You are on page 1of 4

Kasus

Pasien masuk melalui Poliklinik RS pada hari kamis tanggal 17 November 2022 pukul

12.30 WIB, dengan kesadaran kompos mentis kooperatif, keadaan umum lemah, disertai dengan

keluhan utama pasien batuk berdarah sejak 2 minggu yang lalu, pasien sesak nafas sejak 4 hari

yang lalu, dan nyeri pada dada, TD: 100/70 mmHg, HR: 98x/menit, RR: 24x/menit, Suhu:

37,1oC. Saat dilakukan pengkajian dengan kesadaran kompos mentis kooperatif, keadaan umum

sedang, pasien mengeluh sesak nafas, nyeri dada, batuk produktif masih terdapat bercak darah,

Pasien terpasang oksigen nasal kanul 3liter/menit. Keluarga mengatakan pasien pernah minum

OAT tahun 2016 selama 4 bulan dan dihentikan sendiri oleh pasien dengan alasan setelah pasien

meminum OAT pasien mengeluh mual. Keluarga mengatakan pasien belum pernah dirawat di

RS. Hipertensi (-), DM (+). Pada pemeriksaan radiologi paru didapatkan hasil bahwa terdapat

fibro infiltrat pada kedua paru, kesan : TB Paru

Dari kasus tersebut, dapat dilakukan penerapan teori keperawatan D.Orem. Self care

merupakan suatu proses untuk menempatkan/mempertahankan fungsi seseorang dalam

peningkatan, pencegahan penyakit dan deteksi penyakit serta pengobatanya (Levin et all, 1979).

Teori keperawatan self care dikemukakan oleh Dorothea Orem dengan definisi asuhan

keperawatan yang lebih memfokuskan pada kebutuhan klien terhadap perawatan diri sendiri.

Filosofi tentang teori self care yang dikemukakan oleh Orem menggambarkan tindakan

perawatan diri sendiri secara terus-menerus dengan tujuan untuk mempertahankan kualitas

hidup, mengatasi ketidakberdayaan yang dihadapi oleh klien. Ketika klien tidak mampu

melakukan self care secara mandiri, perawat akan membantu klien dalam pemenuhan self care,

akan tetapi tidak seluruh prosedur, melainkan dengan memberikan instruksi dan pengawasan

yang berkala hingga klien mampu melakukan self care secara mandiri (Potter, 2005). Tujuan
dalam aplikasi teori ini adalah perawat berupaya untuk meningkatkan kemandirian pasien

sehingga pasien dapat berfungsi secara optimal. Menurut orem, asuhan keperawatan dilakukan

dengan keyakinan bahwa setiap orang mempelajari kemampuan untuk merawat dirinya sendiri

sehingga membantu individu untuk memenuhi kebutuhan hidup, memelihara kesehatan dan

kesejahteraan (Tomey & Alligod, 2006). Self care yang dilakukan secara efektif dan menyeluruh

dapat membantu menjaga integritas struktur dan fungsi tubuh serta berkontribusi dalam

perkembangan individu.

Kualitas hidup pada penderita tuberkulosis paru dapat ditingkatkan dengan peran

keluarga sebagai motivator, edukator, fasilitator, inisiator, pemberi perawatan, koordinator dan

mediator terhadap anggota keluarganya yang menderita tuberkulosis paru (Friedman 2010). Pada

penderita tuberkulosis paru, peran keluarga sangat dibutuhkan khususnya dalam memberikan

perawatan, tidak hanya perawatan secara fisik akan tetapi juga perawatan secara psikososial

(International Union Against Tuberkulosis and Lung Desease, 2007). Oleh karena itu, perawatan

yang baik akan membantu mempercepat penyembuhan. Namun, apabila perawatan kurang baik

akan beresiko menularkan kepada anggota keluarga lain. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa

faktor antara lain : peran, pengetahuan keluarga dalam memberikan perawatan pada penderita

tuberkulosis paru.

