You are on page 1of 16

TARTIB DAN MUNASABAH AL’QURAN

MAKALAH

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Mengikuti Perkuliahan Untuk Mata Kulia
Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) Pendidikan Islam Pada Program
Magister (S2) Pasca Sarjana UIN Datokarama Palu

Dosen Pengampu :

Dr. Muhammad Syarif Hasyim, Lc. M.Th.I.

Oleh :

Moh. Kipli A. Lako


02120322005

PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM


PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
DATOKARAMA PALU
2022
KATA PENGANTAR

‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬

Puji syukur kita panjatkan kehadirat tuhan yang Maha Esa karena anugrah
dari-Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik meskipun terdapat
banyak kekurangan didalamnya. Makalah ini penulis susun dengan maksimal dan
mendapat bantuan dari berbagai sumber sehingga memperlancar pembuatan makalah
ini.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang


membacanya, sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi penulis
dan pembacanya. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan dalam
penulisan kata-kata yang kurang berkenan. Oleh karena itu penulis memohon kritikan
dan saran yang membangun dari anda demi perbaikan makalah ini diwaktu yang akan
datang.

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an sebagai kitab suci yang diwahyukan Allah kepada Nabi Muhammad
saw. Diturunkan secara berangsur-angsur selama kurang lebih 22 tahun lamanya. Hal
itu memudahkan bagi mereka untuk mempelajari, memahami, mengamalkan,
termasuk menghafal dan menulisnya.
Namun kendala yang muncul kemudian, al-Qur’an tidak terkumpul dalam satu
mushaf disebabkan karena al-Qur’an tidak hanya turun dalam lokasi, waktu dan
kondisi yang sama. Dengan demikian, al-Qur’an membutuhkan penjagaan yang
ekstra dari Rasulullah saw. dan para sahabatnya agar al-Qur’an tidak hilang atau
bercampur baur dengan hadis-hadis Nabi.
Rasulullah saw. kemudian membuat beberapa kebijakan, antara lain: perintah
menghafal al-Qur’an bagi sahabat tertentu, perintah menulis al-Qur’an, pelarangan
menulis selain al-Qur’an dan perintah mengajarkan al-Qur’an.
Oleh karena itu, Rasulullah mengangkat sekretaris untuk menulis semua ayat
atau surah al-Qur’an yang turun kepadanya dan ditulis langsung dilokasi turunya atau
pasca turunya. Hal itu berdampak pada penulisan al-Qur’an, karena minimnya sarana
dan prasarana penulisan. Alat-alat tulis masih sangat terbatas, belum lagi benda-
benda yang dapat ditulisi yang juga sangat sulit didapatkan. Akhirnya para sekretaris
menulis al-Qur’an dengan menggunakan pelapah kurma, lempengan batu, kulit
hewan, dedaunan, pelana dan potongan tulang belulang binatang.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian Tartib al-Qur’an ?

2. Bagaimana Tartib al-Qur’an  pada masa Rasulullah SAW. ?

3. Bagaimana Bentuk-bentuk Tartib al-Qur’an  dalam mushaf sahabat ?

4. Bagaimana Pengeritan Munasabah ?

3
5. Bagaimana Cara mengetahui Munasabah ?

6. Bagaimana Macam-macam munasabah ?

7. Bagaimana Urgensi dan Kegunaan Munasabah ?

C. Tujuan Penulisan Makalah


1. Untuk Mengetahui Pengertian Tartib al-Qur’an

2. Untuk Mengetahui Tartib al-Qur’an  pada masa Rasulullah SAW.

3. Untuk Mengetahui Bentuk-bentuk Tartib al-Qur’an  dalam mushaf sahabat

4. Untuk Mengetahui Pengeritan Munasabah

5. Untuk Mengetahui Cara mengetahui Munasabah

6. Untuk Mengetahui Macam-macam munasabah

7. Untuk Mengetahui Urgensi dan Kegunaan Munasabah

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tartib al-Qur’an

Tartib al-Qur’an terdiri dari dua kosa kata, yaitu Tartib dan al-Qur’an. Tartib

dalam bahasa Arab terdiri dari huruf “‫ ب‬-‫ ت‬-‫ ”ر‬memiliki makna sesuatu yang tetap

(tidak bergerak). Namun secara terminologi, Tartib adalah menetapkan sesuatu secara

berurutan tanpa bisa diganggu gugat.

