You are on page 1of 92

PENERAPAN METODE

DIRECT LINEAR TRANSFORMATION DALAM


PENENTUAN DISTORSI KAMERA NON METRIK

LAPORAN PENELITIAN

Disusun oleh :
BAMBANG RUDIANTO, IR., MT
EDDY KARTASASMITA, ST

JURUSAN TEKNIK GEODESI


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL
BANDUNG
2005
ABSTRACT

Lens distortion causes imaged positions to be displaced from their ideal


locations, so the spatial and geometric quality of the image is also deteriorated. To
determine accurate spatial information from image then every correction must be
apply to the image, i.e. camera calibration. Camera calibration is a process to
determine interior orientation element and lens distortion of the image. In general,
there are two kinds of methods being used to calibrate camera: laboratory and test
field methods.
The method used to evaluate lens distortion in this research were Direct Linear
Transformation, this method was a calibration method that developed from laboratory
calibration data. This method start with took photograph of a grid templet that made
from fiber. The templet grid dimension is 40 cm x 30 cm with every cels grid drew by
hand and the dimension is 2,5 cm x 2,5 cm. when the image was took by camera then
the assumption was given. The assumption are optical axes is orthogonal to grid
template when the image was took by camera with different distance. The different
distance when taking photograph was 0.8 m, 1.2 m, 1.4 m. Then from the three
different distance took photograph apply 12 control points to apply Direct Linear
Transformation. The image position is known deteriorated when the position is far
away from the principal point, but Ideal point from the image was returned into their
position when camera calibration method or direct linear transformation was applied.
Ideal condition (collinear) in this research was achieve at 1,2 m distance that used to
take photograph. The statistics test with 5 % and 10 % significant level showed that 1,2
m distance used to take photograph had parameter transformation accepted more
than other. The transformation parameter that had rejected in 1,2 m distance that used
to take photograph, only decentering distortion that usually being ignored.

Keywords:
Lens Distortion, Camera Calibration, Direct Linear Transformation Method

ii
Abstrak

Distorsi Lensa dapat menyebabkan posisi pada suatu citra fotografik


mengalami perubahan dari lokasi yang sebenarnya, sehingga kualitas spasial serta
geometrik menjadi berkurang. Untuk mendapatkan informasi spasial yang akurat
dari suatu citra fotografik hasil pemotretan kamera non metrik maka setiap jenis
koreksi harus diberikan, salah satu di antaranya yaitu kalibrasi kamera. Kalibrasi
kamera merupakan suatu proses untuk menentukan elemen orientasi dalam dan
distorsi lensa pada suatu objek. Secara umum terdapat dua metode yang digunakan
dalam kalibrasi kamera yaitu laboratorium dan test field.
Metode yang digunakan untuk mengevaluasi distorsi lensa yang terjadi pada
citra fotografik dalam studi ini yaitu metode Direct Linear Transformation, dimana
metode ini merupakan pengembangan dari cara kalibrasi berdasarkan data hasil tes
laboratorium. Metode ini dimulai dengan memotret templet grid yang dibuat dari
bahan fiber dengan ukuran 40 cm x 30 cm. Setiap sel templet grid digaris dengan
tangan yang ukurannya 2,5 cm x 2,5 cm. Pada saat pemotretan diasumsikan sumbu-
sumbu optik dari kamera tegak lurus templet grid. Pemotretan citra fotografik
dilakukan dalam jarak yang berbeda-beda yaitu 0,8 m, 1,2 m dan 1,4 m. Dari ketiga
jarak pemotretan citra fotografik tersebut masing-masing ditentukan titik sekutu
sebanyak 12 buah, untuk melakukan transformasi Direct Linear Transformation.
Dimana pemecahan parameter transformasinya dilakukan dengan hitung perataan
parameter. Dari ketiga jarak pemotretan didapatkan bahwa kualitas spasial citra
fotografik cenderung menjadi berkurang pada posisi titik-titik templet grid yang jauh
dari titik utama , namun dengan dilakukan kalibrasi kamera posisi titik-titik grid
terdistorsi ditransformasikan menggunakan metode Direct Linear Transformation
sehingga kembali menjadi posisi yang sebenarnya (kondisi ideal). Dari ketiga jarak
pemotretan, kondisi ideal (kolinear) hasil transformasi tercipta pada jarak 1,2 m hal
ini terbukti dari uji statistik parameter transformasinya paling banyak diterima
dengan tingkat signifikasi 10 % dan 5 % dimana parameter yang ditolaknya hanya
parameter distorsi lensa decentering yang pada umumnya besarnya kecil dan
diabaikan.

Kata kunci : Distorsi Lensa, Kalibrasi Kamera, Metode Direct Linear Transformation

i
DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK .....……………………………………………...………................... i
ABSTRACT ………………………………………………...……...................... ii
DAFTAR ISI …………………………………………………..…………............ iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ...…………………………………………………. 1
1.2. Rumusan Masalah …..…………………………………………… 3
1.3. Tujuan Penelitian ……...………………………………………… 3
1.4. Batasan Masalah …..…………………………………………… 3
1.5. Metodologi Penelitian …………………………………………… 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Proyeksi Titik ……………………………………………………… 7
2.2. Persamaan Kolinearitas ………………………………………… 9
2.3. Matrik Rotasi Euler …………...…………………………………… 9
2.4. Distorsi Lensa ……………………………………………………… 13
2.4.1. Distorsi Lensa Radial …………..………………................ 14
2.4.2. Distorsi Lensa Tangensial………………………………… 15
2.5. Kalibrasi Kamera ………………………....................................... 16
2.5.1. Metode Kalibrasi DLT-3D ………………………………… 18
2.5.2. Metode Kalibrasi DLT-2D ……………………………........ 41

BAB III PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN


3.1. Waktu dan Tempat Penelitian …………………………………… 47
3.2. Peralatan dan Bahan Penelitian ………………………………… 47
3.3. Tahapan Penelitian Koreksi Distorsi Lensa Kamera 47
3.3.1. Persiapan ..........…………………..………………………. 49
3.3.2. Pemasangan Kamera dan Templet Grid ......................... 49
3.3.3. Pemotretan Templet Grid…. ........................................... 50
3.3.4 Menentukan Titik Utama Kamera Pada Citra Fotografik 53
3.3.5. Menentukan Nilai Pendekatan Distorsi…………… ......... 55
3.3.6. Menentukan Parameter DLT dan Distorsi ...................... 56
3.3.6.1 Menentukan Titik Sekutu…………........................ 58
3.3.6.2. Transformasi DLT………...................................... 63
3.3.7. Plotting Koordinat Grid Terkalibrasi ................................ 65

iii
3.3.8 Reduksi Koordinat (u,v) ke Koordinat Lapangan……. .... 67

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN


4.1. Nilai Titik Utama ........................................................................ 70
4.2. Uji Statistik………………………………………………………… 71
4.3. Hasil Hitungan Reduksi Koordinat Grid..................................... 76
4.4. Pola Penyebaran Penyimpangan Koordinat.............................. 78

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


5.1. Kesimpulan ................................................................................ 84
5.2. Saran ......................................................................................... 85
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 86

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kalibrasi kamera dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu: kalibrasi

berdasarkan data hasil tes laboratorium dan kalibrasi berdasarkan data hasil

tes lapangan. Kalibrasi berdasarkan data hasil tes laboratorium

dikelompokkan ke dalam metode goniometer dan metode multicollimator

sedangkan kalibrasi berdasarkan data hasil tes lapangan dibagi menjadi

metode kamera teodolit, kalibrasi dengan melakukan pemotretan di atas

menara tinggi (tall tower calibration), Stellar, dan kalibrasi tes lapangan

(test field calibration method).

Metode direct linear transformation (DLT) merupakan

pengembangan dari cara kalibrasi berdasarkan data hasil tes laboratorium,

yang hitungan parameternya ditentukan dari kondisi kolinearitas dimana

pusat proyeksi pada lensa, dan titik ideal pada citra fotografik terletak pada

satu garis lurus.

Fotogrametri merupakan ilmu, seni dan teknologi untuk memperoleh

informasi terpercaya mengenai suatu objek dengan, mengukur, serta

menganalisis citra fotografik yang terekam. Fotogrametri banyak digunakan

1
dalam berbagai aplikasi pemetaan yang memerlukan presisi dan akurasi

spasial yang tinggi. Kamera dijital non metrik akhir-akhir ini banyak

digunakan untuk pemotretan udara, salah satu alasannya adalah bentuknya

yang kecil, ringan, resolusi relatif baik dan harga yang relatif lebih murah.

Akurasi spasial citra fotografik yang didapatkan dari k amera dijital non

metrik dipengaruhi oleh kondisi geometrik internal kamera seperti panjang

fokus, titik utama, distorsi lensa serta geometrik eksternal seperti posisi dan

rotasi.

Kualitas citra fotografik yang baik dalam hal ini yaitu untuk

mendapatkan pandangan perspektif yang sempurna dari suatu objek pada

citra fotografik, salah satunya dapat diperoleh bila dilakukan kalibrasi kamera

sebelum citra fotografik digunakan lebih lanjut dalam berbagai aplikasi

fotogrametri. Kalibrasi kamera merupakan suatu proses u ntuk menentukan

elemen orientasi dalam dan distorsi l ensa pada suatu objek. Sejumlah

pengukuran yang teliti untuk mendapatkan elemen-elemen orientasi dalam

menjadi sangat penting karena pandangan perspektif sempurna suatu objek

dipengaruhi oleh elemen orientasi dalam tersebut. Untuk itu kalibrasi kamera

perlu dilakukan guna memberikan sejumlah koreksi citra fotografik sebelum

digunakan dalam proses fotogrametri lebih lanjut.

2
1. 2. Rumusan masalah

Metode kalibrasi kamera dalam pemotretan secara umum dapat

dilakukan melalui dua cara yaitu: kalibrasi berdasarkan data hasil tes

laboratorium dan kalibrasi berdasarkan hasil tes lapangan. Selain metode

tersebut juga terdapat metode DLT yang merupakan pengembangan dari cara

kalibrasi berdasarkan data hasil tes laboratorium dimana hitungan

parameternya ditentukan dari kondisi kolinearitas. Penelitian ini akan

mengkaji penerapan metode DLT dalam penentuan koreksi distorsi lensa

kamera non metrik yang akan digunakan pada suatu pemotretan.

1. 3. Tujuan Penelitian

Menerapkan kalibrasi kamera terhadap citra fotografik yang diperoleh

dari hasil pemotretan kamera non metrik menggunakan metode DLT.

1. 4. Batasan Masalah

Penelitian ini mencakup :

a. Besaran koreksi kamera udara akan ditentukan menggunakan

metode DLT melalui hasil percobaan pemotretan di

laboratorium menggunakan kamera dijital Nikon Coolpix 5700

pada sebuah templet (template) yang terbuat dari bahan fiber

3
berukuran (40x30 )cm, dengan ukuran setiap sel grid (2,5 x

2,5)cm.

b. Pembuatan data ukuran setiap sel templet grid (2,5 x 2,5)cm

pada bahan fiber digores dengan tangan menggunakan rapido

berukuran 0,5 mm

c. Templet grid diasumsikan dalam kondisi mendatar dan stabil

d. Dalam pemotretan, pusat proyeksi dan titik utama diasumsikan

berada dalam garis lurus

e. Posisi pengambilan data citra fotografik diasumsikan lurus

tidak miring dengan sumbu optik dari kamera

f. Penentuan parameter interior ( titik utama, distorsi lensa)

menggunakan teknik kalibrasi kamera metode DLT.

g. Nilai titik utama ditentukan dari perpotongan garis silang pada

citra hasil pemotretan d engan asumsi sumbu optik kamera

tegak lurus terhadap bidang templet grid.

h. Kamera non metrik Nikon Coolpix 5700 yang dipergunakan

dalam pemotretan mempunyai kedudukan lensa fix, melekat

terhadap kamera.

4
1. 5. Metodologi Penelitian
Secara umum tahapan pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan

yaitu sebagai berikut :

• Memaparkan permasalahan distorsi lensa yang terjadi dalam kalibrasi

kamera, dimana permasalahan distorsi lensa yang akan dibahas yaitu

distrorsi lensa radial dan tangensial (decentering)

• Mempersiapkan data templet grid yaitu berupa grid berukuran 40 cm

x 30 cm dengan ukuran setiap kotak grid yaitu 2,5 cm x 2,5 cm.

• Menyiapkan kamera Nikon Coolpix 5700 untuk memotret templet grid

dengan fokus tetap yaitu 8,9 mm, dengan posisi kamera tegak lurus

terhadap pusat templet grid. Untuk membuat posisi kamera tersebut

datar dan tegak lurus maka pemotretan dilakukan dengan

menempatkan kamera di atas tribrach dan diberi nivo kotak di atas

kamera. Untuk sumbu optik dari kamera diasumsikan lurus terhadap

templet grid tidak miring

• Melakukan pemotretan bidang datar dalam hal ini yaitu templet grid

yang dibuat datar dan ditempelkan pada dinding dan kemudian

dipotret pada jarak tertentu dimana keadaan kamera tegak terhadap

bidang templet grid tersebut.

Untuk lebih jelasnya diperlihatkan pada Gambar 1.1 berikut :

5
Pemotretan Templet
grid

Koordinat Templet Aplikasi Formula


Grid DLT

Koordinat Hasil
Kalibrasi Kamera

Koordinat Hasil Kalibrasi Kamera


yang DireduksiTerhadap Koordinat
Sebenarnya

Selisih Koordinat

Analisis

Kesimpulan

Gambar 1.1. Diagram Metodologi Penelitian

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Proyeksi Titik

Suatu objek yang dipotret menggunakan sebuah kamera, maka objek

3-D akan diproyeksikan terhadap suatu bidang citra fotografik. Seberkas

cahaya dari titik X akan melalui pusat kamera C, menghasilkan sebuah titik

proyeksi x pada bidang citra fotografik. Jarak konstan antara pusat kamera

dengan bidang datar citra fotografik didefinisikan dengan c. Pusat kamera

yang tegak lurus dengan bidang citra fotografik disebut dengan sinar utama

(principal ray), dan titik yang berada dekat dengan sinar utama pada bidang

citra fotografik yaitu titik utama (principal point). Berdasarkan hal tersebut

jika model kamera yang digunakan merupakan kondisi yang linier, maka

tidak ada p engaruh distorsi. Proyeksi suatu titik atau objek dalam keadaan

sebenarnya dipengaruhi oleh distorsi, terutama distorsi lensa. Distorsi lensa,

dapat dimodelkan terhadap titik proyeksi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

pada Gambar 2.1 dan Gambar 2.2 di berikut.

