You are on page 1of 32

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN BERKEBUTUHAN KHUSUS :

AUTISME

Dosen :
Anita Apriliawati, Ns., Sp.Kep.An

Disusun Oleh :
Dyah Syafa Sekararum (2019720174)
Kurnia Sari (2019720177)
Nayla (2019720180)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
SEMESTER GANJIL 2021-2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga ini bisa selesai pada
waktunya.
Terimakasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan
memberikan ide-idenya sehingga makalah dengan judul ASUHAN KEPERAWATAN PADA
ANAK DENGAN BERKEBUTUHAN KHUSUS : AUTISME ini bisa disusun dengan baik
dan rapi.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi
terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Jakarta, 20 November 2021

Kelompok 10
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan pervasif pada anak-anak
yang ditandai ganguan pada bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan
interaksi sosial (Huzaemah, 2010). Autis juga merupakan suatu konsekuensi dalam
kehidupan mental dari kesulitan perkembangan otak yang kompleks yang
mempengaruhi banyak fungsifungsi: persepsi (perceiving), intending, imajinasi
(imagining) dan perasaan (feeling). Autis jugs dapat dinyatakan sebagai suatu
kegagalan dalam penalaran sistematis (systematic reasoning).
Akibatnya perilaku dan hubungannya dengan orang lain menjadi terganggu, sehingga
keadaan ini akan sangat mempengaruhi perkembangan anak selanjutnya.
Autisme dapat mengenai siapa saja tidak tergantung pada etnik, tingkat pendidikan,
sosial dan ekonomi. Autisme bukanlah masalah baru, dari berbgai bukti yang ada,
diketahui kelainan ini sudah ada sejak berabad-abad yang lampau. Hanya saja
istilahnya relatif masih baru. Penyebab autisme belum diketahui secara pasti, tetapi
melibatkan banyak faktor (multifaktor) secara garis besar dapat dibagi menjadi dua,
yaitu faktor genetik dan lingkungan. Tahun 2013 Direktur Kesehatan Jiwa
Kementerian Kesehatan Indonesia, Melly Budhiman memperkirakan jumlah anak
autis bekisar 112.000 dengan rentang umur lima sampai sembilan belas tahun.
Perkiraan jumlah anak autisme ini didapatkan dari perhitungan prevalensi autis
sebesar 1,68 per 1000 anak di bawah umur 15 tahun (Priherdityo, Endro, 2016).
Tahun 2015 menurut dr. Widodo Judarwanto, pediatrician clinical and editor in chief
dari klinik autis Jakarta memperkirakan jumlah penderita autis di Indonesia menjadi
kurang lebih 134.000 anak penyandang spektrum autisme. Perkiraan jumlah penderita
autisme di Indonesia dalam dua tahun ini menunjukkan jumlah anak autis dari tahun
ke tahun mengalami peningkatan, sehingga menyita perhatian banyak pihak.
Dengan perbandingan 4:1 (anak laki-laki : perempuan), ini disebabkan hormone seks,
karena laki-laki lebih banyak memproduksi testoteron sementara perempuan lebih
banyak memproduksi esterogen. Kedua hormone itu memiliki efek bertolak belakang
terhadap suatu gen pengatur fungsi otak yang disebut retinoic acid-related orphan
receptor-alpha  atau RORA. Testoteron menghambat kerja RORA, sementara
esterogen justru meningkatkan kinerjanya.  Terhambatnya kinerja RORA
menyebabkan berbagai masalah koordinasi tubuh, antara lain terganggunya jam
biologis atau circadian rythim yang berdampak pada pola tidur. Kerusakan saraf
akibat stress dan imflamasi (radang) jaringan otak juga meningkat ketika aktivitas
RORA terhambat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Autisme?
2. Bagaimana epidemiologi dari autisme?
3. Bagaimana anatomi dan fisiologi dari sistem terkait autisme?
4. Apa etiologi dari autisme?
5. Bagaimana patofisiologi autisme?
6. Apa tanda dan gejala autisme?
7. Apa klasifikasi dari autisme?
8. Apa saja pemeriksaan diagnostik autisme?
9. Bagaimana penatalaksanaan dari autisme?
10. Bagaimana konsep asuhan keperawatan autisme?
11. Bagaimana WOC dari autisme?
12. Bagaimana asuhan keperawatan autisme?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Definisi dari Autisme
2. Untuk mengetahui Epidemiologi dari Autisme
3. Untuk mengetahui Anatomi dan Fisiologi dari sistem terkait Autisme
4. Untuk mengetahui Etiologi dari Autisme
5. Untuk mengetahui Patofisiologi Autisme
6. Untuk mengetahui Tanda dan gejala Autisme
7. Untuk mengetahui Klasifikasi Autisme
8. Untuk mengetahui Pemeriksaan Diagnostik Autisme
9. Untuk mengetahui Penatalaksanaan Austisme
10. Untuk mengetahui dan memahami konsep asuhan keperawatan autisme
11. Untuk mengetahui WOC Autisme
12. Untuk mengetahui dan memahami Asuhan Keperawatan Autisme
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI
Autisme merupakan gangguan perkembangan fungsi otak yang mencakup
bidang sosial dan afek, komunikasi verbal (bahasa) dan non verbal, imajinasi,
fleksibilitas, lingkup interest (minat), kognisi dan atensi. Ini suatu kelainan dengan
ciri perkembangan terlambat atau yang abnormal dari hubungan sosial dan bahasa.
Autisme adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks, yang biasanya
muncul pada usia 1-3 tahun. Tanda-tanda autisme biasanya muncul pada tahun
pertama dan selalu sebelum anak berusia 3 tahun. Autisme 2-4 kali lebih sering
ditemukan pada anak laki-laki. Speer (2007) mendefinisikan autisme sebagai
ketidakmampuan perkembangan yang biasanya terlihat sebelum usia dua setengah
tahun dan ditandai dengan gangguan wicara, bahasa, mobilitas, persepsi, dan
hubungan interpersonal.

B. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi menurut jurnal kesehatan di Amerika Serikat, anak dengan gejala
autis terjadi 10 dari 10.000 kelahiran. Bayi laki-laki lebih besar menderita autisme
daripada bayi perempuan dengan perbandingan 4:1 Penelitian di negara Amerika
serikat mengenai anak autis pada tahun 2004 menunjukkan bahwa 300.000 anak di
negara itu menderita autis dengan kasus 150 anak berusia di bawah 10 tahun.
Pertumbuhan anak autis sebesar 10-17 % per tahun, pada tahun 2018 kurang lebih ada
4 juta penderita autis di negara Amerika Serikat. Untuk negara Indonesia jumlah anak
autis adalah 1 dari 5.000 kelahiran anak dan pada tahun 2018 menurut Yayasan
Autisme Indonesia ada peningkatan yang luar biasa dimana 1 dari 500 kelahiran anak
menderita autisme.

C. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Pada kasus autism, biasanya mengalami gangguan komunikasi verbal dan non
verbal, gangguan interaksi, gangguan perilaku dan bermain, gangguan emosi, serta
gangguan persepsi sensori. Dengan menggunakan elektrofisiologi, neurofisiologi tes
dan posmortemautopsi, serta brin imaging menunjukkan terdapat abnormalitas di area
otak penderita autism pada bagian kortekscerebri ( khususnya lobus frontal, lobus
temporal), system limbik, dan cerebellum.
Anatomi fisiologi dari system saraf pusat yang berperan dalam gangguan-
gangguan yang menjadi gejala-gejala dari autism adalah :
1. Korteks Serebri
Korteks serebri dibgi menjadi 4 lobus frontal,lobus temporal, lobus
pariental, dan lobus oksipital.
Ada 3 jenis area fungsional di korteks serebri :
1. Area sensoris yang menerima dan menafsirkan impuls sensorik
2. Area asosiasi yang mengintegrasikan informasi sensorik dengan
emosional, memori, pembelajaran, dan proses berfikir rasional
3. Area motoris yang menghasilkan impuls untuk menginervasi otot
volunteer

Pada autism sering ditemukan abnormalitas pada korteks serebri


khususnya area lobus frontaldan lobus temporal. Pada lobus frontal
terdapat area broca yang berfungsi dalam aspek bicara sedangkan lobus
temporal terdapat area Wernicke yang berfungsi dalam aspek Bahasa.
Abnormalitas pada area-area tersebut berhubungan dengan terganggunya
fungsi komunikasi anak penderita autis, sehingga penderita autis biasanya
sering belum bisa berbicara dengan jelas dan sering berbicara dengan
Bahasa planet.

2. System Limbik

Penderita autism biasanya memiliki gangguan perilaku. System limbik


adalah bagian otak yang berhubungan erat dengan perilaku. Struktur
sentral serebrum basal dikelilingi korteks serebri yang disebut korteks
lombik. Korteks limbik diduga berfungsi sebagai daerah asosiasi untuk
pengendalian fungsi tingkah laku tubuh dan sebagai Gudang inforasi yang
menyimpan informasi mengenai pengalaman yang lalu seperti rasa nyeri,
senang, nafsu makan, bau, dan sebagainya. Gudang infromasi selanjutnya
disalurkan ke daerah limbik. Asosiasi informasi ini diduga merupakan
perangsang untuk mencetuskan jawaban tingakah laku yang sesuai dengan
kondisi yang dihadapu seperti marah-marah dan lain-lain.
Fungsi bagian-bagian di system limbik:

1. Thalamus berfungsi sebagai pusat penerima untuk sensor data


dan sinyal-sinyal motoric.
2. Amigdala berfungsi sebagai pusat pengatur emosi. Jadi
rangsangan dan indra tubuh ke otak kemudian ke thalamus lalu
sinaps tunggal menuju ke amigdala. Kemudian amigdala akan
memberikan reaksi/respon emosi. Emosi yang ditangkapoleh
amigdalaakan dirasionalkan oleh korteks prefrontal
mengendalikannya dalam proporsi seimbang. Mekanisme
kerjanya, amigdala memproses emosi secara langsung atau
melalui system limbikyang lain yang sinyalnya diberikan oleh
amigdala. Untuk komponen emosi yang kerjanya dijalarkan ke
hipotalamus, maka yang menentukan komponen emosi apa
yang akan timbul ( senang atau kecewa, marah atau Bahagia
serta komponen lain) ditentukan oleh amigdala. Hipotalamus
hanya sebagai tempat pembentukkan, tapi konsep atau pola
emosi yang akan dibentuk sudah ditentukkan oleh amigdala
meskipun hipotalamus sendiri dapat menghasilkan komponan
perilaku dengan menggunakan rangsangan listrik. Terkadang
rangsangan dari hipotalamus bekerja lebih cepat pada amigdala
daripada neurokorteks sehingga terjadi emosi yang bertindak
lebih cepat sebelum otak rasional dapat berfikir.
3. Hipotalamus
Fungsi hipotalamus :
 Pengatur suhu tubuh
 Pengatur nutrisi
 Pengatur agar tetap sadar
 Penumbuhan sifat agresif
 Tempat sekresi hormone yang mempengaruhi
pengeluaran hormone pada kelenjar hipofisis
 Pengaturan dalam gerak refleks
 Fisiologi denyut jantung
 Berperan dalam pernapasan
 Perlebaran dan penyempitan pembuluh darah
4. Hippocampus
Bagian dari medial korteks temporalis yang memanjang
melipat ke atas dan ke dalam. Hippocampus dalam kegiatan
mengingat (memori).
5. Cerebellum
Cerebellum mempunyai peranan penting dalam fungsi
motoric, mengatur pergerakan otot secara terkoordinasi dan
seimbang. Kerusakan pada daerah cerebellum dapat
menyebabkan Gerakan menjadi tidak terkoordinasi dan tidak
bertujuan. Penderita autism biasanya melakukkan Gerakan
yang berulang dan tidak bertujuan. Kondisi ini mungkin juga
disebabkan oleh adanya gangguan pada bagian cerebellum.
D. ETIOLOGI
Gangguan spektrum autisme disebabkan oleh kombinasi makanan yang salah
atau lingkungan yang terkontaminasi zat-zat beracun. Dua hal tersebut mengakibatkan
kerusakan pada usus besar yang menyebabkan masalah dalam tingkah laku dan fisik.
Secara lebih terperinci, penyebab gangguan spektrum autisme adalah sebagai berikut :
a. Faktor keturunan/genetik. Menurut penelitian 80% penderita gangguan spektrum
autisme adalah kembar monozigot dan 20% lainnya untuk kembar dizigot. Faktor
ini terutama terjadi pada keluarga anak austik (mengalami abnormalitas kognitif
dan kemampuan bicara).
b. Kelainan kromosom (sindrom x yang mudah pecah atau fragile).
c. Neurokimia (katekolamin, serotonin, dopamin belum pasti).
d. Cedera otak, kerentanan utama, aphasia defisit pengaktif retikulum, keadaan tidak
menguntungkan antara faktor psikogenik dan perkembangan syaraf, perubahan
struktur cerebellum, lesi hipocampus otak depan.
e. Penyakit otak organik dengan adanya gangguan komunikasi dan gangguan
sensoris serta kejang epilepsi.
f. Faktor lingkungan, terutama sikap orangtua dan kepribadian anak.