Sedangkan kata al-Qur’an yang akar katanya terdiri dari huruf‫ ى‬-‫ ر‬-‫ ق‬ yang

secara etimologi adalah bermakna mengumpulkan atau berkumpul. Oleh karena itu,

al-Qur’an diberi nama demikian karena di dalamnya terkumpul hukum-hukum, kisah-

kisah dan lain sebagainya. Namun secara terminology, al-Qur’an adalah kalam Allah

yang diturunkan terhadap Nabi Muhammad saw. sebagai bacaan ibadah.

Jadi, Tartib al-Qur’an penetapan kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi

Muhammad saw. secara berurutan, baik urutan itu terkait dengan ayat-ayat al-Qur’an

maupun surah-surahnya.    

B. Tartib al-Qur’an  pada masa Rasulullah saw.

Sebagaimana telah disebutkan, al-Qur’ān sampai kepada Rasulullah saw.

selama 22 tahun lebih dengan proses penurunan ayatnya sedikit demi sediki,

terkadang satu ayat hingga 10 ayat dan terkadang satu surah semisal surah-surah

pendek. Selama itu pula, Rasulullah saw. menjaga al-Qur’ān dengan hafalan dan

tulisan. Dari peristiwa di atas, dapat dipahami bahwa Rasulullah adalah penghafal al-

Qur’ān pertama dan menjadi contoh terbaik dalam menghafal al-Qur’ān.

5
Di samping itu, pada masa Rasulullah saw. telah dikenal istilah kātib al-

Qur’ān (sekretaris al-Qur’ān) yang diangkat langsung oleh Rasulullah saw. Diantara

sahabat-sahabat Nabi yang terkenal sebagai kātib antara lain: Ali Ibn Abi Thalib,

Mu’awiyah Ibn Abi Sufyan, Ubai Ibn Ka’ab, dan Zaid Ibn Sabit.

Penulisan al-Qur’ān pada masa Nabi dilakukan sesuai dengan jumlah ayat

yang turun dan ditempatkan pada posisi yang diperintahkan oleh Nabi yang dikenal

dengan istilah tauqifi.

Oleh karena itu, secara hafalan, al-Qur’an sudah tersusun secara berurutan dari

awal hingga akhir dengan terkenalnya beberapa penghafal al-Qur’an pada masa itu

seperti Ali Ibn Abi Thalib, Mu’az Ibn Jabal, Ubai Ibn Ka’ab, Zaid Ibn Sabit dan

Abdullah Ibn Mas’ud sebagaimana dalam hadis Nabi. Dan secara tulisan, al-Qur’an

juga telah tersusun ayat-ayatnya meskipun sarana pembukuannya bercerai-berai pada

benda-benda yang bisa ditulisi. Perbedaan urutan-urutannya hanya pada surah-surah

al-Qur’an.

Mengenai ungkapan Zaid Ibn Sabit “Rasulullah telah wafat, sedang al-Qur’an

belum dikumpulkan sama sekali” maksudnya ayat-ayat dan surah-surah al-Qur’an

belum dikumpulkan secara tertib dalam satu mushaf.

C. Bentuk-bentuk Tartib al-Qur’an  dalam mushaf sahabat

Ulama memberikan ragam pendapat seputar penyusunan al-Qur’an. sebagian

di antara mereka mengatakan bahwa Tartib al-Qur’an semuanya adalah tauqifi dan

bebas dari intervensi.

6
Di samping itu, Tartib al-Qur’an bisa berarti menulis al-Qur’an secara

berurutan, baik berurutan berdasarkan turunnya atau berurutan berdasarkan mushaf

dan bisa juga berarti membaca al-Qur’an secara berurutan sesuai dengan yang tertera

dalam mus}haf atau berdasarkan hafalan masing-masing.

