Professional Documents
Culture Documents
Efektivitas Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Dan Penjatuhan Pidana Di Bawah Batas Minimum Khusus Pada Kasus Tindak Pidana Narkotika
Efektivitas Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Dan Penjatuhan Pidana Di Bawah Batas Minimum Khusus Pada Kasus Tindak Pidana Narkotika
DISUSUN OLEH :
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi kajian dalam
penulisan makalah ini sebagai berikut :
1) Bagaimana kajian dan efektivitas pelaksanaan Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika?
2) Apakah putusan hakim yang menjatuhkan pidana penjara dibawah ancaman
minimum khusus terhadap pelaku Tindak Pidana Narkotika bertentangan
dengan tujuan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika?
B. PEMBAHASAN
1. Kajian dan Efektivitas Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2009 tentang Nakotika
Teori efektivitas hukum menurut Soerjono Soekanto yang menyatakan
bisa dinilai efektif atau tidaknya suatu hukum ditentukan oleh 5 faktor yaitu:
a) Faktor hukumnya (Undang-undang);
b) Faktor Penegak Hukum, yaitu pihak-pihak yang membuat maupun yang
menerapkan;
c) Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;
d) Faktor Masyarakat, yaitu lingkungan dimana hukum tersebut diberlakukan;
e) Faktor Budaya, yaitu sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan
pada karsa manusia didalam pergaulan hidup.
Lawrence M. Friedman juga mengemukakan bahwa efektif dan berhasil
tidaknya penegakan hukum tergantung tiga unsur sistem hukum, yakni substansi
hukum (legal substance), struktur hukum (legal structure), dan budaya hukum
(legal culture). Ketiga unsur itulah yang mempengaruhi keberhasilan penegakan
hukum di suatu masyarakat (negara), yang antara satu dengan lainnya saling
bersinergi untuk mencapai tujuan hukum itu sendiri yakni kepastian, keadilan,
dan kemanfaatan.
a. Substansi Hukum
Substansi hukum (legal substance) merupakan keseluruhan asas hukum,
norma hukum dan aturan hukum, termasuk putusan pengadilan dalam hal
substansi hukum pidana di Indonesia, maka induk perundang-undangan pidana
materil adalah Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP), sedangkan induk
perundang-undangan pidana formil (hukum acaranya) adalah Kitab Undang
Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
ayat (1) KUHP bahwa, “Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali
berdasarkan kekuatan ketentutan perundang-undangan pidana yang telah ada”,
asas legalitas ini sangat mempengaruhi sistem hukum di Indonesia. Sehingga
bisa atau tidaknya suatu perbuatan dikenakan sanksi hukum apabila perbuatan
tersebut telah mendapatkan pengaturannya dalam peraturan perundang-
undangan.
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Nakotika ditinjau dari
aspek substansi hukum terdapat ketidakjelasan definisi terkait Subjek Hukum
dalam UU Narkotika (Pecandu, Penyalahguna, Korban Penyalahgunaan
Narkotika).
Pasal 1 angka 13, Pasal 1 angka 15, dan Penjelasan Pasal 54 Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dalam pelaksanaannya
berpotensi menimbulkan multitafsir karena adanya pemaknaan yang ambigu
oleh Aparat Penegak Hukum sebagai akibat dari tidak adanya batasan yang
jelas kapan seseorang dikategorikan sebagai Pecandu, Penyalah Guna, dan
Korban Penyalahgunaan Narkotika dan pengenaan tindakan hukum yang
kurang tepat terhadap Pecandu, Penyalah Guna, dan Korban Penyalahgunaan
Narkotika.
c. Budaya Hukum
Budaya hukum (legal culture) erat kaitannya dengan kesadaran hukum
masyarakat. Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan tercipta
budaya hukum yang baik dan dapat merubah polapikir masyarakat mengenai
hukum selama ini. Secara sederhana, tingkat kepatuhan masyarakatterhadap
hukum merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum. Untuk itu
diperlukan upaya untuk membentuk suatu karakter masyarakat yang baik agar
dapat melaksanakan prinsip-prinsip maupun nilai-nilai yang terkandung didalam
suatu peraturan perundang-undangan (norma hukum). Meskipun sudah ada
asas fictie hukum, namun pencerdasan hukum di masyarakat penting untuk
dilakukan. Terkait dengan hal tersebut, maka pemanfaatan norma-norma lain
diluar norma hukum menjadi salah satu alternatif untuk menunjang
imeplementasinya norma hukum dalam bentuk peraturan perundang-undangan.
