You are on page 1of 22

MAKALAH

PENGUKURAN DAN PENILAIAN BK


“Konsep Intelegensi Dan Tes Intelegensi”

Dosen Pembina:
Prof. Dr. A. Muri Yusuf, M.Pd.
Prof. Dr. Daharnis, M.Pd, Kons.

Oleh
Kelompok 6 :
1. Athalia A. Aptanta Tumanggor (22151004)
2. Wahyu Almizri (22151051)

POGRAM STUDI S2 BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan
penulisan makalah ini untuk mata kuliah pengukuran dan penilaian BK.
Keberhasilan kami sebagai penulis dalam menyelesaikan penulisan makalah ini
tidak terlepas dari bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak, untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah ikut serta membantu
penulis dalam menyelesaikan penulisan makalah ini. Semoga semua bantuan yang
telah diberikan mendapatkan balasan di sisi Allah SWT, Amin.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan dan masih
jauh dari kesempurnaan, meskipun penulis telah berusaha dengan sebaik mungkin
dalam menyelesaikannya. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritikan dan
saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pengembangan ilmu
pengetahuan bagi yang membacanya. Akhir kata penulis mengucapkan terima
kasih atas kesediaan pembaca untuk memberikan masukan kepada penulis
nantinya.

Padang, 07 Oktober 2022

Pemakalah

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .....................................................................................1
B. Rumusan Masalah ................................................................................2
C. Tujuan Penulisan ..................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Intelegensi …………………………………………………3
B. Tujuan Pengukuran Intelegensi…...……………………………………4
C. Teori Intelegensi….................................................................................5
D. Kegunaan Tes Intelegensi……………………………………………...9
E. Sejarah Tes Intelegensi ………………………………………………..10
F. Jenis-jenis Tes Intelegensi……………………………………………..11
G. Dasar-dasar Penyusunan Tes Intelegensi………………………………16

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ............................................................................................18
B. Saran ......................................................................................................18
DAFTAR RUJUKAN………………………………………………………19

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Intelegensi adalah hal yang penting bagi kehidupan manusia.
Banyak hal diberbagai bidang dalam kehidupan dikaitkan dengan
intelegensi. Menurut Wirawan dan Triyono (2011) intelegensi adalah
perwujudan dari suatu daya dalam diri manusia, yang mempengaruhi
kemampuan seseorang diberbagai bidang. Intelegensi memiliki peranan
penting dalam kehidupan, salah satunya dalam dunia pendidikan dan
pengajaran, masalah intelegensi merupakan salah satu masalah pokok.
Peranan intelegensi dalam proses pendidikan merupakan hal yang sangat
penting sehingga dipandang menentukan dalam hal berhasil atau tidaknya
seseorang dalam hal belajar
Menurut teori Binet (Suryabrata, 2004) mengenai hakikat
intelegensi, salah satunya adalah kecenderungan untuk menetapkan dan
mempertahankan (memperjuangkan) tujuan tertentu. Makin cerdas
seseorang, akan makin cakaplah dia membuat tujuan sendiri, tidak
menunggu perintah saja. Semakin cerdas seseorang, maka dia akan
semakin tetap pada tujuan itu, tidak mudah dibelokkan oleh orang lain dan
suasana lain. Seseorang yang memiliki intelegensi yang tinggi cenderung
memiliki perbedaan dan kelebihan dalam menanggapi sesuatu
permasalahan demi mencapai tujuannya, contohnya dalam kemampuan
menyelesaikan atau memecahkan masalah dengan baik dan cepat.
Seseorang yang memiliki intelegensi tinggi dalam proses belajar, akan
lebih mudah mengatasi masalahnya dan cenderung dapat mencapai tujuan.
Ini dikarenakan seorang yang memiliki intelegensi tinggi cenderung bisa
menentukan tujuannya tanpa harus mendapatkan bimbingan lebih, dan
dapat menyesuaikan dirinya untuk mencapai tujuan.
Untuk mengetatahui intelegensi seseorang, maka perlu dilakukan
tes intelegensi. Instrumen yang digunakan dalam tes intelegensi disebut
dengan tes intelegensi atau biasa disebut tes IQ (Intelligence Quotients).