Berdasarkan penjelasan di atas, Tartib al-Qur’an dapat dibagi menjadi dua

bagian yaitu:

1. Tartib al-tadwin (Tartib al-Qur’an secara tulisan)

Perbedaan penulisan al-Qur’an di kalangan sahabat Nabi mengantarkan pada

perbedaan penyusunan mushaf pada masa sahabat. Secara garis besarnya, bentuk-

bentuk susunan al-Qur’an pada tersebut terbagi dalam dua kelompok, yaitu.

a. Tartib al-nuzul

Yang dimaksud dengan Tartib al-nuzu>l adalah penyusunan al-Qur’an dengan

mengikuti urutan-urutan ayat atau surah yang turun atau berdasarkan tanggal

turunnya al-Qur’an. Penyusunan al-Qur’an secara Tartib al-nuzul beragam sesuai

dengan pengetahuan masing-masing sahabat.[13] Penyusunan tersebut dapat

dikelompokkan dalam dua kelompok, yaitu:

1. Tartib secara umum, yaitu mengelompkkan semua surah-surah makkiyah

sebelum surah-surah madaniyah tanpa mengurutnya secara berurutan.

2. Tartib secara khusus, yaitu mengurut satu persatu surah-surah al-Qur’an mulai

dari yang pertama kali turun hingga yang terakhir, seperti yang dilakukan oleh

Ali Ibn Abi Talib dalam mus}hafnya dengan mendahulukan Iqra, al-Mudassir,

7
Nun, al-Muzammil, dan seterusnya mulai dari awal surah Makkiyah hingga

akhir surah Madaniyah. 

3. Tartib al-mushaf

Sedangkan Tartib al-mushaf adalah penyusunan al-Qur’an berdasarkan

urutan-urutan yang diajarkan oleh Rasulullah saw. penyusunan dengan model ini

dapat dibagi dalam dua bagian yaitu:

b. Tartib mushaf berdasarkan panjang-pendeknya surah-surah al-Qur’an.

Metode ini ditempuh oleh Ubai Ibn Ka’ab dan Abdullah Ibn Mas’ud dalam

mushafnya dengan mendahulukan al-Baqarah, al-Nisa’ dan Ali Imran.

c. Tartib Mushaf Abu Bakar yaitu penulisan al-Qur’an yang mengurut ayat-

ayatnya saja tanpa mengurut surah-surahnya.

Tartib mushaf usmani, yaitu penulisan urutan-urutan surah berdasarkan apa

yang tercantum dalam mushaf Usman Ibn ‘Affan yang dikenal dengan rasm al-

usmani.

Meskipun demikian, para sahabat Rasulullah sepakat dalam menulis urutan

ayat-ayat al-Qur’an. perbedaan mereka hanya pada penyusunan surah-surahnya. Hal

itu terjadi karena Rasulullah mengajarkan letak setiap ayat yang turun kepada para

sahabatnya melalui malaikat Jibril.

2. Tartib al-tilawah (Tartib al-Qur’an secara bacaan)

Yang dimaksud dengan Tartib al-Qur’an secara bacaan adalah membaca al-

Qur’an secara berurutan, baik itu kosa kata, kalimat, ayat maupun surahnya. Dengan

demikian, Tartib al-tila>wah tersebut dapat dibagi dalam tiga bagian, yaitu:

8
a. Tartib al-kalimat, yaitu membaca al-Qur’an sesuai dengan urutan kosa kata dalam

satu kalimat atau ayat al-Qur’an. Ulama sepakat wajib membacanya secara

berurutan, seperti tidak mendahulukan ‫ هلل‬dari pada ‫ الحمد‬dalam surah al-Fatihah.

b. Tartib al-ayat, yaitu membaca al-Qur’an sesuai dengan urutan ayat-ayat dalam

satu surah. Menurut pendapat yang kuat, membaca ayat-ayat secara berurutan

hukumnya wajib. Pendapat tersebut diamini oleh Daud al-‘Attar dengan alasan

bahwa Rasulullah pada masa hidupnya membaca beberapa surah secara berurutan

ayat-ayatnya.

c. Tartib al-suwar, yaitu membaca al-Qur’an sesuai dengan urutan surah-surah dalam

mushaf usmani. Sedangkan hukum membaca surah secara berurutan tidak wajib,

bahkan para pembacanya diperkenankan memilih surah-surah yang ingin dibaca

sesuai dengan kemampuannya, karena Rasulullah pernah shalat malam dengan

membaca surah al-Baqarah kemudian surah al-Nisa’ kemudian surah Ali Imran.