7
bidang citra fotografik (citra fotografik)

p sinar utama
C c
x x

Gambar 2.1. Model Kamera Linier (Sumber: Hagglund, 2004)

Titik yang terdistorsi pada citra fotografik


(u, v )
y Titik yang ideal pada citra fotografik
(u u, v v)

Pusat proyeksi
Titik utama (X C , YC , Z C )
(u O , v O )
x

Objek berupa titik pada suatu ruang


(X, Y, Z)

Gambar 2.2 Geometri citra fotografik dengan suatu distorsi ( Sumber: Fang-Jenq Chen, 1997)

8
2. 2. Persamaan Kolinearitas

Hubungan proyeksi di dalam fotogrametri digambarkan dengan

persamaan koliniear. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat persamaan (2.1)

berikut ini.

c(r11 ( X X O ) r12 (Y YO ) r13 ( Z Z O )


u uO
r31 ( X X O ) r32 (Y YO ) r33 ( Z Z O )
...............(2.1)
c(r21 ( X X O ) r22 (Y YO ) r23 ( Z Z O )
v vO
r31 ( X X O ) r32 (Y YO ) r33 ( Z Z O )

dimana :
X ,Y , Z = Koordinat suatu titik pada kamera

X O , YO , Z O = Koordinat suatu titik pada suatu ruang


u O , vO = Koordinat titik utama
u, v
= Koordinat proyeksi pada citra fotografik

c = jarak konstan antara citra fotografik dengan kamera

riJ = matriks rotasi

2. 3. Matriks Rotasi Euler

Matriks Rotasi Euler merupakan matriks rotasi yang dibentuk oleh

tiga matriks rotasi yang direpresentasikan oleh rotasi di setiap sumbu

rotasi. Matriks rotasi XYZ ( Rxyz ) Euler, untuk lebih jelasnya dapat dilihat

gambar 2.3 , dimana pada Gambar 2.3.a sumbu putar yaitu di sumbu X :

9
Z
Z’

Y’

XX’ Gambar 2.3.a. Rotasi Sumbu X sebesar ω

Z’
Z’’

Y’,Y”

X’ Gambar 2.3.b. Rotasi Sumbu Y sebesar Φ


X’’

10
Z’’,Z’’’

Y’

Y”

X’’
X
Gambar 2.3.c. Rotasi Sumbu Z sebesar κ

Y’
Y
P’

X’
r’
P
r
X

ZZ’
Gambar 2.3.d. Rotasi Sumbu Z sebesar κ

11
dimana : P = titik dalam sistem (X,Y,Z)
P’ = titik dalam sistem (X’,Y’,Z’)
r = resultan titik P dalam sistem (X,Y,Z)
r’ = resultan titik P’ dalam sistem (X’,Y’,Z’)
К = sudut rotasi
α = sudut vektor P sebelum dirotasikan

Berdasarkan Gambar 2.3.d maka bila suatu titik dirotasikan pada sumbu Z

sebesar (к ) maka, sumbu-sumbu yang berubah yaitu sumbu-sumbu (X,Y)

sebesar (к). Sehingga matriks rotasi sumbu Z yaitu :

X r cos
Y r sin
X' r cos ( ) r (cos cos sin sin )
X' X cos Y sin
Y ' r sin ( ) r (sin cos cos sin )
Y ' Y cos X sin
Z' Z

Maka matriks rotasi pada sumbu Z yaitu :

cos sin 0 X
Rz sin cos 0 Y
0 0 1
Z

Untuk matriks rotasi searah sumbu X dan Y dengan cara yang sama

didapatkan sebagai berikut ini :

12
1 0 0
Rx 0 cos ω sin ω
0 sin ω cos ω

cos 0 sin
Ry 0 1 0
sin 0 cos

2.4. Distorsi Lensa

Sebuah kamera terdiri dari suatu bidang citra fotografik yang datar

dan sebuah lensa yang membuat transformasi antara suatu objek dalam

suatu ruang menjadi suatu bentuk citra fotografik. Proyeksi suatu titik bila

diasumsikan secara linear maka distorsi suatu lensa tidak akan ada, tetapi

pada keadaan yang sebenarnya proyeksi suatu titik tidak berada dalam

bentuk linear sehingga terdapat distorsi. Distorsi yang kemungkinan terjadi

dapat dibedakan menjadi distorsi lensa radial dan tangensial (de-centering

lens distortion). Untuk lebih jelasnya contoh gambar yang terdistorsi dapat

dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2.4.a. Citra Fotografik Terdistorsi (Sumber: Garis, 2005)

13
Gambar 2.4.b. Citra Fotografik Terkalibrasi (Sumber: Garis, 2005)

2.4.1. Distorsi Lensa Radial

Distorsi lensa radial yaitu distorsi lensa yang terjadi karena bentuk

dari lensa tersebut. Jika suatu titik pada bidang citra fotografik bergeser

secara radial baik dekat maupun jauh dari titik utama maka telah terjadi

distorsi radial. Distorsi radial dapat dimodelkan, untuk lebih jelasnya dapat

dilihat persamaan (2.2) dan gambar 2. 5 berikut ini.

ru u ( K1r K2 r3 K3r 5 .....)

rv v ( K1r K2 r3 K 3r 5 .....)
a tau : .............................(2.2)
ru u ( K1r 2 K2 r 4 K 3r 6 .....)

rv v ( K1r 2 K2 r 4 K 3r 6 .....)

14
dimana :

ru , rv Koreksi distorsi lensa radial

K1 , K 2 , K 3 Parameter distorsi lensa radial


r u2 v2
r Jarak radial dari titik prinsipal pada bidang citra fotografik

u,v Koordinat titik proyeksi tanpa distorsi lensa

Model distorsi lensa radial pada citra fotografik dapat dilihat pada

gambar 2.5. di bawah ini :

Citra Fotografik tanpa distrorsi Citra Fotografik terdistorsi

Gambar 2.5. Efek dari Distorsi Radial (Sumber: Hagglund, 2004)

2.4.2.Distrosi Lensa Tangensial

Distorsi lensa tangensial yaitu distorsi lensa yang terjadi jika lensa di

dalam kamera merekam suatu objek tidak berada dalam satu garis. Distorsi

lensa tangensial tersebut dapat didekati dengan model matematik. Untuk

lebih jelasnya dapat dilihat persamaan 2.3 dan Gambar 2.6 serta 2.7 di

berikut.

15
v

q’
r
r’
φ
φ'
c u
Gambar 2.6. Perspektif Proyeksi Titik q dan q ‘ dalam Sistem u-v (Sumber: Rahul, 2000)

δt u P1 r 2 1 2cos 2 φ 2P2 r 2 sin φ cos φ


2
u v u
δt u 2
P1 r 1 2 2P2 r 2
r r r

tu P1 (r 2 2u 2 ) 2 P2 uv

δt v P2 r 2 1 2sin 2 φ 2P1 r 2 sin φ cos φ


2
v v u
δt v 2
P2 r 1 2 2P1 r 2
r r r
2 2
tu P1 (r 2u ) 2 P2 uv
tv P2 (r 2 2v 2 ) 2 P1uv ..................................(2.3)
tv P2 (r 2 2v 2 ) 2 P1uv

dimana :
tu , tv Koreksi distorsi lensa decentering
P1 , P2 Parameter distorsi lensa decentering
Sudut antara titik terdistorsi dengan titik ideal pada citra
fotografik
r u2 v2
r Jarak radial dari titik prinsipal pada bidang citra fotografik

u, v Koordinat titik proyeksi tanpa distorsi lensa

16
Citra Fotografik tanpa distrorsi Citra Fotografik terdistorsi

Gambar 2.7. Efek dari Distorsi Tangensial ( Sumber: Hagglund, 2004)

2. 5. Kalibrasi Kamera

Kalibrasi kamera merupakan suatu proses untuk menentukan elemen

orientasi dalam dan distorsi l ensa pada suatu objek. Elemen dari orientasi

dalam pada kalibrasi kamera ini yaitu lokasi titik utama pada citra fotografik

dan jarak utama pada suatu kamera. Kalibrasi kamera dapat mempunyai

beberapa tujuan (Ziemann dan El-Hakim, 1982): mengevaluasi kemampuan

lensa, mengevaluasi kestabilan lensa, menentukan parameter geometrik dan

optik lensa, menentukan parameter optik dan geometrik dari sistem lensa

kamera, serta menentukan parameter optik dan geometrik dari sistem

pengambilan data citra fotografik.

Metode kalibrasi kamera dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori

yaitu: metode laboratorium dan metode lapangan (field). Metode

laboratorium dapat dikelompokkan ke dalam metode goniometer dan

metode multicollimator sedangkan metode lapangan (field) dapat dibagi

17
menjadi m etode teodolit dan kamera yang dikalibrasi, metode kalibrasi

dengan memotret di atas menara tinggi (tall tower calibration), metode

stellar, dan metode kalibrasi tes lapangan (test field calibration method).

Selain itu, juga terdapat metode lain yaitu metode direct linear

transformation.

2.5.1. Metode Kalibrasi DLT-3D

(Direct Linear Transformation-3D)

Metode direct linear transformation merupakan suatu metode

kalibrasi kamera yang berdasarkan kondisi kolinearitas dimana pusat

proyeksi pada lensa dan titik ideal pada citra fotografik terletak pada satu

garis lurus. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat persamaan 2.4 oleh Abdel Aziz

dan Karara berikut ini:

L1 X L2Y L3Z L4
u
L9X L10 Y L11 Z 1 ...........................(2.4)
.
L5X L6Y L 7 Z L8
v
L9X L10 Y L11 Z 1
dimana :

(u , v) Koordinat citra fotografik


( X ,Y , Z ) Koordinat di lapangan
L1 , L 2 ,....., L11 Parameter standar DLT-3D

Persamaan 2.4 tersebut didapatkan dari kondisi kolinearitas. Filosofi

persamaan tersebut didapatkan bila suatu objek direkam menggunakan

18
kamera maka sama dengan memetakan suatu objek berupa titik O dal am

suatu ruang ke suatu bidang citra fotografik yaitu titik I’ dalam ci tra

fotografik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat Gambar 2.8.a. Untuk dijitasi,

objek yang terekam tersebut kemudian akan diproyeksikan kembali ke suatu

gambar I dalam bidang proyeksi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

Gambar 2.8.b. di bawah ini:

O
Lensa Kamera

N1

I’ O = objek titik di suatu ruang


(a) N1,N2 = pusat proyeksi

I’,I = titik proyeksi


Lensa Proyektor

I’ N2
I

(b)
Gambar 2.8. Proyeksi Titik Pada Saat Perekaman ( Sumber : Aziz, 1971)

Untuk menyederhanakan kondisi di atas, maka suatu objek d apat

langsung diproyeksikan terhadap suatu bidang, seperti terlihat pada Gambar

2.9. Gambar 2..9, memperlihatkan suatu objek berupa titik O diproyeksikan

langsung menjadi suatu titik proyeksi (l) dimana titik N merupakan suatu

titik yang menjadi pusat proyeksi. Bidang proyeksi suatu objek tersebut dapat

disebut sebagai image plane.

19
Gambar 2.9 memperlihatkan dua sistem referensi yaitu: sistem

referensi suatu objek pada suatu ruang (sistem XYZ) dan sistem referensi

suatu objek pada bidang citra fotografik (image Plan) dengan sistem UV.

Sistem optik dari kamera atau proyektor memetakan titik O ( x,y,z) pada

sistem koordinat objek pada suatu ruang menjadi suatu titik l (u,v) pada

bidang citra fotografik. Titik O, N dan I merupakan collinear, sehingga

kondisi tersebut dikatakan sebagai kondisi kolinearitas yang merupakan

dasar dari metode direct linear method (DLT).

bidang citra fotografik [ x, y, z]

v
I
N [u,v] Y
X
Pusat proyeksi
u Ruang suatu objek

Gambar 2.9 Kondisi Kolinearitas Pemetaan Suatu Titik (Sumber : Aziz, 1971)

Untuk menyederhanakan masalah, posisi pusat proyeksi (N) pada

suatu sistem referensi objek pada suatu ruang mempunyai koordinat

xO , y O , zO , sehingga bila digambar suatu vector A dari N terhadap O maka

menjadi x xO , y y O , z zO . Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

Gambar 2.10 di berikut.

20
Z

O [ x,y,z ]

A
Y
N
X
[ xo,yo,zo ]

Gambar 2.10. Vektor Pusat Proyeksi Terhadap Bidang Referensi ( Sumber: Aziz, 1971 )

Bidang citra fotografik (image plane) dapat dibuat menjadi tiga

dimensi, dengan ditambahkan suatu sumbu W seperti terlihat pada Gambar

2.11. di bawah ini.

v
I
B I = [u, v, 0]
N
N’ N’ = [uo, vo, 0]
W d u N = [uo, vo, d]

Gambar 2.11 Asumsi bidang tiga dimensi citra fotografik (Sumber : Abdel Aziz, Karara, kwon3d.com)

Koordinat W pada bidang citra fotografik selalu mempunyai nilai 0, sehingga

posisi titik (l) dapat menjadi l u,v ,0 . G ambar (2.11) di atas

memperlihatkan suatu titik N’, dimana titik N’ tersebut dikenal sebagai titik

utama (principal point). Garis yang tergambar dari pusat proyeksi yaitu titik

N terhadap bidang citra fotografik dan sejajar dengan sumbu W serta tegak

lurus dengan bidang citra fotografik, disebut sebagai sumbu utama (principal

21
axis) sedangkan titik utama yaitu titik N’ merupakan suatu perpotongan

antara sumbu utama dengan bidang citra fotografik. Jarak utama (principal

distance) merupakan jarak antara titik N’ dan titik N, sehingga bila

diasumsikan k oordinat titik utama pada bidang citra fotografik yaitu

N ' u O , vO ,0 , dan posisi titik N pada bidang citra fotografik menjadi

N ' u O , vO , d , maka bila dibuat suatu vektor B dar i titik N terhadap l

menjadi B u u O , v vO , d . Berdasarkan kondisi kolinearitas, yaitu titik O,

I, dan N merupakan kolinear, maka vektor A pada gambar (2.10) dan vector

B pada gambar (2.11) merupakan suatu garis yang berasal dari satu garis

yang sama. Hal tersebut dapat disederhanakan dalam bentuk matriks, untuk

lebih jelasnya dapat dilihat pada persamaan (2.5) di bawah ini.

B = cA ………….(2.5)

c pada persamaan (2.5) merupakan suatu faktor skala. Berdasarkan

penjelasan diatas, vektor A dan vektor B merupakan suatu vektor yang

berada pada sistem koordinat referensi suatu objek pada suatu ruang dan

sistem koordinat referensi pada bidang citra fotografik. Oleh karena itu, agar

mempunyai koordinat yang terhubung secara langsung salah satu sistem

koordinat harus diubah ke dalam salah satu sistem koordinat referensi. Salah

satu jalan yang terbaik yaitu vektor A pe rlu ditransformasikan ke dalam

sistem referensi bidang citra fotografik, sehingga bila dibuat dalam bentuk

matriks yaitu sebagai berikut:

22
r11 r12 r13
TI/O = r21 r22 r23
r31 r32 r33

r11 r12 r13


...................................(2.6)
A I
= TI/O A
O
= r21 r22 r23 A (O )
r31 r32 r33

dimana :

A I
= vektor A pada sistem referensi bidang citra fotografik

A O = vektor A pada sistem referensi objek pada suatu ruang


TI/O = Matriks transformasi

Persamaan (2.5) dan (2.6) digabung maka akan menjadi :

u - uO r11 r12 r13 x - xO


v - vO = c r21 r22 r23 y - yO .......................(2.7)
-d r31 r32 r33 z - zO

Persamaan (2.7) dapat diuraikan menjadi :

u - u O = c r11 (x - x O ) + r12 (y - y O ) + r13 (z - z O )


v - vO c r21 (x - x O ) + r22 (y - y O ) + r23 (z - z O )
................................(2.8)
-d c r31 (x - x O ) + r32 (y - y O ) + r33 (z - z O )

Berdasarkan persamaan (2.8) maka dapat ditentukan :

d r21 (x - x O ) + r22 (y - y O ) + r23 (z - z O ) ......................................(2.9)


v - vO
λ v r31 (x - x O ) + r32 (y - y O ) + r33 (z - z O )

Subtitusi persamaan (2.9) dengan persamaan (2.8) maka :

23
r11 (x - x O ) + r12 (y - y O ) + r13 (z - z O )
u - u O = -d
r31 (x - x O ) + r32 (y - y O ) + r33 (z - z O )
................................(2.10)
r21 (x - x O ) + r22 (y - y O ) + r23 (z - z O )
v - v O = -d
r31 (x - x O ) + r32 (y - y O ) + r33 (z - z O )

nilai u , v, u O , vO merupakan nilai koordinat pada bidang citra fotografik

dengan satuan ukuran pada umumnya dalam unit satuan cm. Pada keadaan

yang sebenarnya, sistem dijitasi dapat menggunakan satuan unit yang

berbeda, seperti pixels, sehingga persamaan (2.10) harus memenuhi hal di

bawah ini :

u - uO λ U (u u O )

v - vO λ V (v v O )
d r11 (x - x O ) + r12 (y - y O ) + r13 (z - z O )
u - uO
λ u r31 (x - x O ) + r32 (y - y O ) + r33 (z - z O )
.........................(2.11)
d r21 (x - x O ) + r22 (y - y O ) + r23 (z - z O )
v - vO
λ V r31 (x - x O ) + r32 (y - y O ) + r33 (z - z O )

Dimana λu ,λV merupakan faktor unit konversi untuk sumbu U dan V,

sehingga u , v, u O , vO dapat dalam berbagai satuan unit serta faktor konversi

tersebut dapat berbeda antara yang satu dengan yang lain.

