Professional Documents
Culture Documents
Makalah Konseling Pesantren Dan Madrasah
Makalah Konseling Pesantren Dan Madrasah
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Konseling Pesantren dan madrasah
Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik serta
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul ini dengan baik.
Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta yakni Nabi Muhammad
SAW.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari mata kuliah
Koseling Pesantren dan Madrasah. Selain itu makalah ini dibuat untuk menambah wawasan
tentang “Konsep Dasar Madrasah” bagi pembaca dan penulis.
Kami ucapkan terimakasih kepada Bu Meilina Purwandaro Rahmi, M.Pd selaku dosen
pengampu mata kuliah Konseling Pesantren dan Madrasah yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami menyadari makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan dalam kesempurnaan makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan ............................................................................................... 17
B. Saran ......................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 18
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam di Indonesia telah muncul dan berkembang
seiring dengan masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia. Madrasah tersebut telah mengalami
perkembangan jenjang dan jenisnya seirama dengan perkembangan dan tuntutan zaman sehingga
telah mengubah pendidikan dari bentuk awal seperti pengajian di rumah-rumah, mushalla, dan
masjid menjadi Iembaga pendidikan formal sekola seperti bentuk madrasah yang kita kenal saat
ini.
Madrasah sebagai sekolah umum berciri khas agama Islam mempunyai peran amat
strategis dalam kerangka peningkatan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Peran
strategis ini, menurut Hafid Abbas dikarenakan Indonesia sebagai negara keempat berpenduduk
terbesar di dunia yang memiliki jumlah umat Islam terbesar di dunia. Mereka ini memerlukan
Iayanan pendidikan dan pengajaran yang berkualitas dan berciri khas IsIam.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Madrasah?
2. Bagaimana sejarah perkembangan Madrasah?
3. Apa saja model-model Madrasah?
4. Apa perbedaan Madrasah dan Sekolah Umum?
1
Fenti Hikmawati, Bimbingan Konseling, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011), hlm. 64.
1
5. Bagaimana peluang pengembangan konseling khas Madrasah?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian Madrasah.
2. Untuk mengetahui dan memahami sejarah perkembangan Madrasah.
3. Untuk mengetahui dan memahami model-model Madrasah.
4. Untuk mengetahui dan memahami perbedaan Madrasah dan Sekolah Umum.
5. Untuk mengetahui dan memahami peluang pengembangan konseling khas
Madrasah.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Madrasah
Madrasah secara harfiah berasal dari Bahasa Arab yang artinya sama atau setara dengan
kata Indonesia "sekolah" (school).2 Secara harfiyah madrasah bisa diartikan dengan sekolah,
karena secara teknis keduanya memiliki kesamaan, yaitu sebagai tempat berlangsungnya proses
belajar- mengajar secara formal. Namun demikian Karel Steenbrink membedakan madrasah dan
sekolah karena keduanya mempunyai ciri khas yang berbeda. Madrasah memilki kurikulum,
metode dan cara mengajar sendiri yang berbeda dengan sekolah. Madrasah sangat menonjol nilai
religiulitas masyarakatnya.Sementara sekolah merupakan lembaga pendidikan umum dengan
pelajaran universal dan terpengaruh iklim pencerahan Barat.3
Madrasah berasal dari akar kata darrasa, yaitu belajar, sedangkan madrasah berarti tempat
belajar atau sekolah formal. Madrasah menurut orang awam adalah lembaga pendidikan tingkat
dasar dan menengah yang mengajarkan agama Islam saja, perpaduan antara ilmu agama Islam dan
ilmu umum, maupun ilmu berbasis ajaran Islam.4
Madrasah dalam bentuk yang kita kenal saat ini memiliki konotasi spesifik, di mana anak
memperoleh pembelajaran agama. Madrasah inilah yang tadinya disebut pendidikan keagamaan
dalam bentuk belajar mengaji Al- Qur'an, kemudian ditambah dengan pelajaran ibadah praktis,
terus kepengajaran tauhid, hadis, tafsir, tarik Islam dan Bahasa Arab. Kemudian masuk pula
pelajaran umum dan keterampilan.5
2
Depag RI, Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional, Paradigma Baru (Jakarta, Dirjen Agama Islam, 2005) hlm.
62.