D. Pengeritan Munasabah

Secara etimologi, ”munasabah” semakna dengan “musyakalah” dan


“muraqobah”, yang berarti serupa dan berdekatan. Secara istilah, “munasabah”
berarti hubungan atau keterkaitan dan keserasian antara ayat-ayat al- Qur’an.
Ibnu Arabi, sebagaimana dikutip oleh Imam As-Syayuti, mendifinisikan
“munasabah” itu kepada “Keterkaitan ayat-ayat al-Qur’an antara sebagiannya dengan
sebagian yang lain, sehingga ia terlihat sebagai suatu ungkapan yang rapi dan
sistematis.” Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa “munasabah” adalah suatu
ilmu yang membahas tentang keterkaitan atau keserasian ayat-ayat al-Qur’an antara
satu dengan yang lain.

9
Az-Zarkasy mengatakan: “manfaatnya ialah menjadikan sebagian dengan
sebagian lainnya, sehingga hubungannya menjadi kuat, bentuk susunannya kukuh dan
bersesuaian bagian-bagiannya laksana sebuah bangunann yang amat kokoh.” Qadi
Abu Bakar Ibnul ‘Arabi menjelaskan: “Mengetahui sejauh mana hubungan antara
ayat- ayat satu dengan yang lain sehingga semuanya menjadi seperti satu kata, yang
maknanya serasi dan susunannya teratur merupakan ilmu yang besar.”
Sehingga munasabah dapat diartikan sebagai ilmu atau pengetahuan yang
membahas tentang hubungan al-Qur’an dari berbagai sisinya. Tokoh yang
memelopori munasabah adalah Abu Bakar an-Naysaburi. Beliau adalah soerang alim
berkebangsaan Irak yang sangat ahli ilmu syariah dan kesustraan Arab. Selain itu, ada
pula Abu Ja’far bin Zubair dengan karyanya “Al-Burhan fi Munasabah Tartib Suwar
a l-Qur’an”, Burhanuddin Al-Biqa’i dengan karyanya “Nuzhum Adh-Dhurar fi
Tatanasub A l-Ayi wa As-Suwar” dan As-Sayuti dengan karyanya “Tanasuq Adh-
Dhurar fi Tanasub As-Suwar”.
E. Cara mengetahui Munasabah
Untuk mengetahui munasabah unsur-unsur Al-Qur’an, ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan, yaitu sebagai berikut:
a. Topik inti yang diperbicangkan dalam ayat. Mufassirperlu mengetahui
permasalahan utama yang diperbincangkan oleh suatu ayat. Hal ini dapat
diketahui melalui istilah-istilah yang digunakan dan alur pembicaraannya.
Permasalahan utama itu mungkin terdapat dalam ayat yang ditafsirkan atau
mungkin juga terdapat dalam ayat sebelumnya.
b. Topik inti biasanya mempunyai sub-sub topik. Jika topik inti telah diketahui,
maka perlu pula dilihat dan dipahami hal-hal yang yang dicakupi oleh topik inti
tersebut.
c. Sub-subtopik itu mempunyai unsur-unsur tersendiri pula. Maka masing-masing
ayat, ada yang berbincang mengenai topik inti, subtopik, dan ada pula yang
memperbincangkan unsu-unsur yang ada pada subtopik. Munasabah Al-Qur’an
dapat dilihat dari sisi lain.

