You are on page 1of 114

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/336367584

INTERMEDIATE ACCOUNTING II

Book · October 2019

CITATIONS READS

0 477

1 author:

Eddy Sutjipto
Universitas Semarang
2 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Investment Decision making HIGH-DIVÌDEND shares in IDX Base on Bottom up View project

All content following this page was uploaded by Eddy Sutjipto on 31 October 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


INTERMEDIATE
ACCOUNTING II
Eddy Sutjipto

ISBN 979-3948-16-7
KATA PENGANTAR

Penulisan buku Intermidate Accounting II ini dalam rangka mengikuti Hibah


bersaing A 1 yang di terima oleh Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas
Semarang ( FE USM ) untuk tahun ajaran 2004, khususnya di bidang pengajaran.
Penulis menyadari bahwa, untuk meminjam buku di perpustakaan masih realtif
terbatas, sehingga akan menyulitkan mahasiswa untuk dapat mengikuti perkuliahan
dengan baik. Disamping itu buku sejenis yang tersedia di perpustakaan dengan bahasa
Inggris dapat dikatakan kurang diminati oleh Mahasiswa. Atas dasar alasan tersebut,
buku ini diterbitkan dengan bentuk yang relatif sederhana dan diharapkan dapat
terjangkau oleh Mahasiswa sehingga tujuan Hibah A1 yaitu meningkatkan kualitas
lulusan dapat tercapai.

Materi pembahasan yang ada dalam buku disesuaikan dengan kurikulum mata
kuliah Intermediate Accounting ( Akuntansi Keuangan Menengah ) yaitu dibagi
menjadi dua. Oleh karena itu dalam buku ini dibahas hanya untuk Intermediate
Accounting II ( Akuntansi Keuangan Menengah II) yaitu meliputi materi investasi
saham dan obligasi, aktiva tetap berwujud dan tidak berwujud, utang jangka panjang,
modal saham, laba per lembar saham dan laba ditahan, dan perubahan kebijakan
akuntasi dan kesalahan mendasar. Dalam pembahasan dicoba diberikan contoh yang
mendekati kenyataan, misalnya tentang investasi saham diusahakan diberi contoh
seperti yang ada di Bursa Efek Jakarta. Disamping itu, pembahasan juga diupayakan
mengacu pada Standar Akuntansi Keuangan (SAK) per 1 Oktober 1994 dan referensi
lain seperti dari Nikolai , Cashin dan Zaki Baridwan dan dalam setiap akhir
pembahasan di sediakan beberapa pertanyaan dan latihan untuk dikerjakan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa buku ini masih jauh dari sempurna , oleh
karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan Semoga
buku yang sederhana ini dapat membantu Mahasiswa dalam rangka memahami mata
kuliah ini sehingga ada perbaikan dalam prestasi studi di Jurusan Akuntansi FE USM.

Semarang, Februari 2005


Penyusun

Eddy Sutjipto

Intermediate Accounting II – By Eddy Sutjipto i


DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGATAR …………………………………………………....... i
DAFTAR ISI …………………………………………………………....... ii

BAB I INVESTASI DALAM SAHAM ………………………… 1


Tujua Investasi, 1; Pembelian saham, 1; Penilaian investasi,
3; Pengembalian investasi, 4; – dividen tunai, 4; dividen
saham dan stock split, 4; Bukti rights, 6; – Proporsi saham,
7; Nilai teoritis harga sahm 8, Hak bukti rights, 8; Penjualan
saham, 9; Pertanyaan dan Latihan,10
BAB II INVESTASI OBLIGASI 12
Pembelian Obligasi, 12; Pencatatan harga pokok, 13;
Amortisasi Disagio dan Agio obligasi, 14; Amortisasi
dengan Metode Garis Lurus dan Bunga Efektif, 14;
Penjualan obligasi sebelum jatuh tempo, 19; Pertanyaan dan
Latihan,20
BAB III AKTIVA TETAP BERWUJUD : PEROLEHAN , 21
PENGELUARAN SELAMA PENGGUNAAN DAN
PEMBERHENTIAN
Pengertian, 21; Karakteristik aktiva tetap berwujud, 21;
Klasifikasi aktiva tetap berwujud, 22; Penilaian dengan
harga historis, 22; Perolehan aktiva tetap, 22; Pembelian
tunai dan Pembelian angsuran, 22; Pembelian tunai secara
gabungan, 24; Pengeluaran surat berharga, 25; Petukaran
aktiva, 25; Pertukaran dengan aktiva produktif yang tidak
sejenis, 26; Pertukaran dengan pengeluaran atau penerimaan
kas, 27; Pertukaran dengan aktiva produktif yang sejenis,
27; Aktiva membuat sendiri, 30; Perolehan aktiva donasi,
31; Pengeluaran selama penggunaan, 31; Penambahan, 31;
Perbaikan dan Penggantian ( Improvements and
Replacements ), 31; Reparasi dan Pemeliharaan, 32;
Pengaturan dan Pemindahan aktiva, 32; Penghentian dan
pelepasan aktiva, 32; Pertanyaan dan Latihan,33.
BAB IV AKTIVA TETAP BERWUJUD - PENYUSUTAN DAN 34
DEPLESI
Pengertian, 34; Perhitungan penyusutan, 34, Metode
penyusutan, 35; Penyusutan untuk sebagian periode, 41;
Perubahan dan koreksi penyusutan, 42; Deplesi, 42;
Pertanyaan dan Latihan, 43
BAB V AKTIVA TETAP TIDAK BERWUJUD 46
Pengertian, 46; Penilaian aktiva tetap tidak berwujud, 46;
Amortisasi aktiva tetap tidak berwujud, 47; Aktiva tetap
tidak berwujud teridentifikasi, 47; Goodwill, 49; Penilaian
goodwill, 50; Tahapan menentukan nilai goodwill, 51;
Pertanyaan dan Latihan, 54

Intermediate Accounting II – By Eddy Sutjipto ii


BAB VI UTANG JANGKA PANJANG 55
Pengantar, 55; Alasan mengeluarkan utang jangka panjang,
55; Utang obligasi, 55; Penjualan obligasi, 57; Pencatatan
penerbitan obligasi, 58; Penerbitan obligasi diantara tanggal
pembayaran bunga, 59; Amortisasi disagio dan agio obligasi,
61; Penarikan obligasi sebelum jatuh tempo, 65; Pertanyaan
dan Latihan, 66
BAB VII MODAL SAHAM 68
Jenis Perusahaan, 68; Modal saham dan hak pemegang
saham, 68; Penjualan saham, 69; Penjualan tunai, 69;
Pesanan penjualan saham, 69; Pembatalan pesanan saham,
70; Kombinasi penjualan saham, 71; Penukaran saham
dengan aktiva, 72; Stok split, 73; Pembelian kembali saham
yang beredar, 74; Pembelian kembali saham untuk disimpan,
74; Saham treasuri, 75; Opsi atas saham, 77; Pertanyaan dan
Latihan, 77
BAB VIII LABA PER LEMBAR SAHAM DAN LABA DITAHAN 78
Laba dan Laba per lembar saham, 78; Dasar perhitungan
Laba per lembar saham,78; Dilusi laba per lembar saham,
79; Dividen, 81; Dividen Tunai, 81; Dividen aktiva non kas,
82; Dividen saham, 83; Likuidasi dividen, 84; Laba ditahan
sebelum penyesuaian, 85; Laporan laba ditahan, 84;
Pertanyaan dan Latihan, 85.
BAB IX PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI DAN 86
KESALAHAN MENDASAR
Jenis perubahan kebijakan akuntansi, 93; Metode
pengungkapan perubahan kebijakan akuntansi, 93;
Kesalahan mendasar, 94; Koreksi kesalahan, 95; Pertanyaan
dan Latihan, 97
DAFTAR PUSTAKA 99

Intermediate Accounting II – By Eddy Sutjipto iii


1

.
BAB 1
INVESTASI DALAM SAHAM

Melakukan investasi dalam saham saat ini dapat dikatakan sudah


cukup mudah baik untuk perorangan atau perusahaan. Investasi dalam
saham dapat dilakukan untuk jangka waktu pendek atau kurang dari satu
tahun atau jangka panjang. Untuk investasi saham jangka panjang berarti
bukan karena memanfaatkan dana yang berlebih, tapi ada tujuan yang
diharapkan yaitu :
a. meningkatkan pendapatan perusahaan terutama dalam bentuk
dividen
b. memperluas pangsa pasar, misalnya perusahaan rokok Marlboro
membeli 40 % saham PT HM Sampurna
c. melakukan diversifikasi produk sehingga penjualan akan meningkat
d. mengupayakan adanya kontinyuitas pemasokan bahan baku yang
diperlukan
e. mengawasi perusahaan dan menjaga hubungan baik dengan
perusahaan
Investasi jangka panjang dalam saham dapat berpengaruh pada
penggunaan metode akuntasi yang tepat dan perannya di dalam
perusahaan yang sahamnya dibeli. Hal ini sangat tergantung pada besar
kecilnya jumlah pemilikan saham dan secara garis besar dapat diringkas
sebagai berikut :
Pengaruh pemilikan saham di perusahaan yang sahamnya dibeli
Jumlah Peranan dalam Lap. Untung dan
pemilikan perusahaan Metode akuntansi Rugi yang belum
direalisasi
Memiliki Tidak mempunyai Metode Biaya Laba bersih
saham kurang pengaruh penting
dari 20 % di perusahaan
Memiliki Mempunyai Metode Ekuitas Tidak ada pengakuan
saham 20 % pengaruh penting
sampai 50 % dalam perusahaan
Memiliki lebih Mempunyai peran Laporan Keuangan Tidak ada pengakuan
dari 50 % mengendalikan Konsolidasi
perusahaan

Dengan jumlah pemilikan saham yang cukup besar, misal lebih dari
50 % di suatu perusahaan, maka dapat dikatakan sebagai pemegang
saham mayoritas dan perannya sangat besar yaitu dapat mengontrol
Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto
2

perusahaan secara menyeluruh. Berbeda halnya dengan yang mempunyai


saham kurang dari 20 %, maka perannya tidak begitu besar dan
kemungkinan tidak dapat mengendalikan.
PEMBELIAN SAHAM
Harga perolehan saham yang dibeli termasuk harga beli ditambah
dengan biaya komisi, pajak dan biaya lainnya yang diperlukan berkaitan
dengan pembelian saham. Suatu saham dapat diperoleh dengan cara
pembelian tunai atau ditukar dengan aktiva. Jika saham diperoleh dengan
cara ditukar aktiva dan nilai wajarnya tidak diketahui, maka harga pasar
saham dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan nilai aktiva yang
diserahkan. Demikian sebaliknya bila harga pasar aktiva yang diserahkan
diketahui, tapi harga pasar saham tidak diketahui, maka nilai aktiva yang
diserahkan digunakan untuk mencatat perolehan saham.
Sebagai contoh, misalnya pada 5 Juli 2003 PT Delta membeli
saham biasa PT United sebanyak 10.000 lembar dengan harga pasar
Rp 6.000,00 per lembar dan biaya komisi 0,02 %. PT United pada tanggal
15 Juli 2003 membagikan dividen tunai Rp 500,00 per lembar saham.
Apabila pembelian saham tersebut dilakukan dengan dua alternartif yaitu
(a) dengan tunai dan (b) ditukar dengan mesin yang tidak diketahui harga
pasarnya. Jurnal yang dibuat oleh PT Delta adalah :
5 Juli 2003 Investasi saham biasa Rp 60.120.000,001)
Kas Rp 60.120.000,00
1) Harga perolehan = (Rp 6.000,00 x 10.000) + 0,02 % x (Rp 6.000,00 x 10.000)
Atau
Investasi saham biasa Rp 60.120.000,001)
Mesin Rp 60.120.000,00
15 Juli 2003 Kas (Rp 500,00 x 10.000)Rp 5.000.000,00
Pendapatan deviden Rp 5.000.000,00
Apabila membeli saham prioritas tidak pada saat pembayaran
dividen, maka dividen yang terutang harus diperhitungkan dalam
pembelian. Sebagai contoh, misalnya pada tanggal 1 Juli PT Forsa
membeli saham prioritas 6 % dari PT Alfa sebanyak 1.000 lembar nominal
Rp 10.000,00 dan harga pasar saham Rp 15.000,00 per lembar.
Pembayaran dividen dilakukan tiap tanggal 31 Desember. Jurnal yang
dibuat atas transaksi tersebut adalah sebagai berikut :
1 Juli Investasi saham prioritas, 6 % Rp 15.000.000,001)
Pendapatan bunga Rp 300.000,002)
Kas Rp 15.300.000,00
1) Harga beli = 1000 x Rp 15.000,00 = Rp 15.000.000,00
2) Bunga = 6/12 x 6 % x 1000 x Rp 10.000,00 = Rp 300.000,00

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


3

31 Des Kas Rp 600.000,00


Pendapatan bunga Rp 600.000,00
(6% x 1.000 x Rp 10.000,00)
Alternatif lain dengan menggunakan rekening piutang pendapatan
bunga untuk mencatat bunga yang terutang, sehingga pada saat diterima
dividen pada 31 Desember rekening piutang pendapatan bunga di kredit.
Jurnalnya adalah sebagai berikut :
Kas Rp 600.000,00
Pendapatan bunga (6 bulan) Rp 300.000,00
Piutang pendapatan bunga Rp 300.000,00
Apabila dua atau lebih saham dibeli secara bersama (lump-sum),
maka jumlah perolehan harus dialokasikan kedalam kelas saham (misal
biasa dan preferen). Dengan cara pembelian tersebut akan terdapat
minmal dua kemungkinan yaitu :
a. Apabila harga pasar semua saham diketahui, maka harga perolehan
masing-masing kelas saham dapat diketahui dengan menggunakan
nilai relatif
b. Apabila yang diketahui harga pasarnya hanya satu kelas saham,
maka jumlah tersebut digunakan sebagai harga pokok saham kelas
tersebut dan selisihnya untuk kelas yang lainnya
Untuk dapat memberikan gambaran yang jelas tentang alokasi
pembelian saham secara lump-sum dapat diberikan contoh sebagai
berikut :
PT Delta membeli saham biasa 10.000 lembar dan 2.000 lembar saham
preferen dengan harga Rp 45.000.000,00, maka perhitungan alokasi harga
pokoknya sebagai berikut :
a. Harga pasar kedua kelas saham diketahui
Dengan anggapan harga pasar kedua kelas saham diketahui yaitu
saham biasa Rp 4.000,00 per lembar dan saham preferen
Rp 5.000,00 per lembar, jurnal yang dibuat adalah :
Investasi saham biasa Rp 36.000.000,00
Investasi saham prioritas Rp 9.000.000,00
Kas Rp 45.000.000,00
Perhitungan alokasi :
Harga Pasar Alokasi
Perhitungan alokasi
(Harga x ∑ lembar) harga pokok
Saham biasa Rp 40.000.000,- 40 / 50 x Rp 45 juta Rp 36.000.000,-
Saham prioritas Rp 10.000.000,- 10 / 50 x Rp 45 juta Rp 9.000.000,-
Jumlah Rp 50.000.000,- Rp 45.000.000,-

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


4

b. Harga pasar saham hanya diketahui salah satu kelas


Misal yang diketahui harga pasarnya hanya saham biasa yaitu
Rp 4.000,00 per lembar, maka jurnalnya adalah sebagai berikut :
Investasi saham biasa Rp 40.000.000,00 1)
Investasi saham prioritas Rp 5.000.000,00 2)
Kas Rp 45.000.000,00
Perhitungan alokasi :
1) Saham biasa = Rp 4.000,- x 10.000 lembar = Rp 40.000.000,-
2) Saham prioritas = Rp 45.000.000,- – Rp 40.000.000,- = Rp 5.000.000,-
PENILAIAN INVESTASI SAHAM
Pembelian saham untuk tujuan investasi jangka panjang umumnya
dicatat sebesar harga pokoknya. Apabila ternyata harga saham dipasar
mengalami kenaikan dan penurunan yang sangat signifikan, maka
selisihnya harus dibuat penyesuian tapi tidak diperlihatkan dalam laporan
laba rugi
PENGEMBALIAN INVESTASI
Pengembalian investasi jangka panjang dalam saham dapat berupa
dividen atau sebagian keuntungan perusahaan yang diberikan untuk para
pemegang saham. Dividen yang diberikan oleh perusahaan dapat
berbentuk uang tunai, saham dan aktiva (bukan uang tunai).
Dividen Tunai – dari bagian keuntungan atau likuidasi
Dividen yang diberikan oleh perusahaan merupakan sebagian dari
keuntungan yang diperoleh periode sebelumnya. Waktu pemberian dividen
kepada para pemegang saham ada dua yaitu dividen interim dan dividen
final. Sedangkan bentuk pemberian dividen dengan uang tunai
merupakan hal yang sangat umum..Hal ini dilakukan karena perusahaan
yang mengeluarkan saham kondisi keuangannya mencukupi. Namun
demikian dapat terjadi bahwa dividen tunai yang diberikan merupakan
sebagian dari pengembalian investasi kepada para pemegang sahamnya
atau dapat disebut dengan dividen likuidasi.
Sebagai contoh, misalnya seorang investor memiliki saham
PT SPMA sebanyak 10.000 lembar dengan nominal Rp 500,00 per lembar
dan pada tanggal 15 Juli 2003 mengumumkan memberikan dividen
sebesar Rp 100,00 per lembar saham dan akan dibayar dengan tunai
pada 31 Juli 2003. Jurnal yang dibuat oleh investor yaitu :
15 Juli 2003, saat pengumuman pemberian dividen
Piutang pendapatan dividen Rp 100.000,00
Pendapatan dividen Rp 100.000,00 1)
1) Dividen = 10.000 lembar x Rp 100,00 = Rp 100.000,00

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


5

31 Juli 2003, saat menerima pembayaran dividen


Kas Rp 100.000,00
Piutang pendapatan dividen Rp 100.000,00
Apabila dalam pemberian dividen terdapat pengembalian uang kepada
para pemegang saham sebagai dividen likuidasi, maka jurnalnya adalah :
Kas Rp xxxxx
Investasi saham – PT X Rp xxxxx
Dividen Saham dan Split (Stock Dividends dan Splits)
Dividen saham dan split tidak berpengaruh pada ekuitas pemegang
saham, namun demikian jumlah saham yang dimiliki oleh pemegang
saham akan bertambah. Dengan adanya penerimaan saham (dividen
saham atau split), maka harga pokoknya akan dibagi dengan jumlah
saham yang lebih besar dari sebelumnya atau rata-rata harga pokok per
lembar sahamnya akan menjadi lebih kecil. Sebagai konsekuensinya,
investor tidak mencatat keuntungan ketika saham baru diterima dan cukup
mencatat memo untuk penambahan jumlah lembar saham yang dimiliki.
Sedangkan pada saat terjadi transaksi penjualan, maka harga pokok
setelah menerima tambahan saham baru yang digunakan sebagai dasar
perhitungan menentukan laba atau rugi penjualan.
Sebagai contoh, dengan anggapan bahwa PT Delta pada awal
Januari 2003 membeli 10.000 lembar saham biasa PT SPMA dengan
harga Rp 1.200,00 per lembar dan biaya pembelian Rp 600.000,00. Pada
bulan Juni, PT SPMA membayar dividen dalam bentuk saham dengan
rasio 100 : 80 (setiap pemegang seratus lembar saham lama dengan nilai
nominal Rp 1.000,00 berhak menerima 80 lembar saham baru dengan nilai
nominal Rp 1.000,00). Bulan Juni 2004 dijual 4.000 lembar saham dengan
harga pasar Rp 1.100,00 per lembar dan biaya penjualan Rp 200.000,00.
Jurnal yang dibuat atas transaksi tersebut adalah sebagai berikut :
Awal Januari 2003
Investasi saham biasa – PT SPMA Rp 12.600.000,001)
Kas Rp 12.600.000,002)
1) Harga beli = (10.000 x Rp 1.200,00 + Rp 600.000,00) = Rp 12.600.000,00
2) Harga pokok per lembar = Rp 12.600.000,00 / 10.000 = Rp 1.260,00
Bulan Juni 2003
Memo : Penerimaan dividen saham dengan rasio 100 : 80
Saham yang diterima = 80/100 x 10.000 lembar
= 8.000 lembar
Jumlah saham baru = 10.000 + 8.000 = 18.000 lembar
Harga pokok per lembar = Rp 12.600.000,00 / 18.000 = Rp 700,00

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


6

Juni 2004
Kas Rp 4.200.000,00
Investasi saham – PT SPMA Rp 2.800.000,00
Laba penjualan saham Rp 1.400.000,00
Perhitungan :
Hasil penjualan = (4.000 x Rp 1.100,-) – Rp 200.000,- = Rp 4.200.000,-
Harga pokok penjualan = 4.000 x Rp 700, = Rp 2.800.000,-
Laba penjualan saham Rp 1.400.000,-
============

Apabila saham yang dimiliki oleh investor dibeli secara bertahap,


maka alokasi harga pokok yang baru didasarkan pada jumlah saham
masing-masing setelah adanya penerimaan dividen saham. Demikian
halnya jika ada penjualan saham perlu ada kejelasan tentang cara
penilaian persediaan , misalnya FIFO atau LIFO.
Sebagai contoh, misalnya PT HMSP membeli saham PT Telkom
sebagai berikut :
Bulan ∑ Harga beli Biaya Jumlah Harga HPP per
saham per lembar Pembelian Pokok 1) Saham 2)
Juni 2003 5.000 Rp 4.000,- Rp 100.000,- Rp 20.100.000,- Rp 4.020,-
Des 2003 15.000 Rp 6.000,- Rp 450.000,- Rp 90.450.000,- Rp 6.030,-
Feb 2004 10.000 Rp 7.000,- Rp 300.000,- Rp 70.300.000,- Rp 7.030,-
Total 30.000 Rp180.850.000,-
1) Harga pokok pembelian = (Harga beli per lembar x Jumlah saham) + Biaya
2) Harga pokok per lembar saham = Harga Pokok Pembelian : jumlah saham
Pada bulan Mei 2004 PT Telkom memberi dividen saham dengan rasio 1 :
1 (setiap pemilik satu saham lama berhak memperoleh satu dividen
saham) dan pada bulan Juli 2004 dijual 15.000 lembar saham dengan
harga Rp 4.000,- per lembar. Catatan yang perlu dibuat atas pemberian
dividen saham dan penjualan saham adalah sebagai berikut :
Bulan Mei 2004
Memo : Penerimaan dividen saham dengan rasio 1 : 1
Jumlah saham setelah ada dividen saham dan harga pokok
pembelian saham yang baru adalah
Jumlah lembar saham Harga Pokok
Bulan Harga Pokok per lembar
Awal Dividen Total
saham baru
Juni 2003 5.000 5.000 10.000 Rp 20.100.000,- Rp 2.010,-
Des 2003 15.000 15.000 30.000 Rp 90.450.000,- Rp 3.015,-
Feb 2004 10.000 10.000 20.000 Rp 70.300.000,- Rp 3.515,-
Total 20.000 20.000 40.000 Rp 180.850.000,-

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


7

Bulan Juni 2004


Kas Rp 60.000.000,001)
Investasi saham Rp 35.175.000,002)
Keuntungan penjualan saham Rp 24.825.000,00
Perhitungan :
1) Penerimaan kas = (15.000 x Rp 4.000,-) = Rp 60.000.000,-
2) Investasi Saham (HPP) = (10.000xRp 2.020,-)+ (15.000–10.000xRp 3.015,-)
= Rp 20.100.000,- + Rp 15.075.000,-
= Rp 35.175.000,-
3) Keuntungan penjualan = Rp 60.000.000,- – Rp 35.175.000,-
= Rp 24.825.000,-
Perhitungan di atas menggunakan anggapan penilaian persediaan dengan
cara FIFO.
BUKTI RIGHTS
Dalam rangka menambah modal disetor, perusahaan dapat
mengeluarkan saham baru dan pembelinya diutamakan dari pemegang
saham lama. Untuk dapat menambah jumlah saham yang beredar di bursa
efek, perusahaan harus mengeluarkan bukti rights. Kesempatan untuk
memanfaatkan bukti rights biasanya pemegang saham lama hanya diberi
waktu yang sangat terbatas umurnya yaitu hanya beberapa minggu.
Pengertian dari bukti rights adalah suatu produk efek (sekuritas)
yang diturunkan dari saham yang dikeluarkan oleh perusahaan dengan
memberikan hak kepada pemegang saham lama untuk membeli saham
baru yang akan dikeluarkan oleh perusahaan dengan proporsi dan harga
tertentu. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa bukti rights
adalah efek atau surat berharga yang dapat diperdagangkan di bursa efek.
Disamping itu bukti rights memberikan hak atau kesempatan kepada
pemegang saham lama untuk membeli saham baru yang dikeluarkan oleh
perusahaan dengan waktu yang relatif terbatas. Setiap bukti rights yang
diterima oleh pemegang saham berhak untuk menebus (membeli) satu
saham baru seharga penebusan (exercise price) yang telah ditentukan.
Apabila pemegang saham lama tidak memanfaatkan bukti rights tersebut,
maka proporsi kepemilikan sahamnya di perusahaan akan berkurang dan
sebaliknya proporsi hak pemilikannya akan tetap sama dengan
sebelumnya bila memanfaatkan bukti rights (Preemptive rights).
Dalam perdagangan saham untuk perusahaan yang melakukan
rights issue ada dua tanggal yang sangat menentukan yaitu Cum-Rights
dan Ex-Rights. Cum-Rights berarti tanggal terakhir pembeli saham suatu
perusahaan akan memperoleh bukti hak rights yang nantinya dapat
digunakan untuk menebus saham baru yang dikeluarkan oleh perusahaan.
Sedangkan Ex-Rights hari dimulainya perdagangan tanpa adanya bukti
rights atau jika ada pembeli saham pada tanggal ex-rights (biasanya satu

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


8

hari setelah cum-rights), maka pembeli saham tersebut tidak memperoleh


bukti rights. Pada saat ex-rights harga saham biasanya telah mengalami
penurunan dibanding saat cum-rights. Misalnya, PT BFIN mempunyai
saham yang beredar sebanyak 50.000.000 lembar, nominal Rp 1.000,00
dan merencanakan untuk mengeluarkan bukti rights bagi pemegang
saham lama agar membeli saham baru dengan harga Rp 1.000,00 per
lembar. Ketentuannya yaitu setiap pemilik satu saham lama dengan nilai
nominal Rp 1.000,00 berhak membeli 2 (dua) saham baru dengan harga
penebusan (Exercise price) Rp 1.000,00. Sedangkan PT Agip memiliki
saham PT BFIN 10.000.000 lembar dengan harga beli Rp 2.400,00 per
lembar. Apabila diketahui bahwa harga pasar saham cum-rights
Rp 3.000,00 per lembar dan ex-rights adalah Rp 2.250,00 per lembar. Apa
yang terjadi bila PT Agip memanfaatkan atau tidak menggunakan haknya
untuk membeli saham baru dan berapa nilai teoritis harga saham serta
bukti rights per lembarnya ?
a. Proporsi saham PT Agip jika memanfaatkan haknya dan tidak
memanfaatkan
Proporsi saham baru = 1 : 2 atau ½
Jumlah saham lama PT BFIN 50 juta lembar saham
Jumlah saham baru PT BFIN = 50 juta : ½ = 100 juta lembar
Total saham PT BFIN = 50.juta + 100 juta = 150 juta lembar
Jumlah saham lama PT Agip 10.000.000 lembar saham
Jumlah saham baru PT Agip = 10 juta : ½ = 20 juta lembar saham
Total saham PT Agip = 10 juta + 20 juta = 30 juta lembar
10.000.000 lembar x 100 %
Proporsi pemilikan saham PT Agip =  20 %
50.000.000 lembar
(sebelum pengeluaran saham baru)
30.000.000 lembar x 100 %
Proporsi pemilikan saham PT Agip =  20 %
150.000.000 lembar
(jika hak rightsnya ditebus)
10.000.000 lembar x 100 %
Proporsi pemilikan saham PT Agip =  6,67 %
150.000.000 lembar
(jika hak rightsnya tidak ditebus)
Apabila PT Agip memanfaatkan hak rightsnya, maka proporsi
pemilikan sahamnya di PT BFIN akan tetap sama yaitu 20 %.
Sebaliknya bila PT Agip tidak memanfaatkan hak rightsnya, maka
proporsi pemilikan sahamnya di PT BFIN hanya 6,67 % atau ada
penurunan sebesar 13,33 % (20 % - 6,67 %).

