Professional Documents
Culture Documents
Konsep, Prinsip, Dan Sumber Belajar Mengajar Dalam Persfektif Al-Qur'an
Konsep, Prinsip, Dan Sumber Belajar Mengajar Dalam Persfektif Al-Qur'an
net/publication/336345966
CITATIONS READS
0 25,569
1 author:
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Anwar Ibrahim Hasibuan on 08 October 2019.
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 5:
KELAS A/3
1441 H / 2019
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin. Segala puji bagi Allah SWT yang telah
memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan
sehingga penulisan makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya. Pembuatan
makalah ini untuk memenuhi tugas pada mata kuliah "Tafsir Tarbawi". Shalawat
teriring salam kami haturkan kepada baginda Nabi besar kita, Muhammad SAW,
kepada keluarga, sahabat, dan para pengikut beliau yang setia sampai akhir zaman,
semoga kita semua mendapat syafa’at beliau di yaumul qiamah kelak. Aamiin ya
robbal ‘alamin.
Dalam penulisan makalah ini kami sadari bahwa masih banyak terdapat
kekurangan dalam penulisannya, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah
ini.
Kelompok 5
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................. 1
DAFTAR ISI................................................................................................. 2
BAB I: PENDAHULUAN
A. KESIMPULAN .............................................................................. 18
B. SARAN ............................................................................................ 18
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
3
C. Tujuan pembahasan
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Belajar
Paling tidak ada dua istilah yang digunakan Al-Qur’an yang berkonotasi
belajar, yaitu ta’allama dan darasa. Ta’allama berasal dari kata ‘alima yang telah
mendapat tambahan dua huruf (imbuhan), yaitu ta’ dan huruf yang sejenis dengan
lam fi’il-nya yang dilambangkan dengan tashdid sehingga menjadi ta’allama.
‘Alima berarti “mengetahui”, dari kata ‘alima juga terbentuk kata al-‘ilm (ilmu).
Penambahan huruf pada suatu kata dasar, dalam kaidah bahasa Arab, dapat
mengubah makna kata tersebut yang dinamakan dengan istilah fawa’id al-bab.
Penambahan ta’ dan tashdid pada kata ‘alima sehingga menjadi ta’allama juga
membuat perubahan itu, yaitu mutawwa’ah; yang berarti adanya bekas suatu
perbuatan. Maka ta’allama secara harfiah dapat diartikan kepada “menerima ilmu
sebagai akibat dari suatu pengajaran”. Dengan demikian, “belajar” sebagai
terjemahan dari ta’allama dapat didefenisikan kepada perolehan ilmu sebagai
akibat dari aktivitas pembelajaran. Atau dengan kata lain, belajar merupakan suatu
aktivitas yang dilakukan seseorang di mana aktivitas itu membuatnya memperoleh
ilmu (Kadar: 2013: 34).
Dalam Al-Qur’an kata ta’allama itu terulang dua kali. Keduanya digunakan
dalam perbincangan tentang ilmu sihir (Kadar: 2013), yaitu
“Maka mereka mempelajari dari keduanya (malaikat itu) apa yang (dapat)
memisahkan antara seorang (suami) dengan isterinya. Dan mereka itu (ahli sihir)
tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali dengan izin
5
Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang mencelakakan dan tidak memberi
manfaat kepada mereka. (QS.Al-Baqarah: 102)
ت َو ِليَقُ اولُ اوا د ََر استَ َو ِلنُبَ ِينَ ٗہ ِلقَ او ٍم ي اَّع َل ُم او َن ٰ ص ِرفُ ا
ِ اَّل ٰي َ وک َٰذ ِل
َ ُک ن
Kata darasta dalam ayat ini berarti “engkau telah mempelajari”. Al-Isfahani
secara harfiah memakai kata darasa itu dengan “meninggalkan bekas”, seperti
yang terlihat dalam makna ungkapan darasa al-daaru yang semakna dengan
6
baqiya athruhaa (rumah itu masih ada bekasnya). Maka ungkapan darastu al-‘ilma
sama artinya dengan tanawaltu athrahu bi al-hifzi (saya memperoleh bekasnya
dengan menghafal). Berangkat dari makna harfiyah ini, maka belajar dapat di
defenisikan kepada suatu kegiatan pencarian ilmu, di mana hasilnya berbekas dan
berpengaruh terhadap orang yang mencarinya. Artinya, belajar tidak hanya sekeder
aktivitas tetapi ia mesti mendatangkan pengaruh atu perubahan pada orang yang
belajar tersebut (Kadar: 2013: 37).