3
Karel A. Steenbrink, Pesantren, Madrasah, sekolah (Jakarta : LP3ES, 1991)Karel A. Steenbrink, Op.Cit., hlm. 46.
4
Abudin Nata, Sejarah Sosial Intelektual Islam Dan Institusi Pendidikannya, (Jakarta: Rajawali Press, 20-21), h.204.
5
Maksum Mukhtar, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001), hlm. 66.
3
keislaman.6 Kemunculan dan perkembangan madrasah tidak bisa dilepaskan dari gerakan
pembaharuan Islam yang diawali oleh usaha sejumlah tokoh intelektual agama kemudian
dikembangkan oleh organisasi-organisasi Islam baik di Jawa, Sumatra, maupun Kalimantan.7
Misi penjajahan Belanda tidak hanya dilakukan lewat ekonomi tetapi juga dilakukan lewat
pendekatan pendidikan. Lembaga pendidikan dianggap sebagai sarana yang paling efektif baik
jangka pendek maupun jangka panjang. Madrasah yang seperti kebanyakan lembaga pendidikan
modern lainnya, masuk pada sistem pendidikan di Indonesia pada awal abad ke 20-an, ini
dimaksudkan sebagai upaya menggabungkan hal-hal yang fositif daripendidikan pesantren dan
sekolah.8
Setelah Belanda angkat kaki dari bumi Indonesia, maka muncul pergerakana Jepang.
Jepang tidak begitu ketatnya terhadap pendidikan madrasah, kesetaraan pendidikan penduduk
pribumi, sama dengan penduduk atau anak penguasa, bahkan Jepang banyak mengajarkan ilmu-
ilmu bela diri kepada pemuda Indonesia. Pada masa penjajahan Jepang banyak berdirinya
lembaga-lembaga pendidikan Islam termasuk madrasah tempat anak-anak belajar agama dan
mengaji.9
Lembaga pendidikan madrasah ini secara berangsur-angsur diterima sebagai salah satu
institusi pendidikan Islam yang juga berperan dalam perkembangan peningkatan mutu pendidikan
di Indonesia.11 Dari keterangan di atas menarik untuk dicatat bahwa salah satu karakteristik
madrasah yang cukup penting di Indonesia pada awal pertumbuhannya ialah bahwa di dalamnya
6
P Simanjuntak, Perkembangan Pendidikan di Indonesia, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
1972/1973), hlm. 24.
7
Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia, 1990-1942, (Jakarta, LP3ES, 1995), hlm. 7.
8
Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004), hlm. 31.
9
Ibid
10
Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta:Bumi Aksara, 1997) hlm. 45
11
Depag RI, Desain Pengembangan Madrasah (Jakarta: Dirjen Binbaga, 2004) hlm. 6
4
tidak ada komplik atau upaya mempertentangkan ilmu-ilmu agama dengan ilmu-ilmu umum.
Komplik hanya biasa terjadi antara satu organisasi keagamaan dengan organisasi keagamaan lain
yang memiliki faham keagamaan yang berbeda, dan mereka sama-sama mendirikan madrasah,
misalnya NU, Muhammadiyah, Persis dan lain-lain,memiliki madrasahnya sendiri-sendiri untuk
mensosialisasikan dan mengembangkan faham keagamaan mereka masing-masing.Madrasah di
Indonesia secara historis memiliki karakter yang sangat merakyat. Sesui dengan historis bahwa
kebanyakan madrasah di Indonesia pada mulanya tumbuh dan berkembang atas inisiatif tokoh
masyarakat yang peduli, terutama para ulama yang membawa gagasan pembaharuan pendidikan,
setelah mereka kembali dari menuntut ilmu di Timur Tengah. Dana pembangunan dan
pendidikannya pun berasal dari swadaya masyarakat.Karena inisiatif dan dananya didukung oleh
masyarakat, maka masyarakat sendiri diuntungkan secara ekonomis, artinya mereka dapat
memasukkan anak- anak mereka ke madrasah dengan biaya ringan.12
Sejak awal diterapkannya sistem madrasah di Indonesia pada awal abad ke-20, madrasah
telah menampilkan identitasnya sebagai lembaga pendidikan Islam. Identitas itu tetap
dipertahankan kendatipun harus menghadapi berbagai tantangan dan kendala yang tidak kecil,