E. PATOFISIOLOGI
Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk mengalirkan
impuls listrik (akson) serta serabut untuk menerima impuls listrik (dendrit). Sel saraf
terdapat di lapisan luar otak yang berwarna kelabu (korteks). Akson dibungkus
selaput bernama mielin, terletak di bagian otak berwarna putih. Sel saraf berhubungan
satu sama lain lewat sinaps. Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh
bulan. Pada trimester ketiga, pembentukan sel saraf berhenti dan dimulai
pembentukan akson, dendrit, dan sinaps yang berlanjut sampai anak berusia sekitar
dua tahun. Setelah anak lahir, terjadi proses pengaturan pertumbuhan otak berupa
bertambah dan berkurangnya struktur akson, dendrit, dan sinaps. Proses ini
dipengaruhi secara genetik melalui sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai brain
growth factors dan proses belajar anak.
Makin banyak sinaps terbentuk, anak makin cerdas. Pembentukan akson, dendrit, dan
sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan. Bagian otak yang digunakan
dalam belajar menunjukkan pertambahan akson, dendrit, dan sinaps. Sedangkan
bagian otak yang tak digunakan menunjukkan kematian sel, berkurangnya akson,
dendrit, dan sinaps.
Kelainan genetis, keracunan logam berat, dan nutrisi yang tidak adekuat dapat
menyebabkan terjadinya gangguan pada proses – proses tersebut. Sehingga akan
menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf. Pada pemeriksaan darah bayi-bayi
yang baru lahir, diketahui pertumbuhan abnormal pada penderita autis dipicu oleh
berlebihnya neurotropin dan neuropeptida otak (brain-derived neurotrophic factor,
neurotrophin-4, vasoactive intestinal peptide, calcitonin-related gene peptide) yang
merupakan zat kimia otak untuk mengatur penambahan sel saraf, migrasi,
diferensiasi, pertumbuhan, dan perkembangan jalinan sel saraf. Brain growth factors
ini penting bagi pertumbuhan otak. Peningkatan neurokimia otak secara abnormal
menyebabkan pertumbuhan abnormal pada daerah tertentu. Pada gangguan autistik
terjadi kondisi growth without guidance sehingga bagian-bagian otak tumbuh dan
mati secara tak beraturan. Pertumbuhan abnormal bagian otak tertentu menekan
pertumbuhan sel saraf lain. Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel
Purkinye (sel saraf tempat keluar hasil pemrosesan indera dan impuls saraf) di otak
kecil pada autisme. Berkurangnya sel Purkinye diduga merangsang pertumbuhan
akson, glia (jaringan penunjang pada sistem saraf pusat), dan mielin sehingga terjadi
pertumbuhan otak secara abnormal atau sebaliknya, pertumbuhan akson secara
abnormal mematikan sel Purkinye. Yang jelas, peningkatan brain derived
neurotrophic factor dan neurotrophin-4 menyebabkan kematian sel Purkinye.
Gangguan pada sel Purkinye dapat terjadi secara primer atau sekunder. Bila
autisme disebabkan faktor genetik, gangguan sel Purkinye merupakan gangguan
primer yang terjadi sejak awal masa kehamilan.
Degenerasi sekunder terjadi bila sel Purkinye sudah berkembang, kemudian terjadi
gangguan yang menyebabkan kerusakan sel Purkinye. Kerusakan terjadi jika dalam
masa kehamilan ibu minum alkohol berlebihan atau obat seperti thalidomide.
Penelitian dengan MRI menunjukkan, otak kecil anak normal mengalami aktivasi
selama melakukan gerakan motorik, belajar sensori-motor, atensi, proses mengingat,
serta kegiatan bahasa. Gangguan pada otak kecil menyebabkan reaksi atensi lebih
lambat, kesulitan memproses persepsi atau membedakan target, overselektivitas, dan
kegagalan mengeksplorasi lingkungan. Pembesaran otak secara abnormal juga terjadi
pada otak besar bagian depan yang dikenal sebagai lobus frontalis.
Kemper dan Bauman menemukan berkurangnya ukuran sel neuron di
hipokampus (bagian depan otak besar yang berperan dalam fungsi luhur dan proses
memori) dan amigdala (bagian samping depan otak besar yang berperan dalam proses
memori). Faktor lingkungan yang menentukan perkembangan otak antara lain
kecukupan oksigen, protein, energi, serta zat gizi mikro seperti zat besi, seng, yodium,
hormon tiroid, asam lemak esensial, serta asam folat. Adapun hal yang merusak atau
mengganggu perkembangan otak antara lain alkohol, keracunan timah hitam,
aluminium serta metilmerkuri, infeksi yang diderita ibu pada masa kehamilan, radiasi,
serta ko kain.