10
Pengetahuan mengenai korelasi dan hubungan antara ayat-ayat itu bukanlahhal
yang tauqif (tidak dapat diganggu gugat karena telah ditetapkan Rasul); tetapi
didasarkan pada ijtihad seoranh mufasir dan tingkat penghayatannya terhadap
kemukjizatan Qur’an, rahasia retorika , dan segi keterangannya yang mandiri.
Apabila korelasi itu halus maknanya, harmonis konteksnya dan sesuai dengan asas-
asas kebahasaan dalam ilmu-ilmu bahasa Arab, maka korelasi tersebut dapat diterima.
Hal yang demikian ini tidak berarti bahwa seorang mufasir harus mencari
kesesuaian bagi setiap ayat, karena Al-Qur’an turun secatra bertahap sesuai dengan
peristiwa-peristiwa yang terjadi. Seorang mufasir terkadang dapat menemukan
hubungan antara ayat-ayat dan terkadang pula tidak. Oleh sebab itu, ia tidak perlu
memaksakan diri untuk menemukan kesesuaian itu, sebab kalu memaksakannya juga
maka kesesuaian itu hanyalah dibuat-buat danhal ini tidak disukai.
F. Macam-macam munasabah
Dalam Al-Qur’an sekurang-kurangnya terdapat tujuh macam munasabahyaitu
sebagai berikut:
1. Munasabah antar surat dengan surat sebelumnya
As-Sayuti menyimpulkan bahwa munasabah antar stau surta dengan surat
sebelumnya berfungsi menerangkan atau menyempurnakan ungkapan pada surat
sebelumya. Sebagai contoh Qur’an surat Al-Baqarah ayat 2

‫ذالك الكتب ال ريب فيه‬...


Artinya : inilah kitab yang tidak ada keraguan padanya.
Korelasi dengana surat Ali Imran ayat 3

‫ق مص ّدقا لّما بين يديه وأنزال التوراىة واألانجيل‬


ّ ‫ن ّزل عليك الكتب با الح‬
Artinya: Dia menurunkan Al-Kitab kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan
kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil.
2.    Munasabah Antarnama Surat dan Tujuan Turunnya
Setiap surat mempunyai tema pembicaraan yang menonjol. Hal itu tercrmin pada
namanya masing-masing. Misalnya Surat Al-Baqarah (sapi betina) bercerita tentang

11
Nabi Musa dan kaumnya tentang sapi betina yang harus disembelih oleh Bani Isra’il
(Al-Baqarah ayat 67-71). Cerita tentang sapi betina dalam ayat tersebut dapat diambil
tujuan turunnya surat, yaitu kekuasaan Tuhan membangkitkan orang mati. Dengan
kata lain tuajuannya adalah menyangkut keimanan pada hari kemudian dan
menyangkut kekuasaan Tuhan.
3.    Munasabah Antar Bagian Suatu Ayat
Munasabah antar bagian suatu ayat sering berbentuk pola munasabah perlawanan.
Contohnya pada Surat Al-Hadid ayat 4:

...‫يعلم ما يلج فى األرض وما يخرج منها وما ينزل من السّماء‬


‫ وما يعرج‬...‫فيها‬
Artinya :...Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluuar
darinya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya...
Dari kata-katanya sudah sangat jelas terdpat korelasi yang berlawanan.
4.    Munasabah Antar ayat yang letaknya berdampingan
Munasabah antarayat yang letaknya berdampingan sering terlihat dengan jelas,
namun sering pula tidak jelas. munasabah antarayat yang terlihat jelas umumnya
menggunakan pola ta’kid(penguat), tafsir (penjelas), i’tiradh(bantahan), dan
tasydid(penegasan).
G. Urgensi dan Kegunaan Munasabah
Ilmu munasabah merupakan bagian dari ilmu-ilmu al-Qur’an yang posisinya
sangat penting dalam rangka menjadikan keseluruhan ayat al-Qur’an sebagai satu
kesatuan yang utuh (holistik). Hal ini karena suatu ayat dengan yang lain memiliki
keterkaitan, sehingga bisa saling menafsirkan. Dengan demikian al-Qur’an adalah
kesatuan yang utuh yang jika dipahami sepotong-sepotong akan terjadi model
penafsiran atomostik.
Secara mudahnya ilmu munasabah berfungsi sebagai ilmu pendukung ilmu
tafsir. Bahkan tidak jarang pendekatan ilmu munasabah, penafsiran akan semakin

