You are on page 1of 19

MAKALAH

MENGEMBANGKAN KEPERCAYAAN DIRI DAN INTELEKTUALITAS


KONSELOR PROFESIONAL
Disusun sebagai syarat untuk memenuhi Tugas Kelompok mata kuliah Pengembangan
Pribadi Konselor
Dosen Pengampu : Hadi Pranoto, M.Pd

Disusun Oleh :
Kelompok 9
Anisa Umi Rahmawati 19130023
Ahmad Bambang Triansyah 19130042
Siti Marlena Utami 19130008
Nadila Ayu Safira 19130048
Tara Meilinda 19130065

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
2022/2023
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Mengembangkan
Kepercayaan Diri dan Intelektualitas Konselor Profesional”. Makalah ini disusun dalam
rangka memenuhi tugas Kelompok Mata kuliah Pengembangan Pribadi Konselor. Pada
kesempatan ini kami menyampaikan terimakasih kepada yang terhormat Bapak Hadi Pranoto,
M.Pd Selaku dosen pengampu mata kuliah Pengembangan Pribadi Konselor dan kepada
teman-teman yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan makalah ini. Makalah ini
bukanlah karya yang sempurna karena masih memiliki banyak kekurangan, baik dalam hal isi
maupun sistematika dan teknik penulisannya. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan
saran yang sifatnya membangun guna sempurnanya makalah ini. Kami berharap makalah ini
dapat bermanfaat, bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Metro, Oktober 2022

Kelompok 9

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 3
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 4
A. PENGERTIAN ..................................................................................... 4
B. Kualifikasi Profesional Seorang Konselor. .......................................... 9
C. Kegiatan Seorang Profesional Konselor .............................................. 11
D. Kinerja Konselor Berdasarkan Dimensi Kompetensi ......................... 13
E. Kinerja Konselor Berdasarkan Perbedaan Latar Pendidikan ............... 13
F. Kinerja Konselor Berdasarkan Iklim Sekolah ..................................... 14
BAB III PENUTUP ........................................................................................ 15
A. KESIMPULAN .................................................................................... 15
B. SARAN ................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kepercayaan diri merupakan satu hal penting yang harus dimiliki oleh setiap
individu karena dengan adanya kepercayaan diri bisa menjadi modal utama dalam menjalani
kehidupan. Banyak orang yang gagal karena kurangnya kepercayaan diri yang dimilikinya
sehingga berdampak negatif terhadap segala aspek kehidupannya. Banyak orang berfikir
bahwa kepercayaan diri merupakan hal mutlak yang tidak bisa dirubah meskipun sebenarnya
kepercayaan diri itu dapat ditingkatkan melalui proses belajar, berlatih dan pembiasaan.
Memang butuh waktu yang lama untuk mengembangkannya. Tapi dengan terus giat berlatih
kepercayaan diri itu akan muncul dan tertanam dalam diri individu.
Salah satu aspek kepribadian yang menunjukan sumber daya manusia yang
berkualitas adalah tingkat kepercayaan diri. Komara (2016) menyatakan bahwa
“Kepercayaan diri adalah karakteristik pribadi seseorang yang di dalamnya terdapat
keyakinan akan kemampuan diri dan mampu mengembangkan serta mengolah dirinya
sebagai pribadi yang mampu menanggulangi suatu masalah dengan situasi terbaik”. Orang
yang percaya diri akan memiliki konsep diri yang positif dan akan terus mengembangkan
sikap positif terhadap dirinya sendiri maupun lingkungan.
Individu yang percaya diri yakin atas kemampuan mereka sendiri serta memiliki
penghargaan yang realistis, bahkan ketika harapan mereka tidak terwujud, mereka tetap
berfikiran positif dan dapat menerimanya serta mau untuk bangkit lagi. Kepercayaan diri
merupakan pondasi utama agar siswa memiliki motivasi dalam belajar. Seorang siswa yang
tidak punya rasa percaya diri, akan menghambat perkembangan prestasi intelektual,
keterampilan dan kemandirian serta membuat siswa tersebut tidak cakap bersosialisasi. Siswa
tersebut kurang mempunyai keberanian untuk mengaktualisasikan dirinya dilingkungan
sosial.Ketidakpercayaan diri membuat seseorang menjadi marah terhadap dirinya sendiri dan
mengakibatkan terganggunya prestasi belajar.
Imro’Atun (2017) mengatakan bahwa ”Kepercayaan diri merupakan satu bagian
yang tidak dapat dilepaskan dari para siswa di sekolah, kepercayaan diri tersebut merupakan
salah satu faktor pendukung bagi para siswa untuk mewujudkan cita-cita mereka”. Memiliki
kepercayaan diri dapat membantu siswa dalam meningkatkan prestasi belajar siswa.Siswa
yang memiliki kepercayaan diri yang rendah, mereka tidak mampu mengembangkan bakat,
minat, dan potensi yang ada di dalam dirinya dan tidak mampu mengaktualisasikan diri