F. TANDA DAN GEJALA


Kelompok kelainan perilaku yang hampir selalu ditemukan pada autisme, antara lain :
a. Mengalami kesulitan untuk menjalin pergaulan yang rapat
b. Sangat kurang menggunakan bahasa
c. Sangat lemah kemampuan berkomunikasi
d. Kelainan lain :
- Sangat peka terhadap perubahan lingkungan. Anaka akan bereaksi secara
emosional kadang bereaksi kasar meskipun hanya perubahan kecil dari
kehidupan rutin
- Setiap perubahan bagi anak autisme selalu dirasakan buruk dan perubahan
yang kearah baik pun tidak pernah dirasakan surprise.
- Memperlihatkan gerakan-gerakan tubuh yang aneh
- Sebagian kecil anak autisme menunjukkan masalah perilaku yang sangat
menyimpang
autisme ditandai oleh ciri- ciri utama,antara lain :
a. Tidak peduli dengan lingkungan sosialnya
b. Tidak bisa bereaksi normal dalam pergaulan sosialnya
c. Perkembangan bicara dan bahasa tidak normal (penyakit kelainan pada anak =
autistic-children)
d. Reaksi/pengamatan terhadap lingkungan terbatas atau berulang-ulang dan tidak
padan.
Gejala ini bervariasi beratnya pada setiap kasus tergantung pada umur,
intelegensia, pengaruh pengobatan, dan beberapa kebiasaan pribadinya. Pada
pemeriksaan status mental, ditemukan kurangnya orientasi lingkungan, rendahnya
tingkatan meskipun terhadap kejadian yang baru, demikian juga kepedulian terhadap
lingkungan sekitar sangat kurang. Anak autisme kalau berbicara cepat tetapi tanpa
arti, kadang diselingi suara yang tidak jelas maksudnya seperti suara gemeretak gigi.

G. KLASIFIKASI
Autisme dikelompokkan menjadi 3 yaitu :
1. Autisme persepsi
Autis persepsi merupakan autisme yang timbul sebelum lahir dengan gejala
adanya rangsangan dari luar baik lemah maupun kuat yang dapat menimbulkan
kecemasan.
2. Autisme reaktif
Autisme reaktif dengan gejala penderita membuat gerakan-gerakan tertentu
berulang kali dan terkadang disertai kejang yang dapat diamati pada usia 6-7
tahun. Penderita autisme reaktif sangat rapuh, lemah, dan mudah terpengaruh oleh
dunia luar.
3. Autisme yang timbul kemudian
Autisme yang timbul kemudian diketahui setelah anak agak besar dan akan
mengalami kesulitan dalam mengubah perilakunya karena sudah melekat atau
ditambah adanya pengalaman baru (Hidayat, 2005).
Dalam berinteraksi anak autisme dikelompokkan atas 3 kelompok :

a. Menyendiri
- Terlihat menghindari kontak fisik dengan lingkungannya
- Bertendensi kurang menggunakan kata-kata dan kadang-kadang sulit berubah
meskipun usianya bertambah lanjut.
- menghabiskan harinya berjam-jam sendiri,dan kalau berbuat
sesuatu,melakukannya berulang-ulang
- Sangat tergantung pada kegiatan sehari-hari
b. Kelompok anak autisme yang pasif
- Lebih bisa bertahan pada kontak fisik dan agak mampu bermain dengan
kelompok.
- Mempunyai pembendaharaan kata yang lebih banyak meskipun masih agak
terlambat biasa berbicarannya.
- Kadang malah lebih cepat merangkai kata meskipun kadang ada kata yang
kurang tepat
- Gangguan kelompok ini tidak seberat anak kelompok menyendiri.
- Kelompok ini bisa diajari dan dilatih
c. Anak autisme kelompok yang aktif tetapi menggunakan cara sendiri
- Kelompok ini lebih cepat mempunyai pembendaharaan kata paling banyak
dan cepat bisa berbicaramasih bisa ikut berbagi rasa dengan teman
- Meskipun bisa merangkai kata dengan baik namun masih terselip kata yang
aneh dan kurang dimengerti
- Menyenangi dan terpaku pada salah satu jenis barang tertentu

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Childhood Autism Rating Scale (CARS)
2. Checklis for Autism in Toddlers (CHAT)
3. The Autism Screening Questionare
4. The Screening Test for Autism in Two-Years Old

