You are on page 1of 29

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pembelajaran Bahasa Arab


1. Pengertian Pembelajaran Bahasa Arab.
Kegiatan pembelajaran (al-ta’lim/al-tadris). Yaitu proses yang
identik dengan kegiatan mengajar yang dilakukan guru sebagai
pengajar dalam kegiatan belajar. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia edisi IV (2008:23) dikatakan bahwa pembelajaran berasal
dari kata dasar “ ajar” yang ditambah dengan awalan “pe” dan akhiran
“an” menjadi “pembelajaran”, yang berarti proses, perbuatan, cara
mengajar atau ajakan sehingga anak didik mau belajar. Sedangkan
Bahaudin (dalam Hermawan. 2011: 32) menjelaskan bahwa
pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat
belajar dengan baik. Kegiatan pembelajaran tampaknya lebih dari
sekedar mengajar, tetapi juga usaha seorang guru untuk
membangkitkan minat, motivasi, dan pemolesan aktifitas pelajar, agar
kegiatan belajar mengajar menjadi menarik.
“Pembelajaran dalam kelas merupakan peristiwa yang berbeda-
beda jenisnya. Di antaranya, berupa satu unit rangkaian kurikulum
yang terencana dan berurutan, atau satu contoh penerapan metode
pembelajaran, pola aktivitas sosial yang terjadi dalam kelas, dan
pertemuan antara berbagai kepribadian manusia. Banayak yang
terjadi dalam satu kelas tertentu yang menggambarkan aktivitas
rutin yang tidak berubah-rubah dan dapat mempertsatukan
berbagai tuntutan yang berbeda-beda dari berbagai dimensi yang
berbeda bagi guru tertentu dan para pembelajar bahasa yang berada
dalam asuhan kita N.S. (Prabhu dalam Ghazali, 2013: 1)”.

Pembelajaran termasuk pada aktivitas sosial yang mana terdapat


hubungan antara siswa dengan siswa dan guru dengan siswa. Dan
aktivitas sosial ini terjadi di dalam kelas. Saat pembelajaran
berlangsung maka akan terjadi interaksi antara guru dengan siswa.
Pembelajaran akan di katakan berhasil jika siswa mampu menerima
semua materi pembelajaran dengan baik, namun sering sekali terjadi

7
8

kesulitan dalam mentrasfer materi ajar kepada siswa terutama pada


mata pelajaran tertentu.
Jadi pembelajaran adalah sebuah kegiatan yang terjadi di dalam
kelas yang mana kegiatan ini guru berperan aktif dan melakukan
kegiatan mengajar dengan secara maksimal agar siswa yang diajari
melakukan kegiatan pembelajara dengan baik. Dengan kata lain
pembelajran ini adalah kegiatan yang di lakukan oleh guru dan siswa.
Guru menyampaikan materi dan siswa menerima materi, dan guru
berupaya agar kegiatan pembelajaran ini berjalan dengan baik dan
materi pembelajaran tersampaikan secara maksimal. Maka dalam
pembelajaran ini sudah terlihat bahwa guru merupakan faktor penting
dalam pembelajaran.
Bahasa Arab merupakan bahasa yang khas diantara bahasa-bahasa
lain di dunia. Kebutuhan bahasa Arab selalu bertambah hari demi hari,
lebih-lebih dizaman modern ini. kebutuhan terhadap bahasa arab
disebabkan oleh faktor-faktor berikut:
a. Bahasa Arab merupakan bahasa Al-Qur’an.
b. Bahasa Arab merupakan bahasa sholat.
c. Bahasa Arab merupakan bahasa hadits.
d. Kedudukan bahasa Arab dari sisi ekonomi.
e. Banyaknya pengguna bahasa arab
Al-Khuli (2010:22)
Program bahasa asing di sekolah dasar pernah populer tahun 1950-
an dan 1960-an. Namun, program pembelajaran bahasa asing yang
populer dalam dua dekade ini mengalami kemunduran yang sangat
drastis. Sebabnya antara lain, kurangnya guru yang memenuhi
persyaratan, kurangnya bahan pelajaran yang berkualitas, dan gagalnya
menciptakan tujuan khusus (Tarigan 2009: 71). Para orang tua
menuntut pada keberhasilan mata pelajaran dasar pokok " membaca,
menulis, berhitung" dan masalah sambungan antara sekolah dasar dan
sekolah menengah juga menjadi alasan tambahan kemunduran
program itu, namun, masih ada orang yang menginginkan
9

pembelajaran bahasa asing di sekolah dasar tetapi di ajarkan karena


bagi mereka bahasa asing sama pentingnya dengan mata pelajaran
dasar pokok dan perlu diperjuangkan juga dibangkitkan kembali.
Upaya-upaya orang seperti itu mendapat sambutan dan dorongan, dan
program bahasa asing pada sekolah dasar di ajarkan kembali.

Pendidikan bahasa Arab di Indonesia sudah diajarkan sejak TK


(sebagian) hingga perguruan tinggi. Namun bahasa Arab di indonesia
dilihat dari gejalanya, bahasa Araba ini termasuk kedalam kategori
bahasa Asing karena tidak digunakan dalam kehidupan sehari hari.
Karena bahasa Arab sebagai bahasa asing, maka sistem
pembelajarannya adalah pembelajaran bahasa asing, mulai dari tujuan,
materi, sampai kepada metode. Menurut Hermawan (2011: 129)
Tujuan utama pembelajaran bahas Asing adalah pengembangan
kemampuan pelajar dalam menggunakan bahasa itu baik baik lisan
maupun tuisan. Kemampuan dalam menggunakan bahasa dalam dunia
pengajaran bahasa disebut ketrampilan berbahasa. Ketrampilan
tersebut ada empat yaitu:
1. Menyimak (maharah al-istima/ listening sekill).
2. Berbicara (maharah al-kalam/ speaking sekill).
3. Membaca (maharah al-qiraah/ reading sekill)
4. Menulis (maharah ai-kitabah/ writing sekill).
Ketrampilan menyimak dan berbicara dikategorikan ke dalam
ketrampilan reseptif, sedangkan ketrampilan berbicara dan menulis
dikategorikan kedalam ketrampilan produktif. Setiap ketrampilan itu
erat kaitanya satu sama lain, sebab dalam ketrampilan berbahasa
mencerminkan pikiranya. Semakin terampil orang berbahasa semakin
jelas dan cerah pula jalan pikirannya. Pada awalnya seorang anak
belajar dari menyimak perkataan orang tuanya. Kemudian anak akan
mampu berbicara setelah menyimak apa yang diajarkan oleh orang
tuanya, setelah itu barulah ia belajar membaca dan menulis.
Sebenarnya ke empat ketrampilan berbahasa ini adalah satu kesatuan
yang sangat berkaitan.
10

2. Ketrampilan Berbahasa Arab


a. Ketramplan Menyimak (maharah al-istima/ listening sekill).
Ketrampilan menyimak adalah kemampuan seseorang
dalam mencerna atau memahami kata atau kalimat yang diajukan
oleh mitra bicara atau media tertentu. Kemampuan ini sebenarnya
dapat dicapai dengan latihan yang terus-menerus untuk
mendengarkan perbedaan-perbedaan bunyi menurut makhraj huruf
yang betul, baik langsung dari penutur aslinya maupun melalui
rekaman.
Menyimak adalah suatu ketrampilan yang hinggasekarang
agak diabaikan dan belum mendapat tempat yang sewajarnya
dalam pengajaran bahasa. Masih kurang sekali materi berupa buku
teks dan sarana lain, seperti rekaman yang di gunakan
sebagaipenunjang guru dalam pelajaran menyimak untuk
digunakan di Indonesia.

b. Ketramplan Berbicara (maharah al-kalam/ speaking sekill).


