You are on page 1of 3

TUGAS 2

Arbitrase, Mediasi dan Negosiasi HKUM 4409

NAMA : ACHMAD FAUZI IBRAHIM


NIM : 042157577

Contoh Kasus:

Seorang kepala tukang bangunan bernama Anas melakukan gugatan perdata kepada seorang Pengusaha
bernama Basuki. Anas merupakan pihak yang ditunjuk oleh Basuki untuk mengerjakan proyek
pembangunan sebuah gedung sekolah milik Yayasan Insan Cendikia Bumi di Kota Malang. Pekerjaan
pembangunan gedung sekolah tersebut ditargetkan selesai dalam jangka waktu 6 bulan, dengan
pembayaran bertahap yang rincinannya yaitu tahap I 50 % dibayarkan pada bulan pertama, tahap II 25%
dibayarkan pada bulan ketiga, dan Tahap III 25% dibayarkan pada bulan keenam (saat serah terima
kunci).

  Selama pembangunan berlangsung, tidak terjadi hal-hal yang saling merugikan para pihak, hingga pada
akhirnya setelah pembangunan berakhir dan akan dilakukan serah terima kunci, terjadi peristiwa yang
dianggap oleh salah satu pihak (Anas) merugikannya. Anas telah mencoba berkomunikasi baik langsung
maupun tidak langsung dengan Basuki terkait sisa pembayaran yang belum dibayarkannya sebesar
Rp.100.000.000, (seratus juta rupiah).

Namun Basuki bersikukuh, bahwa pembayaran tahap III belum dapat dipenuhinya sebelum selesai masa
perawatan gedung bangunan yaitu 3 bulan setelah gedung sekolah tersebut digunakan untuk aktivitas
Kegiatan Belajar Mengajar (KBM). Akibat tidak terjadinya pembayaran oleh Basuki, Anas memilih
untuk mengajukan Gugatan Wanprestasi di Pengadilan Negeri Malang (PN Malang). Namun oleh Hakim
PN Malang mendorong para pihak untuk menemukan win-win sollutions atas permasalahan tersebut
dengan bantuan perantara yang ditunjuk pengadilan.

Pertanyaan:

1. Menurut saudara, penyelesaian dengan mekanisme apa yang dimaksud Hakim PN Malang
tersebut. Sebutkan dengan menyertakan dasar hukumnya serta jelaskan pendapat saudara, bahwa
dalam sengketa di atas apakah prosesnya dapat dilakukan jika salah satu pihak menolak
melaksanakannya?
2. Bagaimanakah konsekuensi hukumnya, apabila upaya sebagaimana dimaksud dalam pertanyaan
huruf a tidak menemukan solusinya?
3. Jelaskan pengertian terkait penyelesaian yang dimaksud oleh Hakim PN Malang di atas. Menurut
saudara, apakah penggunaan mekanisme penyelesaian pada kasus di atas memungkinkan bagi
para pihak menemukan kesepakatan?
4. Jelaskan produk hukum apakah yang akan diterbitkan jika terjadi kesepakatan antara kedua belah
pihak dalam perkara di atas dan bagaimana kekuatan hukumnya bagi para pihak.

JAWABAN .

1. Mekanisme yang di maksud Hakim PN Malang tersebut yaitu Alternative Dispute Resolution
(ADR) merupakan konsep penyelesaian konflik atau sengketa di luar pengadilan secara
kooperatif yang diarahkan pada suatu kesepakatan atau solusi terhadap suatu konflik atau
sengketa yang bersifat “menang menang” (win-win). Yang dimaksudkan solusi “menang-
menang” disini adalah solusi atau kesepakatan yang mampu mencerminkan kepentingan atau
kebutuhan seluruh pihak-pihak yang terlibat dalam konflik tersebut (shared interest).
ADR merupakan kehendak sukarela dari pihak-pihak yang berkepentingan untuk menyelesaikan
sengketa mereka di luar pengadilan. Dalam arti di luar mekanisme ajudikasi standar
konvensional.

Oleh karna itu, meskipun masih berada dalam lingkup atau sangat erat dengan pengadilan, tetapi
masih menggunakan prosedur ajudikasi non standar, makanisme tersebut masih merupakan ADR.
Dasar hukum penyelesaian sengketa di luar pengadilan, Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.

Dalam penjelasan pasal 3 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1970 tersebut, dinyatakan


penyelesaian perkara di luar pengadilan, atas dasar perdamaian atau melalui wasit (arbitrase),
tetap diperbolehkan. Selain itu penyelesaian perkara di luar pengadilan juga diatur dalam pasal 14
ayat (2) Undang –undang Nomor 14 Tahun 1970 yang menyatakan bahwa, ketentuan dalam ayat
(1) tidak menutup kemungkinan untuk usaha penyelesaian sengketa perkara secara perdamaian.
Dan dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa UU Arbitrase dan APS berbunyi: “Sengketa atau beda pendapat
perdata dapat diselesaikan oleh para pihak melalui alternatif penyelesaian sengketa yang
didasarkan pada itikad baik dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan
Negeri”.

2. Jika Alternative Dispute Resolution (ADR) melalui proses Negosisai, Mediasi dan Arbitrase tidak
menemukan solusi maka pilihan terakhir yaitu penyelesaian sengketa dilakukan secara litigasi
(penyelesaian sengketa dimuka pengadilan) Penyelesaian sengketa secara litigasi semata mata
hanya sebagai jalan yang terakhir (ultimatum remedium) setelah alternatif lain dinilai tidak
membuahkan hasil.

3. Penyelesaian yang di maksud Hakim PN yaitu Alternative Dispute Resolution (ADR) merupakan
konsep penyelesaian konflik atau sengketa di luar pengadilan secara kooperatif yang diarahkan
pada suatu kesepakatan atau solusi terhadap suatu konflik atau sengketa yang bersifat “menang
menang” (win-win). Yang dimaksudkan solusi “menang-menang” disini adalah solusi atau
kesepakatan yang mampu mencerminkan kepentingan atau kebutuhan seluruh pihak-pihak yang
terlibat dalam konflik tersebut (shared interest).

Pengunaan mekanisme penyelesaian alternative sengketa di luar pengadilan memungkinkan para


pihak menemukan kesepakatan karna banyak kelebihan atau kemudahan yang di dapat dalam
menyelesaikan sengketa tersebut di banding mengunakan jalur litigasi (penyelesaian sengketa
dimuka pengadilan) salah satu kelebihan menyelesaikan sengketa di luar pengadilan yaitu waktu
relatif cepat, biaya ringan dan keputusan yang diambil mendekati rasa keadilan untuk kedua belah
pihak dan tata cara penyelesaian yang dilakukan melalui beberapa cara yaitu penyelesaian melalui
bipartit, melalui mediasi, konsiliasi, dan melalui arbitrase.

4. Hasil dari penyelesaian alternative sengketa di dalam pengadilan dan di luar pengadilan yaitu
kesepakatan yang diperoleh dari penyelesaian mediasi di dalam pengadilan berupa putusan yang
berkekuatan hukum tetap, sedangkan kesepakatan hasil mediasi di luar pengadilan kedudukannya
belum memiliki kekuatan hukum tetap melainkan hanya sebagai kontrak biasa bagi para pihak.

You might also like