1
dengan maksimal serta bersifat pasif sehingga akan berpengaruh terhadap prestasi belajar
yang menurun disekolah. Siswa akan mengalami kesulitan dalam mengembangkan
kemampuan mereka sehinggga mengakibatkan mereka kurang memiliki kreatifitas.
Percaya diri identik dengan fase perkembagan remaja dalam proses pencarian jati
diri. Komara (2016) mengatakan bahwa:“Remaja adalah masa peralihan dari masa anak ke
masa dewasa yang mengalami perubahan atau perkembangan yang diantaranya mengalami
perubahan kematangan mental, emosional, sosial, fisik, dan ditandai dengan adanya rasa
senang bergaul dan lebih mudah menyesuaikan diri dengan teman sebaya yang mereka
anggap sebagai lingkungan yang unik dan nyaman untuk mengaktualisasikan diri dan
mencari identitas bagi dirinya”
Menurut Fiorentika et al (2016) mengatakan bahwa siswa yang memiliki
kepercayaan diri rendah akan memiliki sifat dan perilaku antara lain tidak mau mencoba
suatu hal yang baru, merasa tidak dicintai dan tidak diinginkan, punya kecenderungan
melempar kesalahan pada orang lain, memiliki emosi yang kaku dan disembunyikan, mudah
mengalami rasa frustasi dan tertekan, meremehkan bakat dan kemampuan diri sendiri, serta
mudah terpengaruh oleh orang lain. Individu yang selalu beranggapan bahwa dirinya tidak
mempunyai kemampuan, merasa dirinya tidak berharga, merupakan gambaran dari orang
yang mempunyai masalah kepercayaan diri. Hal ini dapat dimanifestasikan dalam bentuk
tingkah laku yang kurang wajar atau menyimpang, misalnya: rendah diri, terisolir, merasa
malu yang berlebihan dan prestasi belajar rendah”.
Bimbingan dan konseling di sekolah merupakan salah satu sarana dalam membantu
mengentaskan permasalahan peserta didik salah satunya yaitu permasalahan kepercayaan diri
rendah. Bimbingan dan konseling memiliki peran yang sangat penting untuk dapat membantu
terciptanya tujuan pendidikan itu sendiri. Guru BK merupakan salah satu pendidik yang
memiliki peran sangat penting dalam membantu siswa mengembangkan potensi- potensi
yang dimiliki peserta didik sehingga mampu memberdayakan segenap potensi yang ada pada
dirinya untuk dapat menjadi pribadi yang lebih baik.
Bimbingan dan konseling memiliki beberapa layanan yang dapat digunakan dalam
membantu peserta didik untuk membantu mengentaskan permasalahan yang dialaminya.
Salah satu layanan bimbingan dan konseling adalah layanan konseling individual. Menurut
Sofyan Willis (2013) Konseling individual adalah bantuan yang diberikan oleh konselor
kepada seorang siswa dengan tujuan berkembangnya potensi siswa, mampu mengatasi
masalah sendiri, dan dapat menyesuaikan diri secara positif. Konseling individu dianggap
sebagai upaya layanan yang paling utama dalam pelaksanaan fungsi pengentasan masalah

2
klien. Tanggung jawab konselor dalam proses konseling adalah mendorong untuk
mengembangkan potensi klien, agar dia mampu bekerja efektif, produktif dan menjadi
manusia mandiri.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Apa Pengertian Konselor Profesional?
2. Bagaimana Kualifikasi Konselor Profesional?
3. Bagaimana Kegiatan Seorang Profesional Konselor?
4. Bagaimana Kinerja Konselor Profesional Berdasarkan Dimensi Kompetensi, latar
belakang pendidikan dan Iklim Sekolah?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk Mengetahui Pengrtian Konselor Profesional.
2. Untuk Mengetahui Kualifikasi Seorang Konselor Profesional.
3. Untuk Mengetahui Bagaimana Kegiatan Seorang Konselor Profesional.
4. Untuk Mengetahui Bagaimana Kinerja Konselor Profesional Berdasarkan Dimensi
Kompetensi, latar belakang pendidikan dan Iklim Sekolah.