Persamaan (2.11) kemudian disusun untuk x,y,z sehingga menjadi

persamaan standar DLT :

24
u - uO λ U (u u O )

v - vO λ V (v v O )
d r11 (x - x O ) + r12 (y - y O ) + r13 (z - z O )
u - uO
λ u r31 (x - x O ) + r32 (y - y O ) + r33 (z - z O )
.........................(2.11)
d r21 (x - x O ) + r22 (y - y O ) + r23 (z - z O )
v - vO
λ V r31 (x - x O ) + r32 (y - y O ) + r33 (z - z O )

d d
du , d v ,
λu λ v

d r11 (x - x O ) + r12 (y - y O ) + r13 (z - z O )


u - uO
λ u r31 (x - x O ) + r32 (y - y O ) + r33 (z - z O )

r11 (x - x O ) + r12 (y - y O ) + r13 (z - z O )


u uO du
r31 (x - x O ) + r32 (y - y O ) + r33 (z - z O )

uO d u r11 (x - x O ) + d u r12 (y - y O ) + d u r13 (z - z O )


u
1 r31 (x - x O ) + r32 (y - y O ) + r33 (z - z O )

d r21 (x - x O ) + r22 (y - y O ) + r23 (z - z O )


v - vO
λ V r31 (x - x O ) + r32 (y - y O ) + r33 (z - z O )

r21 (x - x O ) + r22 (y - y O ) + r23 (z - z O )


v vO dv
r31 (x - x O ) + r32 (y - y O ) + r33 (z - z O )

vO d v r21 (x - x O ) + d v r22 (y - y O ) + d v r23 (z - z O )


v
1 r31 (x - x O ) + r32 (y - y O ) + r33 (z - z O )

v O r31 (x - x O ) v O r32 (y - y O ) v O r33 (z - z O ) - d v r21 (x - x O ) + d v r22 (y - y O ) + d v r23 (z - z O )


v
r31 (x - x O ) + r32 (y - y O ) + r33 (z - z O )

(v O r31 - d v r21 )(x - x O ) ( v O r32 - d v r22 )(y - y O ) ( v O r33 - d v r23 )(z - z O )


v
r31 (x - x O ) + r32 (y - y O ) + r33 (z - z O )

25
(v O r31 - d v r21 )(x - x O ) ( v O r32 - d v r22 )(y - y O ) ( v O r33 - d v r23 )(z - z O )
v
r31 (x - x O ) + r32 (y - y O ) + r33 (z - z O )

(vO r31 - d v r21 )x - (vO r31 - d v r21 )x O ( v O r32 - d v r22 )y - ( v O r32 - d v r22 )yO ( v O r33 - d v r23 )z - ( vO r33 - d v r23 )z O
v
r31x - r31x O + r32 y - r32 y O + r33z - r33z O

(vO r31 - d v r21 )x ( v O r32 - d v r22 )y ( v O r33 - d v r23 )z (d v r21 - v O r31 )x O (d v r22 - v O r32 )yO (d v r23 - vO r33 )z O
v
r31x - r31x O + r32 y - r32 y O + r33z - r33z O

(vO r31 - d v r21 )x ( vO r32 - d v r22 )y ( vO r33 - d v r23 )z (d v r21 - vO r31 )x O (d v r22 - v O r32 )yO (d v r23 - v O r33 )z O
v
r31x + r32 y + r33z - (r31x O r32 yO r33z O )

D (x O r31 y O r32 z O r33 )

(v O r31 - d v r21 )x ( v O r32 - d v r22 )y ( v O r33 - d v r23 )z (d v r21 - v O r31 )x O (d v r22 - v O r32 )y O (d v r23 - v O r33 )z O
v
r31 x + r32 y + r33 z D

(v O r31 - d v r21 )x ( v O r32 - d v r22 )y ( v O r33 - d v r23 )z (d v r21 - v O r31 )x O (d v r22 - v O r32 )y O (d v r23 - v O r33 )z O
v
r r r
D ( 31 x + 32 y + 33 z 1)
D D D
L5 x L 6 y L 7 z L8
v
L 9 x + L10 y + L11 z 1

u O r31 (x - x O ) u O r32 (y - y O ) u O r33 (z - z O ) - d u r11 (x - x O ) + d u r12 (y - y O ) + d u r13 (z - z O )


u
r31 (x - x O ) + r32 (y - y O ) + r33 (z - z O )

(u O r31 - d u r11 )(x - x O ) (u O r32 - d u r12 )(y - y O ) (u O r33 - d u r13 )(z - z O )


u
r31 (x - x O ) + r32 (y - y O ) + r33 (z - z O )

(u O r31 - d u r11 )x - (u O r31 - d u r11 )x O (u O r32 - d u r12 )y - (u O r32 - d u r12 )yO (u O r33 - d u r13 )z - (u O r33 - d u r13 )z O
u
r31x - r31x O + r32 y - r32 yO + r33z - r33z O

(u O r31 - d u r11 )x (u O r32 - d u r12 )y (u O r33 - d u r13 )z (d u r11 - u O r31 )x O (d u r12 - u O r32 )yO (d u r13 - u O r33 )z O
u
r31x + r32 y + r33z D

(u O r31 - d u r11 )x (u O r32 - d u r12 )y (u O r33 - d u r13 )z (d u r11 - u O r31 )x O (d u r12 - u O r32 )yO (d u r13 - u O r33 )z O
u
r r r
D ( 31 x + 32 y + 33 z 1)
D D D

L1x L 2 y L3z L 4
u
L9 x + L10 y + L11z 1

26
dimana :

L1 x L 2 y L 3 z L 4
u
L 9 x L10 y L11 z 1 .............................(2.4)
L5 x L6 y L7 z L8
v
L 9 x L 10 y L 11 z 1

L1 , L 2 ,.., L11 parameter standar DLT

d d
du ,dv ,
λu λv

D (x O r31 y O r32 z O r33 )

u O r31 d u r11 u O r32 d u r12 u O r33 d u r13


L1 ; L2 ; L3
D D D
(d U r11 u O r31 )x O (d u r12 u O r32 )y O (d U r13 u O r33 )z O
L4
D
...................(2.12)
v O r31 d V r21 v O r32 d V r22 v O r33 d V r23
L5 ; L6 ; L7
D D D

(d V r21 v O r31 )x O (d V r22 v O r32 )y O (d V r23 v O r33 )z O


L8
D
r31 r32 r33
L9 ; L10 ; L11
D D D

Koefisien L1 sampai L11 merupakan parameter direct linear

transformation (DLT) yang menggambarkan hubungan antara sistem

referensi suatu objek pada suatu ruang dengan sistem referensi bidang citra

fotografik.

Persamaan (2.4) merupakan persamaan standar untuk 3-D direct

linear transformation. Pada persamaan tersebut dapat ditambah dengan

suatu kesalahan optik karena distorsi lensa pada kamera akan menyebabkan

27
titik pada citra fotografik bergeser dari lokasi yang ideal. Oleh karena itu,

untuk menerapkan kembali kondisi kolinearitas maka sejumlah koreksi

diberikan terhadap persamaan (2.4) sehingga menjadi:

L1 X L 2 Y L 3 Z L 4
u u
L 9 X L 10 Y L 11 Z 1
...........................(2.13)

L5X L6Y L7 Z L8
v v
L 9 X L 10 Y L 11 Z 1

Berkaitan dengan pemberian koreksi tersebut, distorsi lensa radial

mempunyai tiga parameter yaitu ( K 1 , K 2 , K 3 ) dan dua parameter ( P1 , P2 )

untuk distorsi tangensial (de-centering distortion). Selain parameter yang

telah disebutkan juga terdapat parameter tambahan ( A1 , A2 ) untuk

memperhitungkan diferensial scaling dan non-orthogonal dari sumbu suatu

sensor. Hal ini diterapkan untuk kamera CCD (charge couple device).

Penjumlahan dari pengaruh distorsi ini dapat dilihat pada persamaan 2.14

berikut ini.

u u ' ( K1r 2 K2r 4 K 3r 6 ) P1 (r 2 2u ' 2 ) 2 P2 u ' v '


...................(2.14)

v v ' ( K1r 2 K2r 4 K3r 6 ) 2 P1u ' v ' P2 (r 2 2v ' 2 ) A1u ' A2 v '

dimana :

u' u u O = absis titik terdistorsi yang relatif terhadap titik utama

v' v v O = ordinat titik terdistorsi yang relatif terhadap titik utama

(u O , vO ) = koordinat titik utama

r u ' 2 v' 2 = Jarak radial dari titik utama pada bidang citra fotografik (citra fotografik)
28
Seperti terlihat pada Gambar 2.2 pada halaman 6, sumbu optik dari lensa

didefinisikan dengan garis yang tegak lurus terhadap citra fotografik yang

melalui pusat proyeksi ( X c , Yc , Z c ). Titik perpotongan antara sumbu optik

dengan bidang citra fotografik dikenal sebagai titik utama yang tidak selalu

harus berada di lokasi pusat geometrik citra fotografik, meskipun umumnya

berada di sekitar pusat geometrik. Jarak antara pusat proyeksi terhadap titik

utama dikenal sebagai jarak utama (c). Jarak c s ama dengan panjang fokus

dari suatu lensa ketika suatu objek direkam dalam jarak yang tidak terbatas.

Transformasi antara citra fotografik dan objek pada suatu ruang

mempunyai 9 derajat kebebasan. Tiga dari derajat kebebasan tersebut

( xO , y O , c ) merupakan elemen orientasi dalam suatu kamera dan sisanya

yaitu berkaitan dengan orientasi eksternal dari suatu kamera. Orientasi

eksternal tersebut yaitu 3 translasi ( X c , Yc , Z c ) dan 3 rotasi (ω,Φ,κ) yang

dapat dilihat pada Gambar 2.3. pada halaman 8. Oleh karena itu 11

parameter transformasi menurut Bopp dan Krauss harus memenuhi bentuk

orthogonal . Untuk lebih jelasnya dapat dilihat persamaan (2.15) berikut ini.

2
2 2 2 2 2 2 L5 L9 L6 L10 L7 L11 ( L1 L9 L2 L10 L3 L11 ) 2
L1 L2 L3 L5 L6 L7 2 2 2
0
L9 L10 L11
............(2.15)

L1 L9 L2 L10 L3 L11 L5 L9 L6 L10 L7 L11


L1 L5 L2 L6 L3 L7 2 2 2
0
L9 L10 L11

29
Untuk posisi kamera dan titik utama (Principal Point) berdasarkan

persamaan (2.12) didapatkan suatu bentuk persamaan yaitu persamaan

(2.16) sebagai berikut:

L1 x O L2 yO L3zO L4

L5 x O L6 yO L7zO L8 ...................(2.16)

L9 x O L 10 y O L 11 z O 1

Persamaan (2.16) tersebut dapat dibuat dalam bentuk matriks seperti pada

persamaan (2.18) yaitu sebagai berikut :

L1 L2 L3 xO L4

L5 L6 L7 yO = L8
L9 L10 L11 zO 1

-1
xO L1 L2 L3 L4

yO = L5 L6 L7 L8 ...................(2.18)

zO L9 L10 L11 1

Seperti pada kondisi persamaan (2.12) maka didapatkan bentuk persamaan

(2.19) yaitu sebagai berikut :

1 1
L29 L210 L211 r312 r322 r332
D2 D2
.................(2.19)
1
D2 2
L9 L210 L211

30
Persamaan (2.19) tersebut dapat dibentuk lagi menjadi persamaan sebagai
berikut ini.

(DL1 ) (DL 9 ) (DL 2 ) (DL10 ) (DL 3 ) (DL11 )= u O r312 r322 r332 d u r11 r31 r12 r32 r13 r33 uO

(DL 5 ) (DL 9 ) (DL 6 ) (DL10 ) (DL 7 ) (DL11 ) = v O

L1 L 9 L 2 L 10 L 3 L 11
uO D 2 (L 1 L 9 L 2 L 10 L 3 L 11 ) 2 2 2
L9 L 10 L 11
L5L9 L 6 L 10 L 7 L 11 ................(2.20)
vO D 2 (L 5 L 9 L 6 L 10 L 7 L 11 ) 2 2 2
L 9 L 10 L 11
Parameter orientasi dalam ( u O , vO , c ) dapat dihitung dari 11 parameter

dengan persamaan sebagai berikut :

( L1L9 L2 L10 L3 L11 )


uO 2 2 2
( L9 L10 L11 )

( L5 L9 L6 L10 L7 L11 )
vO 2 2 2
( L9 L10 L11 )
.....................................(2.21)
2 2 2
L1 L2 L3
cx 2 2 2 2
L9 L10 L11 uO

2 2 2
L5 L6 L7
cy 2 2 2 2
L9 L10 L11 vO

(c x cy )
c
2

Parameter orientasi eksternal ( X c , Yc , Z c ) dan (ω,Φ,κ) dapat

ditentukan bila diinginkan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat persamaan

(2.22) berikut.

