You are on page 1of 12

MAKALAH

TAFSIR AYAT TARBAWY


“Kewajiban Mengajar Al-Muddatsir ayat 1-7, S. Asy Syu’ara 26: 214 Al-
Imran 79 dan 104”
 
Dosen pembimbing:
Drs. H. Abdul Manan Syafi’i. M.Ag., Ph.D
 
 
 
Disusun Oleh :
Kelompok 10
1. Suhaibah
2. Siti Patimah
 
 
 
 
 
 
YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM (YPI)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
MUARA BULIAN BATANG HARI
TAHUN AKADEMIK 2014

KATA PENGANTAR
 
 
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan berlimpah nikmat berupa kesehatan jasmani maupun rohani kepada
Kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini sampai selesai. Sholawat
dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi akhir zaman Muhammad
SAW.

Kami menyadari tersusunnya makalah ini bukanlah semata-mata hasil jerih


payah kami sendiri, melainkan berkat bantuan berbagai pihak. Untuk itu, Kami
menghaturkan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
Kami dalam penyusunan makalah ini.
Semoga Allah SWT memberikan pahala yang setimpal dan menjadikan amal
sholeh bagi semua pihak yang telah turut berpartisipasi dalam penyelesaian
makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Amiin Ya Rabbal’alamin.

Muara Bulian,     Mei 2014

Penulis

 
 
 
 
 
 
DAFTAR ISI
 
 
KATA
PENGANTAR…………………………………………………………………
……       i
DAFTAR
ISI………………………………………………………………………………
……      ii
 
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang…………………………………………………………………..
1
2. Rumusan Masalah…………………………………………………………….. 1
BAB II PEMBAHASAN
1. Kewajiban Mengajar Dalam Al Quran ………………………………………. 2
2. S. Al Mudatsir 1-7 …………………………………………………………. 2
3. Asy Syu’ara 26: 214 (proses belajar mengajar)…………………… 7
4. S. Al Imran 79 ………………………………………………………………. 8
5. S. Al Imran 104 …………………………………………………………….. 10
BAB III PENUTUP
1. Kesimpulan……………………………………………………………………….
. 11
2. Saran
……………………………………………………………………………….. 11
DAFTAR
PUSTAKA……………………………………………………………………….
12
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

BAB I
PENDAHULUAN
 
 
1. Pendahuluan
Didalam kehidupan ini Allahlah yang menjadi pengajar yang pertama, yang
mana untuk yang pertama kalinya Allah mengajar kepada Rosulullah melalui
malaikat jibril. Kita manusia sebagai makhluk yang sempurna diberi beban serta
tanggung jawab mengajar atau memberi pengetahuan kepada orang-orang
disekitar kita terutama orang-orang terdekat kita yakni untuk membimbing
mereka kepada arah yang lebih baik. Di dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat
yang menjelaskan tentang kewajiban mengajar bagi orang-orang yang mampu
mengajar kepada orang –orang yang belum ataupun kurang mengetahui,.di
antaranya Q.S. Al Mudatsir 1-7, Q.S. Asy Syuara 26: 214, Q.S. Al Imran 79,
dan Q.S. Al Imran 104

1. Rumusan Masalah
Sehubungan dengan luasnya bab yang akan dibahas, maka penulis
mengindentifikasi masalah berupa pertanyaan-pertanyaan yang memudahkan
penulis dalam membatasi dan merumuskan masalah yaitu:
1. S. Al Mudatsir 1-7,
2. S. Asy Syuara 26: 214,
3. S. Al Imran 79, dan Q.S. Al Imran 104
 
 
 
 
 
 
 

 
BAB II
PEMBAHASAN
 
1. Kewajiban Mengajar Dalam Al Quran
Diwajibkan oleh Allah swt sebagai salah satu kegiatan dakwah yang mana
mampu mengajak manusia kepada yang ma`ruf dan mencegah manusia dari hal
yang munkar. Setelah turun ayat dalam surat Al-‘Alaq perintah belajar, wahyu
Allah berikutnya perintah mengajar yaitu Allah menjelaskannya dalam beberapa
surah Al-Quran diantaranya adalah:

1. S. Al Mudatsir 1-7
)1(   ‫يَاَأيُّهَا ْال ُم َّدثِّ ُر‬
)2(  ‫رْ ْن ِذ فََأ قُ ْم‬
)3(    ْ‫ك فَ َكبِّر‬ َ َّ‫َو َرب‬
)4(    ْ‫ك فَطَهِّر‬ َ َ‫َوثِيَاب‬
)5(  ُّ‫فَا ْهجُرْ جْ َز َوالر‬
)6(   ‫َوال تَ ْمنُ ْن تَ ْستَ ْكثِ ُر‬
)7(    ْ‫ك فَاصْ بِر‬ َ ِّ‫َولِ َرب‬
Artinya :

`Wahai yang berselimut. Bangkitlah dan berilah peringatan, Dan Tuhanmu


agungkanlah. Dan pakaianmu bersihkanlah. Dan dosa maka tinggalkanlah.
Dan janganlah memberi untuk memperoleh yang banyak. Dan hanya kepada
Tuhanmu saja, maka bersabarlah.“
)1( j‫ْال ُم َّدثِّ ُر يَاَأيُّهَا‬
`Wahai yang berselimut(Nabi Muhammad)
Kata ‫ ْال ُم َّدثِّ ُر‬ terambil dari kata yang berarti mengenakan yaitu sejenis kain yang
diletakkan diatas baju yang dipakai dengan tujuan menghangatkan dan atau
dipakai sewaktu berbaring tidur(selimut).

Dalam hal tersebut mengandung pemahaman kata “berselimut” dalam arti yang
hakiki, bukan dalam arti kiasan seperti “ berselubung dengan pakaian
kenabian”, atau dengan akhlak yanga mulia”. Bila kalimat “orang yang
berselimut” dikaitkan dengan hal yang lebih jauh dengan sebab turunnya ayat,
maka arti yang ditunjuk oleh peristiwa adalah orang yang diselimuti, yang mana
yang menyelimuti adalah istri beliau, Khodijah ra.

(2 ‫)فََأ ْن ِذرْ قُ ْم‬


Bangkitlah dan berilah peringatan
Kata ‫ قُ ْم‬terambil dari kata       yang mempunyai banyak bentuk. Secara umum,
kata-kata yang dibentuk dari akar kata tersebut diartikan sebagai “melaksanakan
sesuatu secara sempurna berbagai seginya.” Karena itu , perintah diatas
menuntut kebangkitan yang sempurna, penuh semangat, dan percaya diri,
sehingga yang diseru dalam hal ini Nabi Muhammad saw harus membuka
selimut, menyingsingkan lengan baju untuk berjuang menghadapi kaum
musyrikin.

Kata ْ‫ َأ ْن ِذر‬berasal dari kata     yang mempunyai banyak arti antara lain, sedikit,
awal sesuatu dan janji untuk melaksanakan sesuatu bila terpenuhi syaratnya.
Pada ayat di atas, kata ini biasa diterjemahkan peringatkanlah. Yang
didefinisikan sebagai “penyampaian yang mengandung unsure menakut-nakuti”.
Yang maan peringatan yang disampaikan itu merupakan sebagian kecil serta
pandahuluan dari sesuatu hal yang besar dan berkepanjangan.

Adapun kata `peringatan` pada ayat ini, para ulama berbeda pendapat tentang
objek yang diperingati karena ayat tersebut tidak menyebutkannya. Ada pula
yang berpendapat bahwa pada dasarnya perintah disini belum ditunjukkan
kepada siapapun. Yang penting adalah melakukan peringatan, kepada siapa saja.
Adapun kandungan peringatan, berdasarkan petunjuk ayat ayat yang
menggunakan redaksi yang sama dengan ayat ini, dapat kita katakan
bahwasanya peringatan tersebut menyangkut siksa di hari kemudian.

َ َّ‫فَ َكبِّرْ َو َرب‬


)3( ‫ك‬
Dan Tuhanmu agungkanlah.
Dan karena peringatan itu akan menimbulkan suatu kebencian dan gangguan
dari yang diperingati, maka pada ayat ke 3 ini bahwa dan bersamaan dengan itu
hanya Tuhan Pemelihara dan Pendidikmu, dan apapun yang terjadi maka
agungkanlah.

Huruf َ‫ ف‬pada ayat diatas demikian juga ayat-ayat berikut sengaja dicantumkan,
karena dalam kandungan redaksi ayat-ayat tersebut terdapat semacam sarat,
yang oleh banyak ulama’ dinyatakan sebagai apapun yang terjadi dan yang
semakna dengan nya.