I. PENATALAKSANAAN
Dalam penanganan anak autism ada beberapa cara, misalnya dengan terapi
farmakologis dan nonfarmakologis. Dalam terapi ini, biasanya hanya untuk
mengurangi kecenderungan anak yang aggressive, hiperaktif dan suka menyakiti diri
sendiri.
a) Terapi farmakologis:
1. Risperidone digunakan sebagai antagonis reseptor dopamin D2 dan
serotonin 5-HT untuk mengurangi agresivitas, hiperaktivitas, dan tingkah
laku menyakiti diri sendiri.
2. Olanzapine, digunakan karena mampu menghambat secara luas berbagai
reseptor, olanzapine bisa mengurangi hiperaktivitas, gangguan bersosialisasi,
gangguan reaksi afektual (alam perasaan), gangguan respons sensori,
gangguan penggunaan bahasa, perilaku menyakiti diri sendiri, agresif,
iritabilitas emosi atau kemarahan, serta keadaan cemas dan depresi.
b) Terapi Nonfarmakologis
1. Terapi Okupasi
Terapi okupasi berguna untuk melatih otot-otot halus anak. Menurut
penelitian, hampir semua kasus anak autistic mempunyai keterlambatan
dalam perkembangan motorik halus. Gerak-geriknya sangat kaku dan kasar,
mereka kesulitan untuk memegang benda dengan cara yang benar, kesulitan
untuk memegang sendok dan menyuapkan makanan ke dalam mulutnya,dsb.
Dengan terapi ini anak akan dilatih untuk membuat semua otot dalam
tubuhnya berfungsi dengan tepat.
2. Terapi Integrasi Sensoris
Terapi ini berguna meningkatkan kematangan susunan saraf pusat, sehingga
lebih mampu untuk memperbaiki struktur dan fungsinya. Aktivitas ini
merangsang koneksi sinaptik yang lebih kompleks, dengan demikian bisa
meningkatkan kapasitas untuk belajar.
3. Terapi Bermain
Terapi bermain adalah pemanfaatan pola permainan sebagai media yang
efektif dari terapis, melalui kebebasan eksplorasi dan ekspresi diri. Pada
terapi ini, terapis bermain menggunakan kekuatan terapiutik permainan
untuk membantu klien menyelesaikan kesulitan-kesulitan psikososial dan
mencapai pertumbuhan, perkembangan yang optimal.
4. Terapi Perilaku
Terapi ini memfokuskan penanganan pada pemberian reinforcement positif
setiap kali anak berespons benar sesuai intruksi yang diberikan. Tidak ada
punishment dalam terapi ini, akan tetapi bila anak menjawab salah akan
mendapatkan reinforcement positif yang ia sukai. Terapi ini digunakan untuk
meningkatkan pemahaman dan kepatuhan anak pada aturan. Dari terapi ini
hasil yang didapatkan signifikan bila mampu diterapkan secara intensif.
5. Terapi Fisik
Beberapa penyandang autism memiliki gangguan perkembangan dalam
motorik kasarnya. Kadang tonus ototnya lembek sehingga jalannya kurang
kuat. Keseimbangan tubuhnya juga kurang bagus. Fisioterapi dan terapi
integrasi sensoris akan sangat banyak menolong untuk menguatkan otot-otot
dan memperbaiki keseimbangan tubuh anak.
6. Terapi Wicara
Hampir semua anak dengan asutism mempunyai kesulitan dalam bicara dan
berbahasa. Kadang-kadang bicaranya cukup berkembang, namun mereka
tidak mampu untuk memakai kemampuan bicaranya untuk
berkomunikasi/berinteraksi dengan orang lain.
7. Terapi Musik
Terapi music menurut Canadian Association for Music Therapy (2002)
adalah penggunaan music untuk membantu integrasi fisik, psikologis, dan
emosi individu, serta untuk treatment penyakit atau ketidakmampuan.
Sedangkan menurut American Music Therapy Association (2002) terapi
music adalah semacam terapi yang menggunakan music yang bersifat
terapiutik guna meningkatkan fungsi perilaku, social, psikologis,
komunikasi, fisik, sensorik motorik dan kognitif.
8. Terapi Perkembangan
Terapi ini didasari oleh adanya keadaan bahwa anak dengan autis
melewatkan atau kurang sedikit bahkan banyak sekali kemampuan
bersosialisasi.yang termasuk terapi perkembangan misalnya Floortime,
dilakukan oleh orang tua untuk membantu melakukan interaksi dan
kemampuan bicara.
9. Terapi Visual
Individu autistic lebih mudah belajar dengan melihat. Hal inilah yang
kemudian dipakai untuk mengembangkan metode belajar berkomunikasi
melalui gambar-gambar. Beberapa video games bisa juga dipakai untuk
mengembangkan keterampilan komunikasi.
10. Terapi akupunktur.
Metode tusuk jarum ini diharapkan bisa menstimulasi sistem saraf pada otak
hingga dapat bekerja kembali.
11. Terapi balur.
Banyak yang menyakini autisme disebabkan oleh tingginya zat merkuri pada
tubuh penderita. Terapi balur ini bertujuan mengurangi kadar merkuri dalam
tubuh penyandang autis. Caranya, menggunakan cuka aren campur bawang
yang dilulurkan lewat kulit. Tujuannya melakukan detoksifikasi gas merkuri.
12. Terapi lumba-lumba.
Telah diketahui oleh dunia medis bahwa di tubuh lumba-lumba teerkandung
potensi yang bisa menyelaraskan kerja saraf motorik dan sensorik penderita
autis. Sebab lumba-lumba mempunyai gelombang sonar (gelombang suara
dengan frekuensi tertentu) yang dapat merangsang otak manusia untuk
memproduksi energi yang ada dalam tulang tengkorak, dada, dan tulang
belakang pasien sehingga dapat membentuk keseimbangan antara otak kanan
dan kiri. Selain itu, gelombang suara dari lumba-lumba juga dapat
meningkatkan neurotransmitter.

J. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


a. Pengkajian
1) Riwayat gangguan psikiatri/jiwa pada keluarga.
2) Riwayat keluarga yang terkena autisme.
3) Riwayat kesehatan ketika anak dalam kandungan.
a) Sering terpapar zat toksik.
b) Cedera otak.
4) Status perkembangan anak.
a) Anak kurang merespons orang lain.
b) Anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali bagian tubuh.
c) Anak mengalami kesulitan dalam belajar.
d) Anak sulit menggunakan ekspresi nonverbal.
e) Keterbatasan kognitif.
5) Pemeriksaan fisik
a) Tidak ada kontak mata pada anak.
b) Anak tertarik pada sentuhan (menyentuh/disentuh).
c) Terdapat ekolalia.
d) Tidak ada ekspresi nonverbal.
e) Sulit fokus pada objek semula bila anak berpaling ke objek lain.
f) Anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda tersebut.
g) Peka terhadap bau.

b. Diagnosis Keperawatan
1) Hambatan komunikasi yang berhubungan dengan kebingungan terhadap
stimulus.
2) Risiko membahayakan diri sendiri atau orang lain yang berhubungan dengan
rawat inap di rumah sakit.
3) Risiko perubahan peran orangtua yang berhubungan dengan gangguan
autisme.

c. Rencana Keperawatan
1) Hambatan komunikasi yang berhubungan dengan kebingungan terhadap stimulus.

Hasil yang diharapkan:


Anak mengomunikasikan kebutuhannya dengan menggunakan kata-kata atau
gerakan tubuh yang sederhana, konkret; bayi dengan efektif dapat
mengomunikasikan kebutuhannya (keinginan akan makan, tidur, kenyamanan)

Intervensi:

No Intervensi Rasional
1. Ketika berkomunikasi dengan Kalimat yang sederhana dan
anak, bicaralah dengan kalimat diulang-ulang mungkin merupakan
singkat yang terdiri atas 1 hingga satu-satunya cara berkomunikasi
3 kata, dan ulangi perintah sesuai karena anak yang autistik mungkin
yang diperlukan. Minta anak tidak mampu mengembangkan tahap
untuk melihat kepada Anda ketika operasional yang konkret.
Anda berbicara dan pantau bahasa
tubuhnya dengan cermat.
2. Gunakan irama, musik dan Gerakan fisik dan suara membantu
gerakan tubuh untuk membantu anak mengenali integritas tubuh
perkembangan komunikasi serta batasan-batasannya sehingga
sampai anak dapat memahami mendorongnya terpisah dari objek
bahasa. dan orang lain.
3. Bantu anak mengenali hubungan Memahami konsep penyebab dan
antara sebab dan akibat dengan efek membantu anak membangun
cara menyebutkan perasaannya kemampuan untuk terpisah dari
yang khusus dan mengidentifikasi objek serta orang lain dan
penyebab stimulus bagi mereka. mendorongnya mengekspresikan
kebutuhan serta perasaannya.
4. Ketika berkomunikasi dengan Biasanya anak autistik tidak mampu
anak, bedakan kenyataan dengan membedakan antara realitas dan
fantasi, dalam pernyataan yang fantasi, dan gagal untuk mengenali
singkat dan jelas. nyeri atau sensasi lain serta
peristiwa hidup dengan cara yang
bermakna.
5. Sentuh dan gendong bayi, tetapi Menyentuh dan menggendong
semampu yang dapat ditoleransi. mungkin tidak membuat bayi yang
autistik merasa nyaman.

