You are on page 1of 5

MK.

Permasalahan Perencanaan dan Pembangunan


Magister Perencanaan Wilayah dan Kota

Nama : Ayu Novita Sari


NIM : 210401224100007

Penyalahgunaan Fungsi Pedestrian menjadi Tempat Pedagang Kaki Lima

Latar Belakang

Ruang publik adalah fasilitas perkotaan yang dapat digunakan untuk seluruh
masyarakat, sebagai tempat berkumpul dan melakukan kegiatan. Jalur pejalan kaki atau
pedestrian termasuk sebagai ruang publik yang berfungsi sebagai wadah aktivitas para pejalan
kaki (Nugraha, 2021). Pedestrian dibangun berfungsi untuk menjamin hak-hak para pejalan
kaki dari bahaya kendaraan-kendaraan yang melintas di jalan raya. Kondisi banyaknya jumlah
kendaraan dalam jalan raya menyebabkan ancaman bagi para pejalan kaki yang menjadi korban
akibat terjadinya kecelakaan lalu lintas. Pembangunan infrastruktur jalur pedestrian pada bahu
jalan yang bertujuan mencegah adanya kecelakaan lalu lintas yang para pejalan kaki yang
menjadi korbannya. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 pasal 34 ayat 4
berbunyi, pedestrian diperuntukkan untuk tempat berjalan kaki bagi para pejalan kaki. Trotoar
yang biasa juga disebut jalur pejalan kaki (pedestrian) harus berfungsi memberikan suasana
aman dan nyaman untuk pengguna jalur pejalan.

Salah satu fenomena permasalahan perkotaan di Indonesia adalah ruang pedestrian


dimanfaatkan masyarakat untuk pedagang kaki lima atau PKL. Proses perencanaan tata ruang
hanya berfokus pada pada penyediaan ruang-ruang kota sebagai kegiatan dan fungsi formal
saja, kondisi ini menyebabkan kegiatan informal di perkotaan tidak diwadahi dengan baik
(Wicaksono, 2019). Oleh sebab itu, pedagang kaki lima menempati temptat-tempat tidak
terencana di perkotaan, salah satunya yaitu pedestrian. Munculnya permaasalahan pemanfaatan
ruang pedestrian oleh sektor informal dimana terjadi peralihan fungsi sebenarnya muncul
akibat kesenjangan serta pergesaran pemanfaatan fungsi setting fisik ruang jalan oleh pedagang
kaki lima ( PKL), sehingga mempunyai fungsi yang berbeda. Perkembangan aktivitas sektor
informal di perkotaan yang memanfaatkan ruang pedestrian menyebabkan kenyamanan pejalan
kaki terganggu, dan perubahan fungsi ruang pedestrian. Selain itu kegiatan PKL di ruang
pedestrian meninggalkan sampah yang tidak dibersihkan kembali, yang mengakibatkan
estetika kota dipandang kurang baik. Namun, keadaan seperti ini pemerintah tidak bisa
sepenuhnya menyalahkan keberadaan PKL, tidak tersedianya ruang untuk sector informal yang
sesuai dengan peruntukan berdagang menyebabkan para PKL tetap menempati ruang
pedestrian, dan akan kembali lagi karena nilai yang didapatkan lebih banyak.

Jenis Permasalahan

Permasalahan yang dilatar belakangi diatas diakibatkan sektor informal yang tidak
mendapatkan wadah untuk melakukan kegiatan ditempat yang direncanakan, sektor informal
ini lebih khususnya yaitu PKL keberadaanya disebabkan sektor formal tidak dapat menyerap
tenaga kerja yang terus bertambah akibat urbanisasi. PKL berkembang dan memilih lokasi
berdagang dengan memanfaatkan ruang-ruang perkotaan yang potensial. Dalam melakukan
aktivitas dagang, PKL memanfaatkan ruang seperti pedestrian, badan jalan, dan depan
pertokoan, tanpa memperhatikan peruntukan aktivitas ruang disekitarnya. Keberadaan PKL ini
menyebabkan berbagai masalah, beberapa permasalahan yang timbul adalah:
1. PKL dan pengguna pedestrian (pejalan kaki), saling bersebrangan kepentingan hingga
timbul konflik, pejalan kaki merasa terganggu karena kenyamanan pejalanan kaki
terhambat akibat ruas pedestrian terpotong tenda dagang, pedestrian yang sebenarnya
berfungsi untuk jalan kaki malah pejalan kaki harus turun ke jalur kendaraan bermotor
karena keberadaan PK.
2. PKL membangunan tenda, tikar, gerobak, dan kios yang semi permanen, barang-barang
yang digunakan untuk berdagang kerap ditinggalkan dilokasi pedestrian jika sedang
tidak beroperasi, hal ini mengganggu estetika kota.
3. Aktivitas jual beli dari PKL kerap meninggalkan sampah yang berserak atau mengotori
paving block atau pekerasan yang digunakan untuk pedestrian, serta kerusakan street
furniture.
4. Estetika kota menjadi kurang bagus karena desain yang sudah dirancang dengan baik
terganggu akibat bangunan tidak permanen dari PKL.
5. Pertumbuhan PKL tidak dibarengi oleh penyediaaan sarana ruang oleh pemerintah
kota, karena umumnya PKL memilih lokasi yang strategis dengan intensitas kegiatan
yang cukup tinggi seperti pusat kota, trotoar sepanjang jalan atau ruang publik yang
ramai dilewati orang sehingga menimbulkan kemacetan dan kesemrawutan yang
mengakibatkan penurunan kualitas kota.
Struktur Permasalahan

Pendestrian Kota digunaakan untuk


tempat PKL

Perencanaan Penataan Ruang tidak Sektor formal tidak dapat menyerap


merencakan wadah bagi aktivitas tenaga kerja karena jumlah angkatan
sektor informal kerja terus bertambah.

