Professional Documents
Culture Documents
Laporan Kasus Skabies - Devi Anggyni Iryanti
Laporan Kasus Skabies - Devi Anggyni Iryanti
SKABIES
Disusun Oleh :
Devi Anggyni Iryanti
202082008
Pembimbing :
dr. Jeny Ritung, SpKK
Dokter Pendamping :
dr. Charis Olivia F Hattu
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas Berkat, Rahmat
dan Karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan makalah laporan kasus ini tepat waktu.
Penyusunan dan penulisan makalah laporan kasus ini sebagai salah satu tugas dalam
menyelesaikan program pendidikan profesi dokter stase Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin.
Penulis menyadari bahwa makalah laporan kasus ini memiliki kekurangan dan belum
sempurna, sehingga penulis mengharapkan para pembaca dapat memberikan saran dan kritik yang
membangun. Penulis juga berharap semoga referat ini dapat bermanfaat.
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..................................................................................................................... ii
Bab 3 – Kesimpulan…….................................................................................................... 15
Daftar Pustaka..................................................................................................................... 16
iii
BAB 1
ILUSTRASI KASUS
Perolehan Data
Data pasien didapatkan sebagian besar dari autoanamnesis dan alloanamnesis dari pasien dan
keluarga pasien, serta pengamatan dan analisis rekam medik. Pengumpulan data dilakukan pada
tanggal 28 Januari 2022 di Puskesmas Remu Kota Sorong.
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. IB
Agama : Kristen
ANAMNESIS
Keluhan Utama
Pasien datang ke Puskesmas Remu diantar oleh keluarganya dengan keluhan gatal seluruh tubuh
sejak 2 minggu lalu. Gatal dirasakan semakin meningkat saat malam hari, karena gatal pasien
menggaruk tubuhnya. Awalnya pasien mengeluhkan bahwa gatal di sela-sela jari tangan kanan
dan kiri, selain itu muncul bentol kemerahan pada daerah tersebut. Ibu pasien mengatakan bahwa
seluruh anggota keluarga mengalami keluhan yang serupa. Sebelum pasien, adik pasien
mengeluhkan gatal-gatal lebih dulu dan muncul juga bentol-bentol yang saat ini tampak seperti
bekas luka karena digaruk. Setiap hari pasien bermain dengan adik kedua adik pasien. Selain itu,
1
pasien tidur bersama ibunya dan kedua adiknya di kasur yang sama. Ibu pasien juga mengatakan
bahwa pasien mengeluhkan batuk sejak seminggu yang lalu. Ibu pasien juga mengatakan bahwa
BAK dan BAB pasien seperti biasa.
• Tidak ada
• Ayah pasien, Ibu pasien, serta kedua adik pasien memiliki keluhan yang sama dengan
pasien.
• Bedak herocyn namun tidak ada perbaikan (rasa gatal tidak menghilang)
• Pasien tidur bersama ibu dan kedua adiknya pada Kasur yang sama, pasien juga sering
menggunakan handuk yang sama dengan kedua adik pasien, Ibu pasien jarang menjemur
kasur yang digunakan untuk tidur, 2 minggu sekali baru mengganti sprei. Pasien
menggunakan air bor yang kurang jernih bercampur tanah bila lama dibiarkan airnya
tampak endapan tanah. Pasien tinggal di rumah yang sekitarnya terdapat rawa.
PEMERIKSAAN FISIS
Tanda Vital
• Nadi : 97 x/menit
• Suhu : 36.70C
• Pernapasan : 22 x/menit
• SpO2 : 99 %
2
Status Gizi
• Berat Badan : 21 kg
• Tinggi Badan : 120 cm
• BB/U : di antara p 25 dan 50 (gizi baik)
• TB/U : di p 25 (normal)
• BB/TB : di p 25 (normal)
Pemeriksaan Fisis
Kepala Normocephali
Konjungtiva anemis -/-, sklera tidak ikterik, refleks cahaya langsung +/+,
Mata
refleks cahaya tidak langsung +/+, pupil isokhor
Mulut Warna mukosa mulut merah muda, karies gigi, faring hiperemis (-)
3
• Auskultasi : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
• Inspeksi : datar
• Palpasi : nyeri tekan abdomen (-), hepar limpa tidak teraba
Abdomen membesar
• Perkusi : timpani di seluruh kuadran abdomen
• Auskultasi : bising usus 7x/menit
Ekstrimitas • Superior : Akral hangat +/+, atrofi otot -/-, edema -/-
• Inferior : Akral hangat +/+, atrofi otot -/-, edema -/-
Status Dermatologis
a) Distribusi : regional
b) Regio : interdigitalis dorsum manus dextra et sinistra, inguinalis
c) Efloresensi primer : papul, vesikel, pustul, makula
d) Efloresensi sekunder : ekskoriasi, skuama
e) Batas : tegas
f) Bentuk : bulat, oval
g) Warna : eritema, putih keabuan
h) Jumlah : multipel
i) Ukuran : miliar-lentikular
4
Gambar 2. Tangan Kiri
RESUME
Pasien anak perempuan usia 6 tahun 11 bulan diantar keluarganya ke puskesmas dengan
keluhan gatal seluruh tubuh sejak sekitar 2 minggu yang lalu. Gatal sangat dirasakan saat malam
hari. Terdapat keluhan serupa pada ayah dan ibu pasien serta kedua adik pasien. Pada pemeriksaan
5
fisik dan status generalis ditemukan dalam batas normal. Pada status dermatologis, pada regio
interdigitalis dorsum pedis dekstra dan sinistra, serta inguinalis ditemukan papul multipel, vesikel,
pustul, makula, ekskoriasi, dan skuama.
