You are on page 1of 5

1. Bagaimana aspek medikolegal pada kasus tersebut?

Berdasarkan kasus di atas, aspek medikolegal berupa kekerasan dalam


rumah tangga yaitu kekerasan fisik dan kekerasan psikis. Kekerasan
fisik dikarenakan terdapat adanya kekerasan tumpul kepada korban
sehingga menyebabkan adanya gangguan penglihatan pada mata
kanannya, serta korban juga merasa pusing dan mual. Kekerasan
psikis didapatkan karena korban tampak ketakutan.

2. UU apa yang terkait dengan kasus di atas?

UU no 23 th 2004 tentang PKDRT


Pasal 2 ayat (1)
Lingkup rumah tangga dalam Undang-Undang ini meliputi :
a. suami, isteri, dan anak;
b. orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang
sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah,
perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap
dalam rumah tangga; dan/atau
c. orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam
rumah tangga tersebut.

Pasal 5 UU PKDRT:
“Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga
terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya dengan cara:
a. Kekerasan fisik;
b. Kekerasan psikis;
c. Kekerasan seksual; atau
d. Penelantaran rumah tangga”

Pasal 6 UU PKDRT:
“Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah
perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.”

Pasal 7 UU PKDRT
“Kekerasan psikis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b
adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa
percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak
berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang”

Ketentuan Pidana :
Pasal 44 ayat (1) UU PKDRT
“Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup
rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling
banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah)”

Pasal 44 ayat (2) UU PKDRT


Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda
paling banyak Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah).

Pasal 44 ayat (3) UU PKDRT


Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp 45.000.000,00
(empat puluh lima juta rupiah).

Pasal 44 ayat (4) UU PKDRT


Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan
penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau
mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp
5.000.000,00 (lima juta rupiah).

Pasal 45 ayat (1) UU PKDRT


Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam
lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda
paling banyak Rp 9.000.000,00 (sembilan juta rupiah).

Pasal 45 ayat (2) UU PKDRT


Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan
penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau
mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp
3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
Pasal 51 UU PKDRT
Tindak pidana kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44
ayat (4) merupakan delik aduan.

Pasal 52 UU PKDRT
Tindak pidana kekerasan psikis sebagaimana dimaksud dalam Pasal
45 ayat (2) merupakan delik aduan.

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN


DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01
TAHUN 2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG
LAYANAN TERPADU BAGI PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN
KEKERASAN

Pasal 1 ayat (3)


Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan berdasarkan
perbedaan jenis kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat
kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual atau
psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau
perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi
di ranah publik atau dalam kehidupan pribadi.

3. Bagaimana tatalaksana pada kasus di atas?


- Penatalaksanaan awal memar pada korban
Tindak lanjut medis dapat mencakup :
● Merujuk ke spesialis mata untuk mengetahui ada atau tidaknya
komplikasi terhadap keluhan korban
○ Untuk membuktikan gangguan penglihatan adalah karena
KDRT bukan karna emang rabun (pinhole maju)
○ Pinhole buat cek emang rabun atau ga (1st test)
○ Tes selanjutnya lakukan Snellen chart dkk, kalo masih
maju juga curiga gangguan saraf (rujuk)
● Merujuk ke bagian psikiatrik untuk mengetahui ada atau tidaknya
gangguan pada psikis korban

4. Berapa derajat luka pada kasus di atas?


Luka pada kasus di atas termasuk luka derajat 2 karena menyebabkan
gangguan penglihatan pada mata kanan korban
 Periksa dulu pinholenya maju atau ga (kalo maju tanya pake
kacamata apa ga, curiga emang rabun)
 Kalo pinhole ga maju curiga ada kerusakan saraf akibat
kekerasan, untuk itu perlu dirujuk ke Sp. Mata (masuk LD 2)

Nomor :
Lampiran :-
Perihal : Visum et Repertum

PRO JUSTITIA
Jakarta, 31 Agustus 2021

VISUM ET REPERTUM

Yang bertandatangan dibawah ini dr. Harry Amirullah, dokter umum


pada Rumah Sakit YARSI, atas permintaan tertulis dari Labib, Spd, pangkat
Komisaris Polisi. NRP 91834659, Jabatan, kepala kepolisian resor Jakarta
Pusat, dengan suratnya nomor : VER / 123 / IV / 2021 / Reskrim, tertanggal
tiga puluh satu Agustus tahun dua ribu dua puluh satu. Maka dengan ini
menerangkan bahwa pada tanggal tiga puluh satu Agustus tahun dua ribu dua
puluh satu, bertempat di Instalasi Gawat Darurat RS YARSI, telah melakukan
pemeriksaan korban dengan nomor registrasi 93 04 95, dengan identitas yang
menurut surat permintaan tersebut adalah

Nama : Ny. M
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat Tgl Lahir : Jakarta, 21 Mei 1986
Kewarganegaraan : Indonesia
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Alamat : Jl. Cempaka Putih no. 12

Korban datang dalam keadaan umum sakit sedang, tampak ketakutan,


kesadaran compos mentis, korban mengaku dianiaya oleh suami korban,
pada Tanggal tiga puluh satu Agustus tahun dua ribu dua puluh satu sekitar
pukul sepuluh waktu Indonesia bagian barat, di jalan cempaka putih nomer
dua belas (rumah pelaku).

HASIL PEMERIKSAAN :
Luka- Luka :
1. Pada sekitar mata terdapat lebam warna merah keunguan dengan
dasar kekuningan.
2. Pada satu centi meter dibawah kelopak mata bawah, terdapat lebam
merah keunguan berukuran satu centi meter kali satu centi meter.
Terdapat juga lebam warna kekuningan berukuran empat centi meter
kali dua centi meter.

KESIMPULAN :
Pada pemeriksaan seorang korban perempuan berumur tiga puluh lima
tahun ditemukan adanya luka lebam dengan berbagai warna di sekitar mata
yang mengindikasikan adanya luka berulang. Pada satu centi meter dibawah
kelopak mata bawah ditemukan luka lebam yang menandakan adanya
kekerasan tumpul pada area mata korban. Luka- luka tersebut dapat
menimbulkan penyakit atau halangan dalam melaksanakan aktivitas sehari
hari (luka derajat dua). Pasien disarankan untuk dirujuk ke bagian psikiatri dan
spesialis mata untuk penatalaksanaan lebih lanjut.

Demikian Visum Et repertum ini dibuat dengan sebenar- benarnya


dengan menggunakan keilmuan saya yang sebaik baiknya mengingat
sumpah sesuai pada waktu menerima jabatan.

Dokter tersebut diatas,

dr. Harry Amirullah


NPM. 081801107

You might also like