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


9

b. Nilai teoritis harga saham setelah rights issue


Harga saham baru setelah tanggal cum-rights biasanya akan
mengalami penurunan. Hal ini sebagai akibat adanya penambahan
saham baru sehingga ada dilusi kepemilikan saham. Untuk
menghitung harga teoritis saham sesudah rights issue adalah sebagai
berikut :
Rasio rights x Harga saham cum rights  Exercise price
Harga teoritis 
Rasio Right Issue  1
1/2 x Rp 3.100  Rp 1.000
Harga teoritis saham ex-rights =
1/2  1
= Rp 1.700,00
Jadi harga saham setelah ada rights issue yang tadinya saat cum-
rights Rp 3.100,00 secara teoritis turun menjadi Rp 1.700,00. Apabila
kondisi fundamental perusahaan baik, maka harga pasar saham ex-
rights dapat lebih tinggi dari harga teoritis. Sebaliknya bila kondisi
fundamental perusahaan tidak baik atau menurun kinerjanya, maka
harga pasar sahamnya dapat berada di bawah nilai teoritis.
c. Harga bukti rights
Harga atau nilai bukti rights sebagai dasar agar bukti rights
dapat diperjualbelikan di bursa efek. Untuk menentukan harga bukti
rights digunakan rumus sebagai berikut :
Harga teoritis bukti rights = Harga teoritis saham ex-rights – Exercise Price
Harga teoritis bukti rights = Rp 1.700,00 – Rp 1.000,00 = Rp 700,00/ lembar
Dengan demikian bila harga pasar saham setelah rights issue
menjadi Rp 1.800,00, maka harga bukti rights seharusnya Rp 800,00
(Rp 1.800,00 – Rp 1.000,00). Jadi kalau PT Agip yang mempunyai
hak bukti rights tidak menebus atau membeli saham baru dengan
harga Rp 1.000,00 per lembar dan menjual bukti rightsnya, misal
dengan harga pasar bukti rights Rp 750,00 per lembar dan harga
pasar saham Rp 2.250,00 per lembar, maka jurnal penjualan bukti
rightsnya adalah :
Kas (20.000 x Rp 750,00) Rp 15.000.000,00
Investasi saham dalam bukti rights Rp 6.000.000,00
Laba penjualan bukti rights Rp 9.000.000,00
Dengan demikian rekening investasi saham akan berkurang sebesar
harga pokok bukti rights.
Perhitungan harga pokok bukti rights ( BR ) adalah :

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


10

Harga Pasar Bukti Rights (BR )


Harga pokok bukti rights  x Investasi
Harga Pasar Saham  Harga Pasar BR

Rp 750,00
Harga pokok bukti rights = x Rp 24.000.000,00
Rp 2.250,00  Rp 750,00
= Rp 6.000.000,00
==================

Apabila bukti rightsnya sampai dengan berakhirnya periode


pendaftaran pemesanan dan pembayaran sertifikat bukti rights tidak
dilaksanakan oleh PT Agip, maka bukti rights tersebut hilang dan
nilainya menjadi NOL Sedangkan jurnal yang dibuat karena tidak
dimanfaatkan (tidak dijual dan tidak ditebus) adalah :
Rugi bukti rights Rp 6.000.000,00
Investasi saham Rp 6.000.000,00
d. Apabila PT Agip menebus atau membeli saham baru
Dalam kondisi ini, maka PT Agip akan membayar sebesar
jumlah lembar bukti rights yang dimiliki dikalikan dengan harga
tebusan per lembar (exercise price) yang telah ditentukan. Dengan
contoh di atas, maka uang tebusan yang dibayarkan oleh PT Agip
adalah :
Investasi saham *) Rp 20.000.000,00
Kas Rp 20.000.000,00
*) Investasi Saham = 20.000 x Rp 1.000,00 = Rp 20.000.000,00
Dengan penebusan itu, maka jumlah saham dan harga
pokoknya akan berubah yaitu :
Investasi awal 10.000 lbr x Rp 2.400,- / lembar = Rp 24.000.000,-
Investasi baru 20.000 lbr x Rp 1.000,- / lembar = Rp 20.000.000,-
Jumlah 30.000 lbr Rp 44.000.000,-

Harga pokok per lembar saham dengan menggunakan metode rata-


rata tertimbang setelah melakukan penebusan bukti rights adalah
Rp 1.667,67 (Rp 44.000.000,00 / 30.000 lembar saham).
PENJUALAN SAHAM
Saham yang telah dibeli dengan tujuan investasi jangka panjang
dapat dijual oleh pemiliknya. Penjualan tersebut kemungkinan ada
beberapa alasan yaitu : (a) kinerja perusahaan investee (yang
mengeluarkan saham) dianggap sudah tidak baik sehingga harga pasar
saham cenderung turun terus menerus atau (b) kebutuhan uang tunai dari
pemegang saham atau investor. Apabila terjadi penjualan saham baik

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


11

kepada investor lain atau ditarik oleh perusahaan yang mengeluarkan


saham akan ada pengakuan laba atau rugi penjualan..
Dengan menggunakan contoh di atas, PT Agip menjual saham
PT BFIN sebanyak 15.000 lembar saham dengan harga pasar
Rp 1.900,00 per lembar saham, maka pencatatannya adalah sebagai
berikut :
Kas (15.000 x Rp 1.500,00) Rp 28.500.000,00
Investasi saham*) Rp 22.000.050,00
Laba penjualan saham Rp 6.499.950,00
*) Harga pokok saham = (Rp 44.000.000,00 / 30.000) x 15.000
= Rp 1.466,67 x 15.000
= Rp 22.000.050,00
PERTANYAAN
1. Jelaskan tujuan melakukan investasi jangka panjang pada saham
suatu perusahaan
2. Jelaskan apa perbedaan antara investasi jangka pendek dan jangka
panjang
3. Jelaskan perbedaan antara metode biaya dan metode ekuitas
4. Apa yang dimaksud dengan bukti rights dan preemtive rights
LATIHAN
1. PT Bluechip pada 5 Juli 2002 membeli saham biasa PT Triangsa
sebanyak 30.000 lembar dengan harga pasar Rp 2.000,00 per lembar
dan biaya komisi 0,02 %. Pada tanggal 31 Juli 2002 PT Triangsa
membayar dividen tunai Rp 200,00 per lembar saham. Pembelian
saham tersebut dilakukan dengan dua alternartif yaitu (a) tunai dan (b)
ditukar dengan kendaraan yang harga pasarnya adalah
Rp 50.000.000,00. Buatlah jurnal yang diperlukan untuk mencatat
transaksi yang dilakukan oleh PT Bluechip !
2. PT Bima merencanakan membeli 10.000 lembar saham biasa dan
2.000 lembar saham preferen dari PT Duta dengan harga keseluruhan
Rp 55.000.000,00. Buatlah jurnal yang diperlukan apabila diketahui
bahwa :
a. Harga pasar saham biasa Rp 4.500,00 per lembar dan saham
preferen Rp 7.500,00 per lembar
b. Harga pasar saham preferen Rp 7.500,00 per lembar dan harga
pasar saham biasa tidak diketahui
3. PT Swara pada 10 Mei 2003 membeli 20.000 saham biasa PT Delta
Force dengan kurs 105 nominal Rp 1.000,00. Pada tanggal 15 Juli
PT Delta Force mengumumkan pemberian dividen Rp 200,00 per
lembar saham dan akan dibayarkan pada 28 Juli 2003. Buatlah jurnal
yang perlukan atas transaksi tersebut !
Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto
12

4. PT Golden membeli saham PT Genio sebagai berikut :


Bulan ∑ saham Harga beli / lembar Biaya Pembelian
Maret 2002 10.000 Rp 3.000,00 Rp 200.000,00
Juni 2003 15.000 Rp 5.500,00 Rp 450.000,00
Feb 2004 10.000 Rp 7.500,00 Rp 400.000,00
Pada tanggal 15 Juli 2004 PT Genio memberi dividen saham dengan
rasio 1 : 2 (setiap pemilik satu saham lama berhak memperoleh dua
lembar saham baru) dan pada akhir Agustus 2004 dijual 25.000
lembar saham dengan harga Rp 3.000,00 per lembar. Buatlah jurnal
atau catatan yang diperlukan atas pemberian dividen saham dan
penjualan saham tersebut !
5. Saham yang beredar dari PT Jazz adalah 100.000.lembar, nominal
Rp.500,00 dan pada 1 April 2002 PT Civic membeli 15 % PT Genio
dengan harga Rp 8.500.000,00. PT Jazz berusaha untuk menambah
modal disetor dengan cara melakukan rights issue dengan rasio satu
dibanding dua dan exercise price sebesar Rp 500,00. Harga pasar
saham cum-rights Rp 800,00 per lembar dan harga pasar saham ex-
rights Rp 600,00 serta harga bukti rights Rp 80,00 per lembar
Diminta :
a. Hitung proporsi pemilikan saham PT Civic di PT Genio bila tidak
menebus sertifikat bukti rights
b. Hitung harga teoritis bukti rights dan saham setelah rights issue
c. Hitung besarnya keuntungan yang diperoleh jika bukti rights dijual
dan berapa besarnya kerugian bila bukti rights tidak ditebus oleh
PT Civic serta jurnal yang diperlukan
d. Buatlah jurnal apabila pada akhir Agustus 2002 PT Civic menjual
25.000 saham dengan harga Rp 575,00 per lembar

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


13

BAB 2

INVESTASI OBLIGASI

Obligasi adalah surat pengakuan utang yang akan dibayar sebesar


nilai nominal pada saat jatuh tempo ditambah dengan pembayaran bunga
selama masa berlakunya obligasi. Selama obligasi memberikan sejumlah
tingkat bunga yang tetap atau sejumlah realisasi pembayaran bunga,
maka harga pokok yang dibayar oleh investor kemungkinan menjadi lebih
besar atau lebih kecil daripada nilai nominal, karena harapan investor
untuk memperoleh tingkat bunga atas pengeluaran investasi.
Investasi obligasi termasuk dalam kategori investasi jangka panjang
bila obligasi tersebut dipegang hingga jatuh tempo satu tahun atau lebih.
Pada saat membeli dicatat sebesar harga pokok dan pendapatan bunga
yang terutang atas investasi jangka panjang. Harga pokok obligasi dapat
lebih besar atau lebih kecil daripada nilai saat jatuh tempo dan perbedaan
tersebut akan diamortisasi selama sisa umur obligasi. Sedangkan
pengakuan laba atau rugi dalam laporan keuangan hanya terjadi bila ada
penjualan obligasi dan laba atau rugi sebelum terealisir tidak ada
pencatatan.
PEMBELIAN OBLIGASI
Harga pokok pembelian obligasi yang dibayar oleh investor saat
membeli akan sangat tergantung pada ketentuan dari obligasi yang ditbeli
dan kondisi umum pasar obligasi, tingkat resiko obligasi dan harapan
kondisi ekonomi. Perhitungan harga pokok pembelian obligasi dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu :
a Kurs pembelian. Apabila dalam pembelian obligasi menggunakan
kurs, maka besarnya harga pokok pembelian obligasi sama dengan
jumlah nominal obligasi dikalikan dengan kurs pembelian ditambah
biaya pembelian.
b Tingkat Bunga efektif (Yield) merupakan tingkat bunga di pasar
untuk obligasi tersebut yang jumlahnya dapat lebih besar atau lebih
kecil dari tingkat bunga obligasi yang sesungguhnya atau yang
tercantum dalam oblgiasi. Dengan cara ini, maka yang sering terjadi
dalam jual beli obligasi minimal ada dua kemungkinan yaitu :
1. Pembeli membayar dengan jumlah yang lebih kecil dari nilai
nominal (Disagio obligasi) bila bunga efektif (yield) lebih besar
dari bunga yang tertera dalam obligasi.

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


14

2. Pembeli membayar lebih besar dari nilai nominal (Agio obligasi)


bila bunga efektif (yield) lebih kecil dari bunga yang tercantum
dalam obligasi.
Pembeli obligasi akan menerima bunga yang tetap, misal setiap
enam bulan sekali. Dengan demikian pada saat membeli obligasi ada dua
kemungkinan yaitu :
a. Pembeli tidak membayar pendapatan bunga yang terutang, bila
tanggal pembelian sama dengan tanggal ketentuan penerimaan
bunga obligasi Sebagai contoh, misal tanggal pembelian sama
dengan tanggal penerimaan bunga obligasi yaitu tiap tanggal 1 Maret
dan 1 September
b. Pembeli harus membayar bunga terutang, jika tanggal pembelian
obligasi berada diantara tanggal penerimaan bunga obligasi.
Contohnya, pembelian obligasi dilakukan tanggal 1 Maret , sedangkan
tanggal penerimaan bunga obligasi tiap tanggal 1 Januari dan 1 Juli.
Dengan demikian ada bunga yang terutang 2 bulan yaitu dari tanggal
1 Januari hingga 1 Maret.
Pencatatan Harga Pokok
Pencatatan investasi obligasi untuk jangka panjang perlu
memperhatikan tanggal pembelian, tanggal pembayaran bunga obligasi,
besarnya bunga obligasi, tamggal jatuh tempo (umur obligasi) dan bunga
efektif atau kurs pembelian. Untuk memberikan gambaran, dengan
anggapan bahwa PT Bimantara pada tanggal 1 April 2003 membeli
obligasi 9 % dengan nominal Rp 100.000.000,00 dengan kurs 98 %
ditambah bunga terutang. Pembayaran bunga dilakukan tiap tanggal
1 April dan 1 Oktober dan jatuh tempo obligasi adalah 3 tahun atau hingga
1 April 2005. PT Bimantara akan mencatat sebagai berikut :
Investasi obligasi*) Rp 98.000.000,00
Kas Rp 102.000.000,00
*) Investasi Obligasi = Rp 100.000.000,00 x 98 % = Rp 98.000.000,00
Perusahaan mendebet investasi sebesar Rp 98.000.000,- sehingga
ada disagio sebesar Rp 2.000.000,00 ( Rp 100 juta – Rp 98 juta) yang
dicatat langsung dalam rekening investasi dan nantinya akan diamortisasi
selama 3 tahun. Dalam transaksi tersebut tidak ada pembayaran bunga
terutang, karena tanggal pembelian sama dengan tanggal pembayaran
bunga obligasi.
Tanggal pembelian obligasi dapat tidak sesuai dengan tanggal
pembayaran bunga dan menggunakan tingkat bunga efektif. Sebagai
contoh, pada tanggal 1 Juni 2003 PT Matahari membeli Rp 2.000.000,00
obligasi, 10 % milik PT Smart dan pembayaran bunga tiap tanggal 1 Maret
dan 1 September. Tingkat bunga efektif yang berlaku saat itu adalah 12 %.

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


15

Pencatatan yang dilakukan oleh PT Matahari adalah :


Investasi obligasi*) Rp 1.901.653,511)
Pendapatan bunga oblgasi Rp 25.000,002)
Kas Rp 1.926.653,51
Perhitungan :
1) Investasi obligasi
 Present Value (PV) Nominal = Rp 2.000.000,00 x 9,705 a) = Rp 1.409.921,08
 PV Bunga = (Rp 2.000.000 x 10 % x 6/12) x 4,91732 b) = Rp 491.732,43
Jumlah harga pokok obligasi = Rp 1.901.653,51
=============
a) PV – Nominal = PV (2x3),(12 % / 2) or PV 6,6 % = 9.0750 – lihat tabel
b) PV of Annuity – Bunga = PV of A 6,6 % = 4,91732 – lihat tabel PV of A
2) Bunga obligasi = Rp 2.000.000,00 x 10 % x 3/12 = Rp 25.000,00 (Periode
1 Maret 2003 sampai dengan 1 Juni 2003 atau 3 bulan)
Dengan tingkat bunga efektif (bunga pasar) yang lebih rendah dari
bunga menurut obligasi, maka pembeli membayar dengan jumlah yang
lebih kecil dari nilai nominal obligasi atau ada disagio sebesar
Rp 98.346,49 (Rp 2.000.000,00 – Rp 1.901.653,51). Disagio tersebut akan
diamortisasi selama umur obligasi yang nantinya akan menambah
pendapatan obligasi tiap semesternya.
Amortisasi Disagio dan Agio Obligasi
Investasi obligasi yang dibeli dengan agio atau disagio sebagai
akibat adanya perbedaan tingkat bunga efeketif dan bunga yang tertera
dalam obligas. Sebagai konsekuensi dari investasi obligasi, pengakuan
pendapatan bunga tiap periode akuntansi didasarkan pada tingkat bunga
efektif terutama pada saat memperolehnya. Oleh karena itu, bila ada agio
atau disagio di amortisasi selama sisa masa hidup obligasi untuk dapat
mencerminkan pendapatan bunga yang sesungguhnya pada tiap periode
akuntansi.
AMORTISASI DISAGIO Sebagai contoh, PT HMSP pada 5 Januari 2002
membeli obligasi bunga 8 % dengan nominal Rp 4.000.000,00 dan bunga
efektif 10 %. Penerimaan bunga setiap tanggal 30 Juni dan 31 Desember
serta jatuh tempo obligasi 3 tahun atau 31 Desember 2004. Pencatatan
yang dilakukan oleh PT HMSP pada saat pembelian adalah sebagai
berikut :
Investasi oblgasi Rp 3.796.972,32 1)
Kas Rp 3.796.972,32

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


16

Perhitungan :
1) Investasi obligasi
 Present Value (PV) Nominal = Rp 4.000.000,00 x 0,7462 a) = Rp 2.984.861,59
 PV Bunga = (Rp 4.000.000,00 x 8 % x 6/12) x 5,07569 b) = Rp 812.110,73
Jumlah harga pokok obligasi = Rp 3.796.972,32
=============
Disagio obligasi = Nilai nominal – Nilai Present Value Obligasi
= Rp 4.000.000,00 – Rp 3.796.972,32 = Rp 203.027,68
Amortisasi Disagio dengan Metode Garis Lurus
Dengan menggunakan metode garis lurus dalam perhitungan
amortisasi agio, maka jumlah amortisasi tiap periodenya akan sama
besarnya.
Jurnal yang dibuat untuk pendapatan bunga obligasi pada 30 Juni 2002
adalah :
Kas Rp 160.000,00
Investasi obligasi Rp 33.837,95
Pendapatan bunga obligasi Rp 193.837,95
Untuk jurnal periode selanjutnya sampai dengan jatuh tempo akan sama
seperti periode Juni 2002.
Tabel amortisasi disagio obligasi dengan metode garis lurus :
Investasi Pendapatan
Kas Nilai Buku
Tanggal Obligasi Bunga
Debet Investasi Obligasi
Debet Kredit
B = Nominal x C = Disagio /
A D=B+C E = Awal + C
8 % x 6/12 bln 6 periode
1 Jan 02 Rp 3.796.972,32
30 Jun 02 Rp 160,000.001) Rp 33.837,952) Rp 193.837,953) Rp 3.830.810,26
31 Des 02 Rp 160,000.00 Rp 33.837,95 Rp 193.837,95 Rp 3.864.648,21
30 Jun 03 Rp 160,000.00 Rp 33.837,95 Rp 193.837,95 Rp 3.898.486,16
31 Des 03 Rp 160,000.00 Rp 33.837,95 Rp 193.837,95 Rp 3.932.324,11
30 Jun 04 Rp 160,000.00 Rp 33.837,95 Rp 193.837,95 Rp 3.966.162,05
31 Des 04 Rp 160,000.00 Rp 33.837,95 Rp 193.837,95 Rp 4.000.000,00

1) Kas = Rp 4.000.000 x 8 % x 6/12 = Rp 160.000


2) Investasi Obligasi (Amortisasi Disagio) = Rp 203.027,68 / 6 = Rp 33.837,95
3) Pendapatan bunga obligasi = Rp 160.000 + Rp 33.837,95 = Rp 193.837,95

Amortisasi Disagio dengan Metode Bunga Efektif


Amortisasi Disagio obligasi dengan menggunakan bunga efektif
jumlah tiap periodenya akan semakin besar dan akibatnya pendapatan
bunga juga akan semakin besar.

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


17

Kas Rp 60.000,-
Investasi obligasi Rp 33.837,95
Pendapatan bunga obligasi Rp 193.837,95
Untuk jurnal periode selanjutnya sampai jatuh tempo caranya akan sama
seperti periode Juni 2002.
Tabel amortisasi disagio obligasi dengan metode bunga efektif :
Pendapatan Investasi
Kas Nilai Buku
Tanggal Bunga Obligasi
Debet Investasi Obligasi
Kredit Debet
B = Nominal x C = 8 % x Awal E
A D=C-B E = Awal + D
8 % x 6/12 bln x 6/12
1 Jan 02 Rp 3.796.972,32
30 Jun 02 Rp160,000.-1) Rp 189.848,62 2) Rp 29.848,62 3) Rp 3,826,820.93
31 Des 02 Rp 160,000.- Rp 191,341.05 Rp 31,341.05 Rp 3,858,161.98
30 Jun 03 Rp 160,000.- Rp 192,908.10 Rp 32,908.10 Rp 3,891,070.08
31 Des 03 Rp 160,000.- Rp 194,553.50 Rp 34,553.50 Rp 3,925,623.58
30 Jun 04 Rp 160,000.- Rp 196,281.18 Rp 36,281.18 Rp 3,961,904.76
31 Des 04 Rp 160,000.- Rp 198,095.24 Rp 38,095.24 Rp 4,000,000.00
1) Kas = Rp 4.000.000 x 8 % x 6/12 = Rp 160.000
2) Pend. bunga Juni = 8 % x Rp 3.796.972,32 x 6/12 = Rp 189.848,62
Pend. bunga Des = 8 % x Rp 3.826.820,93 x 6/12 = Rp 191.341,05 dst
3) Investasi Obligasi (Amortisasi Disagio) = Rp 189.848,62 - Rp 160.000,00
= Rp 29.848,62

AMORTISASI AGIO Dengan menggunakan contoh PT HMSP diatas,


bahwa bunga efektif sebesar 6 % dan bunga menurut obligasi 8 % serta
nominal Rp 4.000.000 Penerimaan bunga setiap tanggal 30 Juni dan 31
Desember serta jatuh tempo obligasi 31 Desember 2004. Pencatatan yang
dilakukan oleh PT HMSP pada saat pembelian tanggal 1 Januari 2002
adalah :
Investasi obligasi Rp 4.216.687,661)
Kas Rp 4.216.687,66
Perhitungan :
1) Investasi obligasi
- Present Value (PV)
= Rp 4.000.000 x 0,8375 = Rp 3.349.937,03
Nominal
- PV Bunga = (Rp 4.000.000 x 8 % x 6/12) x 5,41719 = Rp 866.750,63
Jumlah harga pokok obligasi Rp 4.216.687,66

Agio Obligasi = Nilai nominal – Nilai Present Value Obligasi


= Rp 4.216.687,66 – Rp 4.000.000 = Rp 216.687,66

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


18

Amortisasi Agio dengan Metode Garis Lurus


Amortisasi agio obligasi dengan menggunakan metode garis lurus
pada dasarnya sama dengan pembahasan amortisasi disagio. Jurnal yang
dibuat untuk penerimaan bunga pada 30 Juni 2002 adalah
Kas Rp 160.000,00
Investasi obligasi Rp 36.114,51
Pendapatan bunga obligasi Rp 123.885,39
Untuk jurnal periode selanjutnya sampai dengan jatuh tempo akan sama
seperti periode Juni 2002.
Tabel amortisasi agio obligasi dengan metode garis lurus
Nilai Buku
Kas Investasi Pendapatan
Tanggal Investasi
Debet Obligasi Kredit Bunga Kredit
Obligasi
B = Nominal x C = Agio / 6
A D=B-C E = Awal - C
8 % x 6/12 bln periode
1 Jan 02 Rp 4,216,687.66
30 Jun 02 Rp 160.000.-1) Rp 36.114,612) Rp 123.885,393) Rp 4,180,573.05
31 Des 02 Rp 160.000,- Rp 36.114,61 Rp 123,885.39 Rp 4,144,458.44
30 Jun 03 Rp 160.000,- Rp 36.114,61 Rp 123,885.39 Rp 4,108,343.83
31 Des 03 Rp 160.000,- Rp 36.114,61 Rp 123,885.39 Rp 4,072,229.22
30 Jun 04 Rp 160.000,- Rp 36.114,61 Rp 123,885.39 Rp 4,036,114.61
31 Des 04 Rp 160.000,- Rp 36.114,61 Rp 123,885.39 Rp 4,000,000.00
1) Kas = Rp 4.000.000 x 8 % x 6/12 = Rp 160.000
2) Investasi Obligasi (Amortisasi Agio) = Rp 216.687,66 / 6 = Rp 36.114,61
3) Pendapatan bunga obligasi = Rp 160.000 - Rp 36.114,61 = Rp 123.885,39

Amortisasi agio obligasi berpengaruh pada berkurangnya pendapatan


bunga obligasi yang diterima oleh investor. Nilai buku obligasi tiap
periodenya berkurang, sehingga pada saat jatuh tempo obligasi nilai
bukunya akan sama besarnya dengan nilai nominalnya.
Amortisasi Agio dengan Metode Bunga Efektif
Agio obligasi diamortisasi dengan menggunakan bunga efektif,
maka jumlahnya akan meningkat tiap periode dan akhirnya pendapatan
bunga obligasi serta nilai buku investasi akan menurun. Jurnal yang dibuat
untuk 30 Juni 2002 adalah sebagai berikut :
Kas Rp 160.000,-
Investasi obligasi Rp 33.499,37
Pendapatan bunga obligasi Rp 126.500,63
Untuk mencatat pendapatan bunga obligasi periode selanjutnya, sesuai
dengan prinsip yang digunakan seperti periode Juni 2002.

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


19

Tabel amortisasi agio obligasi dengan metode bunga efektif


Kas Pendapatan Investasi Nilai Buku
Tanggal
Debet Bunga Kredit Obligasi Kredit Investasi Obligasi
A B = Nominal x C = 8 % x Awal D=C-B E = Awal + D
8 % x 6/12 bln E x 6/12
1 Jan 02 Rp 4,216,687.66
30 Jun 02 Rp 160,000.00 1) Rp 126.500,63 2) Rp 33.499,37 3) Rp 4,183,188.29
31 Des 02 Rp 160,000.00 Rp 125,495.65 Rp 34,504.35 Rp 4,148,683.94
30 Jun 03 Rp 160,000.00 Rp 124,460.52 Rp 35,539.48 Rp 4,113,144.45
31 Des 03 Rp 160,000.00 Rp 123,394.33 Rp 36,605.67 Rp 4,076,538.79
30 Jun 04 Rp 160,000.00 Rp 122,296.16 Rp 37,703.84 Rp 4,038,834.95
31 Des 04 Rp 160,000.00 Rp 121,165.05 Rp 38,834.95 Rp 4,000,000.00
1) Kas = Rp 4.000.000 x 8 % x 6/12 = Rp 160.000
2) Pendapatan bunga Juni = 8 % x Rp 4.216.687,66 x 6/12 = Rp 126.500,63
Pendapatan bunga Des = 8 % x Rp 4.183.188,29 x 6/12 = Rp 125.495,65 dst
3) Investasi Obligasi (Amortisasi Agio) = Rp 160.000 - Rp 126.500,63 = Rp 33.499,37

Amortisasi Obligasi untuk Pembelian Diantara Tanggal Pembayaran


Bunga
Obligasi kemungkinan dibeli diantara tanggal pembayaran bunga,
misalnya tanggal pembelian 1 April, sedangkan tanggal pembayaran
bunga adalah 1 Januari dan 1 Juli. Apabila waktu pembelian obligasi
terdapat agio atau disagio, maka amortisasinya didasarkan pada sisa
waktu umur obligasi yang dimiliki oleh investor. Sebagai contoh, misalnya
PT Astra pada tanggal 2 April 2002 membeli obligasi PT Argo dengan
nominal Rp 6.000.000 dan bunga 12 % yang dibayarkan tiap 30 Juni dan
31 Desember. Tingkat bunga pasar 10 % dan jatuh tempo obligasi 31
Desember 2004 atau 33 bulan setelah tanggal pembelian. PT Astra
mencatat transaksi pembelian pada 2 April 2002 sebagai berikut :
Investasi Obligasi Rp 6.304.541,521)
Pendapatan Bunga Obligasi Rp 180.000,002)
Kas Rp 6.484.541,52
Perhitungan :
1) Investasi obligasi = (Rp 6.000.000 x 0,7462) + ( Rp 6.000.000 x 12 % x 6/12 x ,07569)
= Rp 4.477.292,38 + Rp 1.827.249,14
= Rp 6.304.541,52
2) Pendapatan bunga= Rp 6.000.000 x 12 % x 3 /12 (2 April s/d 30 Juni) = Rp 180.000,00

PT Astra dalam transaksi pembelian obligasinya ada agio obligasi


Rp 304.541,52 (Rp 6.304.541,52 – Rp 6.000.000) dan jumlah tersebut
akan diamortisasi selama 33 bulan umur dari obligasi hingga jatuh tempo.
Dengan menggunakan metode garis lurus, maka jumlah amortisasi
agio obligasi tiap bulan adalah Rp 9.228,53 dan selanjutnya digunakan
untuk mengurangi pendapatan bunga tiap periode.

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


20

Jurnal penerimaan bunga pada 30 Juni 2002 adalah


Kas Rp 360.000,-
Pendapatan Bunga Rp 332.314,41
(Rp 6.000.000 x 12 % x 6/12) – (Rp 9.228,53 x 3 1)) Rp 27.685,59
1)Lama, 3 bulan yaitu sejak 1 Januari 2002 hingga 2 April 2002 (tanggal
pembelian obligasi).
Jurnal penerimaan bunga pada 31 Desember 2002 adalah
Kas Rp 360.000,-
Pendapatan Bunga Rp 304.628,81
(Rp 6.000.000 x 12 % x 6/12) – (Rp 9.228,53 x 6 1)) Rp 55.371,19
1) Lama, sejak tanggal 30 Juni 2002 hingga 31 Desember 2002 atau 6 bulan
Sedangkan pencatatan penerimaan bunga selanjutnya sama dengan
periode 31 Desember 2002
Sedangkan amortisasi agio dengan menggunakan metode bunga
efektif, maka jurnal yang dibuat adalah sebagai berikut :
30 Juni 2002
Kas Rp 360.000,-
Pendapatan Bunga Rp 337.613,54
Investasi Obligasi Rp 22.386,46
Perhitungan
Pendapatan bunga = (Rp 6.304.541,52x10 % x 3/12) + (Rp 6.000.000 x 12 % x 3/12)
= Rp 157.613,54 + Rp 180.000,00 1)
= Rp 337.613,54
Investasi obligasi = Rp 360.000 – Rp 337.613,54 = Rp 22.386,46
1) Jumlah Rp 180.000 sudah didebet pada saat membeli 2 April 2002 dan
termasuk di dalam penerimaan kas Rp 360.000,-
31 Desember 2002
Kas Rp 360.000,-
Pendapatan Bunga Rp 314.107,75
Investasi Obligasi Rp 45.892,25
Perhitungan
Pendapatan bunga = (Rp 6,304,541.52 – Rp 22.386,46 ) x 10 % x 6/12
= Rp 314.107,75
Investasi obligasi = Rp 360.000 – Rp 314.107,75 = Rp 45.892,25
Penjualan Obligasi Sebelum Jatuh Tempo
Penjualan investasi obligasi sebelum waktu jatuh tempo sebetulnya
merupakan suatu pelanggaran dari ketentuan dalam investasi jangka
panjang. Hal ini jarang terjadi dan kemungkinan karena ada perubahan
Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto
21

kondisi perusahaan investor atau investee yang tidak memungkinkan,


sehingga terjadi penjualan investasi yang seharusnya tidak terjadi. Jika
terjadi penjualan, maka perusahaan harus mencatat adanya untung atau
rugi transaksi penjualan dan perusahaan harus menghapus rekening
investasi serta menerima bunga sejak penerimaan bunga terakhir hingga
tanggal penjualan dari pembeli yang baru.
Untuk mengetahui untung atau rugi, perusahaan harus
menghitung amortisasi atas agio atau disagio sejak perhitungan
penerimaan bunga terakhir hingga tanggal penjualan. .Seperti contoh yang
telah dibahas sebelumnya, misalnya obligasi nilai nominal Rp 4.000.000
dengan bunga 10 % yang dibeli pada 5 Januari 2002 oleh PT HMSP
sebesar Rp 3.796.972,32 dijual pada 30 September 2003 dengan harga
Rp 4.100.000 ditambah bunga yang terutang. PT HMSP mencatat
penjualan obligasi sebagai berikut :
Investasi Obligasi Rp 16.918,97
(Rp 203.027,68 : 6) x 3/12
Pendapatan Bunga Rp 314.107,75
(Amortisasi disagio dari 30 Juni 2003 – 30 Sept 2003)

Kas Rp 4.180.000,-
Pendapatan Bunga Rp 80.000,-
(Rp 4.000.000 x 8 % x 3/12)
Investasi Obligasi Rp 3.915.405,13
(Rp 3.898.486,16 – Tabel + Rp 16.918,97)
Laba penjualan investasi obligasi Rp 184.594,87
Untuk menentukan laba rugi penjualan, maka langkah yang perlu
dilakukan yaitu mencari pendapatan bunga sejak tanggal penerimaan
bunga terakhir (30 Juni 2003) hingga tanggal penjualan ( 30 Sepetember
2003) yaitu 3 bulan sebesar Rp 80.000. Selanjutnya amortisasi disagio
seperti periode bunga tersebut yaitu 3 bulan dan nilai buku obligasi dilihat
di tabel per 30 Juni 2003 ditambah amortisasi disagio selama 3 bulan atau
total nilai buku investasi Rp 3.915.405,13
PERTANYAAN
1. Mengapa perusahaan melakukan investasi jangka panjang dalam
obligasi ?
2. Jelaskan mengapa dalam investasi obligasi dapat terjadi agio dan
disagio !
3. Apakah perbedaan antara investasi jangka panjang dalam obligasi
dan saham ?
4. Jelaskan perbedaan metode amortisasi agio atau disagio dengan
metode garis lurus dan bunga efektif !

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


22

LATIHAN
1. Pada 1 Juli PT Sigma membeli obligasi PT Sinar Rp 4.500.000,-
dengan nilai nominal Rp 5.000.000,-. Pembayaran bunga tiap tanggal
1 April dan 1 Oktober dengan bunga 7 % per tahun. Buatlah jurnal
pada saat pembelian dan penerimaan bunga !
2. PT Golden tanggal 1 Juni 2002 membeli obligasi dengan tingkat
bunga 10 % per tahun dari PT Roda yang bernominal Rp 10.000.000,-
Bunga dibayarkan oleh PT Roda tiap tanggal 1 Maret dan 1 Oktober
dan jatuh tempo obligasi 4 tahun atau tahun 1 Maret 2005. Bunga
efektif yang brrlaku di pasar adalah 8 % dan pada 30 Desember 2003
obligasi dijual dengan harga Rp 9.500.000,-. Buatlah jurnal saat
pembelian dan penjualan dengan anggapan bahwa amortisasi dengan
metode garis lurus !

