Professional Documents
Culture Documents
Epistemoligi Irfani - Arif - Hifayat - 18.09.0322
Epistemoligi Irfani - Arif - Hifayat - 18.09.0322
Disusun oleh:
Arif Hidayat
A. Pengertian Epistemologi
Istilah “Epistemologi” berasal dari bahasa Yunani yaitu “episteme” yang berarti
pengetahuan dan ‘logos” berarti perkataan, pikiran, atau ilmu. Kata “episteme” dalam bahasa
Yunani berasal dari kata kerja epistamai, artinya menundukkan, menempatkan, atau meletakkan.
Maka, secara harafiah episteme berarti pengetahuan sebagai upaya intelektual untuk
menempatkan sesuatu dalam kedudukan setepatnya.Bagi suatu ilmu pertanyaan yang mengenai
definisi ilmu itu, jenis pengetahuannya, pembagian ruang lingkupnya, dan kebenaran ilmiahnya,
merupakan bahan-bahan pembahasan dari epistemologinya. Epistemologi sering juga disebut
teori pengetahuan (theory of knowledge). Epistemologi lebih memfokuskan kepada makna
pengetahuan yang berhubungan dengan konsep, sumber, dan kriteria pengetahuan, jenis
pengetahuan, dan lain sebagainya.
Beberapa ahli yang mencoba mengungkapkan definisi dari pada epistemologi adalah P.
Hardono Hadi. Menurut beliau epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari dan
mencoba menentukan kodrat dan skope pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasarnya,
serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Tokoh lain
yang mencoba mendefinisikan epistemoogi adalah D.W Hamlyin, beliau mengatakan bahwa
epistemologi sebagai cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan,
dasar dan pengandaian – pengandaian serta secara umum hal itu dapat diandalkannya sebagai
penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan
Runes dalam kamusnya menjelaskan bahwa epistemology is the branch of philosophy
which investigates the origin, stukture, methods and validity of knowledge. Itulah sebabnya kita
sering menyebutnya dengan istilah epistemologi untuk pertama kalinya muncul dan digunakan
oleh J.F Ferrier pada tahun 1854 (Runes, 1971-1994).
Dari pengertian epistemologi irfani diatas maka makalah ini akan menjelaskan pula tentang
sumber dan perkembangannya, antara lain:
1. Sumber Al-irfani
Ada beebrapa pendapat para ahli mengenai sumber irfani, berikut diantaranya :
a. Irfan islam berasal dari sumber Persia dan Majusi, seperti yang disampaikan Dozy dan
Thoulk. Alasannya, sejumlah besar orang-orang majusi di Iran utara tetap memeluk agama
mereka setelah penaklukan islam dan banyak tokoh sufi yang berasal dari daerah Khurasan. Dan
pendiri aliran-aliran sufi berasal dari kelompok orang Majusi, seperti Ma’ruf Al-Kharki (w. 815
M) dan Bayazid Busthami (w.877 M).
b. Irfan berasal dari sumber-sumber Kristen, seperti dikatakan Von Kramer,
Ignaz,Goldziher,Nicholson,Asin Palacios dan O’lery. Alasanya,(1) Adanya interaksi antara
orang-orang arab dan kaum nasrani pada masa jahiliyah maupun zaman islam. (2) Adanya segi-
segi kesamaan antara kehidupan para Sufis, dalam soal ajaran, tata cara melatih jiwa (riyadlah)
dan mengasing diri (khalwat).
c. irfan ditimba dari India, seperti pendapat horten dan hortman. Alasanya, (1) kemunculan
dan penyebaran irfan (tasawuf)pertama kali adalah khurasan. (2) kebanyakan dari para sufi
angkatan pertama bukan dari kalangan arab, seperti ibrahim ibn adham (w.782 M), al-balkh
(w.810 M) dan yahya ibn muadz (w.871 M). (3) sebelum masa islam, Turkistan adalah pusat
agama dan kebudayaan timur serta barat. Mereka memberi warna mistissismelama ketika
memeluk islam. (4) konsep dan metode tasawuf seperti keluasan hati dan pemakaian tasbih
adalah praktek-praktek dari India.
d. irfan beraal dari sumber-sumber yunani,khususnya neo-platonisme dan hermes, seperti
disampaikan O’leary dan Nicholson. Alasannya, “theology aristoteles” merupakan paduan antara
system porphyry dan proclus telah dikenal baik dalam filsafat islam. Namun ,menurut Dzun Al-
Nun al-Misri (796-861 M),irfan diadopsi dari ajaran hermes, sedang pengambilan dari teks-teks
Al-Qu’ran sebagai contoh, istilah maqamat yang secara Lafdz dan maknawi diambil dari Al-
Qur’an (QS. Al-Fushilat 164).