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Professional konseling merupakan seseorang yang memiliki keinginan kuat untuk
menolong orang lain dan sifat positif terhadap klien sebagai manusia yang mempunyai
nilai-nilai. Ia haruslah orang yang mempunyai rasa tanggung jawab yang besar,
kesanggupan mengontrol diri, keseimbangan emosi, nilai-nilai yang teratur tanpa
kekakuan, kesadaran bahwa mungkin nilai-nilainya berbeda dengan nilai-nilai orang lain,
pengertian mendalam akan masalah-masalah dan hakikat motivasinya, kesungguhan dan
kemampuan menahan berbagai tekanan, kemampuan melakukan terapi yang sesuai,
termasuk kemampuan mengadakan hubungan profesional dengan klien. Juga latar
belakang pendidikan yang luas, perhatian sungguh-sungguh terhadap psikologi, terutama
cabang-cabang yang menyentuh aspek terapi.Konselor perlu mengkaji dengan mendalam
berbagai cabang psikologi seperti: psikologi perbedaan-perseorangan, psikologi
perkembangan, pendidikan, kepribadian, psikologi motivasi, dan psikologi sosial, perlu
juga ia mengkaji budaya di mana ia berada dari segi unsur-unsur, masalah-masalah dan
faktorfaktor yangmempengaruhi kegiatan seseorang dalam budaya tersebut.
Di samping itu ia juga perlu mengkaji tentang konseling sebagai suatu cabang
psikologi, teoriteorinya, dan metode-metodenya, dan yang paling penting lagi ia
mengamalkan konseling di bawah bimbingan ahli-ahli konseling yang berpengalaman.
Inilah sebagian keperluan akademik dan profesional yang diperlukan oleh seseorang
yang ingin bekerja menjadi seorang konselor. Amat banyak hubungan antar manusia
yang mengandung unsur-unsur pemberian bantuan. Ini memang diperlukan karena
berbagai kondisi dilematis, konflik ataupun krisis yang dialami individu dan perlu
bantuan segera. Akan tetapi, atas sifat dan ciri-cirinya, tidak semua pemberian bantuan
dapat disebut profesional. Sebagiannya memang profesional, sebagiannya dapat disebut
para profesional, dan sebagian lainnya lagi disebut nonprofesional.Upaya pemberian
bantuan, selanjutnya disebut helping, yang dibicarakan di sini, adalah yang profesional
sifatnya. Menurut McCully, suatu profesi helping dimaknakan sebagai adanya seseorang,
didasarkan pengetahuan khasnya, menerapkan suatu teknik intelektual dalam suatu
pertemuan khusus (exsistentialaffairs) dengan orang lain dengan maksud agar orang lain
tadi memungkinkan lebih efektif menghadapi dilema-dilema, pertentangan, yang
merupakan ciri khas kondisi manusia. Suatu hubungan helping ditandai oleh ciri-ciri
dasar tertentu. Pandangan Bruce Shertzer dan dan Shally C. Stone, yang diadaptasikan di

4
sini mengenai ciri-ciri hubungan helping, adalah:
1. Hubungan helping adalah penuh makna, bermanfaat.
2. Afeksi sangat mencolok dalam hubungan helping.
3. Keutuhan pribadi tampil atau terjadi dalam hubungan helping.
4. Hubungan helping terbentuk melalui kesepakatan bersama individuindividu yang
terlibat.
5. Saling menjalin hubungan karena individu yang hendak dibantu membutuhkan
informasi, pelajaran, advis, bantuan, pemahaman dan/atau perawatan dari orang lain.
6. Hubungan helping dilangsungkan melalui komunikasi dan interaksi.
7. Struktur hubungan helping adalah jelas atau gamblang.
8. Upaya-upaya yang bersifat kerja sama (collaborative) menandai hubungan helping.
9. Orang-orang dalam helping (helper) dapat dengan mudah ditemui atau didekati
(approachable) dan terjamin ajeg (konsisten) sebagai pribadi.
10. Perubahan merupakan tujuan hubungan helping.
Konseling pada dasarnya merupakan suatu hubungan helping, helping
relationship. Setelah mengemukakan jenis-jenis konselor menurut bidang kerja, Sheldon
Eisenberg dan Daniel J. Delaney menyebutkan bahwa para kaum profesional dalam
bidang-bidang ini (konseling) menganggap diri sebagai helper.
Mereka menganggap diri hadir untuk menyediakan layanan helping bagi
orangorang yang ingin atau butuh bantuan.Konselor atau calon konselor agaknya cukup
senang dengan ungkapan Lawrence M. Brammer tentang kemungkinan mereka mampu
memerankan profesi helping. Brammer mengungkapkan bahwa banyak orang yang
mempunyai dayamampu alamiah, natural, untuk membantu dengan baik karena
pengalaman hidupnya yang menguntungkan. Mereka memiliki daya-mampu intelektual
untuk memahami dan memperhatikan ciri-ciri helping secara alamiah sehingga lebih
dapat menolong orang lain dengan baik. Di dalam helping profesional pribadi konselor
merupakan ”instrumen” menentukan bagi adanya hasil-hasil positif konseling. Kondisi
ini akan di dukung oleh keterampilan konselor mewujudkan sikap dasar dalam
berkomunikasi dengan klien.
1. Konselor sebagai Pribadi
Konselor profesional harus memiliki pribadi yang berbeda dengan pribadi-
pribadi yang bertugas membantu lainnya. Konselor dituntut memiliki pribadi yang
lebih mampu menunjang keefektifan konseling. Jadi keberhasilan dalam konseling
lebih bergantung pada kualitas pribadi konselor dibandingkan kecermatan teknik.

5
Mengenai ini Leona E. Tyler menyatakan ”pribadi konselor yang amat penting
mendukung efektifitas peranannya adalah pribadi yang altruistis, rela berkorban untuk
kepentingan orang lain yaitu kepentingan konseli. Dan dijelaskan oleh John J.
Pietrofesa, dkk, bahwa para helper mendayagunakan diri mereka sendiri dan
mementingkan kemanusiaan dalam pekerjaannya.Selain itu seorang konselor sebagai
fasilitative person perlu memiliki keterampilan-keterampilan lewat latihan dan
didikan karena keterampilan kekonseloran akan meningkatkan kualitas pribadi
mereka pada taraf yang lebih tinggi, akan tetapi, jelas bahwa pribadi para konselor
merupakan alat yang sangat penting sekali dalam hubungan helping. Adapun pokok-
pokok kekhasanpribadi para helper pada umumnya berdasarkan sifat hubungan
helping, menurut Brammer, adalah:
a. Awareness of Self and Values (Kesadaran Akan Diri dan Nilai-nilai)
Para helper memerlukan suatu kesadaran tentang posisi-posisi nilai mereka
sendiri. Mereka harus mampu menjawab dengan jelas pertanyaan-pertanyaan,
siapakah saya? Apakah yang penting bagi saya? Apakah signifikansi sosial dari
apa yang saya lakukan? Mengapa saya mau menjadi seorang helper? Kesadaran
ini membantu para helper membentuk kejujuran terhadap dirinya sendiri dan
terhadap helpi mereka dan juga membantu para helper menghindari memperalat
secara tak bertanggung jawab atau tak etis terhadap para helpi bagi kepentingan
pemuasan kebutuhan diri-pribadi para helper sendiri.
b. Awareness of Cultural Experience (Kesadaran Akan Pengalaman Budaya)
Helper dituntut mengetahui lebih banyak lagi tentang budaya para helpi.
Mengetahui lebih banyak perbedaan antara para helper dan para helpi merupakan
hal sangat vital bagi keefektifan hubungan helping. Kelompok orang-orang
tertentu seperti para tahanan, pemabuk, kanakkanak, orang jompo, janda/duda,
penyandang cacat-fisik atau mental, siswa-siswa miskin, pria atau wanita, dan
semacamnya, sangat mungkin memiliki pengalaman hidup yang sangat berlainan
dengan para helper mereka. Para helper profesinal hendaknya mempelajari ciri-
khas budaya dan kebiasaan tiap kelompok helpi mereka.
c. Ability to Analyze the Helper’s Own Feeling (Kemampuan
Menganalisis Kemampuan Helper Sendiri) Para helper harus mampu
”menyelami” perasaan-perasaan mereka sendiri, memahami dan menerima
perasaan-perasaan mereka. Tidak menggantungkan harapan-harapan sukses terlalu
tinggi dan berdiskusi sesama kolega dapat membantu meredakan perasaan-perasan

6
negatif.
d. Ability to Serve as Model and Influencer (Kemampuan Berlayan
Sebagai ”Teladan” dan ”Pemimipin” atau Orang ”Berpengaruh”)
Kemampuan para helper sebagai ”pemimpin” atau orang ”berpengaruh”, dan
sebagai ”teladan” diperlukan pula dalam proses helping. Meskipun ini tidak
berarti bahwa para helper harus menguasai para helpi mereka, para helper harus
dapat menunjukkan kemampuan melihat inti masalah dengan tajam dan cepat dan
mempunyai rasa percaya diri yang mapan.
e. Altruism
Pribadi yang altruistis ditandai kesediaan berkorban (waktu, tenaga, dan
mungkin materi) untuk kepentingan kebahagiaan atau kesenangan orang lain.
Dengan kata lain kepuasan para helper diperoleh melalui pemberian peluang
memuaskan orang-orang lain.
f. Strong Sense of Ethics (Penghayatan Etik yang Kuat).
Kelompok helper profesional, seperti konselor, memiliki kode etik untuk
dipahami dan dipakai serta dapat menimbulkan kepercayaan masyarakat terhadap
mereka.
g. Responsibility (Tanggung Jawab)
Para helper yang bertanggung jawab menyadari keterbatasanketerbatasan
mereka, sehingga tidak mencanangkan hasil-hasil (tujuan) yang tidak realistis.
Mereka akan mengupayakan referal kepada spesialis ketika mereka menyadari
keterbatasan diri mereka dan tetap kontak dengan para helpi mereka sampai
spesilalis lain itu mengambil tanggung jawab dalam suatu hubungan baru dengan
klien.
1) Sikap dan Keterampilan Konselor (Sikap dasar Konselor)
h. Penerimaan.
Penerimaan di sini ialah seorang konselor menerima setiap individu klien
yang datang padanya, dalam konseling, tanpa menilai aspek-aspek pribadinya
yang ”lemah” ataupun yang ”kuat”. Dengan kata lain, konselor mempunyai
penerimaan ”apa adanya”, tidak mengandung kesetujuan atau ketaksetujuan
terhadap aspekaspek pribadi individu.
i. Pemahaman.
Pemahaman, understanding, berhubungan erat dengan empati. Barrett-
Lennard (1959), dan Delaney dan Eisenberg (1972), menggabungkan pernyataan

7
itu menjadi satu, yaitu Empathicunderstanding. Keduanya merupakan sikap dasar
konselor yang menunjuk pada kecenderungan konselor menyelami tingkah laku,
fikiran, dan perasaan klien sedalam mungkin yang dapat dicapai oleh konselor.
j. Kesejatian dan Keterbukaan.
Pietrofesa, dkk, maupun Arthur J. Jones, dkk, menegaskan bahwa kesejatian
atau ketulusan konselor itu penting sebab klien sudah terbiasa (bosan) dengan
kebohongan, keakjujuran, dan ”sandiwara” dalam kehidupan sehari-hari. Ketika
klien sedang berhadapan dengan konselor dan menemukan kesejatian maka
seorang klien dengan sendirinya akan menemukan suasana meyakinkan untuk
pegungkapkan masalah, kerisauan, concerns, secara terbuka, mengiringi
keterbukaan konselor.Keterampilan dasar Konselor
k. Kompetensi Intelektual.
Jelas bahwa keterampilan-keterampilan konselor dilandasi oleh
pengetahuan siap pakai mengenai tingkah laku manusia, pemikiran yang cerdas,
dan kemampuan mengintegrasikan peristiwa yang dihadapi dengan pendidikan
dan pengalamannya. Kompetensi komunikasi merupakan sebagian dari
kompetensi intelektual konselor. Oleh karena itu konseling, terutama latar
interview, sangat bergantung pada komunikasi yang jelas, maka kunci penting
keefektifan konseling adalah kompetensi komunikasi.
l. Kelincahan Karsa-cipta. Di dalam memilih dengan cepat dan tepat
respon yang bijak, sangat dperlukan kelincahan karsa-cipta seorang
konselor tersebut. Kelincahan ini terutama sekali sangat terasa pentingnya di saat
interview konseling dimana klien mengemukakan pernyataan-pernyataan verbal
atau nonverbal.mulai sejak penerimaan klien, penyiapan interview, penyusunan
model konseren/masalah klien, penentuan tujuan dan tujuan khusus, penentuan
dan pelaksanaan strategi, sampai pada evaluasi untuk kerja konselor dan klien,
penuh dengan proses pengambilan keputusan dan penetapan tindakan.
Kebanyakan dari hal ini menuntut kesegeraan dan kelincahan karsa-cipta konselor.
m. Pengembangan Keakraban.
Keterampilan lain, namun merupakan syarat yang sangat pokok guna
tercipta dan terbina saling-hubungan harmoni antara klien dan konselor, adalah
pengembangan keakraban (rapport). Istilah ”pengembangan”, di sini, mencakup
menciptakan, pemantapan, dan pelanggengan keakraban selama konseling. Jika
sudah terjalin keakraban yang baik antara konselor dan klien, maka klien akan

8
berbicara secara bebas mengenai dirinya sendiri dan masalah-masalah
sesungguhnya yang dialaminya. Jika keakraban itu berhasil dimantapkan dan
dipelihara, maka konselor dapat mengembangkan komunikasi dengan berbagai
teknik tersedia.
n. Keefektifan Konselor.
Kualitas pribadi, sikap dasar, dan keterampilan konselor seperti dibahas di
muka merupakan sebagian prasyarat keefektifan konselor. Hal-hal itu merupakan
kualitas konselor yang lebih khusus dalam berhubungan atau bekerja dengan
klien. Keefektifan konselor tersebut sifatnya lebih luas yaitu mencakup kualitas
pribadi, sikap dan persepsi terhadap klien, orang lain, lingkungan, ilmu
pengetahuan, profesi, dan bahkan persepsi terhadap diri sendiri.

B. Kualifikasi Profesional Seorang Konselor.


Untuk menjadi seorang konselor yang professional harus memiliki beberapa
kualifikasi yang bisa menuntunnya untuk menjadi seorang konselor yang professional,
Kualifikasi tersebut adalah sebagai berikut :
1. Sikap, keterampilan, pengetahuan
a. Agar dapat memahami orang lain dengan sebaik-baiknya Konselor harus terus-
menerus berusaha menguasai dirinya. Ia harus mengerti kekurangan-kekurangan
dan prasangka-prasangka pada dirinya sendiri yang dapat mempengaruhi
hubungannya dengan orang lain yang mengakibatkan rendahnya mutu layanan
profesional serta merugikan kliennya.
b. Dalam melakukan tugasnya membantu klien, konselor harus memperlihatkan
sifat-sifat sederhana, rendah hati, sabar, menepati janji, dapat dipercaya, sadar diri
dan tidak boleh dogmatis. Disamping itu, konselor harus jujur, tertib, hormat, dan
percaya pada paham hidup sehat.
c. Ia harus memiliki sikap tanggung jawab terhadap lembaga dan individu yang
dilayani, maupun terhadap ikatan profesinya.
d. Konselor harus bersikap terbuka terhadap saran ataupun peringatan yang
diberikan kepadanya, khususny adari rekan-rekan seprofesi dalam hubungannya
dengan pelaksanaan ketentuan-ketentuan tingkah laku profesional sebagaimana
diatur dalam kode etiknya.
e. Dalam menjalankan tugas-tugas layanannya, konselor harus mengusahakan mutu
kerja yang setinggi mungkin, untuk itu ia harus terampil menggunakan teknik-