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


23

BAB 3
AKTIVA TETAP BERWUJUD :
PEROLEHAN,PENGELUARAN SELAMA
PENGGUNAAN DAN PEMBERHENTIAN

PENGERTIAN
Menurut PSAK No. 16 para 05 disebutkan bahwa aktiva tetap
adalah aktiva berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau
dengan dibangun lebih dahulu, yang digunakan dalam operasi
perusahaan, tidak dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal
perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun.
Dengan demikian aktiva tetap tersebut dapat dilihat secara fisik
seperti tanah, bangunan, mesin , peralatan pabrik, kendaraan dan perabot
kantor. Dalam bab ini akan dibahas mengenai perolehan aktiva tetap dan
pemberhentian.
KARAKTERISTIK AKTIVA TETAP BERWUJUD
Secara umum aktiva tetap berwujud yang ada diperusahaan
digunakan untuk membantu kegiatan operasi dalam kondisi normal.
Menurut Nikolai dan Bazley (2004) suatu aktiva dapat dikategorikan
sebagai aktiva tetap berwujud harus mempunyai karakteristik sebagai
berikut :
1. Aktiva yang dimiliki untuk digunakan dan tidak tidak untuk investasi.
Untuk aktiva yang dimiliki dan digunakan dalam aktivitas usaha
normal dapat dianggap sebagai aktiva tetap berwujud. Namun
demikian tidak harus digunakan secara terus menrus karena dapat
terjadi bahwa aktiva tersebut dimiliki untuk cadangan apabila terjadi
kerusakan. Berbeda halnya dengan pemilikan aktiva seperti tanah dan
bangunan yang tidak digunakan sama sekali, maka pencatatannya
harus dipisahkan kedalam kategori investasi. Dengan demikian dapat
terjadi bahwa suatu aktiva perlakuannya berbeda diantara perusahaan
satu dengan lainnya, sebagai contoh kendaraan dapat dikategorikan
sebagai aktiva tetap berwujud dan dapat sebagai persediaan untuk
perusahaan yang kegiatan usahanya menjual kendaraan.
2. Aktiva harus mempunyai umur lebih dari satu tahun. Perusahaan akan
dapat menikmati manfaat daripada aktiva tersebut lebih dari satu
tahun dan untuk aktiva yang akan dijual pada tahun berikutnya tetap
diakui sebagai aktiva tetap berwujud.
Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto
24

3. Secara alamiah aktiva harus dapat dilihat secara fisik. Aktiva tersebut
harus dapat diraba dan dilihat secara fisik serta tidak ada perubahan
bentuk seperti yang terjadi pada bahan baku dapat berubah bentuk
menjadi barang lain.
Perusahaan mencatat aktiva tersebut sebesar harga perolehannya.
Selama aktiva dapat memberikan manfaat kepada perusahaan, maka tiap
periodenya harus dilakukan alokasi kedalam biaya. Pengalokasian biaya
tiap periodenya dapat dilakukan dengan cara penyusutan untuk aktiva
yang terbatas umurnya dan deplesi untuk aktiva yang berhubungan
dengan barang tambang.
KLASIFIKASI AKTIVA TETAP BERWUJUD
Secara umum klasifikasi dari aktiva tetap berwujud dalam laporan
keuangan dapat berupa tanah, bangunan dan mesin dan peralatan.
Tanah
Tanah merupakan salah aktiva tetap berwujud yang berbeda
dengan aktiva tetap lainnya yaitu tidak pernah usang atau secara fisik
berkurang manfaatnya karena digunakan. Termasuk dalam kategori ini
adalah lingkungan bangunan, halaman dan tempat parkir. Harga
perolehan adalah semua pengeluaran yang berhubungan dengan
perolehan tanah dan akhirnya tanah tersebut dapat digunakan , misalnya
harga beli, biaya notaris, biaya pengurusan hak pemilikan tanah, biaya
pencarian, biaya meratakan atau pengurugan serta biaya pembebasan
tanah. Sedangkan penerimaan yang berhubungan dengan penjualan sisa
tanah atau kayu digunakan untuk mengurangi harga beli tanah.
Untuk perbaikan lingkungan seperti taman, tempat parkir, tempat
pejalan kaki yang umurnya terbatas umurnya maka pencatatannya
dipisahkan dalam rekening tersendiri dari rekening tanah yang selanjutnya
akan dilakukan penyusutan. Tanah yang dimiliki untuk tujuan masa depan
dicatat dalam rekening investasi dan bukan dalam rekening aktiva tetap
berwujud.
Bangunan
Harga perolehan bangunan termasuk semua pengeluaran yang
berhubungan perolehan atau pembangunan. Apabila bangunan tersebut
dibeli, maka harga perolehan sebesar harga belinya ditambah dengan
biaya perbaikan, biaya komisi pembelian, pajak yang belum dibayar dan
biaya lainnya.
Untuk bangunan yang dibangun, maka biaya komisi perencana,
bahan bangunan, tenaga kerja, overhead, biaya ijin membangun dan biaya
lainnya dikapitalisir. Sedangkan biaya bunga atau diskon obligasi di
amortisasi selama periode pembangunan atau dapat juga dimasukan
dalam harga perolehan.

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


25

Mesin dan Peralatan


Mesin dan perlatan termasuk juga mesin dan perlatan pabrik dan
kantor, perabot kantor dan peralatan pengangkut. Harga perolehan dari
mesin dan peralatan tersebut meliputi harga beli , biaya pengangkutan,
pajak penjualan atau pajak lainnya, asuransi , biaya pemasangan dan
biaya selama uji coba. Sedangkan mesin dan peralatan yang dibuat
sendiri, maka seluruh pengeluaran dikapitalisir sebagai harga perolehan.
PENILAIAN DENGAN HARGA HISTORIS
Penggunaan harga historis dalam laporan pada dasarnya konsisten
dengan pelaporan daripada aktiva lainnya, utang dan modal. Keuntungan
penggunaan harga historis adalah (1) harga sesuai dengan nilai wajar
pada saat perolehan, (2) harga mencerminkan kondisi yang realistis dan
(3) pengakuan keuntungan dan kerugian pada saat terjadinya transaksi
penjualan atau pertukaran aktiva. Penggunaan harga historis dalam
laporan keuangan pada dasarnya dapat menjadi tidak relevan, karena
suatu aktiva yang dibeli beberapa puluh tahun yang lalu sudah tidak
mencerminkan kondisi saat ini. Oleh karena itu menurut prinsip akuntansi
dalam laporan keuangan perusahaan dihimbau untuk memberi penjelasan
tentang harga yang berlaku saat ini untuk aktiva tersebut.
PEROLEHAN AKTIVA TETAP
Jenis aktiva tetap dalam suatu perusahaan pada dasarnya dapat
berupa tanah, bangunan, mesin, perabot, peralatan, perbaikan aktiva,
sewa, dan beli. Aktiva tetap dapat diperoleh dengan cara pembelian tunai
atau angsuran per satuan atau kelompok, mengeluarkan saham,
penukaran dengan aktiva lain atau membuat sendiri dan dari donasi.
PEMBELIAN TUNAI DAN PEMBELIAN ANGSURAN
Perolehan aktiva tetap dengan cara pembelian tunai, maka
penilaiannya didasarkan pada harga pembelian, termasuk seluruh
pengeluaran biaya hingga dapat digunakan dan dikurangi dengan
potongan pembelian atau dicatat sebagai kerugian apabila potongan
pembelian tersebut tidak dimanfaatkan.
Sedangkan pembelian dengan cara kredit atau angsuran, maka
biaya bunga dapat dipisahkan dalam rekening tersendiri. Untuk
memberikan gambaran yang jelas, maka contohnya sebagai berikut :
PT Swara sedang mempertimbangkan untuk membeli kendaraan seharga
Rp. 15.000.000,-. Pembayaran dapat dilakukan dengan berbagai alternatif
yaitu
(1) pembayaran dilakukan dalam jangka waktu 15 hari dengan potongan
5%,
(2) pembayaran dalam tempo 30 hari tanpa potongan dan

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


26

(3) memberi uang muka sebesar Rp. 1.500.000,- dan sisanya diangsur
selama 12 bulan dengan bunga 20 % (bunga per tahun dihitung dari
sisa utang kali tingkat bunga).
Jurnal yang dibuat untuk ketiga tipe pembayaran adalah :
Jurnal 1 Kendaraan Rp 13.500.000,-
Kas Rp 13.500.000,-

Jurnal 2 Kendaraan Rp 13.500.000,-


Rugi potongan Rp 1.500.000,-
Utang Rp 15.000.000,-

Jurnal 3 Kendaraan Rp 13.500.000,-


Rugi potongan Rp 1.500.000,-
Biaya bunga Rp 2.700.000,-
Kas Rp 1.500.000,-
Utang Rp 16.200.000,-
Alternatif lain yaitu PT Swata rencana membeli sebuah kendaraan dengan
angsuran Rp. 5.400.000,00 per tahun untuk jangka waktu 2 tahun atau
total angsurannya adalah Rp. 10.800.000,00 dan tingkat bunga yang
dibebankan adalah 12 % per tahun.
Untuk selanjutnya perlu dicari nilai pembelian tunai saat ini dari kendaraan
dengan cara sebagai berikut :
Nilai Tunai = Angsuran per tahun x PVof A 2, 12 %
= Rp. 5.400.000,00 x 1,69
= Rp. 9.126.000,00
Sedangkan alokasi daripada bunga per tahunnya adalah sebagai berikut :
Saldo
Ta - Angsuran Perhitungan bunga Bunga Pokok
Pinjaman
hun Saldo awal pinjaman Rp 9.126.000,-
1 Rp 5.400,000.- Rp 9.126.000,- x 12 % = Rp 1.095.120,- Rp 4.304.880,- Rp 4.821.120,-
2 Rp 5.400,000,- Rp 4.821.120,- x 12 % = Rp 578.880,- Rp 4.821.120,- Rp 0,-
Rp 10.800.000,- Rp 1.674.000,- Rp 9.126.000,-

Jurnal yang dibuat untuk mencatat pembelian kendaraan tiap tahunnya


adalah :
Saat membeli
Kendaraan Rp 9.126.000,-
Beban bunga yang ditangguhkan Rp 1.674.000,-
Utang angsuran Rp 10.800.000,-

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


27

Tahun 1
Utang angsuran Rp 4.500.000,-
Biaya bunga Rp 1.095.120,-
Beban bunga yang ditangguhkan Rp 1.095.120,-
Kas Rp 4.500.000,-
Tahun 2
Utang angsuran Rp 4.500.000,-
Biaya bunga Rp 578.880,-
Beban bunga yang ditangguhkan Rp 578.880,-
Kas Rp 4.500.000,-
PEMBELIAN TUNAI SECARA GABUNGAN
Pembelian aktiva seringkali terdiri dari beberapa unit aktiva secara
bersama-sama dan disebut dengan pembelian gabungan. Dengan
demikian perlu adanya pemisahan harga tiap jenis aktiva tersebut untuk
memudahkan dalam pelaporan dan perhitungan penyusutan. Sebagi
contohnya yaitu pembelian tanah yang diatasnya berdiri bangunan
biasanya tidak ada pemisahan secara jelas tentang harga tanah dan
bangunannya, sedangkan tanah tidak ada tidak ada penyusutan. Oleh
karena diperlukan alokasi harga perolehan dengan menggunakan dasar
harga taksiran, perhitungan atas dasar pembayaran pajak (Nilai Jual
Obyek Pajak) atau harga pasar.
Contohnya adalah sebagai berikut :
Dalam rangka perluasan usaha , maka PT Swara membeli sebidang tanah
yang ada bangunannya dengan harga Rp. 75.000.000,- dan harga
tersebut sudah termasuk komisi pembelian. Harga tanah menurut faktur
pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar Rp. 10.000.000,-
dan taksiran harga bangunan Rp. 40.000.000,-. Perhitungan alokasi harga
beli dan jurnal pembeliannya adalah sebagai berikut :
Jenis aktiva
Harga taksiran Nilai Relatif x Harga = Harga perolehan
perolehan
Tanah Rp 10.000.000,- 10.000 / 50.000 x 75.000 = Rp 15.000.000,-
Bangunan Rp 40.000.000,- 40.000 / 50.000 x 75.000 = Rp 60.000.000,-
Jumlah Rp 50.000.000,- Rp 75.500.000,-
Jurnal :
Tanah Rp 15.000.000,-
Bangunan Rp 60.000.000,-
Kas Rp 75.000.000,-

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


28

PENGELUARAN SURAT BERHARGA


Suatu aktiva dapat diperoleh dengan cara mengeluarkan saham
atau obligasi dan pencatatanya dengan menggunakan nilai pasar surat-
surat berharga tersebut atau nilai pasar dari aktiva yang dibeli. Apabila
tidak ada informasi tentang harga pasar dari aktiva dan surat-surat
berharga, maka diperlukan harga taksiran yang ditentukan oleh pihak
pimpinan perusahaan. Sedangkan saham dan obligasi yang ditukar
dengan aktiva akan dicatat sebesar nilai nominalnya dalam rekening
modal saham atau utang obligasi. Apabila ada perbedaan antara nilai
penukaran aktiva dengan nilai pasar surat-surat berharga, maka akan
dicatat sebagai untung atau rugi pertukaran dan selisih antara nilai
nominal surat-surat berharga dengan nilai pasar dicatat sebagai agio atau
disagio.
Sebagai ilustrasi untuk memberikan gambaran yang jelas yaitu
PT Swara menukarkan 10.000 lembar saham biasa dengan nominal
Rp 1.000,- per lembar ditukar dengan sebuah mesin.yang harga pasarnya
adalah Rp 16.000.000,-. Sedangkan harga pasar saham adalah
Rp. 1.500,- per lembar. Jurnal untuk mencatat pertukaran sebagai
berikut :
Mesin Rp 16.000.000,-
Modal saham biasa Rp 10.000.000,-
Agio saham biasa Rp 5.000.000,-
Laba atas pertukaran Rp 1.000.000,-
PERTUKARAN AKTIVA
Suatu aktiva dapat diperoleh dengan cara pertukaran dengan aktiva
lain yang sejenis atau tidak sejenis. Pengakuan dari perolehan aktiva
tersebut didasarkan pada nilai wajar atas aktiva yang diserahkan setelah
disesuaikan dengan jumlah pengeluaran kas atau setara dengan kas.
Pengakuan untung atau rugi akibat pertukaran apabila terjadi perbedaan
nilai wajar antara aktiva yang diserahkan dengan nilai bukunya. Apabila
dalam pertukaran ada pengeluaran atau penerimaan uang, maka harga
perolehan aktiva dan untung atau rugi dapat di hitung dengan perhitungan
sebagai berikut :
Harga perolehan aktiva = Nilai wajar aktiva + Pengeluaran – Penerimaan
yang diserahkan kas kas
dan
Untung (Rugi) = Nilai wajar aktiva – Nilai buku aktiva
yang diserahkan yang diserahkan
Apabila nilai wajar aktiva yang diterima lebih realistis daripada aktiva yang
diserahkan, maka perhitungan harga perolehannya dengan aktiva yang
diterima.

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


29

a. Pertukaran dengan aktiva produktif yang tidak sejenis


Aktiva produktif adalah aktiva yang dimiliki atau digunakan
dalam meproduksi barang atau jasa . Untuk aktiva produktif yang tidak
sejenis berati aktiva tersebut mempunyai fungsi yang berbeda dan
tidak digunakan dalam perusahaan yang sama.
Sebagai contohnya yaitu :
1. Pertukaran tanpa pengeluaran atau penerimaan kas
Perusahaan A Perusahaan B
(Kendaraan) (Bangunan)
Harga perolehan yang diserahkan Rp 50.000.000,- Rp 80.000.000,-
Akumulasi depresiasi Rp 30.000.000,- Rp 52.000.000,-
Nilai Wajar Rp 25.000.000,- Rp 25.000.000,-
Jurnal untuk mencatat pertukaran tersebut adalah :
Perusahaan A
Bangunan Rp 25.000.000,-
Akumulasi depresiasi Rp 30.000.000,-
Kendaraan Rp 50.000.000,-
Keuntungan pertukaran Rp 5.000.000,-
(Rp 25.000.000,- – ( Rp 50.000.000,- – Rp 30.000.000,-))
Perusahaan B
Kendaraan Rp 25.000.000,-
Akumulasi depresiasi Rp 52.000.000,-
Kerugian pertukaran Rp 3.000.000,-
Bangunan Rp 80.000.000,-
2. Pertukaran dengan pengeluaran atau penerimaan kas
Perusahaan A Perusahaan B
(Kendaraan) (Bangunan)
Harga perolehan yang diserahkan Rp 50.000.000,- Rp 80.000.000,-
Akumulasi depresiasi Rp 30.000.000,- Rp 52.000.000,-
Nilai Wajar Rp 25.000.000,- Rp 25.000.000,-
Penerimaan (Pengeluaran) kas (Rp 2.000.000,-) Rp 2.000.000,-
Jurnal untuk mencatat pertukaran tersebut adalah :
Perusahaan A
Bangunan Rp 27.000.000,- (Rp 25 jt + Rp 2 jt)
Akumulasi depresiasi Rp 30.000.000,-
Kas Rp 2.000.000,-
Kendaraan Rp 50.000.000,-
Keuntungan pertukaran Rp 5.000.000,-
(Rp 25.000.000,- – ( Rp 50.000.000,- – Rp 30.000.000,-))

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


30

Perusahaan B
Kendaraan Rp 23.000.000,-
Akumulasi depresiasi Rp 52.000.000,-
Kerugian pertukaran Rp 3.000.000,-
Kas Rp 2.000.000,-
Bangunan Rp 80.000.000,-
b. Pertukaran dengan aktiva produktif yang sejenis
Dalam PSAK No. 16 para 21 disebutkan bahwa aktiva produktif
yang sejenis dapat ditukarkan dengan aktiva yang mempunyai
manfaat yang sama ,digunakan dalam perusahaan yang sejenis dan
memiliki nilai wajar serupa. Berdasarkan statement tersebut ada
beberapa alternatif pencatatan yaitu : (1) Transaksi pertukaran tidak
ada pengeluaran atau penerimaan uang, maka seluruh kerugian harus
diakui dan tidak mengakui adanya keuntungan, (2) Jika ada
penerimaan uang, maka kerugian diakui secara penuh dan
keuntungan dilakukan secara proposional dengan penerimaannya dan
(3) Jika ada pengeluaran uang, maka tidak ada pengakuan laba atas
pertukaran, tapi bila ada kerugian harus diakui secara penuh.
Berdasarkan ketentuan di atas, maka dapat dijelaskan dengan
contoh sebagai berikut, misalnya transaksi pertukaran aktiva produktif
sejenis tanpa ada pengeluaran atau penerimaan uang, maka jika ada
laba ditunda pengakuanya dan bila terjadi kerugian harus diakui,
seluruhnya dua perusahaan industri saling menukarkan kendaraan
truk, maka kedua perusahaan dalam transaksi pertukaran tersebut
harus menunda pengakuan keuantungan yang terjadi. Sebaliknya
apabila terjadi kerugian, maka perusahaan harus mencatat. Namun
berbeda halnya bila suatu perusahaan industri menukarkan truk di
dealer kendaraan, maka kedua perusahaan itu harus mengakui
adanya laba atau rugi pertukaraan kendaraan.
Apabila nilai pasar aktiva yang diserahkan lebih kecil dari nilai
bukunya, maka perhitungan harga perolehannya adalah :
Harga perolehan aktiva = Nilai wajar aktiva + Pembayaran – Penerimaan
Aktiva yang diserahkan uang atau uang
Apabila nilai pasar aktiva yang diserahkan lebih besar dari nilai
bukunya, maka perhitungan harga perolehanya adalah :
Harga perolehan aktiva = Nilai wajar aktiva – Penerimaan + Keuntungan
Aktiva yang diserahkan uang

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


31

Contoh :
1. Tanpa pengeluaran / penerimaan uang
Perusahaan A Perusahaan B
(Mesin A) (Mesin B)
Harga perolehan yang diserahkan Rp 80.000.000,- Rp 60.000.000,-
Akumulasi depresiasi Rp 44.000.000,- Rp 32.000.000,-
Nilai Wajar Rp 30.000.000,- Rp 30.000.000,-
Jurnal untuk mencatat pertukaran tersebut adalah :
Perusahaan A
Mesin B Rp 30.000.000,-
Akumulasi depresiasi Rp 44.000.000,-
Kerugian pertukaran Rp 6.000.000,-
Mesin A Rp 80.000.000,-
Perusahaan B
Mesin A Rp 28.000.000,-
Akumulasi depresiasi Rp 32.000.000,-
Bangunan Rp 60.000.000,-
Perusahaan A mengakui adanya kerugian pertukaran sebesar
Rp 6.000.000,- (Rp 80.000.000,- – Rp 44.000.000,- –
Rp 30.000.000,-) atau merupakan selisih antara nilai buku mesin yang
diserahkan (Rp 36.000.000,-) dengan harga perolehan mesin yang
diterima (Rp 30.000.000,-). Sedangkan perusahaan B mencatat
harga perolehan mesinnya sebesar Rp 28.000.000,- (Rp 60.000.000,-
– Rp. 32.000.000,- ) atau sebesar nilai buku dari mesin
diserahkan.
2. Ada pengeluaran / penerimaan uang
Perusahaan A Perusahaan B
(Mesin A) (Mesin B)
Harga perolehan yang diserahkan Rp 80.000.000,- Rp 60.000.000,-
Akumulasi depresiasi Rp 44.000.000,- Rp 32.000.000,-
Nilai Wajar Rp 30.000.000,- Rp 30.000.000,-
Penerimaan (pembayaran) kas Rp 5.000.000,- (Rp 5.000.000,-)
Jurnal untuk mencatat pertukaran tersebut adalah :
Perusahaan A
Mesin B Rp 25.000.000,-
Akumulasi depresiasi Rp 44.000.000,-
Kerugian pertukaran Rp 6.000.000,-
Kas Rp 5.000.000,-
Mesin A Rp 80.000.000,-

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


32

Perusahaan B
Mesin A Rp 33.000.000,-
Akumulasi depresiasi Rp 32.000.000,-
Mesin B Rp 60.000.000,-
Kas Rp 5.000.000,-
Perusahaan A mengakui adanya kerugian pertukaran sebesar
Rp 6.000.000,- (Rp 80.000.000,- – Rp 44.000.000,- –
Rp 30.000.000,-) atau merupakan selisih antara nilai buku mesin
yang diserahkan dengan harga perolehan mesin yang diterima
(Rp 36.000.000,- – Rp 30.000.000,-) dan harga perolehan mesinnya
adalah Rp 25.000.000,- (Rp 30.000.000,- – Rp 5.000.000,-).
Sedangkan perusahaan B mencatat harga perolehan mesinnya
sebesar Rp 33.000.000,- (Rp 60.000.000,- – Rp 32.000.000,- +
Rp 5.000.000,-) atau sebesar nilai buku dari mesin diserahkan
ditambah dengan pengeluaran kas..
3. Ada pengeluaran / penerimaan uang dengan menggunakann
proporsi penerimaan kas untuk alokasi harga perolehan
Perusahaan A Perusahaan B
(Mesin A) (Mesin B)
Harga perolehan yang diserahkan Rp 80.000.000,- Rp 60.000.000,-
Akumulasi depresiasi Rp 60.000.000,- Rp 30.000.000,-
Nilai Wajar Rp 30.000.000,- Rp 28.000.000,-
Penerimaan (pembayaran) kas Rp 4.000.000,- (Rp 4.000.000,-)
Jurnal untuk mencatat pertukaran tersebut adalah :
Perusahaan A
Mesin B Rp 17.250.000,-
Akumulasi depresiasi Rp 60.000.000,-
Kas Rp 4.000.000,-
Mesin A Rp 80.000.000,-
Keuntungan Rp 1.250.000,-

Penerimaan Kas
Keuntungan  x (Nilai wajar - NIlai buku)
Penerimaan  Nilai wajar

Rp 4.000.000, 00
 x (Rp 30.000.000 ,00 - Rp 30.000.000 ,00)
Rp 4.000.000, 00  Rp 28.000.000 ,00

= Rp 1.250.000,00

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


33

Perusahaan B
Mesin A Rp 32.000.000,-
(Rp 28.000.000,- + Rp 4.000.000,-)
Akumulasi depresiasi Rp 32.000.000,-
Kerugian Rp 2.000.000,-
(Rp 30.000.000,- – Rp 28.000.000,-)
Mesin B Rp 60.000.000,-
Kas Rp 4.000.000,-
Perusahaan A mencatat harga perolehan sebesar
Rp 17.250.000,- (Rp 80.000.000,- – Rp 60.000.000,- –
Rp 4.000.000,- + Rp 1.250.000,-). Sedangkan perusahaan B
mencatat harga perolehan mesinnya sebesar Rp 32.000.000,-
(Rp 28.000.000,- + Rp 4.000.000,-) atau sebesar nilai wajar ditambah
dengan pengeluaran kas. Kerugian pertukaran mesin merupakan
selisih antara nilai buku dengan .dengan nilai wajar dari aktiva yang
diserahkan oleh PT B.
AKTIVA MEMBUAT SENDIRI
Perusahaan dalam memperoleh aktiva yang berupa bangunan,
mesin dan peralatan dapat dengan cara membuat sendiri. Dengan
demikian semua biaya langsung yang berhubungan dengan pembuatan
aktiva tersebut harus ditambahkan dalam harga perolehan yaitu berupa
bahan, tenaga kerja dan biaya overhead. Sedangkan beberapa biaya
seperti biaya bunga, biaya tetap overhead dan keuntungan perlu ada
pertimbangan khusus untuk dapat dikapitalisasi.
Dalam PSAK No. 16 para 17 disebutkan bahwa perolehan aktiva
yang dikonstruksi sendiri , maka harga perolehan aktivanya sama dengan
biaya memproduksi aktiva untuk dijual, maka ataujika ada laba harus
dieliminasi dan bila ada pengeluaran yang tidak normal harus dikeluarkan..
Dengan demikian aktiva yang dibuat sendiri harus dibandingkan dengan
harga pasar aktiva yang sejenis, sehingga bila terjadi harga perolehan
pembuatan sendiri lebih mahal harus dikurangkan dan sebaliknya jika
lebih murah tidak ada pengakuan laba.
Untuk aktiva ayng dibuat sendiri dengan menggunakan dana
pinjaman dan ada beban bunganya, PSAK No. 26 para 9 dan para 10
dijelaskan bahwa biaya pinjaman harus diakui dan dikapitalisasi sebagai
bagian dari biaya perolehan aktiva tersebut. Namun menurut FASB
statement No. 34 tahun 1979 disebutkan bahwa kapitalisasi biaya
pinjaman ada tiga alternatif yaitu (1) biaya bunga selama periode
konstruksi diakui sebagai biaya dan bukan menambah harga perolehan
aktiva dan (2) mengkapitalisasi biaya bunga sebesar dana yang digunakan
dalam konstruksi dalam harga perolehan aktiva yang dibuat sendiri.
Sedangkan kapitalisasi biaya tetap overhead pabrikasi dalam
perolehan aktiva yang dibuat sendiri dapat dilakukan dengan beberapa

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


34

cara yaitu (1) biaya tetap overhead dialokasikan secara proposional


dengan pengeluaran yang ada, (2) biaya tetap overhead yang dialokasikan
hanya kenaikannya dan (3) biaya tetap overhead tidak dialokasikan dalam
harga peroelahan.
PEROLEHAN AKTIVA DONASI
Aktiva perusahaan yang berupa tanah, bangunan, mesin,
kendaraan dan peralatan dapat diperoleh dari suatu donasi dari
pemerintah atau individu. Pengakuan daripada aktiva donasi didasarkan
pada harga pasar atau harga taksiran dan di kredit dengan perkiraaan
“Modal Donasi”. Apabila dalam memperoleh aktiva tersebut diperlukan
biaya, maka rekening modal donasi dikurangi dengan biaya yang
dikeluarkan.
PENGELUARAN SELAMA PENGGUNAAN
Selama penggunaan aktiva dalam perusahaan dapat terjadi
pengeluaran seperti perawatan yang bersifat rutin dan pengeluarannya
realtif kecil atau besar, perbaikan, penambahan dan pengaturan kembali
lay out mesin.
Penambahan
Biaya yang dikeluarkan untuk penambahan aktiva harus
dikapitalisasi. Penambahan aktiva dapat berupa perluasan bangunan,
penambahan instalasi, penambahan suku cadang mesin dll. Apabila dalam
penambahan tersebut berakibat sebagain dari aktiva harus di hancurkan
atau dibuang, maka pengeluaran akan dikapitalisir jika menambah manfaat
ekonomis dan jika tidak menambah manfaat ekonomis biaya tersebut
diakui sebagai biaya. Sedangkan perolehan dari aktiva yang di hancurkan
atau dibuang dikeluarkan dari perolehan aktiva sebelumnya.
Perbaikan dan Penggantain (Improvements and Replacements)
Perbaikan atau betterments dan penggantian atau replacements
berkaitan dengan substitusi sebgian dari aktiva lama dan bermanfaat
meningkatkan nilai ekonomi dari aktiva. Perbaikan merupakan substitusi
dari aktiva lama yang sedang digunakan dengan yang baru dan lebih
baik, misalnya instalasi listrik yang ada di bangunan. Sedangkan
penggantian adalah mengganti aktiva yang sejenis atau sama fungsinya
seperti mesin kendaraan. Kapitalisasi biaya perbaikan dan penggantian
aktiva dapat dilakukan dengan tiga alternatif yaitu :
1. Metode substitusi. Apbial nilai buku aktiva lama diketahui, maka
dikeluarkan dari perkiraan dan mencata aktiva yang baru. Sebagai
contoh, perusahaan mengganti AC lama dengan yang baru. Harga
perolehan AC lama Rp. 5.000.000,- dengan akumulasi depresiasi
Rp. 3.000.000,-. Harga jual AC lama Rp. 1.000.000,- dan harga

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


35

perolehan AC baru Rp 8.000.000,-. Perusahan mencatat transaksi


penggantian sebagai berikut :
AC baru Rp 8.000.000,-
Akumulasi depresiasi Rp 3.000.000,-
Kerugian penggantian Rp 1.000.000,-
AC lama Rp 5.000.000,-
Kas Rp 7.000.000,-
Dalam praktek sering terjadi kesulitan dalam aplikasi metode ini
karena tidak ada catatan tentang akumulasi depresiasi.
2. Mengurangi perkiraan akumulasi depresiasi. Harga perolehan atas
perbikan dan penggantian di catat dengan mendebet rekening
akumulasi depresiasi dari aktiva lama, apabila pengeluaran tersebut
dapat memperpnjang umur penggunaan. Sebagai contoh, perusahaan
mengganti sebagian atap bangunan sebesar Rp. 70.000.000,- yang
diharapkan dapat memperpanjang umur penggunaan bangunan.
Jurnal yang dibuat oleh perusahaan adalah :
Akumulasi depresiasi Rp 70.000.000,-
Kas Rp 70.000.000,-
3. Perkiraan aktiva bertambah. Apabila pengeluaran untuk perbaikan
dan penggantian dapat menambah manfaat bagi perusahaan, maka
pengeluaran tersebut dicatat pada perkiraan aktiva tersebut. Sebagai
contohnya, bahwa perusahaan telah memperluas bangunan pabrik
dengan pengeluaran sebesar Rp. 60.000.000,- dan perusahaan
mencatat sebagai berikut :
Bangunan Rp 60.000.000,-
Kas Rp 60.000.000,-
Reparasi dan Pemeliharaan
Pengeluaran biaya reparasi dan pemeliharaan biasanya bertujuan
untuk menjaga agar aktiva dapat beroperasi dengan baik dalam produksi
normal dan jumlahnya relatif kecil. Dengan demikian semua pengeluaran
dicatat dalam biaya pada periode terjadinya.
Pengaturan dan Pemindahan aktiva
Aktiva yang ada diperusahaan sering dilakukan penataan ulang
terutama mesin atau bangunan untuk dapat meningkatkan produktivitas
kerja atau lainnya. Pengeluaran yang berhubungan dengan pengaturan
dan pemindahan aktiva tersebut dicatat dalam biaya periode terjadinya
karena tidak berpengaruh pada perubahan manfaat ekonomi atau
memperpanjang umur penggunaan.