Dengan demikian, irfan sesungguhnya berasal dari sumber islam sendiri, tetapi dalam
perkembangannya kemudian di pengaruhi oleh factor luar, yaitu yuinani, Kristen, hindu atau
yang lain. Beberapa tokoh orientalis seperti Nicholson,Louis Mssignon,Spencer Trimingham
juga menyatakan hal yang sama tentang sumber-sumber asal irfan atau sufisme islam.
Pengetahuan irfani diperoleh dengan oleh ruhani, dimana dengan kesucian hati, Tuhan
akan melimpah pengatahuan langsung kepadanya. Secara metodologis, pengetahuan ruhani
setidaknya diperoleh melalui tiga tahapan,(1) persiapan, (2) penerimaan, (3) pengungkapan baik
secara lisan atau tulisan.
Tahap pertama, persiapan. Untuk bisa menerima limpahan pengetahuan (kasyf), seseorang
yang biasan disebut salik (penempuh jalan spiritual) harus menyelesaikan jenjang-jenjang
kehidupan spiritual. Para tokoh berbeda pendapat tentang jumlah yang harus dilalui. Namun,
setidaknya ada tujuh tahapan yang dijalani, yang semua ini berangkat dari tingkatan paliang
dasar menuju pada tingkatan puncak.
1. Taubat meninggalkan segala perbuatan yang kurang baik disertai penyesalan yang
mendalam untuk kemudian menggantinya dengan perbuatan-perbuatan baru yang terpuji.
Perilaku taubat ini sendiri terdiri atas beberapa tingkatan pertama, taubat dari perbuatan dosa dan
makanan haram, kemudian taubat dari ghaflah (lalai mengingat Tuhan), dan puncaknya taubat
dari klaim bahwa dirinya telah melakukan taubat.
2. Wara’, menjauhkan diri dari segala sesuatu yang tidak jelas statusnya(subhat). Dalam
tasawuf, wara’ ini terdiri atas dua tingkatan, yaitu lahir dan batin. Wara’ lahir berarti tidak
melakukan sesuatu kecuali untuk beribadah kepada Tuhan, sedang wara’ batin adalah tidak
memasukkan sesuatu apapun dalam hati kecuali Tuhan.
3. Zuhud, tidak tamak dan tidak mengutamakan kehidupan dunia. Namun demikian, zuhud
bukan berarti meninggalkan harta sama sekali. Menurut Al-Syibli seseorang tidak dianggap
zuhud jika hal itu terjadi lantaran ia memang tidak mempunyai harta. Zuhud adalah bahwa hati
tidak tersibukkan oleh sesuatu apapun kecuali Tuhan (meski disana ada banyak kekayaan).
4. Faqir, mengosongkan seluruh pikiran dan harapan dari kehidupan masa kini dan masa akan
datang, dan tidak menghentikan sesuatu apapun kecuali Tuhan SWT, sehingga ia tidak terikat
dengan apapun dan hati tidak menginginkan sesuatu apapun. Tingkat faqir merupakan realisasi
dari upaya pensucian hati secara keseluruhan dari segala yang selain Tuhan (tathhir al-qalbi bi al-
kulliyah ‘anma siwa Allah).
5. Sabar, yakni menerima segala bencana dengan laku sopan dan rela.Ini tahapan lebih lanjut
setelah seseorang mencapai tingkat faqir.
6. Tawakkal, percaya atas segala apa yang ditentukan Tuhan. Tahap awal dari tawakkal
adalah menyerahkan diri pada Tuhan laksana mayat dihadapan orang yang memandikan.
