilin-sulbaktam

21
 Anak-anak: 300 mg/kg per hari dalam 4 dosis terbagi; Dosis harian

maksimum 8 g komponen ampisilin

 Dewasa: 3 g IV setiap 6 jam kombinasi ampisilin-sulbaktam.

Piperacillin-tazobactam

 Anak-anak: 240 mg/kg per hari dalam 3 dosis terbagi; Dosis harian

maksimum 16 g komponen piperasilin.

 Dewasa: 4,5 g IV setiap 6 jam dari kombinasi piperacillin-tazobactam.

Metronidazol

Harus ditambahkan untuk menyertakan cakupan untuk anaerob.

 Dewasa: 500 mg IV atau per oral setiap 8 jam

 Anak-anak: 30 mg/kg per hari IV atau oral dalam dosis terbagi setiap 6 jam

Agen lain yang menutupi infeksi MRSA adalah daptomycin, linezolid, dan

telavancin; namun, ada sedikit pengalaman menggunakannya untuk infeksi orbital

atau intrakranial. Dengan tidak adanya kontraindikasi seperti alergi, vankomisin

adalah agen pilihan untuk cakupan MRSA selulitis orbital. Linezolid tidak

direkomendasikan untuk anak-anak dengan infeksi SSP karena konsentrasinya di SSP

tidak konsisten pada anak-anak.(8)

Dalam kasus alergi terhadap penisilin dan/atau sefalosporin, pengobatan

dengan kombinasi vankomisin ditambah:

22
Ciprofloxacin

 Dewasa: 400 mg IV dua kali sehari atau 500 hingga 750 mg secara oral dua

kali sehari.

 Anak-anak: 20 sampai 30 mg/kg per hari dibagi setiap 12 jam; Dosis

maksimum 1,5 g per oral setiap hari atau 800 mg IV setiap hari.

Levofloksasin

 Dewasa: 500 hingga 750 mg IV atau per oral setiap hari.

 Anak-anak 5 tahun atau lebih: 10 mg/kg per dosis setiap 24 jam; Dosis harian

maksimum 500 mg.

 Bayi 6 bulan atau lebih dan anak-anak 5 tahun atau lebih muda: 10 mg/kg per

dosis setiap 12 jam.(8)

Terapi Oral

Tidak ada uji coba terkontrol untuk menentukan durasi ideal terapi

antimikroba pada selulitis orbital atau kapan harus beralih ke pengobatan oral dari

intravena. Untuk selulitis orbita tanpa komplikasi dengan respon yang baik terhadap

antibiotik IV, masuk akal untuk beralih ke terapi oral. Jika pasien tetap tidak demam

dan temuan kelopak mata dan orbita sudah mulai sembuh secara substansial, yang

biasanya memakan waktu tiga sampai lima hari, maka penggantian ke antibiotik oral

diperlukan. Jika data kultur definitif tersedia, terapi oral harus ditujukan terhadap

23
organisme yang menginfeksi. Bila tidak ada data kultur definitif, rejimen oral empiris

yang sesuai meliputi.(8)

Klindamisin(sendiri)

 Dewasa: 300 mg Q8H.

 Anak-anak: 30-40 mg/kg per hari dalam 3 hingga 4 dosis terbagi rata, tidak

melebihi 1,8 g per hari.

Clindamycin atau Trimethoprim-Sulfamethoxazole

 Dewasa: 1 hingga 2 tablet DS setiap 12 jam.

 Anak-anak: 10 hingga 12 mg/kg per hari komponen trimetoprim dibagi setiap

12 jam.

Ditambah salah satu dari berikut ini:

Amoksisilin

 Dewasa: 875 mg per oral setiap 12 jam.

 Anak-anak: 45 mg/kg per hari dalam dosis terbagi setiap 12 jam atau 80

hingga 100 mg/kg per hari dalam dosis terbagi setiap 8 jam; Dosis maksimum

500 mg per dosis.

Amoksisilin-klavulanat

 Dewasa: 875 mg setiap 12 jam.

24
 Anak-anak: 40 hingga 45 mg/kg per hari dalam dosis terbagi setiap 8 hingga

12 jam atau 90 mg/kg per hari dibagi setiap 12 jam (suspensi 600 mg/5 mL).