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


36

PENGHENTIAN DAN PELEPASAN AKTIVA


Aktiva tetap yang dimiliki oleh perusahaan dihentikan
penggunaannya dengan cara dijual, ditukar dan tidak digunakan karena
rusak. Menurut PSAK No. 16 para 44 dijelaskan bahwa aktiva tetap yang
ditarik dari penggunaan dan tidak ada manfaat ekonomi dimasa
mendatang harus dieliminasi dari neraca. Apabila terjadi keuntungan atau
kerugian dalam penghentian dan pelepasan dilaporkan dalam laporan
laba-rugi.
PERTANYAAN
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan aktiva tetap berwujud beserta
klasifikasinya ?
2. Jelaskan cara-cara memperoleh aktiva tetap berwujud !
3. Bagaimana perlakuan pengeluaran biaya bunga selama masa
pembangunan untuk aktiva yang dibuat sendiri ?
4. Jelaskan masalah yang timbul kaitannya dengan pengeluaran selama
masa penggunaan aktiva !
LATIHAN
1. Perusahaan membeli kendaraan dengan harga tunai Rp 12.000.000,-
dan dalam membayar perusahaan mempunyai tiga pilihan yaitu
(1) membeli secara tunai, (2) membayar dengan syarat pembayaran
5/10, n/30 dan (3) membayar uang muka sebesar Rp. 3.000.000,- dan
sisanya diangsur selama 12 bulan dengan jumlah angsuran
Rp 900.000,- per bulan. Buatlah jurnal untuk mencatat ketiga alternatif
cara pembelian tersebut.
2. PT Swara membeli tanah dengan cara membayar tunai sebesar
Rp 60.000.000,- dan memberi saham sebanyak 40.000 lembar
dengan nominal Rp 1.000,- dan harga pasar saham di BEJ saat itu
adalah Rp 3.500,- per lembar. Buatlah jurnal yang diperlukan untuk
mencatat transaksi pembelian tersebut.
3. PT ABC merencanakan melakukan pertukaran kendaraan dengan
PT Manunggal dan datanya adalah sebagai berikut :
PT. ABC PT. Manunggal
Harga perolehan yang diserahkan Rp 100.000.000,- Rp 80.000.000,-
Akumulasi depresiasi Rp 64.000.000,- Rp 52.000.000,-
Nilai Wajar Rp 50.000.000,- Rp 50.000.000,-
Penerimaan (Pengeluaran) kas Rp 5.000.000,- (Rp 5.000.000,-)
Buatlah jurnal untuk mencatat transaksi pertukaran tersebut !

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


37

BAB 4
AKTIVA TETAP BERWUJUD :
PENYUSUTAN DAN DEPLESI

PENGERTIAN
Aktiva tetap berwujud yang dimilik oleh perusahaan untuk jangka
waktu lebih dari satu tahun dengan tujuan untuk memperoleh pendapatan.
Dengan demikian perlu ada alokasi aktiva tetap secara sistematis ke
dalam biaya selama perusahaan memperoleh manfaat atau disebut
penyusutan. Istilah proses alokasi tergantung pada jenis aktivanya yaitu :
1. Penyusutan atau penyusutan menggambarkan alokasi daripada biaya
untuk aktiva tetap berwujud seperti bangunan, mesin, kendaraan dan
peralatan.
2. Diplesi merupakan alokasi biaya dari sumber daya alam seperti
penambangan minyak, batubara, biji besi dan gas bumi.
3. Amortisasi adalah mengalokasikan biaya untuk aktiva tetap tidak
berwujud seperti paten, hak cipta, dan goodwill.
Alokasi biaya pada dasarnya tiap perusahaan sama yaiut untuk
menyeimbangkan dengan pendapatan dan perbedaannya terletak pada
jenis aktivanya.
PERHITUNGAN PENYUSUTAN
Faktor-faktor yang mempengaruhi perhitungan penyusutan dari tiap
periodenya adalah :
1. Harga Perolehan Aktiva. Harga perolehan aktiva adalah semua
pengeluaran yang berhubungan dengan perolehan dan persiapan dari
aktiva yang digunakan, misalnya harga faktur, biaya pengangkutan /
transportasi, biaya instalasi, biaya komisi, dan lain-lain.
2. Nilai Residu. Merupakan perkiraan harga jual suatu aktiva pada akhir
masa penggunaan. Apabila suatu aktiva mempunyai nilai yang yang
signifikan pada akhir suatu proyek seperti pada saat perusahaan
menukarkan kendaaraan tiap beberapa tahun digunakan, maka nilai
residu harus dikurangkan dalam harga peroelahn yang akan
dialokasikan dalam biaya tiap periodenya. Dalam praktek akan
mengalami kesulitan untuk menaksir nilai residu suatu aktiva dalam
jangka waktu lebih dari 10 tahun yang akan datang. Suatu kenyataan
dapat terjadi bahwa nilai residu akan jauh lebih kecil daripada
pengeluaran biaya untuk membongkar atau memindahkan aktiva
Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto
38

tersebut. Oleh karena dalam menghitung penyusutan tiap periodenya,


nilai residu tidak diperhitungkan karean dianggap jumlahnya relatif
kecil.
3. Umur Penggunaan. Umur penggunaan aktiva merupakan jumlah unit
waktu atau produk yang diharapkan dari aktiva sebelum di hentikan
dari penggunaan. Pengukuran umur penggunaan aktiva dapat
dibedakan menjadi dua yaitu berdasarkan fisik dan fungsi atau
kegunaan. Faktor fisik berhubungan dengan usang dan rusak karena
aktiva tersebut dipakai. Sedangkan faktor fungsi atau faktor ekonomi
berhubungan dengan keusangan atau tidak memenuhi kebutuhan
walaupun secara fisik masih baik.
METODE PENYUSUTAN
Perusahaan mengalokasikan aktiva tetap dalam biaya
menggunakan metode yang sistematis dan rasional. Dikatakan sistimatis
apabila perhitungan penyusutan menggunakan formula dan bukan
kebijakan yang berubah-ubah. Sedangkan rasional berarti jumlah
penyusutan harus dihubungkan dengan manfaat yang diperoleh dari aktiva
selama periode penggunaan. Dalam PSAK No. 17 para 08 disebutkan
bahwa metode penyusutan dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Metode dengan dasar waktu yang terdiri dari :
a. Garis lurus (Straight-line method)
b. Metode pembebanan menurun (Declining charge)
c. Jumlah-angka-tahun (Sum -of-the-years’-digits method)
d. Saldo menurun (Declining balance)
e. Saldo menurun ganda (Double-Declining Balance)
2. Metode aktivitas penggunaan(Activity for use methods)
a. Metode jam-jasa (service-hours method)
b. Metode jumlah unit produksi (productive-output method)
c. Metode penyusutan dengan kriteria lainnya :
3. Metode berdasarkan jenis dan kelompok (group and composite
method)
a. Metode persediaan (inventory systems)
b. Metode anuitas (annuity method)
Metode Garis Lurus (Straight-line Method).
Alokasi aktiva tetap ke dalam biaya dengan menggunakan metode
garis lurus, maka jumlah tiap periodenya akan sama besarnya. Untuk
perusahaan yang pendapatannya relative stabil dan sangat dipengaruhi
oleh aktiva yang digunakan, maka metode tersebut sangat cocok.
Demikian pula bila biaya perawatan tiap periodenya relative sama, maka
total biaya penyusutan dan perawatan akan sejalan dengan manfaat yang
diterima oleh perusahaan. Metode ini banyak digunakan oleh perusahaan

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


39

karena cukup mudah menghitungnya. Perhitungan beban penyusutan tiap


tahunnya adalah sebagai berikut :

Harga perolehan - Nilai residu


Beban penyusutan per tahun 
Umur penggunaan (tahun)

Misalnya, perusahaan membeli satu unit mesin dengan harga perolehan


Rp 6.000.000,- dan taksiran umur penggunaan selama 4 tahun. Taksiran
nilai residu setelah mesin dipakai selama 4 tahun sebesar Rp 1.000.000,-.
Dengan demikian penyusutan per tahunnya adalah 20 %. atau

Rp 6.000.000,   Rp 1.000.000, 
 Rp 1.250.000, 
4

Jurnal yang dibuat untuk mencatat penyusutan adalah


Biaya penyusutan – Mesin Rp 1.250.000,-
Akumulasi penyusutan – Mesin Rp 1.250.000,-
Metode jumlah angka-tahun (Sum-of-the-Years-Digits Method)
Metode ini merupakan salah satu dari dua perhitungan penyusutan
yang jumlahnya besar pada awal tahun umur aktiva. Untuk perusahaan
yang pendapatan tiap tahunnya semakin kecil, maka metode ini akan
sesuai.
Dengan menggunakan contoh data seperti diatas, yaitu harga perolehan
satu unit mesin Rp 6.000.000,- nilai residu Rp 1.000.000,- dan umur
penggunaan ditaksir selama 5 tahun. Perhitungan penyusutannya adalah
sebagai berikut :
Tahun Bobot Tarif Alokasi Jumlah Penyusutan
1 4 4 / 10 atau 40 % x Rp 5.000.000,- Rp 2.000.000,-
2 3 3 / 10 atau 30 % x Rp 5.000.000,- Rp 1.500,000,-
3 2 2 / 10 atau 20 % x Rp 5.000.000,- Rp 1.000.000,-
4 1 1 / 10 atau 10 % x Rp 5.000.000,- Rp 500.000,-
Jurnal untuk tahun pertama adalah
Biaya penyusutan – Mesin Rp 2.000.000,-
Akumulasi penyusutan – Mesin Rp 2.000.000,-
Jurnal untuk tahun kedua adalah
Biaya penyusutan – Mesin Rp 1.500.000,-
Akumulasi penyusutan – Mesin Rp 1.500.000,-

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


40

Metode Saldo Menurun (Declining Balance)


Metode saldo menurun merupakan salah satu dari dua perhitungan
penyusutan yang jumlahnya menurun tiap tahunnya. Dengan
menggunakan metode ini, maka tarif penyusutan yang tetap dari nilai buku
pada awal tahun dan nilai residu tidak diperhitungkan. Pada saat nilai buku
menurun, beban penyusutannya menjadi kecil dan nilai buku pada akhir
periode menjadi nilai sisa. Sedangkan cara menghitung tarip dengan
metode saldomenurun adalah sebagai berikut ( Zaki Baridwan, 2000,316):
Nilai Residu
Tarif  1  umur
Harga Perolehan

Kelemahan dari rumus perhitungan tarip tersebut di atas yaitu apabila nilai
residu tidak diketahui, maka tarip penyusutan tidak dapat dicari.
Dengan data dari contoh yang ada sebelumnya yaitu harga perolehan satu
unit mesin Rp 6.000.000,- nilai residu Rp 1.000.000,- dan umur
penggunaan ditaksir selama 5 tahun. Perhitungan tarip penyusutannya
adalah sebagai berikut :

1.000.000
Tarif  1  4  0.30 atau 30 %
6.000.000

Sedangkan perhitungan penyusutan tiap periodenya adalah :


Jumlah
Tahun Perhitungan Penyusutan Nilai Buku
Penyusutan
0 Rp 6.000.000,-
1 30 % x Rp 6.000.000,- = Rp 1.800.000,- Rp 4.200.000,-
2 30 % x Rp 4.200.000,- = Rp 1.260.000,- Rp 2.940,000,-
3 30 % x Rp 2.940.000,- = Rp 882.000,- Rp 2.058.000,-
4 30 % x Rp 2.058.000,- = Rp 617.400,- Rp 1.440.600,-
5 30 % x Rp 1.440.600,- = Rp 440.600,- *) Rp 1.000.000,-
Rp 5.000.000,-

Hasil perhitungan tersebut terlihat bahwa nilai buku pada akhir tahun ke 5
sama besarnya dengan nilai residunya. Sedangkan jurnal yang dibuat tiap
tahunnya adalah sebagai berikut :
Jurnal untuk tahun pertama adalah
Biaya penyusutan – Mesin Rp 1.800.000,-
Akumulasi penyusutan – Mesin Rp 1.800.000,-
Jurnal untuk tahun kedua adalah
Biaya penyusutan – Mesin Rp 1.260.000,-
Akumulasi penyusutan – Mesin Rp 1.260.000,-

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


41

Metode Saldo Menurun-ganda (Double Declining Balance Method).


Metode saldo menurun-ganda (double-declining balance method)
merupakan perhitungan penyusutan yang jumlahnya menurun tiap
tahunnya. Tarip penyusutannya yang digunakan dalam metode ini adalah
dua kali dari tarip perhitungan penyusutan dengan menggunakan garis
lurus. Dengan demikian apabila suatu mesin berumur 5 tahun, maka tarip
penyusutan dengan garis lurus adalah 20 % dan dengan metode saldo
menurun-ganda adalah 40 % (2 x 20 %). Dengan contoh seperti yang ada
sebelumnya, maka perhitungannya adalah sebagai berikut :
Jumlah
Tahun Perhitungan Penyusutan Nilai Buku
Penyusutan
0 Rp 6.000.000,-
1 40 % x Rp 6.000.000,- = Rp 2.400.000,- Rp 3.600.000,-
2 40 % x Rp 3.600.000,- = Rp 1.440.000,- Rp 2.160,000,-
3 40 % x Rp 2.160.000,- = Rp 864.000,- Rp 1.296.000,-
4 40 % x Rp 1.296.000,- = Rp 296.000,- Rp 1.000.000,-
5 Rp 1.000.000,-
Rp 5.000.000,-

Dengan menggunakan tarip penyusutan yang tetap yaitu sebesar 40 %,


maka jumlah penyusutan yang seharusnya selama empat tahun adalah
Rp 5.222.400,- dan akibatnya nilai bukunya akan lebih rendah daripada
nilai residunya. Dengan demikian penyusutan tahun keempat jumlahnya
lebih rendah dari yang seharusnya dan untuk tahun kelima tidak ada
penyusutan.
Jurnal untuk tahun pertama adalah
Biaya penyusutan – Mesin Rp 2.400.000,-
Akumulasi penyusutan – Mesin Rp 2.400.000,-
Jurnal untuk tahun kedua adalah
Biaya penyusutan – Mesin Rp 1.440.000,-
Akumulasi penyusutan – Mesin Rp 1.440.000,-
Metode Aktivitas penggunaan ( Activity Methods )
Perusahaan menghitung penyusutan dengan metode aktivitas
penggunaan apabila umur kehidupan aktiva dipengaruhi oleh berapa lama
aktiva digunakan. Dalam kegiatan usaha aktivitas yang dimaksudkan
adalah berhubungan dengan waktu penggunaan mesin, jumlah produk
yang dihasilkan atau jumlah km. Sebagai contoh yaitu mesin dengan
harga perolehan Rp 9.000.000,- dengan nilai residu Rp 1.000.000,- dan
umur penggunaan mesin adalah 10.000 jam. Perhitungan penyusutan tiap
jamnya sebagai berikut :
Harga perolehan  Nilai Residu
Tarip Penyusutan 
Jumlah jam kerja mesin atau hasil produksi
Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto
42

Penyusutan per tahun = jumlah jam kerja atau jumlah hasil produksi per
tahun x Tarip per jam atau unit

Rp 9.000.000, -  Rp 1.000.000, -
Tarip Penyusutan 
10.000 jam

= Rp 800,- per jam


Dengan demikian jumlah alokasi biaya penyusutan tiap tahunya
tergantung pada jam kerja mesin atau hasil produksi yang tiap tahun
jumlahnya dapat berbeda-beda. Misal jam kerja mesin untuk tahun
pertama 2.000 jam dan tahun kedua 1.500 jam, maka jurnalnya adalah :
Jurnal untuk tahun pertama adalah
Biaya penyusutan – Mesin Rp 1.600.000,-
Akumulasi penyusutan – Mesin Rp 1.600.000,-
Jurnal untuk tahun kedua adalah
Biaya penyusutan – Mesin Rp 1.200.000,-
Akumulasi penyusutan – Mesin Rp 1.200.000,-
Metode Penyusutan Jenis dan Kelompok
Penggunaan metode penyusutan dan jenis kelompok biasanya
bersamaan dengan metode garis lurus , pemberhentian dan penggantian
untuk industri tertentu. Penyusutan jenis dipakai untuk aktiva yang
homogen dan diharapkan mempunyai umur dan nilai residu yang sama.
Sedangkan penyusutan kelompok akan digunakan untuk jenis aktiva yang
heterogen dan mempunyai karakteristik yang sama tetapi mempunyai
umur dan nilai residu yang berbeda-beda. Sebagai contohnya, metode
penyusutan berdasar jenis akan dipakai untuk aktiva yang berupa
computer atau kendaraan terutama yang sejenis dan metode penyusutan
berdasarkan kelompok untuk jenis peralatan kantor.
Penyusutan berdasarkan Jenis
Dengan menggunakan metode penyusutan jenis maka pencatatan
daripada aktiva hanya menggunakan satu rekening dan aktiva tersebut
harus homogen. Tarip penyusutan didasarkan pada rata-rata umur
kelompok aktiva yang dimiliki. Apabila ada salah satu dari kelompok aktiva
yang dimiliki dihentikan dari penggunaan, maka tidak ada pengakuan laba
atau rugi karena rekening aktiva tersebut belum dihentikan dari
pemakaian. Namun demikian, bila seluruh aktiva yang ada dihentikan,
maka harus ada pengakuan laba atau rugi. Sedangkan cara menghitung
besarnya penyusutan per tahunnya adalah sebagai berikut :
Harga perolehan  Nilai Residu
Penyusutan 
Umur penggunaan
Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto
43

Sebagai contohnya, perusahaan obat-obatan membeli 10 buah sepeda


motor Honda dengan harga Rp 10.000.000,- per unit dan perkiraan umur
penggunaan adalah 4 tahun dengan nilai residu Rp 2.000.000,- per unit.
Pada akhir tahun ketiga ada 3 unit kendaraan dijual dengan harga
Rp 3.000.000,- akhir tahun keempat dijual 5 unit dengan harga
Rp 2.500.000,- per unit dan setelah tahun keempat dijual 2 unit dengan
harga Rp 1.500.000.-. Perhitungan penyusutan yang dilakukan oleh
perusahaan adalah :
( 10 x Rp 10.000.000 ,-)  (10 x Rp 2.000.000, -)
Penyusutan 
4
= Rp 20.000.000,- atau 20 % dari harga perolehan
Jurnal yang dibuat untuk mencatat kejadian tersebut di atas yaitu :
a. Mencatat pembelian kendaraan Honda
Sepeda Motor – Honda Rp 100.000.000,-
Kas Rp 100.000.000,-
b. Jurnal penyusutan tahun pertama
Biaya penyusutan Rp 20.000.000,-
Akumulasi penyusutan Rp 20.000.000,-
c. Jurnal penyusutan tahun kedua
Biaya penyusutan Rp 20.000.000,-
Akumulasi penyusutan Rp 20.000.000,-
d. Jurnal penyusutan akhir tahun ke tiga dan penjualan 3 unit sepeda
motor
Biaya penyusutan Rp 20.000.000,-
Akumulasi penyusutan Rp 20.000.000,-

Kas Rp 9.000.000,-
Akumulasi penyusutan Rp 21.000.000,-
Sepeda motor – Honda Rp 30.000.000,-
(Akumulasi penyusutan sesungguhnya adalah Rp 18.000.000,-)
e. Jurnal penyusutan akhir tahun ke empat dan penjualan 5 unit sepeda
motor
Biaya penyusutan Rp 14.000.000,-
Akumulasi penyusutan Rp 14.000.000,-
Penyusutan = 20 % x (Rp 100.000.000,- – Rp 30.000.000,-)

Kas Rp 12.500.000,-
Akumulasi penyusutan Rp 37.500.000,-
Sepeda motor – Honda Rp 50.000.000,-
(Akumulasi penyusutan sesungguhnya adalah Rp 40.000.000,-)

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


44

f. Jurnal penyusutan tahun kelima dan penjualan 2 unit sepeda motor


Biaya penyusutan Rp 500.000,-
Akumulasi penyusutan Rp 500.000,-
(Penyusutan = Harga Perolehan – Akumulasi Penyusutan – Nilai Residu
atau Rp 20.000.000,- – Rp 15.500.000,- – Rp 4.000.000,-)

Kas Rp 3.000.000,-
Akumulasi penyusutan Rp 16.000.000,-
Rugi pemberhentian Rp 1.000.000,-
Sepeda motor – Honda Rp 20.000.000,-
Apabila perusahaan membeli kendaraan baru sebelum kelompok
sepeda motor dihentikan, maka perhitungannya menggunakan tarip yang
baru yaitu nilai buku ditambah dengan harga perolehan yang baru minus
nilai residu dibagi dengan rata-rata umur dari kelompok aktiva tersebut.
Penyusutan Kelompok (Composite Depreciation)
Apabila aktiva yang dimiliki oleh perusahaan heterogen dan
mempunyai karakteristik dan kegunaan yang hampir sama, maka
penyusutannya menggunakan penyusutan kelompok. Perkiraan yang
digunakan adalah hanya satu yaitu akumulasi penyusutan dan tidak ada
pengakuan laba atau rugi atas aktiva yang dihentikan sebagian dari
pengakuan laba atau rugi hanya pada saat semua aktiva dihentikan dari
penggunaan.
Sebagai contohnya yaitu perusahaan membeli tiga buah jenis aktiva
sebagai berikut :
Aktiva Harga perolehan Nilai residu Umur Penyusutan
A Rp 12.000.000,- Rp 2.000.000,- 4 th Rp 2.500.000,-
B Rp 7.000.000,- Rp 1.000.000,- 3 th Rp 2.000.000,-
C Rp 6.000.000,- Rp 0,- 4 th Rp 1.500.000,-
Rp 25.000.000,- Rp 3.000.000,- Rp 6.000.000,-

Apabila perusahaan menggunakan metode garis lurus dalam menghitung


penyusutan, maka tarip penyusutan tiap tahunnya adalah =
Rp 6.000.000,00 / Rp 25.000.000,00 = 24 %
Pemberhentian dan Penggantian
Perusahaan yang mengakui biaya apabila aktiva tersebut di
dihentikan atau diganti. Dengan menggunakan metode pemberhentian,
maka harga perolehan aktiva lama dikurangi dengan nilai residu adalah
beban biaya apabila aktiva tersebut dihentikan dari pemakaian.
Sedangkan dengan metode penggantian, harga perolehan aktiva baru
dikurangi dengan nilai residu aktiva lama apabila ada pembelian baru.
Apabila tidak ada pemberhentian atau penggantian, maka ada
pembebanan biaya.

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


45

Sistem Persediaan
Sistem persediaan digunakan dalam kondisi dimana terdapat
sejumlah besar aktiva yang harganya relative murah , misalnya peralatan
di perusahaan, sendok di restoran. Perhitungan biaya penyusutan tiap
tahunya dengan cara mengalikan jumlah unit pada akhir tahun dengan
harga penggantinya. Metode ini pada dasarnya kurang sisitematis dan
tidak rasional untuk alokasi biaya.
PENYUSUTAN UNTUK SEBAGIAN PERIODE
Dalam pembahasan penyusutan sebelumnya dengan anggapan
bahwa aktiva dibeli pada awal bulan atau tahun dan penghentian pada
akhir periode akuntansi. Dengan demikian perhitungan penyusutan kurang
memperhatikan kecermatan karena dilakukan dengan menggunakan
estimasi. Dalam perhitungan penyusutan dengan menggunakan sebagian
periode ada tiga alternatif yang sering digunakan dalam praktek yaitu :
1. Penyusutan dihitung satu bulan yang terdekat. Aktiva yang dibeli
sebelum tanggal 15 dari suatu bulan, maka aktiva tersebut dapat
dianggap telah dimiliki selama satu bulan penuh. Sedangkan aktiva
yang dibeli setelah tanggal 15, maka aktiva dianggap tidak dimiliki
dalam bulan pembelian. Demikian pula aktiva yang dijual sebelum
tanggal 15, dianggap tidak dimiliki selama satu bulan penuh dan jika
dijual setelah tanggal 15 dapat dianggap dimiliki satu bulan penuh.
2. Penyusutan dihitung satu tahun yang terdekat. Pembelian aktiva
yang dilakukan sebelum pertengahan tahun dianggap telah dimiliki
satu tahun atau penyusutan satu tahun penuh dan aktiva yang dibeli
setelah pertengahan tahun tidak dihitung penyusutan pada tahun yang
bersangkutan.
3. Penyusutan dihitung 50 % dari seluruh aktiva yang dibeli dan
yang dijual. Metode ini menganggap bahwa aktiva yang dibeli dan
dijual dalam tahun fiscal semuanya dibeli dan dijual pada pertengahan
tahun fiskal.
PERUBAHAN DAN KOREKSI PENYUSUTAN
Metode penyusutan yang telah dipilih harus digunakan secara
konsisten tiap periodenya oleh perusahaan, namaun demikian tidak
menutup kemungkinan terjadi perubahan metode penyusutan seperti yang
dijelaskan dalam PSAK No. 17 para 14. Perubahan pilihan metode
penyusutan kemungkinan dapat terjadi karena beberpa alasan yaitu :
1. Perubahan perkiraan nilai residu atau masa manfaat atas aktiva yang
dimiliki saat ini.
2. Koreksi atas perhitungan penyusutan yang telah dilakukan dan
sebagai konsekwensinya laba ditahan mengalami koreksi tambah
atau kurang.

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


46

DEPLESI
Deplesi berhubungan habisnya sumber alam atau barang tambang
sebagai aktiva yang dimiliki dan pengurangan atas nilai atau harga
perolehan. Sumber alam atau barang tambang tersebut dapat berupa
hutan kayu, batu bara atau minyak bumi yang disebut dengan aktiva yang
habis terbuang dan didepelsi pada saat sumber alam tersebut di ambil.
Penentuan harga perolehan sumber alam pada prinsipnya sama
dengan yang digunakan untuk aktiva tetap. Secara umum harga perolehan
sumber alam dapat terdiri dari semua pengeluaran yang berhubungan
dengan pengeluaran untuk memperoleh ijin penguasaan lahan sumber
alam dan biaya pengembangan.
Perhitungan deplesi menggunaan metode jumlah yang yang
diproduksi (units-of-output) lebih logis daripada metode yang mendasarkan
pada waktu. Sedangkan biaya untuk perbaikan lingkungan dalam rangka
mempersiapkan tanah untuk berbagai penggunaan sebaiknya dianggap
sebagai nilai residu. Persamaan deplesi adalah :
Harga perolehan  Nilai residu
Deplesi 
Jumlah kandungan sumber alam

Apabila suatu perusahaan membeli tanah yang diperkirakan


mengandung batu bara sebanyak 1.500.000 ton dengan harga
Rp 3.150.000.000,- dan setelah selesai digali nilai tanahnya adalah
Rp 150.000.000,-. Untuk tahun pertama perusahaan dapat menggali batu
bara sebanyak 300.000 ton, maka perhitungan deplesinya adalah sebagai
berikut :
Rp 3.150.000. 000,-  Rp 150.000.00 0,-
Deplesi 
1.500.000 ton

Deplesi = Rp. 2.000,- per ton

Dengan demikian deplesi untuk tahun pertama = 300.000 ton x Rp 2.000,-


= Rp 600.000.000,00
Jurnal yang diperlukan untuk tahun pertama adalah
Deplesi Rp 600.000.000,-
Akumulasi deplesi Rp 600.000.000,-
PERTANYAAN
1. Jelaskan tentang perbedaan antara penyusutan dan deplesi serta
amortisasi !
2. Sebutkan macam-macam metode penyusutan yang ada dan jelaskan
perbedaannya !
3. Dalam memilih metode penyusutan yang akan digunakan sebaiknya
faktor-faktor apa saja yang perlu dipertimbangkan ?
Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto
47

4. Apakah metode penyusutan yang telah dipilih oleh perusahaan dapat


dirubah. Jelaskan !
LATIHAN
1. PT Swara pada awal tahun 2004 membeli satu uni mesin dengan
harga Rp 416.000.000,- dengan nilai residu Rp 20.000.000,-.
Diperkiraan mesin tersebut dapat digunakan selama 10 tahun atau
72.000 jam dan dapat memproduksi 264.000 unit. Pada tahun 2004
perusahaan menggunakan mesin tersebut selama 6.000 jam dan hasil
produksi 20.000 unit. Hitunglah penyusutan untuk tahun 2004 dengan
menggunakan metode garis lurus, jam kerja mesin dan hasil produksi
serta jurnal yang diperlukan !
2. Perusahaan yang memproduksi makanan mencatat pembelian
mesinnya dengan cara kelompok dan pembelian yang telah dilakukan
pada awal tahun 2004 adalah sebagai berikut :
Kelompok Harga
Nilai Residu Umur
Mesin Perolehan
A Rp 34.000.000,- Rp 4.000.000,- 15 tahun
B Rp 36.000.000,- Rp 2.000.000,- 10 tahun
C Rp 20.000.000,- Rp 2.000.000,- 10 tahun
D Rp 9.000.000,- Rp 1.000.000,- 5 tahun
Hitung :
a. Beban penyusutan per tahunnya
b. Persentase tarip penyusutan per tahun
c. Umur aktiva secara kelompok
3. PT TDD pada awal tahun 2003 mencatat pembelian tanah dan
bangunan sebagai berikut :
Debet
10 Januari Harga perolehan tanah Rp 37.000.000,-
15 Januari Biaya meratakan tanah Rp 5.000.000,-
10 Oktober Kontrak membangun rumah Rp 160.000.000,-
14 Oktober Pengeluaran lain-lain untuk membangun Rp 12.000.000,-
Jumlah Debet Rp 214.000.000,-

Kredit
31 Maret Penjualan sisa pembongkaran bangunan Rp 4.000.000,-
31 Des Penyusutan tahun 2003 Rp 10.500.000,-
Jumlah Kredit Rp 14.500.000,-
Saldo Perkiraan Tanah dan Bangunan per 31 Des 2004 Rp 199.950.000,-

Perhitungan penyusutan yang telah dilakukan oleh perusahaan salah


yaitu Rp 214.000.000,- – Rp 4.000.000,- = Rp 210.000.000,- x 5 % =

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


48

Rp 10.050.000,- dan jumlah tersebut telah dicatat dalam perkiraan


Biaya Penyusutan.
Diminta :
a. Buatlah jurnal koreksi pencatatan aktiva dan biaya penyusutan
per 31 Desember 2003 dengan anggapan umur bangunan 20
tahun dan metode penyusutan yang digunakan garis lurus
(straight-line method)
b. Hitung biaya penyusutan pada 31 Desember 2003 dengan
menggunakan : (1) metode jumlah angka tahun (sum-of-the-
years’-digits method) dan (2) metode saldo menurun ganda
(double-declining balance method)
4. PT Satelit telah membeli peralatan pada 10 Januari 2000 dengan
harga Rp 720.000.000,-. Jenis peralatan tersebut dikembangkan
secara terus menerus sehingga perusahaan menentukan umur
perlatannya hanya 5 tahun agar tidak ketinggalan jaman. Metode
penyusutan yang digunakan garis lurus dan taripnya adalah sebesar
20 % per tahun. Pada tanggal 30 Juni 2002 ada tambahan peralatan
dengan harga Rp 80.000.000,- dan pada tahun 2002 perusahaan
melakukan penyusutan dengan tariff sebesar 20 % . Pada akhir tahun
2003 umur mesin diperkirakan masih 6 tahun lagi dan biaya
pembongkaran Rp 20.000.000,- serta nilai residunya Rp 3.500.000,-
Diminta :
a. Dengan menggunakan anggapan bahwa penyusutan atas dasar
perkiraan umur peralatan yang telah direvisi, maka buatlah jurnal
penyusutan untuk tahun 2002.
b. Buatlah jurnal koreksi penyusutan untuk tahun 2000 dan 2001
5. PT Oskadon menggunakan metode penyusutan berdasarkan jenis
(group depreciation method) atas kendaraan yang dimiliki untuk
digunakan oleh para salesman. Umur penggunaan kendaraan
diperkirakan 4 tahun dengan nilai taksiran ditukar 20 % dari harga
perolehan. Pembelian kendaraan dilakukan dengan cara tunai
sebagai berikut :
Pembelian Dikurangi : Cadangan pertukaran
Tahun Tahun
Jumlah Harga Beli Jumlah Harga
pembelian
2001 15 157.500.000
2002 8 91.200.000
2003 3 36.000.000 3 2001 15.000.000
2004 10 120.000.000 10 2001 18.000.000
Diminta : membuat jurnal pembelian, pertukaran kendaraan dan
penyusutan tahun 2001 sampai dengan 2004