7. Ridla, hilangnya rasa ketidak senagan dalam hati sehingga yang tersisa hanya genbira dan
sukagita. Ini adalah puncak daritawakkal.
Tahap kedua, tahap penerimaan. Dalam kajian filsafat Mehdi Yazdi, pada tahap seseorang
akan mendapatkan realitas kesadaran dirinya sendiri (musyahadah) sebagai objek yang diketahui.
Namun, realitas kesadaran dan realitas yang disadari tersebut, karena bukan objek eksternal,
keduanya bukan sesuatu yang berbeda tetapi merupakan eksistensi yang sama, sehingga objek
yang diketahui tidak lain adalah kesadaran yang mengetahui itu sendiri, begitu pula sebaliknya
(ittihad). Dalam persepektif epistemologis, pengetahuan irfani ini tidak diperoleh melalui
representasi atau data-data indera apapun,bahkan objek eksternal sama sekali tidak berfungsi
dalam pembentukan gagasan umum pengetahuan ini.
Tahap ketiga, pengungkapan. Ini merupakan tahap terakhir dari proses pencapaian
pengetahuan irfani, dimana pengetahuan mistik diinterpresentasikan dan diungkapkan kepada
orang lain lewat ucapan atau tulisan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Istilah “Epistemologi” berasal dari bahasa Yunani yaitu “episteme” yang berarti
pengetahuan dan ‘logos” berarti perkataan, pikiran, atau ilmu. Kata “episteme” dalam bahasa
Yunani berasal dari kata kerja epistamai, artinya menundukkan, menempatkan, atau meletakkan.
Maka, secara harafiah episteme berarti pengetahuan sebagai upaya intelektual untuk
menempatkan sesuatu dalam kedudukan setepatnya.Bagi suatu ilmu pertanyaan yang mengenai
definisi ilmu itu, jenis pengetahuannya, pembagian ruang lingkupnya, dan kebenaran ilmiahnya,
merupakan bahan-bahan pembahasan dari epistemologinya.
2. Ruang lingkup epistemologi, meliputi hakekat, sumber dan validitas pengetahuan. Mudlor
Achmad merinci menjadi enam aspek, yaitu hakikat, unsur, macam, tumpuan, batas, dan sasaran
pengetahuan. Epistemologi juga mencakup pertanyaan yang harus dijawab, apakah ilmu itu, dari
mana asalnya, apa sumbernya, apa hakikatnya, bagaimana membangun ilmu yang tepat dan
benar, apa kebenaran itu, mungkinkah kita mencapai ilmu yang benar, apa yang dapat kita
ketahui, dan sampai dimanakah batasannya.
3. Irfan dari kata dasar bahasa Arab ‘raafa yang berarti pengetahuan. Tetapi irfani berbeda
dengan ilmu. Irfan berkaitan dengan pengetahuan yang diperoleh secara langsung lewat
pengalaman (experimence), sedang ilmu menunjukkan pada pengetahuan yang diperoleh lewat
transformasi (naql) atau rasionalitas (aql). Karena itu, secara terminologis, irfan bias diartikan
sebagai pengungkapan atas pengetahuan yang diperoleh lewat penyinaran hakekat oleh Tuhan
kepada hamba-Nya (kasyf) setelah adanya ruhani (riyadlah) yang dilakukan atas dasar cinta
(love). Sasaran bidik irfani adalah aspek esoteric syareat.
4. Pengetahuan irfani diperoleh dengan oleh ruhani, dimana dengan kesucian hati, Tuhan
akan melimpah pengatahuan langsung kepadanya. Secara metodologis, pengetahuan ruhani
setidaknya diperoleh melalui tiga tahapan,(1) persiapan, (2) penerimaan, (3) pengungkapan baik
secara lisan atau tulisan.
B. Saran
Manusia dalam berbuat tentunya terdapat kesalahan yang sifatnya tersilap dari yang telah
ditetapkan atau seharusnya. Apalagi dalam kegiatan menyusun makalah ini. Untuk itu, penulis
harapkan dari pembaca, mohon kritik dan sarannya guna perbaikkanpenyusunan selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA