You are on page 1of 41

MAKALAH TRAUMA MELAHIRKAN

INKONTINENSIA URIN DAN FISTULA GENETALIA


Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan
Maternitas II.

Dosen Pengampu: Ns.Ayu lestari S.Kp.,M.Kep

Disusun Oleh:
Kelompok 9

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSTAS MEGAREZKY
TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR
Makalah ini berisikan tentang asuhan keperawatan Inkontinensia Urin dan
Fistula Genetalia. Materi yang diangkat dimulai dari pengertian trauma
melahirkan hingga materi pembahasan tentang inkontinensia urin dan fistula
genetalia serta asuhan keperwatannya. Diharapkan makalah ini, dapat
memberikan informasi kepada kita semua.
Adapun penyusun makalah ini kiranya masih jauh dari kata sempurna.
Unuk itu, kami mengaturkan permohonan maaf apabila terdapat kesalahan dalam
makalah ini. Kami pun berharap pembaca makalah ini dapat memberikan kritik
dan sarannya kepada kami agar dikemudian hari kami bisa menyusun makalah
yang lebih sempurna lagi.
Akhir kata, kami sampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir khususnya :
1. Ns. H. Kanapi., S.Kep., M.Kep selaku Koordinator Kampus II STIKKU.
2. Ns. Reni Fatmawati., S.Kep selaku Ketua Prodi S1 Ilmu Keperawatan
Kampus II STIKKU.
3. Ns. Wati Prihastuti., S.Kep., Ners., MPH selaku dosen pengampu matakuliah
Keperawatan Maternitas II.
4. Para staff perpustakaan 400.
5. Orang tua kami yang selalu mendukung kami.
6. Teman–temankelompok yang telah berpatisipasi dalam makalah ini.

Makassar,10 februari 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
1.1 Latar Belakang......................................................................... 1

1.2 RumusanMasalah..................................................................... 2

1.3 TujuanPenulisan....................................................................... 2

1.3.1 TujuanUmum................................................................. 2

1.3.2 TujuaanKhusus.............................................................. 2

1.4 ManfaatPenulisan..................................................................... 2

1.4.1 ManfaatTeoritis.............................................................. 2

1.4.2 ManfaatPraktis............................................................... 2

1.5 SistematikaPenulisan............................................................... 3

BAB II TINJAUAN TEORI..................................................................... 4


2.1 InkontinensiaUrin.................................................................... 4

2.1.1 DefinisiInkontinensiaUrin............................................. 4

2.1.2 JenisInkontinensiaUrin.................................................. 4

2.1.3 Etiologi.......................................................................... 5

2.1.4 Klasifikasi...................................................................... 7

2.1.5 Patofisiologi.................................................................. 8

2.1.6 ManifestasiKlinis.......................................................... 10

2.1.7 PemeriksaanDiagnostik................................................. 11

2.1.8 Penatalaksanaan............................................................ 12

2.1.9 Komplikasi.................................................................... 13
2.2 Fistula Genetalia...................................................................... 13

2.2.1 Definisi Fistula Genetalia.............................................. 13

2.2.2 Jenis Fistula Genetalia................................................... 14

2.2.3 Etiologi.......................................................................... 14

2.2.4 Klasifikasi...................................................................... 16

2.2.5 Patofisiologi.................................................................. 16

2.2.6 ManifestasiKlinis.......................................................... 18

2.2.7 PemeriksaanDiagnostik................................................. 19

2.2.8 Penatalaksanaan............................................................ 20

2.2.9 Komplikasi.................................................................... 21

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN...................................................... 22


3.1 AsuhanKeperawatanInkontinensiaUrin.................................. 22

3.1.1 Pengkajian..................................................................... 22

3.1.2 DiagnosaKeperawatan................................................... 24

3.1.3 Intervensi....................................................................... 24

3.1.4 Implementasi................................................................. 26

3.1.5 Evaluasi......................................................................... 26

3.2 AsuhanKeperawatan Fistula Genetalia................................... 27

3.2.1 Pengkajian..................................................................... 27

3.2.2 DiagnosaKeperawatan................................................... 27

3.2.3 Intervensi....................................................................... 28

3.2.4 Evaluasi......................................................................... 29

BAB IV PEMBAHASAN........................................................................... 30
BAB V PENUTUP..................................................................................... 32
5.1 Kesimpulan............................................................................. 32

5.2 Saran....................................................................................... 33

DAFTARPUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang
Sacara umum trauma melahirkan didefinisikan sebagai benturan,
tekanan, atau singgungan yang menimbulkan dampak berupa perlukaan baik
luka terbuka, tertutup, maupun luka memar. Tekanan bisa berasal dari benda
tumpul maupun benda tajam. Trauma tidak hanya bersifat fisik melainkan bisa
berupa tekanan psikologis yang lebih banyak berefek pada kelainan psikologis
seperti rasa cemas, gelisah, takut, sulit tidur sampai depresi. Secara khusus
trauma dalam kehamilan adalah trauma yang berdampak tidak hanya pada ibu
tetapi juga pada janinnya.
Berdasarkan akibat yang ditimbulkan, trauma bisa diklasifikasi
sebagai trauma mayor dan trauma minor. Trauma mayor adalah trauma yang
dampaknya mengancam kehidupan, memerlukan perawatan di rumah sakit,
menimbulkan cacat fisik yang permanen sampai disabilitas atau menyebabkan
kehidupan janin terganggu sedangkan Trauma minor adalah trauma yang tidak
memenuhi kriteria mayor atau trauma yang hanya berdampak ringan seperti
luka memar, lecet, nyeri, atau luka tajam yang penanganannya selesai dengan
penjahitan dan tidak memerlukan pemondokan.
Ibu hamil memang rentan terhadap trauma karena perubahan-
perubahan anatomis dan fisiologis selama kehamilan. Pada kehamilan muda,
dengan kenaikkan kadar BHCG, maka mual dan muntah adalah gejala yang
hampir selalu dijumpai. Demikian juga kenaikan volume plasma yang lebih
besar dibanding kenaikan korpuskuli darah menyebabkan terjadinya
pengenceran darah yang berakibat terjadi penurunan tekanan darah. Penurunan
tekanan darah juga mengakibatkan keluhan pusing. Pada kehamilan yang lebih
tua, dengan makin membesarnya uterus, maka perut lebih menonjol ke depan
dan terjadilah hiperlordosis lumbalis.
1.2 RumusanMasalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam penulisan ini penulis
membuat rumusan masalah yang berkaitan dengan asuhan keperawatan
Inkontinensia Urine dan Fistula Genetalia demi tercapainya derajat kesehatan
yang optimal bagi ibu hamil di Indonesia.

1.3 TujuanPenulisan
1.3.1 TujuanUmum
Tujuan umum dalam penulisan ini adalah untuk mengetahui asuhan
keperawatan Inkontinesia Urine dan Fistula Genetalia.
1.3.2 TujuanKhusus
1. Memahami asuhan keperawatan Inkontinesia Urine dan Fistula
Genetalia.
2. Menerapkan asuhan keperawatan Inkontinesia Urine dan Fistula
Genetalia.