Ketrampilan berbicara adalah kemampuan mengungkapkan
bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan
pikiran berupa ide, pendapat, keinginan, atau perasaan kepada
lawan bicara.
Menurut Hermawan (2011:135) berbicara
merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapat didengar
dan dilihat yang memanfaatkan sejumlah otot dan jaringan
otot tubuh manusia untuk menyampaikan pikiran dalam
rangka untuk memenuhi kebutuhannya. Bahkan menurut
Tarigan (dalam Hermawan 2011: 136) berbicara merupakan
kombinasi faktor-faktor fisik, psikologis, neurologis,
semantik dan linguistik secara luas sehingga dapat
dianggap sebagai alat manusia yang paling penting bagi
kontrol sosial.

Ketrampilan berbicara ini bertujuan agar para pelajar dapar


berkomunikasi secara lisa dengan baik dan wajar, menyampaikan
pesan kepada orang lain secara sosial dan dapat diterima. Namun
tentu saja untuk mecapai tahap kepandaian bebicara dan
11

berkomunikasi dibutuhkan aktivitas-aktivitas yang memadai yang


mendukung. Aktivitas-aktivitas ini bukanlah hal mudah apalagi
dalam pembelajaran bahasa Arab, sebab harus tercipta terlebih
dahulu lingkugan berbahasa yang mendukung para pelajar terbiasa
berbicara.
c. Ketramplan Membaca (maharah al-qiraah/ reading sekill).
Ketrampilan membaca adalah kemampuan mengenail atau
memahami suatu yang tertulis dengan melafal atau mencernanya di
dalam hati. Membaca adalah proses komunikasi antara pembaca
dan penulis melalui teks yang ditulisnya. Tarigan (dalam
Hermawan, 2011: 142) melihat bahwa membaca adalah proses
yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk
memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis melalui
media kata-kata /bahasa tulis. Membaca dengan demikian
melibatkan tiga unsur, yaitu makna sebagai unsur isi bacaan,
katasebagai unsur yang membawakan makna, dan simbol tertulis
sebagai unsur visual.
Membaca tidak hanya terpaku kepada kegiatan melafalkan
dan memahami makna bacaan dengan baik, yang hanya melibatkan
unsur kognitif dan psikomotorik, namun lebih dari itu menyangkut
penjiwaan atas isi bacaan. Jadi pembaca yang baik adalah pembaca
yang mampu berkomunikasi secara intim dengan bacaan, pembaca
bisa merasa gembira, sedih, marah, kagum, rindu dan sebagainya
sesuai dengan isi bacaanya.
d. Ketramplan Menulis (maharah ai-kitabah/ writing sekill).
Ketrampilan menulis adalah kemampuan dalam
mendeskripsikan atau mengungkapkan isi pikiran kedalam tulisan.
Mulai dari aspek yang sederhana sampai kepada aspek yang
kompeks.
Dari keempat ketrampilan berbahasa tersebut, penulis akan
mengambil dan membahas salah satu ketrampilan berbahasa dari
keempatnya yaitu ketrampilan berbicara, yang mana ketrampilan berbicara
12

ini termasuk pada modal utama untuk terampil dalam menguasai bahasa,
apalagi dalam menguasa bahasa asing.
B. Ketrampilan Berbicara
1. Pengertian Ketrampilan Berbicara (Kalam)
Berbicara ialah termasuk kepada penguasaan bahasa aktif. Yang
dimaksud denganberbicara ialah melahirkan pikiran dan perasaan yang
teratur, dengan memakai bahasa lisan. Menurut Tarigan (2008: 16)
Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi
atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan atau
menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Maka, berbicara
merupakan suatu bentuk perilaku manusia dengan manusia lanya
secara luas sehingga dapat dianggap sebagai alat manusia yang paling
penting untuk bersosial. Tujuan utama dari berbicara adalah untuk
berkomunikasi.
Menurut Makruf (dalam Mustofa, 2011: 137) Ketrampilan
berbicara (maharah al-kalam) sering juga disebut dengan istilah
ta’bir. Meski demikian keduanya memiliki perbedaan penekanan,
dimana (maharah al-kalam) lebih menekankan pada kemampuan
lisan, sedangkan ta’bir disamping secara lisan juga dapat di
wujudkan dalam bentuk tulisan. Oleh karena dalam pembelajaran
bahasa arab ada istilah ta’bir syafahi (kemampuan berbicara) ta’bir
tahriri (kemampuan menulis), keduanya memiliki kesamaan secara
mendasar yaitu bersifat aktif untuk menyatakan apa yang ada
dalam pikiran seseorang. Dalam memulai latihan berbicara,
terlebih dahulu didasari oleh kemampuan mendengarkan,
kemampuan penguasaan kosakata dan keberanian dalam
mengungkapkan apa yang ada dalam pikirannya.

Dalam konteks pembelajaran bahasa Arab, ketrampilan berbicara


termasuk ketrampilan pokok yang harus dikuasa siswa. Secara umum
ketrampilan berbicara bertujuan agar para pelajar mampu
berkomunikasi lisan secara baik dan wajar dengan bahasa yang mereka
pelajari. Secara baik dan wajar mengandung arti menyampaikan pesan
kepada orang lain dan orang lain tersebut dapat mengerti dan diterima
pesan yang disampaikan. Namun tentu saja untuk pencapaian
ketrampilan berbahasa ini dibutuhkan metode, cara-cara atau aktivitas
latihan yang memadai dan mendukung. Menurut Mustofa dkk, (2012:
13

23) Metode mencakup cara dan sasaran untuk menyajikan meteri


pelajaran, maka ketepatan dalam memilih metode sanagt menentukan
keberhasilan penggunaan metode pembelajaran tersebut .
Berbicara termasuk kedalam kelompok pengajaran bahasa. Di
dalam pelajaran berbicara para siswalah yang aktif melakukannya, dan
memang tujuannya ialah melatih anak-anak supaya dapat
mengungkapan perasaan dan pikirannya dengan teratur secara lisan.
Menurut aliran komunikatif dan pragmatik, ketrampilan berbicara
dan kertampilan menyimak berhubungan sangat kuat. Interaksi lisan
ditandai oleh pendengaran yang kuat atas informasi yang diterima.
Dalam komunikasi ini dibutuhkan seorang pembicara yang mampu
mengasosiasikan makna, mengatur intonasi,dan irama pembicaraan
agar interaksi tersebut terwujud dengan baik, siapa harus mengatakan
apa, kepada siapa, kapan, dan tentang apa.
Dalam konteks komunikasi pembicara berlaku sebagai pengirim
(sender), sedangkan penerima (recaiver) adalah penerima pesan
(message). Pesan terbentuk oleh informasi yang disampaikan oleh
pengirim, dan pesan merupakamn object dari komunikasi. Feedback
muncul setelah pesan diterima dan itu merupakan reaksi dari penerima
pesan.
Ketrampilan berbicara pada hakekatnya merupakan ketrampilan
mereproduksi arus sistem bunyi artikulasi yang bertujuan untuk
menyampaikan kehendak, kebutuhan perasaan, dan keinginan kepada
orang lain (Iskandarwasid dalam Mustofa, 2011: 138). Dalam hal ini,
Ketrampilan berbicara didasarkan oleh rasa kepercayaan diri untuk
berbicara dengan baik, jujur, benar dan bertanggung jawab dengan
menghilangkan masalah pisikologis seperti rasa malu, rendah diri,
ketegangan, berat lidah dan lain-lain.
Pengertian ketrampilan berbicara merupakan suatu ketrampilan
menyampaikan pesan secara lisan kepada orang lain. Penggunaan
bahasa secara lisan dipengaruhi oleh berbagai faktor secara praktis bisa
kita simak, yaitu pelafalan, intonasi, pilihan kata, struktur kata dan
14