Kata ‫ َربَّك‬pada tersebut mendahului kata ‫ َكبِّر‬ . hal tersebut untuk menggambarkan


bahwa perintah takbir(mengagungkan) hendaknya hanya diperuntukkan bagi-
Nya.
Ketika seorang mengucapkan takbir, pada hakikatnya ada dua hal yang
seharusnya ia capai. Pertama pernyataan keluar menyangkut sikap batinnya
tersebut. Kedua, mengatur sikap lahirnya sehingga disetiap langkahnya berada
dalam kerangka makna kalimat tersebut. Dan dampak dari kedua hal ini adalah
terhujamnya ke dalam jiwa rasa memiliki serta kesediaan mempertahankan
hakikat yang diucapkannya itu disamping tertanamnya kesadaran akan kecil dan
remehnya segala sesuatu selainNya.

َ َ‫ف‬
jَ َ‫ َوثِيَاب‬4( ْ‫طهِّر‬
)‫ك‬
Dan pakaianmu bersihkanlah
Dan ayat keempat ini adalah ayat yang mengandung petunjuk yang diterima
oleh Rasulullah saw dalam rangka melaksanakan tugas tabligh, setelah petunjuk
pada ayat pertama dan ayat ketiga ditekankan keharusan mengkhususkan
pengagungan (takbir) hanya kepada Allah swt. Ayat tersebut menyatakan: dan
pakaianmu, bagaimanapun keadaanmu maka bersihkanlah.

Kalau dalam petunjuk pertama dan ayat ketiga ditekankan pembinaan jiwa dan
sikap mental. Dalam ayat keempat ini yang ditekankan adalah penampilan
lahiriyah demi menarik simpati mereka yang diberi peringatan dan bimbingan.

Kata ‫اب‬
َ َ‫ ثِي‬adalah bentuk jamak dari kata       /pakaian. Disamping makna tersebut
ia juga digunakan sebagai majas dengan makna antara lain: hati, jiwa ,usaha,
badan, budi pekerti keluarga dan istri.
Kata‫ طَهِّر‬adalah bentuk perintah, dari kata ْ‫ طَهِّر‬yang berarti membersihkan dari
kotoran. Kata ini juga dapat dipahami dalam arti majas yaitu menyucikan diri
dari dosa atau pelanggaran. Hal ini menjadikan kedua kata tersebut menjadi
makna yang hakiki karena memperhatikan konteks yang merupakan sebab nuzul
ayat ini menjelaskan bahwa ketika turunnya, Nabi Muhammad bertekuk lutut
dan terjatuh ketanah(sehingga tentu mengakibatkan kotornya pakaian baliau)
saat ketakutan melihat malaikat jibril.

)5( ‫فَا ْهجُرْ َوالرُّ جْ َز‬


Dan dosa maka tinggalkanlah
Petunjuk yang ketiga adalah dan dosa yakni menyembah berhala betapapun
hebatnya atau banyaknya orang yang menyembahnya maka tinggalkanlah.

Kata ‫الرُّ جْ َز‬     (dengan dhommah pada ro) atau ‫ ( الرُّ جْ َز‬dengan kasroh pada ro)
keduanya merupakan cara yang benar untuk membaca ayat ini,ulama
mengartikan dosa/ berhala. Kata ْ‫فَا ْهجُر‬   terambil dari kata ْ‫ ْهجُر‬hajaro yang
digunakan untuk menggambarkan “sikap meninggalkan sesuatu karena
kebencian kepadanya” Dari akar kata ini dibentuk akat hijroh, karena nabi dan
sahabatnya meninggalkan mekkah atas dasar ketidak senangan beliau terhadap
perlakuan penduduk. Kata   hajiroh berarti tengah hari karena pada saat itu
pemakai bahasa ini meninggalkan pekerjaannya akibat teriknya panas matahari
yang tidak mereka senangi.

)6( ‫ر تَ ْمنُ ْن َوال‬jُ ِ‫تَ ْستَ ْكث‬


Dan janganlah memberi untuk memperoleh yang banyak.
Ayat ini merupakan petunjuk kelima dalam rangkaian petunjuk-petunjuk Al-
Qur’an kepada Nabi Muhammad demi suksesnya tugas-tugas dakwah.

