Professional Documents
Culture Documents
Pengertian Ulumul Qur'an
Pengertian Ulumul Qur'an
MAKALAH
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Mengikuti Perkuliahan Untuk Mata Kulia
Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) Pendidikan Islam Pada Program
Magister (S2) Pasca Sarjana UIN Datokarama Palu
Dosen Pengampu :
Oleh :
Puji syukur kita panjatkan kehadirat tuhan yang Maha Esa karena anugrah
dari-Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik meskipun terdapat
banyak kekurangan didalamnya. Makalah ini penulis susun dengan maksimal dan
mendapat bantuan dari berbagai sumber sehingga memperlancar pembuatan makalah
ini.
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an sebagai kitab suci yang diwahyukan Allah kepada Nabi Muhammad
saw. Diturunkan secara berangsur-angsur selama kurang lebih 22 tahun lamanya. Hal
itu memudahkan bagi mereka untuk mempelajari, memahami, mengamalkan,
termasuk menghafal dan menulisnya.
Namun kendala yang muncul kemudian, al-Qur’an tidak terkumpul dalam satu
mushaf disebabkan karena al-Qur’an tidak hanya turun dalam lokasi, waktu dan
kondisi yang sama. Dengan demikian, al-Qur’an membutuhkan penjagaan yang
ekstra dari Rasulullah saw. dan para sahabatnya agar al-Qur’an tidak hilang atau
bercampur baur dengan hadis-hadis Nabi.
Rasulullah saw. kemudian membuat beberapa kebijakan, antara lain: perintah
menghafal al-Qur’an bagi sahabat tertentu, perintah menulis al-Qur’an, pelarangan
menulis selain al-Qur’an dan perintah mengajarkan al-Qur’an.
Oleh karena itu, Rasulullah mengangkat sekretaris untuk menulis semua ayat
atau surah al-Qur’an yang turun kepadanya dan ditulis langsung dilokasi turunya atau
pasca turunya. Hal itu berdampak pada penulisan al-Qur’an, karena minimnya sarana
dan prasarana penulisan. Alat-alat tulis masih sangat terbatas, belum lagi benda-
benda yang dapat ditulisi yang juga sangat sulit didapatkan. Akhirnya para sekretaris
menulis al-Qur’an dengan menggunakan pelapah kurma, lempengan batu, kulit
hewan, dedaunan, pelana dan potongan tulang belulang binatang.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian Tartib al-Qur’an ?
3
5. Bagaimana Cara mengetahui Munasabah ?
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tartib al-Qur’an
Tartib al-Qur’an terdiri dari dua kosa kata, yaitu Tartib dan al-Qur’an. Tartib
dalam bahasa Arab terdiri dari huruf “ ب- ت- ”رmemiliki makna sesuatu yang tetap
(tidak bergerak). Namun secara terminologi, Tartib adalah menetapkan sesuatu secara
Sedangkan kata al-Qur’an yang akar katanya terdiri dari huruf ى- ر- ق yang
secara etimologi adalah bermakna mengumpulkan atau berkumpul. Oleh karena itu,
kisah dan lain sebagainya. Namun secara terminology, al-Qur’an adalah kalam Allah
Jadi, Tartib al-Qur’an penetapan kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw. secara berurutan, baik urutan itu terkait dengan ayat-ayat al-Qur’an
maupun surah-surahnya.
selama 22 tahun lebih dengan proses penurunan ayatnya sedikit demi sediki,
terkadang satu ayat hingga 10 ayat dan terkadang satu surah semisal surah-surah
pendek. Selama itu pula, Rasulullah saw. menjaga al-Qur’ān dengan hafalan dan
tulisan. Dari peristiwa di atas, dapat dipahami bahwa Rasulullah adalah penghafal al-
5
Di samping itu, pada masa Rasulullah saw. telah dikenal istilah kātib al-
Qur’ān (sekretaris al-Qur’ān) yang diangkat langsung oleh Rasulullah saw. Diantara
sahabat-sahabat Nabi yang terkenal sebagai kātib antara lain: Ali Ibn Abi Thalib,
Mu’awiyah Ibn Abi Sufyan, Ubai Ibn Ka’ab, dan Zaid Ibn Sabit.