1.4 ManfaatPenulisan
1.4.1 ManfaatTeoritis
1. Bagi Institusi Pendidikan
Penulisan ini dapat dijadikan masukan kepada pendidik dan
mahasiswa, serta menambah wawasan baru tentang asuhan
keperawatan Inkontinesia Urine dan Fistula Genetalia.
2. Bagi Ilmu keperawatan
Penulisan ini diharapkan dapat menambah wawasan keilmuan
mahasiswa khususnya pada ilmu keperawatan sehingga dapat
memberikan pelayanan yang maksimal.
1.4.2 ManfaatPraktis
1. Bagi Praktek Keperawatan
Hasil penulisan ini dapat dijadikan sumber informasi dalam upaya
meningkatkan pelayanan kesehatan.
1.5 SistematikaPenulisan
Sistematikapenulisaninidisusunsecarasistematis yang terdiridari 5 BAB yaitu :
BAB IPENDAHULUAN:Latarbelakang, rumusanmasalah, tujuanpenulisan,
manfaatpenulisan, dansistematikapenulisan.
BAB II TINJAUAN TEORI : DefinisiInkontinensiaUrin,
JenisInkontinensiaUrin, EtiologiInkontinensiaUrin,
KlasifikasiInkontinensiaUrin, PatofisiologiInkontinensiaUrin,
ManifestasiKlinisInkontinensiaUrin,
PemeriksaanDiagnostikInkontinensiaUrin, Penatalaksanaan,
KomplikasiInkontinensiaUrindanDefinisi Fistula Genetalia, Jenis Fistula
Genetalia, Etiologi Fistula Genetalia, Klasifikasi Fistula Genetalia,
Patofisiologi Fistula Genetalia, ManifestasiKlinis Fistula Genetalia,
PemeriksaanDiagnostik Fistula Genetalia, Penatalaksanaan, Komplikasi
Fistula Genetalia.
BAB III ASUHAN
KEPERAWATAN:AsuhanKeperawatanInkontinensiaUrin, Pengkajian,
DiagnosaKeperawatan, Intervensi, Implementasi,
EvaluasidanAsuhanKeperawatan Fistula Genetalia, Pengkajian,
DiagnosaKeperawatan, Intervensi, Evaluasi.
BAB IV PEMBAHASAN
BAB V PENUTUP:Kesimpulandan saran.
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 InkontinensiaUrin
2.1.1DefinisiInkontinensiaUrin
Inkontinensia urin adalah sebuah gejala, bukan sebuah penyakit.
Kondisi tersebut dapat memberi dampak bermakna dalam kehidupan
klien, menciptakan masalah fisik seperti kerusakan kulit dan
kemungkinan menyebabkan masalah fisiko sosial seperti rasa malu,
isolasi dan menarik diri dari pergaulan sosial (Kozier,2010).
Inkontinensia urin adalah pengeluaran urin secara involunter
(Diluar kesadaran) yang menjadi masalah sosial atau higiene serta dapat
diperlihatkan secara objektif (Error Norwitz & John Schorge, 2007:41).
Variasi dari inkontinensia urin meliputi keluar hanya beberapa
tetes urin saja, sampai benar-benar banyak, bahkan terkadang juga
disertai inkontinensia alvi (disertai pengeluaran feses). Inkontinensia
urine lebih sering terjadi pada wanita yang sudah pernah melahirkan
daripada yang belum pernah melahirkan (nulipara). Hal ini terjadi
karena adanya perubahan otot dan fasia di dasar panggul.

2.1.2 JenisInkontinensiaUrin
a. Inkontinensia Urgensi
Pelepasan urine yang tidak terkontrol sebentar setelah ada peringatan
ingin melakukan urinasi. Disebabkan oleh aktivitas otot destrusor
yang berlebihan atau kontraksi kandung kemih yang tidak terkontrol.
b. Inkontinensia Tekanan
Pelepasan urine yang tidak terkontrol selama aktivitas yang
meningkatkan tekanan dalam lubang intra abdominal. Batuk, bersin,
tertawa dan mengangkat beban berat adalah aktivitas yang dapat
menyebabkan inkontinensia urine.
c. Inkontinensia Aliran Yang Berlebihan (Over Flow Inkontinensia)
Terjadi jika retensi menyebabkan kandung kemih terlalu penuh dan
sebagian terlepas secara tidak terkontrol, hal ini pada umumnya
disebabkan oleh neurogenik bladder atau obstruksi bagian luar
kandung kemih. (Charlene J.Reeves at all).

2.1.3 Etiologi
Etiologi umum yang terjadi pada pasien inkontinensia adalah :
a. Gejala Infeksi Saluran Kemih
Serangan bakteri memicu infeksi lokal yang mengiritasi mukosa
kandungkemih dan menyebabkan dorongan kuat untuk buang air
kecil.Kemudian mendesak pengeluaran urin, yang mungkin satu-
satunya tanda peringatan dari infeksi saluran kemih, juga dapat
disertai dengan frekuensi kencing, disuria, dan urin berbau busuk.
b. Atrofi Vaginitis
Atrofi atau peradangan pada vagina akibat penurunan yang
signifikan dari kadar estrogen; kurangnya estrogen dapat
menyebabkan penurunan kekuatan otototot dasar panggul. atrofi
mukosa vagina juga menyebabkan ketidak nyamanan vagina, rasa
terbakar, gatal, dan terkait dispareunia.
c. Efek Samping Obat
Polifarmasi dan penggunaan α-adrenergik, neuroleptik,
benzodiazepines, bethanechol, cisapride, diuretik, antikolinergik,
agen anti-Parkinsonian, blocker, disopyramides, angiotensin-
converting enzyme inhibitor, narcoleptics, atau obat psikotropika
dapat memperburuk inkontinensia, efek sedatif dan benzodiazepin
dapat mengganggu kemampuan pasien untuk mengendalikan fungsi
kandung kemih, sehingga urge incontinence iatrogenik diuretik dan
meningkatkan Volume kemih konsumsi cairan cepat dan berpotensi
memperburuk gejala inkontinensia urin.
d. Konsumsi Kopi dan Alkohol
Kopi menyebabkan kedua efek diuretik dan efek iritasi independen,
sehingga mengisi kandung kemih yang cepat dan keinginan yang
mendesak dan tidak sukarela untuk buang air kecil.Alkoholketika
dikonsumsi dalam jumlah yang lebih besar, juga dapat
menumpulkan kemampuan kognitif pasien untuk mengenali
dorongan untuk buang air kecil, sehingga inkontinensia.
e. Inkontinensia urin biasanya berhubungan denganpenyakit fisik yang
mendasari, termasuk disfungsi kandung kemih, melemah dasar
panggul atau otot kandung kemih, penyakit neurologis, operasi
panggul sebelumnya, atau obstruksi saluran kemih.
Etiologi berdasar pada faktor tertentu diantaranya :
a) Penyebab Inkontinensia Stress
Inkontinensia stres terjadi ketika tekanan di dalam kandung kemih
terisi air kencing lebih bsar dari kekuatan uretra untuk tetap
tertutup. Uretra anda mungkin tidak dapat tetap menutup jika:
1. Otot panggul anda lemah ataurusak
2. Sfingter uretra anda rusak setiap tekanan ekstra mendadak
padakandung kemih, seperti ertawa atau bersin, dapat
menyebabkan urin yang keluar dari uretra. Hilangnya kekuatan
dalam uretra disebabkan oleh; kerusakan saraf saat melahirkan,
meningkatkan tekanan pada perut anda, kurangnya hormon
estrogen pada wanitadan konsumsi obat tertentu.
b) Penyebab Urge Incontinence
Kebutuhan buang air kecil dapat disebabkan oleh masalah dengan
otot detrusor pada dinding kandung kemih. Otot-otot detrusor rileks
untuk memungkinkan kandung kemih untuk mengisi dengan air
kencing, dan kontraksi ketika ingin pergi ke toilet untuk
membiarkan urin keluar.Kadang-kadang kontraksi otot detrusor
yang terlalu sering, menciptakan kebutuhan mendesak untuk pergi
ke toilet. Hal Ini disebut detrusor overactivity.
c) Penyebab Inkontinensia Overflow
Inkontinensia overflow, juga disebut retensi urin kronis, sering
disebabkan oleh penyumbatan atau obstruksi kandung kemih.
Kandung kemih mungkin mengisi seperti biasa, tapi karena
terhalang atau tersumbat tidak akan dapat mengosongkan
sepenuhnya, bahkan akan terasa nyeri jika dipaksakan. Pada saat
yang sama, tekanan dari urin yang masih dalam kandung kemih
membangun obstruksi yang baru, sehingga dinding uretra sisi lain
akan terjadi kebocoran.