kalimat, sistematika pembicaraan, isi pembicaraan, cara memulai dan


mengakhiri pembicaraan, serta penampilan. Adapun interpretasi
terhadap berbicara adalah, mampu mengucapkan bunyi-bunyi bahasa
arab secara benar, diman bunyi-bunyi tersebut ke luar dari makharij al-
huruf yang telah menjadi kesepakatan pakar bahasa (Nasir Abdullah
al-Ghani dalam Zulhannan, 2014:77).
2. Teknik Pembelajaran Ketrampilan Berbicara
Teknik pembelajaran dalam keterampilan berbicara dapat dilalui
melalui tiga tahap yaitu: tahap latihan asosiasi dan identifikasi, tahap
latihan pola kalimat, serta tahap latihan percakapan (Zulhanan, 2014:
97), berikut ini penjelasan dari ketiganya:
a. Latihan Asosiasi dan Identifikasi
Latiahn asosiasi dan identifikasi ini dimaksud untuk melatih
sepontanitas siswa dalam mengidentifikasi dan mengasosiasi
kosakata yang diucapkan maupun yang didengar.
b. Latihan Pola Kalimat
Latihan pola kalimat ini adalah sebuah latihan untuk
mempresentasikan pola-pola kalimat sehinga mereka terbiasa dan
lancar dalam mengekspresikan kalimatnya dalam bahasa arab.
c. Latihan Percakapan
Latihan percakapan ini merupakan latihan yang topiknya diambil
dari kehidupan sehari-hari dan menarik bagi peserta didik.
3. Tujuan Pembelajaran Berbicara (Kalam)
Berbicara adalah kemampuan mengucapkan kata-kata maka,
Menurut Iskandarwasid (dalam Mustofa, 2011: 138) Tujuan
pembelajaran ketrampilan berbicara mencakup beberapa hal sebagai
berikut :
a. Kemudahan berbicara
Peserta didik harus mendapat kesempatan yang besar untuk
berlatih berbicara sampai mereka mampu mengembangkan
ketrampilan ini secara wajar, lancar, dan menyenangkan, baik di
dalam kelompok kecil maupun dihadapan pendengar umum yang
15

lebih besar jumlahnya. Para peserta didik perlu mengembangkan


kepercayaan yang tumbuh melalui latihan.
b. Kejelasan
Dalam hal ini, peserta didik berbicara dengan tepat dan
jelas, baik artikuklasi maupun diksi kalimat-kalimatnya. Gagasan
yang terucap harus tersusun dengan baik, agar kejelasan dalam
berbicara tersebut dapat dicapai, maka dibutuhkan berbagai latihan
terus menerus dan variatif. Latihan tersebut bisa melalui diskusi,
pidato dan debat. Karena dengan latihan deperti ini, akan dapat
mengatur cara berfikir seseorang sengan sistematis dan logis.
c. Bertanggung jawab
Latihan berbicara yang bagus menekankan pembicara untuk
bertanggung jawab agar berbicara dengan tepat, dan difikirkan
dengn sungguh-sungguh apa yang menjadi topik pembicaraan,
tujuan pembicaraan, siapa yang diajak berbicara, dan bagaimana
situasi pembicaraan serta momentumnya pada saat itu. Latihan
demikian akan menghindarkan seseorang dari berbicara yang tidak
bertanggung jawab atau bersirat lidah yang mengelabuhi
kebenaran.
d. Membentuk pendengaran yang kritis
Latihan berbicara yang baik, sekaligus mengembangkan
ketrampilan menyimak secara tepat dan kritis juga menjadi tujuan
utama pembelajaran ini disini peserta didik perlu belajar untuk
mengevaluasi kata-kata yang telah diucapkan, dan tujuan dari
pembicaraan tersebut.
e. Membentuk kebiasan
Kebiasaan berbicara bahasa arab tidak bisa dicapai tanpa
ada niat yang sungguh-sungguh dari peserta didik itu sendiri.
Kebiasaan ini bisa diwujudkan dengan interaksi dua orang atau
lebih yang telah disepakati sebelumnya, tidak harus komunitas
besar. Dalm menciptakan kebiasaan berbicara bahasa arab ini yang
dibutuhkan adalah komitmen, komitmen ini bisa dimulai dari diri
16

sendiri, kemudian komitmen ini berkembang menjadi kesepakatan


dengan orang lain untuk berbahasa arab secara terus-menerus.
Inilah yang disebut dengan menciptakan lingkungan berbahasa
yang sesungguhnya.
Tujuan ketrampilan berbicara seperti yang dikemukakan diatas
akan di capai jika program pengajaran dilandasi prinsip-prinsip yang
relavan, dan pola kegiatan belajar mengajar yang membuat peserta
didik secara aktif mengalami kegiatan berbicara. Prinsp-prinsip
tersebut adalah pengintegrasian program latihan ketrampilan berbicara
sebagai bagian dari penggunaan bahasa secara menyeluruh dengan
penekan pada hal-hal khusus yang melibatkan aktivitas pengajar dan
peserta didik. Keterlibatan pengajar dengan peserta didik pada
umumnya tentu akan menghadapi kesulitan-kesulitan yang dialami
diantaranya adalah :
a. Distorsi fonem sebagai masalah artikulasi
b. Masalah gagap yang bersifat individual
c. Pengacauan artikulasi kata-kata karena terlalu cepat keluarnya
d. Kesulitan pendengaran yang bisa disebabkan oleh suara terlalu
keras atupun terlalu lembut.
e. Masalah lain yang menyimpang dari garis formal kegiatan.
Sebagaimana diketahui, pemilihan strategi atau metode dan teknik
pembelajaran terutama didasarkan pada tujuan dan materi yang telah
ditetapkan pada kegiatan belajar. Dalam hal tersebut keterlibatan
intelektual, emosional peserta didik dapat dilatihkan dalam kegiatan,
antara lain:
a. Bermain peran
b. Berbagai bentuk diskusi
c. Wawancara
d. Bercerita (pengalaman diri, pengalaman hidup, pengalaman
membaca)
e. Pidato
f. Laporan lisan
17

g. Membaca nyaring
h. Merekam bicara
4. Strategi Pembelajaran Berbicara (Kalam)
Dalam konteks pembelajaran berbicara, Kemampuan untuk
menyusun kata-kata yang baik dan jelas mempunyai dampak yang
besar dalam hidup manusia. Baik untuk mengungkapkan pikiran-
pikirannya atau memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Kemampuan
berbicara ini sangat digunakan dalam kehidupan sehari-hari dalam
bersosialisasi. Suyanto (2010: 130) mengingatkan bawasanya
karakteristik siswa sekokah dasar yang seyogyanya memperkaya diri
dengan belajar berbagai kegiatan bahasa asing dan menambah
pengetahuan dengan berbagai ragam teknik pembelajaran yang sesuai
dengan kebutuhan siswanya. Tidak menutup kemungkinan guru selalu
mencoba dan membuat teknik-teknik temuan sendiri walaupun
sederhana, tetapi menarik bagi siswa dan dapat membuat siswa aktif.
Berbicara dengan bahsa asing merupakan ketrampilan dasar yang
menjadi tujuan dari beberapa tujuan pengajaran bahasa. Apalagi saat
ini bahasa asing banyak sekali peminat yang ingin mempelajarinya.
Sebagaimana bahasa adalah sarana untuk berkomunikasi dengan orang
lain.
Adapun langkah-lagkah yang di gunakan guru dalam proses
pembelajaran kalam adalah: (Mustofa 2012: 88)
a. Bagi pembelajar pemula
1) Guru mulai melatih berbicara dengan memberi pertanyan-
pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa.
2) Pada saat yang bersamaan siswa diminta untuk belajar
mengucapkan kata, menyusun kalimat dan mengungkapkan
pikiran
3) Guru mengutarakan pertanyaan yang dijawab oleh siswa
sehingga berakhir membentuk sebuah tema yang sempurna.
18

4) Guru bisa menyuruh siswa menjawab latihan-latihan lisan,


menghafal percakapan, ataupun menjawab pertanyaan yang
berhubungan dengan isi teks yang telah siswa baca.
b. Bagi pembelajar lanjutan
1) Belajar berbicara dengan bermain peran,
2) Berdiskusi tentang tema tertentu
3) Bercerita tentang peristiwa yang terjadi pada siswa
4) Bercerita tentang informasi yang telah didengar dari telivisi,
radio, atau lain-lainnya.
c. Bagi pembelajar tingkat atas
1) Guru memilih tema untuk latihan kalam.
2) Tema yang dipilih hendaknya menarik dan berhubungan dengan
kehidupan siswa
3) Tema harus jelas dan terbatas
4) Mempersilahkan siswa memilih dua tema atau lebih sampai
akhirnya siswa bebas meilih tema yang dibicarakan tentang apa
yang mereka ketahui
Beberapa petunjuk umum berkenaan dengan pembelajaran
kalam, yaitu sebagai berikut:
1. Belajar kalam adalah belajar berbicara
2. Hendaknya siswa mengungkapkan tentang pengalaman mereka
3. Melatih memusatkan perhatian
4. Tidak memutus percakapan dan sering membenarkan
5. Bertahap
6. Kebermaknaan tema, siswa akan lebih terinformasi untuk
berbicara jika ternyata hubungan dengan hal yang bernilai dalam
kehidupan mereka.
5. Asesmen Ketrampilan Berbicara
Kemampuan berbicara adalah kemampuan mengungkapkan
gagasan kepada pihak lain secara lisan. Untuk keperluan ini, siswa
harus benar-benar diminta untuk menampilkan kemampuan apresiasi
sastranya secara lisan (Wahyuni 2012: 22). Tugas ini dapat dilakukan
19

misalnya dengan cara mengungkapkan atau menceritakan kembali


secara lisan isi teks sastra yang diperdengarkan atau yang dibaca dan
kemudian diikuti tugas berdiskusi.
Adapun bentu-bentuk asesmen berbicara antara lain sebagai
berikut:
a. Berbicara singkat berdasarkan gambar
Asesmen bentuk ini meminta siswa untuk berbicara singkat
mengenai gambar yang ada.
b. Wawancara
Assesmen bentuk ini dilakukan dengan cara mengajukan
pertanyaan sesama teman secara lisan, teman yang mengajukan
pertanyaan maupun yang menjawab pertanyaan harus
mengajukannya secara lisan.
c. Menceritakan Kembali
Asesmen bentuk ini dilakukan dengan cara guru menceritakan
sebuah cerita, kemudian di ceritakan kembali oleh siswa
menggunakan bahasa mereka.
d. Pidato/Bicara Bebas
Asesmen ini dapat dilakukan dengan cara mempersilahkan siswa
memilih sebuah topik dan menyampaikan pembahasan topik
tersebut secara lisan.
e. Percakapan Terpimpin
Asesmen bentuk ini dilakukan dengan cara guru menceritakan
seuatu situasi percakapan dengan topik tertentu, selanjutnya dua
siswa diminta melakukan percakapan itu.
f. Diskusi
Asesmen bentuk ini dilakukan guru dengan cara membentuk
siswa dalam beberapa kelompok, selanjutnya masing-masing
kelompok diberi topik diskusi yang berbeda-beda, kemudian guru
mengadakn evaluasi pada masing-masing kelompok untuk
mengukur terutama pada kemampuan berbicara siswa. Asesmen
ini tidak hanya untuk mengukur kertampilan berbicara siswa
20

tetapi bisa juga untuk mengukr kemampuan mengungkapkan


gagasan, menanggapi/mengkritik gagasan, mempertahankan
gagasan, memberi saran, bertanya dan sebagainya.

C. Metode Pembelajaran
Salah satu tugas sekolah adalah memberikan pelajaran kepada anak
didik. Mereka harus memperoleh kecakapan dan pengetahuan dari
sekolah, disamping mengembangkan pribadinya.
Pemberian kecakapan dan pengetahuan kepada murid-murid
merupakan proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru di sekolah
dengan menggunakan cara-cara atrau metode-metode tertentu. Cara-cara
demikian lah yang dimaksudkan dengan metode pembelajaran di sekolah.
Sehubungan dengan ini, menurut Prof. Dr. Winarno Surakhmad
menegaskan bahwa metode pembelajaran adalah cara-cara pelaksanaan
dari pada proses pengajaran, atau soal bagaimana teknisnya suatu bahan
pelajaran diberikan kepada murid di sekolah.
Kenyataan telah menunjukan bahwa manusia dalam segala hal selalu
berusaha mencari efesiensi kerja dengan jalan memilih dan menggunakan
suatu metode yang dianggap terbaik untuk mencapai tujuannya. Sama
halnya dalam lapangan pengajaran di sekolah. Para pendidik (guru) selalu
berusaha memilih metode pengajaran yang tepat, yang dipandang lebih
efektif dari pada metode-metode lainnya sehingge kecakapan dan
pengetahuan yang diberikan oleh guru itu benar-benar menjadi milik
murid.
Jadi jelas metode adalah cara yang dalam fungsinya merupakan alat
untuk mencapai tujuan. Makin tepat metodenya, diharapkan makin efektif
pula pencapaian tujuan tersebut. Tetapi khususnya dalam bidang
pengajaran di sekolah, ada beberapa faktor lain yang ikut berpetan dalam
menentukan efektifnya metode mengajar, antara lain adalah faktor guru itu
sendiri, faktor anak dan faktor situasi (lingkungan belajar).
Metode mencakup cara dan sarana untuk menyajikan materi pelajaran,
maka ketepatan dalam memilih metode sangat menentukan keberhasilan
penggunaan metode pembelajaran tersebut. Oleh karena itu berikut ini hal-
21

hal yang harus dijadikan pertimbangan dalam penggunaan sebuah metode


pembelajaran yaitu sebagai berikut :
1. Hendaknya metode yang digunakan sesuai dengan karakter siswa,
tingkat perkembangan akalnya, serta kondisi sosial yang melingkupi
kehidupan mereka.
2. Guru memperhatikan kaidah umum dalam menyampaikan pelajaran
seperti kaidah bertahap dari hal yang mudah ke hal yang sulit, dari
sederhana ke hal yang rumit, dari hal yang jelas ke hal yang
membutuhkan interpretasi, dan dari hal yang kongkrit ke hal yang
abstrak.
3. Mempertimbangkan perbedaan kemampuan siswa baik aspek kognitif,
afektif maupun psikomotorik.
4. Bisa menciptakan situasi siswa yang kondusif sepanjang tahapan-
tahapan pelajaran, sekiranya bisa mengikutsertakan siswa dalam
mendapat pertanyaan dan menyampaikan jawaban, mengemukakan
pikiran dan pengalaman yang lalu, serta menjauhkan hal-hal yang bisa
mengakibatkan siswa berpaling dari pelajaran dan mendapatkan
kejenuhan.
5. Menumbuhkan konsentrasi dan motivasi siswa serta membangkitkan
sikap kreatif.
6. Metode yang dipakai bisa menjadikan pembelajaran seperti permainan
yang menyenangkan dan aktifitas yang bermanfaat.
7. Hendaknya metode menganut dasar-dasar pembelajaran, seperti
pemberian reward dan sanksi, latihan-latihan menyenangkan dan
membuat siswa mampu untuk melakukan sesuatu. (Mustofa 2012: 45)