Penulisan al-Qur’ān pada masa Nabi dilakukan sesuai dengan jumlah ayat
yang turun dan ditempatkan pada posisi yang diperintahkan oleh Nabi yang dikenal
Oleh karena itu, secara hafalan, al-Qur’an sudah tersusun secara berurutan dari
awal hingga akhir dengan terkenalnya beberapa penghafal al-Qur’an pada masa itu
seperti Ali Ibn Abi Thalib, Mu’az Ibn Jabal, Ubai Ibn Ka’ab, Zaid Ibn Sabit dan
Abdullah Ibn Mas’ud sebagaimana dalam hadis Nabi. Dan secara tulisan, al-Qur’an
al-Qur’an.
Mengenai ungkapan Zaid Ibn Sabit “Rasulullah telah wafat, sedang al-Qur’an
di antara mereka mengatakan bahwa Tartib al-Qur’an semuanya adalah tauqifi dan
6
Di samping itu, Tartib al-Qur’an bisa berarti menulis al-Qur’an secara
dan bisa juga berarti membaca al-Qur’an secara berurutan sesuai dengan yang tertera
bagian yaitu:
perbedaan penyusunan mushaf pada masa sahabat. Secara garis besarnya, bentuk-
bentuk susunan al-Qur’an pada tersebut terbagi dalam dua kelompok, yaitu.
a. Tartib al-nuzul
mengikuti urutan-urutan ayat atau surah yang turun atau berdasarkan tanggal
2. Tartib secara khusus, yaitu mengurut satu persatu surah-surah al-Qur’an mulai
dari yang pertama kali turun hingga yang terakhir, seperti yang dilakukan oleh
Ali Ibn Abi Talib dalam mus}hafnya dengan mendahulukan Iqra, al-Mudassir,
7
Nun, al-Muzammil, dan seterusnya mulai dari awal surah Makkiyah hingga
3. Tartib al-mushaf
urutan-urutan yang diajarkan oleh Rasulullah saw. penyusunan dengan model ini
Metode ini ditempuh oleh Ubai Ibn Ka’ab dan Abdullah Ibn Mas’ud dalam
c. Tartib Mushaf Abu Bakar yaitu penulisan al-Qur’an yang mengurut ayat-
yang tercantum dalam mushaf Usman Ibn ‘Affan yang dikenal dengan rasm al-
usmani.
itu terjadi karena Rasulullah mengajarkan letak setiap ayat yang turun kepada para
Yang dimaksud dengan Tartib al-Qur’an secara bacaan adalah membaca al-
Qur’an secara berurutan, baik itu kosa kata, kalimat, ayat maupun surahnya. Dengan
demikian, Tartib al-tila>wah tersebut dapat dibagi dalam tiga bagian, yaitu:
8
a. Tartib al-kalimat, yaitu membaca al-Qur’an sesuai dengan urutan kosa kata dalam
satu kalimat atau ayat al-Qur’an. Ulama sepakat wajib membacanya secara
b. Tartib al-ayat, yaitu membaca al-Qur’an sesuai dengan urutan ayat-ayat dalam
satu surah. Menurut pendapat yang kuat, membaca ayat-ayat secara berurutan
hukumnya wajib. Pendapat tersebut diamini oleh Daud al-‘Attar dengan alasan
bahwa Rasulullah pada masa hidupnya membaca beberapa surah secara berurutan
ayat-ayatnya.
c. Tartib al-suwar, yaitu membaca al-Qur’an sesuai dengan urutan surah-surah dalam
mushaf usmani. Sedangkan hukum membaca surah secara berurutan tidak wajib,
membaca surah al-Baqarah kemudian surah al-Nisa’ kemudian surah Ali Imran.