31
Xc L1 L2 L3 L4
Yc = - L5 L6 L7 L8
Zc L9 L10 L11 1

1 L10
tan
L11

L9 .......................(2.22)
1
sin
2 2 2
( L9 L10 L11 )

1 ( L1 u O L9 )
cos
2 2 2
(c. cos . ( L9 L10 L11 )

L1X L 2 Y L3Z L 4
f u u
L9 X L10 Y L11Z 1

L5X L6 Y L7 Z L8
g v v
L 9 X L 10 Y L 11 Z 1
2
c1 L1
2
L2
2
L3
2
L5
2
L6
2
L7
2 L5 L9 L6 L10 L7 L11 ( L1 L9 L2 L10 L3 L11 ) 2
2 2 2
L9 L10 L11

L1 L9 L2 L10 L3 L11 L5 L9 L6 L10 L7 L11


c2 L1L5 L2 L6 L3 L7 2 2 2
L9 L10 L11

( L1L9 L2 L10 L3 L11 )


c3 uO 2 2 2
( L9 L10 L11 ) .........................(2.23)

( L5 L9 L6 L10 L7 L11 )
c4 vO 2 2 2
( L9 L10 L11 )

2 2 2
L1 L2 L3
c5 c 2 2 2 2
L9 L10 L11 uO

2 2 2
L5 L6 L7
c6 c 2 2 2 2
L9 L10 L11 vO

32
Parameter transformasi ( L1 L11 ) dan 7 parameter koreksi

( K 1 , K 2 , K 3 , P1 , P2 , A1 , A2 ) serta titik utama ( u O , vO ) tersebut dapat dihitung

secara iterasi dengan menggunakan perataan kuadrat terkecil


AX F
T
(A A) X AT F
…………………(2.24)
(A T A) 1 (A T A)X (A T A) 1 (A T F)
X (A T A) 1 (A T F)

dimana :

A = matriks desain transformasi


F = matriks residu transformasi
X = matriks parameter transformasi

Berdasarkan uraian di atas maka untuk mendapatkan parameter-parameter

optik lensa dapat dihitung menggunakan perataan kuadrat terkecil. Untuk

lebih jelasnya dapat dilihat matriks desain, residu, dan parameter di berikut.

33
f1 L f1 f1 f1 f1 f1 f1 f1 f1 f1 f1
L1 L11 uO vO K1 K2 K3 P1 P2 A1 A2

g1 L g1 g1 g1 g1 g1 g1 g1 g1 g1 g1
L1 L11 uO vO K1 K2 K3 P1 P2 A1 A2
. . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . .
fN L fN fN fN fN fN fN fN fN fN fN
L1 L11 uO vO K1 K2 K3 P1 P2 A1 A2 ΔL1
.
gN L gN gN gN gN gN gN gN gN gN gN .
f1
L1 L11 uO vO K1 K2 K3 P1 P2 A1 A2 ΔL11 g1
c1 L c1 .
uO
0 0 0 0 0 0 0 0 0 .
L1 L11 vO
fN
c2 L c2 ΔK 1 gN
0 0 0 0 0 0 0 0 0
L1 L11 ΔK 2 =- c1
c3 L c3 c3 c3 c2
0 0 0 0 0 0 ΔK 3
0 c3
L1 L11 u O v O
ΔP1 c4
c4 L c4 c4 c4 c5
0 0 0 0 0 0 0 ΔP2 c6
L1 L11 uO vO
c5 L c5 c5 c5 ΔA1
0 0 0 0 0 0 0
L1 L11 u O v O
ΔA2
c6 L c6 c6 c6
0 0 0 0 0 0 0
L1 L11 u O v O

A X = - F

34
fN X fN Y
;
L1 ( L9 X L10Y L11 Z 1) L2 ( L9 X L10Y L11 Z 1)

fN Z fN 1
;
L3 ( L9 X L10Y L11 Z 1) L4 ( L9 X L10Y L11 Z 1)

fN fN fN fN
0
L5 L6 L7 L8

fN X ( L1 X L2Y L3 Z L4 ) f Y ( L1 X L2Y L3 Z L4 )
2
; N
L9 ( L9 X L10Y L11 Z 1) L10 ( L9 X L10Y L11 Z 1) 2

fN Z ( L1 X L2Y L3 Z L4 )
L11 ( L9 X L10Y L11 Z 1) 2

fN
( K1r 2 K2r 4 K 3 r 6 ) P1 ( 4u 4u O ) 2 P2 (v vO )
uO

fN fN fN
2 P2 (u u O ) ; r (u u O ) ; r 4 (u u O )
vO K1 K2

fN fN
r 6 (u u O ) ; r2 2(u u O ) 2
K3 P1

fN fN fN gN gN gN gN
2(u u O )(v vO ) ; 0
P2 A1 A2 L1 L2 L3 L4

gN X gN Y
;
L5 ( L9 X L10Y L11 Z 1) L6 ( L9 X L10Y L11 Z 1)

gN Z gN 1
;
L7 ( L9 X L10Y L11 Z 1) L8 ( L9 X L10Y L11 Z 1)

gN X ( L5 X L6Y L7 Z L8 ) gN Y ( L5 X L6Y L7 Z L8 )
2
;
L9 ( L9 X L10Y L11 Z 1) L10 ( L9 X L10Y L11 Z 1) 2

gN Z ( L5 X L6Y L7 Z L8 ) gN
; 2 P1 (v vO ) A1
L11 ( L9 X L10Y L11 Z 1) 2 uO

35
gN
( K1r 2 K2r 4 K 3 r 6 ) 2 P1 (u u O ) P2 ( 4v 4vO ) A2
vO

gN gN gN
r (v v O ) ; r 4 (v v O ) ; r 6 (v v O )
K1 K2 K3

gN gN
2(u u O )(v vO ) ; r2 2(v vO ) 2
P1 P2

gN gN c1 2( L1 L9 L2 L10 L3 L11 )( L9 )
(u u O ) ; (v v O ) ; 2 L1 2 2 2
A1 A2 L1 ( L9 L10 L11 )

c1 2( L1 L9 L2 L10 L3 L11 )( L10 )


2 L2 2 2 2
;
L2 ( L9 L10 L11 )

c1 2( L1 L9 L2 L10 L3 L11 )( L11 )


2 L3 2 2 2
L3 ( L9 L10 L11 )

c1 c1 2( L5 L9 L6 L10 L7 L11 )( L9 )
0 ; 2 L5
L4 L5 ( L29 L10
2 2
L11 )

c1 2( L5 L9 L6 L10 L7 L11 )( L10 )


2 L6 ;
L6 ( L29 L10
2 2
L11 )

c1 2( L5 L9 L 6 L10 L 7 L11 )( L11 )


2L7 2 2 2
L7 (L 9 L 10 L11 )

c1
0
L8

c1 2( L5 L9 L6 L10 L7 L11 ) L5 2( L1L9 L2 L10 L3 L11 ) L1 2(( L5 L9 L6 L10 L7 L11 ) 2 ( L1L9 L2 L10 L3 L11 ) 2 ) L9
2 2 2
L9 L9 L10 L11 ( L29 L10 2 2 2
L11 )

c1 2( L5 L9 L6 L10 L7 L11 ) L6 2( L1L9 L2 L10 L3 L11 ) L2 2(( L5 L9 L6 L10 L7 L11 ) 2 ( L1L9 L2 L10 L3 L11 ) 2 ) L10
2 2 2
L10 L9 L10 L11 ( L29 L102 2 2
L11 )

c1 2( L5 L9 L6 L10 L7 L11 ) L7 2( L1L9 L2 L10 L3 L11 ) L3 2(( L5 L9 L6 L10 L7 L11 ) 2 ( L1L9 L2 L10 L3 L11 ) 2 ) L11
2 2 2
L11 L9 L10 L11 ( L29 L102 L112 ) 2

36
c1 c1 c1 c1 c1 c1 c1 c1 c1
0
uO vO K1 K2 K3 P1 P2 A1 A2

c2 L9 ( L5 L9 L6 L10 L7 L11 ) c2 L10 ( L5 L9 L6 L10 L7 L11 )


L5 2 2 2
; L6 2 2 2
L1 ( L9 L 10 L )
11
L2 ( L9 L 10 L )
11

c2 L11 ( L5 L9 L6 L10 L7 L11 ) c2


L7 2 2 2
; 0 ;
L3 ( L9 L10 L11 ) L4

c2 L9 ( L1 L9 L2 L10 L3 L11 )
L1 2 2 2
L5 ( L9 L 10 L )
11

c2 L10 ( L1 L9 L2 L10 L3 L11 ) c2 L11 ( L1 L9 L2 L10 L3 L11 )


L2 2 2 2
; L3 2 2 2
;
L6 ( L9 L 10 L ) 11
L7 ( L9 L10 L )
11

c2
0
L8

c2 L1 ( L5 L9 L6 L10 L7 L11 ) ( L1L9 L2 L10 L3 L11 ) L5 2( L1L9 L2 L10 L3 L11 )( L5 L9 L6 L10 L7 L11 ) L9
L9 L29 2
L10 2
L11 2
L L10
9
2 2
L11 ( L29 L10 2 2 2
L11 )

c2 L2 ( L5 L9 L6 L10 L7 L11 ) ( L1L9 L2 L10 L3 L11 ) L6 2( L1L9 L2 L10 L3 L11 )( L5 L9 L6 L10 L7 L11 ) L10
L10 L29 L10
2 2
L11 L29 L10
2 2
L11 ( L29 L10
2 2 2
L11 )

c2 L3 ( L5 L9 L6 L10 L7 L11 ) ( L1L9 L2 L10 L3 L11 ) L7 2( L1L9 L2 L10 L3 L11 )( L5 L9 L6 L10 L7 L11 ) L11
L11 L29 L10
2 2
L11 L29 L10
2 2
L11 ( L29 L10
2 2 2
L11 )

c2 c2 c2 c2 c2 c2 c2 c2 c2
0
uO vO K1 K2 K3 P1 P2 A1 A2

c3 L9 c3 L10 c3 L11
; ;
L1 ( L29 2
L10 2
L11 ) L2 ( L29 2
L10 2
L11 ) L3 ( L29 2
L10 2
L11 )

37
c3 c3 c3 c3 c3
L4 L5 L6 L7 L8

c3 L1 2 L9 ( L1 L9 L2 L10 L3 L11 )
2 2 2
L9 L9 L10 L
11 ( L29 L10
2 2 2
L11 )

c3 L2 2 L10 ( L1 L9 L2 L10 L3 L11 )


2 2 2
L10 L9 L10 L
11 ( L29 L10
2 2 2
L11 )

c3 L3 2 L11 ( L1 L9 L2 L10 L3 L11 )


2 2 2
L11 L9 L10 L
11 ( L29 L10
2 2 2
L11 )

c3
1
uO

c3 c3 c3 c3 c3 c3 c3 c3 c4 c4 c4
0
vO K1 K2 K3 P1 P2 A1 A2 L1 L2 L3

c4
0
L4

c4 L9 c4 L10 c4 L11
2 2 2
; 2 2 2
; 2 2 2
L5 (L 9 L10 L ) 11 L6 (L
9 L10 L )
11 L7 (L
9 L10 L11 )

c4
0
L8

c4 L5 2 L9 ( L5 L9 L6 L10 L7 L11 )
2 2 2
L9 L 9 L10 L
11 ( L29 L10
2 2 2
L11 )

c4 L6 2 L10 ( L5 L9 L6 L10 L7 L11 )


2 2 2
L10 L 9 L10 L
11 ( L29 L10
2 2 2
L11 )

c4 L7 2 L11 ( L5 L9 L6 L10 L7 L11 )


2 2 2
L11 L 9 L10 L
11 ( L29 L10
2 2 2
L11 )

38
c4 c4
0; 1
uO vO

c4 c4 c4 c4 c4 c4 c4
0
K1 K2 K3 P1 P2 A1 A2

c5 L1
L1 ( L12 L22 L23 )
2 2 2 2
( L29 2
L10 2
L11 u O2 )
L9 L10 L11 u O

c5 L2
L2 ( L12 L22 L23 )
2 2 2 2
( L29 2
L10 2
L11 u O2 )
L9 L10 L11 u O

c5 L3
L3 ( L12 L22 L23 )
( L29 2
L10 2
L11 u O2 )
L29 L10 2 2
L11 u O2

c5 c5 c5 c5 c5
0
L4 L5 L6 L7 L8

c5 L9 ( L12 L22 L23 )


L9 L12 L22 L23
( L29 2
L10 2
L11 u O2 ) 2
L29 L10
2 2
L11 u O2

c5 L10 ( L12 L22 L23 )


L10 L12 L22 L23
2 2 2 2
( L29 2
L10 2
L11 u O2 ) 2
L9 L10 L11 u O

c5 L11 ( L12 L22 L23 )


L11 L12 L22 L23
2 2 2 2
( L29 2
L10 2
L11 u O2 ) 2
L9 L10 L11 u O

39
c5 xO ( L12 L22 L23 )
uO L12 L22 L23
2 2 2 2
( L29 2
L10 2
L11 u O2 ) 2
L9 L10 L11 u O

c5 c5 c5 c5 c5 c5 c5 c5 c6 c6 c6 c6
0
vO K1 K2 K3 P1 P2 A1 A2 L1 L2 L3 L4

c6 L5
L5 L25 L26 L27
( L29 2
L10 2
L11 vO2 )
L29 L10
2 2
L11 vO2

c6 L6
L6 L25 L26 L27
2 2 2 2
( L29 2
L10 2
L11 vO2 )
L9 L10 L11 vO

c6 L7
L7 L25 L26 L27
2 2 2 2
( L29 2
L10 2
L11 vO2 )
L9 L10 L11 vO

c6
0
L8

c6 L9 ( L25 L26 L27 )


L9 L25 L26 L27
2 2 2 2
( L29 2
L10 2
L11 vO2 ) 2
L9 L10 L11 vO

c6 L10 ( L25 L26 L27 )


L10 L25 L26 L27
2 2 2 2
( L29 2
L10 2
L11 vO2 ) 2
L9 L10 L11 vO

c6 L11 ( L25 L26 L27 )


L11 L25 L26 L27
2 2 2 2
( L29 2
L10 2
L11 vO2 ) 2
L9 L10 L11 vO

40
c6
0
uO

c6 vO ( L25 L26 L27 )


vO L25 L26 L27
2 2 2 2
( L29 2
L10 2
L11 vO2 ) 2
L9 L10 L11 vO

c6 N c6 c6 c6 c6 c6 c6
0
K1 K2 K3 P1 P2 A1 A2

2.5.2. Metode Kalibrasi DLT-2D

(Direct Linear Transformation-2D)

Uraian di atas merupakan transformasi DLT untuk pemetaan titik

pada citra fotografik yang mempunyai ketinggian tertentu, sedangkan

pemetaan suatu objek dalam 2D-DLT, nilai koordinat Z selalu 0, dan untuk

memetakan objek tersebut terhadap bidang citra fotografik maka

persamaannya direduksi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat persamaan

(2.25) berikut.

L1x L 2 y L3
u
L 7 x L8 y 1
..........................(2.25)
L 4 x L5 y L6
v
L 7 x L8 y 1

41
dimana :

L 1 , L 2 ,...., L 8 Parameter standar – 2D

d d
du , dv ,
λu λv
D (x O r31 y O r32 )

u O r31 d u r11
L1
D
u O r32 d u r12
L2
D
(d U r11 u O r31 )x O (d u r12 u O r32 )y O
L3
D
v O r31 d V r21
L4
D
v O r32 d V r22
L5
D

(d V r21 v O r31 )x O (d V r22 v O r32 )y O


L6
D
r31
L7
D
r32 ...................................(2.26)
L8
D
Persamaan (2.25) merupakan persamaan standar untuk direct linear

transformation-2D, pada persamaan tersebut dapat ditambah dengan suatu

kesalahan optik karena distorsi lensa pada kamera akan menyebabkan titik

pada citra fotografik bergeser dari lokasi yang ideal. Oleh karena itu, untuk

menerapkan kembali kondisi kolinearitas maka sejumlah koreksi diberikan

terhadap persamaan (2.25) sehingga menjadi:

42
L1X L 2 Y L3
u u
L 7 X L8 Y 1
...........................(2.27)

L4X L5Y L6
v v
L 7 X L8 Y 1

Berkaitan dengan pemberian koreksi tersebut, distorsi lensa radial dapat

mempunyai tiga parameter yaitu ( K 1 , K 2 , K 3 ) dan du a parameter distorsi

tangensial (de-centering distortion) ( P1 , P2 ). Selain parameter yang telah

disebutkan juga terdapat parameter tambahan ( A1 , A2 ) untuk

memperhitungkan diferensial scaling dan non-orthogonal dari sumbu suatu

sensor, hal ini sangat diterapkan untuk kamera CCD (charge couple device).