Maraknya (Pedagang Kaki Lima) PKL


di perkotaan

Pertumbuhan PKL tidak dibarengi


oleh penyediaaan sarana ruang oleh
pemerintah kota

PKL menggunakan ruang publik untuk


berdagang, salah satunya di pedestrian

Pejalan Kaki merasa terganggu dan PKL membangun tenda, gerobak, dan
kurang nyaman karena keberadaan kursi tidak permanen di ruang
PKL melintang di ruas pedestrian pedestrian

Pejalan kaki turun ke jalan raya Pedestrian timbul banyak sampah,


bermotor karena pedestrian terhalang kotor, dan kerusakan street furniture
lapak PKL, dan keamanan pejalan yang menyebabkan estetika kota
kaki dirasa kurang aman karena kurang bagus
berjejer dengan kendaraan bermotor

Menimbulkan kemacetan dan


kesemrawutan yang mengakibatkan
penurunan kualitas kota.
Studi Kasus: Relokasi PKL Malioboro ke Teras Malioboro

Keberadaan PKL dianggap negatif dari masyarakat karena dianggap mengganggu


ketertiban dan kenyamanan di ruang publik seperti mengganggu aktivitas pejalan kaki, lalu
lintas, estetika, kebersihan serta fungsi prasarana umum. Relokasi sebagai upaya penataan dan
pengembangan usaha pedagang kaki lima sebagai salah satu sektor informal perlu dilakukan
dengan mempertimbangkan beberapa faktor agar dapat terlaksana dengan baik, salah satunya
adalah lingkungan sosial pedagang itu sendiri. Relokasi PKL dipandang sebagai salah satu
upaya penataan dan pengelolaan PKL yang dapat menguntungkan semua pihak baik pedagang,
pemerintah, masyarakat dan lingkungan. Relokasi merupakan upaya untuk memindahkan suatu
objek dari tempat yang satu ke tempat yang lain yang dianggap lebih baik. Adanya relokasi
PKL ke tempat yang sudah disediakan, pedestrian dapat difungsikan Kembali sesuai dengan
fungsi awalnya, dampak yang timbul baik dampak negative dan positif relokasi PKL Malioboro
ke Teras Malioboro yaitu:
1. Wisatawan Malioboro dapat berjalan dengan nyaman dan berhenti sejenak dengan
santai duduk di tempat duduk yang tersedia, dan dipinggiran jalur pedestrian.
2. Sejumlah wisatawan menjadikan jalur pedestrian pada lokasi tertentu sebagai tempat
menongkrong hingga duduk lesehan
3. Pada hari libur pedestrian malioboro terdapat sejumlah pameran atau atraksi yang
membuat wisatawan dapat menikmati pertunjukan dengan duduk di pinggiran
pedestrian. Walaupun kegiatan ini juga menimbulkan sampah sisa makanan wisatawan.
4. Wisatawan yang hendak berbelanja dapat fokus berbelanja karena berada di satu lokasi.
5. Pedestrian Malioboro dianggap tidak penuh dan sesak seperti sebelumnya, nyaman
untuk berjalan dan berhenti sebentar untuk berswafoto.

REFERENSI

Aotama, R., Klavert, DR. (2021). Dampak Sosial Relokasi Pedagang Kaki Lima di Kawasan
Wisata Kuliner Kota Tomohon. Jurnal Ilmu-ilmu Sosial Vol. 18, No. 1.

Rahayu, Y., Putra, A., Nurdin, Mayesti, I., Nelly, I., & Daniel, P. A. (2019). Dampak relokasi
pasar bagi pelaku ekonomi di Kota Jambi. Journal Development, 7(1), 15–128.

Suhartono. (2022). Malioboro Jogja Tanpa PKL, Wisatawan Selonjoran di Jalur Pedestrian.
Solopos.com - Panduan Insformasi & Inspirasi.
Wicaksono, FR. (2019). Faktor-Faktor Pengaruh Setting Fisik Terhadap Pemanfaatan Ruang
Pedestrian Oleh Sektor Informal (PKL). Jurnal Arsitektur dan Perencanaan. 194-
214.
Maiming, Z. (2015). Gender, PKL, dan Pedestrian. Studi Kasus: PKL “Ina-Ina” di Kota Palu.
Seminar Nasional “Menuju Arsitektur dan Ruang Perkotaan yang Ber-kearifan
Lokal” PDTAP

You might also like