Kata ‫ تَ ْمنُ ْن‬terambil dari kata‫ ْمنُ ْن‬manana yang dari segi asal pengertianya berarti
memutus atau memotong. Sesuatu yang rapuh, tali yang rapuh dinamai karena
kerapuhannya menjadikan ia mudah putus. Pemberian yang banyak dinamai
karena itu mengandung arti banyak sehingga seakan-akan ia tidak putus-putus.
Makanan yang diturunkan kepada Bani Isroil dinamai karena ia turun dalam
bentuk kepingan terpotong-potong. Sedangkan menyebut-nyebut pemberian
dinamai karena ia memutuskan ganjaran yang sewajarnya diterima oleh
pemberinya.
Dari berbagai pendapat dapat disimpulkan bahwa paling tidak 4 pendapat ulama
tafsir tentang ayat ini:

1. Jangan merasa pesimis untuk memperoleh kebaikan yang banyak


2. Jangan memberikan sesuatu dengan tujuan mendapatkan yang lebih banyak.
3. Janganlah memberikan sesuatu dan menganggap bahwa apa yang engkau
berikan itu banyak.
4. Jangan menganggap usahamu (berdakwah) sebagai anugerah kepada manusia,
karena dengan demikian engkau akan memperoleh yang banyak. Perolehan
yang banyak bukan bersumberdari manusia tapi tapi berupa ganjaran dari Allah.
Pendapat yang tepat untuk Ayat ini adalah yang ke4 yakni Allah meletakan
beban tanggung jawab diatas pundak Nabi guna menyampaikan dakwahnya
tanpa pamrih atau tidak menuntut suatu imbalan duniawi.

َ ِّ‫ َولِ َرب‬  7( ْ‫فَاصْ بِر‬


                                                                                        )‫ك‬
. Dan hanya kepada Tuhanmu saja, maka bersabarlah.“
Pada ayat ketujuh terdapat kalimat `fashbir` yakni mencakup perintah untuk
bersabar. Kita kembali mempertanyakan apa yang dimaksud dengan kalimat
`wa lirabbika` yang diterjemahkan dengan karena Tuhanmu saja. Kalimat ini
menuntut kesabaran dilaksanakan oleh para Nabi saw semata mata karena Allah
swt, bukan karena sesuatu yang lain. Misalnya diiming imingi dengan
pencapaian target, dalam hal ini target keislaman umat manusia. Mengapa
demikian? Karena kesabaran dalam perjuangan dapat memudar apabila hasil
yang ditargetkan terlalu besar bila dibandingkan dengan sarana dan prasarana
yang dimiliki. Tetapi apabila yang menjadi tujuan adalah perjuangan itu sendiri
–terlepas dari apapun hasilnya- maka ia akan terus berlanjut, baik apa yang
diharapkan itu tercapai atau tidak.

2. Asy Syu’ara 26: 214 (proses belajar mengajar)


ْ‫ك َوَأ ْن ِذر‬
َ َ‫اَأْل ْق َربِينَ ع َِشي َرت‬

Artinya :

` Dan berilah peringatan kepada kerabat kerabatmu yang terdekat“


Shihab : (2002 : 356) menjelaskan bahwa : menurut Ibnu Asyur, ayat ini tertuju
kepada Nabi Muhammad saw. Kata `asyirah berarti anggota suku yang terdekat.
Ia terambil dari kata ‘Aasyaro yang berarti saling bergaul karena anggota suku
yang terdekat atau keluarga adalah orang yang sehari hari saling bergaul.

Sedangkan kata al aqrabiin yang menyifati kata `asyirah merupakan penekanan


sekaligus guna mengambil hati mereka sebagai orang-orang dekat dari mereka
yang dekat.

Demikianlah ayat ini mengajarkan kepada Rasulullah saw dan umatnya agar
tidak mengenal pilih kasih atau memberi kemudahan kepada keluarga dalam hal
pemberian peringatan. Ini berarti Nabi saw dan keluarga beliau tidak kebal
hukum juga tidak lepas dari kewajiban. Mereka tidak memiliki hak berlebih atas
dasar kekerabatan kepada Rasulullah saw, karena semua adalah hamba Allah
swt tidak ada perbedaan antara keluarga atau orang lain. Bila ada kelebihan
yang berhak mereka peroleh, itu disebabkan keberhasilan mereka mendekat
kepada Allah swt dan menghiasi diri dengan ilmu serta akhlak yang mulia.