2) Risiko membahayakan diri sendiri atau orang lain yang berhubungan dengan
rawat inap di rumah sakit.

Hasil yang diharapkan:


Anak yang memperlihatkan penurunan kecenderungan melakukan kekerasan atau
perilaku merusak diri sendiri, yang ditandai oleh frekuensi tantrum dan sikap
agresi atau destruksi berkurang, serta peningkatan kemampuan mengatasi frustasi.

Intervensi:

No. Intervensi Rasional


1. Sediakan lingkungan kondusif dan Anak yang autistik dapat
sebanyak mungkin rutinitas berkembang melalui lingkungan
sepanjang periode perawatan di yang kondusif dan rutinitas, serta
rumah sakit. biasanya tidak dapat beradaptasi
terhadap perubahan dalam hidup
mereka.
2. Lakukan intervensi keperawatan Sesi yang singkat dan sering
dalam sesi singkat dan sering, memungkinkan anak mudah
Dekati anak dengan sikap lembut mengenal perawat serta lingkungan
dan bersahabat serta jelaskan apa rumah sakit. Mempertahankan
yang akan Anda lakukan dengan sikap tenang, ramah, dan
kalimat yang jelas dan sederhana. mendemonstrasikan prosedur pada
orangtua, dapat membantu anak
menerima intervensi.
3. Gunakan restraint selama prosedur Restrain fisik dapat mencegah anak
ketika membutuhkannya, untuk dari tindakan mencederai diri
memastikan keamanan anak dan sendiri. Biarkan anak terlibat
untuk mengalahkan amarah dan dalam perilaku yang tidak terlalu
frustasinya. membahayakan.
4. Gunakan teknik modifikasi perilaku Pemberian imbalan dan hukuman
yang tepat untuk menghargai dapat membantu mengubah
perilaku positif dan menghukum perilaku anak dan mencegah
perilaku yang negatif. episode kekerasan.
5. Ketika anak berperilaku destruktif, Setiap peningkatan perilaku agresif
tanyakan apakah ia mencoba menunjukkan perasaan stres
menyampaikan sesuatu untuk meningkat, kemungkinan muncul
dimakan atau diminum atau apakah dari kebutuhan untuk
ia perlu pergi ke kamar mandi. mengomunikasikan sesuatu.

3) Risiko Perubahan peran orangtua yang berhubungan dengan gangguan autisme.

Hasil yang diharapkan:


Orangtua mendemonstrasikan keterampilan peran menjadi orangtua yang tepat,
ditandai oleh ungkapan kekhawatiran mereka tentang kondisi anak dan mencari
nasihat serta bantuan.

Intervensi:

No. Intervensi Rasional


1. Anjurkan orangtua untuk Membiarkan orangtua
mengekspresikan perasaan dan mengekspresikan perasaan dan
kekhawatiran mereka. kekhawatiran mereka tentang
kondisi kronis anak, membantu
mereka beradaptasi terhadap
frustasi dengan baik.
2. Rujuk orangtua ke kelompok Kelompok pendukung
pendukung autisme setempat dan memperbolehkan orangtua
ke sekolah khusus jika diperlukan. menemui orangtua dari anak lain
yang menderita autis untuk berbagi
informasi dan memberikan
dukungan emosional.
3. Anjurkan orangtua untuk mengikuti Kontak dengan kelompok
konseling. membantu orangtua memperoleh
informasi tentang masalah terkini
serta perkembangan yang
berhubungan dengan autisme.
K. WOC AUTISME
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN BERDASARKAN KASUS

KASUS/SKENARIO
Seorang anak laki-laki usia 5 tahun mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang
lain. Ibu mengatakan anak sulit merespon apabila dipanggil namanya juga saat diajak bicara.
Kata dokter anak saya menderita autism. Berdasarkan hasil pengkajian: Kontak mata minimal
ketika diajak bicara, tidak ada ekspresi wajah dan anak sering mengulang kata-kata yang
didengar olehnya. Keluarga sudah berupaya sering mengajak berbicara namun anak tidak
juga cepat merespon. Khawatir akan kondisi anaknya saat ini apakah anaknya bisa
secepatnya bisa berkomunikasi dengan baik.
1) PENGKAJIAN
Hari/tanggal : Selasa, 23 November 2021
Tempat : RSUD Budhi Asih
Jam : 10.00 WIB
Metode : Observasi dan anamnesa
Sumber : Pasien dan Rekam medik

A. Identitas pasien
Nama : An. B
Umur : 5 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Kebon nanas selatan, Jakarta Timur
Pekerjaan :-
Status : Anak
No. RM : 230012
Tanggal masuk : Selasa, 23 November 2021

B. Penanggung Jawab
Nama : Ny. L
Umur : 35 tahun
Alamat : Jl. Kebon nanas selatan, Jakarta Timur
Hubungan dengan pasien : Ibu kandung

C. RIWAYAT KESEHATAN
1. Keluhan Utama
Pasien mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang lain.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Ibu mengatakan anak sulit merespon apabila dipanggil nama nya juga saat diajak
bicara. Keluarga sudah berupaya sering mengajak berbicara namun anak tidak
juga cepat merespon. Khawatir akan kondisi anaknya saat ini apakah anaknya bisa
secepatnya bisa berkomunikasi dengan baik.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Kata dokter anak saya menderita autism.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien mengatakan tidak memiliki penyakit keturunan.