terutama pada masa penjajahan. Sebagaimana diketahui, pada masa itu banyak sekali peraturan-
peraturan yang ditarapkan oleh pemerintah Hindia Belanda, yang pada intinya tidak lain adalah
untuk mengontrol atau mengawasi madrasah. Karena pemerintah takut dari kebijakan tersebut
akan muncul gerakan atau ideologi perlawanan yang akan mengancam kelestarian penjajahan
mereka di bumi Indonesia ini. Ekses dari ketakutan yang berlebihan itu mencapai puncaknya
ketika banyak madrasah yang ditutup karena dianggap melanggarketentuan yang digariskan oleh
pemerintah Hindia Belanda saat itu.13
Terlepas apakah tujuan itu tercapai atau tidak, yang jelas Departemen Agama telah banyak
berbuat untuk memajukan madrasah. Salah satu kebijakan Departemen Agama terhadap madrasah
yang cukup mendasar dan dampaknya (baik positif maupun negatif) cukup panjang adalah
dibuatnya Surat Kesepakatan Bersama (SKB) 3 Menteri, yaitu Menteri Pendidikan dan
12
Karel A. Steenbrink, Op.Cit., hlm. 163
13
Maksum, Madrasah Sejarah & Perkembangannya (Jakarta : Logos Wacana Ilmu,1999) hlm. 76
5
Kebudayaan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Agama Sendiri tentang "Peningkatan Mutu
Pendidikan pada Madrasah".14
C. Model-Model Madrasah
Madrasah yang 100% mengajarkan materi agama disebut dengan Madrasah Diniyah.
Madrasah ini biasanya berdiri di lingkungan pesantren salaf. Sedangkan madrasah yang
mengajarkan materi umum merupakan madrasah formal yang ijazahnya diakui oleh Negara dan
bisa digunakan untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi.16 Madrasah ini seperti halnya
sekolah pada umumnya yang terstruktur dan terorganisasi seperti lembaga pendidikan pada
umumnya namun dengan muatan pendidikan agama yang lebih banyak. Madrasah formal, sama
halnya seperti sekolah umumnya yang dibagi menjadi beberapa jenjang pendidikan, yaitu:
1. RA (Roudhotul Athfal)
Raudhatul Athfal (RA) merupakan salah satu bentuk satuan pendidikan anak pra sekolah
pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program pendidikan umum dan pendidikan
keagamaan Islam untuk anak berusia empat sampai enam tahun.17 RA merupakan jalur pendidikan
formal yang setingkat dengan Taman Kanak-kanak (TK).18 Pada jenjang ini siswa diajak untuk
belajar sambil bermain. Memahami bentuk, warna, bermain, bernyanyi, menari, membuat
ketrampilan, menulis dan membaca, serta menggambar maupun mewarnai.
2. MI (Madrasah Ibtida’iyah)
14
SKB Tiga Menteri itu dikeluarkan pada tanggal 24 Maret 1975 di Jakarta oleh Menteri Agama Nomor 6 Tahun
1975, Menteri P&K Nomor 037/u/1975, dan Menteri Dalam Negeri Nomor 36 Tahun 1975, lihat Alamsyah,
Pembinaan Pendidikan Agama, (Jakarta: Depag RI,1982), hlm. 138
15
Nanang Fathurrohman, Pendidikan Madrasah Berbasis Enterpreneuship, (Depok, Lentera Hati Pustaka, 2012), hlm.
37-39.
16
Jamal Ma’mur Asmani, Kiat Melahirkan Madrasah Unggulan Merintis dan Mengelola Madrasah yang Kompetitif,
(Jogjakarta: Diva Press, 2013), hlm. 19-20.
17
Departemen Agama Dirjen Kelembagaan Agama Islam, Pedoman Pelaksanaan Kurikulum Raudhatul Athfal,
(Jakarta: Depag RI Dirjen Kelembagaan Agama Islam, 2005), hlm. 4.
18
Zainal Aqib, Belajar dan Pembelajaran di Taman Kanak-Kanak, (Bandung: Yrama Widya, 2009), hlm. 25-26.
6
MI adalah satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum dengan
kekhasan agama Islam yang terdiri dari 6 (enam) tingkat pada jenjang pendidikan dasar. Madrasah
Ibtidaiyah (MI) ini setara dengan Sekolah Dasar (SD) yang wajib ditempuh oleh seluruh anak-
anak Indonesia.19 MI merupakan jenjang lanjutan setelah RA.