2.1.4 Klasifikasi
a. Inkontinensia Stress
Adanya tekanan di alam abdomen, seperti bersin, dapat
menyebabkan kebocoran urine dari kandung kemih serta tidak
terdapat aktivitas kandung kemih. Tipe inkontinensia ini sering
diderita wanita yang mempunyai banyak anak. Pencegahan penyakit
ini dilakukan dengan cara mengajarkan ibu melakukan latihan dasar
pelviks. Latihan ini bertujuan untuk mengtkan otot rangka pada
dasar pelviks sehingga membentuk fungsi sfingter eksternal padda
kandung kemih.
b. Inkontinensia Mendesak (Urge Incontinence)
Berkemih dapat dilakukan, etapi orang biasanya berkemih sebelum
sampai ke toilet. Mereka tidak merasakan adanya tanda berkemih.
Kondisi ini terjadi karena kandung kemih seseorang berkontraksi
tanpa didahului oleh keinginan untuk berkemih.Kehilangan sensasi
untuk berkemih ini disebabkan oleh adanya perununan fungsi
pesyarafan yang mengatur perkemihan.
c. Inkontinensia Overflow
Seseorang yang menderita inkontinensia overflow akan mengeluh
bahwa urinenya mengalir terus menerus. Hal ini disebabkn karena
obstruksi pada saluran kemih seperti pada pembesaran prostat atau
konstipasi.MUntuk pembesaran prostat yang menyebabkan
inkontinensiadibutuhkan tindakan pembedahan dan untuk
konstipasinya relatif mudah diatasi.
d. Inkontinensia Refleks
Ini terjadi karena kondisi sistem saraf pusat yag terganggu seperti
pada demensia. Dalam hal ini, pengosongan kandung kemih
dipengaruhi refleks yang dirangsang oleh pengisian. Kemampuan
rasa ingin berkemih dan berhenti berkemih tidak ada.
e. Inkontinensia Fungsional
Pada klien ini mempunyai kandung kemih dan saluran urine yang
utuh dan tidakmengalami kerusakan persyarafan yang secara
langsung memengaruhi sistem perkemihan tersebut. Kondisi ini
muncul akibat beberapa ketidakmampuan lain yang mengurangi
kemampuanya untuk mempertahankan kontinensia. Contohnya,
seseoang yang mempunyi keterbatasan gerak atau berada di kursi
roda, mungkin tidak mampu pergi ke toilet atau berpindah ke dan
dari toilet duduk.Seseorang yang menderita ini masih mampu untuk
mempertahankan kontinensia dengan bantuan dan masih
mempunyai keinginan kontinensia.

2.1.5 Patofisiologi
Inkontinensia urine bisa disebabkan oleh karena komplikasi dari
penyakit infeksi saluran kemih, kehilangan kontrol spinkter atau
terjadinya perubahan tekanan abdomen secara tiba-tiba. Inkontinensia
bisa bersifat permanen misalnya pada spinal cord trauma atau bersifat
temporer pada wanita hamil dengan struktur dasar panggul yang lemah
dapat berakibat terjadinya inkontinensia urine. Meskipun inkontinensia
urine dapat terjadi pada pasien dari berbagai usia, kehilangan kontrol
urinari merupakan masalah bagi lanjut usia.

Inkontinensia Urine
Wanitahamildenganstrukturdasarpanggul yang lemah

Pembedahan

Komplikasi Post Operasi

Ototdestrusurmelemah

Inkontinensia after melemah

Urine yang bersifat asam Tubuh berbau pesing Urin keluar


Mengiritasi kulit malam/siang
Malu saat bersosialisai
Gangguan
integritas kulit AnsietasMengganggu
aktivitas tidur

Gangguan
Pola tidur

2.1.6 ManifestasiKlinis
a. Inkontinensia Urgensi
Ketidakmampuan menahan keluanya urin dengan gambaran
seringnya terburu – buru untuk berkemih. Kontraksi otot detrusor
yang tidak terkontrol menyebabkan kebocoran urine, kandungan
kemih yang hiperaktif, atau ketidaksetabilan detrusor.
1. Disfungsi neurologis
2. Sistisis
3. Obstruksi pintu keluar kandung kemih
b. Inkontenesia Stress
Keluarnya urine selama batuk, mengedan, dan sebagainya. Urine
keluar tanpa kontraksi detrusor.
1. Tonus otot panggul yang buruk
2. Defisiensi sfreingter uretra, congenital atau didapat
3. Kelebihan berat badan
c. Inkontenensia Kombinasi
Kombinasi antara Inkontinensia urgensi dan Inkontinensia stress
d. Inkontinensia Overflow
Urine menetes saat kandung kemih penuh
1. Disfungsi neutrologis
2. Penyakit endokrin
3. Penurunan kelenturan dinding kandung keih
4. Obstruksi pintu keluar kandung kemih
e. Enuresis Noktural
10 % anak usia 5 tahun dan 5 % anak usia 10 tahun mengompol
selama tidur. Mengompol pada anak yang tua merupakan sesuatu
yang abnormal dan menunjukan adsanya kandung kemih yang tidak
stabil.
f. Gejala infeksi urin(frekuensi, disuria, nukturia), obstruksi (pancaran
lemah, menetes), trauma(termasuk pembedahan, misalnya reseksi
abdominoperineal), fistula (menetes terus – menerus ), penyakit
neurologis (disfungsi seksual atau usus besar) atau penyakit
sistemik (miasalnya diabetes) dapat menunjukkan penyakit yang
mendasari.