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


49

BAB 5
AKTIVA TETAP TIDAK BERWUJUD

PENGERTIAN
Untuk tujuan akuntansi, klasifikasi aktiva tetap tidak berwujud
menunjuk pada aktiva non fisik seperti paten, hak cipta, faransis, hak sewa
guna, goodwill dll. Aktiva tetap tidak berwujud pada umumnya berkaitan
dengan keputusan hokum atau perjanjian kerjasama yang secara fisik
tidak dapat dibuktikan. Pada dasarnya aktiva tetap berwujud dan aktiva
tetap tidak berwujud mempunyai kesamaan antara lain yaitu (a) dimiliki
untuk digunakan dan bukan untuk dijual, (b) mempunyai umur kegunaan
lebih dari satu tahun, (c) mempunyai peran dalam memperoleh
pendapatan bagi pemiliknya dan (d) dalam periode pemilikan diharapkan
perusahaan memperoleh manfaat.
Sedangkan aktiva tetap tidak berwujud terdapat tambahan
karakteristik yang dapat membedakan dengan aktiva tetap berwujud yaitu
(a) aktiva tersebut mempunyai ketidakpastian dimasa depan yang cukup
besar dalam menciptakan manfaat bagi perusahaan, (b) nilainya sangat
berflunktuatif karena sangat tergantung pada kondisi persaingan, (c)
hanya mepunyai nilai untuk perusahaan tertentu dan (d) goodwill dan
aktiva tetap tidak berwujud yang mempunyai kegunaan tidak terbatas
adalah bukan pengeluaran.
PENILAIAN AKTIVA TETAP TIDAK BERWUJUD
Seperti aktiva yang lain, penilaian aktiva tidak berwujud dengan
dasar harga perolehan. Nilai akitva tetap tidak berwujud akan dihapuskan
selama masa manfaat dan akan dibebankan dalam pendapatan selama
periode yang menerima manfaat. Klasifikasi dari aktiva tetap tidak
berwujud tergantung pada cara memperolehnya yaitu dengan cara
membeli dari pihak luar atau dikembangkan sendiri oleh perusahaan.
Dengan klasifikasi tersebut maka akan terdapat dua alternatif yaitu
membeli dan mengembangkan sendiri.
Apabila aktiva tetap tidak berwujud diperoleh dengan cara membeli
dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
a. Aktiva tetap tidak berwujud yang dapat diidentifikasi seperti paten
(umurnya terbatas) dan merk dagang. (umurnya tidak terbatas Harga
perolehan dari aktiva tersebut adalah seluruh pengeluaran yang
berhubungan dengan aktiva tersebut dikapitalisasi misalnya
pengeluaran untuk mendesain gambar, biaya perijinan dan konsultan
Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto
50

hukum, biaya pendaftaran dan lain-lain. Namun dapat terjadi bahwa


aktiva tersebut diperoleh dengan cara pertukaran dengan aktiva non
moneter, sehingga harga perolehannya berdasarkan nilai wajar atas
aktiva yang ditukar.
b. Aktiva tetap tidak berwujud yang tidak dapat diidentifikasi dan
umurnya terbatas seperti goodwill.
Sedangkan aktiva tetap tidak berwujud yang diperoleh dengan cara
mengembangkan sendiri dapat menimbulkan permasalahan dalam
membedakan pengeluaran biaya dan pengeluaran modal, sehingga ada
beberapa kesepakatan yaitu :
a. Apabila biaya riset dan pengembangan dapat di tunjukkan dalam
suatu proyek yang khusus, maka semua pengeluaran dapat
dikapitaliasi dalam aktiva tetap tidak berwujud.
b. Pengeluaran biaya riset dan pengembangan yang tidak bermanfaat
dalam meningkatkan pendapatan perusahaan dimasa depan, maka
pengeluaran itu dibebankan sebagai biaya sesuai dengan fungsinya,
misalnya bagian penjualan, bagian produksi dan lain-lain. Dalam hal
ini dapat digunakan alternatif yaitu dikapitalisasi dan diamortisasi
selama umur manfaat dari proyek tersebut.
AMORTISASI AKTIVA TETAP TIDAK BERWUJUD
Amortisasi merupakan proses penghapusan aktiva tetap tidak berwujud.
Namun demikian tidak semua aktiva tetap tidak berwujud dapat
diamortisasi dan kategori yang membedakan yaitu :
a. Umurnya terbatas. Aktiva tetap berwujud pada dasarnya dapat
mempunyai umur yang terbatas karena adanya peraturan dari
pemerintah atau undang-undang., misalnya hak paten, hak cipta,
leases, fransis dan goodwill. Untuk aktiva tersebut diamortisasi
selama umur kegunaannya seperti halnya penyusutan untuk aktiva
tetap berwujud. Metode yang sering digunakan adalah garis lurus dan
metode menurun dapat digunakan apabila ada bukti bahwa untuk
periode yang akan datang terjadi penurunan manfaat yang besar.
b. Umurnya tidak terbatas. Goodwill dan merk dagang merupakan
aktiva tetap tidak berwujud yang tidak mempunyai keterbatasan
manfaat. Namun demikian untuk memenuhi tujuan prinsip akuntansi
aktiva tersebut harus dihapus dalam jangka waktu maksimal 40 tahun.
Disamping itu penghapusannya tidak boleh dilakukan sekaligus hanya
pada saat periode terjadinya pengeluaran
AKTIVA TETAP TIDAK BERWUJUD TERIDENTIFIKASI
Aktiva tetap tidak berwujud yang dapat diidentifikasi adalah nyata dan hak
kekayaan yang dapat dipisahkan. Aktiva tersebut daapt dibedakan dengan
yang lain misalnya goodwill yang tidak dapat dilihat secara nyata dan
harus menggunakan perlakuan khusus dalam akuntansi.
Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto
51

Paten
Pemilik paten mempunyai hak untuk memproduksi dan menjual
atau mengontrol hasil temuannya selama 17 – 20 tahun sejak tanggal
berlakunya. Paten tidak dapat diperbaiki, akan tetapi paten baru dapat
diperoleh dengan dasar pengembangan paten yang sudah ada.
Paten mempunyai nilai apabila perusahaan dapat memperoleh
pendapatan yang lebih besar dengan cara menjual produk dengan harga
yang lebih tinggi, memproduksi dengan biaya lebih rendah atau
memproduksi produk yang pesaingnya masih relatif sedikit. Dalam praktek
sering terjadi bahwa paten akan mengalami penurunan manfaat sebelum
habis umur kegunaannya karena adanya penemuan baru yang sejenis dan
bukan pelanggaran, penggunaan tekhnologi yang lebih modern atau
adanya perubahan permintaan produk
Sebagai contoh, misalnya sebuah perusahaan membeli hak paten
seharga Rp 50.000.000,- dengan masa kegunaan selama 10 tahun. Jurnal
yang perlukan saat pembelian dan amortisasi adalah sebagai berikut :
Paten Rp 50.000.000,-
Kas Rp 50.000.000,-

Biaya Amortisasi atau Biaya Overhead Rp 5.000.000,-


Pabrik
Akumulasi deplesi Rp 5.000.000,-
Hak Cipta
Hak cipta merupakan hasil karya seni atau kreasi seni seperti buku, musik
atau film dan pemiliknya dapat mepublikasikan, menjual dan mengontrol
selama 28 tahun serta dapat diperbarui untuk 28 tahun lagi. Namun di
Amerika, pemilik dapat mengontrol selama masa hidupnya ditambah
dengan 50 – 70 tahun. Amortisasi daripada hak cipta adalah selama umur
aktiva tersebut dengan menggunakan garis lurus atau dengan dasar
aktivitas sesuai dengan manfaat yang diterima.
Merk Dagang
Merk dagang pada dasarnya merupakan nama, simbol, label atau
design yang dapat memberikan arti khusus bagi pemiliknya yang
disebabkan karena promosinya berpengaruh besar pada reputasi produk
dan keyakinan konsumen.
Merk dagang dapat dibuat sendiri atau dibeli dan harga
perolehannya adalah sebesar pengeluaran yang terkait. Sedangkan masa
keguanaannya dapat tidak terbatas, namun jika ada rencana untuk
dilakukan perubahan dimasa depan, maka merk dagang dihapus selama
masa kegunaannya.

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


52

Franchises
Franchises adalah suatu perjanjian yang melibatkan dua belah pihak
dalam hal biaya komisi ( „fee“), dimana satu pihak atau disebut franchisor
yaitu yang memberi hak kepada pihak lainnya atau disebut franchises
untuk menggunakan fasilitas , produk atau jasa. Pihak yang terkait dalam
perjanjian kerjasama tersebut dapat melibatkan antara pihak pemerintah
dan swasta dimana, misalnya pemerintah menyediakan fasilitas pelabuhan
dan pihak swasta yang menyediakan kapal. Disamping itu dapat terjadi
antara pihak swasta dengan swasta terutama bisnis restoran, seperti KFC
dan Mc Donald telah tersebar luas diseluruh dunia termasuk di Indonesia.
Pada umumnya franchises mempunyai umur manfaat sesuai dengan
perjanjian yang dibuat, sehingga amortisasi franchises sesuai dengan
pengeluaran dan umur manfaatnya.
Program Komputer (Perangkat Lunak Komputer)
Dalam perkembangan busnis saat ini sudah banyak perusahaan
membangun peranti lunak untuk pengolahan data dan meningkatkan
efisiensi dan pengeluarannya dikapitalisasi sesuai dengan FASB
statement No. 86 tahun 1985 yang menyatakan bahwa akuntansi untuk
perolehan piranti lunak komputer yang dijual, disewa atau dipasarkan.
Dalam pembuatan pirogram komputer yang akan dipasarkan ada tiga
tahapan yaitu (a) biaya riset dan pengembangan yang meliputi biaya
perencanaan, perancangan dan uji coba, (b) biaya uji kelayakan teknis
yaitu sebelum program tersebut dipasarkan kepada konsumen diperlukan
biaya lebih lanjut yaitu pengujian, pembuatan master dikapitalisasi sebagai
biaya produksi dan (c) biaya pengemasan yaitu pengeluaran biaya setelah
pengujian kelayakan untuk dipasarkan, maka ada pengeluaran untuk
pembuatan label dan kemasan di bebankan sebagai biaya persediaan.
Dari ketiga tahapan tersebut yang dikapitalisasi sebagai biaya produk
adalah biaya uji kelayakan yang akan diamortisasi selama masa
manfaatnya.
Biaya Pendirian
Pada saat didirikan perusahaan, terdapat berbagai macam pengeluaran
seperti biaya pengurusan ijin (akte notaris dan pendaftaran ke Menteri
Kehakiman atau di Pemda setempat), biaya promosi dan lain-lain. Semua
pengeluaran biaya tersebut sangat penting untuk kelancaran usaha dan
sekaligus menentukan umur kehidupan perusahaan sehingga biaya
tersebut dapat dianggap sebagai aktiva tetap tidak berwujud yang
mempunyai umur manfaat.
Leasehold
Leases adalah aktiva tetap tidak berwujud karena merupakan hak untuk
menggunakan / menyewa aktiva yang dimiliki oleh lessor selama suatu
Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto
53

periode waktu tertentu dan biaya secara periodik tertentu. Pengeluaran


biaya atas ativa yang disewa menjadi beban dari lessee dan diamortisasi
selama sisa umur sewa.
Beban Ditangguhkan
Beban ditangguhkan merupakan pengeluaran yang jumlahnya relatif
material dan diharapkan dapat mempunyai manfaat ekonomi bagi
perusahaan. Pengeluaran yang ditangguhkan, misalnya biaya pemindahan
/ pengaturan kembali aktiva dan biaya eksplorasi dan biaya tersebut
diamortisasi selama umur ekonomi.
GOODWILL
Goodwill termasuk dalam aktiva yang tidak dapat diidentifikasi dan
dalam akuntansi goodwtill dapat terjadi karena pengembangan internal
perusahaan atau karena tranaksi pembelian. Goodwill yang berhubungan
dengan pengembangan internal prusahaan dapat berupa kelebihan yang
dimiliki oleh perusahaan misalnya karyawan dan lokasi perusahaan. Suatu
perusahaan kemungkinan mempunyai banyak karyawan senior yang
berbakat dan keahlian yang masih jarang dimiliki oleh perusahaan lain
sehingga dapat meningkatkan pendapatan perusahaan. Di samping itu
perusahaan juga mempunyai lokasi yang strategis yaitu dekat dengan
bahan baku sehingga biaya transportasi lebih murah atau dekat dengan
konsumen sehingga biaya distribusi murah dan akhirnya dapat
meningkatkan keuntungan yang diperoleh perusahaan. Dengan demikian,
goodwill dapat dianggap mempunyai kemampuan untuk meningkatkan
pendapatan di atas standar normal. Keahlian karyawan tersebut dapat
menjadi modal intelektual yang tidak dapat teridentifikasi dan penilaiannya
sangat sulit yang akhirnya dapat menjadi kurang realistis
Sedangkan goodwill yang diperoleh karena transaksi pembelian
adalah perbedaaan antara nilai perusahaan secara keseluruhan dengan
jumlah penilaian atas aktiva yang dapat diidentifikasi atau merupakan nilai
residu atas kelebihan nilai dari aktiva yang tidak teridentifikasi.Sebagai
contohnya, misalnya PT HMSP membeli PT Alfa dengan tunai sebesar
Rp 500.000.000,- dan wajar aktiva yang dapat diidentifikasi dari PT Alfa
adalah Rp 700.000.000,- dengan nilai wajar hutang Rp 300.000.000,-
maka PT HMSP mencatat akuisisinya sebagai berikut :
Aktiva yang dapat diidentifikasi Rp 700.000.000,-
Goodwill Rp 100.000.000,-
Hutang Rp 300.000.000,-
Kas Rp 500.000.000,-
Dalam mencatat akuisisi dapat dilakukan dengan mendebet atau
mengkredit masing-masing akun dari aset yang dapat diidentifikasi dan
hutang berdasarkan nilai wajar saat ini. Contoh diatas terlihat adanya
goodwill yang positif karena pembayaran melebihi nilai bersih dari aktiva
Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto
54

dan dapat terjadi pembayaran lebih kecil daripada nilai bersih aktiva yang
diterima sehingga terjadi goodwill negatif.
Penilaian goodwill
Secara umum perusahaan yang akan dijual ditawarkan dengan
harga yang lebih besar dari nilai buku atas aktiva bersih yang dimiliki. Hal
ini terjadi karena (a) nilai buku yang terdapat dalam neraca menggunakan
data historis, sedangkan nilai sekarang adalah menggunakan harga wajar
sehingga terdapat perbedaan dan (b) aktiva tidak berwujud yang dapat
diidentifikasi kemungkinan langsung dibebankan dalam biaya seperti biaya
riset dan pengembangan.
Penilaian goodwil pada dasarnya dapat dilakukan dengan dua
pendekatan yaitu dari nilai bersih aktiva perusahaan dan kemampuan
perusahaan untuk memperoleh keuntungan abnormal. Cara pertama : nilai
goodwil dapat diketahui dengan cara menilai kemungkinan suatu
perusahan dapat dibeli dibandingkan dengan nilai bersih aktiva yang
dimiliki oleh perusahaan. Nilai bersih aktiva suatu perusahaan diperoleh
dengan cara mengurangi jumlah aktiva dengan seluruh utang yang ada.
Hal ini akan mengalami kesulitan karena kemungkinan ada aktiva tetap
berwujud yang tidak terindenfikasi dalam laporan keuangan perusahaan
yang akan diakuisisi. Cara kedua: penilaian goodwil dilakukan. Dengan
pendekatan keuntungan abnormal selanjutnya dapat diperkirakan nilai
goodwill.
Sebagai contoh, misalnya PT HMSP pada awal tahun 2004
merencanakan mengakuisisi PT Alfa dan neraca akhir Desember 2003
sebagai berikut :
Aktiva lancar Rp 300.000.000,- Hutang lancar Rp 250.000.000,-
Aktiva lainnya Rp 400.000.000,- Hutang jk. panjang Rp 200.000.000,-
Modal pemilik Rp 250.000.000,-
Rp 700.000.000,- Rp 700.000.000,-

Informasi lain atas laporan keuangan tersebut yaitu (a) nilai wajar dari
aktiva lainnya adalah Rp 450.000.000,- karena harga tanah ada kenaikan
dan yang dineraca atas dasar harga histories dan (b) perusahaan telah
mengembangkan piranti lunak dengan biaya sebesar Rp 50.000.000,- tapi
tidak dicatat sebagai aktiva.
Pada tahun 2004 PT Alfa diperkirakan akan memperoleh
keuntungan sebesar Rp 60.000.000,- dan tingkat keuntungan investasi
dengan kondisi normal atas industri ritel per tahun adalah sebesar 10 %.
Atas dasar informasi tersebut dapat ditentukan nilai wajar dari PT Alfa
yaitu
Keuntungan
Nilai wajar perusahaan 
Tingkat pengembalian investasi

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


55

Rp 60.000.000,-

10 %
= Rp. 600.000.000,00
Perhitungan nilai goodwill adalah sebagai berikut :
Nilai wajar perusahaan diperkirakan sebesar Rp 600.000.000,-
Dikurangi
- Nilai buku aktiva bersih (ekuiti) Rp 250.000.000,-
- Kelebihan nilai wajar aktiva atas nilai buku
Rp 200.000.000,-
(Rp 450.000.000,- – Rp 250.000.000,-)
- Nilai wajar aktiva tetap tidak berwujud yang
Rp 50.000.000,-
tidak dicatat
(Rp 500.000.000,-)
Nilai aktiva bersih yang dapat diidentifikasi
Rp 100.000.000,-
atau Goodwill

Tahapan menentukan nilai goodwill


Dalam rangka membeli suatu perusahaan dengan menggunakan
konsep keuntungan kaitannya dengan penentuan nilai goodwill, maka ada
beberapa tahapan yang perlu dipertimbangkan yaitu :
1. memprediksi keuntungan rata-rata masa yang akan datang
berdasarkan aktiva bersih yang dapat diidentifikasi
2. memprediksi tingkat pengembalian investasi atas dasar aktiva bersih
yang dapat diidentifikasi
3. menaksir nilai wajar saat ini atas aktiva bersih yang teridentifikasi
4. menghitung kelebihan keuntungan tahunan
5. memprediksi lama kelebihan keuntungan tahunan
6. menghitung nilai sekarang atas prediksi kelebihan keuntungan
tahunan
7. menghitung harga beli atas perusahaan yang akan diakuisisi
8. menganalisis tingkat sensitivitas
Berdasarkan kedelapan langkah tersebut, maka berikut ini
dijelaskan aplikasi dari tahapan tersebut.
Tahap 1 : Memprediksi keuntungan periode yang akan datang
Untuk dapat membuat prediksi keuntungan yang akan diperoleh
untuk beberapa tahun yang akan perlu mengevaluasi kondisi eksternal
dan internal. Kondisi eksternal dapat mencakup perkembangan industri
sejenis, kebijakan pemerintah di bidang ekonomi dan industri,
perkembangan teknologi, pesaing, selera konsumen dan lain-lain.
Sedangkan kondisi internal dapat mencakup kebijakan manajemen,
produktivitas karyawan dan kemampuan memperoleh keuntungan.
Dalam hubungannya dengan kemampuan mendapatkan
keuntungan beberapa tahun yang lalu perlu dianalisis mengenai :
(a) perkembangan elemen pendapatan dan biaya di luar operasi dan
Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto
56

pengaruh dari penggunaan prinsip akuntansi dan (b) kemungkinan adanya


penyesuaian karena adanya perubahan penggunaan metode persediaan
dan penyusutan serta amortisasi.
Berikut ini contoh langkah untuk memprediksi keuntungan dengan
menggunakan data 5 tahun yang lalu dari keuangan PT Alfa.
Rata-rata keuntungan per tahun Rp 1.000.000,-
Rata-rata harga pokok penjualan Rp 430.000,-
Rata-rata biaya operasi Rp 300.000,-
Perkiraan kenaikan gaji Rp 80.000,-
Perkiraan kenaikan penyusutan dengan
Rp 30.000,-
dasar nilai wajar
Perkiraan kenaikan amortisasi Rp 10.000,-
Perkiraan biaya (Rp 850.000,-)
Perkiraan keuntungan yang diharapkan Rp 150.000,-
Perkiraan pajak penghasilan Rp 40.000,-
Keuntungan yang diharapkan per tahun Rp 110.000,-

Dalam membuat proyeksi keuntungan yang akan diperoleh oleh


perusahaan ada beberapa penyesuaian yaitu kenaikan gaji, penyusutan
dan amortisasi agar dapat diperoleh hasil yang lebih akurat.
Tahap 2 : Memprediksi tingkat keuntungan
Menentukan tingkat keuntungan yang diharapkan atas rencana
pembelian perusahaan pada aktiva yang dapat didentikasi berdasarkan
resiko investasi dan alternatif investasi yang ada. Untuk tujuan tersebut,
maka perlu melakukan analisis dengan cara melakukan penyesuaian nilai
aktiva yang dapat diidentifikasi dan metode penentuan persediaan yang
digunakan atas : (a) data keuangan perusahaan yang akan dibeli dan (b)
mencari data laporan keuangan perusahaan yang sejenis. Apabila kedua
langkah tersebut telah dilakukan diperbandingkan, maka dapat ditentukan
tingkat keuntungan yang diharapkan, misalnya rata-rata tingkat
keuntungannya adalah 10 % setelah pajak penghasilan.
Tahap 3 : Menentukan nilai wajar saat ini atas aktiva bersih yang
dapat diidentifikasi
Pencatatan akuntansi umumnya mendasarkan pada data historis
yang sudah pasti sangat berbeda dengan nilai wajar saat ini, misalnya
harga bangunan 5 tahun yang lalu akan berbeda dengan harga pasar saat
ini. Hal ini akan berakibat beban penyusutan dengan menggunakan harga
saat ini akan menjadi lebih besar dibanding dengan menggunakan dasar
harga historis.
Demikian pula penggunaan penentuan nilai persediaan dengan
metode LIFO akan berakibat nilai persediaan menjadi lebih kecil bila
dibandingkan dengan nilai wajar saat ini terutama apabila harga barang
cenderung naik.

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


57

Berikut ini contoh penilaian kembali atas aktiva yang dapat


diidentifikasi yang dimiliki oleh PT Alfa
Nilai buku aktiva bersih yang dapat diidentifikasi Rp 650.000,-
Revaluasi nilai persediaan dengan metode FIFO Rp 50.000,-
Kenaikan cadangan piutang tak tertagih (Rp 40.000,-)
Revaluasi nilai wajar atas tanah, bangunan, kendaraan Rp 250.000,-
Nilai wajar pengembangan internal Rp 40.000,-
Nilai aktiva bersih teridentifikasi Rp 950.000,-

Tahap 4 : Menghitung kelebihsn keuntungan tahunan


Besarnya kelebihan keuntungan tahunan dihitung dari prediksi
keuntungan dimasa yang datang dikurangi dengan tingkat keuntungan
normal dikalikan nilai aktiva bersih saat ini.
Rata-rata tingkat keuntungan yang diharapkan – Tahap 1 Rp 110.000,-
Keuntungan dari nilai wajar = 10 % x Rp 960.000,- Rp 95.000,-
Perkiraan kelebihan keuntungan tahunan Rp 15.000,-

Tahap 5 : Memprediksi lama kelebihan keuntungan tahunan


Setelah pembelian suatu perusahaan perlu diperkirakan lama
kelebihan keuntungan tahunan atau keuntungan di atas normal dapat
dicapai, karena masa depan penuh ketidakpastian. Dengan adanya
perubahan tekhnologi kemungkinan keuntungan akan dapat ditingkatkan
atau perhitungan yang dilakukan sebelumnya mudah untuk dicapai.
Sebaliknya kemungkinan perusahaan tidak dapat memanfaatkan
kesempatan dengan baik sehingga perkiraan keuntungan tidak tercapai
yang akhirnya bahwa goodwill mengalami keterbatasan umur. Untuk
kepentingan contoh di atas, PT Alfa diasumsikan kelebihan keuntungan
tahunan akan berakhir setelah 10 tahun dibeli oleh PT HMSP.
Tahap 6 : Menentukan nilai sekarang atas prediksi kelebihan
keuntungan tahunan
Hasil prediksi kelebihan keuntungan tahunan (goodwill) perlu
dihitung nilai sekarangnya agar dapat mencerminkan kondisi saat ini.
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
Prediksi kelebihan keuntungan tahunan Rp 15.000,-
Present value of annuity untuk jangka waktu 10 tahun
x 6,144567
(tahap ke 5) dan tingkat bunga 10 % (tahap 2) – lihat tabel
Nilai sekarang atas prediksi kelebihan keuntungan tahunan Rp 92.168,51

Tahap 7 : Menentukan nilai keseluruhan perusahaan


Nilai perusahaan merupakan nilai wajar seluruh aktiva yang dapat
diidentifikasi ditambah dengan nilai sekarang atas kelebihan keuntungan
tahunan atau goodwill. Dengan demikian nilai keseluruhan perusahaan
PT Alfa adalah
Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto
58

Nilai wajar aktiva bersih teridentifikasi Rp 950.000,-


Nilai sekarang atas prediksi kelebihan keuntungan tahunan Rp 92.168,51
Nilai perusahaan keseluruhan Rp 1.042.168,51

Tahap 8 : Menganalisis tingkat sensitivitas


Dalam rangka mempertimbangkan nilai perusahaan yang akan
dibeli kelebihan keuntungan tahunan yang akan diperoleh dimasa depan,
nilai wajar aktiva yang dapat diidentifikasi, tingkat pengembalian investasi
tahunan dan lama menikmati kelebihan keuntungan. Untuk melakukan
penawaran atas perusahaan yang akan dibeli perlu dipertimbangkan
tingkat sensitivitas atau resiko investasi yang nantinya dapat berpengaruh
pada tingkat pengembalian investasi tahunan yang akan diperoleh dimasa
depan. Apabila tingkat resiko perusahaan yang akan dibeli semakin besar,
maka tingkat pengembalian investasinya harus besar agar investasi dapat
cepat kembali dan sebaliknya resiko investasi kecil, maka tingkat
pengembalian dapat kecil. Dari contoh di atas, misalnya tingkat
pengembalian normal 10 %, karena PT Alfa bisnisnya mempunyai resiko
yang cukup besar maka tingkat pengembaliannya dinaikkan menjadi 20 %,
maka goodwillnya menjadi Rp 62,887.50 atau (Rp 15.000,- x 4,1925)
PERTANYAAN
a. Apa yang dimaksud dengan aktiva tetap tidak berwujud dan sebutkan
jenis-jenisnya ?
b. Jelaskan perbedaan antara aktiva tetap berwujud dengan aktiva tetap
tidak berwujud !
c. Berapa umur dari masing-masing aktiva tetap tidak berwujud ?
d. Jelaskan tentang tahapan pembuatan program komputer atau piranti
lunak dan klasisifikasi perkiraan yang ada kaitannya dengan tahapan
pembuatan tersebut !
e. Jelaskan apa yang dimaksud dengan goodwill !
f. Jelaskan langkah-langkah untuk menentukan goodwill !
LATIHAN
1. Pada awal tahun 2003 PT Mobilindo membeli paten dengan harga
Rp 55.400.000,- dengan sisa umur 12 tahun dan diperkirakan dapat
digunakan untuk jangka waktu 8 tahun. Pada awal tahun 2006
perusahaan membayar Rp 6.000.000,- kepada penemunya sebagai
ganti rugi atas klaim pelanggaran penggunaan paten yang telah
dilakukan oleh perusahaan. Buatlah jurnal yang diperlukan (a) harga
perolehan paten, (b) pembayaran denda sebesar Rp 6.000.000,- dan
(c) amortisasi paten tahun 2006.
2. Perusahaan A sedang melakukan negosiasi pembelian perusahaan B
Rata-rata keuntungan yang diperoleh perusahaan B beberapa tahun
yang lalu adalah Rp 50.000.000,- per tahun. Menurut manajer

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


59

perusahaan A memprediksi bahwa keuntungan perusahaan B dapat


ditingkatkan menjadi 30 %. Sedangkan keuntungan normal
perusahaan B tiap tahunnya adalah Rp 40.000.000,-. Berdasarkan
data tersebut saudara diminta untuk menentukan besarnya goodwill
bila (a) goodwill akan sebesar jumlah kelebihan keuntungan di atas
normal yang diterima selama 5 tahun dan (b) kelebihan keuntungan di
atas normal dikapitalisasi sebesar 12,5 %.

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


60

BAB 6
UTANG JANGKA PANJANG

PENGANTAR
Utang yang tidak membutuhkan dana dari aktiva lancer disebut dengan
utang jangka panjang dan dalam neraca dicatat secara terpisaha dengan
utang lancar. Secara umum utang jangka panjang dapat meliputi utang
obligasi, utang wesel jangka panjang, utang hipotik dan utang jangka
panjang lainnya.
Utang jangka panjang biasanya didasarkan pada perjanjian yang dibuat
secara rinci tentang hak dan kewajiban yaitu yang meminjam dan memberi
pinjaman. Isi perjanjian dapat berupa provisi yang dihitung dari jumlah
pinjaman, tingkat bunga, jatuh tempo pelunasan kewajiban, tanggal
pembayaran bunga, janji untuk menjamin keamanan pinjaman dan
berbagai ketentuan untuk peminjam. Pinjaman agar dapat terjamin aman
terjamin, peminjam dapat memberi agunan yang berupa harta tidak
bergerak seperti tanah, bangunan dan mesin.
ALASAN MENGELUARKAN UTANG JANGKA PANJANG
Dalam rangka memenuhi kebutuhan dana untuk perluasan usaha atau
modal kerja, perusahaan dapat memperoleh dari beberapa sumber.
Sedangkan alasan mengenai perusahaan memilih menerbitkan utang
jangka panjang adalah :
a. Tidak mempunyai alternatif sumber pembiayaan yang lain. Hal ini
terjadi karena perusahaan mungkin menganggap bahwa utang jangka
yang paling rendah resikonya.
b. Utang jangka panjang dianggap berbunga lebih rendah:
c. Tidak ada hak suara bagi yang meminjamkan dana
UTANG OBLIGASI
Obligasi merupakan surat berharga tanda utang dari pihak yang
menerbitkannya (issuer) dan investor (holder) sebagai pembelinya.
Penerbit setuju untuk membayar obligasi sebesar nilai nominal saat
obligasi jatuh tempo dan membayar bunga secara periodik dengan tingkat
bunga tertentu dari nominal. Obligasi dapat dibedakan menjadi delapan
jenis yaitu :
1. Penerbitnya
2. Sistem pembayaran bunga

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


61

3. Jaminan yang disediakan oleh penerbit obligasi


4. Tempat penerbitan atau tempat perdagangan
5. Peringkat (Rating)
6. Callable bonds (pembelian kembali)
7. Konversi (convertible bonds)
8. Obligasi berseri (Serial bonds)
Penerbit Obligasi
Di Indonesia obligasi dapat diterbitkan oleh beberapa pihak yaitu
(a) Pemerintah, (b) Perusahaan milik negara – BUMN, misalnya PLN,
Pegadain dan lain-lain, dan (c) Perusahaan swasta, misalnya PT Citra
Marga Nusaphala Persada, PT Astra Internasional dan lain-lain.
Sistem Pembayaran Bunga Obligasi
Bunga obligasi dapat menjadi salah satu instrument daya tarik bagi
investor untuk membeli obligasi yang diterbitkan oleh penerbitnya. Sistem
pembayaran bunga obligasi tiap perusahaan akan berbeda-beda yang
dapat disebabkan oleh kemampuan keuangannya dan resiko bisnis
perusahaan penerbit obligasi. Sistem pembayaran bunga obligasi dapat
dibedakan menjadi dua yaitu :
a. Coupon Bond. Untuk jenis obligasi ini penerbit obligasi akan
membayar bunga secara rutin, misalnya setiap tiga bulan, enam bulan
atau satu tahun dan di obligasi tersebut terdapat bagian yang dapat
disobek atau disebut dengan kupon obligasi yang digunakan untuk
mengambil bunga oleh pemegang obligasi (Investor) .
b. Zero Coupon Bond. Berbeda dengan coupon bond, jenis obligasi ini
penerbit obligasi tidak akan akan membayar bunga secara rutin tapi
akan bunga diberikan saat terjadi transaksi penjualan obligasi.
Misalnya harga nominal obligasi Rp 5.000.000,- per lembar dan dijual
dengan harga Rp 4.000.000,-. Jika obligasi telah jatuh tempo pihak
penerbit akan membayar sebesar nilai nominalnya.
Sedangkan besar kecilnya tingkat bunga yang diberikan oleh penerbit ada
beberapa jenis yaitu :
a. Bunga tetap (Fixed rate). Bunga obligasi dengan tingkat bunga yang
tetap dan ditentukan pada saat penjualan serta tidak ada perubahan
tingkat bunga sampai dengan obligasi jatuh tempo.
b. Bunga mengambang (Floating rate bond). Besar kecilnya bunga
tiap periodenya dapat berbeda-beda atau setiap kupon besarnya
dapat tidak sama. Secara umum penentuan bunga obligasi di
Indonesia biasanya berada di atas standar JIBOR (Jakarta Inter Bank
Offering Rate) atau LIBOR (London Inter Bank Offering Rate)
c. Bunga campuran (Mixed rate bond). Bunga obligasi jumlahnya
dapat tetap dan mengambang. Biasanya bunga obligasi pada awal

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


62

periode dengan menggunakan ketentuan bunga tetap dan selanjutnya


dengan menggunakan ketentuan bunga mengambang.
Tempat penerbitan atau perdagangan obligasi
Dilihat dari tempat penerbitan atau perdagangan obligasi dapat dibedakan
menjadi tiga yaitu (a) obligasi domestik (domestic bond) yaitu obligasi yang
diterbitkan oleh perusahaan / lembaga dalam negeri dan dipasarkan di
dalam negeri, misal obligasi PLN hanya dijual di Indonesia, (b) obligasi
asing (Foreign bond) yaitu obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan atau
lembaga asing dan hanya dipasarkan di negara tertentu, Yankee bond
diterbitkan dan dipasarkan hanya di Amerika Serikat dan (c) global bond
yaitu obligasi yang dapat diperdagangkan dimanapun.
Peringkat (Rating)
Obligasi biasanya dilakukan evaluasi secara menyeluruh oleh suatu
lembaga yang independen agar dapat membantu investor dalam
mengambil keputusan berinvestasi. Di Amerika ada dua lembaga
independen yang sudah dikenal yaitu Standar & Poor dan Moody’s serta
hasil peringkat obligasi ada dua jenis yaitu (a) investment-grade bond yaitu
obligasi yang dapat dikatakan layak untuk berinvestasi karena
peringkatnya , missal AAA, AA, dan A atau Aaaa, Aa dan A dan (b) Non-
investment-grade bond, yaitu suatu obligasi yang tidak layak untuk dibeli
karena bunga yang diberikan lebih tinggi, ada fasilitas ditarik kembali
sebelum jatuh tempo.
Callable feature (Pembelian kembali)
Dilihat dari segi dapat atau tidak dapat dibeli kembali sebelum jatuh tempo,
obligisi dapat dibedakan menjadi tiga yaitu
(a). Freely callable bond yaitu obligasi yang dapat ditarik kembali oleh
penerbitnya sebelum jatuh tempo apabila tingkat bunga obligasi lebih
tinggi dari pada tingkat bunga yang berlaku umum. Untuk dapat
menarik kembali obligasi yang telah beredar,maka penerbit
memberikan konpensasi yang disebut dengan call agio. Sedangkan
jumlah yang dibayarkan adalah nilai nominal dan call agio disebut
dengan call price.
(b). Noncallable bond yaitu obligasi yang tidak dapat dibeli kembali oleh
penerbitnya sebelum jatuh tempo.
(c). Deffered callable bond yaitu obligasi campuran antara freely dan
noncallable terutama dengan batasan periode tertentu.
Konversi (Convertible / Exchangeable bond)
a. Convertible bond yaitu suatu obligasi yang dapat ditukar dengan
saham yang dikeluarkan oleh penerbit obligasi atau saham
perusahaan lain yang dimiliki oleh penerbit obligasi.