Pada jenjang madrasah ibtida’iyah ini siswa menerima pelajaran seperti halnya sekolah
umum dengan tambahan pelajaran agama seperti Fiqih, Aqidah Akhlaq, al-Qur’an Hadits dan juga
Bahasa Arab. Untuk pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam baru diberikan mulai kelas 3. Beberapa
MI juga mewajibkan adanya tadarus al-Qur’an bagi siswanya dengan panduan dari guru al-Qur’an.
Juga doa bersama maupun pembacaan asma’ul husna sebelum pelajaran dimulai ataupun hafalan
surat-surat pendek sesuai dengan jenjang siswa.
4. MA (Madrasah Aliyah)
19
Kementrian Agama RI, Madrasah Indonesia: Madrasah Prestasiku, Madrasah Pilihanku,(Jakarta: Direktorat Jendral
Pendidikan Islam Kementrian Agama RI, 2015), hlm. 34.
20
Kementrian Agama RI, Madrasah Indonesia: Madrasah Prestasiku, Madrasah Pilihanku, …, hlm. 40.
7
Pertama, MTs atau bentuk lain yang sederajat, diakui sama atau setara Sekolah Menengah Pertama
atau MTs.Aliyah adalah jenjang yang paling tinggi di madrasah. Pada tahun kedua (yakni kelas
11), seperti halnya siswa SMA, maka siswa MA memilih salah satu dari 4 jurusan yang ada, yaitu
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), Ilmu-ilmu Keagamaan Islam, dan
Bahasa.
Pada akhir tahun ketiga (yakni kelas 12), siswa diwajibkan mengikuti Ujian Nasional (UN)
yang akan menentukan kelulusan siswa. Lulusan madrasah Aliyah dapat melanjutkan pendidikan
ke perguruan tinggi umum, perguruan tinggi agama Islam, atau langsung bekerja. MA
sebagaimana SMA, ada MA umum yang sering dinamakan MA dan MA Kejuruan (di SMA
disebut SMK) misalnya Madrasah aliyah Kejuruan (MAK) dan madrasah aliyah program
keterampilan.
1) Madrasah Negeri
Madrasah negeri awalnya merupakan upaya Departemen Agama dalam menata dan
membina madrasah. Dengan cara perubahan status menjadi negeri pada sejumlah madrasah swasta
dan menjadikannya sebagai pilot project. Madrasah negeri dijadikan contoh bagi sekolah swasta
agar menjadi madrasah bermutu dan profesional. Pendirian madrasah negeri merupakan
pembinaan terhadap madrasah swasta.22
Peraturan Menteri Agama No.1 Tahun 1946 Tanggal 19 Desember 1946 tentang pemberian
bantuan madrasah sebagai gambaran bentuk pertama dari pembinaan terhadap madrasah dan
pesantren setelah Indonesia merdeka. Dalam peraturan ini dijelaskan bahwa madrasah adalah
21
Rusni Bil Makruf, “Manajemen Peningkatan Mutu Madrasah Swasta”, el Hikmah Jurnal Kajian Penelitian dan
Pendidikan Islam, 10. 1, (6. 2016), hlm. 52.
22
Minnah el Widdah, Kepemimpinan Berbasis Nilai dan Pengembangan Mutu Madrasah, …, hlm.31.
8
tempat pendidikan dengan pokok pengajaran berupa ilmu pengetahuan agama islam. Dicantumkan
pula madrasah hendaknya mengajarkan ilmu pengetahuan umum lainnya.23
Selain pengajar dan karyawan, untuk siswa juga mengalami seleksi sedemikian rupa untuk
dapat masuk di sekolah negeri. Sehingga input pembelajar dari madrasahnegeri pun bukan hanya
sekedar memenuhi kuota, namun juga input yang berkualitas.Kurikulum dan administrasi
madrasah negeri lebih terstruktur, rapi dan tertata. Mulai dari pendataan dan segala yang berkaitan
dengan proses pembelajaran, perangkat, pengelolaan waktu dan penerapan di supervisi dan
diawasi langsung oleh pihak pengawas madrasah. Sehingga pelaksanaan administrasi dan proses
belajar mengajar pun lebih tertata sehingga menghasilkan output yang berkualitas pula.