RENCANA DIAGNOSA
Usulan pemeriksaan penunjang pada kasus ini antara lain:
• Kerokan kulit
• Pengambilan tungau dengan jarum
• Burrow ink test
DIAGNOSA KERJA
• Skabies
DIAGNOSA BANDING
• Dermatitis atopik
• Prurigo
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Skabies merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap
Sarcoptes scabiel varietas hominis, dan produknya (Der Ber 1971). Skabies ditandai dengan
keluhan gatal saat malam hari, penyakit ini mengenai sekelompok orang, tempat predileksi di
lipatan kulit yang tipis, hangat, dan lembab. Gejala klinis dari scabies dapat terlihat sebagai
polimorfi yang tersebar di seluruh tubuh.1,2
Skabies merupakan masalah di seluruh dunia yang mempengaruhi semua umur, ras, dan
tingkat sosial ekonomi. Prevalensi bervariasi dari 4% hingga 100% dari populasi umum. Di negara
berkembang populasi yang mengalami skabies antara lain anak-anak, orang tua, dan individu yang
imunosupresi. Host yang terinfestasi biasanya menampung antara 3-50 tungau betina yang
menelur, tetapi jumlahnya dapat sangat bervariasi antar individu. 3
7
2.3 Patogenesis Skabies
Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo Ackarima, super famili
Sarcoptes, ditemukan oleh seorang ahli biologi bernama Diacinto Cestoni. Pada manusia disebut
Sarcoptes scabiei var.hominis. Selain itu, terdapat juga S. scabiei yang lain seperti pada kambing
dan babi. Secara morfologik Sarcoptes scabiei merupakan tungau kecil, berbentuk oval, memiliki
punggung cembung dan bagian perut rata, serta memiliki 8 kaki. Bentuk dewasa tungau memiliki
4 pasang kaki (2 pasang kaki di depan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada
betina berakhir dengan rambut), sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan
rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat. 1,4
Sarcoptes scabiei mengalami empat tahap dalam siklus hidupnya: telur, larva, nimfa dan
dewasa. Setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit, tungau jantan akan mati, kadang
masih dapat hidup beberapa hari dalam terowongan yang digali oleh tungau betina. Tungau betina
yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum komeum dengan kecepatan 2-3 mm sehari
sambil meletakkan telumya 2-50. Bentuk betina yang dibuahi ini dapat hidup selama sebulan.
Telur akan menetas biasanya dalam waktu 3 sampai 10 hari dan menjadi larva yang mempunyai 3
pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2-3 hari
larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk (jantan dan betina) dengan 4 pasang kaki.
Seluruh siklus hidup membutuhkan waktu antara 8-12 hari yaitu mulai dari telur hingga menjadi
bentuk dewasa. Aktivitas S.scabiei di dalam kulit menyebabkan rasa gatal dan menimbulkan
respons imunitas selular dan humeral serta mampu meningkatkan lgE baik di serum maupun di
kulit. Masa inkubasi berlangsung lama 4-6 minggu. Tungau Betina memiliki panjang 0,30 hingga
0,45 mm dan lebar 0,25 hingga 0,35 mm, dan jantan lebih kecil ukurannya dibandingkan betina
setengah ukuran itu. 1,4
Skabies sangat menular, transmisi melalui kontak langsung dari kulit ke kulit, dan tidak
langsung melalui berbagai benda yang terkontaminasi (seprei, sarung bantal, handuk, pakaian, dll).