2.1.7 PemeriksaanDiagnostik
a. Kultur Urine
b. IVU : untuk menilai saluran bagian atas dan obstruksi atau fistula
c. Sistoskopi jika dicurigai terdapat batu atau neoplasma kandung
kemih
d. Pemeriksan speculum vagina ±sistogram jika dicurigai terdapat
fistula vesilovagina.
e. Uji Uro Dinamik
f. Q-Tip Test
Tes ini dilakukan dengan menginsersikan sebuah cotton swab (Q-
tip) yang steril kedalam uretra wanita lalu kekandung kemih. Secara
perlahan tarik kembali hingga leher dari Q-tip berada di
leherkandungkemih. Pasien lalu diminta untuk melakukan
Valsavamanuver atau mengkontraksikan otot abdominalnya. Bila
sudut yang terjadi lebih dari 35 derajat dengan melakukan hal
tersebut maka hal tersebut mengindikasikan adanya hipermobilitas
uretra (tipe II stress incontinence). Akan tetapi karena laksiti
mempunyai nilai yang kecil dalam menentukan penyebab
inkontinensia, maka kegunaan tes ini untuk diagnostic menjadi
sangat terbatas.
g. Marshall Test (Marshall -Bonney test)
Jika pemeriksa mendeteksi keluarnya urin bersamaan dengan
adanyakontraksi otot abdomen, maka uji ini dapat dilakukan untuk
mengetahui apakah kebocoran dapat dicegah dengan cara
menstabilisasi dasar kandung kemih sehingga mencegah herniasime
lalu diafragma urogenital atau tidak. Dilakukan dengan meletakkan
dua jari (jari ke dua dan ketiga) di fornices lateral vagina (leher
kandung kemih) dan meminta pasien untuk batuk. Kandung kemih
saatitu haruslah penuh. Dua jari pada leher kandung kemih itu
bertindak sebagai penyokong uretra proksimal selama
Valsavamanuver.
h. Pad Test
Merupakan penilaian semi objektif untuk mengetahui apakah
cairan yang keluar adalah urin, seberapa banyak keluarnya urin
dan dapat digunakan untuk memantau keberhasilan terapi
inkontinensia. Bermanfaat sebagai tambah anamnesa pasien dan
pemeriksaan fisik.

2.1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan inkontinensia urin menurut Muller adalah
mengurangi faktor resiko, mempertahankan homeostasis, mengontrol
inkontinensia urin, modifikasi lingkungan, medikasi, latihan otot pelvis
dan pembedahan. Dari beberapa hal tersebut di atas, dapat dilakukan
sebagai berikut :
1. Pemanfaatan Kartu Catatan Berkemih
Yang dicatat pada kartu tersebut misalnya waktu berkemih dan
jumlah urin yang keluar, baik yang keluar secara normal, maupun
yang keluar karena tak tertahan, selain itu dicatat pula waktu,
jumlah dan jenis minuman yang diminum
2. Terapi Non Farmakologi
Dilakukan dengan mengoreksi penyebab yang mendasari timbulnya
inkontinensia urin, seperti hiperplasia prostat, infeksi saluran
kemih, diuretik, gula darah tinggi.
3. Terapi Farmakologi
Obat-obat yang dapat diberikan pada inkontinensia urgen adalah
antikolinergik seperti Oxybutinin, Propantteine, Dicylomine,
flavoxate, Imipramine. Pada inkontinensia stress diberikan alfa
adrenergic agonis, yaitu pseudoephedrine untuk meningkatkan
retensi urethra. Pada sfingter relax diberikan kolinergik agonis
seperti Bethanechol atau alfakolinergik antagonis seperti prazosin
untuk stimulasi kontraksi, dan terapi diberikan secara singkat.
4. Terapi Pembedahan
Terapi ini dilakukan terhadap tumor, batu, divertikulum, hiperplasia
prostat, dan prolaps pelvic (pada wanita).
5. Modalitas Lain
Sambil melakukan terapi dan mengobati masalah medik yang
menyebabkan inkontinensia urin, dapat pula digunakan beberapa
alat bantu bagi lansia yang mengalami inkontinensia urin,
diantaranya  adalah pampers, kateter, dan alat bantu toilet seperti
urinal, komod dan bedpan.

2.1.9 Komplikasi
1. Ruam kulit atau iritasi
2. Infeksi saluran kemih
Inkontinensia meningkatkan risiko infeksi saluran kemih berulang.
3. Prolapse
Prolaps merupakan komplikasi dari inkontinensia urin yang dapat
terjadi pada wanita. Hal ini terjadi ketika bagian dari vagina,
kandung kemih, dan dalam beberapa kasus uretra, drop-down ke
pintu masuk vagina. Lemahnya otot dasar panggul sering
menyebabkan masalah. Prolaps biasanya perlu diperbaiki dengan
menggunakan operasi.

2.2 Fistula Genetalia


2.2.1 Definisi Fistula Genetalia
Fistula adalah terjadinya hubungan antara rongga alat
dalamdengan dunia luar.Fistula Genetalis adalah terjadinya hubungan
antara traktus genitalia dengan traktus urinarius atau, gastrointestinal
dan dapat ditemukan satu atau gabungan dua kelainan secara
bersamaan.
2.2.2 Jenis Fistula Genetalia
a. Fistula Vesikovaginal
Fistula terbentukantara vagina dengankandungkemih.Disebutjuga
fistula kandungkemih.
b. Fistula Ureterovaginal
Fistula terbentukantara vagina dan ureter (saluran yang membawa
urine dariginjalkekandungkemih).
c. Fistula Uretrovaginal
Fistula terbentukantara vagina denganuretra
(salurankemih).Namalainnyaadalah fistula uretra.
d. Fistula Kolovaginal
Fistula terbentukantara vagina denganususbesar.
e. Fistula Enterovaginal
Fistula terbentukantarausushalusdengan vagina.

2.2.3 Etiologi
1. Fistula Vesiko Vagina
Banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya Fistula Vesiko
Vagina antara lain :
a. Komplikasi Obstetrik, yaitu terjadi karena persalinan.
1) Karena robekan oleh forceps, alat-alat yang meleset atau
karena sectio sesare.
2) Karena nekrosis tekanan, dimana jaringan tertekan lama
antara kepala anak dan sympisis seperti pada persalinan
dengan panggul sempit, hydrocepalus atau kelainan letak.
Kalau pembukaan belum lengkap dapat terjadi fistula
cervicalis atau fistel ureter, sedangkan padapembukaan
lengkap biasanya terjadi fistula vesico vaginalis.
Pengawasan kehamilan yang baik disertai pimpinan dan
penanganan persalinan yang baik pula akan mengurangi
jumlah fistel akibat persalinan.Fistel karena perlukaanatau
robekan terjadi segera setelah partus, sedangkan fistel
karena nekrosis (partus lama) terjadi 4-7 hari post partum.
b. Operasi Ginekologi, terjadi pada :
1) Karsinoma, terutama karsinoma servisis uteri.
2) Karena penyinaran : baru timbul 2-5 tahun setelah
penyinaran.
3) Karena operasi ginekologis : pada histerektomi abdominal
dan vaginal atau operasi untuk prolaps dapat terjadi
perlukaan vesika urinaria. Pada histerektomi totalis dapat
terjadi lesi dari ureter atau kandung kemih.
c. Fistula Traumatik, terjadi pada:
1) Pada abortus kriminalis
2) Perlukaan oleh benda-benda runcing, misalnya karena
terjatuhpada benda yang runcing.
3) Karena alat-alat : kateter, sonde, kuret
d. Penyebab lain yang jarang ditemukan seperti kondisi
peradangan saluran pencernaan, penyakit chronis, trauma yang
berasal dari benda asing dan kelainan kongenital.
2. Fistula Recto Vaginal
a. Cedera selama proses melahirkan
b. Penyakit Crohn atau penyakit peradangan usus lainnya.
c. Pengobatan kanker atau radiasi di daerah pinggul.
d. Operasi yang melibatkan vagina, perineum, rektum dan anus
berikut komplikasinya.
e. Penyebab lainnya seperti infeksi anus atau rektum;
diverkulitis; ulcerative colitis; atau cedera vagina lain yang
tidak disebabkan proses melahirkan.
2.2.4 Klasifikasi
1. Fistula VesikoVaginal
Terdapat 2 jenis fistula vesikovaginalis, yaitu :
a. Simple vesicovaginal fistulae
- Ukuran fistula < 2-3 cm dan terletak supratrigonal.
- Tidak ada riwayat radiasi atau keganasan
- Panjang vagina normal
b. Complicated vesicovaginal fistulae
- Mempunyai riwayat radiasi sebelumnya
- Terdapat keganasan pelvis
- Vagina pendek
- Ukuran fistula > 3 cm
- Mengenai trigonum vesika urinaria
2. Fistula Recto Vaginal
Sejumlah faktor yang berhubungan dengan fistula
rektovaginaldapat digunakan untuk mengklasifikasikan fistula
termasuk ukuran, lokasi, dan penyebab fistula. Faktor-faktor yang
untuk mengklasifikasikan fistula ke fistula simple atau kompleks.
a. Simple rektovaginal fistula
- Rendah atau pertengahan vagina septum<2,5 cm dengan
diameter
- Karena trauma atau infeksi.
b. Kompleks rektovaginal fistula
- Tinggi rektovaginal septum> 2,5 cm dengan diameter
- Karena penyakit radang usus, radiasi, atau neoplasma
sebelumnya gagal perbaikan.

