You are on page 1of 10

ARTIKEL

SEJARAH INDONESIA MASA KOLONIAL

(SEBAB AKIBAT KEBIJAKAN EKONOMI LIBERAL)

Dosen pengampu: Ismail S.pd, M.pd

DISUSUN OLEH :

ANDI TALHA (A31121056)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

UNIVRSITAS TADULAKO

2022
SEBAB AKIBAT KEBIJAKAN EKONOMI LIBERAL

A. LATAR BELAKANG.

Periode sejarah Indonesia1870-1900 sering disebut sebagai masa liberalisme. Pada periode
tersebut untuk pertama kalinya dalam sejarah kolonial Indonesia kepada kaum pengusaha dan
modal swasta diberikan peluang sepenuhnya untuk menanamkan modalnya dalam berbagai
usaha kegiatan di Indonesia terutama dalam industri-industri perkebunan besar baik di Jawa
maupun daerah-daerah luar Jawa. Selama masa ini modal swasta dari Belanda dan negara-negara
Eropa lainnya telah mendirikan berbagai perkebunan kopi, teh, gula, dan kina yang besar di Deli,
Sumatera Timur.

Pembukaan perkebunan-perkebunan besar ini dimungkinkan dengan dikeluarkannya


Undang-Undang Agraria tahun 1870. Di satu pihak Undang Undang Agraria itu bertujuan
melindungi petani-petani Indonesia terhadap kehilangan hak milik atas tanah mereka terhadap
orang-orang asing, dan di pihak lain Undang-Undang tersebut membuka peluang bagi orang-
orang asing untuk menyewa tanah dari rakyat Indonesia bagi kepentingan perkebunan.
Demikianlah sejak tahun 1870 industri-industri perkebunan Eropa mulai masuk ke Indonesia.
Dengan

dibebaskannya kehidupan ekonomi dari segala campur tangan pemerintah serta penghapusan
unsur paksaan dari kehidupan ekonomi akan mendorong perkembangan ekonomi Hindia-
Belanda. Undang- undang Agraria tahun 1870 membuka Jawa bagi perusahaan swasta.
Kebebasan dan keamanan para pengusaha dijamin. Hanya orang-orang Indonesialah yang dapat
memiliki tanah, tetapi orang-orang asing diperkenankan menyewanya dari pemerintah sampai
selama tujuh puluh lima tahun atau dari para pemilik pribumi untuk masa paling lama antara
lima dan dua puluh tahun. Perkebunan swasta kini dapat berkembang di Jawa maupun di daerah-
daerah luar Jawa.

Pembukaan Terusan Suez pada tahun 1869 dan perkembangan pelayaran dengan kapal uap
dari waktu itu mendorong lebih lanjut perkembangan swasta dengan semakin membaiknya
sistem perhubungan dengan Eropa. Perbaikan sistem perkapalan juga dapat memperlancar
transportasi. Mulai tahun 1877 dibangun adanya pelabuhan, jalur kereta api, pengembangan lalu
lintas, dan telekomunikasi. Namun demikian, semua itu bagi rakyat Indonesia hanya menjadi
titik awal eksploitasi ekonomi baru oleh kaum kapitalis (modal swasta).

Zaman liberal mengakibatkan penetrasi ekonomi yang masuk lebih dalam lagi ke dalam
kehidupan masyarakat Indonesia, terutama di Jawa. Penduduk pribumi di Jawa mulai
menyewakan tanah-tanah mereka kepada pihak swasta Belanda untuk dijadikan perkebunan-
perkebunan besar. Berkembangnya perkebunan-perkebunan tersebut memberikan peluang
kepada rakyat Indonesia untuk bekerja sebagai buruh perkebunan. Selain itu juga penetrasi di
bidang eksport import tekstil yang mematikan kegiatan kerajinan tenun di Jawa. Perkembangan
pesat perkebunan-perkebunan teh, kopi, tembakau, dan tanaman-tanaman perdagangan lainnya
berlangsung antara 1870-1885. Selama masa ini mereka mampu meraup keuntungan yang besar
dari penjualan barangbarang ini di pasar dunia.