Penjumlahan dari pengaruh distorsi ini dapat dilihat pada persamaan (2.28)

berikut ini.

u u ' ( K1r 2 K2r 4 K 3r 6 ) P1 (r 2 2u ' 2 ) 2 P2 u ' v '


...................(2.28)
2 4 6 ' ' 2 2 '
v v ' ( K1r K2r K3r ) 2 P1u v P2 (r 2v ' ) A1u A2 v '

dimana :

u' u uO = absis titik terdistorsi yang relatif terhadap titik utama

v' v vO = ordinat titik terdistorsi yang relatif terhadap titik utama

(u O , vO ) = koordinat titik utama

r u ' 2 v' 2 = Jarak radial dari titik utama pada bidang citra fotografik (citra fotografik)

Persamaan 2.27. dapat disusun menjadi bentuk berikut :

43
1 1
u ( L1 X L2 Y L3 L7 uX L8 uY ) u
R R ………………(2.29)
1 1
v ( L4 X L5Y L6 L7 vX L8 vY ) v
R R

Persamaan (2.29) dapat disusun dalam bentuk matriks yaitu sebagai berikut :

L1
L2
L3
L4
L5
L6
1 u X Y 1 0 0 0 - uX - uY u' r 2 R u' r 4 R u' r 6 R r 2 2u ' 2 R u' v' R
L7
R v 0 0 0 X Y 1 - vX - vY v' r 2 R v ' r 4 R v' r 6 R u' v' R r2 2v ' 2 R
L8
K1
K2
K3
dimana,: Ri L7 X i L8Yi 1 P1
P2

L1

L2
2 4 6 2 2 u1
X1 Y1 1 - u1X1 - u1Y1 u'1 r1 R1 u1' r1 R1 u1' r1 R1 r1 2u1' R1 u1' v1' R1
0 0 0 L3 R1
R1 R1 R1 R1 R1 R1 R1 R1 R1 R1
L4 v1
2 4 6 2 2
X1 Y1 1 - v1X1 - v1Y1 v1' r1 R1 v1' r1 R1 v1' r1 R1 u1' v1' R1 r1 2v1' R1 L5
0 0 0 R1
R1 R1 R1 R1 R1 R1 R1 R1 R1 R1
L6 .
. . . . . . . . . . . . . .(2.30)
L7 .
. . . . . . . . . . . . .
L .
2 4 6 2 2 8
Xn Yn 1 - un Xn - un Yn u'n rn Rn un ' rn Rn un ' rn Rn rn 2un ' Rn un ' v n ' Rn un
0 0 0 K1
Rn Rn Rn Rn Rn Rn Rn Rn Rn Rn Rn
K2
2 4 6 2 2 vn
Xn Yn 1 - v n Xn - v n Yn v n ' rn Rn v n ' rn Rn v n ' rn Rn un ' v n ' Rn rn 2v n ' Rn
0 0 0 K3
Rn Rn Rn Rn Rn Rn Rn Rn Rn Rn Rn
P1

P2

Untuk menyelesaikan persamaan (2.30) dalam bentuk matriks di atas

diperlukan titik kontrol yang diketahui di lapangan atau di suatu ruang pada

sistem (X,Y), dimana setiap titik kontrol mempunyai dua persamaan,

44
sehingga untuk memecahkan parameter ( L1 ,..., L8 , K 1 , K 2 , K 3 , P1 , P2 )

diperlukan minimal 7 buah titik kontrol. Koefisien (Ri) pada matriks (2.30)

merupakan koefisien ( L7 ,L8 ) hal tersebut tidak memungkinkan untuk

memecahkannya secara langsung sehingga pendekatan secara iterasi perlu

dilakukan dalam menghitung (Ri).

Untuk merekonstruksi atau mereduksi koordinat pada citra fotografik

menjadi koordinat sebenarnya di lapangan persamaan (2.27) dapat disusun

menjadi (X,Y,Z) seperti persamaan di bawah ini:

u ' , v' u u, v v
1 1 1
u ' L7 L1 X (u ' L8 L2 ) ( L3 u' ) ……….(2.31)
R R R
1 1 1
v ' L7 L4 X (v' L8 L5 ) ( L6 v' )
R R R

Berdasarkan formula di atas, untuk melakukan transformasi koordinat citra

fotografik kembali direduksi menjadi koordinat lapangan digunakan bentuk

formula matriks (Abdel Aziz dan Karara, 1971) sebagai berikut ini :

u ' i L7 L1 (u ' i L8 L2 ) ( L3 u'i )


Ri Ri X Ri
.…..(2.32)
v ' i L7 L 4 (v' i L8 L5 ) Y ( L6 v' i )
Ri Ri Ri

Ri L7 X i L8Yi 1

45
Ketelitian dari kalibrasi kamera dan rekonstruksi dapat ditentukan

dengan menghitung kesalahan kalibrasi atau kesalahan rekonstruksi.

Kesalahan kalibrasi dari suatu kamera dapat ditentukan oleh formula dari

(Abdel Aziz dan Karara, 1971) sebagai berikut :

L 1 X i L 2 Yi L 3
ε ui (u i Δu i )
L 7 X i L 8 Yi 1
……..(2.33)
L 4 X i L 5 Yi L 6
ε vi (v i Δv i )
L 7 X i L 8 Yi 1
n
1
εc ε ui ε vi
2 2

n i 1

Parameter tambahan DLT yang didapatkan melalui kalibrasi dapat

diaplikasikan kembali terhadap titik kontrol untuk menghitung koordinat

hasil rekonstruksi atau reduksi. Kesalahan rekonstruksi merupakan deviasi

koordinat rekonstruksi yang dihitung dengan cara sebagai berikut.

ε xi Xn Xi
ε Yi Yn Yi ……..(2.34)
n
1
εr ε xi ε Yi
2 2

n i 1

dimana :

[ X n ,Yn ] Koordinat rekonstruksi atau reduksi dari titik kontrol

[X i , Yi ] Koordinat titik kontrol

46
BAB III

PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian koreksi distorsi lensa kamera menggunakan metode direct

linear transformation ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Juli

tahun 2005 di laboratorium Geodesi / Geoinformatika Itenas.

3.2. Peralatan dan Bahan Penelitian

Peralatan dan bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini,

adalah sebagai berikut : kamera non metrik Nikon 5700 (resolusi 5 mega

pixels, 1/4000 sec top shutter speed, 3 frames per sec high speed continuous

shooting, Raw image recording mode); statip ; tribrach ; pita ukur; templet

grid terbuat dari bahan fiber dengan ukuran setiap sel grid 2.5 cm x 2.5 cm

yang digaris dengan tangan dan ukuran templet grid tersebut secara

keseluruhan mempunyai panjang 40 cm dan lebar 30 cm.

3.3. Tahapan Penelitian Koreksi Distorsi Lensa Kamera

Tahapan penelitian secara skematis dapat dilihat pada gambar 3.1.

47
Persiapan

Pembuatan Templet Grid

Setting Pemasangan Templet Grid  Jarak kamera


terhadap templet grid
Pemasangan Kamera
Hitungan Koordinat Grid  Kondisi kamera tegak
Templet lurus terhadap templet
grid
Pemotretan Templet Grid
Koordinat Grid Sebenarnya
Di Lapangan

Menentukan Titik Utama


Kamera

Menentukan nilai Pendekatan

( K 1 º,K 2 º,K 3 º,P 1 º,P 2 º)

Hitung Perataan Parameter

untuk menentukan parameter standar

DLT (L 1 - L 8 ) dan ( K 1 ,K 2 ,K 3 ,P 1 ,P 2 )

Parameter tidak

Konstan iterasi

ya
L1 X L2Y L3
u u
L7 X L8 Y 1

L4 X L5 Y L6
v v
L7 X L8Y 1

Koordinat u,v Grid terkalibrasi

Ploting Koordinat Grid Terkalibrasi

Selisih Koordinat Grid di Lapangan


Terhadap Koordinat Hasil Kalibrasi Koordinat X,Y Grid terkalibrasi

Kesimpulan

Gambar 3.1. Diagram Alir Koreksi Distorsi Lensa Kamera Menggunakan Metode DLT

48
3.3.1. Persiapan

Sebelum dilakukan pemotretan, maka terlebih dahulu dilakukan

persiapan-persiapan antara lain meliputi :

a. Studi literatur metode direct linear transformation dan literatur

lainnya yang berkaitan.

b. Menyiapkan kamera Nikon Coolpix 5700 dengan fokus tetap yaitu 8,9

mm

c. Membuat templet grid dari bahan fiber yang digaris dengan tangan

dengan ukuran templet 40 cm x 30 cm, dan setiap sel grid

mempunyai nilai 2,5 cm x 2,5 cm

d. Menyiapkan templet grid dalam keadaan datar dan ditempelkan pada

dinding untuk dilakukan pemotretan.

3.3.2. Pemasangan Kamera dan Templet Grid

Templet grid terlebih dahulu dipasang dan ditempelkan pada

dinding yang datar sebelum kamera ditempatkan pada jarak tertentu.

Selanjutnya kamera ditempatkan pada jarak tertentu dengan memperhatikan

kondisi kamera tegak lurus terhadap templet grid dan posisi kamera tepat

berada di tengah templet grid. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat Gambar 3.2

dan 3.3 di bawah ini.

49
Gambar 3.2. Pemotretan Templet grid

Gambar 3.3. Posisi Kamera pada Saat Pemotretan

Penempatan kondisi kamera seperti Gambar 3.2 dan 3.3 di atas yaitu

agar kondisi pada saat pemotretan pusat proyeksi pada lensa mendekati

keadaan yang linear, sehingga pusat proyeksi dan titik utama akan

mendekati keadaan berada dalam satu garis lurus. Untuk pusat proyeksi dan

sumbu-sumbu optik pada saat pemotretan seperti pada Gambar 3.3

diasumsikan berada dalam keadaan lurus dan tidak miring.

3.3.3. Pemotretan Templet Grid

Seberkas sinar datang yang berasal dari suatu objek pada jarak tidak

terhingga jauhnya dari lensa maka sinar akan berjalan sejajar, dan gambar

50
akan menjadi jelas pada bidang fokus tidak hingga. Untuk lebih jelasnya

dapat dilihat pada Gambar 3.4 di bawah ini.

R1 , R2 jari-jari bola lensa

O1 , O2 titik pusat permukaan bola lensa


F = titik fokus

Gambar 3.4. Sumbu Optik, Jarak Fokus, dan Bidang Fokus pada Lensa Tipis (Sumber: Wolf, 1983)

Objek-objek yang terletak pada jarak tertentu saja jauhnya dari lensa,

maka jarak gambar (jarak dari tengah-tengah lensa ke bidang fokus) lebih

besar daripada panjang fokus, sedangkan semakin dekat objek tersebut

kepada lensa maka semakin jauh letak titik jelas gambarnya di belakang

lensa, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 3.5 di bawah ini.

Gambar 3.5. Hubungan Jarak Gambar dan Jarak Objek ( Sumber: Wolf, 1983 )
51
Hubungan antara jarak objek (o) dan jarak gambar (i) dengan panjang fokus

(f) suatu lensa positif dapat digambarkan oleh suatu formula di bawah ini.

1 1 1 ……………..(3.1)
o i f

dimana f = panjang fokus lensa

o = jarak objek terhadap lensa

i = jarak gambar terhadap lensa

Pemotretan templet grid dilakukan dalam jarak yang berbeda yaitu

ditentukan sebagai berikut :

a. 0,8 m

b. 1,2 m

c. 1,4 m

Penentuan jarak pemotretan ditentukan berdasarkan formula lensa

seperti pada persamaan 3.1, dimana bila diambil jarak gambar terhadap lensa

ditentukan dengan jarak normal yaitu sebesar 25 cm dan fokus sebesar 8,9

mm maka jarak objek terhadap lensa yaitu di bawah 1 m. Hal lain yang

mendasari penentuan jarak pemotretan yaitu berdasarkan literatur untuk

kalibrasi kamera Nikon Coolpix diambil pada jarak yang berbeda-beda,

untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1 berikut

52
Tabel 1. Hasil Kalibrasi Kamera Nikon Coolpix 5000 ( Sumber: Huang, Hao-Hsiung, 2002)

Session f pps pps radial distortion decentering distortion


Position (mm) x(mm) y(mm) K1 K2 P1 P2
1,20 m 26,995 15.608 11.650 1.880E-04 -1.965E-07 -1.074E-06 -1.630E-05
1,32 m 27,037 15.688 11.646 1.500E-04 -2.069E-08 3.732E-06 2.375E-05
-4.396E-
1,44 m 27,149 15.777 11.487 1.870E-04 -2.074E-07 06 -1.048E-05
2,20 m 27,159 15.789 11.611 1.895E-04 -1.795E-07 1.442E-05 3.033E-06
2,32 m 27,451 15.948 11.645 1.532E-04 -1.245E-07 1.717E-06 -2.865E-05
2,44 m 26,901 15.597 11.631 1.492E-04 -6.332E-08 1.494E-05 1.652E-05
3,20 m 26,852 15.604 11.558 1.358E-04 -3.164E-08 1.494E-05 -1.066E-05
3,32 m 26,970 15.636 11.583 1.630E-04 -1.254E-07 2.124E-05 -7.591E-06
3,44 m 26.991 15.684 11.622 1.576E-04 -8.091E-08 3.332E-06 2.018E-05
i 27.056 15.703 11.604 1.637E-04 -1.144E-07 7.650E-06 -1.133E-06
S 0.179 0.116 0.053 1.976E-05 7.001E-08 8.855E-06 1.806E-05
i+3s 27.594 16.052 11.764 2.230E-04 9.560E-08 3.421E-05 5.305E-05
i-3s 26.518 15.355 11.444 1.044E-04 -3.245E-07 -1.891E-05 -5.531E-05

3.3.4.Menentukan Titik Utama Kamera pada Citra

Fotografik

Titik utama (principal point) merupakan suatu titik di dalam kamera

dimana titik tersebut merupakan suatu titik perpotongan sumbu-sumbu

optik dari lensa kamera . Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 3.6.

di bawah ini.

Gambar 3.6 Titik Utama Kamera pada Citra Fotografik ( Sumber: Atkinson, 1996)

53
Nilai titik utama kamera ditentukan dengan cara memberikan garis

silang pada citra fotografik, dimana perpotongan dari garis silang tersebut

merupakan nilai dari titik utama kamera. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

pada Gambar 3.7 di bawah ini.