9
teknik dan prosedur-prosedur khusus yang dikembangkan atas dasar ilmiah.
f. Untuk melakukan pekerjaan konselor dengan kewenangan penuh diperlukan
pengetahuan dasar yang memadai tentang hakikat dan tingkah laku orang, tentang
teknik dan prosedur layanan bimbingan dan pengetahuan-pengetahuan penunjang
yang lain. Penguasaan dalam pengetahuan tersebut memerlukan pendidikan
lengkap tingkat sarjana di bawah pembinaan ahli.
1) Pengakuan Kewenangan
Untuk dapat bekerj asebagai konselor atau guru pembimbing
diperlukan pengakuan keahlian kewenangan oleh badan khusus yang dibentuk
oleh IPBI (Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia) atas dasar wewenang yang
diberikan kepada badan tersebut oleh pemerintah.Kegiatan Profesional
2) Penyimpanan dan penggunaan informasi, seperti :
a) Catatan-catatan tentang diri klien yang meliputi data hasil wawancara,
testing, surat-menyurat, perekaman, dan data lain, semuanya merupakan
informasi yang bersifat rahasia dan hanya boleh digunakan untuk
kepentingan klien. Data tersebut dapat digunakan untuk keperluan riset
atau pendidikan calon konselor, asalkan identitas klien dirahasiakan
b) Penyampaian informasi mengenai klien kepada keluarga atau kepada
anggota profesi lain membutuhkan persetujuan klien. Pengguanan
informasi dengan anggota profesi yang sama atau yang lain dapat
dibenarkan, asalakan untuk kepentingan klien.
c) Keterangan mengenai bahan profesional hanya boleh diberikan kepada
orang yang berwenang menafsirkan dan menggunakannya.
d) Adalah kewajiban konselor untuk memegang rahasia klien. Kewajiban ini
tetap berlaku, walaupun dia tidak lagi menangani klien atau tidak lagi
berdinas sebagai konselor.
3) Testing
a) Testing diperlukan bila dibutuhkan data tentang sifat atau ciri kepribadian
yang menuntut adanya perbandingan dengan sampel yang lebih luas,
misalnya taraf inteligensi, minat, bakat khusus, kecenderungan dalam
pribadi seseorang.
b) Data yang diperoleh dari hasil testing itu harus diintegrasikan dengan
informasi lain yang telah diperoleh dari klien sendiri atau dari sumber lain.
c) Konselor harus memberikan orientasi yang tepat kepada klien mengenai

10
alasan digunakannya tes dan apa hubungannya dengan masalahnya.
Hasilnya harus disampaikan kepada klien dengan disertai penjelasan
tentang arti dan kegunaannya.
4) Riset
a) Dalam melakukan riset harus dihindari hal-hal yang dapat merugikan
subjek yang bersangkutan.
b) Dalam melaporkan hasil riset dijaga agar identitas subjek dirahasiakan.
5) Layanan Individual, hubungan dengan klien:
a) Konselor harus menghormati harkat pribadi, integritas, dan keyakinan
klien.
b) Konselor harus menempatkan kepentingan kliennya diatas kepentingan
pribadinya.
c) Dalam menjalankan tugasnya konselor tidak membedakan suku, bangsa,
warna kulit, kepercayaan, atau status sosial ekonomi.
6) Konsultasi dan hubungan dengan rekan atau ahli lain
a) Dalam rangka pemberian layanan kepada seorang klien, kalau konselor
merasa ragu-ragu tentang sesuatu hal, maka ia harus berkonsultasi dengan
rekan-rekan selingkungan profesi. Akan tetapi untuk itu ia mendapat izin
terlebih dahulu dari kliennya.
Akhirnya perlu ditegaskan bahwa salah satu kunci pokok keefektifan konselor
adalah adanya suatu sistem untuk mengorganisasikan dan membimbing tingkah laku
dalam proses konseling dan untuk memadukan aneka teori, teknik, dan strategi yang
mungkin digali dari berbagai sumber bagi mengembangkan kompetensi profesional
sendiri. Selanjutnya konseling merupakan suatu proses yang kompleks tempat konselor
dituntut melakukan, merespon, seperti mengamati/memperhatikan, mengingat, dan
memadukan aneka macam pesan yang terkomunikasi, sambil konselor menciptakan
kondisi-kondisi hubungan konseling yang efektif yang memungkinkan klien tulus dan
terbuka terhadap konselor. Agar konselor dapat menangani proses tugas kompleks itu,
maka ia harus memiliki suatu sistem untuk mengorganisasikan kegiatan-kegiatannya.