Setelah tahun 1885 perkembangan tanaman perdagangan mulai berjalan seret, karena
jatuhnya harga-harga gula dan kopi di pasaran dunia. Dalam tahun 1891 harga pasaran tembakau
dunia juga turun drastis. Jatuhnya harga gula di pasaran dunia dikarenakan penanaman gula
bityang mulai ditanam di Eropa, sehingga mereka tidak perlu mengimpor lagi gula dari Indonesia

Krisis perdagangan tahun 1885 mengakibatkan terjadinya reorganisasi dalam kehidupan


ekonomi Hindia-belanda. Perkebunan-perkebunan besar tidak lagi milik perseorangan tetapi
direorganisasi sebagai perseroan terbatas. Bank perkebunan juga tetap memberikan pinjaman
bagi perkebunan, namun setelah adanya krisis 1885 merekapun mengadakan pengawasan atas
operasi perkebunan-perkebunan besar itu. Pada akhir abad ke- 19, terjadi perkembangan baru
dalam kehidupan ekonomi di HindiaBelanda. Sistem liberalisme murni dengan persaingan bebas
mulai ditinggalkandan digantikan dengan sistem ekonomi terpimpin. Kehidupan ekonomi
Hindia-Belanda, khususnya Jawa mulai dikendalikan oleh kepentingan finansial dan industriil di
negeri Belanda, dan tidak diserahkan kepada pemimpin-pemimpin perkebunan besar yang
berkedudukan di Jawa.

B. PEMBAHASAN

A. AKIBAT KEBIJAKAN EKONOMI LIBERAL

Akibat Liberalisme Terhadap Kehidupan Rakyat Indonesia.

1. Bagi Belanda

a) Memberikan keuntungan yang sangat besar kepada kaum swasta Belanda dan
pemerintah Kolonial Belanda.
b) Hasil-hasil produksi perkebunan dan pertambangan mengalir ke negri Belanda.
c) Negri Belanda menjadi pusat perdagangan hasil dari tanah jajahan.

2. Bagi rakyat Indonesia.

a) Kemerosotan tingkat kesejahteraan penduduk. Pendapatan penduduk Jawa pada


awal abad ke-20 setiap keluarga untuk satu tahun sebesar 80 gulden. Dari jumlah
tersebut masih dikurangi untuk membayar pajak kepada pemerintah sebesar 16
gulden. Penduduk hidup dalam kemiskinan.
b) Krisis perkebunan tahun 1885 akibat jatuhnya harga kopi dan gula berakibat
buruk bagi penduduk. Krisis ini juga mengakibatkan perusahaan-perusahaan
mengadakan penghematan. Misalnya dengan jalan menekan uang sewa tanah dan
upah kerja perkebunan dan pabrik-pabrik.
c) Sistem perpajakan yang sangat memberikan penduduk.
d) Dalam mengurangi pemerintah di daerah luar Jawa selama Abad ke 19,
pemerintah Belanda mengarakan beban yang keuangannya dari daerah Jawa,
sehingga tidak secara langsung Jawa harus menggu beban kekurangan untuk
pembiayaan pemerintah Belanda terutama dalam perang-perang Kolonial untuk
mengusai daerah tersebut.
e) Adanya pertambahan penduduk yang meningkatnya dalam abad ke 19.
Sementara itu jumlah produk pertanian menurun.
f) Menurunya usaha kerajinan rakyat karena kalah bersaing dengan banyak barang-
barang impor dari eropa.
g) Pengangutan dengan gerobak menjadi merosot penghasilan setelah adanya kereta
api.
h) Rakyat menderita akibat diterapkan kerja rodi dan hukuman berat (peonale
sanctie)

Secara umum dapatlah dikatakan bahwamasa kebijaksanaan Kolonial liberal telah banyak
membawa perubahan terhadap kehidupan penduduk indonesi. Diantarantya yang terasa pada
masa tersebut adalah mulai meresapnya ekonomi uang ke penduduk perdesaan dalam kehidupan
sehari-hari. Selain itu mulailah muncul sistem kerja upahan. Banyak yang mulai meninggalkan
pekerjaan Dinah pertaniannyadan bekerja di pabrik-pabrik sebagai buruh. Selain itu
perkembangan ini juga membawa pertumbuhan kota-kota disekitar perusahaan .