Pada penderita tuberkulosis wajib dilakukan pengontrolan pengobatan yang dilakukan 6-

8 bulan secara ketat. Penderita dapat sembuh jika memiliki pengetahuan dan kemampuan yang

cukup dalam melakukan self care. Pada penderita tuberkulosis melakukan perawatan diri sesuai

tingkat kemampuannya adalah salah satu dari bentuk selfcare. Self care yang dilakukan pasien

tuberkulosis yaitu kepatuhan minum obat, meningkatkan asupan nutrisi, pola tidur, pencegahan

penularan, latihan fisik, tidak merokok. Self care sering diartikan sebagai self management pada
pasien TB, self care tuberkulosis adalah program yang harus dijalankan sepanjang hidup dan

menjadi tanggungjawab penuh bagi pasien tuberkulosis. Dalam kamus kesehatan, self care

tuberkulosis diartikan sebagai tindakan mandiri untuk mengontrol tuberkulosis yang meliputi

tindakan pengobatan dan pencegahan komplikasi.

Pada kasus tersebut dijelaskan bahwa klien pernah mengkonsumsi obat TB selama 4

bulan namun berhenti karena mengeluh mual. Hal ini menunjukkan bahwa kurang adanya

motivasi dalam self care pada klien dalam pengobatan TB. Perawat sebagai bagian dari tenaga

kesehatan memegang peranan penting dalam merubah perilaku penderita dan keluarga sehingga

terjadi keseimbangan dan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri. Dorothea E. Orem (1971)

didalam Tomey & Alligood (2010) berpandangan bahwa setiap orang mempunyai kemampuan

dalam memenuhi kebutuhan dasarnya secara mandiri. Peran perawat adalah sebagai agen yang

mampu membantu klien dalam mengembalikan peranya sebagai self care agency. Perawat sesuai

dengan perannya sebagai educator dan counselor bagi pasien dapat memberikan bantuan kepada

pasien TB dalam bentuk supportive-educative system dengan memberikan pendidikan dengan

tujuan pasien mampu melakukan perawatan secara mandiri dan meningkatkan kepatuhan pasien

dalam pengobatan.

Kepatuhan terhadap pengobatan adalah masalah yang kompleks yang melibatkan sistem

pelayanan kesehatan, proses perawatan, perilaku tenaga kesehatan dan kualitas komunikasinya

dengan pasien, sikap masyarakat, dan perilaku pasien itu sendiri (Jakubowiak et al., 2008).

Pengelolaan mandiri dan perawatan lanjutan di rumah yang dilakukan oleh pasien dengan

penyakit kronis merupakan kunci dalam penatalaksanaan penyakit secara komprehensif (Egwaga

et al., 2009). Kemandirian pasien dalam pengeloloaan TB paru dan kepatuhannya dalam
menjalani pengobatan diperoleh jika individu memiliki pengetahuan, keterampilan dan self care

behavior dalam melakukan pengelolaan TB dan perawatan diri di rumah.

Alasan memilih teori Dorothea Orem (Self Care) :

Dalam kasus dijelaskan bahwa klien pernah mengkonsumsi obat OAT selama 4 bulan

namun berhenti dikarenakan mengeluh mual. Klien masuk RS dengan keluhan utama pasien

batuk berdarah sejak 2 minggu yang lalu, pasien sesak nafas sejak 4 hari yang lalu, dan nyeri

pada dada, kemudian ditegakkan diagnose TB Paru. Kasus tersebut memperlihatkan bahwa klien

memiliki self care yang kurang, hal ini dibuktikan dengan berhenti mengkonsumsi OAT. Teori

Dorothea Orem mengenai self care dalam kasus ini sesuai sebagai tindakan mandiri untuk

mengontrol tuberkulosis yang meliputi tindakan pengobatan dan pencegahan komplikasi.

Sehingga klien memiliki kesadaran dan kemandirian akan mengkonsumsi obat secara rutin.

Perawat sebagai bagian dari tenaga kesehatan memegang peranan penting dalam merubah

perilaku penderita dan keluarga sehingga terjadi keseimbangan dan kemandirian dalam aktivitas

perawatan diri. Peran perawat adalah sebagai agen yang mampu membantu klien dalam

mengembalikan peranya sebagai self care agency. Perawat sesuai dengan perannya sebagai

educator dan counselor bagi pasien dapat memberikan bantuan kepada pasien TB dalam bentuk

supportive-educative system dengan memberikan pendidikan dengan tujuan pasien mampu

melakukan perawatan secara mandiri dan meningkatkan kepatuhan pasien dalam pengobatan.

You might also like