You are on page 1of 2

RESUME PEMBAGIAN WARISAN MENURUT 4 MAZHAB

NAMA: NURHAYANI

NIM: 190103013

1. Menurut Imam Syafi’i, berdasarkan ayat al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 180 dan hadits
Nabi SAW, dapat dipahami bahwa para ahli waris dihalangi untuk memperoleh wasiat
agar mereka tidak mengambil harta mayit dari dua jalan. Karena harta yang ditinggalkan
orang yang meninggal dunia itu diambil dengan jalan warisan dan wasiat. Oleh karena
hukum keduanya itu berbeda, maka seseorang tidak boleh menggabungkan dua hukum
yang berbeda dalam satu hukum dan dalam satu keadaan, sebagaimana tidak boleh dia
diberi sesuatu dan lawan dari sesuatu itu.45 Seandainya seseorang berpandang bahwa
wasiat untuk ahli waris tidak boleh mencegah kecurigaan terhadap pemberi wasiat
sekiranya dia pilih kasih kepada salah satu ahli warisnya, maka seandainya bukan karena
keletihan yang dirasakan sebagian orang yang menggeluti fiqh, maka menurut Imam
Syafi’i orang yang berpandangan demikian tidak perlu dijawab. Karena barangsiapa yang
samar memahami hal ini hingga tidak melihat dengan jelas kesalahan didalamnya, maka
tampaknya dia tidak membedakan antara sesuatu dengan lawannya.46 Setiap obyek yang
diwasiatkan oleh orang yang sakit pada masa sakitnya, dimana dia meninggal dunia
akhibat sakit itu (diwasiatkan) untuk seorang ahli waris berupa pemilikan harta atau
manfaat dengan jalan apapun itu hukumnya tidak boleh. Tidak boleh memberikan wasiat
tersebut kepada ahli waris dengan jalan apapun.
2. Pendapat yang dianut oleh Mazhab Malikiyah menyatakan bahwa larangan berwasiat
kepada ahli waris tidak menjadi gugur dengan adanya persetujuan dari ahli waris yang
lain. Menurut mereka, larangan seperti itu adalah termasuk hak Allah SWT yang tidak
bisa gugur dengan kerelaan manusia yang dalam hal ini adalah ahli waris. Ahli waris
tidak berhak membenarkan sesuatu yang dilarang Allah SWT. Menurut pandangan ini,
suatu hal yang paling penting dalam hal ini ialah agar harta tidak hanya bertumpuk pada
tangan ahli waris. Sebagian harta itu perlu disalurkan kepada hal-hal lain yang
membutuhkannya. Seandainya ahli waris menyetujuinya juga, begitu dijelaskan dalam
pandangan ini, maka statusnya bukan lagi sebagai wasiat, tetapi bertukar menjadi hibah
(pemberian) dari pihak ahli waris itu sendiri, yang harus memenuhi syaratsyarat tertentu
sebagaimana lazimnya hibah.
3. Menurut ulama Hanafiyah, firman Allah SWT dalam surat alBaqarah ayat 180 itu telah
di-nasakh-kan oleh ayat-ayat kewarisan. Surat al-Baqarah ayat 180 tersebut hanya
memuat ketentuan hukum yang bersifat sementara untuk memberikan wasiat kepada
orang tua dan karib kerabat, sebelum ayat-ayat kewarisan diturunkan. Dengan demikian,
dapat dipahami bahwa setelah turunnya ayat-ayat yang secara khusus berbicara tentang
kewarisan, maka kewajiban berwasiat kepada ahli waris tidak berlaku lagi. Mazhab
Hanafiyah berpendapat, bahwa wasiat tidak dibenarkan kepada ahli waris yang
mendapatkan warisan, walaupun hanya sedikit, kecuali ada izin dari ahli waris lainnya.
Alasannya izin itu diyatakan sesaat setelah orang yang berwasiat itu meninggal dunia.56
Bahwa orang yang diberi wasiat itu bila telah tertentu, maka disyaratkan untuk sahnya
wasiat agar orang itu ada di waktu wasiat dilaksanakan, baik ada secara benar-benar
ataupun ada secara perkiraan. Misalnya, bila ia mewasiatkan kepada kandungan si
Fulanah; maka kandungan itu harus di waktu wasiat diterima. Adanya kandungan di
waktu wasiat dibuat atau sesudah pemberi wasiat meninggal dunia itu dibuktikan dengan
kelahiran anak dalam waktu kuang dari enam bulan sejak wasiat dibuat atau sejak
pemberi wasiat meninggal dunia.
4. Mazhab Hambali berpendapat bahwa bila orang yang hilang itu dalam keadaan yang
dimungkinkan kematiannya seperti jika terjadi peperangan, atau menjadi salah seorang
penumpang kapal yang tenggelam-- maka hendaknya dicari kejelasannya selama empat
tahun. Apabila setelah empat tahun belum juga diketemukan atau belum diketahui
beritanya, maka hartanya boleh dibagikan kepada ahli warisnya. Demikian juga istrinya,
ia dapat menempuh masa idahnya, dan ia boleh menikah lagi setelah masa idah yang
dijalaninya selesai.

You might also like