2.2.5 Patofisiologi
Salah satu etiologi dari terbentuknya fistel adalah dari
pembedahan. biasanya karena terjadi kurangnya ke sterilan alat atau
kerusakan intervensi bedah yang merusak abdomen. Maka kuman akan
masuk kedalam peritoneum hingga terjadinya peradangan pada
peritoneum sehingga keluarnya eksudat & fibrinosa (abses) ,
terbentuknya abses biasanya disertai dengan rasa nyeri pada lokasi
abses.
Infeksi biasanya akan meninggalkan jaringan parut dalam
bentuk pita jaringan (perlengketan dan adesi), karena adanya
perlengketan maka akan terjadinya kebocoran pada permukaan tubuh
yang mengalami perlengketan sehingga akan menjadi sambungan
abnormal diantara permukaan tubuh. Maka dari dalam fistel akan
mengeluarkan drain atau & feses.Karena terjadinya kebocoran pada
permukaan tubuh yang mengalami perlengketan maka akan menyumbat
usus dan gerakan peristaltik usus akan berkurang sehingga cairan akan
tertahan didalam usus halus dan usus besar (yang bisa menyebabkan
edema). Jika tidak di tangani secara cepat maka cairan akan merembes
kedalam rongga peritoneum sehingga terjadinya dehidrasi.

Fistula Genetalia

Terjadinya Pembedahan Resiko tinggi infeksi

Peritoneum terjadi peradangan Terjadinya kebocoran pada


Permukaan tubuh yang menga
lami penyumbatan usus
Keluarnya eksudat fibrinosa (abses)

Dehidrasi
Nyeri

Cemas
2.2.6 ManifestasiKlinis
1. Fistula Vesiko Vaginal
Secara klinis gejala Fistula Vesiko Vagina mengalami
inkontinen urine dan tidak ada rasa nyeri. Komplikasi yang sering
terjadi yaitu adanya iritasi pada daerah perineum dan paha atas,
dermatitis kronis, infeksi saluran kemih serta penumpukkan kristal
(Calculi pada buli-buli), amenorrhoe sekunder sebagai akibat
sentral oleh karena depresi berat dan endometritis. Juga dapat
terjadi striktura / stenosis vagina yang merupakan gejala yang
sering bersamaan dengan fistula.
Fistula sebagai akibat trauma obstetrik dapat timbul segera
setelah persalinan atau beberapa lama setelah persalinan,
sedangkan fistula akibat tindakan operasi ginekologi 5 - 14 hari
pasca bedah.
Pada fistula yang kecil urine dapat merembes sedikit. Gejala
paling sering dari Fistula Vesiko Vagina adalah inkontinensia total
involunter yaitu adanya iritasi daerah vulva dan seringnya terjadi
ISK. Trias gejala yang timbul setelah tindakan pembedahan : sekret
air kencing, nyeri perut dan kenaikan suhu badan dapat dipastikan
adanya Fistula Vesiko Vagina.
2. Fistula Recto Vaginal
Gejala dari fistula recto vaginal antara lain yaitu :
a. Keluarnya gas, tinja atau nanah dari vagina.
b. Segala sesuatu yang keluar dari vagina berbau tajam.
c. Infeksi saluran kemih atau vagina kambuhan.
d. Iritasi atau nyeri pada vulva, vagina serta area diantara vagina
dan anus (perineum).
e. Terasa nyeri ketika berhubungan seksualstriktura / stenosis
vagina yang merupakan gejala yang seringbersamaan dengan
fistula.
Fistula sebagai akibat trauma obstetrik dapat timbul segera
setelahpersalinan atau beberapa lama setelah persalinan, sedangkan
fistula akibat tindakan operasi ginekologi 5 - 14 hari pasca bedah.
Pada fistula yang kecil urine dapat merembes sedikit. Gejala
paling sering dari Fistula Vesiko Vagina adalah inkontinensia total
involunter yaitu adanya iritasi daerah vulva dan seringnya terjadi
ISK. Trias gejala yang timbul setelah tindakan pembedahan : sekret
air kencing, nyeri perut dan kenaikan suhu badan dapat dipastikan
adanya Fistula Vesiko Vagina.
3. Fistula Recto Vaginal
Gejala dari fistula recto vaginal antara lain yaitu :
a. Keluarnya gas, tinja atau nanah dari vagina.
b. Segala sesuatu yang keluar dari vagina berbau tajam.
c. Infeksi saluran kemih atau vagina kambuhan.
d. Iritasi atau nyeri pada vulva, vagina serta area diantara vagina
dan anus (perineum).
e. Terasa nyeri ketika berhubungan seksual

2.2.7 PemeriksaanDiagnostik
1. Tes pewarnaan Urine (Test Metilen Biru)
Dilakukan jika dengan pemeriksaan Spekulum lokasi Fistel sukar
ditentukan. Beberapa kasa diletakkan dalam vagina, kemudian
kandung kemih diisi dengan metilen biru melalui kateter sebanyak
30-50 cc. Setelah 3 – 5 menit kasa dalam vagina dikeluarkan satu
per satu dengan mudah dapat terlihat adanya cairan metilen biru
dan sekaligus dapat mengetahui lokasi Fistula Vesiko Vagina.
2. Cara lain yang hampir sama yaitu ( Test Tampon Moir )
Disini digunakan untuk membedakan antara Fistula Utero Vagina
yang kecil dan Fistula Vesiko Vagina.
Caranya : 150 – 200 cc larutan metilen biru dimasukkan dalam
kandung kemih, sebelumnya sudah dimasukkan 3 tampon dalam
vagina. Pasien kemudian disuruh jalan-jalan selama 10-15 menit,
kemudian tampon dikeluarkan. Jika tampon bagian bawah basah
dan berwarna biru maka kebocoran dari urethra. Jika bagian tengah
basah dan berwarna kebiruan berarti dari Fistula Vesiko Vagina.
Jika bagian atas yang basah tetapi tidak berwarna biru berarti dari
ureter.
3. Endoskopi ( Cystoscopy )
Dapat membedakan lokasi dan ukuran Fistel serta derajat reaksi
radang sekitar Fistel. Banyak Fistel yang terjadi sesudah tindakan
histerektomi dan lokasi biasanya dibelakang cela intra uterin dan
berhubungan dengan dinding anterior vagina.
4. Pemeriksaan Radiologis
IVP dilakukan untuk membedakan Fistula Vesiko Vagina atau
Obstruksi Ureter dengan retrograde Pyelogram paling bermakna
untuk menentukan adanya Fistula Vesiko Vagina. Retrograde
Pyelogram dilakukan jika pada IVP ditemukan keadaan yang
abnormal atau lokasi Fistula sukar ditentukan