Asbabunnuzul ayat:
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ketika turun ayat ْ‫ك َوَأ ْن ِذر‬
َ َ‫اَأْل ْق َربِينَ ع َِشي َرت‬
Rosulullah saw memulai dakwahnya kepada keluarga serumahnya, kemudian
keluarga yang terdekat. Hal ini menyinggung perasaan kaum muslimin (merasa
terabaikan) sehingga Allah menurunkan ayat selanjutnya (s.26 : 215) sebagai
perintah untuk juga memperhatikan kaum mu’minin lainnya. Hal ini
diriwayatkan oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Ibnu Juraij.

3. S. Al Imran 79
‫ َأ ْن لِبَ َش ٍر َكانَ َما‬jُ‫َاب اهَّللا ُ يُْؤ تِيَه‬
jَ ‫س لِلنَّا يَقُو َل ثُ َّم َوالنُّبُ َّوةَ َو ْال ُح ْك َم ْل ِكت‬ ِ ‫َولَ ِك ْن هَّللا ِ ُد‬
ِ ‫ون ِم ْن لِي ا ِعبَا ًد ُكونُوا‬

َ ‫ْد ُرسُونَ َرتَ ُك ْنتُ ْم َوبِ َما ْال ِكت‬


‫َاب تُ َعلِّ ُمونَ ُك ْنتُ ْم بِ َما بَّانِيِّينَ ُكونُوا‬

Artinya : Tidak wajar bagi seorang manusia yang Allah berikan kepadanya al
Kitab, hukum dan kenabian, kemudian dia berkata kepada
manusia :`Hendaklah kamu menjadi penyembah penyembahku bukan
penyembah Allah.“ Akan tetapi ia berkata : Hendaklah kamu menjadi orang
orang rabbani karena kamu selalu mengajarkan al Kitab dan disebabkan kamu
tetap mempelajarinya`.
Kata ‫ ثُ َّم‬yakni kemudian yang diletakkan antara uraian tentang anugerah –
anugerah-Nya dan pernyataan bahwa mereka menyuruh orang untuk
menyembah manusia. Kata kemudian itu untuk mengisyaratkan betapa jauh
ucapan demikian dari sifat-sifat mereka, dan betapa ucapan tersebut tidak masuk
akal.

Kata terambil dari kata yang memiliki aneka makna, antara lain pendidik dan
pelindung. Jika kata ini berdiri sendiri, maka yang dimaksud tidak lain adalah
Allah SWT.Jika kata ini ditambah huruf ya’ maka dinisbahkan. Dan apabila
untuk penekanan pada sifat maka dalam bahasa arab ditambah juga sebelum
huruf ya’ dengan huruf alif dan nun sehingga menjadi rabbani sebagaimana
bunyi ayat tersebut.

Dengan makna bahwa mereka yang diberi kitab, hikmah dan kenabian
menganjurkan semua orang agar menjadi rabbani, dalam arti semua aktivitas,
gerak dan langkah, niat dan ucapan kesemuanya sejalan dengan nilai-nilai yang
dipasankan olah Allah SWT. Yang Maha Pemelihara dan Pendidik itu.

Kata   َ‫ تَ ْد ُرسُون‬digunakan untuk meneliti sesuatu guna diambil manfaatnya.


Dalam ayat ini dijelaskan bahwasanya seorang rabbani paling tidak melakukan
2 hal. Pertama, terus menerus mengajar kitab suci al Quran, dan kedua terus
menerus memperlajarinya. Bahwa seorang rabbani harus terus menerus
mengajar karena manusia tidak luput dari kekurangan.

Di sisi lain, Rabbani bertugas terus menerus membahas dan mempelajari kitab
suci Al Quran karena firman Allah yang tertulis sedemikian luas kandungan
maknanya sehingga semakin digali semakin banyak yang diraih, walaupun yang
dibaca adalah teks yang sama. Jika demikian, seorang tidak boleh berhenti
belajar, meneliti, membahas, baik objeknya alam raya maupun kitab suci. Nah,
yang ditemukan dalam bahasan ataupun penelitian itu hendaknya diajarkan pula
sehingga berhenti antara mengajar dan meneliti dalam suatu lingkaran yang
tidak terputus kecuali dengan putus lingkarannya. Yaitu kematian seseorang.