D. Pengeritan Munasabah
9
Az-Zarkasy mengatakan: “manfaatnya ialah menjadikan sebagian dengan
sebagian lainnya, sehingga hubungannya menjadi kuat, bentuk susunannya kukuh dan
bersesuaian bagian-bagiannya laksana sebuah bangunann yang amat kokoh.” Qadi
Abu Bakar Ibnul ‘Arabi menjelaskan: “Mengetahui sejauh mana hubungan antara
ayat- ayat satu dengan yang lain sehingga semuanya menjadi seperti satu kata, yang
maknanya serasi dan susunannya teratur merupakan ilmu yang besar.”
Sehingga munasabah dapat diartikan sebagai ilmu atau pengetahuan yang
membahas tentang hubungan al-Qur’an dari berbagai sisinya. Tokoh yang
memelopori munasabah adalah Abu Bakar an-Naysaburi. Beliau adalah soerang alim
berkebangsaan Irak yang sangat ahli ilmu syariah dan kesustraan Arab. Selain itu, ada
pula Abu Ja’far bin Zubair dengan karyanya “Al-Burhan fi Munasabah Tartib Suwar
a l-Qur’an”, Burhanuddin Al-Biqa’i dengan karyanya “Nuzhum Adh-Dhurar fi
Tatanasub A l-Ayi wa As-Suwar” dan As-Sayuti dengan karyanya “Tanasuq Adh-
Dhurar fi Tanasub As-Suwar”.
E. Cara mengetahui Munasabah
Untuk mengetahui munasabah unsur-unsur Al-Qur’an, ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan, yaitu sebagai berikut:
a. Topik inti yang diperbicangkan dalam ayat. Mufassirperlu mengetahui
permasalahan utama yang diperbincangkan oleh suatu ayat. Hal ini dapat
diketahui melalui istilah-istilah yang digunakan dan alur pembicaraannya.
Permasalahan utama itu mungkin terdapat dalam ayat yang ditafsirkan atau
mungkin juga terdapat dalam ayat sebelumnya.
b. Topik inti biasanya mempunyai sub-sub topik. Jika topik inti telah diketahui,
maka perlu pula dilihat dan dipahami hal-hal yang yang dicakupi oleh topik inti
tersebut.
c. Sub-subtopik itu mempunyai unsur-unsur tersendiri pula. Maka masing-masing
ayat, ada yang berbincang mengenai topik inti, subtopik, dan ada pula yang
memperbincangkan unsu-unsur yang ada pada subtopik. Munasabah Al-Qur’an
dapat dilihat dari sisi lain.
10
Pengetahuan mengenai korelasi dan hubungan antara ayat-ayat itu bukanlahhal
yang tauqif (tidak dapat diganggu gugat karena telah ditetapkan Rasul); tetapi
didasarkan pada ijtihad seoranh mufasir dan tingkat penghayatannya terhadap
kemukjizatan Qur’an, rahasia retorika , dan segi keterangannya yang mandiri.
Apabila korelasi itu halus maknanya, harmonis konteksnya dan sesuai dengan asas-
asas kebahasaan dalam ilmu-ilmu bahasa Arab, maka korelasi tersebut dapat diterima.
Hal yang demikian ini tidak berarti bahwa seorang mufasir harus mencari
kesesuaian bagi setiap ayat, karena Al-Qur’an turun secatra bertahap sesuai dengan
peristiwa-peristiwa yang terjadi. Seorang mufasir terkadang dapat menemukan
hubungan antara ayat-ayat dan terkadang pula tidak. Oleh sebab itu, ia tidak perlu
memaksakan diri untuk menemukan kesesuaian itu, sebab kalu memaksakannya juga
maka kesesuaian itu hanyalah dibuat-buat danhal ini tidak disukai.