2.2.8 Penatalaksanaan
1. Medis
Pengobatan yang dapat dilakukan yaitu dengan cara operasi.
Operasi untuk kasus ini tanpa komplikasi memiliki tingkat
keberhasilan 90%. Operasi ini sukses dapat memungkinkan
perempuan untuk hidup normal dan memiliki anak lagi. Perawatan
pasca operasi sangat penting untuk mencegah infeksi. Beberapa
wanita yang tidak bersedia untuk operasi ini, dapat mencari
pengobatan alternatif yang disebut urostomy (pengumpulan urine
dipakai setiap hari).
Manfaat terbesar dari perawatan bedah adalah bahwa banyak
wanita dapat kembali bergabung bersama keluarga mereka,
masyarakat dan tanpa ada rasa malu dari kondisi mereka karena
bocor dan bau.
2. Keperawatan
a. Pra Operasi: Persiapan fisik, laboratorium, antibioka
profilaksis, persiapan kolon bila perlu.
b. Waktu reparasi, tergantung sebab trauma operasi segera, saat
operasi tersebut, atau ditunda jika diketahui pasca operasi.
c. Pasca Operasi: drainase urine kateter terpasang.

2.2.9 Komplikasi
1. Ureter obstruksi, dapat berupa obstruksi karena terjahit atau terlipat
akibat jahitan di sekitar ureter. Dapat diketahui dengan evaluasi
cystoskopi.
2. Perdarahan vesika, dapat terjadi akibat perlukaan mukosa vesika.
Bekuan dapat menyumbat katheter sehingga distensi vesika yang
berlebihan mengakibatkan jaringan yang baru dijahit terbuka.
Bekuan ini dapat dibersihkan dengan penghisap melalui uretra.
3. Infeksi , terjadi karena invasi kuman daerah genital, umumnya gram
negatip. Antibiotika profilaksis diberikan sebelum operasi.
4. Fistula terbuka, kegagalan penutupan fistula biasanya diketahui hari
7 – 10, penderita mengeluh ngompol kembali. Ganti katheter dengan
ukuran lebih besar memastikan urine dapat keluar dengan lancar,
penutupan spontan diharapkan dapat terjadi. Jika tetap bocor,
dilakukan operasi ulang setelah 3 bulan.
5. Inkontinensia , pada vesika yang kontraktur terjadi gangguan pada
sfingter, meskipun fistula sudah tertutup baik, penderita tidak dapat
menahan kencing, urine keluar spontan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 AsuhanKeperawatanInkontinensiaUrin
3.1.1 Pengkajian
1.   Identitas Klien inkontinensia pada umumnya biasanya sering atau
cenderung terjadi pada lansia (usia ke atas 65 tahun), dengan jenis
kelamin perempuan, tetapi tidak menutup kemungkinan lansia laki-
laki juga beresiko mengalaminya.
2. RiwayatKesehatan
a) RiwayatKesehatanSekarang
Meliputi gangguan yang berhubungan dengan gangguan yang
dirasakan saat ini. Berapakah frekuensi inkonteninsianya,
apakah ada sesuatu yang mendahului inkonteninsia (stres,
ketakutan, tertawa, gerakan), masukan cairan, usia/kondisi
fisik,kekuatan dorongan/aliran jumlah cairan berkenaan dengan
waktu miksi. Apakah ada penggunaan diuretik, terasa ingin
berkemih sebelum terjadi inkontenin, apakah terjadi
ketidakmampuan.
b) RiwayatKesehatanKlien
Tanyakan pada klien apakah klien pernah mengalami penyakit
serupa sebelumnya, riwayat urinasi dan catatan eliminasi klien,
apakah pernah terjadi trauma/cedera genitourinarius,
pembedahan ginjal, infeksi saluran kemih dan apakah dirawat
dirumah sakit.
c) RiwayatKesehatanKeluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita
penyakit serupa dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit
bawaan atau keturunan, penyakit ginjal bawaan/bukan bawaan.
3. PemeriksaanFisik
a. KeadaanUmum
Klien tampak lemas dan tanda tanda vital terjadi peningkatan
karena respon dari terjadinya inkontinensia.
b. PemeriksaanPersistem :
1. B1 (Breathing)
Kaji pernapasan adanya gangguan pada pola nafas, sianosis
karena suplai oksigen menurun. kaji ekspansi dada, adakah
kelainan pada perkusi.
2. B2 (Blood)
Peningkatan tekanan darah, biasanya pasien bingung dan
gelisah.
3. B3 (Brain)
Kesadaran biasanya sadar penuh.
4. B4 (Bladder)
Inspeksi:periksa warna, bau, banyaknya urine biasanya bau
menyengat karena adanya aktivitas mikroorganisme
(bakteri) dalam kandung kemih serta disertai keluarnya
darah apabila ada lesi pada bladder, pembesaran daerah
supra pubik lesi pada meatus uretra,banyak kencing dan
nyeri saat berkemih menandakan disuria akibat dari infeksi,
apakah klien terpasang kateter sebelumnya.
Palpasi: Rasa nyeri di dapat pada daerah supra pubik /
pelvis, seperti rasa terbakar di urera luar sewaktu kencing /
dapat juga di luar waktu kencing.
5. B5 (Bowel)
Bising usus adakah peningkatan atau penurunan. Adanya
nyeri tekan abdomen, adanya ketidaknormalan perkusi,
adanya ketidaknormalan palpasi pada ginjal.
6. B6 (Bone)
Pemeriksaan kekuatan otot dan membandingkannya dengan
ekstremitas yang lain, adakah nyeri pada persendian.
4. PemeriksaanPenunjang
a. Urinalisis
- Hematuria
- Poliuria
- Bakteriuria
b. PemeriksaanRadiografi
1. IVP (intravenous pyelographi), memprediksi lokasi
ginjaldan ureter.
2. VCUG (Voiding Cystoufetherogram), mengkaji ukuran,
bentuk, dan fungsi VU, melihat adanya obstruksi
(terutama obstruksi prostat), mengkaji PVR (Post Voiding
Residual).
c. Kultur Urine
1. Steril
2. Pertumbuhan tak bermakna ( 100.000 koloni / ml)
3. Organisme

3.1.2 DiagnosaKeperawatan
1. Kerusakan Integritas Kulit berhubungan dengan Iritasi Kulit.
2. Ansietas berhubungan dengan Status Kesehatan.
3. Gangguan Pola Tidur berhubungan dengan Kelelahan.