Fasilitas sarana dan prasarana mulai dari gedung bangunan serta perlengkapan operasional
dan kebutuhan dari madrasah negeri diberi anggaran tersendiri oleh pemerintah demi terealisasinya
madrasah yang memiliki mutu yang tinggi. Mengingat madrasah negeri adalah proyek
percontohan bagi madrasah swasta lainnya.26
23
Peraturan Menteri Agama No.1 Tahun 1946 Tanggal 19 Desember 1946 Tentang Pemberian Bantuan Madrasah.
24
Asep Suryana, Pengembangan Mutu Madrasah, (Bandung: Alfabeta, 2012), hlm.32.
25
Minnah el Widdah, Kepemimpinan Berbasis Nilai dan Pengembangan Mutu Madrasah, …, hlm. 31-32.
26
Asep Suryana, Pengembangan Mutu Madrasah, …, hlm.33.
9
2) Madrasah Swasta
Madrasah Swasta adalah madrasah yang pengadaannya dilaksanakan oleh masyarakat dan
dikelola oleh lembaga perorangan atau kelompok masyarakat.27 Madrasah swasta lahir dari
kehendak rakyat, dikelola sendiri oleh rakyat, dan ditujukan untuk rakyat. Madrasah swasta
memiliki ciri ketulusan pada guru dan karyawannya dengan tujuan menagakkan agama Allah.
Namun tidak diimbangi dengan keahlian, ketrampilan yang memadai. Sehingga SDM dari
madrasah swasta ini seringkali dianggap rendah.
Bukan hanya dari pengajar dan karyawannya saja, melainkan dari input siswa yang menjadi
pembelajar di madrasah swasta ini sering kali hanya untuk memenuhi kuota yang ada atau juga
semua diterima tanpa seleksi untuk menunjukkan eksistensi madrasah swasta yang memiliki siswa
yang banyak.
Kurikulum administrasi dan proses pembelajaran pada madrasah ini lebih sederhana dan
tidak jarang juga perangkat pembelajaran hanya sekedar memenuhi untuk akreditasi atau
pendataan sekolah namun tanpa dilaksanakan. Pendataan dan pengelolaan sekolah madrasah
swasta terkadang dianggap tidak penting. Sehingga proses pembelajaran pun terkesan asal dan
hanya memenuhi jam pelajaran saja. Sehingga proses pemelajaran pun sering kali dianggap kurang
berkualitas.
Madrasah swasta identik dengan fasilitas yang serba kurang. Beberapa sekolah swasta
dirintis dengan menempati rumah pendirinya, kemudian menerima tanah wakaf, mendapat
sumbangan dari masyarakat untuk membangun gedung dan akhirnya terwujud bangunan
sederhana.
Untuk mewujudkan kondisi ideal suatu madrasah membutuhkan perjuangan yang keras
dengan bantuan dari masryarakat sekitar dan juga pengabdian dari guru dan karyawan. Bagi
madrasah swasta, Bantuan Operasional Sekolah merupakan catatan bersejarah. Pengelolaan
madrasah swasta selama ini dilakukan secara mandiri. Madrasah swasta sudah terbiasa mencukupi
kebutuhan operasional pendidikan dengan mencari dana sendiri. Jangankan berpikir
27
Departemen Agama RI, Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional Paradigma Baru, (Jakarta: Dirjen Kelembagaan
Agama Islam, 2005)
10
mengembangkan program peningkatan mutu, untuk membayar rutin honor guru pun, kerap harus
menunggak.28
Madrasah Pondok pesantren sering kali disebut sebagai pesantren khalafi, yaitu pesantren
yang selain mengajarkan pengajaran kitab Islam klasik juga membuka sistem sekolah umum
dilingkungan dan dibawah tanggung jawab pesantren atau berada dalam satu kelembagaan.
Sedangkan pesantren yang tidak mengajarkan pengetahuan umun disebut pesantren salafi, yaitu
pesantren yang mengajarkan kitab-kitab Islam klasik. Sistem madrasah diterapkan untuk
mempermudah teknik pengajaran sebagai pengganti metode sorogan.29
Pesantren terkadang memiliki pamor yang lebih tinggi dari pada madrasah, hal ini
dikarenakan banyak guru pesantren yang menjadi ulama besar. Pondok pesantren yang
menghasilkan seorang ulama besar menjadi jaminan kualitas berdasarkan pandangan masyarakat.