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


63

b. Nonconvertible bond yaitu obligasi yang tidak dapat ditukar dengan


saham kecuali pada saat jatuh tempo ditukar dengan nilai nominalnya.
Obligasi berseri (Serial bonds)
Obligasi yang dikeluarkan saat yang sama akan tetapi dalam pelunasan
dilakukan secara bertahap dengan tanggal yang berbeda.
PENJUALAN OBLIGASI
Perusahaan yang menerbitkan obligasi biasanya menjual obligasinya tidak
secara langsung kepada para pembeli tapi melalui penjamin
(underwriter).dengan cara memberi komisi. Harga jual obligasi akan
sangat tergantung pada ketentuan dari obligasi yang ditawarkan dan
kondisi umum pasar obligasi, tingkat resiko obligasi dan harapan kondisi
ekonomi. Yield (bunga efektif) adalah bunga pasar obligasi yang
sesungguhnya terjadi dan besarnya dapat berbeda dengan yang
tercantum dalam obligasi. Ada tiga alternatif yang mungkin dihadapi oleh
perusahaan yang menjual obligasi yaitu :
1. Jika bunga efektif (yield) sama besarnya dengan bungai yang tertera
dalam obligasi, maka pembeli obligasi akan membayar sebesar harga
nominal atau obligasi dijual sebesar nominal.
2. Jika bunga efektif (yield) lebih besar dari bunga yang tertera dalam
obligasi, maka pembeli akan membayar lebih kecil dari nilai nominal
atau obligasi dijual dengan disagio.
3. Jika bunga efektif (yield) lebih kecil dari bunga yang tertera dalam
obligasi, maka pembeli akan membayar lebih besar dari nilai nominal
atau obligasi dijual dengan agio.
Sebagai contohnya, apabila PT CMNP menerbitkan obligasi dengan nilai
nominal Rp 10.000.000,- per lembar dijual dengan kurs 103 % (bunga
efektif lebih kecil dari bunga yang tertera dalam obligasi) atau
Rp 10.300.000,- sehingga ada agio sebesar Rp 300.000,00. Alternatif lain
yaitu bila dijual dengan kurs 95 % (bunga efektif lebih besar daripada
bunga yang tertera dalam obligasi) atau Rp 9.500.000,- sehingga ada
diskon sebesar Rp 500.000,-.
Berdasarkan alternatif tersebut di atas dapat diringkas sebagai berikut :
Penjualan
Yield dibandingkan Bunga selama umur obligasi
Obligasi
Agio Yield < Bunga obligasi Biaya bunga < Bunga yang dibayar
Nilai Nominal Yield = Bunga obligasi Biaya bunga < Bunga yang dibayar
Disagio Yield > Bunga obligasi Biaya bunga > Bunga yang dibayar

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


64

Pencatatan Penerbitan Obligasi


Pada saat penjualan obligasi, perusahaan akan mencatat di kredit sebesar
nilai nominal obligasi dalam rekening Utang Obligasi dan jika terjadi agio
atau disagio dicatat dalam rekening terpisah. Sebagai contoh bila PT
CMNP menjual obligasi dengan nilai nominal Rp 100.0000.000,- dengan
kurs 102 %, maka pencatatan penjualan obligasi sebagai berikut :
Kas (Rp 100.000.000,- x 102 %) Rp 102.000.000,-
Utang obligasi Rp 100.000.000,-
Agio – obligasi Rp 2.000.000,-
Agio akan diamortisasi selama umur obligasi dan nilai buku obligasi adalah
sebesar nilai nominal ditambah dengan agio yang belum diamortisasi.
Dalam penjualan obligasi dapat juga menggunakan dasar perhitungan
tingkat bunga efektif (bunga menurut permintaan yang ada di pasar
obligasi). Dengan contoh di atas, misalnya obligasi PT CMNP dengan niilai
nominal Rp 100.000.000,- dan yang dibayar kembali dalam jangka waktu 5
tahun dengan bunga 7 % yang dibayar tiap semester atau Rp 3.500.000,-
(Rp 100.000.000,- x 7 % x 6 bulan / 12 bulan). Apabila bunga efektif yang
berlaku di pasar adalah 6 % atau 8 %, maka hasil penjualan yang akan
diterima oleh penerbit obligasi adalah sebagai berikut :
Present value dari nominal = Nominal x PV i % / umur obligasi = Rp A
Present value of Annuity = Bunga x PV of A i % efektif / umur
= Rp B
dari 6 bulan
Jumlah yang diterima dari penjualan obligasi = Rp A + B

a. Tingkat bunga efektif 6 %


- Present value dari Rp 100.000.000,-
Jatuh tempo 5 tahun dan bunga 6 % = Rp 100.000.000,- x 0,7473 = Rp 74.730.000,00
- Present value dari bunga Rp 3.500.000,-
Tiap 6 bulan untuk 5 tahun dengan = Rp 3.500.000,- x 8,5302 = Rp 29.855.709,93
bunga efektif 6 % (3 % per semester)
Hasil penjualan obligasi = Rp 104.585.709,93
Nilai nominal obligasi = Rp 100.000.000,00
Agio utang obligasi = Rp 4.585.709,93
===============
Catatan :
- Present value nomoinal = PV 6 % , 5 tahun = 0,7473 (lihat tabel present value)
- Present value of annuity dari bunga = PVofA 3 %, 10 tahun = 8,5302, disini dihitung 3 %
karena pembayaran bunga dilakukan setiap 6 bulan jadi 6 % dibagi 2 atau 3 % dan lamanya
juga 5 tahun dibagi 2 atau 10 periode ( lihat ditabel present value of annuity )

Jurnal penjualan yang dibuat dengan tingkat bunga efektif 6 % adalah


Kas Rp 104.585.709,93
Utang obligasi Rp 100.000.000,-
Agio – Utang obligasi Rp 4.585.709,93

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


65

b. Tingkat bunga efektif 8 %


- Present value dari Rp. 100.000.000,00
jatuh tempo 5 tahun dan bunga 8 % = Rp 100.000.000,00 x 0,6806 = Rp 68.060.000,00
- Present value dari bunga Rp 3.500.000,00
Tiap 6 bulan untuk 5 tahun dengan = Rp 3.500.000,00 x 8,111 = Rp 28.388.135,23
bunga efektif 8 % (4 % per semester)
Hasil penjualan obligasi = Rp 96.448.135,23
Nilai nominal obligasi = Rp 100.000.000,00
Agio utang oblgiasi = Rp 3.551.864,77
===============

Jurnal penjualan yang dibuat dengan tingkat bunga efektif 8 % adalah


Kas Rp 96.448.135,23
Disagio – Utang obligasi Rp 3.551.864,77
Utang bunga Rp 100.000.000,00
Penerbitan Obligasi Diantara Tanggal Pembayaran Bunga
Penjualan obligasi dapat terjadi setelah tanggal pembayaran bunga,
penjual mempunyai kewajiban membayar bunga sejak obligasi terjual atau
beredar di pasaran. Apabila obligasi dijual di antara tanggal pembayaran
bunga maka penjual akan menarik utang bunga yang belum dibayar
kepada pembeli yaitu dari tanggal pembayaran bunga hingga tanggal
penjualan obligasi. Bunga yang diterima dari pembeli akan dicatat sebagai
Biaya Bunga yang dihitung dari tingkat bunga obligasi dikalikan dengan
nominal. Secara ringkas kondisi tersebut dapat digambarkan sebagai
berikut :

Tanggal Pembayaran Tanggal Penjualan Tanggal Pembayaran


Bunga Obligasi Bunga (6 bulan)

Misal 2 bulan Misal 4 bulan


Bunga sebelum penjualan Bunga setelah penjualan
Periode A Periode B

Bunga yang ditarik dari Perusahaan membayar


Pembeli saat penjualan bunga untuk periode A
periode A dan B (untuk 6 bulan)
Jumlah bunga bersih yang dibayarkan
Oleh perusahaan adalah Periode B

Sebagai contoh, misalnya pada tanggal 1 Maret 2003, PT GGRM menjual


obligasi Rp 800.000,00 jatuh tempo 10 tahun dengan bunga 12 %.
Pembayaran bunga dilakukan setiap tanggal 1 Januari dan 1 Juli. Biaya
bunga yang ditarik dari pembeli adalah periode 1 Januari sampai dengan
1 Maret atau 2 bulan yaitu Rp 16.000,- (Rp 800.000,00 x 12 % x 2 / 12
bulan). Jurnal yang dibuat oleh perusahaan saat penjualan pada tanggal
1 Maret 2003 adalah :
Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto
66

Kas Rp 816.000,00
Utang obligasi Rp 800.000,00
Biaya bunga Rp 16.000,00
Jurnal saat membayar bunga untuk 6 bulan pada 1 Juli 2003 adalah
Biaya bunga (Rp 800.000,- X 12 % x 6 / 12) Rp 48.000,00
Kas Rp 48.000,00
Dengan demikian biaya bunga yang dibayar oleh perusahaan adalah
Rp 32.000,00 (Rp 48.000,00 – Rp 16.000,00)
Apabila bunga yang diminta dari pembeli saat penjualan obligasi dicatat
dengan utang bunga, maka jurnal yang dibuat adalah sebagai berikut :
Kas Rp 816.000,00
Utang obligasi Rp 800.000,00
Utang bunga Rp 16.000,00
Jurnal saat membayar bunga untuk 6 bulan pada 1 Juli 2003 adalah
Biaya bunga (Rp 800.000,- X 12 % x 4 / 12) Rp 32.000,00
Utang bunga Rp 16.000,00
Kas Rp 48.000,00
AMORTISASI DISAGIO DAN AGIO OBLIGASI
Penjualan obligasi dapat terjadi adanya disagio atau agio karena adanya
perbedaan antara bunga efektif (bunga yang terjadi di pasar) dengan
bunga yang tercantum dalam obligasi. Pembayaran bunga dilakukan oleh
perusahaan dengan menggunakan dasar perhitungan tariff bunga sesuai
dengan yang tercantum dalamobligasi dikalikan dengan nominal. Biaya
bunga yang ada di laporan keuangan harus mencerminkan jumlah biaya
bunga yang didasarkan tingkat bunga efektif dan nilai buku
obligasi.Jumlah biaya bunga efektif dihitung dari perkalian antara tingkat
bunga efektif (yield) dengan nilai buku obligasi. Untuk melakukan
amortisasi disagio dan agio ada metode yaitu metode garis lurus dan
metode bunga efektif.
Metode Garis Lurus
Asumsi yang mendasari metode ini adalah pembayran bunga tiap periode
akan sama besarnya. Dengan demikian amortissi agio dan disagio dengan
menggunakan metode garis lurus besarnya akan sama untuk selama umur
obligasi.
Disagio Obligasi
Disagio obligasi terjadi bila hasil penjualan obligasi lebih kecil dari nilai
nominal obligasi. Hal ini dapat terjadi karena bunga obliigasi lebih kecil dari
bunga efektif yang terjadi di pasar.Sebagai contoh, misalnya PT Alfa pada
tanggal 1 Januari 2003 menjual obligasi dengan harga Rp 92.639.912,95
Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto
67

dan nominal Rp 100.000.000,00. Tingkat bunga obligasi adalah 10 % yang


dibayarkan tiap tanggal 30 Juni dan 31 Desember serta jatuh tempo
obligasi 31 Desember 2007 atau umur obligasi 5 tahun. Bunga obligasi
yang berlaku di pasar adalah sebesar 12 %
Pencatatan yang dilakukan pada tanggal 1 Januari 2003 adalah :
Kas Rp 92.639.912,95
Disagio Utang obligasi Rp 7.360.067,05
Utang bunga Rp 100.000.000,00
Disagio sebesar Rp 7.360.067,05 dihitung dengan cara sebagai berikut :
Present value nominal Rp 100.000.000,00 x 0,5584 1) Rp 55.839.477,69
Present value bunga Rp 6.000.000,00 2) x 7,36009 3) Rp 36,800,435.26
Harga jual Rp 92.639.912,95
Nilai nominal obligasi Rp 100.000.000,00
Disagio Utang Obligasi Rp 7.360.067,05
1) Present value untuk 10 semester dan bunga efektif 6 % (12 % dibagi 2)
2) Bunga = Rp 100.000.000,00 x 10 % x 6 / 12 bulan
3) Present value of annuity untuk 10 semester dan bunga efektif 6 %

Penerimaan kas sebesar Rp 92.639.912,95 terdiri dari present value


obligasi dengan tingkat bunga 12 % yaitu Rp 55.839.477,69
(Rp 100.000.000,00 x 0,5584) ditambah dengan present value of annuity
dari pembayaran bunga tiap semester yaitu Rp 36.800.435,26
(Rp 100.000.000,00 x 10 % x 6 / 12 x 7,36009)
Mencatat pembayaran bunga pada 30 Juni 2003 adalah sebagai berikut :
Biaya Bunga Rp 5.736.008,71
Disagio utang obligasi Rp 736.008,71
Kas Rp 5.000.000,00
Bunga yang dibayarkan oleh perusahaan terdiri dari biaya bunga selama
satu semester ditambah dengan amortisasi disagio tiap semester.
Sedangkan tabel amortisasi disagio obligasi dengan metode garis lurus
adalah sebagai berikut :

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


68

Amortisasi
Kas Biaya Bunga
Tanggal Disagio Nilai Buku Obligasi
Kredit Debet
Kredit
A B = Nominal x C = Disagio / D=B+C E = Nilai buku awal
12 % x 6/12 bln 10 periode +C
1 Jan 03 Rp 92,639,912.95
30 Jun 03 Rp 5,000,000.- Rp 736,008.71 Rp 5,736,008.71 Rp 93,375,921.65
31 Des 03 Rp 5,000,000.- Rp 736,008.71 Rp 5,736,008.71 Rp 94,111,930.36
30 Jun 04 Rp 5,000,000.- Rp 736,008.71 Rp 5,736,008.71 Rp 94,847,939.06
31 Des 04 Rp 5,000,000.- Rp 736,008.71 Rp 5,736,008.71 Rp 95,583,947.77
30 Jun 05 Rp 5,000,000.- Rp 736,008.71 Rp 5,736,008.71 Rp 96,319,956.47
31 Des 05 Rp 5,000,000.- Rp 736,008.71 Rp 5,736,008.71 Rp 97,055,965.18
30 Jun 06 Rp 5,000,000.- Rp 736,008.71 Rp 5,736,008.71 Rp 97,791,973.88
31 Des 06 Rp 5,000,000.- Rp 736,008.71 Rp 5,736,008.71 Rp 98,527,982.59
30 Jun 07 Rp 5,000,000.- Rp 736,008.71 Rp 5,736,008.71 Rp 99,263,991.29
31 Des 07 Rp 5,000,000.- Rp 736,008.71 Rp 5,736,008.71 Rp 100,000,000.00

Nilai buku obligasi yaitu hasil penjualan pada 1 Januari 2003 ditambah
dengan amortisasi disagio tiap semester dan akhirnya pada 31 Desember
2007 nilai buku obligasi akan sama besarnya dengan nilai nominal
obligasi.
Agio Obligasi
Agio obligasi terjadi apabila hasil penjualan obligasi lebih besar dari nilai
nominal obligasi. Hal ini dapat terjadi karena bunga obliigasi lebih besar
dari bunga efektif yang terjadi di pasar
Sebagai contoh, PT Alfa pada tanggal 1 Januari 2003 menjual obligasi
dengan harga Rp 96.448.135,23 dan nominal Rp 100.000.000,00.
Tingkat bunga obligasi adalah 10 % yang dibayarkan tiap tanggal 30 Juni
dan 31 Desember serta jatuh tempo obligasi 31 Desember 2007
atau umur obligasi 5 tahun. Bunga obligasi yang berlaku di pasar adalah
sebesar 8 %
Pencatatan yang dilakukan pada tanggal 1 Januari 2003 adalah:
Kas Rp 108.110.895,78
Utang Obligasi Rp 100.000.000,00
Agio obligasi Rp 8.110.895,75
Hasil penjualan obligasi dengan bunga efektif 8 % sebesar
Rp 108.110.895,78 yang terdiri dari present value obligasi dengan tingkat
bunga efektif 8 % yaitu Rp Rp 67.556.416,78 (Rp 100.000.000,00 x
0,6756) ditambah dengan present value of annuity dari pembayaran bunga
tiap semester yaitu Rp 40.554.478,90 (Rp 100.000.000,00 x 10 % x 6 / 12
x 8,11090)
Mencatat pembayaran bunga pada 30 Juni 2003 adalah sebagai berikut :

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


69

Biaya bunga Rp 4.188.910,42


Agio obligasi Rp 811.089,58
Kas Rp 5.000.000,00
Bunga yang dibayarkan oleh perusahaan terdiri dari biaya bunga selama
satu semester dikurangi dengan amortisasi agio tiap semester. Dengan
adanya agio obligasi, maka jumlah pembayaran bunga akan menjadi lebih
kecil.
Sedangkan tabel amortisasi agio obligasi dengan metode garis lurus
adalah sebagai berikut :
Kas Amortisasi Agio Biaya Bunga
Tanggal Nilai Buku Obligasi
Kredit Kredit Debet
A B = Nominal x C = Disagio / D=B+C E = Nilai buku awal
12 % x 6/12 bln 10 periode +C
1 Jan 03 Rp 108,110,895.78
30 Jun 03 Rp 5,000,000.- Rp 811,089.58 Rp 4,188,910.42 Rp 107,299,806.20
31 Des 03 Rp 5,000,000.- Rp 811,089.58 Rp 4,188,910.42 Rp 106,488,716.62
30 Jun 04 Rp 5,000,000.- Rp 811,089.58 Rp 4,188,910.42 Rp 105,677,627.05
31 Des 04 Rp 5,000,000.- Rp 811,089.58 Rp 4,188,910.42 Rp 104,866,537.47
30 Jun 05 Rp 5,000,000.- Rp 811,089.58 Rp 4,188,910.42 Rp 104,055,447.89
31 Des 05 Rp 5,000,000.- Rp 811,089.58 Rp 4,188,910.42 Rp 103,244,358.31
30 Jun 06 Rp 5,000,000.- Rp 811,089.58 Rp 4,188,910.42 Rp 102,433,268.73
31 Des 06 Rp 5,000,000.- Rp 811,089.58 Rp 4,188,910.42 Rp 101,622,179.16
30 Jun 07 Rp 5,000,000.- Rp 811,089.58 Rp 4,188,910.42 Rp 100,811,089.58
31 Des 07 Rp 5,000,000.- Rp 811,089.58 Rp 4,188,910.42 Rp 100,000,000.00

Pada kolom terakhir terlihat nilai buku obligasi semakin kecil yaitu sama
besarnya dengan nilai nominal, karena amortisasi agio obligasi tiap
semesternya akan mengurangi saldo hasil penjualan obligasi.
Metode Bunga Efektif
Dengan menggunakan metode bunga efektif, disagio atau agio di
amortisasi untuk biaya bunga yang dibayarkan tiap semester (periode)
tidak jumlahnya tidak akan sama besar.
Disagio Obligasi
Dengan adanya agio obligasi
menggunakan data seperti di atas, maka perhitungan amortisasi daripada
disagio obligasi dan pembayaran bunga per semester adalah sebagai
berikut :
Mencatat pembayaran bunga pada 30 Juni 2003 adalah sebagai berikut :
Biaya bunga Rp 5.558.394,78
Disagio utang obligasi Rp 558.394,78
Kas Rp 5.000.000,00

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


70

Bunga yang dibayarkan oleh perusahaan terdiri dari biaya bunga selama
satu semester ditambah dengan amortisasi disagio tiap semester.
Sedangkan tabel amortisasi disagio obligasi dengan menggunakan
metode bunga efektif adalah sebagai berikut :
Amortisasi
Kas Biaya Bunga
Tanggal Disagio Nilai Buku Obligasi
Kredit Debet
Debet
A B = Nominal x C = i efektif x NB D=B+C E = Nilai buku awal
12% x 6/12 bln +C
1 Jan 03 12% Rp 92,639,912.95
30 Jun 03 Rp 5.000.000,- Rp 5,558,394.78 Rp 558,394.78 Rp 93,198,307.73
31 Des 03 Rp 5.000.000,- Rp 5,591,898.46 Rp 591,898.46 Rp 93,790,206.19
30 Jun 04 Rp 5.000.000,- Rp 5,627,412.37 Rp 627,412.37 Rp 94,417,618.56
31 Des 04 Rp 5.000.000,- Rp 5,665,057.11 Rp 665,057.11 Rp 95,082,675.67
30 Jun 05 Rp 5.000.000,- Rp 5,704,960.54 Rp 704,960.54 Rp 95,787,636.21
31 Des 05 Rp 5.000.000,- Rp 5,747,258.17 Rp 747,258.17 Rp 96,534,894.39
30 Jun 06 Rp 5.000.000,- Rp 5,792,093.66 Rp 792,093.66 Rp 97,326,988.05
31 Des 06 Rp 5.000.000,- Rp 5,839,619.28 Rp 839,619.28 Rp 98,166,607.33
30 Jun 07 Rp 5.000.000,- Rp 5,889,996.44 Rp 889,996.44 Rp 99,056,603.77
31 Des 07 Rp 5.000.000,- Rp 5,943,396.23 Rp 943,396.23 Rp 100,000,000.00

Pada kolom D terlihat bahwa amortisasi Disagio obligasi tiap semesternya


semakin besar dan jumlah amortisasi itu digunakan untuk menambah
saldo awal obligasi sehingga nilai bukunya akan sama dengan nilai
nominalnya.
Agio Obligasi
Dalam menetukan besarnya amortisasi agio dengan metode bunga
efektif dan pembayaran bunga tiap semester masih menggunakan contoh
sebelumnya.
Mencatat pembayaran bunga pada 30 Juni 2003 adalah sebagai berikut :
Biaya bunga Rp 4.324.435,83
Agio Obligasi Rp 675.564,17
Kas Rp 5.000.000,00
Bunga yang dibayarkan oleh perusahaan terdiri dari biaya bunga
selama satu semester dikurangi dengan amortisasi agio tiap semester.
Dengan adanya agio obligasi, maka jumlah pembayaran bunga akan
menjadi lebih kecil.
Sedangkan tabel amortisasi agio obligasi dengan menggunakan metode
bunga efektif sebagai berikut :

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


71

Tanggal Kas Biaya Bunga Amortisasi Agio Nilai Buku Obligasi


Kredit Debet Debet
A B = Nominal x C = i efektif x NB D=B+C E = Nilai buku awal
12 % x 6/12 bln +C
1 Jan 03 Rp 108,110,895.78
30 Jun 03 Rp 5.000.000,- Rp 4,324,435.83 Rp 675,564.17 Rp 107,435,331.61
31 Des 03 Rp 5.000.000,- Rp 4,297,413.26 Rp 702,586.74 Rp 106,732,744.87
30 Jun 04 Rp 5.000.000,- Rp 4,269,309.79 Rp 730,690.21 Rp 106,002,054.67
31 Des 04 Rp 5.000.000,- Rp 4,240,082.19 Rp 759,917.81 Rp 105,242,136.86
30 Jun 05 Rp 5.000.000,- Rp 4,209,685.47 Rp 790,314.53 Rp 104,451,822.33
31 Des 05 Rp 5.000.000,- Rp 4,178,072.89 Rp 821,927.11 Rp 103,629,895.22
30 Jun 06 Rp 5.000.000,- Rp 4,145,195.81 Rp 854,804.19 Rp 102,775,091.03
31 Des 06 Rp 5.000.000,- Rp 4,111,003.64 Rp 888,996.36 Rp 101,886,094.67
30 Jun 07 Rp 5.000.000,- Rp 4,075,443.79 Rp 924,556.21 Rp 100,961,538.46
31 Des 07 Rp 5.000.000,- Rp 4,038,461.54 Rp 961,538.46 Rp 100,000,000.00

PENARIKAN OBLIGASI SEBELUM JATUH TEMPO


Perusahaan yang menjual obligasi dapat melakukan penarikan
obligasi sebelum jatuh tempo sesuai dengan ketentuan yang ada. Hal ini
terjadi karena perusahaan berusaha mengurangi beban utangnya dan
mengantisipasi perubahan pasar dimasa datang. Dengan adanya
penarikan kembali obligasi maka dapat terjadi untung atau rugi karena ada
perbedaan antara nilai buku obligasi dengan harga pasar obligasi. Nilai
buku obligasi adalah nilai nominal ditambah dengan agio yang belum
diamortisasi atau nominal obligasi dikurangi dengan disagio yang belum
diamortisasi. Oligasi yang ditarik nantinya dapat dijual lagi atau disebut
dengan treasury bonds dan dicatat di debet sebesar nilai nominal untuk
mengurangi rekening utang obligasi. Sedangkan obligasi yang ditarik tidak
akan dijual lagi, maka rekening utang obligasi didebet sebesar nominalnya.
Untuk memberikan gambaran yang jelas tentang penarikan obligasi,
maka contohnya adalah PT Garam pada 1 Januari 2000, menerbitkan
obligasi senilai Rp 100.000.000,00 dengan bunga 12 % yang dibayarkan
tiap 1 Januari dan 1 Juli dan kurs 97. Umur obligasi adalah 5 tahun dan
pada 30 Juni 2003 perusahaan menarik obligasi dengan kurs 105.
Amortisasi disagio menggunakan metode garis lurus.
Jurnal 30 Juni 2003
Biaya bunga Rp 6.300.000,00
Disagio obligasi (Rp 3.000.000,00 / 5 x ½) Rp 300.000,00
Utang bunga (Rp 100 juta x 12 % x ½ ) Rp 6.000.000,00
Jurnal penarikan obligasi 30 Juni 2003

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


72

Utang obligasi Rp 100.000.000,00


Utang bunga Rp 6.000.000,00
Rugi penerikan obligasi Rp 5.900.000,002)
Disagio obligasi Rp 900.000,001)
Kas Rp 111.000.000,00
1) Perhitungan nilai buku disagio obligasi
Disagio obligasi [Rp 100 juta x (100% - 97 %)] Rp 3.000.000,00
Amortisasi disagio 1 Jan 2000 – 30 Juni 2003
(Rp 3.000.000,00 / 5 th x 3,5 th) (Rp 2.100.000,00)
Nilai buku disagio Rp 900.000,00
===============
2) Perhitungan rugi penarikan obligasi
Penarikan obligasi ( Rp 100 juta x 105) Rp 105.000.000,00
Dikurangi : Nilai nominal Rp 100.000.000,00
Nilai buku disagio (Rp 900.000,00) Rp 99.100.000,00
-------------------------
Rugi penarikan obligasi Rp 5.900.000,00
===============
Dengan adanya penarikan obligasi sebelum jatuh tempo maka perusahaan
akan menderita rugi sebesar Rp 5.900.000,00
PERTANYAAN
1. Apa yang dimaksud dengan utang obligasi ?
2. Jelaskan alasan mengapa perusahaan menerbitkan utang obligasi !
3. Jelaskan delapan karakteristik dari utang obligasi !
4. Apa yang yang dimaksud dengan agio dan disagio utang obligasi ?
5. Sebutkan metode amortisasi agio dan disagio utang obligasi dan
jelaskan perbedaannya !
LATIHAN
1. PT Jasa Marga merencanakan menerbitkan obligsi pada 1 Maret 2003
senilai Rp 2 milyar, bunga 9 % yang jatuh tempo 10 tahun dan bunga
dibayarkan tiap tanggal 1 Januari dan 1 Juli. Diminta (a) menghitung
berapa hasil penjualan yang akan diterima oleh PT Jasa Marga bila
bunga efektif adalah 8 % dan 10 %, (b) membuat jurnal yang
diperlukan saat penjualan, (c) membuat jurnal pembayaran bunga
tahun 2003 beserta tabel amortisasinya bila diketahui dalam
amortisasi perusahaan menggunakan metode garis lurus
2. PT Liscom Internasional Tbk. pada 1 Januari 2002 menerbitkan
obligasi Rp 40.000.000,00 bunga 9 % yang dibayarkan tiap tanggal
1 Maret dan 1 September dan umur obligasi 15 tahun. Obligasi dijual
pada 1 Mei 2002 melalui underwriters dengan dua alternatif yaitu
(a) kurs jual 96 ditambah dengan utang bunga dan perusahaan

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


73

mencatat dengan Utang Bunga Obligasi dan (b) kurs penjualan adalah
104,45 ditambah dengan utang bunga dan perusahaan mencatat
dengan perkiraan Utang Bunga Obligasi
Diminta : membuat jurnal penerbitan obligasi, jurnal penyesuaian
tanggal 30 Juni dan jurnal pembayaran bunga dua semester
3. PT Delta pada 1 Januari 2003, menerbitkan obligasi senilai
Rp 100.000.000,00 dengan bunga 10 % yang dibayarkan tiap
1 Januari dan 1 Juli dan kurs 98. Umur obligasi adalah 10 tahun dan
pada 30 Juni 2007 perusahaan menarik obligasi dengan kurs 104.
Amortisasi disagio menggunakan metode garis lurus.