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan metode


pembelajaran bahasa asing. Guru hendaknya mengetahui faktor-faktor
tersebut. Dengan mengetahui faktor-faktor tersebut dapat membantu guru
dalam memilih suatu metode. Di antara faktor-faktor tersebut adalah
sebagai berikut: kemampuan guru dalam menggunakan metode, kebiasaan
guru saat mengajar, Cara belajar siswa, Minat siswa, Kecerdasan siswa,
22

Harapan/persepsi siswa, Hubungan antara bahasa ibu dan bahasa asing ,


alokasi waktu, Sarana belajar, Tujuan , dan Evaluasi (Al-Khuli 2010:32).

Intinya banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan


metode pembelajaran bahasa asing. Seorang guru hendaknya menyadari
betul keberadaan faktor-faktor tersebut agar mampu memilih metode
mana yang benar sesuai dengan dirinya. Dengan kondidi sekolah, dan
kondisi siswanya.

D. Metode Storytelling (Bercerita)


1. Pengertian bercerita
Bercerita memiliki maksud yang sama dengan mendongeng.
Dongeng menitik beratkan pada cerita kisah masa lalu yang sarat pesan
moral dan mengandung makna hidup, di mana orang yang
membawakan dongeng disebut pendongeng atau pencerita. Bercerita
tidak dapat dipisahkan dengan pembelajaran berbicara, karena
bercerita merupakan salah satu teknik dalam pembelajaran ketrampilan
berbicara. Pembelajaran bercerita berkaitan dengan pembinaan
kemampuan menggunakan bahasa secara lisan. Oleh karena itu
kegiatan bercerita dapat dikatakan sebagai keterampilan berbahasa
yang memiliki sifat produktif. Melalui kegiatan bercerita seseorang
dapat menyampaikan segala perasaan, ide, dan gagasan, berbagai
perasaan sesuai dengan apa yang dialami, dirasakan, dilihat, dibaca,
dan dapat mengungkapan kemauan dan keinginan membagikan
pengalaman yang diperoleh kepada orang lain melalui bunyi, kata-kata
dan ekspresi tubuh.
Menurut Hendrikus (dalam Haenilah, 2015: 134) Metode
storytelling adalah salah satu metode bercerita dalam aspek
mengembangkan bahasa yang bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan berbicara. Karena melalui storytelling, anak dituntut
agar mampu bercerita bebas dan mengemukakan ide-idenya.
Dengan berlatih berbicara didepan umum, akan bisa diterapkan di
kehidupan nyata dan untuk bercerita itu mereka harus mempunyai
kebranian.
23

Storytelling adalah cerita yang di sampaikan oleh pencerita, namun


kisah cerita yang disampaikan tidak terikat masa lalu saja, tetapi juga
cerita masa kini dan juga cerita tentang masa depan. (Said, 2015: 55),
atau pun cerita nyata yang dialami oleh diri sendiri. Adapun tujuan
utama dari bercerita ini, pencerita dapat menyampaikn pesan dan
menjadi informasi bagi pendengarnya. Jika pesan tersampikan dengan
baik, maka pencerita telah berhasil menyampaikan cerita dengan baik
dan benar. kegiatan bercerita merupakan salah satu keterampilan
berbicara yang bertujuan untuk memberikan informasi kepada orang
lain. (Tarigan, 2008: 32).

Menurut Nurgiyantoro (2001: 289) bercerita adalah satu bentuk


tugas kemampuan berbicara yang bertujuan untuk mengungkapkan
kemampuan berbicara yang bersifat pragmatis. Seseorang agar
dapat bercerita dengan baik maka terdapat dua hal yang harus
dikuasai, yaitu unsur linguistik (bagaimana cara bercerita,
bagaimana memilih bahasa) dan unsur "apa" yang diceritakan.

Cerita merupakan sala satu bentuk sastra yang memiliki keindahan


dan kenikmatan tersendiri (Majid, 2008: 8) cerita merupakan sesuatu
hal menyenangkan bagi anak-anak maupun orang dewasa, pengarang,
pendongeng, maupun pendengarnya. Cerita adalah salah satu bentuk
sastra yang bisa dibaca atau hanya didengar oleh orang yang tidak bisa
membaca.
Storytelling merupakan suatu metode bercerita yang sangat tepat
untuk menyampaikan suatu peristiwa dengan menggunakan kata-kata,
gambar dan suara bahkan sering diselingi improvisasi. Cerita atau
narasi telah diakui oleh setiap kebudayaan di dunia sebagai sarana
hiburan, pendidikan, pelestarian budaya, penanaman nilai-nilai moral,
dan pembentukan karakter.
Berdasarkan paparan teori diatas, dapat disimpulkan Storytelling
(bercerita) itu adalah suatu kegiatan yang menjelaskan terjadinya suatu
hal, peristiwa dan kejadian yang dialami diri sendiri maupun orang lain
dengan bahasa dia sendiri. Bercerita itu hasil dari pemikiran kemudian
24

dikeluarkan kembali dengan secara lisan dalam bentuk pesan,informasi


atau hanya sebuah dongeng yang dikems dalam bentuk cerita yang
dapat didengarkan dengan rasa menyenangkan oleh bayak orang.
Nurgiantoro (dalam Madyawati. 2016: 162) berpendapat bahwa
bercrita merupakan kegiatan berbahasa yang bersifat produktif.
Artinya dalam bercerita seseorang melibatkan pikiran, kesiapan
mental, kebranian, perkataan yang jelas sehngga dapat di pahami oleh
orang lain.
Dengan kata lain bercerita adalah salah satu ketrampilan berbicara
yang bertujuan untuk memberikan informasi kepada orang lain dengan
cara menyampaikan bearbagai macam ungkapan, sebagai perasaan
sesuai degan apa yang dialami, dirasakan, dilihat, dan dibaca.
Kegiatan bercerita merupakan kegiatan yang bermakna dalam
kaitannya dengan perkambangan anak. Menurut Itadz (dalam
Madyawati. 2016: 164) Alasan cerita sebagai sesuatu yang penting
bagi anak, dapat disimak pada uraian berikut:
1. Bercerita merupakan alat pendidikan untuk membangun budi
pekerti yang paling mudah di contoh dan dipahami anak setelah
contoh teladan yang dilihat anak tiap hari.
2. Bercerita merupakan metode dan materi yang dapat di integrasikan
dengan dasar ketrampilan lain, yakni berbicara, membaca, menulis,
dan menyimak.
3. Bercerita memberi ruang lingkup yang bebas pada anak untuk
mengembangkan kemampuan bersimpati dan berempati terhadap
peristiwa yang menimpa orang lain. Hal ini mendasarkan anak
untuk memiliki rasa peduli sosial.
4. Bercerita memberi contoh kepada anak bagaimana menyikapi
suatu permasalahan dengan baik, bagaimana melakukan
pembicaraan yang baik, sekaligus memberi pelajaran kepada anak
bagaimana cara mengendalikan keinginan-keinginan yang dinilai
negatif oleh masyarakat.
25

5. Bercerita memberi barometer sosial pada anak, nilai-nilai apa saja


yang diterima oleh masyarakat sekitar, seperti patuh pada perintah
orang tua, mengalah pada adik, dan selalu bersikap jujur.
6. Bercerita memberikan pelajaran budaya dan budi pekerti yang
memiliki retensi lebih kuat dari pada pelajaran budi pekerti yang
diberikan melalui penuturan dan perintah langsung.
7. Bercerita memberikan ruang gerak bagi anak, kapan suatu nilai
yang berhasil ditangkap akan diaplikasikan.
8. Bercerita memberikan efek psikologis yang positif bagi anak dan
guru sebagai pencerita, sebagai kgiatan emosional sebagai
pengganti figur orang tua.
9. Bercerita membangunkan rasa tahu anak akan peristiwa atau cerita,
alur, plot, dan demikian itu menumbuhkan kemampuan merangkai
hubungan sebab akibat dari suatu peristiwa dan memberikan
peluang bagi anak untuk belajar menelaah kejadian-kejadian
disekelilingnya.
10. Bercerita memberikan daya tarik bersekolah bagia anak karena
didalam bercerita ada efek rekreatif dan imajinatif. Kehadiran
bercerita membuat anak memiliki kerinduan bersekolah.
11. Bercerita mendorong anak memberikan makna bagi proses belajar
terutama mengenai empati sehingga anak dapat mengkongkritkan
rabaan psikologi mereka bagaimana seharusnya memandang suatu
masalah dari sudut orang lain.
2. Manfaat Cerita
Segala sesuatu tentu akan ada manfaatnya, maka dalam hal
bercerita terdapat manfaat yang dapat diambil. Adapun Manfaat dari
cerita adalah sebagai berikut:
a. cerita sebagai komunikasi yang menarik perhatian anak-anak.
b. cerita mampu melatih daya konsentrasi anak.
c. cerita adalah cara belajar yang menyenangkan.
d. cerita mengajak anak-anak kedalam fantasi.
e. cerita memupuk rasa keindahan dan kehalusan budi.
26

f. cerita itu terhayat apresiatif pada lihat, dengar, dan emosi


(feeling) anak-anak.
g. cerita terkadang membuat seseorang anak beridentifikasi
(Wijayanti, 2007: 30).
Cerita sebagai komunikasi yang menarik perhatian anak-anak dan
membuat anak tidak mudah bosan karena cerita mengandung unsur
imajinasi dan kretivitas yang tinggi. Hal ini sesuai dengan sifat anak-
anak yang selalu ingin berkretivitas. Sehingga Imajinasi dan kretifitas
anak dalam belajar dapat tersalurkan melalui cerita. Dan membuat
anak merasa puas dalam belajar
Cerita mampu melatih daya konsentrasi anak-anak. Cerita dengan
alur cerita yang menarik, penuh tanda tanya, dan irama cerita yang
tidak monoton akan membuat seorang anak betah menunggu sampai
akhir cerita, dan membuat anak berimajinasi dalam mendengar cerita
tersebut, anak-anak mengaktifkan dan melibatkan seluruh indranya.
Lihat, bagaimana seorang anak tidak mau diganggu ketika asyik
mendengar cerita, maupun menonton film di televisi.
Cerita dapat membuat semua anak terlibat dalam pembelajaran dan
menumbuhkan rasa puas sehingga membuat mereka lebih percaya
diri. Cerita itu sesuatu yang manusiawi, artinya, cerita menggunakan
mata, pendengar, gerak, dan hatinya juga ikut merasakan. Itu yang
membuat cerita ini menjadi menarik dan siswa akan merasa indra-
indranya dihargai. Kalau indra-indranya dihargai, pesan-pesan itu
akan masuk. Apalagi dengan cara-cara menyenangkan, yaitu cara
bercerita yang sesuai dengan kebutuhan indranya, sehingga membuat
siswa menjadi aktif dan kreatif dalam belajar. Cerita yang
mengesankan tidak harus cerita yang lucu. Cerita yang sedih pun bisa
jadi menyenangkan dan menyenangkan tidak harus dengan tawa.
Cerita mengajak anak-anak kealam fantasi. Misalnya; sering kali
seorang anak mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan setelah ia
selesai mendengar cerita atau dongeng. Mendengar sebuah cerita
dapat mengarahkan anak pada pengenalan pola bahasa dan kosakata.
27

Selain itu, pengalaman mendengarkan cerita juga memberi latihhan


visualisasi pada anak.Sambil pikirannya yang mencakup penciptaan
latar atau setting, kelakuan tokoh, dan lain-lain. Kemampuan
visualisasi inilah yang kita kenal dengan fantasi, satu dasar dari
imajinasi kreatif anak-anak.
Cerita maupun rasa keindahan dan kehalusan budi. Jiwa anak pada
dasarnya penuh keindahan, kehalusan, dan bersih. Lingkungan sangat
mempengaruhi perkembangan tersebut. Lingkungan terdekat bagi
anak adalah orang tuanya. Sebuah cerita yang mampu
membangkitkan emosi dan contoh teladan dalam kehidupan sehari-
hari apabila tersampaikan denga tepat dan benar akan berdampak
besar pada proses perkembangannya. Hal ini dapat diperkuat apabila
cerita yang disajikan sama persis dengan cara anak-anak tersebut
menyerap sesuatu yaitu melalui pendekatan visual (gambar), editorial
(suara), dan kinestetikal (gerak).
Cerita itu ternyata apresiatif pada lihat, dengar dan emosi (feeling)
anak-anak tinggi rendahnya kemampuan kreatif dan nilai nalar
seorang anak di masa kecil ditentukan oleh perkembangan daya
imajinasinya dalam memanfaatkan situasi lingkungan sekitar. Daya
imajinasi ini umumnya mereka peroleh dari hasil sentuhan panca
indra dengan hal-hal yang ditangkap oleh panca indra tersebut, yaitu
apa yang dilihat mata, didengar telinga, dicium hidung, dirasakan
oleh tangan dan permukaan kulit lainnya, serta apa yang dirasa oleh
lidah. Cerita dapat membawa anak-anak pada situasi yang belum
pernah dia alami sebelumnya. Mata yang menatap lekat pencerita,
telinga yang mendengar dengan seksama, dan emosi yang meluap
ketika mendengar cerita membuat anak berimajinasi yang luar biasa.
Cerita terkadang membuat seseorang anak beridentifikasi. Lewat
cerita akan tampak bahwa seorang anak mencari tokoh identifikasi
yang serring menampilkan kehebatan menjadi idola mereka sehingga
segala sesuatu yang berkaitan dengan tokoh protagonis ini ditiru oleh
anak-anak. Sebaiknya, tokoh antagonis yang menampilkan
28

kecurangan dan kelicikan sering kali menjadi patokan anak-anak


bahwa tersebut tidak boleh dicontoh.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa manfaat
cerita dasarnya, mampu mengembangkan berbagai aspek-aspek
kemampuan pada anak, melatih konsentrasi, cara belajar yang
menyenangkan, mengajak anak-anak ke dalam fantasi, dan
mengapresiasikan apa yang dilihatnya.
3. Faktor-faktor Pokok Bercerita
Untuk mencapai keberhasilan dalam bercerita menurut Sudarmadji
(2010: 27) harus memperhatikan dua faktor pokok, yaitu:
a. Menyiapkan naskah cerita
1) Dari sumber cerita yang telah ada
Apabila pendidik mengambil dari buku, majalah atau komik
tertentu maka itu dinamakan menggunakan sumber cerita yang
sudah ada. Tentu saja cerita yang dipilih sudah
dipertimbangkan secara masak-masak.
2) Mengarang cerita sendiri
Apabila seorang pencerita hendak membuat naskah sendiri,
maka yang terpenting yaitu harus menentukan terlebih dahulu
alur atau plot cerita. Bisa dalam bentuk karangan atau sinopsis,
bisa pula ditulis secara detail. Hal penting yang harus
dilakukan apabila mengarang cerita sendiri yaitu alur dan plot
cerita harus benar-benar dikuasai.
b. Teknik penyajian
Menurut Sudarmadji (2010: 32) seorang pencerita perlu menguasai
keterampilan dalam bercerita, baik dalam olah vokal, olah gerak,
ekspresi dan sebagainya. Seorang pencerita harus pandai-pandai
mengembangkan berbagai unsur penyajian cerita sehingga terjadi
harmoni yang tepat. Secara garis besar unsur-unsur penyajian
cerita yang harus dikombinasikan secara proporsional adalah
a. narasi (pemaparan cerita).
b. dialog (percakapan para tokoh).
29

c. ekspresi (terutama mimik muka).