12
jelas, mudah dan indah. Sehingga ilmu munasabah cukup memiliki peranan dalam
mengingatkan kualitas penafsiran ayat-ayat al-Qur’an.
Menurut Az-Zakasyi munasabah adalah ilmu yang sangat mulia, dengan ilmu
ini bisa diukur kemampuan (kecerdasan) seseorang, dan dengan ilmu ini pula bisa
diketahui kadar pengetahuan seseorang dalam mengemukakan
pendapat/pendiriannya. Banyak para analis tafsir yang menyatakan adalah salah
dugaan sebagian orang memandang tidak perlu melakukan penggalian ilmu
munasabah dalam menafsirkan al- Qur’an. Karena ilmu tafsir tanpa ilmu munasabah
itu tidaklah sempurna.
Suatu hal yang patut diingatkan di sini adalah bahwa pekerjaan mencari
hubungan antara sesama ayat al-Qur’an memang bukan merupakan perkara mudah
yang bisa dilakukan sembarang orang. Menelusuri munasabah al-Qur’an antar bagian
demi bagian merupakan pekerjaan yang benar-benar menuntut ketekunan dan
kesabaran seseorang, bahkan boleh jadi hanya mungkin dilakukan manakala orang
yang bersangkutan memang bersungguh-sungguh memiliki keinginan untuk itu.
Karenanya, mudah dipahami jika kenyataan memang menunjukkan bahwa tidak
begitu banyak mufassir yeng melibatkan ilmu munasabah dalam memaparkan
penafsiran al- Qur’an.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

13
Berdasarkan penjelasan dan ulasan yang telah dipaparkan di atas, dapat ditarik
beberapa poin penting untuk dijadikan sebagai kesimpulan, antara lain:  sebagai
berikut:
1. Tartib al-Qur’an adalah meneapkan kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi

Muhammad saw. secara berurutan, baik urutan itu terkait dengan ayat-ayat al-

Qur’an maupun surah-surahnya. 

2. Tartib al-Qur’an pada masa Rasulullah saw. secara hafalan telah berurutan dari

awal hingga akhir meskipun pada sebagian sahabat masih ada yang tidak

berurutan, sedangkan secara tulisan, al-Qur’an tidak tertulis secara berurutan

dalam satu mushaf akan tetapi bercerai berai dalam beberapa lembaran dan

kepingan. Namun telah berurutan ayat-ayatnya.

Munasabah adalah ilmu ilmu atau pengetahuan yang membahas tentang


hubungan al-Qur’an dari berbagai sisinya. Cara mengetahui munasabah adalah
dengan cara:
a. Mencari terlebih dahulu topik yang dibicarakan diayat tersebut
b. Mencari sub-bab dari topik dan mencari unsur-unsur dari subtopik.
Macam- macam munasabah terdiri dari tujuh macam, yaitu
a. munasabah antarsurat dengan surat sebelumnya.
b. Munasabah antarnama surat dan tujuan turunnya.
c. Munasabah antarbagian suatu ayat, munasabah antarayat yang letaknya
berdampingan.
d. Munasabah antarsuatu kelompok ayat dengan kelompok ayat di sampingnya.
Urgensi dan manfaat dari ilmu munasabah adalah sebagai pendukung ilmu tafsir,
mengokohkan pembicaraan yang satu dengan yang lain, membantu dalam
pentakwilan pemahaman dengan baik dan cermat, dapat mengetahui kesesuaian antar
ayat dan antar surat, dann lain sebagainya.

14
B. Saran
Untuk mendapatkan manfaat yang sempurna dari Makalah yang penulis buat ini,
hendaknya Pembaca Memberikan Kritik dan saran serta melakukan Pengkajian Ulang
(diskusi) terhadap penulisan sehingga penulis terhindar dari kekeliruan.

DAFTAR PUSTAKA

Amin, M. Suma. Ulumul Qur’an. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2013.

Anwar, Rosihon. Pengantar Ulumul Qur’an. Bandung: Pustaka Setia, 2009.

15
Hermawan, Acep. Ulumul Qur’an. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011.

Jalal, Abdul. Ulumul Qur’an. Surabaya: Dunia Ilmu, 2013.

Khalil, Manna al Qatan. Mabahis Fi Ulumil Qur’an. Mesir: Maktabah Wahbah, 1973.

Yusuf, Kadar. Studi Qur’an. Jakarta: Amzah, 2012.

16

You might also like