1
Pada makalah ini akan dijelaskan mengenai konsep intelegensi dan tes
intelegensi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah yang
dikemukakan dalam makalah ini adalah:
a. Apa yang dimaksud dengan intelegensi?
b. Apa tujuan pengukuran intelegensi?
c. Apa saja teori intelegensi?
d. Apa kegunaan tes intelegensi?
e. Bagaimana sejarah tes intelegensi?
f. Apa saja jenis-jenis tes intelegensi?
g. Bagaimana dasar penyusunan tes intelegensi?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penyusunan makalah yang bertema tentang dasar-dasar
pengetahuan ini adalah:
a. Menjelaskan konsep intelegensi.
b. Menjelaskan tujuan tes intelegensi.
c. Menjelaskan teori-teori intelegensi.
d. Menjelaskan kegunaan tes intelegensi.
e. Menjelaskan sejarah tes intelegensi.
f. Menjelaskan jenis-jenis tes intelegensi.
g. Menjelaskan penyusunan tes intelegensi.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Intelegensi
Kata intelegensi adalah kata yang berasal dari bahasa latin
yaitu ‘inteligensia’. ‘Inteligensia’ itu sendiri berasal dari kata ‘inter’ dan
‘lego’, ‘inter’ yang berarti diantara, sedangkan ‘lego’ berarti memilih.
Intelegensi pada mulanya mempunyai pengertian kemampuan untuk
memilih suatu penalaran terhadap fakta atau kebenaran. Intelegensi
merupakan suatu konsep mengenai kemampuan umum individu dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dalam kemampuan yang umum
ini, terdapat kemampuan-kemampuan yang amat spesifik. Kemampuan-
kemampuan yang spesifik ini memberikan pada individu suatu kondisi
yang memungkinkan tercapainya pengetahuan, kecakapan, atau
keterampilan tertentu setelah melalui suatu latihan. Inilah yang disebut
Bakat. Karena suatu tes inteligensi tidak dirancang untuk menyingkap
kemampuan-kemampuan khusus ini, maka bakat tidak dapat segera
diketahui lewat tes inteligensi.
Weschler (Habibah, 2018) intelegensi sebagai suatu kumpulan atau
totalitas kemampuan seseorang untuk bertindak dengan tujuan tertentu,
berpikir secara rasional serta menghadapi lingkungannya dengan efektif.
Thorndike (Yusuf.A, 2015) “Intelligence is the power of good responsces
from the point of view of truth or fact” artinya intelegensi adalah
kemampuan dalam memberikan respon yang baik dari pandangan
kebenaran atau fakta. Seiring dengan itu, Vernon (Nuraeni, 2012) ada tiga
arti mengenai intelegensi, pertama intelegensi adalah kapasitas bawaan
yang diterima oleh anak dari orangtuanya melalui gen yang nantinya akan
menentukan perkembangan mentalnya. Kedua, istilah intelegensi mengacu
pada pandai, cepat dalam bertindak, bagus dalam penalaran dan
pemahaman serta efisien dalam aktifitas mental. Arti ketiga dari
intelegensi adalah umur mental atau skor IQ dari suatu tes intelegensi.

3
Jadi dapat disimpulkan bahwa intelegensi adalah suatu kemampuan
untuk menerapkan pegetahuan yang sudah ada untuk memecahkan
berbagai masalah. Tingkat intelegensi dapat diukur dengan melalui tes dan
individu dalam kecepatan memecahkan masalah-masalah tersebut.
B. Tujuan Pengukuran Intelegensi
Setiap manusia memiliki intelegensi. Oleh karena itu, perlu
dilakukan pengukuran terhadap intelegensi. Menurut Anastasi (Habibah,
2018) tujuan pengukuran intelegensi adalah untuk mengetahui tingkat
kecerdasan seseorang, sehingga dapat mengkategorikan seseorang
berdasarkan kecerdasannya. Tentunya mengkategorikan seseorang 4
berdasarkan kecerdasannya ini akan membantu sesuai kebutuhan orang
tersebut. Pengukuran intelegensi ini dapat berguna bagi beberapa pihak,
yaitu:
1. Staf sekolah
Staf sekolah terutama guru memerlukan hasil-hasil pengukuran
intelegensi murid-muridnya terutama untuk bahan pembimbing dalam
pelajarannya.
2. Konselor
Konselor memerlukan hasil pengukuran intelagensi, sebab banyak
hambatan yang diderita anak yang salah satu sebabnya terletak dalam
tingkat intelegensi.
3. Untuk keperluan seleksi dan penempatan
Pada dunia pendidikan, untuk menyeleksi calon murid atau
mahasiswa yang sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan. Bidang
pekerjaan atau jabatan hasil pengukuran intelegensi berguna untuk
memilih pegawai sesuai kebutuhan.
4. Psikiater
Psikiater juga memerlukan hasil pengukuran intelegensi hal ini
untuk mengetahui kelainan psikis individu (pasiennya).

