You are on page 1of 4

Nama : Syifa Nurfadlilah Suhardi

NIM : I2A022009
Dosen : Nuriyeni K. Bintarsari Ph.D
UTS Advokasi Kebijakan Kesehatan

A. Tujuan Advokasi Media


Advokasi Media merupakan pendekatan berorientasi kebijakan dengan menggunakan
media massa untuk promosi kesehatan. Tujuan advokasi media yaitu untuk memobilisasi
masyarakat untuk mempengaruhi atau membentuk persepsi kelompok pemuka masyarakat
yang secara langsung berpengaruh pada para pembuatan keputusan. Isu publik atau kesehatan
masyarakat yang terlupakan didiskusikan atau diangkat kembali agar menjadi perhatian publik,
atau isu lama yang didiskusikan kembali namun dengan sudut pandang yang berbeda.
Advokasi media ini mendiskreditkan pendapat seorang tokoh atau ahli dengan
mengemukakan fakta atau pandangan baru yang layak diperhatikan, agar menjadi isu publik.
Advokasi media juga digunakan sebagai alat politik yang ditujukan untuk memberikan efek
tekan pada pembuat kebijakan utk perubahan sosial dan memobilisasi dukungan (Wallack dan
Dorman, 1996).
Tujuan advokasi media menurut Chapman, 2004:
1. Mencakup isu publik atau kesehatan masyarakat yang terlupakan atau terbengkalai
kemudian didiskusikan atau diangkat ke permukaan agar menjadi perhatian publik.
2. Isu lama yang pernah ada diangkat kembali dan di diskusikan dengan sisi pemikiran
yang berbeda.
3. Mendiskreditkan pendapat seseorang tokoh atau ahli.
4. Mengemukakan fakta dan pandangan baru agar suatu isu menjadi debat publik.
5. Mengajukan suara atau pendapat yang layak untuk diperhatikan
6. Meningkatkan kekuatan argumentasi fakta

B. Pentingnya Framing dalam Advokasi Kesehatan


Advokasi media terdiri dari tiga langkah yaitu setting the agenda (mengatur agenda),
framing the issue (membingkai isu), dan advancing a solution (mencari solusi). Strategi
framing merupakan salah satu kemampuan advokasi media agar berhasil. Mengajukan
pendapat atau suara yang layak diperhatikan dan meningkatkan argumentasi fakta merupakan
keterampilan framing. Konsep framing biasanya digunakan untuk proses seleksi dan
penyorotan sebuah realita atas berita. Pada umumnya, dimanfaatkan untuk mengkonstruksi
sebuah fakta dengan menonjolkan suatu makna agar lebih menarik.
Strategi framing dalam “advokasi isu kesehatan” ini sangat penting untuk
mempengaruhi para pembuat kebijakan Kesehatan agar isu Kesehatan ini dapat diperhatikan
untuk mencapai perubahan tingkat Kesehatan yang baik. Menurut Entman, framing dalam
pemberitaan dilakukan dengan empat cara, yaitu: Define Problem, Diagnose Causes, make
moral judgement, treatment recommendation. Entman berpandangan bahwa framing sebagai
cara untuk meletakkan informasi-informasi yang ada dalam konteks tertentu, agar isu tersebut
mendapatkan porsi penempatan yang lebih besar daripada isu lainnya.
Menurut Wallack, Jernigan dan Thenksa, 1993, metode atau cara sukses advokasi
media adalah membingkai isu untuk mendapat akses atau perhatian media “Framing the issue
to get access to media” dan “Framing the issue of the content” atau membuat konten menjadi
kontroversial atau menarik. Empat langkah sukses dalam advokasi media:
1) Menekankan dimensi sosial masalah.
2) Menggeser tanggungjawab masalah dari individu yang terkena kepada pembuat
keputusan yang membuat timbulnya masalah.
3) Menyajikan altenatif kebijakan sebagai solusi masalah.
4) Menyajikan pilihan kebijakan ada practical application.
Abrar membagi empat elemen ketika hendak mem-framing berita, yaitu cognitive
dissonance, empati, packing, asosiasi.
No Struktur Objek Framing
Cognitive Dissonance (ketidaksesuaian sikap
1 Judul berita
dan perilaku)
2 Empati (membentuk pribadi khayal) Judul berita
Packing (daya Tarik yang mengakibatkan
3 Focus/konten berita
ketidakberdayaan)
Asosiasi (menggabungkan kondisi, kebijakan,
4 dan objek yang sedang actual dengan focus Penutup berita
berita)
Dalam advokasi media mengemas isu menjadi suatu sudut pandang yang memiliki
“nilai jual” bagi legislatif maupun eksekutif. Sebagai contoh hasil penelitian Hayati NH., &
Gafar MY., 2020 mengenai konstruksi berita Covid-19 di Kompas.com dan Tribunnews.com
pada 20 Maret 2020 berita mengenai Covid-19 dari Kompas.com lebih banyak mengambil
sudut pandang pemerintah yang selalu memberikan himbauan kepada masyarakat untuk tetap
waspada terhadap Covid-19. Frame yang dibangun oleh Kompas.com adalah Covid-19 harus
diwaspadai oleh masyarakat, namun pemerintah tengah berusaha melakukan antisipasi secara
optimal. Sementara Tribunnews.com cenderung mengemas berita-berita clickbait. Terbukti
dari beberapa berita Tribunnews yang lebih menonjolkan unsur sensasi, tidak berlandaskan
empati dengan mengabaikan sudut pandang dua WNI korban pertama Covid-19. Sementara
frame yang dibangun oleh Tribunnews.com adalah bahwa Indonesia “kecolongan” karena
tidak dapat mendeteksi secara dini WNA penderita Covid-19. Virus Corona menyebar sebagai
akibat kelalaian masyarakat yang melakukan kontak sosial dengan WNA. Framing Tribunnews
menyudutkan pasien Covid-19.
DAFTAR PUSTAKA

Aulia, RR., (2022) ‘Konstruksi Media Massa Terhadap Covid-19 (Analisis Framing
Pemberitaan Vaksin Covid-19 di Media Tempo dan Republika’, Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Hayati NH., & Gafar MY., (2020) ‘Konstruksi Berita Covid-19 di Kompas.com dan
Tribunnews.com’, Koneksi, 4(2), p.243-250
Rahman, Aulia., (2020) ‘Framing Atas Advokasi Kebijakan: Analisis Framing Change.org
Indonesia dalam Mengadvokasi Petisi Amnesti untuk Nuril’, UIN Syarif Hidayatullah
Sobur, Alex., (2015) ‘Analisis Teks Media: Suatu Pengantar’, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, hal 173
Sugiarto, Budi., ‘MENGEMAS ISU ANAK DENGAN FRAMING DAN REFRAMING’,
Bacaan Untuk Fasilitator, p.118-126

You might also like