F. Macam-macam munasabah
Dalam Al-Qur’an sekurang-kurangnya terdapat tujuh macam munasabahyaitu
sebagai berikut:
1. Munasabah antar surat dengan surat sebelumnya
As-Sayuti menyimpulkan bahwa munasabah antar stau surta dengan surat
sebelumnya berfungsi menerangkan atau menyempurnakan ungkapan pada surat
sebelumya. Sebagai contoh Qur’an surat Al-Baqarah ayat 2
11
Nabi Musa dan kaumnya tentang sapi betina yang harus disembelih oleh Bani Isra’il
(Al-Baqarah ayat 67-71). Cerita tentang sapi betina dalam ayat tersebut dapat diambil
tujuan turunnya surat, yaitu kekuasaan Tuhan membangkitkan orang mati. Dengan
kata lain tuajuannya adalah menyangkut keimanan pada hari kemudian dan
menyangkut kekuasaan Tuhan.
3. Munasabah Antar Bagian Suatu Ayat
Munasabah antar bagian suatu ayat sering berbentuk pola munasabah perlawanan.
Contohnya pada Surat Al-Hadid ayat 4:
12
jelas, mudah dan indah. Sehingga ilmu munasabah cukup memiliki peranan dalam
mengingatkan kualitas penafsiran ayat-ayat al-Qur’an.
Menurut Az-Zakasyi munasabah adalah ilmu yang sangat mulia, dengan ilmu
ini bisa diukur kemampuan (kecerdasan) seseorang, dan dengan ilmu ini pula bisa
diketahui kadar pengetahuan seseorang dalam mengemukakan
pendapat/pendiriannya. Banyak para analis tafsir yang menyatakan adalah salah
dugaan sebagian orang memandang tidak perlu melakukan penggalian ilmu
munasabah dalam menafsirkan al- Qur’an. Karena ilmu tafsir tanpa ilmu munasabah
itu tidaklah sempurna.
Suatu hal yang patut diingatkan di sini adalah bahwa pekerjaan mencari
hubungan antara sesama ayat al-Qur’an memang bukan merupakan perkara mudah
yang bisa dilakukan sembarang orang. Menelusuri munasabah al-Qur’an antar bagian
demi bagian merupakan pekerjaan yang benar-benar menuntut ketekunan dan
kesabaran seseorang, bahkan boleh jadi hanya mungkin dilakukan manakala orang
yang bersangkutan memang bersungguh-sungguh memiliki keinginan untuk itu.
Karenanya, mudah dipahami jika kenyataan memang menunjukkan bahwa tidak
begitu banyak mufassir yeng melibatkan ilmu munasabah dalam memaparkan
penafsiran al- Qur’an.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
13
Berdasarkan penjelasan dan ulasan yang telah dipaparkan di atas, dapat ditarik
beberapa poin penting untuk dijadikan sebagai kesimpulan, antara lain: sebagai
berikut:
1. Tartib al-Qur’an adalah meneapkan kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad saw. secara berurutan, baik urutan itu terkait dengan ayat-ayat al-
2. Tartib al-Qur’an pada masa Rasulullah saw. secara hafalan telah berurutan dari
awal hingga akhir meskipun pada sebagian sahabat masih ada yang tidak
dalam satu mushaf akan tetapi bercerai berai dalam beberapa lembaran dan
14
B. Saran
Untuk mendapatkan manfaat yang sempurna dari Makalah yang penulis buat ini,
hendaknya Pembaca Memberikan Kritik dan saran serta melakukan Pengkajian Ulang
(diskusi) terhadap penulisan sehingga penulis terhindar dari kekeliruan.
DAFTAR PUSTAKA
15
Hermawan, Acep. Ulumul Qur’an. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011.
Khalil, Manna al Qatan. Mabahis Fi Ulumil Qur’an. Mesir: Maktabah Wahbah, 1973.
16