Tujuan pendidikannya bukan hanya menambah pengetahuan santri, melainkan untuk
meningkatkan semangat, menghargai nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan, mengajarkan sikap dan
perilaku jujur.30
Tujuan lain dari madrasah pesantren adalah tujuan kemasyarakatan dan tujuan ibadah
dalam mencari ilmu.31 Tujuan kemasyarakatan disini tercermin dalam kehidupan keseharian santri
di pesantren. Segala tindakan dan pelajaran serta gerak-gerik yang dilakukan dalam pesantren akan
dialami santri di masyarakat kelak. Pesantren seperti halnya miniatur masyarakat dan pesantren di
sini memiliki peran untuk menanamkan pembentukan karakter diri serta mental mandiri, percaya
diri, mudah beradaptasi, dan bertanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari.
28
Rusni Bil Makruf, “Manajemen Peningkatan Mutu Madrasah Swasta”, el Hikmah Jurnal Kajian Penelitian dan
Pendidikan Islam, 10. 1, (6. 2016), hlm. 56.
29
44Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan Islam dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1994), hlm.194.
30
Zamakhsari Dhofier, Kepemimpinan Dalam pesantren Mandar Maju Jaya, (1992), hlm. 21.
31
Jamal Ma’mur Asmani, Kiat melahirkan Madrasah Unggulan Merintis dan Mengelola Madrasah yang Kompetitif,
…, hlm. 173.
11
menyelenggarakan kurikulum yang terbagi menjadi tiga. Yaitu kurikulum intrakurikuler,
kokurikuler, dan ekstrakurikuler.32
Kurikulum intrakurikuler merupakan proses belajar dan mengajar yang dilakukan dalam
bentuk in class session program. Pada proses ini tenaga pengajar terlibat secara langsung dengan
sistem klasikal, secara umum muatan materi yang diberikan berupa pelajaran yang
mengkolaborasikan antara kurikulum pesantren, dan kurikulum umum (Kurikulum Kementrian
Pendidikan Nasional dan Kementrian Agama).Kurikulum kokurikuler merupakan kegiatan
tambahan santri (muatan lokal) yang wajib diikuti, meski tidak harus berada di dalam kelas.
Seperti terlihat pada tabel di bawah ini merupakan perbedaan dari Madrasah dan Sekolah
Umum baik dari sejarah munculnya, materi yang diajaekan hinggan kelebihan dan kekurangannya.
Jamal Ma’mur Asmani, Kiat melahirkan Madrasah Unggulan Merintis dan Mengelola Madrasah yang Kompetitif,
32
…, h. 168-171.
12
Dapat melanjutkan ke jenjang Pencintraan yang bagus
pendidikan umum dikalangan masyarakat
Mendapat ijazah yang setara Input pada sekolah cenderung
dengan sekolah umum berkualitas
Pendidikan Islam yang Dibawah wewenang
mengadopsi kurikulum dari Kementerian Pendidikan
Dinas Pendidikan
Dibawah wewenang
Kementerian Agama
Banyaknya mata pelajaran Minimnya materi pelajaran
yang diemban sehingga keagamaan
membuat peserta didik tidak Penanaman akhlak yang minim
fokus yang berdampak pada Banyaknya tauran-tauran oleh
hasil Ujian Nasional di bawah siswa disekolah umum
sekolah Tidak adanya hubungan
Kemampuan yang dimiliki emosional yang baik dengan
siswatidak maksimal baik seluruh warga sekolah
Kekurangan
dibidang keagamaan maupun Output yang dihasilkan kurang
di bidang ilmu umum bisa menunjukkan perilaku
Pencitraan yang kurang baik yang terpuji
di mata masyarakat terhadap
kualitas pendidikan
Pendidik yang kurang
berkualitas
Keberadaan bimbingan Konseling di madrasah tidak lain adalah untuk membentuk peserta
didik yang utuh dan seimbang secara aspek kepribadian, sosial kemasyarakatan, keberagamaan,
dan kesusilaan untuk menjadi manusia yang seutuhnya, serta menumbuhkan dan mengembangkan
13
aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik secara seimbang. Ketika semua itu terlaksana,
pada akhirnya akan membantu peserta didik mencapai perkembangan dirinya yang optimal dalam
bentuk aspek kepribadian, sikap dan perilaku sosial, prestasi belajar, serta tercapainya cita-cita
karir yang memuaskan.33
Peserta didik memiliki kebutuhan untuk memahami dan menyesuaikan diri dengan
lingkungan, memiliki wawasan serta berorientasi pada baik kondisi saat ini maupun yang akan
datang, serta kebutuhan untuk mengembangkan potensi pribadi. membahas problematika peserta
didik lainnya seperti mendiskusikan peningkatan prestasi belajar, hubungan saling bantu antara
sekolah dengan rumah, peningkatan keterampilan, bakat, minat dan aspek-aspek perkembangan
lain yang menjadi kebuhan peserta didik. Harapannya adalah maksimalnya pengembangan diri
siswa dengan wilayah garapan pribadi, sosial, belajar, dan karir.