Usaha-usaha untuk sedikit memperbaiki nasib rakyat Indonesia baru dilaksanakan pada
peralihan abad 19 abad 20. Kebijakan yang melandasinya di kenal dengan politik etis. Kebijakan
itu didasarkan atas-atas gagasan Golongan etis yang menyatakan bahwa tanah jajahan perlu di
perbaiki dalam bidang pertanian, yaitu pembangunan dalam soal irigasi, peningkatan pendidikan
atau edukasi dan mengadakan pemindahan penduduk ke daerah lain yang masih kosong tanahnya
yakni tramigrasi

B. DAMPAK KEBIJAKAN EKONOMI PADA MASA DEMOKRASI LIBERAL


BAGI RAKYAT INDONESIA 1950-1959

Ketika Pemerintah Indonesia mengambil kekuasaan atas wilayah utama bekas Hindia-
Belanda pada 27 Desember 1949, negara ini menghadapi berbagai masalah serius. Pendudukan
Jepang dan kemudian perjuangan bersenjata melawan Belanda telah sangat memiskinkan rakyat
Indonesia. Pemerintah pun menghadapi pemberontakan bersenjata di beberapa daerah, termasuk
di Aceh, Maluku, Jawa Barat dan, Sulawesi selatan yang kendati dapat dipadamkan tetapi
menelan korban jiwa maupun harta sangat besar.

Tugas pertama di bidang ekonomi adalah meningkatkan taraf hidup rakyat, meletakkan dasar
ekonomi yang sehat, meningkatkan produksi, dan mendorong perdagangan dan industri. Demi
tercapainya tugas tesebut Pemerintah Indonesia
mengeluarkan berbagai kebijakan pada setiap Kebinet yang berkuasa pada waktu itu. Adanya
kebijakan yang dijalankan pada masa itu, tidak serta merta membawa perubahan baik bagi
produktivitas ekonomi. Banyak faktor yang menyebabkan kebijakan tersebut berhasil, kurang
berhasil, atau gagal sama sekali sehingga membawa dampak yang negatif bagi kelangsungan
perekonomian Indonesia.

A. Dampak Operasi Gunting Sjafruddin

Tindakan moneter dengan jalan mengadakan operasi yang dilakukan oleh Menteri keuangan
Sjafruddin Prawiranegara mempunyai manfaat yang positif seperti: adanya pemasukan
keuangan bagi pemerintah untuk pembiayaan. kegiatannya, disamping itu merupakan pendorong
bagi masyarakat untuk lebih bekerja keras. Dengan adanya Operasi Gunting yang dijalankan,
maka uang yang beredar di masyarakat berkurang, dan tentunya hal ini membawa dampak bagi
penurunan harga barang. Sedangkan upah dan gaji jumlah tetap tidak mengalami perubahan,
yang tentunya mempengaruhi terhadap aktivitas buruh supaya tetap bekerja dan tidak melakukan
pemogokan kerja dan arus produksi barang dalam perusahaan berjalan normal.

B. Dampak Ekonomi Gerakan Benteng

Program Benteng (1950-1953) merupakan sistem yang menitik beratkan pada pemberian
bantuan dalam bentuk kredit keuangan kepada para impotir Indonesia, yang sebagian besar tidak
memiliki modal yang memadai untuk memulai impor dan tidak dapat memperoleh kredit dari
sumber-sumber keuangan swasta.
Pemberian kredit keuangan kepada para importir Indonesia ternyata tidak serta merta
membawa angin segar bagi perkembangan Anggaran Belanja Negara. Program ini menjadi salah
satu sumber defisit keuangan negara. Beban defisit Anggaran Belanja Negara pada tahun 1952
sebanyak 3 miliar rupiah, ditambah sisa defisit anggaran tahun sebelumnya sebesar 1,7 miliar
rupiah.15 Hal ini disebabkan adanya anggaran RUP (Rencana Urgensi Perekonomian) sekitar
Rp160 juta dan dimaksudkan untuk membangun perusahaan dan pabrik-pabrik secara bertahap.
Sedangkan industri kecil diberi anggaran yang jauh lebih kecil, hanya Rp 30 juta.Hasil yang
dicapai dalam pelaksanaan RUP sangat minim dan lamban. Secara keseluruhan kinerja pabrik-
pabrik mengecewakan, karena kurangnya tenaga professional yang berpengalaman di bidang
managemen. Demikian juga tenaga buruh yang ada kurang memadai, karena upah yang
disediakan tidak menarik. Masalah lainnya yang membelit yakni sedikitnya ahli-ahli di bidang
tehnik, dan administrasi Negara yang buruk.