Asbabunuzul ayat :Diriwayatkan oleh ibnu Ishaq dan baihaqi yang bersumber
dari ibnu Abbas : dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ketika pendeta-
pendeta kaum yahudi dan kaum nashara Najran berkumpul dihadapan
Rosulullah saw dan diajak masuk islam, berkatalah Abu Raf’i Al- Quradzi: “
Apakah tuan menginginkan agar kami menyembah tuan seperti nashara
menyembah Isa? “, Rosulullah menjawab: “ Ma’adzallah (Aku berlindung
kepada Allah dari pada itu)”. Maka Allah menurunkan ayat 79,80 sebagai
sanggahan bahwa tiada seorang nabipun yang mengajak umatnya untuk
menyembah dirinnya sendiri.
4. S. Al Imran 104
 
‫ُوف َويَْأ ُمرُونَ ْال َخي ِْر ِإلَى يَ ْد ُعونَ ُأ َّمةٌ ِم ْن ُك ْم َو ْلتَ ُك ْن‬ َ ‫ْال ُم ْفلِحُونَ هُ ُم َوُأولَِئ‬
ِ ‫ك ْال ُم ْن َك ِر ع َِن َويَ ْنهَوْ نَ بِ ْال َم ْعر‬

Artinya : `Dan hendaklah diantara kamu segolongan umat manusia yang


mengajak kepada kebajikan, menyuruh kepada yang maruf, dan mencegah dari
yang munkar, merekalah orang orang yang beruntung`
Kata ‫ ِم ْن ُك ْم‬pada ayat tersebut, ada ulama yang memahami dengan arti sebagian,
dengan demikian perintah berdakwah yang dipesankan olah ayat tidak tertuju
pada setiap orang. Ada pula ulama yang memfungsikan kata   ‫ ِم ْن ُك ْم‬   dalam arti
penjelasan, sehingga ayata ini merupakan perintah kepada setiap orang muslim
untuk mellakukan tugas dakwah, sesuai dengan kemampuannya.

Karena itu, lebih tepat memahami kata ‫ ِم ْن ُك ْم‬pada ayat diatas dalam arti sebagian
kamu tanpa menutup kewajiban setiap muslim untuk saling ingat mengingatkan.
Berdasarkan firman Allah surat al-Asyr yang menilai semua manusia dalam
kerugian, kecuali mereka yang beriman dan beramal soleh serta saling ingat
mengingatkan tentang kebenaran dan ketabahan.

Dalam ayat tersebut terdapat dua kata yang berbeda dalam rangka perintah
dakwah. Pertama َ‫ يَ ْد ُعون‬yakni mengajak dan yang kedua ya’muruna yakni
memerintahkan. Apa yang diperintahkan oleh ayat tersebut berkaitan dengan
dua hal , mengajak berkaitan dengan al-khoir sedangkan memerintahkan
berkaitan dengan perintah melakukan yang berkaitan dengan al-makruf,
sedangkan perintah untuk tidak melakukan yakni melarang dikaitkan dengan al-
munkar.

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Seorang Rabbani yang berilmu, harus mampu mengamalkan ilmu yang dimiliki
dan dikuasainya. Ia pun harus sesegera mungkin mengajak orang orang yang
terdekatnya untuk terus menerus membaca dan memahami Al Quran. Karena
mengajak mereka kepada yang maruf dan mencegah kepada hal yang munkar
adalah salah satu bahan dakwah yang selalu diwajibkan kepada hambaNya.
Dalam dakwah dan memberi peringatan kepada manusia, bukanlah sesuatu yang
mudah, namun diperlukan rasa sabar. Maka dalam firman Allah disebutkan
`fashbir` maka bersabarlah. Karena orang yang mengamalkan ilmunya, lebih
tinggi kedudukannya.

1. Saran
Kita sebagai pendidik sekaligus peserta didik, banyak yang bisa kita petik dalam
pelajaran ini. Salah satunya adalah motivasi yang bisa meningkatkan gairah dan
semangat kita untuk terus berupaya mencerdaskan bangsa, yang bisa kita
gunakan untuk bahan dakwah. Semoga kita mampu mengajak mereka kepada
yang maruf dan mampu menahan mereka dari segala sesuatu yang munkar.
Amin.

 
 
 
 

 
DAFTAR PUSTAKA
Jalaluddin al-mahalliy, jalaluddin as-suyuthi.1990.tafsir jalalain berikut
asbaabun nuzul ayat. bandung: sinar baru

Jalaluddin as-suyuthi. 2008. Sebab Turunnya Al-Qur’an, terj. Jakarta: Gema


Insani

KH.Qamaruddin Sholeh. Asbabun Nuzul .Bandung: Diponegoro

Shihab, M.quraisy.2002. Tafsir Al-Misbah. Jakarta: Lentera hati

You might also like