3.1.3 Intervensi
Diagnosa 1 : Kerusakan Integritas Kulit berhubungan Iritasi Kulit
Tujuan : Integritas kulit pasien menjadi baik.
Kriteria hasil :
a. Tidak ada luka atau lesi pada kulit.
b. Mampu melindungi kulit dan mempertahakan kelembaban kulit.
c. Menunjukkan terjadinya proses penyembuhan luka.
d. Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit
danmencegah terjadinya cedera berulang.
No Intervensi Rasional
1. Menganjurkan pasien untuk Membantu mengurangi
menggunakan pakaian yang kemungkinan adanya lesi.
longgar
2. Menjaga kebersihan kulit agar Membantu agar kulit pasien
tetap bersih dan lembab tetap terjaga.
3. Monitor kulit akan adanya Mengetahui adanya kemerahan
kemerahan atau tidak pada kulit pasien
4. Memberikan posisi yang Mempercepat penyembuhan
mengurangi tekanan pada luka luka pada pasien

Diagnosa 2 : Ansietas berhubungan dengan status kesehatan.


Tujuan : Pasien dapat mengatasi kecemasannya.
Kriteria hasil :
a. Pasien mampu mengidentifikasi dan menunjukkan teknik untuk
mengontrol cemas.
b. Pasien mampu mengungkapkan gejala cemas.
c. TTV dalam batas normal.
d. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh menunjukkan
berkurangnya kecemasan.
No Intervensi Rasional
1. Menggunakan pendekatan yang Agar terjalin pendekatan yang
menenangkan diinginkan

2. Mendukung pasien untuk Membantu mengurangi kece-


mengungkapkan perasaan ketakutan masan.
dan persepsi

3. Menemani pasien untuk Agar pasien tidak merasa


memberikan keamanan dan kesepian.
mengurangi rasa takut.

Diagnosa 3 : Gangguan pola tidur berhubungan dengan kelelahan.


Tujuan : Pola tidur pasien menjadi lebih teratur.
Kriteria hasil :
a. Jumlah jam tidur dalam batas normal.
b. Kualitas tidur dalam batas normal.
c. Perasaan fresh sesudah tidur atau istirahat.
No Intervensi Rasional
1. Menjelaskan pentingnya tidur yang Agar pasien mengetahui pentingnya
adekuat pola tidur yang baik.

2. Menciptakan lingkungan yang Agar pasien merasa nyaman saat


nyaman beristirahat.

3. Mengkolaborasi pemberian obat Agar pasien dapat beristirahat.


tidur

3.1.4 Implementasi
Pada tahapan implementasi ini diharapkan tindakan yang dilakukan
pada pasien adalah sesuatu yang tepat, tentunya sesuai dengan rencana
tindakan yang sudah disusun agar menghasilkan jawaban atas tujuan
yang diinginkan.

3.1.5 Evaluasi
1. Iritasi kulit dan luka pada kulit sempat dialami pasien sudah
membaik.
2. Proses penyembuhan lukanya dapat teratasi.
3. Pasien mampu mengidentifikasi dan menunjukkan teknik untuk
mengontrol cemasnya.
4. Pasien menjalani pola hidup sehat dan bahagia, serat mengajak
keluarga dan orang terdekat untuk memulai pola hidup sehat sedini
mungkin.
5. Keluarga terus melakukan dukungan dan mendampingi perawatan
pasien tanpa berat hati.
6. Pasien dapat menjaga kondisi tubuhnya dengan teratur istirahat,
mengonsumsi yang dianjurkan, dan dengan gembira menjalani
aktivitas sehari-hari sesuai kemampuannya.
3.2 AsuhanKeperawatan Fistula Genetalia
3.2.1 Pengkajian
Dilaksanakan pada klien dengan kelainan menstruasi selain dilakukan
pengkajian secara umum, juga dilakukan pengkajian khusus yang ada
hubungannya dengan kelainan menstruasi, adapun hal-hal yang perlu
dikaji adalah :
1) Pertama kali mendapat
menstruasi, lama menstruasi, banyaknya darah, siklus teratur atau
tidak dan beberapa hari siklus.
2) Ada tidakannya rasa nyeri saat
menstruasi.
3) Riwayat keluarga, apakah ada
yang mempunyai penyakit yang sama.
4) Riwayat Obstetri
5) Riwayat Perkawinan
6) Kebiasaan hidup sehari-hari
7) Penyakit yang pernah di derita
8) Pengetahuan klien dan keluarga
tentang penyakit dan perawatan.
9) Gejala gastro intestinal : tidak
nafsu makan, mual, muntah.
10) Ada atau tidaknya pusing, sakit
kepala, kurang konsentrasi.
11) Adanya kelelahan, banyak
keringat.

3.2.2 DiagnosaKeperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa,
proses inflamasi.
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan
penurunan daya tahan tubuh, proses pembedahan.
3. Kecemasan berhubungan dengan perubahan
status kesehatan.

3.2.3 Intervensi
Diagnosa 1 : Nyeri b.d iritasi mukosa, proses inflamasi
Tujuan : Dapat mengatasi nyeri yang dirasakan oleh pasien.
Kriteria hasil :
a. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan teknik nonfarmokologi untuk mengurangi nyeri).
b. Menyatakan rasa nyaman saat nyeri berkurang.
c. Mampu mengenali skala nyeri.
d. Tidak mengalami gangguan tidur.
No Intervensi Rasional
1. Melakukan pengkajian nyeri. Mengetahui skala nyeri.
2. Mengobservasi reaksi komunikasi Mengetahui pengalaman nyeri
terapeutik untuk mengetahui pasien.
pengalaman nyeri pasien.

3. Memberikan informasi tentang Agar pasien mengetahui tentang


nyeri. rasa nyerinya.

Diagnosa 2 : Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan daya


tahan tubuh.
Tujuan : Pasien tidak mengalami infeksi.
Kriteria hasil :
a. Pasien bebas dari gejala
infeksi.
b. Menunjukkan kemampuan
untuk mencegah timbulnya infeksi.
c. Menunjukkan perilaku hidup
sehat.
No Intervensi Rasional
1. Bersihkan lingkungan setelah Agar lingkungan pasien bersih.
dipakai pasien.

2. Membatasi pengunjung bila perlu. Agar pasien tidak terkontaminasi


virus dari luar.

3. Cuci tangan sesudah dan sebelum Mengurangi kemungkinan


melakukan tindakan keperawatan. pasien terkontaminasi dari
kuman yang berada ditangan.

Diagnosa 3 : Ansietas berhubungan dengan status kesehatan.