d. visualisasi gerak/ peragaan (acting).
e. ilustrasi suara, suara lazim dan suara tidak lazim (suara asli,
suara besar dan kecil, suara hewan, suara kendaraan).
f. media atau alat peraga jika ada.
g. teknik ilustrasi yang lain (musik, permainan, lagu).
4. Cara Bercerita
Dalam kegiatan bercerita, perlu adanya suatu rencana untuk
menentukan pokok-pokok cerita yang akan dikomunikasikan.
Bercerita atau menceritakan suatu cerita tertentu di depan umum jelas
menuntut keterampilan berbicara. Gaya bercerita yang menarik,
intonasi yang tepat, pengurutan cerita yang cocok dan sebagainya
harus dikuasai. Siswa pertama-tama disuruh memilih cerita yang
disukai pencerita maupun pendengarnya, siswa menyimak atau
membaca dan menghafalkan cerita tersebut. Kemudian siswa bercerita
tampa teks semuanya di luar kepala, kepada siswa yang lainnya.
Menurut Tarigan (2006: 32) dalam merencanakan suatu
pembicaraan atau bercerita harus mengikuti langkah-langkah sebagai
berikut:
a. Menentukan topik cerita yang menarik
b. Menyusun kerangka cerita dengan mengumpulkan bahan-bahan
c. Mengembangkan kerangka cerita
d. Menyusun teks cerita
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa
pencerita itu berhadapan dengan pendengar secara langsung.
Sebelum bercerita pencerita itu harus mempersiapkan terlebih
dahulu topok cerita yang akan dibawakan dengan cara membaca
cerita yang sudah dipilih dengan berulang-ulang, menyususn
kerangak pemikiran dari cerita yang akan dibawakannya dan
kemudian menghafalkan pokok-pokok dalam cerita itu, kemudian
diceritakan kembali dengan bahasa tersendiri.
30

5. Cara Bercerita yang Menarik


Guru yang bercerita kepada anak-anak didepan kelas atau diatas
panggung, ingatlah bahwa suara, gerak tubuh dan mimik serta sorot
mata sangat menentukan apakah akan berhasil menarik perhatian
mereka atau mereka akan sama-sama bercerita. Latif (2014: 57) ada 11
tips yang harus diperhatikan dalam membawakan sebuah dongeng
didepan umum adalah sebagai berikut :
a. Diawali dengan doa
Kunci utama kesuksesan adalah memohon kepada Allah SWT.
Melalui doa maka insyallah kesuksesan akan diraih. Jadi mulailah
mendongeng dengan berdoa terlebih dahulu.
b. Tempat berdiri harus ditempat yang tepat
Tempat berdiri juga menentukan kesuksesan dan kemenarikan
bercerita karena dengan berdiri ditempat yang jelas semua
pendengar dapat melihat dengan jelas
c. Suara yang lantang dan jelas (tidak perlu berteriak)
Suara yang lantang juga termasuk dalam hal yang harus
diperhatikan, karena dengar suara yang lantang maka cerita yang
kita bawakan akan didengar jelas oleh semua anak (audince).
d. Penguasaan materi cerita
Materi cerita yang akan disampaikan harus betul-betul telah
dikuasai oleh pencerita. Sehingga tahu kapan harus menekankan
kata-kata tertentu atau memperlihatkan mimik muka tertentu.
e. Penjiwaan
Menjiwai isi cerita suatu cerita membuat pencerita mampu
menirukan suara-suara yang ada dalam cerita tersebut
f. Gerakan tubuh
Tunjukan gerakan yang sesuai dengan cerita. Misalnya jika
bercerita tentang seseorang yang sedang berbisik, tirukanlah gaya
seseorang yang berbisik.
31

g. Gerakan mata
Hal yang tidak kalah penting dalam membawakan sebuah
cerita agar menarik adalah gerakan mata. Jangan sekali-kali
membiarkan mata menerawang ke angkasa. Tataplah audiens
secara bergantian, karena dengan tatapan dapat menguasai audiens
atau siswa.
h. Tangan tidak memegang apa-apa (kecuali alat peraga)
Gerakan tangan yang dianggap tidak mendukung pencapaian
cerita diharapkan tidak dilakukan karena akan mengakibatnkan
konsentrasi anak atau audien menjadi tidak fokus.
i. Tidak memutus cerita dengan teguran
Misalnya ada anak yang sedang bermain, maka cerita akan
terptus. Lebih baik memasukan cerita tersebut kedalam cerita.
j. Tidak tergesa-gesa
Tergesa-gesa akan membuat pesan-pesan yang akan
disampaikan tidak akan tercapai. Kesan cerita sebuah hiburan juga
akan hilang, bahkan alur cerita tidak akan sempurna.
k. Harus memakai kata-kata yang dapat dimengerti oleh anak
Anak-anak yang mendengar cerita banyak yang tidak
mengerti dengan kata-kata asing seperti globalisasi, inovasi dan
lain sebgainya. Untuk itu agar anak-anak memahami cerita yang
kita sampaikan dengan mudah maka gunakanlah kata-kata yang
dapat dimengerti.
6. Kekurangan dan Kelebihan Metode Bercerita
Bentuk penyajian proses pembelajaran Anak Usia Dini adalah
terpadu antara Bidang pengembangan satu dengan yang lain, termasuk
Bidang pengembangan Bahasa. Dan setiap metode pembelajaran pasti
memiliki kelebihan dan kekurangan, untuk itu dengan adanya
pembelajaran terpadu maka pengembangan metode yang bervariasi
dapat membantu pencapaian tujuan tiap materi pembelajaran. Demikan
pula untuk metode bercerita cerita memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kelebihannya antara lain :
32

a. Dapat menjangkau jumlah anak yang relative lebih banyak.


b. Waktu yang tersedia dapat dimanfaatkan dengan efektif dan
efesian.
c. Pengaturan kelas menjadi lebih sederhana.
d. Guru dapat menguasai kelas dengan mudah.
e. Secara relatif tidak banyak memerlukan biaya.