D. PEMERIKSAAN FISIK
a. Penampilan umum :
Kesadaran : composmentis
b. Kulit : bersih, tidak ada edema dan tidak ada lesi
c. Kepala : bentuk wajah simetris, kontak mata minimal ketika diajak bicara, tidak
ada ekspresi wajah
d. Leher : bentuk leher simetris, tidak ada pembengkakan tiroid
e. Dada : bentuk dada simetris, tidak ada nyeri tekan
f. Abdomen : bentuk simetris, tidak ada nyeri tekan

DATA FOKUS
Data Subjektif Data Objektif
- Anak mengalami kesulitan dalam - Kontak mata minimal ketika diajak
berkomunikasi dengan orang lain bicara
- Ibu mengatakan anak sulit merespon - Tidak ada ekspresi wajah
apabila dipanggil nama nya juga saat - Anak sering mengulang kata-kata
diajak bicara. Kata dokter anak saya yang di dengar olehnya.
menderita autism
- Keluarga sudah berupaya sering
mengajak berbicara namun anak tidak
juga cepat merespon
- Khawatir akan kondisi anaknya saat
ini apakah anaknya bisa secepatnya
bisa berkomunikasi dengan baik

ANALISA DATA
Data Etiologi Masalah Keperawatan
DS : Gangguan Pendengaran Gangguan Komunikasi Verbal
- Ibu mengatakan anak
sulit merespon
apabila dipanggil
nama nya juga saat
diajak bicara.
- Kata dokter anak
saya menderita
autism

DO :
- Kontak mata
minimal ketika
diajak bicara
- Tidak ada ekspresi
wajah
- Anak sering
mengulang kata-kata
yang di dengar
olehnya.
DS : Defisiensi bicara Gangguan Interaksi Sosial
- Ibu mengatakan anak
sulit merespon
apabila dipanggil
nama nya juga saat
diajak bicara.
- Mengalami kesulitan
dalam
berkomunikasi
dengan orang lain
- Keluarga sudah
berupaya sering
mengajak berbicara
namun anak tidak
juga cepat merespon
- Keluarga khawatir
akan kondisi
anaknya saat ini
apakah anaknya bisa
secepatnya bisa
berkomunikasi
dengan baik

DO :
- Kontak mata
minimal ketika
diajak bicara
- Tidak ada ekspresi
wajah

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan pendengaran (D.0119)
2. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan defisiensi bicara (D.0118)
INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawata
n
Gangguan Komunikasi Verbal Promosi Komunikasi: - memeriksa
komunikasi (L.13118) Defisit Pendengaran kemampuan
verbal (I.13493) pendengaran
berhubungan Setelah dilakukan tindakan - Memonitor
dengan keperawatan selama ....... Observasi akumulasi
gangguan diharapkan gangguan - Periksa serumen
pendengaran komunikasi verbal dapat kemampuan berlebihan
(D.0119) teratasi dengan kriteria hasil pendengaran - Mengidentifikasi
: - Monitor metode
1. Kemampuan akumulasi komunikasi yang
berbicara meningkat serumen disukai pasien
2. Kemampuan berlebihan (mis. Lisan,
mendengar - Identifikasi tulisan, gerakan
meningkat metode bibir, bahasa
3. Kesesuaian ekspresi komunikasi isyarat)
wajah/tubuh yang disukai - Menggunakan
meningkat pasien (mis. bahasa sederhana
4. Kontak mata Lisan, tulisan, - Menggunakan
meningkat gerakan bibir, bahasa isyarat,
bahasa isyarat) jika perlu
Terapeutik - Memfasilitasi
- Gunakan bahasa penggunaan alat
sederhana bantu dengar
- Gunakan bahasa - Menghadapan
isyarat, jika dengan anak
perlu secara langsung
- Fasilitasi selama
penggunaan alat berkomunikasi
bantu dengar - Mempertahankan
- Berhadapan kontak mata
dengan anak dengan anak
secara langsung selama
selama berkomunikasi
berkomunikasi - Menghindari
- Pertahankan kebisingan saat
kontak mata berkomunikasi
dengan anak - Menghindari
selama berkomunikasi
berkomunikasi lebih dari 1
- Hindari meter dari pasien
kebisingan saat - Memertahankan
berkomunikasi kebersihan
- Hindari telinga anak
berkomunikasi - Menganjurkan
lebih dari 1 anak
meter dari
pasien menyampaikan
- Pertahankan pesan dengan
kebersihan isyarat
telinga anak
- Anjurkan anak
menyampaikan
pesan dengan
isyarat
Gangguan Interaksi Sosial (L.13115) Modifikasi Perilaku - Mengidentifikasi
interaksi Keterampilan Sosial penyebab
sosial Setelah dilakukan tindakan (I.13484) kurangnya
berhubungan keperawatan selama ....... keterampilan
dengan interaksi sosial dapat Observasi sosial
gangguan teratasi dengan kriteria hasil - Identifikasi - Mengidentifikasi
defisiensi : penyebab fokus pelatihan
bicara - Perasaan nyaman kurangnya keterampilan
(D.0118) dengan situasi sosial keterampilan sosial
meningkat sosial - Memotivasi
- Perasaan mudah - Identifikasi untuk berlatih
menerima atau fokus pelatihan keterampilan
mengkomunikasikan keterampilan sosial
perasaan meningkat sosial - Memberi umpan
- Responsif pada Terapeutik balik positif
orang lain - Motivasi untuk (mis. pujian atau
meningkat berlatih penghargaan)
- Perasaan tertarik keterampilan terhadap
pada orang lain sosial kemampuan
meningkat - Beri umpan sosialisasi
- Minta melakukan balik positif - Meliibatkan
kontak emosi (mis. pujian keluarga selama
meningkat atau latihan
- Kontak mata penghargaan) keterampilan
meningkat terhadap sosial, jika perlu
- Ekspresi wajah kemampuan - Menjelaskan
responsif sosialisasi tujuan melatih
- Libatkan keterampilan
keluarga selama sosial
latihan - Menjelaskan
keterampilan respons dan
sosial, jika konsekuensi
perlu keterampilan
Edukasi sosial
- Jelaskan tujuan - Menganjurkan
melatih mengungkapkan
keterampilan perasaan akibat
sosial masalah yang
- Jelaskan dialami
respons dan - Menganjurkan
konsekuensi mengevaluasi
keterampilan pencapaian
sosial setiap interaksi
- Anjurkan - Mengedukasi
mengungkapkan keluarga untuk
perasaan akibat dukungan
masalah yang keterampilan
dialami sosial
- Anjurkan - Melatih
mengevaluasi keterampilan
pencapaian sosial secara
setiap interaksi bertahap
- Edukasi
keluarga untuk
dukungan
keterampilan
sosial
- Latih
keterampilan
sosial secara
bertahap