Kata darasa dalam Al-Qur’an terulang 5 kali. Kata tersebut terdapat dalam
surah Ali-‘Imran ayat 79, al-An’am ayat 105, al-A’raf ayat 169, Saba’ ayat 44, dan
al-Qalam ayat 37.
Berdasarkan konsep ta’allama dan darasa di atas, maka hakikat belajar itu
adalah pencarian dan perolehan ilmu di mana ia mendatangkan pengaruh atau
perubahan kepada si pelajar. Nashwaty mendefenisikan; “belajar adalah suatu
proses dimana kita memperoleh darinya perubahan yang terjadi pada perilaku
seseorang”. Ayat 105 Ssurah al-An’am di atas menggambarkan pula, bahwa untuk
mendapatkan hasil belajar yang maksimal ia mesti diulang-ulang. Hal itu
tergambar dalam penggalan ayat yang artinya “dan demikianlah kami menjelaskan
berulang-ulang ayat-ayat kami” supaya orang-orang yang beriman mandapat
petunjuk. Allah mengajar manusia melalui kitab suci-Nya, pengajaran Allah itu
selalu diulang-ulang. Pengulangan itu tidak hanya dilakukan oleh guru, tetapi yang
paling penting lagi dilakukan oleh peserta didik (Kadar: 2013: 45).
B. Konsep Mengajar
Kata “mengajar” mempunyai akar kata yang sama dengan belajar, yaitu
berasal dari kata “ajar”. Secara harfiah kata “mengajar” diartikan kepada
“memberikan pelajaran”. Artinya, mengajar sebagai suatu pekerjaan melibatkan
berbagai hal, yaitu guru -sebagai pengajar-, materi pelajaran, dan pelajar (Kadar:
2013: 58).
Al-Qur’an menggunakan kata ‘allama 41 kali dalam dua sighat (pola), yaitu
fi’il madi dan mudari’. Ayat-ayat tersebut pada umumnya menggambarkan bahwa
Allah-lah yang mengajar manusia. Artinya, Allah melimpahkan ilmu kepada
manusia baik secara langsung maupun tidak. Dia mengajar Adam mengenai nama
segala sesuatu. Dalam surah Al-Baqarah ayat 31-32 ditegaskan:
Dan Dia ajarkan kepada Adam nama-nama (benda) semuanya, kemudian Dia
perlihatkan kepada para malaikat, seraya berfirman, “Sebutkan kepada-Ku nama
semua (benda) ini, jika kamu yang benar! “Mereka menjawab, “Maha suci
Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan
kepada kami. Sungguh Engkaulah yang Maha mengetahui, Mahabijaksana (QS.
Al-Baqarah:31-32).
Selain istilah ‘allama, dalam bahasa Arab, terdapat pulah istilah rabba,
darasa, dan ‘addaba yang berdekatan maknanya dengan ‘allama tersebut. Istilah-
istilah ini secara harfiah mempunyai makna yang berbeda. Tetapi secara
terminologi, semuanya menggambarkan hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaan
atau proses yang dilalui dalam melaksanakan pebelajaran terutama oleh guru
(Kadar: 2013: 60).
Konsep mengajar dalam islam terbagi menjadi tiga (Arif Hidayat: 2016: 42),
yaitu:
1. Tarbiyah
8
Istilah tarbiyah berasal dari kata Robba yang serumpun dengaan akar kata
Rabb (Tuhan). Ia juga merujuk kepada Allah selaku Murabby (pendidik) sekalian
alam. Kata Rabb (Tuhan) dan Murabby (pendidik) berasal dari akar kata seperti
termuat dalam ayat Al-Qur’an.