Tungau skabies dapat hidup di luar tubuh manusia selama 24-36 jam dan dapat ditransmisi melalui
kontak seksual, walaupun menggunakan kondom. Hal tersebut dapat terjadi karena kontak melalui
kulit di luar kondom. Kelainan kulit tidak hanya disebabkan oleh tungau scabies namun akibat
garukan dari pasien. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekreta dan eksreta
8
tungau yang membutuhkan waktu sekitar sebulan setelah investasi. Pada saat itu, timbul kelainan
kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika, dan lain-lain. Akibat
garukan dapat timbul juga erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder. 1,4
Apabila ditemukan 2 dari 4 tanda cardinal berikut maka diagnosis dapat dibuat. Keempat tanda
cardinal tersebut antara lain:1
1. Pruritus noktuma, yaitu gatal pada malam hari yang disebabkan oleh aktivitas tungau lebih
tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas. 1
2. Penyakit skabies dapat menyerang sekelompok manusia, misalnya dalam sebuah keluarga,
sehingga seluruh keluarga terkena infeksi, di asrama maupun di pondok. Begitu pula dalam
9
sebuah perkampungan yang penduduknya padat, sebagian besar tetangga yang berdekatan
akan mengalami scabies juga. Walaupun seluruh anggota keluarga mengalami investasi
tungau, namun tidak memberikan gejala. Hal ini dikenal sebagai hiposensitisasi dan
penderita bersifat sebagai pembawa (carrier). 1
3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang berwama putih atau
keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang 1 cm, pada ujung
terowongan ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulit menjadi
polimorf (pustul, ekskoriasi, dan lain-lain). Namun, kunikulus biasanya sukar terlihat,
karena sangat gatal pasien selalu menggaruk, kunikulus dapat rusak karenanya. Tempat
predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum komeum yang tipis, yaitu sela-
sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian
depan, areola mame (perempuan), umbilikus, bokong, genitalia eksterna (laki-laki), dan
perut bagian belakang. Pada bayi, dapat menyerang telapak tangan, telapak kaki, wajah dan
kepala. 1,3
4. Penemuan tungau adalah hal yang sangat menunjang diagnosis. Menemukan satu atau
lebih stadium hidup tungau dan selain tungau dapat ditemukan telur dan kotoran (skibala).1
Walaupun tungau dan produk tungau sulit ditemukan, pemeriksaan laboratorium sebaiknya
tetap dilakukan terutama pada kasus yang diduga skabies atipik. Pemeriksaan laboratorium dapat
dilakukan sebagai berikut.2
1. Kerokan Kulit
Sebelum melakukan kerokan kulit, perhatikan daerah yang diperkirakan akan ditemukan
tungau yaitu papul atau terowongan yang baru dibentuk dan utuh. Selanjutnya teteskan minyak
mineral pada papul atau terowongan lalu dikerok dengan skalpel steril yang tajam untuk
mengangkat bagian atas papul atau terowongan. Hasil kerokan diletakkan di kaca objek, teteskan
KOH, kemudian tutuplah dengan kaca penutup kemudian diperiksa dengan mikroskop. 2,3
10
Gambar 3. Sarcoptes scabiei pada mikroskop.3
Pengambilan tungau dengan jarum dapat meningkatkan ketepatan diagnosis dari 5% menjadi
95%. Jarum ditusukkan di terowongan di bagian yang gelap lalu diangkat ke atas. Pada saat jarum
ditusukkan biasanya tungau akan memegang ujung jarum sehingga dapat diangkat keluar.
Pengambilan tungau dengan jarum relatif sulit dilakukan terutama pada penderita skabies yang
lesinya tidak khas dan banyak infeksi sekunder oleh bakteri. 2
3. Burrow Ink Test
Papul skabies diolesi tinta India menggunakan pena lalu dibiarkan selama 20-30 menit
selanjutnya dihapus menggunakan alkohol. Burrow ink test menunjukkan hasil positif apabila tinta
masuk ke dalam terowongan dan membentuk gambaran khas berupa garis zig zag. Burrow ink test
merupakan pemeriksaan untuk mendeteksi terowongan namun bukan untuk mendeteksi tungau
dan produknya.2
Ada pendapat yang mengatakan penyakit skabies ini merupakan the greatest imitator, karena
dapat menyerupai banyak penyakit kulit dengan keluhan gatal. Diagnosis banding skabies antara
lain prurigo dan dermatitis atopik.1
11
disertai rasa gatal, sering lingkungan. Pengobatan simtomatik untuk
menyerang anak-anak. mengurangi gatal dengan pemberian sedative
atau antihistamin golongan sedatif. Bila
terdapat infeksi sekunder diobati dengan
antibiotik.