C. Kegiatan Seorang Profesional Konselor


Menurut Brown and Lent, ada empat bidang kegiatan yang berhubungan dengan
ahli-ahli psikologi dan konseling profesional, etika, dan isu-isu legal yang sudah
diperbaharui (review) yaitu:

11
1. Memelihara Kerahasiaan. Tentang layanan individu dan kelompok, yang terpenting
adalah memelihara kerahasiaan (etika konseling). Rahasia klien tidak boleh
dibocorkan kepada siapapun, kecuali atas izin klien misalnya untuk keperluan
pengobatan dan pendidikan. Jika koneslor membukakan rahasia klien maka dia akan
mengalami hukuman profesi yaitu pencabutan lisensi dan prakteknya.
2. Penelitian dan Publikasi. Kegiatan profesional lainnya dari koneslor atau psikolog
adalah penelitian dan publikasi. Hal ini tetap berkaitan dengan etika profesi. Artinya
ada pembatasan hak orang lain yang diteliti sehubungan dengan kerahasiaan, hak
pribadi, dan sebagainya, yang harus memperoleh izin dari klien atau pihak-pihak yang
diteliti.Penelitian terhadap individu manusia harus ada aturan kemanusiaan seperti
rahasia pribadi, dimana hal itu mendapat perlindungan dari hukum legal negara.
Namun bila negara dan individu atau kelompok telah memberi izin maka kegiatan
tersebut boleh dilakukan.
3. Kegiatan pendidikan/pengajaran, pelatihan dan internship diluar kampus, seterusnya
diteruskan dengan seminar dan lokakarya, merupakan hal yang harus pula dilakukan
konselor dan psikolog.Pengertian profesi adalah pekerjaan yang menuntut dedikasi
dan latihan tingkat tinggi serta melibatkan mental dan sikap mental yang baik. Jadi
profesi bukanlah sebagai pekerjaan manual. Beberapa jenis profesi yang terkenal
misalnya dokter, insinyur, konselor dan guru. Khusus untuk profesi konseling masih
memerlukan perjuangan yang panjang, karena sampai saat ini di negeri ini profesi
konseling tersebut masih belum seperti yang diharapkan. Minimal ada tiga hal yang
harus dipertimbangkan yaitu:
a. Pendidikan calon konselor
b. Pelatihan untuk mencapai credit-point tertentu sehingga lulus ujian profesi,
c. Sambutan masyarakat pengguna dan masyarakat ilmiah.
Sesuai definisi di atas maka syarat-syarat suatu profesi konselor adalah:
a. Sikap mental
b. Kepribadian (dedikasi)
c. Pendidikan dan latihan tingkat tinggi.
Pada profesi konseling pandangan terhadap klien adalah sebagai manusia yang
berinteraksi dengan lingkungan, sehingga perilaku manusia harus dipandang sebagai
ekologi manusia dengan lingkungan (ecological).

12
D. Kinerja Konselor Berdasarkan Dimensi Kompetensi
Kinerja konselor berkualitas merupakan suatu keniscayaan di tengah beragamnya
kualifikasi konselor di sekolah saat ini dan pola pembinaan konselor secara integratif
berkelanjutan melalui pre-service training maupun in service training serta penciptaan
iklim sekolah yang suportif bagi BK merupakan jawaban solusi yang tepat dan perlu
diselenggarakan secara profesional dan kolaboratif. Secara spesifik, tingkat kinerja
konselor profesional yang tergolong tinggi adalah dimensi ciri kepribadian (CK) sebesar
73,63%. Artinya, para konselor dapat mengunjukkerjakan ciri-ciri kepribadian berupa
atribut-atribut atau sifat-sifat yang seharusnya dimiliki oleh konselor profesional dengan
memuaskan. Berbeda dengan hasil penelitian ini, penelitian Dahlan (1988) menunjukkan
hasil yang kurang menggembirakan tentang upaya membina kepribadian dan sikap siswa
SPG terhadap jabatan guru SD menunjukkan bahwa masih perlu pola-pola pembinaan
yang dilandasi oleh teori-teori BK. Meskipun para konselor telah menunjukkan ciri
kepribadian yang memuaskan sebagaimana hasil penelitian ini, namun upaya-upaya pre-
service training yang ditata secara profesional dan berkelanjutan terkait konselor
yangberkepribadian/berkarakter masih tetap dibutuhkan.

