Professional Documents
Culture Documents
Latar Belakang
Ruang publik adalah fasilitas perkotaan yang dapat digunakan untuk seluruh
masyarakat, sebagai tempat berkumpul dan melakukan kegiatan. Jalur pejalan kaki atau
pedestrian termasuk sebagai ruang publik yang berfungsi sebagai wadah aktivitas para pejalan
kaki (Nugraha, 2021). Pedestrian dibangun berfungsi untuk menjamin hak-hak para pejalan
kaki dari bahaya kendaraan-kendaraan yang melintas di jalan raya. Kondisi banyaknya jumlah
kendaraan dalam jalan raya menyebabkan ancaman bagi para pejalan kaki yang menjadi korban
akibat terjadinya kecelakaan lalu lintas. Pembangunan infrastruktur jalur pedestrian pada bahu
jalan yang bertujuan mencegah adanya kecelakaan lalu lintas yang para pejalan kaki yang
menjadi korbannya. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 pasal 34 ayat 4
berbunyi, pedestrian diperuntukkan untuk tempat berjalan kaki bagi para pejalan kaki. Trotoar
yang biasa juga disebut jalur pejalan kaki (pedestrian) harus berfungsi memberikan suasana
aman dan nyaman untuk pengguna jalur pejalan.
Jenis Permasalahan
Permasalahan yang dilatar belakangi diatas diakibatkan sektor informal yang tidak
mendapatkan wadah untuk melakukan kegiatan ditempat yang direncanakan, sektor informal
ini lebih khususnya yaitu PKL keberadaanya disebabkan sektor formal tidak dapat menyerap
tenaga kerja yang terus bertambah akibat urbanisasi. PKL berkembang dan memilih lokasi
berdagang dengan memanfaatkan ruang-ruang perkotaan yang potensial. Dalam melakukan
aktivitas dagang, PKL memanfaatkan ruang seperti pedestrian, badan jalan, dan depan
pertokoan, tanpa memperhatikan peruntukan aktivitas ruang disekitarnya. Keberadaan PKL ini
menyebabkan berbagai masalah, beberapa permasalahan yang timbul adalah:
1. PKL dan pengguna pedestrian (pejalan kaki), saling bersebrangan kepentingan hingga
timbul konflik, pejalan kaki merasa terganggu karena kenyamanan pejalanan kaki
terhambat akibat ruas pedestrian terpotong tenda dagang, pedestrian yang sebenarnya
berfungsi untuk jalan kaki malah pejalan kaki harus turun ke jalur kendaraan bermotor
karena keberadaan PK.
2. PKL membangunan tenda, tikar, gerobak, dan kios yang semi permanen, barang-barang
yang digunakan untuk berdagang kerap ditinggalkan dilokasi pedestrian jika sedang
tidak beroperasi, hal ini mengganggu estetika kota.
3. Aktivitas jual beli dari PKL kerap meninggalkan sampah yang berserak atau mengotori
paving block atau pekerasan yang digunakan untuk pedestrian, serta kerusakan street
furniture.
4. Estetika kota menjadi kurang bagus karena desain yang sudah dirancang dengan baik
terganggu akibat bangunan tidak permanen dari PKL.
5. Pertumbuhan PKL tidak dibarengi oleh penyediaaan sarana ruang oleh pemerintah
kota, karena umumnya PKL memilih lokasi yang strategis dengan intensitas kegiatan
yang cukup tinggi seperti pusat kota, trotoar sepanjang jalan atau ruang publik yang
ramai dilewati orang sehingga menimbulkan kemacetan dan kesemrawutan yang
mengakibatkan penurunan kualitas kota.
Struktur Permasalahan
Pejalan Kaki merasa terganggu dan PKL membangun tenda, gerobak, dan
kurang nyaman karena keberadaan kursi tidak permanen di ruang
PKL melintang di ruas pedestrian pedestrian
REFERENSI
Aotama, R., Klavert, DR. (2021). Dampak Sosial Relokasi Pedagang Kaki Lima di Kawasan
Wisata Kuliner Kota Tomohon. Jurnal Ilmu-ilmu Sosial Vol. 18, No. 1.
Rahayu, Y., Putra, A., Nurdin, Mayesti, I., Nelly, I., & Daniel, P. A. (2019). Dampak relokasi
pasar bagi pelaku ekonomi di Kota Jambi. Journal Development, 7(1), 15–128.
Suhartono. (2022). Malioboro Jogja Tanpa PKL, Wisatawan Selonjoran di Jalur Pedestrian.
Solopos.com - Panduan Insformasi & Inspirasi.
Wicaksono, FR. (2019). Faktor-Faktor Pengaruh Setting Fisik Terhadap Pemanfaatan Ruang
Pedestrian Oleh Sektor Informal (PKL). Jurnal Arsitektur dan Perencanaan. 194-
214.
Maiming, Z. (2015). Gender, PKL, dan Pedestrian. Studi Kasus: PKL “Ina-Ina” di Kota Palu.
Seminar Nasional “Menuju Arsitektur dan Ruang Perkotaan yang Ber-kearifan
Lokal” PDTAP