Sefpodoksim

 Dewasa: 400 mg setiap 12 jam.

 Anak-anak: 10 mg/kg per hari dibagi setiap 12 jam, tidak melebihi 200 mg per

dosis.

Cefdinir

 Dewasa: 300 mg dua kali sehari.

 Anak-anak: 7 mg/kg dua kali sehari, tidak melebihi 600 mg per hari.

OPERASI

Pembedahan hampir selalu diindikasikan pada pasien dengan perluasan

infeksi intrakranial. Indikasi lain untuk pembedahan adalah buruk atau kegagalan

untuk menanggapi terapi antibiotik, memburuknya ketajaman visual atau perubahan

pupil, atau bukti abses, terutama abses besar, lebih besar dari 10 mm diameter.(8)

Abses yang lebih kecil dapat diikuti secara klinis dan dengan pencitraan

berulang kecuali gangguan penglihatan menjadi perhatian. Jika baik temuan klinis

atau CT scan tidak menunjukkan perbaikan dalam waktu 24 sampai 48 jam, drainase

bedah biasanya diindikasikan. Pembedahan juga dapat diindikasikan untuk

mendapatkan bahan kultur, misalnya, pada pasien dengan dugaan infeksi jamur atau

25
mikobakteri orbita. Pendekatan eksternal (melalui orbit) dan operasi transcaruncular

endoskopik dapat digunakan.(8)

KESIMPULAN

Selulitis orbita adalah infeksi aktif jaringan lunak orbita yang terletak

posterior dari septum orbita. Lebihdari 90% kasus selulitis orbita terjadi akibat kasus

sekunder karena sinusitis bakterial akut atau kronis. Gambaran klinisnya antara lain

demam (lebih dari 75% kasus disertai lekositosis), proptosis, kemosis, hambatan

pergerakan bola mata dan nyeri pergerakan bola mata. Keterlambatan pengobatan

akan mengakibatkan progresifitas dari infeksi dan timbulnya sindroma apeks orbita

26
atau trombosis sinus kavernosus. Komplikasi yang terjadi antara lain kebutaan,

kelumpuhan saraf kranial, abses otak, dan bahkan dapat terjadi kematian.

Untuk pasien dengan selulitis orbita tanpa komplikasi, disarankan agar

antibiotik dilanjutkan sampai semua tanda selulitis orbita hilang. Durasi terapi

antibiotik berkisar dari total minimal 2 sampai 3 minggu.

DAFTAR PUSTAKA

1. Liyanti, R., Sukmawati, G., & Vitresia, H. 2020. Orbital Cellulitis. Jurnal


Kesehatan Andalas.
2. Alexander M, Eva, 2016. Selulitis Orbita, Yogyakarta.
3. Danishyar A, Sergent SR. 2021. Orbital Cellulitis. In: StatPearls Publishing,
Treasure Island.

27
4. Brenda I Anosike, Veena Ganapathy. 2022. Epidemiology and Management
of Orbital Cellulitis in Children, Journal of the Pediatric Infectious Diseases
Society.
5. Schlossberg D. 2015. Clinical infectious disease. 2nd Ed. United Kingdom:
Cambridge University.
6. Khurana AK. 2007. Comprehensive Ophthalmology. 4th ed. New age
international.
7. Bartlett JD, Jaanus SD. 2008. Clinical ocular pharmacology. 5th Ed. Boston:
Butterworth-Heinemann.
8. Tzelnick S, Soudry E, Raveh E, Gilony D. 2019. Recurrent periorbital
cellulitis associated with rhinosinusitis in children: Characteristics, course of
disease, and management paradigm. Int J Pediatr Otorhinolaryngol.
9. Basraoui D, Elhajjami A, Jalal H. 2018. Imaging of orbital cellulitis in
children: about 56 cases.
10. Rita S Sitorus, Sitompul R dkk. 2017. Buku Ajar Optalmologi ed. 1. FKUI.
Jakarta.
11. Frank H. Netter, MD. 2016. Atlas Anatomi Manusia Edisi 6. Elsevier.
Singapore.

28

You might also like