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


74

BAB 7
MODAL SAHAM

Sejalan dengan perkembangan perekonomian suatu negara, maka


pada gilirannya akan tumbuh perusahaan yang pengelolaannya terpisah
dengan harta pemili. Perusahaan yang demikian akan terlihat dengan jelas
terutama yang sudah listing di Bursa Efek Jajarta (BEJ). Sedangkan yang
belum tercatat di BEJ ada dua kemungkinan yaitu pengelolaan
perusahaannya belum dipisahkan secara jelas dengan harta pemiliknya
dan ada yang sudah terpisah.
JENIS PERUSAHAAN
Jenis perusahaan pada dasarnya dapat diklasifikasikan dalam
beberapa cara yaitu publik atau perorangan, terbuka dan tertutup dan
perusahaan lokal dan asing. Secara garis besar klasifikasi perusahaan
dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Perusahaan swasta dapat dibedakan menjadi enam yaitu
(a) Perusahaan Perorangan, (b) Perusahaan Perdata, (c) Firma, (c)
Commanditaire Vennootscap (CV), (d) Koperasi dan (e) Perseroan
Terbatas.
Untuk perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) ada dua
jenis yaitu bersifat tertutup dan terbuka. Jika PT terbuka berarti
perusahaan tersebut telah menjual sahamnya kepada masyarakat di
BEJ dan selanjutnya dapat disebut dengan Perusahaan Publik..
2. Badan Usaha Milik Negara / Daerah (BUMN / D) yaitu perusahaan
yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah baik Pusat maupun Daerah,
misalnya Pertamina
3. Perusahaan Domestik yaitu perusahaan yang dimiliki sepenuhnya
oleh warga negara dimana perusahaan itu beroperasi
4. Perusahaan Asing yaitu perusahaan beroperasi di suatu negara tapi
pemiliknya berada di negara lain
Dalam buku ini pembahasan akan lebih menekankan pada
perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas yang bersifat terbuka
terutama yang menerbitkan dan menjual sahamnya kepada masyarakat
melalui bursa efek.

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


75

MODAL SAHAM DAN HAK PEMEGANG SAHAM


Modal saham merupakan bagian saham yang diterbitkan oleh
perusahaan dan dimiliki oleh para pemegang saham. Pemegang saham
suatu perusahaan mempunyai hak yaitu (1) memperoleh bagian
keuntungan perusahaan yang dibagikan dalam bentuk dividen,
(2) mempunyai hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS),
(3) mempunyai hak memperoleh bagian dari aktiva tetap bila terjadi
likuidasi. Namun demikian hak yang dimiliki oleh pemegang saham
kemungkinan tidak sepenuhnya dapat diperoleh karena suatu kondisi yang
tidak memungkinkan, misalnya untuk pemegang saham suatu perusahaan
dengan jumlah yang dimiliki relatif kecil kemungkinan tidak dapat
memanfaatkan hak suaranya dalam RUPS.
Perusahaan menerbitkan saham untuk memperoleh uang tunai,
dijual secara angsuran, ditukar dengan aktiva, untuk kompensasi saham,
dan untuk transaksi lainnya. Secara umum saham yang diterbitkan oleh
perusahaan ada dua jenis yaitu saham biasa dan saham preferen. Saham
biasa yaitu surat berharga sebagai bukti penyertaan atau pemilikan
individu maupun instansi dalam suatu perusahaan. Sedangkan saham
preferen pada dasarnya mempunyai hak yang tidak sepenuhnya sama
dengan saham biasa.
Pengertian modal saham yang sering digunakan dalam modal
saham dan berhubungan dengan trnasksi yaitu :
a. Modal dasar (Authorized capital stock) yaitu jumla maksimum saham
yang dapat dikeluarkan oleh perusahaan untuk para pemegang
saham yang akan ikut ambil andil didalam suatu perusahaan
b. Modal ditempatkan (Issued capital stock) adalah modal yang sudah
dicadangkan untuk para pemegang saham sehingga para pemegeang
saham dapat menyetor sesuai dengan yang dicadangkan
c. Modal Saham yang beredar (Outstanding capital stock) merupakan
jumlah saham yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk pemegang
saham dan saat ini masih dipegang hingga tanggal tertentu.
d. Treasury stock adalah jumlah saham dari modal saham yang telah
dikeluarkan dan ditarik kembali dari pemegangnya.
e. Modal saham yang dipesan (Subscribed capital stock) merupakan
jumlah saham dari modal saham yang akan dikeluarkan oleh
perusahaan setelah pembeli melunasi saham yang telah dipesan.
PENJUALAN SAHAM
Perusahaan dalam menjual sahamnya kepada investor dapat
dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dijual tunai, dengan cara
dipesan, dikombinasikan antara saham biasa dan saham preferen, ditukar
dengan non kas dll. Jika penjualan saham terdiri dari saham biasa dan
saham preferen, maka dalam jurnal harus dipisahkan.

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


76

Penjualan Tunai
Perusahan dalam mengeluarkan saham biasanya dengan nilai
nominal. Umumnya penjualan saham oleh perusahaan dilakukan dengan
tunai. Sebagai contoh, misalnya PT Sirad mengeluarkan 2.000 lembar
saham biasa nominal Rp 1.000,00 dan harga pasar saham di pasar adalah
Rp 1.200,00. Perusahaan mencatat transaksi penjualan tersebut sebagai
berikut :
Kas Rp 2.400.000,00
Modal saham biasa (Rp 1.000 x 2000) Rp 2.000.000,00
Agio saham (Rp 1200 – Rp 1.000 x 2000) Rp 400.000,00
Pesanan Penjualan Saham
Dalam penjualan saham dapat terjadi dengan cara diangsur atau
penjualan secara pesanan. Dengan demikian investor akan membayar
sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat dengan perusahaan yang
menerbitkan saham. Biasanya penjualan dengan cara tersebut inversotr
diminta untuk memberi uang muka dan juga provisi untuk mengantisipasi
terjadi pembatalan karena ketidak mampuan membayar. Perusahaan
biasanya tidak akan memberikan saham kepada investor sebelum
kewajibannya dilunasi secara penuh.
Sebagai contohnya, misalnya PT Swara menjual saham biasa
dengan cara pesanan sebanyak 1.000 lembar dengan nominal Rp 1.000
per lembar saham dan harga pasar Rp 1.500,00 per lembar. Uang muka
yang harus dibayar oleh pembeli adalah Rp 300,00 per lembar saham dan
sisanya Rp 1.000,00 per lembar dibayar pada akhir bulan. Apabila pembeli
tidak dapat membayar perusahaan akan menjual sahamnya dengan harga
Rp 1.300,00 per lembar. Pencatatan yang dilakukan oleh perusahaan
adalah :
Kas (Rp 300,00 x 1000) Rp 300.000,00
Piutang pesanan saham biasa Rp 1.200.000,00
(Rp 1.200,00 x 1000)
Modal saham biasa dipesan Rp 1.000.000,00
(Rp 1.000,00 x 1000)
Agio saham Rp 500.000,00
Apabila pada akhir bulan investor hanya mampu membayar 900
lembar, maka jurnal yang dibuat sebagai berikut :
Kas (Rp 1.200,00 x 900) Rp 1.080.000,00
Piutang Pesanan Saham Biasa Rp 1.080.000,00
Modal saham Biasa Dipesan Rp 900.000,00
(Rp 1.000,00 x 900)
Modal Saham Rp 900.000,00

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


77

Pembatalan Pesanan Saham


Dalam penjualan saham dengan pesanan dapat terjadi pembeli
tidak dapat memenuhi kewajiban seperti yang telah diatur dalam
perjanjian. Dengan adanya kejadian tersebut, maka ada dua cara
perlakuan yaitu
(a) uang yang sudah diterima dikembalikan,
(b) uang yang sudah diterima dikembalikan dengan dikurangi biaya
penjualan kembali saham yang telah dipesan,
(c) memberikan saham sejumlah uang yang telah diterima, dan
(d) semua uang yang sudah diterima diangap hilang
Dengan menggunakan contoh di atas, bahwa pembeli tidak dapat
membayar 100 lembar saham yang telah dipesan, maka jurnal yang dibuat
dengan menggunakan ketentuan diatas adalah sebagai berikut :
(a) uang yang sudah diterima dikembalikan,
Modal saham yang dipesan Rp 100.000,00
(Rp 1.000,00 x 100)
Agio saham (Rp 500,00 x 100) Rp 50.000,00
Piutang pesanan saham ( Rp 1.200,00 x 100) Rp 120.000,00
Kas Rp 30.000,00(b)
(b) uang yang sudah diterima dikembalikan dengan dikurangi biaya
penjualan kembali saham yang telah dipesan,
Modal saham yang dipesan Rp 100.000,00
(Rp 1.000,00 x 100)
Agio saham (Rp 500,00 x 100) Rp 50.000,00
Piutang pesanan saham ( Rp 1.200,00 x 100) Rp 120.000,00
Utang pada pemesan saham Rp 30.000,00(b)
Kas (Rp 1.300,00 x 100) Rp 130.000,00
Utang pada pemesan saham Rp 20.000,00
Modal saham (Rp 1.000,00 x 100) Rp 100.000,00
Agio saham (Rp 1.500,00 – Rp 1.000,00 x100) Rp 50.000,00
Utang pada pemesan saham Rp 10.000,00
Kas (Rp 30.000,00 – Rp 20.000,00) Rp 10.000,00
(c) memberikan saham sejumlah uang yang telah diterima
Modal saham dipesan Rp 100.000,00
(Rp 1.000,00 x100)
Agio saham (Rp 500,00 x 100 ) Rp 50.000,00
Modal saham (Rp 1.000,00 x 30) Rp 30.000,00
Piutang pesanan saham (Rp 1.200 x 100) Rp 120.000,00

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


78

Kas [Rp 1.300,00 x (100 – 30)] Rp 91.000,00


Modal saham (Rp 1.000,00 x 70) Rp 70.000,00
Agio saham Rp 21.000,00
(d) semua uang yang sudah diterima dianggap hilang
Modal saham dipesan Rp 100.000,00
(Rp 1.000,00 x100)
Agio saham (Rp 500,00 x 100) Rp 50.000,00
Modal pembatalan saham (Rp 300) x 100) Rp 30.000,00
Piutang pesanan saham (Rp 1.200 x 100) Rp 120.000,00
Kas (Rp 1.300,00 x 100) Rp 130.000,00
Modal saham (Rp 1.000,00 x 100) Rp 100.000,00
Agio saham Rp 30.000,00
Kombinasi Penjualan Saham
Perusahaan dapat melakukan penjualan lebih dari dua jenis saham
yang berbeda dalam suatu transaksi. Hal ini terjadi untuk perusahaan yang
sahamnya telah diperjual-belikan secara luas, sehingga dengan
menggabungkan beberapa saham kedalam satu paket harga tertentu
dianggap akan lebih menarik bagi para investor. Kemungkinan perusahaan
menjual beberapa jenis surat berharga seperti saham biasa, saham
preferen dan obligasi dlam satu paket. Apabila perusahaan melakukan
penjualan yang terdiri dari beberapa jenis saham, maka hasil penjualannya
harus dialokasikan dengan mengunakan nilai relative masing-masing surat
berharga. Jika ada salah satu surat berharga yang tidak diketahui nilai
pasarnya, maka surat berharga yang diketahui nilai pasarnya digunakan
untuk mengurangi penerimaan sebagai harga surat berharga yang tidak
diketahui nilai pasarnya.
Sebagai contoh, PT Cinema menjual 1.000 paket surat berharga
dengan harga keseluruhan Rp 15.000.000,00 atau Rp 15.000,00 per
paket. Setiap paket berisi 2 lembar saham biasa bernominal Rp 1.000,00
per lembar dan satu lembar saham preferen dengan nominal Rp 9.000,00
per lembar. Harga pasar saham Rp 1.500,00 per lembar dan saham
preferen Rp 7.000,00 per lembar, maka jurnal yang dibuat adalah sebagai
berikut :
Kas Rp 8.000.000,00
Modal Saham (Rp 800 x 2 x1000) Rp 1.600.000,00
Agio saham Rp 800.000,00
Modal saham preferen (Rp 4.000 x 1 x 1000) Rp 4.000.000,00
Agio saham preferen Rp 1.600.000,00

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


79

Perhitungan alokasi hasil penjualan saham biasa dan saham preferen :


Hasil penjualan
Saham biasa Rp 1.500,00 x 2 lembar x 1.000 paket = Rp 3.000.000,00
Saham preferen Rp 7.000,00 x 1 lembar x 1.000 paket = Rp 7.000.000,00
Jumlah hasil penjualan Rp 10.000.000,00
=============
Alokasi
Rp 3.000.000,00
Saham biasa = x Rp 8.000.000,00  Rp 2.400.000,00
Rp 10.000.000,00

Rp 7.000.000,00
Saham preferen = xRp 8.000.000,00  Rp 5.600.000,00
Rp 10.000.000,00
---------------------------
Rp 8.000.000,00
=============
Perusahaan mengalokasikan hasil penjualan untuk tiap jenis saham dan
agio dengan menggunakan harga pasar
Apabila yang diketahui harga pasarnya adalah saham biasa yaitu
Rp 1.500,00 per lembar, sehingga hasil penjualan saham biasa
Rp 3.000.000,00 (Rp 1.500,00 x 2 x 1.000), sehingga jumlah yang belum
dialokasikan adalah Rp 5.000.000,00 (Rp 8.000.000,00 –
Rp 3.000.000,00) untuk saham preferen dan jurnalnya sebagai berikut :
Kas Rp 8.000.000,00
Modal Saham (Rp 800 x 2 x1000) Rp 1.600.000,00
Agio saham Rp 1.400.000,00
Modal saham preferen (Rp 4.000 x 1 x 1000) Rp 4.000.000,00
Agio saham preferen Rp 1.000.000,00
Jika ternyata seluruh saham tidak dapat diketahui nilai pasarnya,
maka perusahaan harus melakukan penilaian. Untuk melakukanitu
perusahaan harus berhati-hati, karena dapat terjadi alokasinya tidak
memberikanhasil yang rasional dan akibatnya dimasa depan kemungkinan
terjadi penyesuaian.
Penukaran Saham dengan Aktiva
Pengeluaran saham untuk ditukar dengan aktiva selain kas disebut
dengan transaksi pertukaran nonmoneter. Transaksi seperti ini akan
menimbulkan masalah jika saham ditukar dengan aktiva tidak berwujud,
seperti Paten, hak cipta atau biaya oendirian. Prinsip umum yang perlu di
gunakan yaitu dalampertukaran harus diketahui nilai pasar atau nilai wajar
dari saham dan aktiva yang akan diterima sehingga realistis.

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


80

Sebagai contoh, PT Sinar mengeluarkan 1000 lembar saham biasa


dengan nominal Rp 1.000,00 untuk ditukarkan dengan hak paten. Harga
pasar saham saat ini Rp 2.500,00 per lembar, sehingga transaksi tersebut
dicatat sebagai berikut :
Paten (Rp 2.500,00 x 1.000 lembar) Rp 2.500.000,00
Modal Saham Rp 1.000.000,00
Agio saham Rp 1.500.000,00
Alternatif lain yaitu apabila suatu perusahaan mengeluarkan saham
sebanyak 2.000 lembar nominal Rp 500,00 dan saham tersebut belum
dicatatkan dalam bursa efek sehingga tidak diketahui harga pasarnya.
Saham tersebut akan ditukar dengan tanah dan menurut taksiran harga
jual tanah Rp 1.200.000,00. Perusahaan menggunakan data harga tanah
sebagai nilai wajar untuk mencatat transaksi tersebut.
Tanah Rp 1.200.000,00
Modal Saham Rp 1.000.000,00
Agio saham Rp 200.000,00
Apabila dalam pertukaran dengan menggunakan lebih dari satu
saham, maka untuk menentukan nilai wajarnya harus ada alokasi seperti
yang telah dibahas dalam sebelumnya.
Stock Split
Saham perusahaan yang harganya telah meningkat cukup besar,
pada akhirnya dapat berpengaruh pada berkurangnya minat investor untuk
membeli saham. Untuk mengatasi hal itu perusahaan biasanya akan
melakukan company action yang berupa stock split. Dengan melakukan
stock split (Stock split-up), maka nilai nominal saham akan menjadi lebih
kecil dan jumlah saham yang dimiliki oleh pemegang saham akan semakin
banyak, tapi secara total nilainya sama. Hal ini berati bahwa stock split
tidak berpengaruh pada nilai saham yang dimiliki oleh para pemegang
saham dan bagi perusahaan juga tidak ada penerimaan uang.
Sebagai contoh misalnya perusahaan mempunyai modal dasar
2.000.000 lembar saham biasa dan yang telah beredar 1.500.000 lembar
nominal Rp 1.000,00 per lembar. Jika perusahaan mengumumkan stok
split dengan rasio dua-untuk-satu (two-for-one) dan nilai nominal saham
turun menjadi Rp 500,00 per lembar saham, modal dasar berubah
menjadi 4.000.000 lembar dan saham yang beredar 3.000.000 lembar.
Sejalan dengan tindakan stock split yang dilakukan oleh perusahaan,
maka harga saham di pasar modal biasanya akan mengalami penurunan
harga. Berdasarkan contoh tersebut, maka jurnal yang dibuat oleh
perusahaan adalah :
Stock split ada juga yang bersifat meningkatkan nilai nominal
saham dan mengurangi jumlah saham yang dimiliki atau yang biasa
disebut dengan split-down. Dari sudut akuntansi sama dengan split-up
Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto
81

yaitu tidak berpengaruh pada penurunan nilai saham yang dimiliki tapi
hanya berubah jumlah sahamnya menjadi lebih sedikit karena nilai
nominalnya menjadilebih besar. Sedangkan harga pasar juga ada
kecenderungan meningkat sejalan dengan kenaikan nilai nominal saham
perusahaan.
PEMBELIAN KEMBALI SAHAM YANG BEREDAR
Perusahaan yang telah menjual sahamnya kepada publik pada
dasarnya dapat membeli kembali sahamnya yang sudah beredar untuk
disimpan selamanya atau ditahan sementara yang nantinya akan dijual
kembali atau disebut dengan saham treasuri (treasury stock). Penarikan
kembali saham yang telah beredar oleh perusahaan ada beberapa alasan
yaitu (1) untuk mendorong naiknya harga saham di bursa,
(2) meningkatkan laba per lembar saham, (3) untuk dikonversi dengan
saham lainnya, (4) untuk diberikan sebagai bonus, stok dividen, dibeli oleh
karyawan, dan (5) mengurangi jumlah saham yang beredar sehingga
perdagangan sahamnya menjadi lebih likuid atau menghindari dibeli oleh
perusahaan lain. Tindakan tersebut pada prinsipnya tidak menyalahi
peraturan di bursa efek atau pemerintah.
Sesuai dengan ketentuan dalam akuntansi bahwa pembelian
kembali saham yang beredar tidak menimbulkan laba atau rugi.
Perusahaan menerbitkan saham untuk menambah modal, sehingga
diharapkan dapat meningkatkan rentabilitas usaha dan pembelian kembali
saham yang beredar akan berakibat mengurangi jumlah modal yang
disetor.
Pembelian Kembali Saham untuk Disimpan
Saham yang beredar dibeli kembali oleh perusahaan dengan
tujuan untuk disimpan selamanya, maka modal saham akan di debit
sebesar nilai nominalnya dan kas di kredit sebesar pengeluarannya.
Apabila dalam pembelian kembali ternyata harganya penarikan lebih besar
dari nilai nominal sahamnya, maka kelebihan tersebut dapat diperlakukan
sebagai berikut :
(a) dibebankan ke rekening agio saham sesuai dengan jenis sahamnya
(b) dialokasikan ke rekening agio saham dan laba ditahan
(c) dibebankan sepenuhnya pada rekening laba ditahan
Dalam praktek pembebanan kelebihan tersebut sangat tergantung
pada saldo perkiraan yang ada dan kebijakan manajemen perusahaan.
Untuk dapat memberikan gambaran yang jelas atas alternatif
tersebut, misalnya data keuangan dari PT Alfa adalah sebagai berikut :
Modal saham biasa yang beredar Rp 2.000.000.000,00
(Rp 1.000,00 x 2 000.000)
Agio saham Rp 400.000.000,00
Laba ditahan Rp 1.200.000.000,00
Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto
82

Apabila perusahaan merencanakan menarik kembali saham yang beredar


sebesar 20 % dengan harga Rp 1.250,00 atau nilai total penarikan
Rp 500.000.000,00 [Rp 1.250,00 x (20 % x 2.000.000 lembar). Dengan
demikian jurnal yang dapat dibuat oleh perusahaan dengan tiga alternatif
di atas adalah sebagai berikut :
(a) dibebankan ke rekening agio saham sesuai dengan jenis sahamnya
Modal saham biasa Rp 400.000.000,00
(Rp 1.000,00 x 400.000 1) lembar)
Agio saham Rp 100.000.000,00
(Rp 250,00 x 400.000 lembar)
Kas Rp 500.000.000,00
1) 400.000 lembar saham = 20 % x 2.000.000 lembar saham
(b) dialokasikan ke rekening agio saham dan laba ditahan
Modal saham biasa Rp 400.000.000,00
(Rp 1.000,00 x 400.000 lembar)
Agio saham Rp 20.000.000,00
(Rp 250 x 400.000 x 20 %)
Laba ditahan Rp 80.000.000,00
(Rp 100.000.000,00 – Rp 20.000.000,00)
Kas Rp 500.000.000,00

(c) dibebankan sepenuhnya ke rekening laba ditahan


Modal saham biasa Rp 400.000.000,00
(Rp 1.000,00 x 400.000 lembar)
Laba ditahan Rp 100.000.000,00
(Rp 250,00 x 400.000 lembar)
Kas Rp 500.000.000,00
Apabila dari contoh di atas diketahui bahwa pembelian kembali
sebanyak 20 % dengan harga pasar Rp 900,00 per lembar, maka jurnal
yang dibuat oleh perusahaan adalah :
Modal saham biasa Rp 400.000.000,00
Kas (Rp 900 x 400.000) Rp 360.000.000,00
Agio saham Rp 40.000.000,00
Dengan demikian apabila penebusan kembali saham dengan harga
lebih kecil dari nilai nominalnya, maka akan terjadi pembayaran kas lebih
kecil dan sisanya menambah rekening agio saham
Saham Treasuri
Saham treasuri merupakan saham yang dibeli kembali untuk
disimpan sementara dan nantinya akan dijual lagi. Pencatatan saham

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


83

treasuri bukan merupakan aktiva tapi akan mengurangi rekening modal


saham. Metode yang digunakan untuk mencatat saham treasuri yaitu :
(a) metode biaya atau harga perolehan (cost method) yaitu pembelian
saham treasuri merupakan elemen modal
(b) metode nilai nominal yaitu menganggap bahwa pembelian saham
treasuri merupakan pengehentian saham beredar secara efektif.
a. Metode Biaya
Dengan menggunakan metode biaya maka transaksi penarikan
saham akan dicatat debet saham treasuri dan kas sebelah kredit
sebesar harga pasar tanpa memperhatikan nilai nominal saham.
Untuk selanjutnya rekening saham treasuri akan digunakan untuk
mengurangi saldo modal saham yang disetor. Apabila saham treasuri
dijual lagi, maka jika ada selisih antara harga jual dengan harga
perolehan digunakan untuk menambah atau mengurangi saldo ekuitas
pemegang saham.
Sebagai ilustrasi, misalnya dengan menggunakan data dari
PT Alfa di atas yaitu 2.000.000 lembar saham nominal Rp. 1.000,00
dijual dengan Rp 1.250,00 per lembar akan ditarik sebesar 20 % atau
400.000 lembar saham dengan harga beli Rp 1.300,00 per lembar
dan beberapa bulan kemudian dijual secara bertahap yaitu 200.000
lembar dengan harga Rp 1.500,00 per lembar, 200.000 lembar
dengan harga Rp 1.200,00 dan sisanya dihentikan untuk selamanya.
Perusahaan mencatat kejadian tersebut sebagai berikut :
a. Penarikan 400.000 lembar saham dengan harga Rp 1.300,00
Saham treasuri Rp 520.000.000,00
Kas (Rp 1.300,00 x 400.000) Rp 520.000.000,00
b. Penjualan saham treasuri 200.000 lembar dengan harga
Rp 1.500,00
Kas (Rp 1.500,00 x 200.000) Rp 300.000.000,00
Saham treasuri (Rp1.300,00 x 200.000) Rp 260.000.000,00
Agio saham treasuri Rp 40.000.000,00
c. Penjualan saham treasuri 100.000 lembar dengan harga
Rp 1.200,00
Kas (Rp 1.500,00 x 200.000) Rp 120.000.000,00
Agio saham treasuri Rp 10.000.000,00
Saham treasuri (Rp1.300 x 100.000) Rp 130.000.000,00

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


84

d. Menghentikan secara permanen saham treasuri 100.000 lembar


Saham biasa Rp 100.000.000,00
(Rp 1.000,00 x 100.000)
Agio saham Rp 2.500.000,00
(Rp 250,00 x 100.000)
Agio saham treasuri Rp 27.500.000,00
Saham treasuri (Rp 1.300,00 x 100.000) Rp 130.000.000,00
Apabila saham treasuri dibeli dengan harga yang berbeda-
beda, maka dalam penjualan sebaiknya sesuai dengan harga
perolehannya dan perlu ada pendekatan metode FIFO.
b. Metode Nilai Nominal
Apabila pendekatannya menggunakan metode nilai nominal,
maka penarikan saham berarti pemegang saham dianggap
mengundurkan diri. Dengan demikian bila ada penjualan atau
pembelian baru dianggap sebagai kelompok yang terpisah dari
sebelumnya.
Sebagai contoh menggunakan data sebelumnya yaitu :
a. Penarikan 400.000 lembar saham nominal Rp 1.000,00 dan
harga penarikan Rp 1.300,00
Saham treasuri Rp 400.000.000,00
(Rp 1.000,00 x 400.000)
Agio saham Rp 120.000.000,00
(Rp 300,00 x 400.000)
Kas (Rp 1.300 x 400.000) Rp 520.000.000,00
b. Penjualan saham treasuri 200.000 lembar dengan harga
Rp 1.500,00
Kas (Rp 1.500,00 x 200.000) Rp 300.000.000,00
Saham treasuri (Rp1.000,00 x 200.000) Rp 200.000.000,00
Agio saham Rp 100.000.000,00
c. Penjualan saham treasuri 100.000 lembar dengan harga
Rp 1.200,00
Kas (Rp 1.500,00 x 200.000) Rp 120.000.000,00
Saham treasuri (Rp1.000,00 x 100.000) Rp 100.000.000,00
Agio saham Rp 20.000.000,00
d. Menghentikan secara permanen saham treasuri 100.000 lembar
Saham biasa Rp 100.000.000,00
(Rp 1.000,00 x 100.000)
Saham treasuri (Rp 1.000,00 x 100.000) Rp 100.000.000,00

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


85

OPSI ATAS SAHAM


Opsi dapat didefinisikan sebagai suatu produk surat berharga (efek)
yang memberikan hak kepada pemiliknya untuk membeli atau menjual
efek sejumlah tertentu dari asset finalsil pada harga tertentu dan dalam
jangka waktu tertentu. Pengertian tersebut menunjuk pada surat berharga
secara umum yaitu saham dan obligasi, namun dalam bab ini akan lebih
ditekankan pada pembahasan saham biasa.
PERTANYAAN
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan perusahaan swasta, BUMN / D,
perusahaan domestik dan perusahaan asing !
2. Jelaskan perbedaan antar perseroan yang terbuka dan tertutup dan
berilah contoh !
3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan saham dan pemegang saham !
4. Apa yang dimaksud dengan modal dasar, modal yang ditempatkan,
modal saham yang beredar, treasury stock dan modal saham yang
dipesan ?
5. Apa yang dimaksud dengan stock split dan mengapa perusahaan
melakukannya ?
6. Jelaskan perbedaan antara pencatatan saham treasuri dengan
metode biaya dan metode nilai nominal ?
LATIHAN
1. PT GGRM mengeluarkan saham biasa sebanyak 2.000.000 lembar
dengan nilai nominal Rp 500,00 per lembar. Pada tanggal 9 Juni 2003
dijual dengan harga pasar Rp 700,00
2. PT Delta Force mengeluarkan saham biasa 1.000.000 lembar
nominal Rp 600,00 per lembar dan harga pasar Rp 1.000,00 per
lembar. Pada awal Mei 2003 perusahaan menjual dengan cara
dipesan dan uang muka 70 % serta sisanya dibayar pada bulan
berikutnya. Apabila pada waktu yang telah disepakati ternyata
pemesan tidak dapat membayar sisanya
a. buatlah jurnal saat menerima uang muka !
b. buatlah jurnal pembatalan sisa pembayaran dengan asumsi
sebagai berikut (1) uang yang sudah diterima dikembalikan,
(2) uang yang sudah diterima dikembalikan dengan dikurangi
biaya penjualan kembali saham yang telah dipesan, (3)
menberikan saham sejumlah uang yang telah diterima, dan (4)
semua uang yang sudah diterima diangap hilang !
3. PT CMNP merencanakan melakukan pembelian kembali saham yang
telah beredar dan saldo rekening modal disetor, agio saham dan laba
ditahan adalah sebagai berikut :

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


86

Modal saham (Rp 500,00 x 2.000.000) Rp 1.000.000.000,00


Agio saham Rp 150.000.000,00
Laba ditahan Rp 800.000.000,00
Saham yang akan ditarik sebesar 10 % dengan harga pasar
Rp 600,00 per lembar. Buatlah jurnal dengan menggunakan tiga
alternatif yaitu (a) dibebankan ke rekening agio saham sesuai
dengan jenis sahamnya, (b) dialokasikan ke rekening agio saham
dan laba ditahan dan (c) dibebankan sepenuhnya pada rekening
laba ditahan
4. Dalam rangka melakukan perluasan usaha perusahaan
merencanakan menjual kembali saham treasuri yang jumlahnya
800.000 lembar yang ditarik dengan harga beli Rp 2.300,00 , nominal
saham Rp 2.000 per lembar. Penjualan tahap pertama 300.000
lembar dengan harga jual Rp 2.500,00 per lembar, tahap kedua
400.000 lembar dengan ahrga Rp 2.100,00 per lembar dan sisanya
disimpan untuk selamanya. Buatlah jurnal yang diperlukan dengan
menggunakan metode biaya dan metode nilai nominal.