Medikamentosa
Prinsip tata laksana skabies meliputi penggunaan skabisida yang efektif untuk semua stadium
Sarcoptes scabiei untuk pasien dan orang yang kontak secara serempak atau bersamaan, menjaga
higiene, serta penanganan fomites yang tepat. Terdapat beberapa obat yang dapat dipilih sesuai
dengan indikasi sebagai berikut: 1,5
1. Topikal
• Krim permetrin 5% dioleskan pada kulit dan dibiarkan selama 8 jam. Dapat diulang setelah
satu pekan.1,5
12
• Krim lindane 1% dioleskan pada kulit dan dibiarkan selama 8 jam. Cukup sekali
pemakaian, dapat diulang bila belum sembuh setelah satu pekan. Tidak boleh digunakan
pada bayi, anak kecil, dan ibu hamil. 1,5
• Salep sulfur 5-10%, dioleskan selama 8 jam, 3 malam berturut-turut. 1,5
• Krim krotamiton 10% dioleskan selama 8 jam pada hari ke-1,2,3, dan 8. Krotamiton 10%
dalam krim atau losio juga merupakan obat pilihan, mempunyai dua efek sebagai
antiskabies dan antigatal; harus dijauhkan dari mata, mulut dan uretra. 1,5
• Emulsi benzil benzoat 10% dioleskan selama 24 jam penuh. 1,5
2. Sistemik
• Antihistamin sedatif (oral) untuk mengurangi gatal. Apabila terjadi infeksi sekunder maka
dapat ditambah dengan antibiotik sistemik. Pada skabies krustosa diberikan ivermektin
(oral) 0,2 mg/kg dosis tunggal, 2-3 dosis setiap 8-10 hari. Tidak boleh pada anak-anak
dengan berat kurang dari 15 kg, wanita hamil dan menyusui.1,5
Non Medikamentosa
Prognosis sangat baik bila dilakukan tata laksana dengan tepat. Pruritus dapat bertahan
beberapa minggu setelah pengobatan akibat reaksi hipersensitif terhadap antigen tungau. Skabies
nodular dapat bertahan beberapa bulan setelah pengobatan. Skabies krustosa relatif sulit diobati.
Dengan memerhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat, serta syarat pengobatan dan
13
menghilangkan faktor predisposisi, antara lain higiene, serta semua orang yang berkontak erat
dengan pasien harus diobati, maka penyakit ini dapat diberantas dan prognosis baik. 1,5
14
BAB 3
KESIMPULAN
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien pada kasus ini didiagnosa dengan
skabies. Pada anamnesis diketahui bahwa bentol – bentol kemerahan yang gatal timbul pada sela
kedua tangan sejak 2 minggu lalu. Keluhan gatal semakin dirasakan saat malam hari. Pasien
tinggal bersama orang tuanya di rumah dan kedua adiknya. Ibu pasien berkata bahwa semua
anggota keluarga di rumah mengalami keluhan yang sama dan pertama kali yang mengalami
keluhan tersebut adalah adik pasien. Pasien didiagnosis mengalami penyakit skabies, sesuai
dengan teori bahwa apabila ditemukan 2 dari 4 tanda kardinal skabies maka diagnosis dapat dibuat.
Pada pasien ini didapatkan dua tanda kardinal yaitu pruritus nokturna dan adanya anggota keluarga
yang mengalami keluhan yang sama.
Status dermatologi pasien antara lain terdapat lesi primer berupa papul dan lesi sekunder
berupa ekskoriasi. Pada pemeriksaan dermatologis didapatkan lesi regional pada dorsum manus
bilateral dan inguinal. Lesi multipel, diskret, bilateral, batas tegas, bentuk bulat, ukuran miliar
sampai lentikuler. Hal tersebut sesuai untuk diagnosis skabies, yang mana di dalam teori dikatakan
bahwa predileksi terjadinya pada daerah dengan stratum korneum yang tipis, namun karena pada
anak-anak lapisan stratum korneum tubuhnya sebagian besar masih tipis maka penyebarannya
dapat bersifat atipikal. Selain itu pada pasien ini juga didapatkan pada daerah sela jari kedua tangan
dan inguinal efloresensi berupa ekskoriasi, bentuk bulat, berbatas tegas, penyebaran diskrit dan
multiple, yang diduga merupakan lesi sekuder akibat garukan.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Boediardja SA, Handoko RP. Skabies. In: Djuanda A, Suriadiredja ASD, Sudharmono A,
Wiyardi B, Kurniati DD, Daili ESS, et al. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 7th Ed. Menaldi
SLSW, Bramono K, Indriatmi W, editors. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2016. p. 137-40.
3. Wheat CM, Burkhart CN, Bukhart CG, Cohen BA. Scabies, other mites and pediculosis.
In: Fitzpatrick’s dermatology volume 1. 9th ed. Kang S, Amagai M, Bruckner AL, Enk
AH, Margolis DJ, McMichael AJ, et al, editors. New York: McGraw Hill Education; 2019.
p. 3274-7.
4. Centers for Disease Control and Prevention. Scabies. CDC; 2010. Available from:
http://www.cdc.gov/parasites/scabies/biology.html
5. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia. Panduan praktik klinis bagi
dokter spesialis kulit dan kelamin di Indonesia. Jakarta: PERDOSKI; 2017. p. 131-4.
16