Program kebijakan Benteng yang dilakukan oleh pemerintah pada tahun 1950, terdapat pula
poin yang menyangkut pemilikan berkaitan dengan soal etnis, dan telah mengakibatkan
persoalan baru. Berkaitan dengan soal etnis dalam kegiatan ekonomi, terutama dalam
kepemilikan modal usaha yang berbeda antara pribumi dan non pribumi, merupakan bentuk
diskriminasi rasial. Kebijakan ini mendapat tantangan yang cukup keras dari politikus Partai
Sosialis Indonesia yang bernama Siauw Giok Tjhan. Ia merupakan etnis China yang menjadi
anggota parlemen Indonesia. Sebagai warga negara ia menuntut persamaan hak dalam berusaha.

C. Dampak Nasionalisasi De Javasche Bank

Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia mempunyai arti yang sangat
pentingbagi bangsa Indonesia. Perubahan nama ini merupakan kemenangan pemerintah
Indonesia dalam penegasan kedaulatan ekonomi dan moneter yang sangat berpengaruh bagi
seluruh kehidupan masyarakat Indonesia. Nasionalisasi ini mendapat sambutan yang antusias
sekali, karena masyarakat melihatnya sebagai pembukaan zaman baru dalam bidang keuangan
nasional. Pada permulaannya Bank Indonesia juga masih menghadapi problem yang begitu
Oktrooi rumit, karena harus tunduk kepada oktrooi yang lama. ini merupakan konsensi yang
istimewa atau izin khusus. Permasalahan ini harus diselesaikan secepatnya oleh pemerintah.
Oleh karena itu nasionalisasi De Javasche Bank hanya merupakan langkah pertama dalam
melaksanakan cita-cita agar supaya De Javasche Bank dapat dirombak menjadi sebuah Bank
Sentral yang dimiliki negara serta kedudukan dan pengurusnya sesuai dengan kedudukan
Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.
Setelah dilakukan nasionalisasi De Javasche Bank, panitia nasionalisasi melanjutkan tugas
dengan merumuskan rencana Undang-Undang Pokok Bank Indonesia yang merupakan UU bagi
bank sentral Indonesia. Undang-undang ini merupakan cikal bakal awal perbaikan moneter dan
keuangan bangsa Indonesia ke arah yang lebih baik.

D. Dampak Ekonomi Ali-Baba


Pada masa kepemimpinan Kabinet Ali Sastroamodjojo I, kebijakan ekonomi yang dilakukan
lebih menekankan Indonesianisasi perekonomian dan memberi dorongan kepada para pengusaha
pribumi. Program ini diwujudkan dengan adanya Sistem Ekonomi Ali-Baba.Akan tetapi, dalam
pelaksanaanya program ini memberikan banyak kerugian bagi Indonesia. Kenyataanya banyak
perusahaan-perusahaan baru yang hanya merupakan kedok-kedok palsu bagi persetujuan-
persetujuan antara para pendukung pemerintah dan orang-orang Cina, yang disebut dengan
perusahaan-perusahaan “Ali-Baba”, dimana seorang Indonesia (“Ali”) mewakili seorang
pengusaha Cina (“Baba”) yang sebetulnya merupakan pemilik perusahaan tersebut. Peristiwa-
peristiwa korupsi dan skandal-skandal yang melibatkan tokoh-tokoh PNI semakin mendominasi.

Setelah harga relatif stabil pada tahun 1952-3, inflasi melonjak lagi. Selama masa Kabinet
Ali I, persediaan uang meningkat 75% dan nilai tukar rupiah pada pasar bebas turun dari 44,7%
dari nilai resmi menjadi 24,6%. Para eksportir, di antaranya banyak pendukung Masyumi di luar
Jawa, terkena dampak yang sangat buruk. Penyelundupan meningkat, dan satuan-satuan tentara
yang miskin ikut serta dalam penyelundupan tersebut.

Masalah tersebut ditambah dengan berkembangnya favoritism dari PNI,partai Ali


Sastroamidjojo berasal. Walaupun senantiasa digembar-gemborkan bahwa perekonomian
kolonial sedang diubah menjadi perekonomian nasional, namun strukturnya tidaklah berubah.
Membangun struktur perekonomian nasional tampaknya sama dengan membangun partai.
Importir-importir yang diistimewakan adalah The Big Five Belanda. Sekarang importir-importir
yang diistimewakan adalah kawan-kawan pendukung PNI dan lain-lainny yang memberikan
sumbangan pada PNI.