33
Yusuf dan Nurihsan, , Landasan Bimbingan & Konseling, (Bandung: Remaja Rosdakarya & PPs UPI, 2011), hal
82
34
Muhammad Thayeb Manrrihu, Pengantar Bimbingan Konseling Karier, (Jakarta: Bumi aksara, 1992 cet I), hal 18
35
Marsudi, Layanan Bimbingan Konseling di Sekolah, (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2003), hal 85
14
keteguhan hati, kejujuran dan integritas, mandiri dan percaya diri, serta tanggung jawab di
sekolah dengan melibatkan lingkungan yang ada melalui kegiatan-kegaitan sekolah
c. Layanan Sosial
Layanan ini membantu peserta didik agar dapat berhubungan dengan lingkungan
sekitarnya atas dasar etika pergaulan sosial yang dilandasi oleh akhlak mulia, budi pekerti
luhur, dan tanggung jawab sosial. Melalui layanan ini, peserta didik ditumbuhkan dan
dikembangkan kemampuan berkomunikasi, tingkah laku sosial yang baik, membangun
hubungan yang harmonis, serta pemahaman dan pengamalan disiplin terhadap peraturan
bermasyarakat.
d. Konseling dengan terapi Islam
Selain mengunakan teknik-teknik klasik yang sudah terkenal, dalam madrasah
biasanya menggunakanteknik-teknik islami dalam membantu masalah yang dialami oleh
klien. Misalnya memanfaatkan terapi dzikir, istighfar, sholat, puasa, sholawat dan lain-lain.
Ini bertujuan agar membangkitkan ketenangan hati yang biasa bersumber dari ajaran-ajaran
agama yang telah Allah berikan kepada Umat Nabi Muhammad.
e. Layanan Belajar
Layanan ini membantu peserta didik mengembangkan kebiasaan belajar yang lebih
baik, dalam bentuk, berkembangnya sikap dan kebiasaan belajar yang baik,
mengembangkan keterampilan, serta bersikap hormat terhadap guru, serta tumbuhnya
disiplin belajar dan berlatih secara mandiri.36 a) keterampilan belajar, artinya peserta didik
akan menerima pengetahuan, sikap, dan kebiasaan belajar baru yang akan berkontribusi
dalam pembelajaran efektif, b) keberhasilan sekolah, artinya peserta didik akan
menyelesaikan sekolah dengan persiapan yang lebih baik sehingga dapat memilih
pendidikan lanjutan yang lebih baik bahkan sampai jenjang perguruan tinggi, dan c) belajar
kesuksesan hidup, artinya peserta didik memahami keterkaitan antara belajar dengan dunia
kerja.
f. Konseling teman sebaya (peer counseling)
Layanan ini memungkinkan murid untuk memiliki ketrampilan-keterampilan guna
mewujudkan pengalaman kemandirian dan kemampuan mengontrol yang sangat bermakna
bagi remaja. Layanan ini tidak memfokuskan pada evaluasi tetapi pada proses berfikir,
36
Kartadinata dkk, Bimbingan di Sekolah Dasar, (Jakarta: Depdikbud, 1999), hal 61
15
perasaan juga dalam proses pengambilan keputusan. Konseling inijuga dipandang penting
karena kebanyakan remaja akan lebih nyaman bila bercerita dengan teman sebaya
dibandingkan dengan orang tua, pembimbing, atau guru sekolah. Karena mereka memiliki
komitmen dan yang kuat terhadap usia sebayanya dan mereka yakin bahwa yang dapat
mengerti dia hanyalah orang dengan usia yang sama dengannya.