TU

Gambar 3.7. Penentuan Nilai Titik Utama


Nilai titik utama untuk setiap jarak pemotretan dengan cara

memberikan garis silang pada citra fotografik didapatkan sebagai berikut :

Tabel. 2 Nilai Titik Utama


Titik Utama Pada Templet
Grid Titik Utama Pada Titik Utama
Di Citra Fotografik Garis Silang
u’ = u –
Posisi f u v uo vo V’ = v - vº

Kamera (mm) (mm) (mm) (mm) (mm)
0.8 m 8,9 1288.98 910.91 1284.87 907.88 4.1075 3.031
1,2 m 8,9 1263.22 900.47 1259.04 897.41 4.180 3.060
1,4 m 8,9 1265.35 892.30 1261.008 889.18 4.341 3.115

54
3.3. 5. Menentukan Nilai Pendekatan Distorsi

Distorsi radial lensa yang dapat mempengaruhi kualitas citra

fotografik dapat menyebabkan posisi gambar mengalami distorsi sepanjang

garis radial dari titik utama. Posisi gambar citra fotografik dapat dikoreksi

jika karakteristik distorsi radial dapat diketahui melalui kalibrasi kamera.

Koreksi distorsi radial dapat diberikan dengan menggunakan metode

yang berbeda-beda seperti dengan membaca koreksi yang diminta pada

kurva distorsi radial lensa, menginterpolasi koreksi dari sebuah tabel koreksi,

ataupun menggunakan metode numerik dimana kurva distorsi radial lensa

didekati dengan sebuah fungsi polinomial. Setiap metode tersebut

mengasumsikan bahwa distorsi lensa bersifat simetris di sekitar titik utama.

Untuk nilai pendekatan parameter distorsi radial dalam penelitian ini,

ditentukan berdasarkan metode numerik dengan menggunakan fungsi

polinomial. Nilai pendekatan tersebut diambil dari ukuran templet grid

dengan ukuran templet grid pada citra fotografik kemudian parameternya

ditentukan dengan kuadrat terkecil. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat

pelaksanaannya di bawah ini:

r K1r 2 K2r 4 K3r 6

r x2 y2
r Jarak radial dari titik prinsipal pada bidang citra fotografik

r K1r 2 K2r 4 K3r 6

r vr K1r 2 K2r 4 K3r 6

55
r1 v1 r1
2
r1
4
r1
6
K o1

K o2

K o3
4 6
rn vn rn
2
rn rn

F V A X

V A X F

(A T A) 1 A TF ………..( 3.2 )
X

Berdasarkan persamaan (3.2) maka di dapatkan nilai pendekatan

parameter distorsi seperti terlihat pada Tabel 3 di bawah ini:

Tabel 3. Nilai Parameter Pendekatan Distorsi


Posisi Nilai Pendekatan Distorsi
Kamera K1 K2 K3 P1 P2
0.8 m 04 09 16
7.7382 x 10 - 1,04670 x 10 6,06532 x 10 0 0
03 09 15
1,2 m 1,784622 x 10 - 5,59707 x 10 7,43360 x 10 0 0
03 08 14
1,4 m 2,521705 x 10 - 1,10045 x 10 2,03733 x 10 0 0

Untuk nilai pendekatan distorsi tangensial ( P1 , P2 ) diberi nilai nol,

karena pada umumnya distorsi tangensial m empunyai nilai yang kecil

bahkan pada umumnya diabaikan.

3.3.6. Menentukan Parameter DLT dan Distorsi

Formula direct linear transformation (DLT -2D) dua dimensi

mempunyai delapan parameter standar (L 1 ,..,L 8 ) dan parameter-parameter

distorsi lensa ( K 1 , K 2 , K 3 , P1 , P2 ) yaitu sebagai berikut :

56
L1 X L 2 Y L 3
u- u
L 7 X L8 Y 1

L4X L5Y L6
v- v ……………………….(3.3)
L 7 X L8 Y 1

u u ' ( K1r 2 K2r 4 K3r 6 ) P1 (r 2 2u ' 2 ) 2 P2 u ' v '

v v ' ( K1r 2 K2r 4 K 3r 6 ) 2 P1u ' v ' P2 (r 2 2v ' 2 )


u ' u u O ; v' v vO

Persamaan 3.3. dapat disusun menjadi bentuk berikut :

1 1
u ( L1 X L2 Y L3 L7 uX L8 uY ) u
R R ………………(3.4)
1 1
v ( L4 X L5Y L6 L7 vX L8 vY ) v
R R

Persamaan 3.4. dapat disusun dalam bentuk matrik yaitu sebagai berikut :

L1
L2
L3
L4
L5
L6
1 u X Y 1 0 0 0 - uX - uY u' r 2 R u ' r 4 R u' r 6 R r 2 2u ' 2 R u' v' R
L7
R v 0 0 0 X Y 1 - vX - vY v' r 2 R v' r 4 R v' r 6 R u' v' R r2 2v' 2 R
L8
K1
K2
K3
dimana,: Ri L7 X i L8Yi 1 P1
P2

57
L1
L2 u1
2 4 6 2 2
X1 Y1 1 - u1X1 - u1Y1 u'1 r1 R1 u1 ' r1 R1 u1 ' r1 R1 r1 2u1 ' R1 u1 ' v1 ' R1
0 0 0 L3 R1
R1 R1 R1 R1 R1 R1 R1 R1 R1 R1
L4 v1
2 4 6 2 2
X1 Y1 1 - v1X1 - v1Y1 v1 ' r1 R1 v1 ' r1 R1 v1 ' r1 R1 u1 ' v1 ' R1 r1 2v1 ' R1 L5
0 0 0 R1
R1 R1 R1 R1 R1 R1 R1 R1 R1 R1
L6 .
. . . . . . . . . . . . . .(3.5)
L7 .
. . . . . . . . . . . . .
L .
2 4 6 2 2 8
Xn Yn 1 - u n Xn - u n Yn u'n rn R n u n ' rn R n u n ' rn R n rn 2un ' R n u n ' vn ' R n un
0 0 0 K1
Rn Rn Rn Rn Rn Rn Rn Rn Rn Rn Rn
K2
2 4 6 2 2 vn
Xn Yn 1 - v n X n - v n Yn v n ' rn R n v n ' rn R n v n ' rn R n u n ' vn ' R n rn 2 vn ' R n
0 0 0 K3
Rn Rn Rn Rn Rn Rn Rn Rn Rn Rn Rn
P1
P2

3.3.6.1. Menentukan Titik Sekutu

DLT-2D mempunyai 8 parameter standar (L 1 ,....,L 8 ) dan

parameter distorsi radial (faktor K) serta parameter distorsi decentering

(faktor P) dimana setiap titik menghasilkan dua persamaan. Oleh karena itu

untuk melakukan transformasi memerlukan titik sekutu paling sedikit 7

buah. Titik sekutu yang diambil dari citra fotografik yaitu sebanyak 12 titik

dimana setiap titik akan menghasilkan dua persamaan, untuk lebih jelasnya

lokasi titik sekutu tersebut dapat dilihat Gambar 3.8 di berikut.

58
Gambar 3.8. Lokasi Titik Sekutu di Dalam Citra Fotografik

Nilai titik sekutu untuk Gambar 3.8 pada setiap jarak pemotretan yang

berbeda dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4 Titik Sekutu dengan Jarak Pemotretan 0.8 m

o Titik X Y u v
(mm) (mm) (mm) (mm)
1 0 -300 600.49 1434.64
2 0 0 581.71 389.11
3 400 0 1988.33 382.74
4 400 -300 1985.65 1430.77
5 200 0 1284.16 376.77
6 200 -300 1293.81 1437.56
7 400 -150 1991.96 910.21
8 0 -150 587.11 913.58
9 275 0 1550.65 376.69
10 275 -300 1556.14 1435.44
11 125 0 1016.11 379.49
12 125 -300 1029.15 1438.43

59
Tabel 5. Titik Sekutu dengan Jarak Pemotretan 1,2 m.
No X Y u v
Titik (mm) (mm) (mm) (mm)
1 0 -300 800.45 1247.54
2 0 0 796.2 550.22
3 400 0 1727.67 555.15
4 400 -300 1724.81 1249.8
5 200 0 1262.77 549.6
6 200 -300 1263.9 1250.35
7 400 -150 1727.56 903.75
8 0 -150 796.81 899.03
9 275 0 1437.95 550.98
10 275 -300 1438.09 1250.07
11 125 0 1086.49 549.56
12 125 -300 1088.63 1249.77

Tabel 6 Titik Sekutu dengan Jarak Pemotretan 1,4 m.


No X Y u v
Titik (mm) (mm) (mm) (mm)
1 0 -300 876.69 1179.2
2 0 0 878.43 597.74
3 400 0 1656.48 605.53
4 400 -300 1651.38 1188.58
5 200 0 1266.56 599.35
6 200 -300 1263.79 1184.27
7 400 -150 1654.86 897.2
8 0 -150 877.11 888.31
9 275 0 1413.2 600.65
10 275 -300 1409.68 1185.96
11 125 0 1119.39 598.23
12 125 -300 1116.86 1182.88

Untuk pola penyebaran lokasi titik sekutu yang lainnya dapat dilihat pada

Gambar 3.9 di bawah ini.

60
Gambar 3.9. Lokasi Titik Sekutu di Dalam Citra Fotografik

Nilai titik sekutu untuk Gambar 3.9 pada setiap jarak pemotretan yang

berbeda dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 7. Titik Sekutu dengan Jarak Pemotretan 0,8 m.


No X Y u v
Titik (mm) (mm) (mm) (mm)
1 0 -300 600,49 1434,64
2 0 0 581,71 389,11
3 400 0 1988,33 382,74
4 400 -300 1985,65 1430,77
5 200 0 1284,16 376,77
6 200 -300 1293,81 1437,56
P4 100 0 928,487 381,413
P9 300 0 1637,622 377,682
P64 0 -100 584,873 738,231
P68 100 -100 930,991 735,048
P72 200 -100 1286,99 732,195
P75 275 -100 1553,981 732,634
P80 400 -100 1991,86 734,774
P129 0 -200 591,24 1089,61
P133 100 -200 937,032 1090,601
P137 200 -200 1290,497 1090,381
P140 275 -200 1555,852 1090,056
P145 400 -200 1991,406 1087,968
P200 100 -300 944,496 1437,93
P205 300 -300 1643,749 1434,97

61
Tabel 8. Titik Sekutu dengan Jarak Pemotretan 1,2 m.

No Titik X Y u v
(mm) (mm) (mm) (mm)
1 0 -300 800,45 1247,54
2 0 0 796,2 550,22
3 400 0 1727,67 555,15
4 400 -300 1724,81 1249,8
5 200 0 1262,77 549,6
6 200 -300 1263,9 1250,35
P4 100 0 1028,398 549,453
P9 300 0 1437,95 550,98
P64 0 -100 796,537 782,296
P68 100 -100 1028,451 782,893
P72 200 -100 1262,822 783,657
P75 275 -100 1438,36 784,967
P80 400 -100 1727,74 788,029
P129 0 -200 798,13 1016,313
P133 100 -200 1030,00 1017,896
P137 200 -200 1263,40 1018,823
P140 275 -200 1437,86 1019,805
P145 400 -200 1726,92 1021,061
P200 100 -300 1031,97 1249,492
P205 300 -300 1496,25 1250,257

Tabel 9 Titik Sekutu dengan Jarak Pemotretan 1,4 m.


No X Y u v
Titik (mm) (mm) (mm) (mm)
1 0 -300 876,69 1179,2
2 0 0 878,43 597,74
3 400 0 1656,48 605,53
4 400 -300 1651,38 1188,58
5 200 0 1266,56 599,35
6 200 -300 1263,79 1184,27
P4 100 0 1071,312 597,723
P9 300 0 1460,834 601,325
P64 0 -100 877,533 790,902
P68 100 -100 1070,384 792,485
P72 200 -100 1265,418 794,285
P75 275 -100 1412,048 796,25
P80 400 -100 1655,705 799,961
P129 0 -200 877,151 985,5
P133 100 -200 1070,003 988,283
P137 200 -200 1264,436 990,847
P140 275 -200 1410,630 992,648
P145 400 -200 1654,014 995,759
P200 100 -300 1070,139 1181,844
P205 300 -300 1458,564 1186,371

62
3.3.6.2. Transformasi DLT

Transformasi DLT menggunakan matriks desain pada persamaan

(3.5), untuk mendapatkan parameternya tidak dapat langsung didapatkan

parameter standar karena adanya koefisien (Ri) yang dibentuk oleh

parameter standar DLT-2D ( L7 ,...,L8 ) . Oleh karena itu untuk mendapatkan

parameter standar DLT-2D tersebut perlu dilakukan iterasi, dimana

parameter hasil iterasi pertama menjadi parameter untuk iterasi selanjutnya.

Parameter standar DLT-2D dan distorsi pada citra fotografik yang

didapatkan setelah dilakukan iterasi yaitu sebagai berikut :

Tabel 10 Nilai Parameter DLT-2D


Jarak Pemotretan Citra Fotografik
Parameter 0.8 m 1,2 m 1,4 m
L1 3.497014104 2.366409549 1.914837976
L2 -0.096621873 -0.034786527 -0.009604944
L3 583.161694 791.8518466 882.0546465
L4 -0.01693068 0.018796312 0.016462303
L5 -3.549220963 -2.375298918 -1.934666911
L6 388.129451 546.4103133 600.0497273
L7 -0.00000526 1.01615E-05 -5.08396E-06
L8 -5.21872E-05 -2.50018E-05 -1.58402E-05

Tabel 11 . Nilai Parameter Distorsi


Posisi Nilai Distorsi
Kamera K1 K2 K3 P1 P2
0.8m 04 09 16 08 06
7,73729 x 10 - 1.04709 x 10 6.06801 x 10 5,00336 x 10 1,17569 x 10
03 09 15 07 07
1,2 m 1,78465 x 10 5,59746 x 10 7,4343 x 10 2,38973 x 10 7,74144 x 10
03 08 14 06 06
1,4 m 2,52213 x 10 - 1,10078 x 10 2,03807 x 10 1,02612 x 10 1,59480 x 10
Rata - 03 09 15 07 06
rata 1,69350 x 10 - 5,88413 x 10 9,47392 x 10 4,38376 x 10 1,18154 x 10

63
Berdasarkan parameter di atas maka dilakukan transformasi DLT

dengan menggunakan persamaan 3.3 di atas, sehingga tercipta kondisi yang

kolinear dimana titik utama proyeksi dan titik-titik templet grid pada citra

fotografik akan berada dalam satu garis lurus. Dalam hal ini titik-titik

templet grid pada citra fotografik akan berada dalam koordinat yang

sebenarnya atau terkalibrasi karena tidak ada d istorsi lensa. Untuk lebih

jelasnya hasil transformasi koordinat 2-D metode DLT dapat dilihat pada

tabel berikut.