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan Implementasi
Gangguan komunikasi verbal Observasi
berhubungan dengan gangguan - Memeriksa kemampuan pendengaran
pendengaran (D.0119) - memonitor akumulasi serumen berlebihan
- Mengidentifikasi metode komunikasi yang
disukai pasien (mis. Lisan, tulisan, gerakan
bibir, bahasa isyarat)
Terapeutik
- Menggunakan bahasa sederhana
- Menggunakan bahasa isyarat, jika perlu
- Memfasilitasi penggunaan alat bantu dengar
- Berhadapan dengan pasien secara langsung
selama berkomunikasi
- Mempertahankan kontak mata selama
berkomunikasi
- Menghindari kebisingan saat berkomunikasi
- Menghindari berkomunikasi lebih dari 1
meter dari pasien
- Mempertahankan kebersihan telinga
Edukasi
- Menganjurkan menyampaikan pesan dengan
isyarat
Gangguan interaksi sosial Observasi
berhubungan dengan defisiensi bicara - Mengidentifikasi penyebab kurangnya
(D.0118) keterampilan sosial
- Mengidentifikasi fokus pelatihan
keterampilan sosial
Terapeutik
- Memotivasi untuk berlatih keterampilan
sosial
- Memberi umpan balik positif (mis. pujian
atau penghargaan) terhadap kemampuan
sosialisasi
- Melibatkan keluarga selama latihan
keterampilan sosial, jika perlu
Edukasi
- Menjelaskan tujuan melatih keterampilan
sosial
- Menjelaskan respons dan konsekuensi
keterampilan sosial
- Menganjurkan mengungkapkan perasaan
akibat masalah yang dialami
- Menganjurkan mengevaluasi pencapaian
setiap interaksi
- Mengedukasi keluarga untuk dukungan
keterampilan sosial
- Melatih keterampilan sosial secara bertahap

EVALUASI KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan Evaluasi
Gangguan komunikasi verbal S : Anak sudah mulai merespon panggilan orang
berhubungan dengan gangguan lain
pendengaran (D.0119) O : kontak mata pada anak sudah meningkat
A : Masalah keperawatan teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
Gangguan interaksi sosial S : Anak sudah mulai berinteraksi pada dirinya dan
berhubungan dengan defisiensi bicara orang lain
(D.0118) O : Ekspresi anak sudah meningkat
A : Masalah keperawatan teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan

BAB IV
PEMBAHASAN KASUS

Autisme adalah kelainan perkembangan yang terjadi pada sistem saraf yang dialami


seseorang sejak lahir atau saat balita. Autisme merupakan gangguan perkembangan
kompleks, gejalanya mulai terlihat sebelum anak usia 3 tahun. Karakteristik menonjol yang
terjadi pada seseorang dengan kelainan ini adalah kesulitan membina hubungan sosial,
berkomunikasi secara normal maupun memahami emosi dan perasaan orang lain.
Autisme mempengaruhi interaksi sosial, komunikasi verbal dan non verbal, serta terjadi
gangguan perilaku pada anak. Anak autisme memiliki masalah dalam berbahasa, membentuk
hubungan dan salah menginterprestasikan keadaan lingkungan sekitarnya.
Menurut American Pshychiatric Association, autisme dikenal sebagai Pervasive
Development Disorders.

Berdasarkan kasus asuhan keperawatan yang ada, kelompok menggunakan pendekatan proses
keperawatan yang meliputi: pengkajian, analisa data, diagnosa keperawatan, intervensi,
implementasi, dan evaluasi.

Ada 2 diagnosa keperawatan yang telah kami tegakkan terkait pada kasus di BAB III, yaitu :

1. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan pendengaran (D.0119)


2. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan defisiensi bicara (D.0118)

BAB V
PENUTUP

1. Kesimpulan
Autisme merupakan gangguan perkembangan fungsi otak yang mencakup bidang
sosial dan afek, komunikasi verbal (bahasa) dan non verbal, imajinasi,
fleksibilitas, lingkup interest (minat), kognisi dan atensi. Ini suatu kelainan dengan
ciri perkembangan terlambat atau yang abnormal dari hubungan sosial dan bahasa.
Gangguan spektrum autisme disebabkan oleh kombinasi makanan yang salah atau
lingkungan yang terkontaminasi zat-zat beracun. Dua hal tersebut mengakibatkan
kerusakan pada usus besar yang menyebabkan masalah dalam tingkah laku dan
fisik.
Autisme dikelompokkan menjadi 3 yaitu : autisme persepsi, autisme reaktif, dan
autisme yang timbul kemudian.

2. Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan dapat memahami
asuhan keperawatan pada anak dengan berkebutuhan khusus : Autisme.

DAFTAR PUSTAKA
Suryani, Eko, Badi’ah, Atik. 2018. Asuhan Keperawatan Anak Sehat dan Anak Berkebutuhan
Khusus. Yogyakarta: Pustaka Baru Press
Danuatmaja, Bony. 2003. Terapi Anak Autis di Rumah. Jakarta: Puspa Swara.
Yatim, Faisal. 2003. Autisme Suatu Gangguan Jiwa Pada Anak-Anak. Jakarta: Pustaka
Populer Obor
Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan 2. Edisi Pertama. Jakarta: Salemba Medika
Kaplan dan Sadock. 2010. Buku Ajar Psikiatri Klinis terjemahan oleh Nisa T.M dan
Profitasari. Jakarta: EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan. Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Kriteria Hasil. Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
https://id.scribd.com/document/410842017/WOC-AUTISME

You might also like