C. PENUTUP
1. Kesimpulan
a. Berdasarkan aspek substansi hukum, aspek struktur hukum/
kelembagaan, budaya hukum masih terdapat permasalahan materi
muatan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
dalam pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkotika dan prekursor narkotika baik di tingkat pusat maupun di
daerah. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
belum cukup memadai dan efektif digunakan sebagai dasar hukum
pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkotika dan prekursor narkotika pada saat ini dan yang akan datang.
b. Hakim dalam menjatuhkan pidana dibawah minimum terhadap pelaku
tindak pidana narkotika bertentangan dengan tujuan dari Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan tujuan
dibentuknya undang-undang yaitu untuk mencegah tindakan hakim yang
sewenang-wenang dalam menjatuhkan putusan pemidanaan agar tidak
melebihi dan kurang dari batas yang telah ditentukan dalam undang-
undang dan mengurangi disparitas pidana dalam menjamin kepastian
hukum serta secara khusus untuk memberikan efek jera bagi pelaku
tindak pidana narkotika.
.
2. Saran
a. Perlu dilakukannya perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 tentang Narkotika.
b. Hakim seharusnya dalam menjatuhkan pidana terhadap terdakwa harus
tetap saksama pada ketentuan jenis pidana (strafsoort), ancaman
pidana strafmaat) dan memperhatikan pedoman pemidanaan
(strafmodus) yang telah ditentukan dalam undang-undang, dan
seharusnya hakim dalam menjatuhkan hukuman kepada terdakwa
memberikan kepastian hukum terhadap undang-undang yang
diberlakukan, agar undang-undang tersebut ditaati masyarakat dan
memberikan efek jera kepada pelaku kejahatan narkotika dengan
demikian dapat mewujudkan tujuan dari undang-undang Narkotika
tersebut serta seyogyanya penuntut umum mengajukan banding karena
putusan hakim di bawah ketentuan minimum pidana khusus tidak sesuai
dengan tuntutannya, khususnya bertentangan dengan dakwaan Pasal
112 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Daftar Pustaka
Literatur
Atmadja, I Dewa Gede dan I Nyoman Putu Budiartha. 2018. Teori-Teori Hukum. Malang:
Setara Press.
Chazawi, Adami. 2011. Pelajaran Hukum Pidana Bagian I (Stelsel Pidana, Tindak Pidana,
Teori-Teori Pemidanaan dan Batas Berlakunya Hukum Pidana). Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Hiariej, Eddy O.S. 2009. Asas Legalitas dan Penemuan Hukum dalam Hukum Pidana.
Jakarta: Erlangga.
Friedman, Lawrence M. 2011. Sistem Hukum Perspektif Ilmu Sosial. Bandung: Nusa Media.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
PUTUSAN PENGADILAN
Putusan Pengadilan Negeri Magelang Nomor 33/Pid.Sus/2015/PN.Mgg
JURNAL
Siregar, Nur Fitryani. 2018. Efektivitas Hukum. Dalam e-journal Sekolah Tinggi Agama Islam
Barumun Raya.
INTERNET
Tampubolan, Boris. Dasar Hukum Hakim Memutus Di Bawah Ancaman Pidana
Minimum Dalam Perkara Narkotika. 2016.
https://konsultanhukum.web.id/dasar-hukum-hakim-memutus-di-bawah-
ancaman-pidana-minimum-dalam-perkara-narkotika/