4
C. Teori Intelegensi
Menurut Santrock (2011) ada beberapa teori intelegensi dalam
psikologi, yaitu:
1. General Intelegensi
Teori ini terdapat pada semua aspek inteligensi secara umum,
dengan tingkat tertentu dalam sejarah inteligensi dalam psikologi.
Sebagi contoh, bakat tertentu yang didapatkan sejak lahir.
2. Specific Intelegensi
Teori yang kedua adalah teori specific intelegensi. Teori ini ini
hanya terdapat pada beberapa faktor inteligensi atau untuk hal-hal
tertentu saja. Sebagai contoh inteleligensi yang terdapat pada
seseorang yanag lebih unggul di beberapa inteligensi saja. Teori ini
biasanya berhubungan dengan saraf otot, ingatan, latihan serta
pengalaman.
3. Teori Pembawaan
Teori yang ketiga adalah teori pembawaan. Teori pembawaan
adalah teori yang meyakini bahwa hal yang menentukan pembawaan
seseorang adalah sifat-sifat atau ciri-ciri yang dibawa oleh orang
tersebut sejak lahir. Batas kemampuan seseorang dalam mengerjakan
suatu hal ditentukan oleh pembawaan masing – masing. Pada dasarnya
perbedaan akan tetap ada walaupun setiap orang menerima informasi,
pelajaran dan latihan yang sama.
4. Teori Kematangan
Teori yang keempat adalah teori kematangan. Teori kematangan
merupakan teori yanga meyakini bahwa manusia dikatakan mencapai
tingkat kematangan apabila setiap organ tubuhnya telah dapat
menjalankan fungsinya masing-masing dengan optimal. Misalnya,
apabila ada seorang individu yang belum bisa memecahkan masalah
tertentu, maka itu artinya organ tubuh serta fungsi organ tubuh
seseorang tersebut belum mencapai tingkat kematangan yang sesuai
dengan yang seharusnya. Dengan kata lain, dapat kita simpulkan

5
bahwasanya tingkat kematangan ini berhubungan erat dengan umur
atau usia seseorang.
5. Teori Minat
Teori yang kelima adalah teori minat. Teori minat ini
merupakan teori yang meyakini bahwa adanya minat yang khas akan
mengarahkan perbuatan seseorang kepada cara atau proses yang
dilakukannya untuk emncapai tujuannya. Motif merupakan dorongan
untuk sutau perbuatan yang dilakukan. Biasanya manusia terdorong
untuk melakukan interaksi dengan dunia luar dengan mengeksplorasi,
dan lama kelamaan akan timbul minatnya untuk sesuatu hal yang
memang sesuai dengan minta individu tersebut.
6. Teori Kebebasan
Teori yang keenam adalah teori kebebasan. Teori ini adalah
salah satu teori yang menekankan bahwa manusia dapat memilih
metode tertentu dalam upayanya untuk memecahkan masalah yang
dihadapainya. Kebebasan ini berarti bahwa minat tidak akan selalu
menjadi syarat dalam perbuatan yang mengandung inteligensi.
Menurut (Habibah, 2018) dilihat dari empat perspektif teoritis
mengenai hakikat intelegensi yaitu :
1. Konsep Menurut Spearman
Di awal tahun 1900-an, Charles Spearman (1904,1927)
berpendapat bahwa intelegensi terdiri dari kemampuan bernalar yang
sifatnya alamiah dan tunggal (faktor umum atau faktor general) yang
digunakan untuk menyelesaikan berbagai tugas, serta sejumlah
kemampuan khusus (faktor-faktor spesifik atau specific factors) yang
digunakan untuk menyelesaikan tugas-tugas spesifik. Menurut
perspektif Spearman, performa seorang siswa dalam setiap tugas yang
diberikan tergantung pada faktor umum dan faktor-faktor spesifik
yang dilibatkan untuk menyelesaikan tugas tersebut. Sebagai contoh,
hasil pengukuran dari berbagai keterampilan bahasa (pengenalan kata,
pengetahuan mengenai makna kata, pemahaman bacaan, dan

6
sebagainya) semuanya memiliki korelasi yang tinggi. Hal ini
disebabkan karena semua aspek itu mencerminkan intelegensi umum
dan faktor khusus yang sama yaitu kemampuan verbal. Pengukuran
keterampilan bahasa cenderung kurang memiliki korelasi dengan
pemecahan masalah matematika. Dua pengukuran tersebut melibatkan
kemampuan spesifik yang berbeda.
2. Fluid and Crystallized Intelligences menurut Cattel
Raymond Cattel (1963, 1987) menemukan bukti untuk dua
komponen yang berbeda dari inteligensi umum. Pertama, anak-anak
berbeda dalam hal fluid intellegence, yaitu kemampuan memperoleh
pengetahuan secara cepat dan beradaptasi terhadap situasi baru secara
efektif. Kedua, anak-anak berbeda dalam hal crystallized intellegence
(intelegensi terkristalisasi), yaitu pengetahuan dan ketrampilan yang
terakumulasi dari berbagai pengalaman, sekolah dan budaya. Dua
komponen ini bisa lebih atau kurang releven untuk menangani jenis-
jenis tugas tertentu. Fluid intellegence berkaitan dengan tugas-tugas
yang lebih baru, khususnya tugas-tugas yang membutuhkan
pengambilan keputusan yang cepat dan bersifat nonverbal.
Crystallized intellegence lebih diperlukan untuk menangani tugas-
tugas yang sudah sering (atau rutin) dihadapi, khususnya yang sangat
dipengaruhi oleh bahasa dan pengetahuan yang sebelumnya telah
dimiliki. Menurut Cattel, fluid intellegence umumnya tergantung pada
faktor-faktor biologis yang diturunkan; sementara crystallized
intellegence tergantung pada fluid intellegence dan pengalaman, dan
sebagai akibatnya dipengaruhi oleh keturunan maupun lingkungan
3. Intelegensi Majemuk Menurut Gardner
Howard Gardner menyatakan bahwa orang memiliki
kemampuan yang berbedabeda, atau disebut juga inteligensi majemuk
(multiple intellegence), yang relatif independen satu sama lain, yaitu
meliputi: intelegensi Bahasa (kemampuan berbahasa secara efektif),
intelegensi LogikaMatematika (kemampuan bernalar secara logis,

7
khususnya dalam bidang matematika dan sains), intelegensi Spasial
(kemampuan memperhatikan detil-detil pada hal-hal yang dilihat,
membayangkan, dan memanipulasi objek-objek visual dalam pikiran),
intelegensi Musik (kemampuan menciptakan, memahami, dan
menghargai musik), intelegensi Kinestetis-Ragawi (kemampuan
menggunakan tubuh secara terampil), intelegensi Interpersonal
(kemampuan memperhatikan aspek-aspek yang halus dan tidak
kentara dari perilaku orang lain, inteligensi Intrapersonal (kesadaran
terhadap perasaan, motif, dan hasrat sendiri), inteligensi Naturalis
(kemampuan mengenali pola-pola di alam dan perbedaan-perbedaan
di antara berbagai bentuk kehidupan dan objek-objek alami). Dalam
pandangannya, ada juga intelegensi kesembilan yaitu intelegensi
Eksistensial yang digunakan untuk menangani isu-isu yang bersifat
filosofis dan spiritual (misalnya, Siapakah kita ini? Mengapa kita akan
mati?).
4. Teori Triarchic Menurut Sternberg
Ketika berspekulasi mengenai hakikat inteligensi, Robert
Sternberg membuat tiga perbedaan makanya disebut triarchic.
Pertama-tama ia menyatakan bahwa orang dapat lebih atau kurang
inteligen dalam tiga bidang yang berbeda. Intelegensi analitis
(analytical intelligence) melibatkan kemampuan memahami,
menganalisis, membedakan dan mengevaluasi jenis- jenis informasi
dan persoalan-persoalan yang biasanya ditemukan dalam lingkungan
akademik dan tes-tes intelegensi. Intelegensi kreatif (creative
intellegence) melibatkan imajinasi, penemuan, dan sintesa
gagasangagasan dalam konteks situasi-situasi baru. Inteligensi praktis
(practical intellegence) melibatkan kemampuan menerapkan
pengetahuan dan keterampilan secara efektif untuk mengelola dan
merespon berbagai persoalan hidup dan situasi sosial sehari-hari.
Selain itu, Sternberg berpendapat bahwa perilaku yang intelegen
melibatkan interaksi ketiga faktor, yang bervariasi dari peristiwa yang

8
satu ke peristiwa yang lain yaitu konteks lingkungan tempat
munculnya perilaku, cara melibatkan pengalaman sebelumnya untuk
mengerjakan tugas tertentu, dan proses-proses kognitif yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas.
D. Kegunaan Tes Intelegensi
Secara umum tes intelegensi bergua untuk mengetahui tingkat
kecerdasan seseorang. Menururt Suryabrata (2004) ada beberapa kegunaan
tes intelegensi, yaitu:
1. Tes intelegensi dapat digunakan menempatkan siswa pada jurusan
tertentu.
2. Untuk mengidentifikasi siswa yang memiliki IQ di atas normal.
3. Tes intelegensi dapat digunakan untuk mendiagnosa kesukaran
pelajaran dan mengelompokkan siswa yang memiliki kemampuan
setara.
4. Tes intelegensi dapat digunakan untuk memprediksi hasil siswa dimasa
yang akan datang, dan juga sebagai media untuk mengawali proses
konseling.
5. Tes intelegensi dapat digunakan siswa untuk mengenali dan
memahami dirinya sendiri dengan lebih baik, serta mengetahui
kemampuannya.
6. Untuk mengukur kemampuan verbal, mencakup kemampuan yang
berhubungan dengan simbol numerik dan simbol-simbol abstrak
lainnya.
7. Alat prediksi kinerja yang efektif dalam banyak bidang pekerjaan serta
aktivitas-aktivitas lain dalam hidup sehari-hari.
Santrock (2011) juga menyebutkan beberapa kegunaan tes
intelegensi, yaitu:
1. Dapat digunakan untuk turut menetukan kemasakan anak-anak untuk
menerima pekerjaan sekolah, karena terkadang antara umur kronologis
dan umur psikis tidak seimbang.

9
2. Berguna untuk mengadakan klasifikasi kedalam golongan-golongan
menurut kemampuan mereka yang dilakukan untuk kepentingan
pelajaran.
3. Berguna untuk mendiaknosis, misalnya ada seorang anak yang tidak
berhasil untk mencapai kemajuan yang normal, maka tes intelegensi
dapat dipergunakan untk mementukan kesukaran yang dihadapi anak
itu. Kalu seorang anak yang terlambat kemajuan belajarnya tetapi
mencapai skor yang tinggi pada suatu test intelegensi, maka mungkin
sebab keterlambatan itu adalah karena faktor-faktor lainnya. Misalnya
faktor minat, cara belajar dan mengajar.
4. Digunakan dalam memberikan bimbingan pendidikan maupun
bimbingan untuk menentukan jabatan.
Berguna untuk membantu studi mengenai pelanggaran-pelanggaran
peraturan/tata tertib, misalnya kalau seorang pemuda memperlihatkan
kecendrungan untuk melakukan tindakan-tindakan yang sifatnya non
sosial dan kriminal, maka timbullah soal tanggungjawab semua moril,
apakah pemuda tadi cukup intelegensia untuk diminta tanggungjawab
moril bagi segala tindakannya.
E. Sejarah Tes Intelegensi
Awal mula tes intelegensi dikembangkan adalah pada tahun 1812-
1880. Seguin mengembangkan sebuah papan yang berbentuk sederhana
untuk menegakkan diagnosis keterbelakangan mental. Seguin merupakan
salah seorang pionir yang mengkhususkan diri pada pendidikn anak
terbelakang mental dan sebagai Bapak dari tes performansi. Tes E.Seguin
ini kemudian distandarisir oleh Goddar (Sukardi, 1997) Tahun 1882,
Francis Galstron membuka pusat testing pertama di dunia. Salah satu dari
pemikiran Galstron menjadi dasar dikembangkannya pengukuran
individual. Karena pada kenyataannya individu tidaklah sama antara satu
dengan yang lainnya, tetapi memiliki perbedaan antar individual.
Salah satu orang yang mengembangkan daftar norma-norma dalam
pengukuran psikologis adalah Joseph Jasrow (1863-1944). Kemudian,

10
pada tahun 1896, G.C. Ferrari mempublikasikan tes yang bisa dipakai
untuk mendiagnosis keterbelakangan mental. August Oehr, mengadakan
penelitian tentang interelasi antara berbagai fungsi psikologis. E.Kreplien,
seorang psikiater mengembangkan empat macam tes yaitu, tes koordinasi
motorik, tes asosiasi kata-kata, tes fungsi persepsi dan tes ingatan
(Sukardi, 1997).
Pada tahun 1895, E.Kaepelin mengembangkan tes inteligensi yang
berkaitan dengan tes penalaran aritmatik dan kalkulasi sederhana. Tahun
1905, skala Binet-Simon terdiri dari tiga puluh soal, kemudian pada tahun
1908 direvisi dan kemudian diarahkan untuk anak-anak normal dan tidak
berfungsi primer apabila dipergunakan untuk membedakan yang
terbelakang dari yang normal. Kemudian pada tahun 1911, skala Binet-
Simon digunakan untuk anak-anak yang berumur tiga tahun hingga usia
dewasa. Dimana setiap tingkat usia terdapat lima soal. Tahun 1916
(Sukardi, 1997), melalui revisi Terman dan Stanford mempergunakan
konsep IQs. Wilhelm Stern, mempergunakan rasio MA (Mental Age) dan
CA (Chronologi Age) sebagai indeks dari taraf inteligensi. Tahun 1939
untuk pertama kalinya David Weschsler mempublikasikan tes inteligensi
individu, yang dikenal dengan W.B.Test. Kemudian pada tahun 1949
diterbitkan WISC (Wechsler Inttelegence Scale for Children) yaitu suatu
tes skala untuk tes inteligensi anak-anak. Kemudian, sekitar tahun 1917-
1918, mulai berkembang tes kelompok. Diawali dengan tes verbal untuk
seleksi tentara Army Alpha. Sedangkan untuk buta huruf atau tidak bisa
berbicara bahasa inggris digunakan yaitu Army Beta.
F. Jenis-jenis Tes Intelegensi
Menurut Nuraeni (2012) ada beberapa jenis tes intelegensi, yaitu:
1. Stanford Binet Intelligence Scale
Materi yang terdapat dalam Skala Stanford Binet berupa sebuah
kotak berisi bermacam-macam benda mainan tertentu yang akan
disajikan kepada anak-anak, dua buah buku kecil yang memuat
cetakan kartu-kartu, sebuah buku catatan untuk mencatat jawaban dan

11
skornya, dan sebuah manual/petunjuk pelaksanaan pemberian tes.
Tes-tes dalam skala ini dikelompokkan menurut berbagai level usia
mulai dari Usia-II sampai dengab Usia Dewasa-Superior. Diantara
Usia-II dan Usia-V, tesnya meningkat dengan interval setengah
tahunan, sedangkan diantara Usia-V dan Usia-XIV, level usia
mengingkat dengan interval satu tahunan. Level-level selanjutnya
dimaksudkan sebagai level Dewasa-Rata-rata dan level Dewasa-
Superior I, II, dan III. Setiap level usia dalam skala ini berisi enam tes,
kecuali untuk level Dewasa-Rata-rata yang berisi delapan tes. Dalam
masing-masing tes untuk setiap level usia terisi soal-soal dengan taraf
kesukaran yang tidak jauh berbeda. Berdasarkan perbedaan taraf
kesukaran yang kecil itulah disusun urutan soal dari yang paling
mudah sampai yang paling sukar. Skala Stanford-Binet dikenakan
secara individual dan soal-soalnya diberikan secara lisan oleh pemberi
tes.
2. The Wechlser Intelligence Scale for Children-Revised (WISC -R)
Revisi skala WISC yang dinamai WISC-R diterbitkan tahun 1974
dan dimaksudkan untuk mengukur inteligensi anak-anak usia 6 sampai
dengan 16 tahun. WISC-R terdiri atas 12 subtes yang dua diantaranya
digunakan hanya sebagai persediaan apabila diperlukan penggantian
subtes. Kedua belas subtes tersebut dikelompokkan menjadi dua
golongan, yaitu skala Verbal (verbal) yang terdiri dari information
(informasi), comprehension (pemahaman), arithmetic (hitungan),
similiarites (kesamaan), vocabulary (kosa kata), dan digit span
(rentang angka). Golongan kedua adalah skala performansi
(performance) yang terdiri dari picture completion (kelengkapan
gambar), picture arrangement (susunan gambar), block design
(rancangan balok), object assembly (perakitan objek), coding (sandi),
mazes (taman sesat).
Subtes Rentang Angka merupakan subtes pelengkap yang hanya
dipergunakan apabila salah satu diantara subtes verbal lainnya, karena

12
sesuatu hal semisal kekeliruan pemakaian, tidak dapat digunakan.
Subtes Taman sesat dapat pula digunakan sebagai pengganti subtes
Sandi atau dapat pula digunakan sebagai pengganti subtes performasi
manapun yang tidak dapt dipakai. Dengan demikian, skor subjek tetap
didasarkan atas lima subtes dari skala Verbal dan lima subtes dari
skala Performasi. Pemberian skor pada subtes WISC-R didasarkan
atas kebenaran jawaban dan waktu yang diperlukan oleh subjek dalam
memberikan jawaban yang benar tersebut. Melalui prosedur
pemberian skor yang telah ditentukan, setiap subjek akan memperoleh
skor pada masing-masing subtes. Skor tersebut kemudian
diterjemahkan ke dalam bentuk angka standar melalui tabel norma
sehingga akhirnya diperoleh suatu angka IQ –deviasi untuk skala
verbal, satu angka IQ-deviasi untuk skala verbal dan satu angka IQ-
deviasi untuk skala performansi, dan satu angka IQ-deviasi untuk
keseluruhan skala.
3. The Wechsler Adult Intelligence Scale-Revised (WAIS-R)
Skala Weschler pertama kali diterbitkan pada tahun 1939 dengan
nama Weschler-Bellevue (W-B). Sasaran utama test ini adalah untuk
menyediakan test intelegensi bagi orang dewasa. Test ini dirancang
untuk anak-anak sekolah dan diadaptasikan untuk orang dewasa
dengan menambahkan beberapa soal yang lebih sulit. Penekanan
berlebihan pada kecepatan yang tidak menguntungkan bagi orang
dewasa, manipulasi yang relatif rutin atas kata-kata, dan tidak dapat
diterapkannya norma umur pada orang-orang dewasa membuat test
W-B dikembangkan. Dalam bentuk dan isi, skala ini menetapkan pola
dasar untuk semua skala Weschler, yang masing-masing akan
menambah penyempurnaan. W-B itu sendiri ditambahkan paada tahun
1955 oleh WAIS, yang memperbaiki sejumlah kekurangan teknis
skala terdahulu dalam kaitan dengan ukuran representativitas sampel
normatif dan reliabilitas subtes-subtes.

13
10

4. The Standard Progresive Matrices


SPM merupakan salah satu contoh bentuk skala inteligensi yang
dapat diberikan secara individual maupun secara kelompok. Skala ini
dirancang oleh J. C. Raven dan diterbitkan terakhir kali oleh H. K.
Lewis & Co. Ltd. London pada tahun 1960. SPM merupakan tes yang
bersifat nonverbal, artinya materi soal-soalnya diberikan tidak dalam
bentuk tulisan ataupun bacaan melainkan dalam bentuk gambar-
gambar. Karena instruksi pengerjaannya diberikan secara lisan maka
skala ini dapat digunakan untuk subjek yang buta huruf. Diciptakan
pertama kali di tahun 1936, diterbitkan pertama kali di tahun 1938,
SPM telah mengalami berbagai revisi sampai revisi terakhir yang
dijumpai di Indonesia yaitu revisi tahun 1960.
Penyusunan SPM didasari oleh konsep inteligensi Spearman, yaitu
konsepsinya mengenai eduksi hubungan dan eduksi korelasi. Raven
sendiri menyebut skala ini sebagai tes kejelasan pengamatan dan
kejelasan berfikir, bukan tes inteligensi umum (Raven, 1960 dalam
Azwar 1996). Tes SPM terdiri atas 60 buah soal yang berupa gambar-
gambar. Setiap soal berupa sebuah gambar besar yang berlubang dan
di bawah gambar besar tersebut terdapat 6 atau 8 buah gambar kecil
sebagai pilihan jawaban. Subjek diminta memilih salah satu gambar
kecil yang dapat dipakai untuk menutup lubang pada gambar besar
sehingga terbentuk pola yang benar berdasarkan penalaran tertentu.
Keenampuluh soal terbagi dalam lima seri yang masing-masing berisi
12 soal yang disajikan dalam sebuah buku. Seri pertama, yaitu Seri A,
merupakan seri yang paling mudah dicari dasar penalarannya.
Selanjutnya taraf kesurakaran soal akan semakin meningkat dan
masing-masing seri menuntut pengerahan kapasitas intelektual yang
lebih, agar dapat menemukan dasar penalaran yang berlaku bagi setiap
seri soal. Setiap subjek diberi soal yang sama dan menuliskan
jawabannya pada suatu lembar jawaban khusus yang disediakan.
Subjek harus bekerja dengan cepat dan teliti sejak awal hingga akhir

14
tes. Bagi setiap jawaban yang benar, subjek mendapat skor 1. Skor
total pada skala ini adalah banyaknya soal yang dapat dijawab dengan
benar oleh subjek yang kemudian akan diintepretasikan secara
normatif menurut sebuah tabel norma penilaian. Dari lima seri yang
masing-masing terdiri atas 12 buah soal, keseluruhan tes memuat 60
soal, akan tetapi skor maksimal yang dapat diperoleh oleh subjek
adalah 58 dikarenakan dua soal pertama pada Seri A merupakan soal
contoh yang tidak diberi skor. SPM tidak memberikan suatu angka IQ
akan tetapi menyatakan hasilnya dalam tingkat atau level
intelektualitas dalam beberapa ketegori, menurut besarnya skor dan
usia subjek yang dites, yaitu grade I (kapasitas intelektual superior),
grade II (kapasitas intelektual di atas rata-rata), grade III (kapasitas
intelektual rata-rata), grade IV (kapasitas intelektual di bawah rata-
rata), grade V (kapasitas intelektual terhambat).
5. Tes Intelegensi Kolektif Indonesia (TIKI)
Tes yang disusun di Indonesia ini merupakan kerjasama antara
ahli Indonesia dan belanda, bertujuan untuk mengungkapkan
intelegensi dengan standar Indonesia. Tes ini terdiri dari tiga
kelompok yaitu TIKI dasar untuk sekolah dasar sampai SMP kelas II,
TIKI menengah untuk siswa SMP kelas III dan SMA dan TIKI tinggi
untuk mahasiswa dan orang dewasa. Tes ini dapat diberikan secara
individual dan kelompok. Sub tes TIKI dasar (berhitung angka,
gabungan bagian, eksklusi gambar, hubungan kata, membandingkan
gambar, labirin, berhitung huruf, mencari pola, eksklusi kata, mencari
segi tiga). TIKI menengah (berhitung angka, gabungan bagian,
hubungan kata, ekslusi gambar, berhitung soal, meneliti, membentuk
benda, ekslusi kata, bayangan cermin, berhitung huruf,
membandingkan benda, dan pembentukan kata). TIKI tinggi
(berhitung angka, gabungan bagian, hubungan kata, abstrak non
verbal, deret angka, meneliti, membentuk benda, ekslusi kata,
bayangan cermin.

15
G. Dasar Penyusunan Tes Intelegensi
Penyusunan tes intelegensi pada dasarnya merujuk pada tes yang
dikembangkan Binet dan Simon. Dasar penyusunan tes intelegensi
memiliki beberapa langkah, yaitu:
1. Pengembangan spesifikasi tes intelegensi
Secara teori spesifikasi tes intelegensi disusun berdasarkan
bangunan teoritis tentang intelegensi itu pada umumnya. Rekaan-
rekaan atau konsep teoritis itu bersifat spekulatif, Spearman
menggolong rekaan-rekaan spekulatif ini menjadi tiga kelompok yaitu
(1) yang memberikan defenisi intelegensi umum, (2) yang memberikan
defenisi mengenai daya-daya jiwa khusus yang merupakan bagian dari
intelegensi, dan (3) yang memberikan defenisi intelegensi sebagai taraf
umum daripada sejumlah daya-daya jiwa khusus. Selanjutnya, rekaan-
rekaan faktor, rekaan tersebut disusun berdasarkan hasil analisis faktor
(Nuraeni, 2012).
2. Pengembangan Soal
Soal yang dikembangkan akan tergantung kepada
spesifikasinya, mungkin soal-soal itu bersifat figural seperti misalnya
SPM yang dikembangkan oleh Raven. Secara teori SPM dimaksudkan
untuk mengukur faktor menurut teori Spearman. Penyelesaian soal-
soal SPM menuntut penerapan prinsp-prinsip berpikir tertentu yang
ditampilkan dalam bentuk gambar. Tes Wechsler misalnya terdiri atas 1
dua subtes, yaitu verbal dan nonverbal (performance).
3. Penelaahan soal
Penelaahan soal dirujuk dari kisi-kisi tes sebagai rujukan yang
lebih penting, karena beragamnya dasar teoritis yang mungkin
dijadikan acuan. Kecuali tes berupa gambar akan menntut penelaah
soal memiliki kemampuan profesioanl yang lebih dari tes-tes verbal.
Demikian pula tes performance.

16
4. Perakitan soal, karena rancangan tes sudah terarah, maka perakitan
soal relatif lebih mudah dilakukan.
5. Uji coba tes
Pemilihan subjek untuk uji coba tes harus dilakukan secara hati-
hati, agar kelompom subjek itu mencerminkan populasinya. Wilayah
generalisasinya sangat luas, dan ini harus selalu diperhitungkan dalam
tiap langkah pengembangan tes intelegensi.
6. Analisis butir soal, analisis hasil uji coba perlu disesuaikan dengan
materi tes dan tipe soal yang dipakai.
7. Seleksi dan perakitan soal
Berdasarkan atas hasil analisis soal perlu dilakukan seleksi soal.
Seleksi soal ini pada dasarnya dilakukan dengan cara yang lazim untuk
tes atribut kognitif. Dan perlu disesuaikan dengan materi tes dan tipe
soal yang digunakan, sesuai dengan spesifikasi yang telah dirumuskan
(Habibah, 2018).

17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada dasarnya intelegensi adalah kecerdasan manusia. Untuk
mengetahui tingkat kecerdasan manusia, maka perlu dilakukan tes
intelegensi. Tes intelegensi tidak hanya bermanfaat untuk mengetahui
tingkat kecerdasan seseorang saja, namun juga untuk membantu seseorang
sesuai kebutuhannya.
B. Saran
Dengan diselesaikannya makalah ini penulis berharap makalah ini
dapat menambah wawasan dan pengetahuan pembaca. Selanjutnya penulis
juga mengharapkan kritik dan saran guna peningkatan kualitas dalam
penulisan makalah ini.

18
DAFTAR RUJUKAN
A.Muri Yusuf. (2015). Asesmen dan Evaluasi Pendidikan Pilar Penyedia
Informasi dan Kegiatan Pengendalian Mutu Pendidikan. Jakarta:
Kencana.
Habibah, N. (2018). Modul Pratikum Tes Intelegensi. Sidoarjo : UMSIDA
Press
Nuraeni. (2012). Tes Psikologi, Tes Intelegensi dan Tes Bakat.
Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah Purwokerto Press
Santrock, J, W. (2011). Psikologi Pendidikan. Alih Bahasa: Tri Wibowo.
Jakarta: Salemba Humanika.
Sukardi, D, W. (1997). Analisis Tes Psikologis dalam Penyelenggaraan
Bimbingan di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
Suryabrata, S. (2004). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grasindo
Persada.
Wirawan, Y, G., & Triyono. (2011). Materi Pelatihan 3: Tes Kemampuan
Umum (Inteligensi). Malang: PPS UM.

19

You might also like