E. Dampak Pesaingan Finansial Ekonomi

Setelah adanya penandatanganan pembatalan KMB pada tanggal 3 Mei 1956, banyak
pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya, sedangkan pengusaha pribumi belum mampu
mengambil alih perusahan Belanda tersebut. Dapat dipastikan bahwa setelah terjadinya
pengambilalihan
perusahaan milik Belanda, perusahaan perkebunan/pertanian yang telah dikuasai
menurun karena kesukaran-kesukaran yang telah timbul berhubung dengan berkurangnya tenaga
ahli, alat-alat produksi, termasuk pengangkutan dan sebagainya.Ada pun perkembangan ekonomi
di Indonesia di lapangan produksi pada umunya memang benar menunjukkan kemunduran di
tahun 1958. Namun demikian, harus digarisbawahi bahwa, perkembangan ekonomi senantiasa
berlangsung di bawah berbagai pengaruh dan tidaklah mungkin untuk memastikan pengaruh-
pengaruh mana yang telah memegang peranan yang menentukan dalamerkembangan tertentu.

Demikian juga halnya dengan perkembangan ekonomi Indonesia selama tahun 1958, satu
tahun setelah perusahaan-perusahaan Belanda diambil-alih dan dikuasai. Perkembangan tersebut
sesungguhnya telah berlangsung di bawah pengaruh tiga faktor penting, yakni inflasi dalam
negeri, resesi di negara-negara Eropa Barat dan Amerika Serikat yang menyebabkan kelesuan
harga komoditi ekspor Indonesia, dan pengambil-alihan perusahaan Belanda yang mengharuskan
diadakannya penyesuaian di bidang produksi dan perdagangan.
F. Dampak RPLT

Selama masa 1956-1958 Indonesia telah dihadapkan dengan berbagai kesulitan yang
demikian kompleks sifatnya sehingga dengan sendirinya pelaksanaan RPLT tak luput dari
pengaruh-pengaruh yang bersifat menghambat. Dalam laporan pelaksanaan RPLT tahun 1956-
1960 mengenai tahun 1956, 1957, dan 1958 dikemukakan bahwa banyak kesulitan yang
dihadapidalam menyusun laporan tersebut. Kesulitan itu bertalian erat dengan belum
terpenuhinya syarat-syarat yang lazim dikenakan pada penyusunan suatu rencana pembangunan
yaitu terutama sekali mengenai bahan-bahan keterangan tentang keungan, keahlian, sumber-
sumber alam, konsumsi, produksi dan sebagainya yang mestinya dapat diperkirakan atau
diperhitungkan dengan cukup tepat supaya target dan rencana tersebut jelas, sehingga cara-cara
maupun alat-alat untuk pencapaiannya dapat ditetapkan dangan tepat pula.

Sebagai akibat kebijaksanaan politik ekonomi daerah dan pusat yang tidak menentu, akhirnya
menimbulkan ketegangan-ketegangan antara pusat dan daerah. Di bidang ekonomi ketegangan
itu mendorong daerah-daerah melakukan barter gelap yang sangat menurunkan pendapatan
Pemerintah. Di bidang politik, daerah ingin mendirikan negara tersendiri seperti misalnya
muncul Dewan Benteng dan Permesta.

KEADAAN EKONOMI PADA MASA KEBIJAKAN LIBERAL

Berbeda dengan industri-industri perkebunan besar di Jawa yang berkembang dengan


pesat pada masa liberalisme dan sangat menguntungkan bagi pengusahapengusaha swasta
Belanda dan pemerintah kolonial, maka sebaliknya pada masa yang sama tingkat kesejahteraan
rakyat Indonesia terutama Jawa semakin mundur. Jumlah penduduk yang semakin bertambah
sehingga semakin memperbesar tekanan terhadap sumber-sumber bahan pangan. Tanah yang
terbaik kualitasnya sudah digunakan, sehingga tanaman-tanaman padi hanya ditanam pada lahan
yang tandus saja. Pembebasan petani secara berangsur-angsur dari penanaman komoditi eksport
yang sifatnya paksaan hanya menimbulkan sedikit perbaikan, karena pajak tanah dan
bentukbentuk pembayaran lainnya masih tetap harus diserahkan kepada pemerintah, tetapi
sumber penghasilan untuk membayar pajak tersebut telah dihapuskan. Penderitaan itu sangat
dirasakan terutama di daerah penanaman kopi, karena lahan yang digunakan untuk menanam
kopi tidak dapat digunakan lagi untuk penanaman yang lainnya.