Kekurangannya, antara lain :


a. Anak didik menjadi pasif, karena lebih banyak mendegarkan atau
menerima penjelasan dari guru.
b. Kurang merangsang perkembangan kreativitas dan kemampuan
anak untuk mengutarakan mendapatnya.
c. Daya tangkap atau serap anak didik berbeda dan masih lemah
sehinnga sukar memahami tujuan pokok isi cerita.
d. Cepat menumbuhkan rasa bosan terutama apa bila penyajiannya
tidak menarik (Dhieni, 2008 : 6.6).
E. Implementasi dan Pengaruh Metode Storytelling Terhadap
Ketrampilan Berbicara Mata Pelajaran Bahasa Arab
Dalam pembelajaran bahasa Arab, ketrampilan berbicara termasuk
ketrampilan pokok yang harus dikuasai oleh siswa. Ketrampilan berbicara
bertujuan agar para pelajar mampu berkomunikasi lisan secara baik dan
wajar dengan bahasa yang mereka pelajari. Secara baik dan wajar
mengandung arti menyampaikan pesan kepada orang lain secara sosial
dapat diterima. Namun tentu saja untuk kencapai ketrampilan berbahasa
ini dibutuhkan metode, cara-cara atau aktivitas latihan yang memadai dan
mendukung.
Pada prinsipnya, salah satu faktor penting dalam keberhasilan
pembelajaran di sekolah dasar adalah guru. Guru sekolah dasar yang
memgajar harus kreatif, penuh semangat, dan perlu memperbaiki diri
dalam proses pembelajaran dikelasnya, termasuk dalam pembelajaran
bahasa arab pada ketrampilan berbicara yang mana pembelajaran bahasa
sudah menjadi bahasa kedua, dan berbicara adalah modal utama untuk
terampil dan pandai dalam menguasai bahasa. Maka metode Storytelling
33

(bercerita) adalah salah satu metode yang memicu ketrampilan berbicara


siswa.
Storytelling merupakan suatu metode bercerita yang sangat tepat
untuk menyampaikan suatu peristiwa dengan menggunakan kata-kata,
gambar dan suara bahkan sering diselingi improvisasi. Dengan
menerapkan metode bercerita ini, akan mengasah ketrampilan berbicara
siswa agar lebih berani mengungkapkan isi pikirannya dan mampu
berbicara dengan baik kepada lawan bicaranya. Jika metode storytelling
(bercerita) ini telah di terapkan maka akan terlihat pengaruh yang tibul
pasa siswa dari segi penguasaan kosa katanya, kebraniannya, dan
ketrampilannya dalam berbicara.
F. Penelitian Terdahulu
Sebagai bahan acuan dan referensi serta untuk menghindari
kesalahpahaman akan kesamaan karya penelitian, peneliti juga mendapati
beberapa penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan, yaitu:
1. Sekripsi yang ditulis oleh Mutmainah 2013 yang berjudul “pengaruh
pembendaharaan kosakata terhadap kemampuan berbicara bahasa
Arab siswa”. (Penelitian di Madrasah Ibtidaiyah Nahdlatul Umam
Desa Warugede Depok Kabupaten Cirebon). Hasilnya adalah: rata-
rata perbendaharaan kosakata bahasa arab siswa sebesar 75,74. Hali
ini menunjukan bahwa pembendaharaan kosakata bahasa arab MI
Nahdlatul Umam dikategorikan baik. Rata-rata hasil kemampuan
berbicara anak sebesar 62,59. Hal ini menunjukan bahwa kemampuan
berbicara bahasa Arab siswa MI Nahdlatul Umam dikategorikan
cukup. Terdapat pengaruh yang kecil dari perbendaharaan kosakata
(X) terhadap kemampuan berbicara bahasa Arab siswa (Y) di MI
Nahdlatul Umam. Dalam mengguji hipotesis penulis menggunakan uji
linier, didapat nilai tHitung sebesar 2,799 untuk tTabel sebesar 2,064. Dari
hasil tersebut dapat kita ketahui bahwa tHitung> tTabel (2,799>2,064)
artinya H0 ditolak. Melalui uji determinasi diketahui besarnya
pengaruh variabel X terhadap Y sebesar 23,81% dan sisanya 76,19%
ditentukan oleh variabel lain.
34

2. Sekripsi yang ditulis oleh Sa’diyah tahun 2013 yang berjudul


“Penggunaan Metode Dongeng Dalam Meningkatkan Kemampuan
Berbicara Siswa Kelas 1 Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah Cirebon”.
Hasilnya adalah proses pemblajaran bahasa Indonesia di Madrasah
Ibtidaiyah Salafiyah Cirebon” hasilnya adalah proses pembelajaran
bahasa Indonesia di Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah Cirebonangakanya
mencapai 68,125%. Ini menunjukan angka yang cukup baik atau
siswa semangat dalam belajar bahasa Indonesia di Madrasah
Ibtidaiyah Salafiyah Cirebon. Penerapan metode dongeng dalam
pembelajaran bahasa Indonesia di kelas 1 Madrasah Ibtidaiyah
Salafiyah Cirebon angkanya mencapai 76,25%. Ini menunjukan angka
yang sangat baik dalam mengaplikasikan metode dongeng pada mata
pelajaran bahasa Indonesia di kelas 1 Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah
Cirebon. Hasil penerapan metode dongeng dalam meningkatkan
kemampuan berbicara siswa kelas 1 Madrasah Ibtidaiyah Salafiyah
Cirebonsetelah dilakukanya penelitian, hasilnya mencapai (0,98) yang
berarti prosentase hasil penerapan metode dongeng dalam
meningkatkan kemampuan berbicara siswa kelas 1 Madrasah
Ibtidaiyah Salafiyah Cirebon.
3. Sekripsi yang ditulis oleh Ratu Linda Nurhayati tahun 2012 yang
berjudul “Peranan Guru Dalam Meningkatkan Kemampuan Berbicara
Siswa Pada Pembelajaran Bahasa Inggris Materi Things In The
Classroom Melalui Spelling Games” yang hasilnya adalah metode
dengan menggunakan Spelling Games dapat meningkatkan
kemampuan berbicara siswa dari siklus ke siklus dapat dilihat dari
hasil tes evaluasi belajar siswa pada pra siklus yakni memperoleh nilai
rata-rata sebesar 50,38, pada siklus I 61,15 sedangkan pada siklus II
mengalami peningkatan 76,15, ketuntasan belajar siswa memperoleh
nilai diatas rata-rata KKM yakni 65. Peningkatan bicara siswa kelas
IV terlihat pada hasil tes komunikatif siswa per siklus, yakni pada
siklus I dan siklus II, tes komulatif memperoleh nilai rata-rata pada 3
aspek yaitu pelafalan, ejaan, ketepatan kata memperolehprosentase
35

sebesar (58,6), (56,3), (57,6), peningkatan pada siklus II memperoleh


prosentase sebesar (58,3), (74,3), (78), seluruhnya memperoleh
peningkatan yang sangat baik.
G. Kerangka Pemikiran
Dari teori diatas maka disimpulkan kedalam kerangka berfikir yang
akan menjelaskan secara teoritis pertautan antara variabel yang akan
diteliti (Sugiono, 2010: 91). Teori diatas menunjukan dua variabel yang
terdiri dari variabel independen dan dependen yaitu metode storytelling
(sebagai variabel X) dan ketrampilan berbicara (sebagai variabel Y).

Gambar 2.1
Kerangka pemikiran

X Y

Keterangan :

X : Metode storytelling

Y : Ketrampilan berbicara

: Pengaruh

H. Hipotesis Penelitian
H0: 𝜌 = 0 ---- Berarti tidak terdapat pengaruh penggunaan metode
Storytelling terhadap kertampilan berbicara pada mata
pelajaran bahasa Arab.
Ha: 𝜌 ≠ 0 Berarti terdapat pengaruh penggunaan metode Storytelling
terhadap kertampilan berbicara pada mata pelajaran
bahasa Arab.
𝜌 = Nilai korelasi dalam formulasi yang dihipotesiskan(Implementasi
Metode Storytelling dan pengaruhnya terhadap ketramplilan berbicarapada
mata pelajaran Bahasa Arab di kelas V semester 2 MI Al- Washliyah
Perbutulan Kota Cirebon.)

You might also like