Tabel 12 Koordinat Citra Fotografik untuk Jarak Pemotretan 0.8 m


Koordinat Terkalibrasi Hasil
Koordinat Terdistorsi
No. Transformasi
Titik U (mm) v (mm) u' (mm) v' (mm)
1 602.7121017 1430.499616 600.49 1434.64
2 583.161694 388.129451 581.71 389.11
3 1986.14619 382.1612469 1988.33 382.74
. . . . .
P206 1724.62509 1427.484634 1728.578 1434.2
P207 1811.082804 1427.252292 1816.587 1432.77
P208 1897.56295 1427.019888 1901.743 1431.57

Tabel 13 Koordinat Citra Fotografik untuk Jarak Pemotretan 1,2 m


Koordinat Terkalibrasi Hasil
Koordinat Terdistorsi
No. Transformasi
Titik u (mm) v (mm) u' (mm) v' (mm)
1 796.3150021 1249.627095 800.45 1247.54
2 791.8518466 546.4103133 796.2 550.22
3 1731.378282 551.6864455 1727.67 555.15
. . . . .
P206 1554.576735 1251.587822 1552.403 1249.82
P207 1612.699385 1251.738117 1610.957 1249.929
P208 1670.792833 1251.888336 1668.201 1250.038

64
Tabel 14 Koordinat Citra Fotografik untuk Jarak Pemotretan 1,4 m
Koordinat Terkalibrasi Hasil
Koordinat Terdistorsi
No. Transformasi
Titik u (mm) v (mm) u' (mm) v' (mm)
1 880.7507465 1174.86676 876.69 1179.2
2 882.0546465 600.0497273 878.43 597.74
3 1651.347993 607.8708052 1656.48 605.53
. . . . .
P206 1502.600747 1182.135694 1505.909 1186.753
P207 1550.520226 1182.695834 1555.495 1187.518
P208 1598.451852 1183.256117 1603.602 1187.572

3.3.7. Ploting Koordinat Grid Terkalibrasi

Untuk merepresentasikan secara fisik bentuk geometrik templet grid

pada citra fotografik yang terkalibrasi , secara grafik dapat dilihat pada

gambar berikut.

Gambar 3.10 Grafik Koordinat (u,v) Terkalibrasi Jarak Pemotretan 0,8m

65
Gambar 3.11 Grafik Koordinat (u,v) Terkalibrasi Jarak Pemotretan 1,2 m

Gambar 3.12 Grafik Koordinat (u,v) Terkalibrasi Jarak Pemotretan 1,4 m

66
3.3.8. Reduksi Koordinat (u,v) ke Koordinat Lapangan

Untuk mengetahui nilai penyimpangan koordinat citra fotografik

pada templet grid, maka dilakukan reduksi dari koordinat citra fotografik

(u,v) ke dalam sistem koordinat templet grid yang sebenarnya yang

mempunyai ukuran 40 cm x 30 cm dan ukuran setiap sel grid yaitu 2,5 x 2,5

cm.

L1 x L 2 y L 3
u- u
L 7 x L8 y 1
………………….(3.3)
L4 x L5 y L6
v- v
L 7 x L8 y 1

u u ' ( K1r 2 K 2r 4 K 3r 6 ) P1 (r 2 2u ' 2 ) 2 P2 u ' v '

v v ' ( K1r 2 K2r 4 K3r 6 ) 2 P1u ' v ' P2 (r 2 2v ' 2 )

Persamaan 3.3 di atas dapat disusun menjadi seperti di bawah ini :

u ' , v' u u, v v
1 1 1
u ' L7 L1 X (u ' L8 L2 ) ( L3 u' )
R R R
1 1 1
v' L7 L4 X (v' L8 L5 ) ( L6 v' )
R R R

Berdasarkan formula di atas, untuk melakukan transformasi koordinat citra

fotografik kembali direduksi menjadi koordinat lapangan digunakan bentuk

matriks reduksi atau rekonstruksi sebagai berikut ini :

67
u 'i L7 L1 (u 'i L8 L2 ) ( L3 u 'i )
Ri Ri X Ri
v'i L7 L4 (v'i L8 L5 ) Y ( L6 v'i )
Ri Ri Ri

Ri L7 X i L8Yi 1

Sehingga didapatkan nilai penyimpangan koordinat citra fotografik terhadap

koordinat templet grid, yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 15. Penyimpangan Koordinat Hasil Reduksi Jarak Pemotretan 0,8 m


Koordinat
Koordinat Templet Koordinat Tidak Terkalibrasi Di
Grid Terkalibrasi Reduksi Selisih
No. X'' Y''
Titik X (mm) Y (mm) X' (mm) Y' (mm) (mm) (mm) = X - X' = Y - Y'
1 0 -300 -0.66734 -301.209 0.00 -300 0.6673358 1.208554879
2 0 0 -0.41999 -0.27609 0 0 0.41998795 0.276089971
3 400 0 400.6216 -0.16627 400 0.00 0.62164516 0.166270259
. . . . . . . . .
. . . . . . . . .
. . . . . . . . .
P206 325 -300 326.1396 -301.963 325 -300 1.13957055 1.962570858
P207 350 -300 351.5905 -301.614 350 -300 1.59052918 1.614029989
P208 375 -300 376.2092 -301.33 375 -300 1.20921516 1.32959302

Tabel 16. Penyimpangan Koordinat Hasil Reduksi Jarak Pemotretan 1,2 m


Koordinat
Koordinat Templet Koordinat Tidak Terkalibrasi Di
Grid Terkalibrasi Reduksi Selisih
No. X'' Y''
Titik X (mm) Y (mm) X' (mm) Y' (mm) (mm) (mm) = X - X' = Y - Y'
1 0 -300 1.772199 -299.098 0.00 -300 1.772198898 0.9016624
2 0 0 1.833637 -1.60297 0 0 1.833637121 1.60296641
3 400 0 398.4201 -1.48149 400 0.00 1.579875872 1.48148878
. . . . . . . . .
. . . . . . . . .
. . . . . . . . .
P206 325 -300 324.064 -299.24 325 -300 0.93603569 0.759887
P207 350 -300 349.2486 -299.222 350 -300 0.751444263 0.7783715
P208 375 -300 373.882 -299.205 375 -300 1.1179835 0.7953994

68
Tabel 17. Penyimpangan Koordinat Hasil Reduksi Jarak Pemotretan 1,4 m
Koordinat
Koordinat Templet Koordinat Tidak Terkalibrasi Di
No. Grid Terkalibrasi Reduksi Selisih
Titik X (mm) Y (mm) X' (mm) Y' (mm) X'' (mm) Y'' (mm) = X - X' = Y - Y'
1 0 -300 -2.12068 -302.297 0.00 -300 2.120677976 2.297225601
2 0 0 -1.89117 1.180578 0 0 1.891172275 1.180578056
3 400 0 402.6522 1.240404 400 0.00 2.65223602 1.240404442
. . . . . . . . .
. . . . . . . . .
. . . . . . . . .
. . . . . . . . .
P206 325 -300 326.7439 -302.397 325 -300 1.74391364 2.397026983
P207 350 -300 352.6145 -302.494 350 -300 2.61451822 2.493754156
P208 375 -300 377.7041 -302.227 375 -300 2.70411505 2.227371435

69
BAB IV

ANALISIS

4.1. Nilai Titik Utama

Titik utama (principal point) merupakan suatu titik di dalam kamera

dimana titik tersebut merupakan suatu titik perpotongan sumbu-sumbu

optik dari lensa kamera. Nilai titik utama dalam studi ini didapatkan dari

perpotongan garis silang pada citra fotografik, dimana pada saat pemotretan

posisi pengambilan data citra fotografik diasumsikan lurus terhadap pusat

templet grid, tidak miring dengan sumbu optik dari kamera. Untuk

memastikan bahwa sumbu optik dari kamera tidak miring maka pada saat

pemotretan pusat target di monitor kamera diusahakan lurus terhadap pusat

templet grid. Agar lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 4.1 di bawah ini.

Gambar 4.1. Monitor Kamera pada Saat Pemotretan

Oleh karena itu untuk mencapai kondisi kolinearitas dimana titik pusat

proyeksi, titik utama, dan titik-titik proyeksi berada dalam satu garis lurus

70
sehingga tidak adanya distorsi didapatkan berdasarkan asumsi bahwa pada

saat pemotretan sumbu optik kamera tidak miring atau tegak lurus terhadap

templet grid.

4.2. Uji Statistik

Parameter yang dihasilkan dari setiap transformasi DLT-2D perlu

diuji secara statistik agar parameter tersebut teruji keabsahannya. Pengujian

yang dilakukan terhadap parameter yang diperoleh dari hasil hitungan,

bertujuan untuk m engetahui parameter transformasi pada ci tra fotografik

mana saja yang memberikan hasil terbaik dari setiap jarak pemotretan yang

berbeda. Untuk pengujian parameter transformasi DLT-2D tersebut

digunakan persamaan :

X ……………(4.3)
tuji
S

Sebagai pembandingannya digunakan nilai kritis t / 2,r yang dapat diperoleh

dari tabel statistika sebaran student, dimana :

X = parameter transformasi
S = simpangan baku
r = derajat kebebasan

Parameter diterima bila nilai t uji >nilai t / 2,r dan parameter ditolak apabila

t uji < nilai t / 2,r . Apabila uji statistik diterima maka parameter tersebut

signifikan atau secara statistik parameter tersebut perlu diperhitungkan

71
karena parameter transformasi DLT-2D mencapai kondisi yang kolinear

yaitu kondisi dimana pusat proyeksi, titik utama, dan titik proyeksi berada

dalam satu garis lurus telah terpenuhi, dan begitu sebaliknya. N ilai tingkat

signifikasi untuk uji statistik diambil = 10 % dan = 5 % , maka untuk

uji statistik didapatkan nilai kritis dari tabel student t / 2,r t 0.05,11 1.796

dan t / 2,r t 0.025,11 2.201 . Adapun hasil dari uji statistik tersebut yaitu

sebagai berikut:

Tabel 18 Uji Statistik Parameter DLT Jarak Pemotretan 0.8 m


Parameter Simpangan Baku Nilai t uji Kesimpulan
L1 = 3.497014104 ± 0.105461618 33.15911686 Diterima
L2 = -0.096621873 ± 0.005818708 16.60538234 Diterima
L3 = 583.161694 ± 21.22663021 27.47311694 Diterima
L4 = -0.01693068 ± 0.006266656 2.701709007 Diterima
L5 = -3.549220963 ± 0.106721628 33.25681039 Diterima
L6 = 388.129451 ± 15.63979288 24.81678971 Diterima
L7 = -5.26E-06 ± 6.61911E-06 0.794668709 Ditolak
L8 = -5.21872E-05 ± 3.97065E-06 13.14324945 Diterima
K1 = 0.000773729 ± 1.94815E-07 3971.605247 Diterima
K2 = -1.04709E-09 ± 4.03382E-13 2595.784432 Diterima
K3 = 6.06801E-16 ± 2.62316E-19 2313.249748 Diterima
P1 = 5.00336E-08 ± 8.93993E-07 0.055966416 Ditolak
P2 = 1.17569E-06 ± 4.07404E-07 2.885810473 Diterima

72
Tabel 19 Uji Statistik Parameter DLT Jarak Pemotretan 1.2m
Parameter Simpangan Baku Nilai t uji Kesimpulan
L1 = 2.366409549 ± 0.04790073 49.40236915 Diterima
L2 = -0.034786527 ± 0.00346184 10.04856524 Diterima
L3 = 791.8518466 ± 9.538132223 83.0195921 Diterima
L4 = 0.018796312 ± 0.004187309 4.48887632 Diterima
L5 = -2.375298918 ± 0.047786561 49.70642102 Diterima
L6 = 546.4103133 ± 7.167567103 76.23372135 Diterima
L7 = 1.01615E-05 ± 4.58131E-06 2.218039416 Diterima
L8 = -2.50018E-05 ± 2.66092E-06 9.39592198 Diterima
K1 = 0.001784646 ± 3.07707E-07 5799.823295 Diterima
K2 = -5.59746E-09 ± 1.45343E-12 3851.211589 Diterima
K3 = 7.4343E-15 ± 2.14722E-18 3462.28744 Diterima
P1 = 2.38973E-07 ± 9.2767E-07 0.257605632 Ditolak
P2 = 7.74144E-07 ± 4.21552E-07 1.836412727 Ditolak

Tabel 20 Uji Statistik Parameter DLT Jarak Pemotretan 1,4 m.


Parameter Simpangan Baku Nilai t uji Kesimpulan
L1 = 1.914837976 ± 0.044553052 42.97882885 Diterima
-
L2 = 0.009604944 ± 0.004608525 2.084168942 Ditolak
L3 = 882.0546465 ± 8.90198891 99.0851208 Diterima
L4 = 0.016462303 ± 0.005408221 3.043940808 Diterima
L5 = -1.934666911 ± 0.044320994 43.65125244 Diterima
L6 = 600.0497273 ± 6.788333028 88.39426775 Diterima
L7 = -5.08396E-06 ± 6.04326E-06 0.841261018 Ditolak
L8 = -1.58402E-05 ± 3.54607E-06 4.46697937 Diterima
K1 = 0.002522132 ± 4.94322E-07 5102.20241 Diterima
K2 = -1.10078E-08 ± 3.3153E-12 3320.31137 Diterima
K3 = 2.03807E-14 ± 6.96836E-18 2924.744162 Diterima
P1 = 1.02612E-06 ± 1.45641E-06 0.704554419 Ditolak
P2 = 1.59480E-06 ± 6.68068E-07 2.387183011 Diterima

Untuk uji statistik pada penyebaran pola titik sekutu yang lainnya seperti

pada tabel 7, 8, dan 9 pada halaman 56 maka didapatkan hasilnya sebagai

berikut:

73
Tabel 21 Uji Statistik Parameter DLT Jarak Pemotretan 0,8 m.
Simpangan
Parameter Baku Nilai tuji Kesimpulan
L1 = 7,367224 ± 1,70754 4,314525 Diterima
L2 = -0,53056 ± 0,683583 0,776147 Ditolak
L3 = 473,1464 ± 293,1733 1,613879 Ditolak
L4 = 1,559414 ± 1,252543 1,244998 Ditolak
L5 = -3,7474 ± 1,581923 2,368889 Diterima
L6 = 378,6855 ± 224,4408 1,68724 Ditolak
L7 = 0,002599 ± 0,001366 1,902897 Ditolak
L8 = -0,00046 ± 0,000572 0,797856 Ditolak
K1 = 0,000776 ± 3,45E-06 224,5799 Diterima
K2 = -1,1E-09 ± 8,99E-12 117,0408 Diterima
K3 = 6,11E-16 ± 6,68E-18 91,40464 Diterima
P1 = 0,000117 ± 7,4E-05 1,58539 Ditolak
P2 = 5,89E-05 ± 3,67E-05 1,605254 Ditolak

Tabel 22 Uji Statistik Parameter DLT Jarak Pemotretan 1,2 m.


Parameter Simpangan Baku Nilai t uji Kesimpulan
L1 = 6,442114729 ± 2,105228961 3,060054202 Diterima
-
L2 = 0,420030554 ± 0,948160097 0,442995392 Ditolak
L3 = 631,3955153 ± 267,9230507 2,356630061 Diterima
L4 = 1,768285616 ± 1,666343236 1,0611773 Ditolak
L5 = -2,847521964 ± 1,689767802 1,685155771 Ditolak
L6 = 472,6587954 ± 213,1462238 2,217533049 Diterima
L7 = 0,002708934 ± 0,001812602 1,494500269 Ditolak
-
L8 = 0,000310607 ± 0,000811777 0,382625996 Ditolak
K1 = 0,001784338 ± 9,43648E-06 189,0894034 Diterima
K2 = -5,59429E-09 ± 5,33326E-11 104,8943925 Diterima
K3 = 7,43082E-15 ± 8,71656E-17 85,24942027 Diterima
P1 = 0,0002156 ± 0,00015375 1,402274847 Ditolak
P2 = 0,000127134 ± 7,91605E-05 1,606029031 Ditolak

74
Tabel 23 Uji Statistik Parameter DLT Jarak Pemotretan 1,4 m.
Parameter Simpangan Baku Nilai t uji Kesimpulan
L1 = 7,945552097 ± 2,577547713 3,082601365 Diterima
L2 = -0,668429577 ± 0,880004196 0,759575443 Ditolak
L3 = 842,6731882 ± 167,940054 5,017702259 Diterima
L4 = 3,428730878 ± 2,041903215 1,679183838 Ditolak
L5 = -2,199542524 ± 1,061034956 2,07301608 Ditolak
L6 = 621,9181844 ± 133,357449 4,663542901 Diterima
L7 = 0,004610834 ± 0,002300653 -2,004140924 Ditolak
L8 = -0,000616777 ± 0,000772687 0,798223523 Ditolak
K1 = 0,002532842 ± 1,20613E-05 209,9976886 Diterima
K2 = -1,11039E-08 ± 1,02489E-10 108,3418453 Diterima
K3 = 2,06218E-14 ± 2,46873E-16 83,53202585 Diterima
P1 = 0,000243236 ± 0,000147163 1,652835641 Ditolak
P2 = 1,10806E-04 ± 7,29556E-05 1,518809736 Ditolak

Berdasarkan uji statistik parameter di atas maka didapatkan parameter

transformasi DLT-2D pada jarak pemotretan yang mana saja yang

mempunyai nilai signifikan. Pada tabel di atas didapatkan bahwa nilai-nilai

parameter transformasi DLT-2D paling banyak diterima dalam uji statistik

yaitu pada saat jarak pemotretan 1,2 m dan 0,8 m. Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 24 Parameter Hasil Uji Statistik


Posisi Parameter Uji Statistik
Kamera Transformasi Diterima Ditolak
0,8 m 13 11 2
1,2 m 13 11 2
1,4 m 13 10 3

Tabel 19 memperlihatkan bahwa kondisi kolinearitas tercapai pada

jarak pemotretan 1,2 m dengan melakukan asumsi bahwa pada saat

pemotretan berada dalam kondisi tegak lurus dan sumbu-sumbu optik

75
kamera tidak miring. Hal tersebut terbukti bahwa parameter

transformasinya paling banyak diterima dibandingkan parameter

transformasi pada jarak pemotretan yang lainnya. Untuk parameter

transformasi pada jarak pemotretan 1,2 m parameter yang ditolak hanya

parameter distorsi decentering yang biasanya diabaikan karena nilainya yang

relatif kecil. Untuk parameter transformasi pada jarak pemotretan 0,8 m

walaupun mempunyai jumlah parameter yang diterima sama banyaknya

dengan jarak pemotretan 1,2 m namun parameter standar transformasi

DLT-nya terdapat parameter yang ditolak. Oleh karena itu nilai parameter

transformasi pada jarak pemotretan 1,2 m lebih baik daripada nilai

parameter transformasi DLT-2D pada jarak pemotretan 0,8 m. Untuk

parameter transformasi pada jarak pemotretan 1,4 m tidak berarti secara

statistik karena terdapat parameter standar DLT yang ditolak. Berdasarkan

hal tersebut maka parameter transformasi pada jarak pemotretan 1,2 m itu

berarti secara statistik atau kondisi kolinear telah terpenuhi.

4.3. Hasil Hitungan Reduksi Koordinat Grid

Suatu nilai koordinat templet grid pada citra fotografik yang telah

terkalibrasi dengan menggunakan metode DLT-2D, akan memberikan posisi

koordinat grid pada citra fotografik berada dalam kondisi yang kolinier atau

dalam hal ini posisi koordinat templet grid pada citra fotografik telah berada

dalam posisi yang sebenarnya. Untuk melihat hasil hitungan koordinat

templet grid pada citra fotografik telah terkalibrasi atau posisi koordinat grid

76
berada pada posisi sebenarnya dilakukan reduksi dari citra fotografik

terhadap templet grid. Reduksi atau transformasi balik dari posisi koordinat

pada citra fotografik yang terkalibrasi dilakukan untuk melihat apakah

terjadi penyimpangan koordinat terhadap koordinat sebenarnya, bila tidak

terjadi maka kondisi kolinearitas telah dicapai.

Berdasarkan hasil hitungan nilai reduksi, maka didapatkan bahwa

penyimpangan koordinat akan ter adi ( , ) bila posisi rid dalam

koordinat citra fotografik dilakukan reduksi terhadap koordinat sebenarnya

namun tidak dilakukan kalibrasi kamera sebelumnya. Hal tersebut terjadi

karena kamera yang digunakan dalam pemotretan tidak bebas akan

kesalahan, dalam hal ini terdapat distorsi lensa pada kamera yang

digunakan. Sebaliknya kondisi kolinearitas akan tercapai bila sebelumnya

posisi grid dalam citra fotografik dilakukan kalibrasi kamera. Hal ini terbukti

bahwa dengan dilakukan kalibrasi kamera posisi grid setelah direduksi

terhadap k oordinat yang sebenarnya kembali menjadi koordinat templet

grid yang sebenarnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat nilai

penyimpangannya pada Tabel 15, 16, 17 di bawah ini.

Tabel 15 Penyimpangan Koordinat Hasil Reduksi Jarak Pemotretan 0,8 m


Koordinat
Koordinat Templet Koordinat Tidak Terkalibrasi Hasil
No. Grid Terkalibrasi Reduksi Selisih
Titik X (mm) Y (mm) X' (mm) Y' (mm) X'' (mm) Y'' (mm) = X - X' = Y - Y'
1 0 -300 -0.66734 -301.209 0.00 -300 0.667336 1.208555
2 0 0 -0.41999 -0.27609 0 0 0.419988 0.27609
. . . . . . . . .
. . . . . . . . .
P207 350 -300 351.5905 -301.614 350 -300 1.590529 1.61403
P208 375 -300 376.2092 -301.33 375 -300.00 1.209215 1.329593
Rata-rata 1.398256 1.213708
Simpangan Baku 0.588398 0.738318

77
Tabel 16 Penyimpangan Koordinat Hasil Reduksi Jarak Pemotretan 1,2 m
Koordinat
Koordinat Templet Koordinat Tidak Terkalibrasi Hasil
No. Grid Terkalibrasi Reduksi Selisih
Titik X (mm) Y (mm) X' (mm) Y' (mm) X'' (mm) Y'' (mm) = X - X' = Y - Y'
1 0 -300 1.772199 -299.098 0.00 -300 1.772199 0.901662
2 0 0 1.833637 -1.60297 0 0 1.833637 1.602966
. . . . . . . . .
. . . . . . . . .
P207 350 -300 349.2486 -299.222 350 -300 0.751444 0.778372
P208 375 -300 373.882 -299.205 375 -300.00 1.117984 0.795399
Rata-rata 0.549276 0.429027
Simpangan Baku 0.448541 0.345306

Tabel 17 Penyimpangan Koordinat Hasil Reduksi Jarak Pemotretan 1,4 m


Koordinat
Koordinat Templet Koordinat Tidak Terkalibrasi Hasil
No. Grid Terkalibrasi Reduksi Selisih
Titik X (mm) Y (mm) X' (mm) Y' (mm) X'' (mm) Y'' (mm) = X - X' = Y - Y'
1 0 -300 -2.12068 -302.297 0.00 -300 2.120678 2.297226
2 0 0 -1.89117 1.180578 0 0 1.891172 1.180578
. . . . . . . . .
. . . . . . . . .
P207 350 -300 352.6145 -302.494 350 -300 2.614518 2.493754
P208 375 -300 377.7041 -302.227 375 -300.00 2.704115 2.227371
Rata-rata 1.62304 1.333908
Simpangan Baku 0.79902 0.701101

4.4. Pola Penyebaran Penyimpangan Koordinat

Sebuah kamera terdiri dari suatu bidang citra fotografik (image plane)

yang datar dan sebuah lensa yang membuat transformasi antara suatu objek

dalam suatu ruang menjadi suatu bentuk citra fotografik, untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.2. Proyeksi suatu titik bila diasumsikan

secara linear maka distorsi suatu lensa tidak akan ada, tetapi pada keadaan

yang sebenarnya proyeksi suatu titik tidak berada dalam bentuk linear

sehingga terdapat distorsi. Distorsi yang kemungkinan terjadi dapat

78
dibedakan menjadi distorsi lensa radial dan tangensial (de-centering lens

distortion).

Panjang fokus
Jarak Objek
jarak citra fotografik

Bidang citra fotografik


Bidang objek

Gambar 4.2 Bagian-bagian Kamera Secara Umum

Pola penyebaran penyimpangan koordinat karena distorsi lensa dapat

ditentukan atau dimodelkan. Untuk mengetahui model distorsi kamera yang

digunakan sehingga dapat dilihat kecenderungan arah distorsi kamera

terhadap kualitas spasial citra fotografik khususnya posisi grid pada templet

maka distorsi lensa yang terjadi dimodelkan pola penyebaran distorsinya.

Pola penyebaran dari penyimpangan koordinat templet grid, ditentukan

dengan cara membuat arah r esultan dari masing- masing penyimpangan

koordinat terhadap templet grid. Resultan tersebut ditentukan dengan cara:

79
(X’,Y’)

Δ r

(X,Y) Δ
Gambar 4.3 Arah Resultan

X X' X
Y Y' Y
r2 X2 Y2
r X2 Y2 ……………..(4.1)

r = arah resultan penyimpangan koordinat

Berdasarkan persamaan (4.1), arah penyebaran resultan distorsi pada citra

fotografik dari masing-masing jarak pemotretan yang berbeda dapat dilihat

secara grafik pada Gambar 4.4, 4.5, 4.6 berikut.

80
Gambar 4.5 . Model Distorsi pada Citra Fotografik dengan Jarak Pemotretan

Gambar 4.6. Model Distorsi pada Citra Fotografik dengan Jarak

81
Gambar 4.4 Model Distorsi pada Citra Fotografik dengan Jarak Pemotretan

Berdasarkan Gambar 4.4., 4.5, 4.6, terlihat bahwa kamera yang

digunakan tidak bebas dari kesalahan atau dari distorsi lensa pada kamera.

Hal ini terbukti bahwa resultan distorsi akan terjadi terhadap posisi

koordinat titik grid bila sebelumnya tidak dilakukan kalibrasi kamera.

Penyimpangan koordinat citra fotografik terhadap templet grid dengan

melakukan pemotretan, pada jarak yang berbeda, memberikan distorsi pada

citra fotografik dan mempunyai nilai resultan distorsi yang relatif besar

terjadi p ada titik-titik yang jauh dari titik utama kamera, sedangkan nilai

penyimpangan koordinat terkecil relatif berada pada titik yang dekat dengan

titik utama. Untuk lebih jelasnya nilai penyimpangan koordinat tersebut

dapat dilihat pada tabel dalam lampiran 5. Besar penyimpangan yang terjadi

pada posisi grid dalam citra fotografik seperti terlihat pada Gambar 4.4, 4.6,

memperlihatkan bahwa distorsi yang terjadi mempunyai arah yang relatif ke

82
arah titik utama kamera. Untuk Gambar 4.5 pola distorsi tidak homogen

seperti pada model distorsi yang lainnya karena pada saat pemotretan

diasumsikan bahwa pada saat pemotretan berada dalam kondisi tegak lurus

dan sumbu-sumbu optik kamera tidak miring.

83
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan beberapa hal sebagai

berikut:

1. Dari ketiga jarak pemotretan templet grid didapatkan bahwa kondisi

kolinear tercipta pada jarak pemotretan 1,2 m, hal ini terbukti pada uji

statistik mempunyai keabsahan parameter transformasi paling banyak

diterima dimana parameter yang ditolak hanya parameter P1 dan P2

yang pada umumnya diabaikan.

2. Setelah dilakukan koreksi pada koordinat templet grid maka koordinat

templet grid berada dalam kondisi kolinear atau penyimpangan

terhadap koordinat yang sebenarnya menjadi tidak ada.

3. Penyimpangan atau distorsi terhadap koordinat suatu templet grid

cenderung memiliki pola radial yang penyimpangannya relatif besar

bila posisi titik-titik grid pada templet berada jauh dari titik utama

kamera sehingga kualitas citra fotografik cenderung berkurang pada

ujung-ujung templet grid, sedangkan titik-titik grid yang dekat dengan

titik utama kamera relatif kecil perubahan distorsinya atau kualitas

citra fotografik relatif baik. Hal tersebut terlihat pada grafik model

distorsi kamera yang terjadi pada citra fotografik.

84
5.2. Saran

1. sumbu-sumbu optik kamera sebaiknya tidak diasumsikan tegak lurus

pada saat pemotretan terhadap templet grid, tetapi diukur dengan

seksama tinggi dari lantai sampai ke pusat lensa sama dengan tinggi

pada saat memasang templet grid di dinding sehingga sumbu-sumbu

optik kamera menjadi tegak lurus pada saat pemotretan, atau

sebaiknya pemotretan dilakukan dengan menyimpan templet grid di

lantai dan kamera memotret dari atas dengan suatu alat penahan.

2. Templet grid sebaiknya dibuat dengan bahan dan peralatan yang

mempunyai ketelitian yang tinggi.

3. Grid kalibrasi sebaiknya mempunyai ukuran yang relatif besar atau

bila memungkinkan dilakukan kalibrasi menggunakan metode tes

lapangan (Test Field).

85
PUSTAKA

Atkinson, K.B, “Close Range Photogrametry and Machine Vision”, Departement of

Photogrammetry and Surveying University College London, 1996

Abdel Aziz, Y.I, Dan Karara, H.M, “DLT (direct linear transformation)”

www.yahoo.com/ kwon3d.com/theory/calib.html, akses 2 Maret 2005,

17:32 WIB

Camera C alibration (Truco chapter 6), www. Yahoo.com / w ww.cs

unr.edu/~bebis/CS791E/Notes/CameraCalibration.pdf, Akses 2 Maret 2005

17:34 WIB

Chen, Fang-Jenq, “Aplication of Least-Squares Adjusment Technique to Geometric

Camera Calibration and Photogrammetry Flow Visualization”,

www.yahoo.com / techreports.larc.nasa.gov/ltrs/PDF/1997/mtg/NASA-97-

43iis-fjc.pdf, Akses 11 Maret 2005, 11:19 WIB

Garis, Jhon D, www.yahoo.com/ PowerRetouche.com, Akses 8 Maret 2005 12.00 WIB

Hagglund, Hakan, “Photogrammetric Camera Calibration and Constrained

Optimization”, www.yahoo.com / www.acc.umu.se/~oculus/camcal.pdf,

Akses 11 Maret 2005, 10:16 WIB

Huang, Hao-Hsiung, and Shih-Yuan Lin, “Digital Solution of Lens Distortion”,

www.gisdevelopment.net/aars/acrs/2002/pos1/171.pdf, Akses 8 Maret 2005

, 11:15 WIB

Swaminathan, Rahul and Nayar, K Shree, “Nonmetric Calibration of Wide-Angle Lenses

and Polycameras”, www.cs.columbia.edu/srahul/papers/Pami-2000-10.pdf,

Akses 8 Maret 2005 11:20 WIB

86
Wolf, Paul R, “Elements Of Photogrammetry With Air Photo Interpretation and Remote

Sensing”, second edition,McGraw-Hill, 1983

Zhizhuo, Wang, “Principles of Photogrammetry (With Remote Sensing)“ , Wuhan

Technical University of Surveying and Mapping, Beijing, 1990

Zhang, Zhengyou, “A Flexible New Technique for Camera Calibration

“,www.yahoo.com / research.microsoft.com/~zhang/Papers/TR98-71.pdf,

Akses 11 Maret 2005, 10: 06 WIB

87

You might also like