Krisis perdagangan tahun 1885 juga mempersempit penghasilan penduduk Jawa, baik
baik berupa upah yang berlaku bagi pekerjaan perkebunan mauoun yang berupa sewa tanah.
Menurunnya tingkat kesejahteraan rakyat Jawa dapat dilihat pula dari menurunnya angka-angka
impor barang-barang konsumsi, seperti tekstil, pada akhir abad ke-19. Di bawah ini beberapa
faktor yang menyebabkan kemiskinan rakyat Indonesia khususnya Jawa yaitu :
a. Kemakmuran rakyat ditentukan oleh perbandingan antara jumlah penduduk dan faktor-faktor
produksi lainnya seperti tanah dan modal. Rakyat Jawa bermodal sangat sedikit sedangkan
jumlah penduduk sangat besar.

b. Tingkat kemajuan rakyat belum begitu tinggi, sehingga hanya dijadikan umpan bagi kaum
kapitalis.

c. Penghasilan rakyat yang diperkecil dengan sistem verscoot (uang muka).

d. Sistem tanam paksa dihapus, namun diberlakukan sistem batiq saldo.

e. Krisis tahun 1885 mengakibatkan terjadinya penciutan dalam kegiatan pengusahapengusaha


perkebunan gula yang berarti menurunnya upah kerja dan sewa tanah bagi penduduk

KESIMPULAN

Pada zaman liberal mengakibatkan penetrasi ekonomi yang masuk lebih dalam lagi ke dalam
kehidupan masyarakat Indonesia, terutama di Jawa. Penduduk pribumi di Jawa mulai
menyewakan tanah-tanah mereka kepada pihak swasta Belanda untuk dijadikan perkebunan-
perkebunan besar. Berkembangnya perkebunan-perkebunan tersebut memberikan peluang
kepada rakyat Indonesia untuk bekerja sebagai buruh perkebunan. Selain itu juga penetrasi di
bidang eksport import tekstil yang mematikan kegiatan kerajinan tenun di Jawa. Perkembangan
pesat perkebunan-perkebunan teh, kopi, tembakau, dan tanaman-tanaman perdagangan lainnya
berlangsung antara 1870-1885. Selama masa ini mereka mampu meraup keuntungan yang besar
dari penjualan barangbarang ini di pasar dunia. Dengan Krisis perdagangan tahun 1885
mengakibatkan terjadinya reorganisasi dalam kehidupan ekonomi Hindia-belanda.

Antara tahun 1949-1959 terjadi tujuh kali pergantian kabinet (rata-rata berumur 14 bulan),
sehingga memang cukup sulit menilai program ekonomi apa yang telah dipakai masing-masing.
Berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, seperti Operasi Gunting Sjafruddin (19 Maret
1950), Ekonomi Gerakan Benteng (1950-1953), Nasionalisasi De Javasche Bank (15 Desember
1951), Ekonomi Ali-Baba (Juli 1953–Juli 1955), Persaingan Finansial Ekonomi (7 Januari 1956),
dan Rancana Pembangunan Lima Tahun (1956-1961), tidak dapat berjalan secara maksimal. Hal ini
disebabkan karena kebijakan yang dikeluarkan berlangsung hanya dalam waktu yang singkat.
Perubahan Kabinet yang silih berganti, dan hanya berjalan dalam waktu yang sebentar sangat
mempengaruhi tingkat keberhasilan kebijakan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Daliman. 2001. Sejarah Indonesia Abad 19- Awal Abad 20. Yogyakarta : FIS UNY G.

Moedjanto. 1988. Indonesia Abad ke-20. Yogyakarta : Kanisius.

M. C. Ricklef. 1991. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta : UGM Press.

Yahya A. Muhamin, Bisnis dan Politik Kebijaksanaan Ekonomi Indonesia 1950-1980, Jakarta,
LP3S, 1991

You might also like