E. Kinerja Konselor Berdasarkan Perbedaan Latar Pendidikan


Konselor yang berlatar pendidikan BK mengunjukkerjakan ke-15 dimensi
kompetensi dengan memuaskan, sementara konselor yang bukan berlatar pendidikan BK
mengunjukkerjakan ke-15 dimensi kompetensi berada pada taraf sedang. Perbedaan hasil
ini mengandung arti pula bahwa latar pendidikan BK berperanan memberi urunan bagi
tingginya kinerja konselor profesional. Secara spesifik, menurut masing-masing dimensi
dari kedua kelompok konselor ini didapatkan hasil berikut. Tingkat kinerja konselor
berlatar pendidikan BK dalam menampilkan dimensi CK dalam menjalankan fungsi dan
peran konselingnya sebesar 75,53% (tinggi), sedangkan bagi konselor non-BK sebesar
70,67% (tinggi). Artinya para konselor baik yang berlatar pendidikan BK maupun yang
berlatar pendidikan bukan BK sama-sama dapat mengunjukkerjakan ciri-ciri kepribadian
berupa atribut-atribut atau sifat-sifat yang seharusnya dimiliki oleh konselor profesional
dengan memuaskan. Meskipun ada perbedaan jumlah persentase yang tipis. Tingkat
kinerja konselor berlatar pendidikan BK dalam menampilkan KAR mencapai sebesar
73,65% (tinggi), sedangkan tingkat kinerja konselor berlatar pendidikan non-BKdalam
dimensi yang sama mencapai 68,10% (sedang). Perbedaan capaian persentase ini berarti
bahwa konselor yang berlatar pendidikan BK lebih memuaskan dalam

13
mengunjukkerjakan konseling bagi pemenuhan kebutuhan perkembangan unik anak dan
remaja daripada konselor yang bukan berlatar pendidikan BK.

F. Kinerja Konselor Berdasarkan Iklim Sekolah


Konselor yang bertugas di sekolah yang penyelanggaraan BK-nya memadai
mengunjukkerjakan konseling bagi pemenuhan kebutuhan perkembangan unik anak dan
remaja dengan memuaskan lebih baik daripada konselor yang bertugas disekolah yang
penyelenggaraan BK-nya kurang memadai. Tingkat kinerja konselor yang bertugas di
sekolah yang penyelenggaraan BK-nya memadai dalam menampilkan dimensi KK
sebesar 70.63% (tinggi), sedangkan konselor bertugas di sekolah yang kurang memadai
pada dimensi yang sama sebesar 61.30% (cukup). Artinya, konselor yang bertugas dalam
iklim sekolah yang suportif bagi BK mengunjukkerjakan kompetensi memahami,
mengimplementasikan prinsipprinsip kerja kelompok dalam seting sekolah dengan
memuaskan, lebih baik daripada konselor yang bertugas dalam iklim sekolah yang kurang
suportif bagi BK berada pada taraf sedang.

14
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Professional konseling memerlukan seseorang yang memiliki keinginan kuat untuk
menolong orang lain dan sifat positif terhadap klien sebagai manusia yang mempunyai
nilai-nilai. Ia haruslah orang yang mempunyai rasa tanggung jawab yang besar,
kesanggupan mengontrol diri, keseimbangan emosi, nilai-nilai yang teratur tanpa
kekakuan, kesadaran bahwa mungkin nilai-nilainya berbeda dengan nilai-nilai orang lain,
pengertian mendalam akan masalah-masalah dan hakikat motivasinya, kesungguhan dan
kemampuan menahan berbagai tekanan, kemampuan melakukan terapi yang sesuai,
termasuk kemampuan mengadakan hubungan profesional dengan klien. Juga latar
belakang pendidikan yang luas, perhatian sungguh-sungguh terhadap psikologi, terutama
cabang-cabang yang menyentuh aspek terapi. Konselor perlu mengkaji dengan
mendalam berbagai cabang psikologi seperti: psikologi perbedaan-perseorangan,
psikologi perkembangan, pendidikan, kepribadian, psikologi motivasi, dan psikologi
sosial, perlu juga ia mengkaji budaya di mana ia berada dari segi unsur-unsur, masalah-
masalah dan faktorfaktor yang mempengaruhi kegiatan seseorang dalam budaya tersebut.
Di samping itu ia juga perlu mengkaji tentang konseling sebagai suatu cabang psikologi,
teoriteorinya, dan metode-metodenya, dan yang paling penting lagi ia mengamalkan
konseling di bawah bimbingan ahli-ahli konseling yang berpengalaman. Inilah sebagian
keperluan akademik dan profesional yang diperlukan oleh seseorang yang ingin bekerja
menjadi seorang konselor. Amat banyak hubungan antar manusia yang mengandung
unsur-unsur pemberian bantuan. Ini memang diperlukan karena berbagai kondisi
dilematis, konflik ataupun krisis yang dialami individu dan perlu bantuan segera. Akan
tetapi, atas sifat dan ciri-cirinya, tidak semua pemberian bantuan dapat disebut
profesional. Sebagiannya memang profesional, sebagiannya dapat disebut para
profesional, dan Sebagian lainnya lagi disebut nonprofesional.

B. SARAN
Demikianlah makalah ini dapat kami sajikan, kami memohon maaf jika terjadi
kesalahan-kesalahan baik dalam penulisan huruf, kata dan inisial. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu demi
terselesaikannya makalah ini.

15
DAFTAR PUSTAKA
Erik, T.P., 2013. Hubungan Profesional Konseling. Jurnal Insipirasi Pendidikan. 3(2), h.261-
272.
Ahmad M., (2014). TINGKAT KINERJA KONSELOR PROFESIONAL. Universitas Islam
Sumatera Utara, Jl. Karya Bakti No.36 Medan

16

You might also like