Tujuan : Pasien dapat mengatasi kecemasannya.
Kriteria hasil :
a. Pasien mampu mengidentifikasi dan menunjukkan teknik untuk
mengontrol cemas.
b. Pasien mampu mengungkapkan gejala cemas.
c. TTV dalam batas normal.
d. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh menunjukkan
berkurangnya kecemasan.
No Intervensi Rasional
1. Menggunakan pendekatan yang Agar terjalin pendekatan yang
menenangkan diinginkan

2. Mendukung pasien untuk Membantu mengurangi kece-


mengungkapkan perasaan masan.
ketakutan dan persepsi

3. Menemani pasien untuk Agar pasien tidak merasa


memberikan keamanan dan kesepian.
mengurangi rasa takut.
3.2.4 Evaluasi
1. Rasa nyeri berkurang.
2. Klien merasa nyaman.
3. Klien dapat menggunakan
obat dengan benar.
4. Rasa cemas berkurang
dengan pengertian yang telah diberikan.
BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan data – data diatas pada askep Inkontinensia Urin ada tiga
diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien yang sudah
melahirkan meliputi: kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi
kulit. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan. Gangguan
pola tidur berhubungan dengan kelelahan. Sedangkan askep tentang
fistulagenetalia ada tiga diagnosa keperawatan yang mungkin muncul yaitu
meliputi: Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa, proses inflamasi. Resiko
tinggi infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh, proses
pembedahan. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Dari ketiga diagnosa inkontinensia urin, menurut kami diagnosa
kerusakan integritas kulit adalah yang paling banyak dialami dan butuh
penanganan khusus, bukan berarti diagnosa-diagnosa yang lain tidak dialami
oleh penderita inkontinensia urin. Namun dalam hal kerusakan integritas kulit
kunci dari berbagai diagnosa tersebut dapat membuat pasien merasa cemas,
kerusakan integritas kulit juga dapat membuat gangguan pola tidur pasien yang
tidak efektif. Sedangkan dari ketiga diagnosa fistula genetalia menurut kami
diagnosa nyeri adalah yang paling banyak dialami dan membutuhkan
penanganan khusus, bukan berarti diagnosa-diagnosa yang lain tidak di alami
oleh penderita fistula genetalia. Namun dalam hal ini nyeri adalah kunci dari
berbagai diagnosa, nyeri dapat membuat pasien menjadi resiko tinggi infeksi,
nyeri juga dapat membuat pasien merasa cemas.
Kerusakan integritas kulit pada pasien dengan inkontinensia urine
disebabkan oleh urine yang bersifat masam mengiritasi kulit. Dari diagnosa ini
berdasarkan tujuan aplikasi maka dibuat penyelesaian berdasarkan NIC dan
NOC intervensi yang bertujuan agar integritas kulit pasien menjadi baik.
Sedangkan nyeri pada pasien fistula genetalia disebabkan oleh perritoneum
terjadi peradangan yang menyebabkan keluarnya eksudat fibrinosa (abses)
sehingga terjadi nyeri. Adanya keputusan penyelesaian berdasarkan NIC dan
NOC intervensi yang bertujuan agar pasien merasakan berkurangnya nyeri.
Intervensi yang akan dilakukan dari diagnosa kerusakan integritas
kulit adalah menganjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar,
jaga kebersihan kulit pasien agar selalu bersih, memonitor kulit pasien apakah
ada kemerahan pada kulitnya atau tidak, dan berikan posisi yang mengurangi
tekanan pada luka. Sedangkan intervensi yang dilakukan dari diagnosa nyeri
yaitu melakukan pengkajian skala nyeri, mengobservasi reaksi komunikasi
terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien, dan berikan informasi
tentang nyeri tersebut.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Inkontinenasia urin
Inkontinensia urin merupakan eliminasi urin dari kandung kemih yang
tidak terkendali atau terjadi diluar keinginan. Jika Inkontinensia urin terjadi
akibat kelainan inflamasi (sistitis), mungkin sifatnya hanya sementara.
Namun, jika kejadian ini timbul karena kelainan neurologi yang serius
(paraplegia), kemungkinan besar sifatnya akan permanent (Brunner &
Suddarth, 2002. hal: 1471). Variasi dari inkontinensia urin meliputi keluar
hanya beberapa tetes urin saja, sampai benar-benar banyak, bahkan terkadang
juga disertai inkontinensia alvi (disertai pengeluaran feses). Inkontinensia
urine lebih sering terjadi pada wanita yang sudah pernah melahirkan daripada
yang belum pernah melahirkan (nulipara). Hal ini terjadi karena adanya
perubahan otot dan fasia di dasar panggul.
Dari pengkajian yang dilakukan pada klien maka prioritas diagnosa
keperawatan pada kasus diatas adalah:
1. Inkontinensia urine stress berhubungan dengan tekanan intraabdomen
tinggi ditandai dengan -melaporkan rembesan involunter sedikit urine pada
saat tertawa, bersin, dan batuk - Q tip test diketahui penyimpangan >35.
2. Ketidakseimbangan nutrisi > kebutuhan tubuh berhubungan dengan
asupan berlebihan dalam kaitannya dengan kebutuhan metabolic ditandai
dengan berat badan 20% di atas tinggi dan kerangka tubuh ideal (TB : 144
cm, BB : 70 kg, BMI : 33,75 kg).

3. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan ditandai


dengan perasaan tidak nyaman dan ketakutan.

Fistula Genetalia
Fistulaadalahterjadinyahubunganantararonggaalatdalamdengandunialuar.FistulaG
enetalisadalahterjadinyahubunganantaratraktusgenitaliadengantraktusurinariusatau
,gastrointestinaldandapatditemukansatuataugabunganduakelainansecarabersamaan
.Penatalaksanaan dengan cara :
1. Medis
Pengobatanyangdapatdilakukanyaitudengancaraoperasi.Operasiuntukkasusinitanp
akomplikasimemilikitingkatkeberhasilan90%.Operasiinisuksesdapatmemungkink
anperempuanuntukhidupnormaldanmemilikianaklagi.Perawatanpascaoperasisanga
tpentinguntukmencegahinfeksi.Beberapawanitayangtidakbersediauntukoperasiini,
dapatmencaripengobatanalternatifyangdisebuturostomy(pengumpulanurinedipakai
setiaphari).
Manfaatterbesardariperawatanbedahadalahbahwabanyakwanitadapatkembaliberga
bungbersamakeluargamereka,masyarakatdantanpaadarasamaludarikondisimerekak
arenabocordanbau.
2. Keperawatan
PraOperasi:Persiapanfisik,laboratorium,antibiokaprofilaksis,persiapan
kolonbilaperlu.
Waktureparasi : tergantungsebabtraumaoperasisegera,saatoperasitersebut,
atauditundajikadiketahui pascaoperasi.
PascaOperasi:drainaseurinekateterterpasang.terpasang
5.2 Saran
a. Bagi Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa agar dapat meningkatkan pengetahuannya tentang
macam-macam penyakit terutama pada system urinarius dan juga
meningkatkan kemampuan dalam pembuatan asuhan keperawatan pada
pasien khususnya dengan inkontinensia.
b. Bagi Perawat
Diharapkan bagi perawat agar dapat meningkatkan keterampilan dalam
memberikan asuhan keperawatan serta pengetahuannya sehingga dapat
memberikan asuhan keperawatan yang optimal terkhususnya pada pasien
inkontinensia.
c. Bagi Dunia Keperawatan
Meningkatkan profesionalitas sebagai seorang perawat sehingga
diharapkan asuhan keperawatan ini dapat terus diperbaiki kekurangannya
dan dapat menambah pengetahuan yang lebih baik bagi dunia
keperawatan, serta dapat diaplikasikan untuk mengembangkan kompetensi
dalam keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Amin Huda Nuratif, Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta

Iman, B susanto. Inkontinensia Urin pada Perempuan. Dalam: Maj Kedokt indon.
Volume 58 No 7. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008.
H. 258-64

Errol Norwitz & John Schorge. At a Glance Obstetri & Ginekologi. Jakarta.H. 40

Santoso BI. 2009. Fistula Genitalia, Urogenikologi l, Uriginikologi Rekonstruksi


Obstet dan ginekol FK-UI: Jakarta.

You might also like