9
kepada anakanya. Berangkat dari konsep ini, tergambar sangat jelas bahwa
pendidikan islam sama sekali tidak mempertontonkan tindakan kekerasan, baik
berupa hukuman fisik, pelecehan, maupun kata-kata kasar terhadap anak didik
(Muhammad Takdir Ilahi dalam Arif Hidayat: 2016: 52)
2. Ta’dib
10
3. Ta’lim
Konsep ta’lim dalam Al-Qur’an menggunakan bentuk fi’il (kata kerja) dan
ism (kata benda). Konsep ta’lim secara etimologi yaitu semacam proses transfer
ilmu pengetahuan. Dalam kaitan ini ta’lim sering dipahami sebagai proses
bimbingan yang mengedapankan aspek peningkatan intelektualitas anak didik.
Kecenderungan makna ta’lim ini, pada batas-batas tertentu ternyata menimbulkan
keberatan pakar pendidikan Islam untuk memasukkan kata ta’lim ke dalam konsep
pendidikan secara umum. Mereka beranggapan bahwa ta’lim merupakan salah satu
sisi pendidikan. Konsep ta’lim yang lebih menekankan pada transformasi ilmu
pengetahuan dan teknologi, bagaimanpun harus dikaitkan dengan nilai-nilai
Ilahiah. Maka, tidak heran bila dalam konsep ta’lim pengetahuan tidak bebas nilai.
Ini karena, ia harus selalu terikat dengan nilai-nilai Ilahiah yang bermanfaat bagi
anak didik secara keseluruhan.
Menurut Abdul Fattah Jalal (dalam Arif Hidayat: 2016: 53), konsep ta’lim
merupakan proses pemberian pengetahuan, pemahaman, pengertian, tanggung
jawab, sehingga diri manusia itu menjadi suci atau bersih dari segala kotoran,
sehingga siap menerima hikmah dan mampu mempelajari hal-hal yang bermanfaat
bagi dirinya (keterampilan).
Mengacu pada definisi ini ta’lim berarti adalah usaha terus-menerus manusia
sejak lahir hingga mati untuk menuju dari posisi “tidak tahu” ke posisi “tahu”
seperti yang digambarkan dalam surat An Nahl ayat 78 yang berbunyi:
Tujuan dan ideal konsep ta’lim bukan sekadar untuk menigkatkan potensi
dan skill mereka, melainkan pula sebagai bentuk kecintaan terhadap ilmu
pengetahuan. Tidak heran bila konsep ta’lim mengacu pada pengembangan
kemampuan potensi fitrah manuisia berupa potensi akal (intelektual), sikap
(emosional), dan akhlak (spiritual) yang terintegrasi secara holistik.
11
Sebagai mana diketahui bahwa sistem pendidikan islam merupakan usaha
untuk mentransformasikan ilmu-ilmu kewahyuan dan keduniaan kepada generasi
muslim, agar mereka memilki kesiapan dalam menghadapi tantangan kehidupan
yang semakin kompleks. Maka dibutuhkan pendidik yang memiliki kriteria ideal
seperti ia harus mempunyai pengetahuan yang bulat tentang apa yang akan
diajarkan, ia harus mempercayai dasar-dasar pengetahuan yang luas tentang tujuan
pengajaran yang hendak dicapai, memiliki dasar pengetahuan untuk membimbing
anak didik menyangkut: minat, bakat, kebutuhan dan aspirasi, dan menguasai
metode mengajar. Kriteria yang dimiliki pendidik tersebut dimaksudkan untuk
mengembangkan kepribadian dan pengetahuan anak didik menurut ajaran islam
(Arif Hidayat:2016:54).
A. Prinsip Belajar
Belajar sebagai suatu aktivitas dalam mencari ilmu mesti didasarkan atas
prinsip-prinsip tertentu, yang meliputi ketauhidan, keikhlasan, kebenaran, dan
tujuan yang jelas. Dan pengaruh yang diharapkan terjadi pada si pelajar tidak dapat
dipisahkan dari keempat prinsip tersebut (Kadar: 2013: 47-48).
Tauhid merupakan dasar pertama dan utama, dimana kegiatan belajar mesti
dibangun di atasnya. Banyak ayat Al-Qur’an yang menggambarkan hal tersebut.
Perbincangan kitab suci ini tentang ilmu pengetahuan dan fenomena alam, sebagai
objek yang dipelajari, mengarahkan manusia kepada tauhid. Atau dengan kata lain
belajar mesti berangkat dari ketauhidan dan juga berorientasi kepadanya.