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Madrasah berasal dari Bahasa Arab yang artinya sama atau setara dengan kata Indonesia
"sekolah" (school). Secara harfiyah madrasah bisa diartikan dengan sekolah, karena secara teknis
keduanya memiliki kesamaan, yaitu sebagai tempat berlangsungnya proses belajar- mengajar
secara formal. Madrasah berasal dari akar kata darrasa, yaitu belajar, sedangkan madrasah berarti
tempat belajar atau sekolah formal.
Keberadaan bimbingan Konseling di madrasah tidak lain adalah untuk membentuk peserta
didik yang utuh dan seimbang secara aspek kepribadian, sosial kemasyarakatan, keberagamaan,
dan kesusilaan untuk menjadi manusia yang seutuhnya, serta menumbuhkan dan mengembangkan
aspek-aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik secara seimbang.
B. Saran
Kami sebagai penulis, menyadari bahwa makalah ini banyak sekali kesalahan dan sangat
jauh dari kata sempurna. Tentunya, kami akan terus memperbaiki masalah dengan mengacu pada
sumber yang dapat dipertanggung jawabkan nantinya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun tentang makalah ini.
17
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. Ilmu Pendidikan Islam dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosda Karya,
1994.
Aqib, Zainal. Belajar dan Pembelajaran di Taman Kanak-Kanak. Bandung: Yrama Widya, 2009.
Asmani, Jamal Ma’mur. Kiat melahirkan Madrasah Unggulan Merintis dan Mengelola Madrasah
yang Kompetitif. Jogjakarta: Diva Press, 2013.
Depag RI. Desain Pengembangan Madrasah. Jakarta: Dirjen Binbaga, 2004.
Depag RI. Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional, Paradigma Baru. Jakarta, Dirjen Agama
Islam, 2005.
Departemen Agama Dirjen Kelembagaan Agama Islam, Pedoman Pelaksanaan Kurikulum
Raudhatul Athfal. Jakarta: Depag RI Dirjen Kelembagaan Agama Islam, 2005.
Departemen Agama RI, Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional Paradigma Baru, (Jakarta:
Dirjen Kelembagaan Agama Islam, 2005)
Departemen Agama RI. Pendidikan Islam dan Pendidikan Nasional Paradigma Baru, (Jakarta:
Dirjen Kelembagaan Agama Islam, 2005.
Dhofier, Zamakhsari. Kepemimpinan Dalam pesantren Mandar Maju Jaya. 1992.
Fathurrohman, Nanang. Pendidikan Madrasah Berbasis Enterpreneuship. Depok: Lentera Hati
Pustaka, 2012.
Hikmawati, Fenti. Bimbingan Konseling. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011.
Kartadinata dkk. Bimbingan di Sekolah Dasar. Jakarta: Depdikbud, 1999.
Makruf, Rusni Bil. “Manajemen Peningkatan Mutu Madrasah Swasta”, el Hikmah Jurnal Kajian
Penelitian dan Pendidikan Islam, 10. 1, (6. 2016)
Maksum. Madrasah Sejarah & Perkembangannya. Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999.
Marrinhu, Muhammad Thayeb. Pengantar Bimbingan Konseling Karier. Jakarta: Bumi aksara,
1992. Cet. I.
Marsudi. Layanan Bimbingan Konseling di Sekolah. Surakarta: Muhammadiyah University Press,
2003.
Mukhtar, Maksum. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001.
Nata, Abuddin. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.
18
Nata, Abudin. Sejarah Sosial Intelektual Islam Dan Institusi Pendidikannya. Jakarta: Rajawali
Press. 20-21.
Noer, Deliar. Gerakan Modern Islam di Indonesia. 1990-1942. Jakarta, LP3ES, 1995.
Peraturan Menteri Agama No.1 Tahun 1946 Tanggal 19 Desember 1946 Tentang Pemberian
Bantuan Madrasah.
Simanjuntak. Perkembangan Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 1972/1973.
Steenbrink, Karel A. Pesantren, Madrasah, sekolah. Jakarta : LP3ES, 1991.
Suryana, Asep. Pengembangan Mutu Madrasah. Bandung: Alfabeta, 2012.
Yusuf dan Nurihsan. Landasan Bimbingan & Konseling. Bandung: Remaja Rosdakarya & PPs
UPI, 2011.
Zuhairini, dkk. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1997.
19