12
Ayat ini mengajarkan, bahwa membaca sebagai salah satu aktivitas belajar
mesti berangkat dari nama Tuhan yang telah menciptakan segala sesuatu. Dengan
demikian, belajar mesti berangkat dari keimanan dan berorientasi untuk
memperkuatnya. Penguasaan ilmu adalah sebagai modal yang dapat menambah
dan memperkokoh keimanan tersebut. Dan hasilnya adalah tunduk dan patuh
kepada sang Khaliq (Kadar: 2013: 49).
B. Prinsip Mengajar
13
Dalam surah Al-Rahman ayat 1-4 dijelaskan:
Ikhlas dalam hal ini berarti bahwa mengajar mengharap rida Allah. Atau
dengan kata lain, kegiatan mengajar merupakan aktivitas jihad memerangi
kebodohan yang diperintahkan Allah kepada manusia. Untuk itu profesi keguruan
tidak hanya sekedar sebagai suatu pekerjaan yang mendatangkan kesejahteraan
material kepadanya, tetapi ia mesti dimaknai sebagai dakwah mencerahkan
intelektual, akidah, dan moral kepada peserta didik.
14
Menurut slameto (dalam Ali Mufron: 2013: 137) prinsip-prinsip mengajar
ada 10, yaitu: (1) perhatian, (2) Aktivitas, (3) Apersepsi, (4) Peragaan, (5) Repetisi,
(6) Korelasi, (7) Konsentrasi, (8) Sosialisasi, (9) Individualisasi, dan (10) Evaluasi.
Sedangkan menurut prof. Nasution (dalam Arif Hidayat: 2016: 54) prinsip
mengajar ada 4, yaitu: (1) Apersepsi, (2) Korelasi, (3) Motivasi, dan (4)
Keperagaan.
A. Sumber Belajar
15
menghayatinya agar jiwa para pembaca mengakui dan menyadari bahwa ia berasal
dari Allah.
ِ س ُك ْم أَفَال تُب
َ ْص ُر
ون َ ِات ِل ْل ُموقِن
ِ ُ َوفِي أ َ ْنف. ين ٌ َض آي
ِ َْوفِي اْلر
“Dan di bumi terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang
yang yakin, dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak
memperhatikan?
16
B. Sumber Mengajar
2. Internet
Dikutip dalam (Ritha Asmiati: 2013) Sumber pokok pengajaran agama islam
adalah Al-Qur’an dan Hadits. Kedudukan Al-Qur’an sebagai sumber mengajar
yang paling utama terdapat dalam surah An-Nahl ayat 64:
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Proses belajar mengajar pada hakikatnya ialah kegiatan interaksi yang saling
memengaruhi antara guru dan murid dalam rangka mencapai tujuan pengajaran,
baik yang bersifat kognitif, afektif, maupun psikomotorik.
Konsep belajar dalam perspektif Al-Qur’an ada dua istitah yaitu ta’allama
dan darasa, sedangkan konsep mengajar dalam perspektif Al-Qur’an ada empat
yaitu ‘allama, rabba, darrasa, dan ‘addaba.
Prinsip belajar dalam Al-Qur’an yaitu prinsip tauhid dan keimanan, adapun
prinsip mengajar dalam perspektif Al-Qur’an juga tidak terlepas dari prinsip tauhid
dan Ilahiyah, selain itu ada Prinsip kasih sayang yang melahirkan prinsip-prinsip
mengajar lainnya, yaitu ikhlas, demokrasi, kelembutan, dan tenggang rasa terhadap
anak didik.
B. Saran
18
DAFTAR PUSTAKA
M. Yusuf, Kadar. 2013. Tafsir Tarbawi. Jakarta: Imprint Bumi Aksara
Efendi, Arif Hidayat. 2016. Al-Islam Studi Al-Qur’an (Kajian Tafsir Tarbawi).
Yogyakarta: Deepublish
Http://Arrizalwahyuutama.blogspot.com/2012/12/strategi-dan-sumber-
mengajar.html?=1
Http://Rithasmiati.blogspot.com/2013/09/media-dan-sumber-
pembelajaran.html?m=1
19