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


87

BAB 8
LABA PER LEMBAR SAHAM DAN
LABA DITAHAN

Dalam bab ini akan dibahas mengenai modal pemilik terutama di


titik beratkan pada laba bersih , laba per lembar saham , laba ditahan dan
pembagian dividen. Semua komponen tersebut pada akhirnya akan
berpengaruh pada besar kecilnya modal para pemegang saham.
LABA DAN LABA PER LEMBAR SAHAM
Laba bersih (Rugi) merupakan jumlah laba yang diperoleh dari
aktivitas perusahaan selama periode akuntansi. Dalam laporan keuangan
suatu perusahaan dapat diketahui beberapa komponen dari laba bersih
yaitu (a) laba atau rugi dari operasi perusahaan yang berkelanjutan yaitu
kombinasi pendapatan operasi dikurangi biaya operasi dengan
pendapatan non operasi dan biaya non operasi, dan keuntungan atau
kerugian insidentil yang berasal dari transaksi luar biasa, (b) hasil dari
operasi yang tidak berkelanjutan, termasuk didalamnya adalah
pendapatan atau kerugian dari komponen yang tidak berkelanjutan seperti
laba atau rugi dari komponen yang bersifat tidak terpakai, (c) pendapatan
atau kerugian luar biasa yang berasal dari kejadian yang tidak umum dan
jarang terjadi, dan (d) pengaruh komulative dari perubahan prinsip
akuntansi. Dalam laporan perhitungan laba rugi disertakan pula hasil
perhitungan laba per lembar saham.
PENGGUNAAN INFORMASI LAPORAN LABA PER LEMBAR SAHAM
Semua informasi laporan keuangan perusahaan dan semua catatan
yang terkait akan berguna bagi para pengambil keputusan pihak luar. Laba
per lembar saham merupakan salah satu perhitungan yang dapat
dianggap menjadi indikator kinerja suatu perusahaan terutama para
pemegang saham biasa. Para pemakai laporan keuangan tertarik pada
perhitungan laba per lembar saham karena dapat untuk mengevaluasi
tingkat pengembalian investasi dan risiko perusahaan. Keberhasilan atau
kegagalan suatu perusahaan dapat dilihat dari perkembangan laba per
lembar saham dan perubahannya dengan periode sebelumnya. Para
investor juga tertarik pada arus kas per lembar saham perusahaan
Investor juga tertarik untuk membuat proyeksi laba per lembar
saham untuk periode yang akan datang. Sedangkan akuntan umumnya
Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto
88

tidak menyediakan informasi untuk masa yang akan datang dan


perhitungan laba per lembar saham digunakan untuk mengetahui
kemungkinan dampak atas suatu kejadian dimasa depan. Perusahaan
melakukan opsi saham biasa, mengkonversi utang atau mengkonversi
saham preferen, maka akan berakibat jumlah saham yang beredar
bertambah banyak dan akhirnya akan berpengaruh pada laba per lembar
saham. Untuk kepentingan membandingkan laba per lembar saham antar
perusahaan, para pemakai informasi harus dapat memastikan bahwa
perhitungan tersebut dapat diperbandingkan, karena kompleksitas
daripada sturktur modal suatu perusahaan.
PERHITUNGAN LABA PER LEMBAR SAHAM
Dalam perhitungan laba per lembar saham dipengaruhi oleh struktur
permodalan suatu perusahaan yaitu struktur modal yang sederhana atau
komplek. Untuk struktur modal perusahaan yang sederhana berarti hanya
ada satu jenis saham biasa yang beredar. Dengan demikian perhitungan
laba per lembar sahamnya adalah sebagai berikut :
Laba bersih  Dividen saham preferen
Laba per lembar saham 
Rata  rata tertimbang jumlah saham yang beredar

Perusahaan akan memberi laporan perhitungan laba per lembar


saham dengan cara sederhana dibawah perhitungan laba bersih.
Pengertian laba bersih sebagai pembilang yang digunakan untuk
menghitung laba per lembar saham adalah laba bersih yang menjadi
bagian atau hak bagi para pemegang saham biasa. Apabila perusahaan
mempunyai saham preferen nonkomulative yang beredar, maka laba
bersihnya dikurangi dengan dividen yang dideklarasikan untuk periode
sekarang. Demikian halnya bila perusahaan mempunyai saham preferen
komulative yang beredar, maka perusahaan harus mengurangi laba bersih
untuk dividen periode sekarang tanpa memperhatikan perusahaan
mengumumkan memberi dividen atau tidak.
Sedangkan rata-rata tertimbang yang digunakan sebagai pembagi
laba bersih adalah berdasarkan jumlah riil dari saham biasa yang beredar
pada awal periode dikalikan dengan proporsi bulanan selama satu tahun
jika ada penerbitan atau penarikan saham biasa. Untuk dapat memberikan
gambaran perhitungan rata-rata tertimbang atas saham biasa yang
beredar, misalnya PT INCO pada awal tahun mempunyai saham biasa
yang beredar sebesar 100.000 lembar. Pada bulan April perusahaan
menerbitkan saham baru sebesar 40.000 lembar, bulan Juli menerbitkan
60.000 lembar saham dan Oktober membeli kembali saham yang beredar
20.000 lembar. Maka rata-rata tertimbang saham yang beredar adalah
155.000 lembar saham dan perhitungan sebagai sebagai berikut :

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


89

Saham beredar Jumlah X Proporsi = Jumlah unit


bulanan saham bulanan ekuivalen
beredar
Januari – Maret 100.000 X 3/12 = 25.000
April – Juni 140.000 X 3/12 = 35.000
Juli – September 200.000 X 3/12 = 50.000
Oktober – Des. 180.000 X 3/12 = 45.000
Total rata-rata tertimbang saham biasa 155.000
DIVIDEN SAHAM DAN STOCK SPLIT
Apabila perusahaan memberi dividen berupa saham dan melakukan
stock split, maka jumlah saham yang beredar akan bertambah dan
sebagai konsekuensinya ada perlakuan yang berlaku surut untuk laporan
keuangan komparatif. Penyesuaian kembali atas perhitungan jumlah laba
per lembar saham untuk seluruh periode berdasarkan jumlah saham yang
beredar saat ini. Asumsi yang digunakan atas perlakuan surut yaitu bahwa
pemberian dividen saham dan stock split terjadi pada awal periode yang
terdahulu atau sejak berdirinya.
Sebagai contoh yaitu apabila perusahaan mulai beroperasi sejak
Januari 2003 dengan menerbitkan saham biasa 10.000 lembar dan pada
31 Desember 2003 melakukan stock split dua-untuk-satu lembar saham
atau rasio 1 : 2 . Dengan demikian rata-rata tertimbang saham beredar
akhir tahun 2003 adalah 20.000 ( 10.000 x 2 / 1 x 12/12 ) karena dengan
anggapan bahwa stock split dilakukan pada awal Januari 2003. Pada
bulan Mei 2004 perusahaan menerbitkan saham biasa 5.000 lembar, 9
Agustus 2003 perusahaan memberikan dividen saham 20 % dan pada
awal Oktober 2004 menerbitkan saham biasa 4.000 lembar. Dengan
demikian untuk melakukan perbandingan laba per lembar saham tahun
2003 dan 2004 rata-rata tertimbang saham yang digunakan tahun 2003
adalah 24.000 lembar saham biasa dan tahun 2003 yaitu 28.500 lembar.
Dengan adanya pemberian dividen saham sebesar 20 % pada
bulan Agustus 2004, maka perhitungan rata-rata saham tertimbang sejak
awal berdirinya yaitu Januari 2003 mengalami perubahan. Sedangkan
pengeluaran saham baru bulan Oktober 2004 tidak mengalami perubahan
akibat pemberian dividen saham. Rincian perhitungan lebih lanjut adalah
sebagai berikut :

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


90

Saham Saham
Anggapan Saham yang Proporsi Jumlah unit
beredar beredar =
beredar bulanan ekuivalen
bulanan riil
2003 10.000 x 2/11) x 120%2)
10.000 12/12 = 24.000
Jan – Des = 24.000
2004
Jan – April 20.000 20.000 x 120% = 24.000 x 4/12 = 8.000
Met – Juli 25.000 25.000 x 120% = 30.000 x 3/12 = 7.500
Agst – Sept 30.000 25.000 x 120% = 30.000 x 2/12 = 5.000
25.000 x 120% + 4.000 =
Okt – Des 34.000 x 3/12 = 8.500
34.000
Total rata-rata tertimbang saham biasa tahun 2004 29.000
Catatan :
1) Stock split dengan rasio 1 : 2 atau 2/1 (satu lembar saham lama
mendapat dua lembar saham baru) yang dilakukan pada 31 Desember
2003
2) Pada 9 Agustus 2004 pemberian dividen saham 20 %
DILUSI LABA PER LEMBAR SAHAM
Pada umumnya perusahaan mempunyai struktur modal yang cukup
komplek yaitu saham preferen dan obligasi yang dapat dikonversi dengan
saham biasa, warrant , opsi saham. Semua jenis surat berharga tersebut
mempunyai potensi berpengaruh pada saham biasa, karena pemiliknya
dapat menukarkannya dengan saham biasa.
Dilusi laba per lembar saham terjadi apabila seluruh potensi yang
dapat mempengaruhi jumlah saham yang beredar mengalami perubahan,
maka pada akhirnya akan berpengaruh pada penurunan laba per lembar
saham. Apabila perusahaan mengalami kerugian operasi usaha, maka hal
tersebut tidak akan berpengaruh pada dilusi laba per lembar saham biasa.
Sebagai ilustrasi yaitu pada tahun 2003 perusahaan memperoleh
laba bersih setelah pajak Rp 20.000,00 dan pendapatan di luar usaha
Rp 3.500,00 (sudah termasuk dalam laba bersih setelah pajak).
Perusahaan mempunyai saham preferen 8 % dengan nilai Rp 20.000,00
dan saham biasa Rp 55.000,00 Sedangkan saham yang beredar adalah
sebagai berikut :
- Pada awal Januari 2003 perusahaan menerbitkan saham biasa 5.000
lembar
- Tanggal 9 April 2003 menerbitkan tambahan saham biasa yang dijual
tunai 3.000 lembar
- Tanggal 3 Juni 2003 perusahaan melakukan stock split dengan rasio
1 : 2 (satu lembar saham lama mendapat dua lembar saham baru)
- Tanggal 2 Nopember mengeluarkan saham baru 3.000 lembar
- Tahun 2003 tidak ada tambahan atau penarikan saham preferen

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


91

- Tahun 2003 diumumkan pembagian dividen saham preferen sesuai


dengan tingkat bunga
- Perhitungan laba per lembar sahamnya adalah sebagai berikut :
Laba
Penyesuaian Penyesuaian
Keterangan : = per lembar
Laba Saham
saham
Laba bersih setelah
20.000 =
pajak Januari
Dividen saham preferen
-1.600
( 8 % x Rp 20.000 )
Saham biasa 7.500 =
Laba per lembar saham 18.400 : 7.500 = 2,45

Rata-rata tertimbang saham biasa yang beredar adalah sebagai berikut :


Periode Januari – Maret 2003 =(5.000 x 2/1) = 10.000 x 3/12 = 2.500
Periode April – Oktober 2003 =(3.000 x 2/1) = 6.000 x 7/12 = 3.500
Periode Nop – Des 2003 = (3.000 x 2/1) + 3000 = 12.000 x 2/12 = 1.500
Rata-rata tertimbang saham biasa yang beredar tahun 2003 adalah 7.500
Laporan Laba Rugi tahun 2004
Laba bersih sebelum pendapatan diluar operasi Rp 16.500 (Rp 20.000 – Rp 3.500)
Pendapatan diluar operasi Rp 3.500
Laba bersih setelah pajak Rp 20.000
Laba per lembar saham
Laba bersih sblm extraordinary income = (Rp 18.400 – Rp 3.500 ) / 7.500 = Rp 1,98
Pendapatan di luar operasi = Rp 3.500 / 7.500 = Rp 0,47
Laba per lembar saham Rp 2,45
LABA DITAHAN
Laba ditahan merupakan salah satu akun utama dari laporan laba
rugi yang mempunyai hubungan dengan neraca suatu perusahaan. Aktiva
yang dimiliki oleh perusahaan dibiayai dengan utang dan modal pemegang
saham. Aktiva dari para pemegang saham merupakan hasil yang diperoleh
dari investasi dan laba bersih (earnings) yang tidak dibagikan dalam
bentuk dividen. Perusahaan menggunakan akun laba ditahan untuk
sebagai ringkasan daripada komponen modal pemegang saham.
Tambahan daripada laba bersih atau kerugian bersih suatu
perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu (a) dividen yang
dibayarkan kepada para pemegang saham, (b) penyesuain pada awal
periode dan (c) pembuatan cadangan (appropriations)
Dividen
Laba bersih perusahaan akan meningkatkan aktiva (modal) dan
perusahaan akan mencatat peningkatan tersebut dalam akun laba ditahan
sedangkan pembayaran dividen akan mempunyai pengaruh yang
Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto
92

sebaliknya. Pembagian dividen yang berupa dividen tunai atau property


akan mengurangi aktiva (modal) dan dicatat sebagai pengurangan
terhadap laba ditahan.
Pemberian dividen merupakan wewenang manajemen suatu
perusahaan dan sebelumnya telah dikonsultasikan dengan pihak akuntan.
Manajemen mempunyai wewenang untuk mengambil kebijakan dividen
termasuk penentuan jumlah, waktu dan jenis dividen yang akan diberikan.
Pertimbangan pemberian dividen yang perlu diperhatikan yaitu
kemampuan keuangan perusahaan dan kemampuan operasi serta
dampak daripada pemberian dividen terhadap aktiva lancer, modal kerja,
kemampuan untuk melakukan ekspansi usaha, pengaruhnya terhadap
harga saham di pasar modal, dan pemeliharaan likuditas usaha yang
dikaitkan dengan kondisi ekonomi masa depan yang menurun. Jenis
pemberian dividen yang dpat dipertimbangkan oleh manajemen yaitu (a)
tunai, (b) properti, (c) scrips, (d) saham, dan (e) dividen likuidasi.
Sedangkan pengaruh dari beberapa jenis pemberian dividen adalah
sebagai berikut (a) dividen tunai, properti dan scrips akan mengurangi laba
ditahan dan modal pemegang saham, (b) didivden likuidasi akan
mengurangi modal disetor dan modal pemegang saham, (c) dividen saham
akan mengurangi laba ditahan dan meningkatkan modal pemilik walaupun
tidak ada perubahan terhadap jumlah modal pemilik dan (d) stock split
tidak akan berpengaruh pada neraca dan elemen dari pemegang saham.
Dividen Tunai
Pemberian dividen tunai merupakan hal yang umum dilakukan oleh
perusahaan kepada para pemegang saham, sehingga bila ada pemberian
dividen tanpa tambahan kata-kata yang lain berarti dividen tersebut berupa
dividen tunai.
Beberapa tanggal yang dianggap penting dalam pemberian dividen
tunai yaitu (a) tanggal pengumuman, (b) tanggal ex-dividen, (c) tanggal
pencatatan dan (d) tanggal pembayaran dividen. Pada tanggal
pengumuman pembagian dividen, manajemen perusahaan
mengumumkan bahwa dividen akan dibayarkan kepada para pemegang
saham serta pencatatannya pada tanggal tertentu. Pada tanggal tersebut
perusahaan dapat mencatat utang dividen untuk mengurangi laba ditahan.
Dengan demikian mulai tanggal tersebut saham yang dijual di bursa efek
mengandung sejumlah nilai dividen yang akan dibayarkan. Sedangkan
tanggal ex-dividen yaitu beberapa hari sebelum tanggal pencatatan saham
yang dimiliki oleh para pemegang saham. Pada tanggal tersebut saham
yang dijual di bursa efek sudah tidak lagi mengandung penerimaan
dividen. Tanggal pencatan saham biasanya terjadi setelah beberap
minggu dari tanggal pengumuman pemberian dividen atau beberapa
minggu sebelum tanggal pembayaran dividen. Pada tanggal pembayaran,
maka perusahaan memberikan uang kepada pemegang saham dan

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


93

membuat jurtnal pembayaran atas utang dividen sehingga mengurangi


uang kas.
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, misalnya PT Tempo
pada tanggal 16 Januari 2003 mengumumkan memberi dividen saham
preferen sebesar Rp 125.000,00 dan saham biasa Rp 200.000,00
Pembayaran dividen akan dilakukan pada tanggal 4 Maret 2003 dan
pencatatan 3 Februari 2003. Jurnal yang dibuat oleh perusahaan adalah :
16 Januari 2003 – Pengumuman pemberian dividen
Laba ditahan Rp 325.000,00
Utang dividen saham preferen Rp 125.000,00
Utang dividen saham biasa Rp 200.000,00
3 Februari 2003 – Pencatatan saham
Memo tentang rencana pembayaran dividen pada tanggal 4 Maret 2003
4 Maret 2003 – Saat pembayaran dividen
Utang dividen saham preferen Rp 125.000,00
Utang dividen saham biasa Rp 200.000,00
Kas Rp 325.000,00
Apabila pembayaran dividen dilakukan pada akhir periode
akuntansi, maka perusahaan dapat mencatat dengan utang dividen dalam
utang lancar di neraca.
SAHAM PREFEREN PARTISIPASI
Umumnya jumlah dividen untuk masing-masing jenis saham dapat
diketahui jumlahnya. Saham preferen dapat dibedakan menjadi dua yaitu
partisipasi penuh atau partisipasi tidak penuh (parsial). Oleh karena itu
perusahaan harus menghitung utang dividen untuk pemegang saham
biasa dan saham preferen. Untuk saham preferen yang berpartisipasi
penuh, kelebihan dividen yang diterima akan sama besarnya dengan
saham biasa. Pembagian kelebihan dividen dilakukan secara proposional
dari jumlah saham tiap jenisnya. Sedangkan saham preferen dengan
partsipasi tidak penuh (partial) pemberian dividennya hanya dengan dasar
tarip yang ada di saham tersebut.
Sebagai contoh, perusahan telah menerbitkan saham preferen
10%, partisipatif, komulatif dengan nilai total Rp 200.000,00 dan saham
biasa dengan nilai nominal Rp 300.000,00. Dengan menggunakan
perbandingan kedua jenis saham tersebut, maka proporsi saham preferen
adalah 40 % [Rp 200.000,00 (Rp 200.000,00 + Rp 300.000,00)] dan
sisanya 60 % untuk saham biasa. Rencana jumlah dana yang akan
diberikan dalam dividen tunai adalah Rp 80.000,00. Sedangkan asumsi
yang digunakan yaitu (a) saham preferen berpartisipasi penuh, (b) saham

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


94

preferen berpartisipasi maksimal 12 % dari nilai nominal. Sedangkan


perhitungannya adalah sebagai berikut :

Keterangan Saham Saham


Preferen Biasa
a. Saham Preferen dengan partisipasi
penuh
Dividen saham preferen 10% x Nominal 20.000
Dividen saham biasa sama dengan
30.000
saham preferen 10 %
Kelebihan dividen proposional dengan
nominal saham
- Jumlah total yang dialokasikan 80.000
- Alokasi (Rp 20.000 + Rp 30.000) (50.000)
Sisa dana (40% untuk saham preferen
30.000 12.000 18.000
dan 60% saham biasa)
Dividen tunai untuk kedua jenis saham 32.000 48.000
b. Saham Preferen dengan partisipasi
maksimal 12 %
Dividen saham preferen 10% x Nominal 20.000
Dividen saham biasa sama dengan
30.000
saham preferen 10 %
Dividen saham preferen
400
(12 % – 10 % x 20.000)
Dividen saham biasa
600
(12% – 10% x 30.000)
Sisa dividen untuk saham biasa
29.000
(80.000 – 51.000)
Dividen tunai untuk kedua jenis saham 20.400 59.600
Dividen Properti (Aktiva)
Pemberian dividen berupa properti atau aktiva berarti merupakan
transfer non moneter aset kepada pemilik. Dengan demikian perusahaan
melakukan pertukaran dengan menyerahkan sejumlah nilai daripada aktiva
akan tetapi tidak ada pengembalian aktiva atau jasa.
Dengan menggunakan nilai wajar dalam pemberian dividen properti,
maka perusahaan dapat menjual aktiva sehingga pemberian dividennya
dapat berupa dividen tunai. Nilai wajar ditentukan saat pengumuman
pemberian dividen (sebab pada tanggal tersebut sudah dianggap telah
memenuhi aturan perundang-undangan) dengan mengacu pada harga
pasar saham atau obligasi, harga aktiva saat ini atau tim penilai yang
independen.
Untuk memberikan gambaran, suatu perusahaan telah memutuskan
untuk memberikan dividen properti dengan menjual obligasi milik PT Alfa
yang saat ini nilai bukunya Rp 100.000,00 dan nilai pasar yang berlaku
Rp 120.000,00. Jurnal yang dibuat oleh perusahaan adalah :

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


95

Tanggal Pengumuman
Investasi Obligasi PT Alfa Rp 20.000,00
( Rp 120.000,00 – Rp 100.000,00)
Keuntungan atas penjualan Investasi Rp 20.000,00
Laba ditahan Rp 120.000,00
Utang Dividen Properti Rp 120.000,00
Tanggal Pembayaran
Utang Dividen Properti Rp 120.000,00
Investasi Obligasi di PT Alfa Rp 120.000,00
Pada saat pembayaran perusahaan tidak melakukan jurnal koreksi
atas keuntungan yang telah dibuat, walaupun terjadi penuruan atau
kenaikan harga property yang dijual. Apabila dalam penjualan terdapat
keuntungan atau kerugian dilaporkan dalam bagian lain dari laporan laba
rugi. Sedangkan kalau perusahaan tidak dapat membayar dividen hingga
tahun berikutnya, maka utang dividen tetap dicatat dalam utang lancer di
neraca.
Apabila perusahaan dalam membayar dividen property dengan
menggunakan utang atau modal saham yang dapat dijual, maka
perhitungan keuntungan dan kerugian akan lebih komplek karena harus
memperhatikan pencatatan sebelumnya yang berupa kenaikan atau
penuruan yang belum direalisasi. Perusahan biasanya menggunakan akun
Cadangan untuk mencatat selisih antara harga pasar dengan harga
perolehan dalam neraca. Pada tanggal pengumuman pemberian dividen
property perusahaan harus melakukan revaluasi terhadap investasi
dengan menyesuaikan akun cadangan dan mencatat keuntungan atau
kerugian yang direalisasi serta mengeliminasi akun keuntungan atau
kerugian yang belum direalisasi.
Sebagai ilustrasi, PT HMSP mengumumkan pemberian dividen
property pada tanggal 16 Maret 2004 dengan saham perusahaan PT Alfa.
Saham PT Alfa dibeli pada awal tahun 2003 dengan harga Rp 80.000,00
dan telah dilaporkan sebagai aktiva dengan nilai Rp 100.000,00 (telah
dicatat dalam Harga perolehan Rp 80.000,00 dan cadangan kenaikan
harga saham Rp 20.000,00 pada laporan keuangan 31 Desember 2003).
Apabila harga pasar saham pada tanggal 16 Maret 2004 adalah
Rp 110.000,00, maka keuntungannya adalah Rp 30.000,00
(Rp 110.000,00 – Rp 80.000,00). Jurnal yang dibuat oleh perusahaan
adalah :
Cadangan perubahan nilai investasi yang Rp 10.000,00
dapat dijual
Kenaikan nilai yang belum terealisas Rp 20.000,00
Keuntungan atas Investasi Rp 30.000,00

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


96

Laba ditahan Rp 110.000,00


Utang dividen property Rp 110.000,00
Pada tanggal pembayaran dividen, jurnal yang dibuat adalah :
Utang dividen property Rp 110.000,00
Investasi dalam Saham PT Alfa Rp 80.000,00
Cadangan perubahan nilai investasi Rp 30.000,00
Dividen Saham
Dividen saham berarti pemberian divdien berupa saham yang
dihitung secara proporsional dengan rasionya sehingga menambah jumlah
saham perusahaan dan pemegang saham. Pemberian dividen saham
biasanya dengan menggunakan jenis saham yang sama dan selanjutnya
disebut dengan dividen saham umum. Sedangkan pemberian dividen
yang tidak sejenis, misalnya pemegang saham biasa diberi dividen saham
preferen disebut dengan dividen saham khusus.
Beberapa faktor yang dianggap menarik tentang pemberian dividen
saham yaitu (a) pemegang sham menganggap bahwa dividen sham
sebagai bukti perusahaan sedang tumbuh, (b) dividen saham bagi para
pemegang saham dianggap sebagai kebijakan finansial, (c) diividen
saham bagi investor dianggap dapat meningkatkan likuditas saham dan
tidak berarti menurunkan harga saham, (d) pemegang saham
menganggap bahwa akibat dividen saham adalah penurunan harga saham
yang akhirnya dapat menjadi lebih menarik bagi para investor baru.
Pemberian dividen saham dapat dibedakan menjadi dua yaitu
dividen saham kecil dan dividen saham besar. Untuk dividen saham
kecil, perusahaan hanya mentransfer akun laba ditahan pada modal
saham sebesar nilai wajar dari tambahan saham baru dan jumlahnya
berkisar antara 20 % – 25 %. .dari saham yang telah beredar sebelumnya.
Sedangkan akuntansi untuk dividen saham besar menggunakan dasar
nilai nominal atau yang tertera pada saham dan untuk saham yang tidak
diketahui nilai nominalnya, maka dasar pencatatannya menggunakan
rata-rata harga saham yang sejenis dari saham yang telah beredar
sebelumnya atau ditentukan oleh pihak manajemen. Berikut ini diagram
yang menggambarkan dividen saham kecil dan dividen saham besar.

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


97

Dividen Saham

Kecil Besar
(< 20 % - 25 %)

Nilai Wajar Nilai Nominal

Laba Modal Agio / Laba Modal


Ditahan Saham Disagio Ditahan Saham
Saham

Sumber : Nikolai and Bazley, 2003,p.739)

Sebagai ilustrasi akuntansi untuk kedua jenis pemberian dividen


adalah sebagai berikut :
Saham Biasa, 4.000 lembar nilai nominal Rp 500,00 Rp 2.000.000,00
Agio Saham Rp 800.000,00
Laba ditahan Rp 1.200.000,00
Jumlah Modal Pemegang Saham Rp 4.000.000,00
a. Perusahaan memberikan dividen saham sebesar 10 % dan pada saat
pengumuman harga jual saham Rp 700,00 per lembar.
b. Perusahaan memberikan dividen saham sebesar 30 % atau 1.200
lembar dengan jumlah nilai nominal Rp 600.000,00 (1.200 x Rp 500,00)
dan pada saat pengumuman harga jual saham Rp 700,00 per lembar.
Jurnal yang dibuat oleh perusahaan adalah :
a. Dividen Saham Kecil
Tanggal Pengumuman
Laba ditahan (10 % x 4.000 x Rp 700,00) Rp 280.000,00
Modal saham biasa yang diserahkan Rp 200.000,00
Agio Saham Biasa dari dividen saham Rp 80.000,00
Tanggal Penerbitan Saham
Modal Saham Biasa yang diserahkan Rp 200.000,00
Modal Saham, nominal Rp 500,00 Rp 200.000,00
Perubahan dari modal pemegang saham adalah :
Saham Biasa, 4.400 lembar nilai nominal Rp 500,00 Rp 2.200.000,00
Agio Saham Rp 880.000,00
Laba ditahan Rp 920.000,00
Jumlah Modal Pemegang Saham Rp 4.000.000,00
Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto
98

Secara total modal pemegang saham tidak mengalami perubahan,


tetapi hanya jumlah masing-masing komponen modal saham yang
berubah.
b. Dividen Saham Besar
Tanggal Pengumuman
Laba ditahan (30 % x 4.000 x Rp 500,00) Rp 600.000,00
Modal saham biasa yang diserahkan Rp 600.000,00
Tanggal Penerbitan Saham
Modal Saham Biasa yang diserahkan Rp 600.000,00
Modal Saham, nominal Rp 500,00 Rp 600.000,00
Perubahan dari modal pemegang saham adalah :
Saham Biasa, 5.200 lembar nilai nominal Rp 500,00 Rp 2.600.000,00
Agio Saham Rp 800.000,00
Laba ditahan Rp 600.000,00
Jumlah Modal Pemegang Saham Rp 4.000.000,00
PERTANYAAN
1. Jelaskan perbedaan struktur modal yang sederhana dan komplek !
2. Bagaimana cara menghitung laba per lembar dengan menggunakan
struktur modal yang sederhana ?
3. Jelaskan bagaimana cara menghitung rata-rata tertimbang saham
yang beredar !
4. Jelaskan perlakuan dari stock split dan dividen saham dalam
perhitungan rata-rata tertimbang saham yang beredar suatu
perusahaan !
5. Jelaskan tanggal-tanggal terpenting dalam pemberian dividen suatu
perusahaan !
6. Jelaskan yang dimaksud dengan dilusi harga saham !
7. Jelaskan perbedaan antara partisipasi penuh dan tidak penuh dari
saham preferen !
8. Jelaskan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi besar kecilnya laba
ditahan !
9. Sebutkan jenis-jenis pemberian dividen dan pengaruhnya !
LATIHAN
1. Pada awal tahun PT HMSP mempunyai saham biasa yang beredar
20.000 lembar dengan nilai nominal Rp 500 dan adanya berbagai
transaksi selama satu tahun akhirnya jumlah saham biasa yang beredar
perusahaan mencapai 63.800. Sedangkan transaksinya adalah sebagai
berikut :
Tanggal 2 April, perusahaan menerbitkan saham biasa 3.000 lembar
Tanggal 4 Juni , perusahaan menerbitkan saham biasa 4.000 lembar
Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto
99

Tanggal 1 Juli, perusahaan memberikan 10 % dividen saham


Tanggal 28 September, melakukan stock split dengan rasio 1 : 2 dan
nilai nominal menjadi Rp 250,-
Tanggal 3 Oktober, perusahaan menarik kembali 1.000 lembar saham
sebagai treasuri
Tanggal 27 Nopember, menerbitkan kembali treasuri stock 1.000
lembar
Tentukan rata-rata tertimbang dari saham yang beredar untuk tujuan
penentuan laba per lembar saham
2. PT INCO pada awal tahun 2003 mempunyai 7.000 lembar saham biasa
yang beredar dan pada tanggal 2 April 2003 perusahaan menerbitkan
saham biasa sebanyak 2.000 lembar. Pada tahun 2003 perusahaan
juga mempunyai saham preferen 10 % non konversi sebanyak 1.000
lembar dengan nilai nominal Rp 1.000,- dan dividennya telah dibagikan.
Laba bersih yang diperoleh perusahaan adalah Rp 300.000,- dan yang
diberikan sebagai dividen untuk saham biasa adalah Rp 170.000,-.
Pada akhir tahun 2003 harga pasar saham adalah Rp 175,-
Diminta : Hitung laba per lembar saham tahun 2003 dan price earning
rationya
3. Modal pemegang saham dari PT Alfa adalah sebagai berikut :
Modal saham biasa, nominal Rp 500,00 per lembar Rp 2.500.000,00
Agio saham biasa Rp 1.500.000,00
Laba ditahan Rp 2.000.000,00
Jumlah Rp 6.000.000,00
Perusahaan sedang mempertimbangkan untuk memberikan dividen
saham pada saat harga pasar saham mencapai Rp 1.500,- per lembar
Diminta :
a. Manajemen beranggapan bahwa divden saham sebesar 6 %, maka
buatlah (.1) Jurnal saat pengumuman dividen, (2) jurnal saat
menerbitkan dan (3) modal pemegang saham setelah penerbitan
saham baru
b. Bila dividen saham adalah 40 %, maka buatlah jurnal seperti nomor
1,2 dan 3 soal b di atas.

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


100

BAB 9
PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI
DAN KESALAHAN MENDASAR

Konsistensi merupakan salah satu kualitative karakteristik daripada


akuntansi yang mencakup prinsip akuntansi, kebijakan dan prosedur
pelaporan tiap periode. Namun demikian dalam kondisi tertentu
perusahaan dapat mengembangkan pelaporannya karena dengan
menggunakan prinsip akuntansi yang baru dianggp lebih sesuai atau lebih
mencerminkan kondisi ekonomi saat ini. Dengan melakukan perubahan
kebijakan akuntansi tersebut, maka ketentuan dalam penyajian laporan
keuangan yang konsisten menjadi lemah. Oleh karena itu perlu ada
penjelasan tentang pengaruh perubahan kebijakan akuntansi dalam
laporan keuangan. Dalam bab ini pembahasan lebih menekankan pada
pengaruh perubahan kebijakan akuntansi dan koreksi kesalahan
JENIS PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI
Menurut PSAK No. 25 bahwa perusahaan dapat melakukan
perubahan kebijakan akuntansinya dan secara ringkas dapat dijelaskan
sebagai berikut :
a. Perubahan Kebijakan Akuntansi. Hal ini terjadi apabila perusahaan
mengganti kebijakan akuntansi yang telah berjalan dengan yang
baru,, misalnya perubahan dalam pencatatan persediaan dari FIFO
menjadi LIFO atau perubahan metode penyusutan dari garis lurus
menjadi saldo menurun.
b. Perubahan Estimasi Akuntansi. Dalam penyajian laporan keuangan
seringkali menggunakan dasar estimasi untuk menentukan
besarnya pendapatan atau biaya dan penentuan estimasi itu
didasarkan pada pengalaman masa lalu, kejadian yang ada saat ini
dan informasi baru. Sebagai contohnya yaitu penentuan estimasi
piutang sangsi (bad debts), keusangan persediaan dan masa
manfaat atas aktiva yang disusutkan.
Di samping itu perusahaan juga perlu mengungkapkan temuan kesalahan
dalam laporan keuangan yang dipublikasikan. Kesalahan bukan
merupakan bagian dari perubahan kebijakan akuntansi, tetapi hasil dari
kesalahan perhitungan atau kesalahan dalam penerapan standar
akuntansi.

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


101

METODE PENGUNGKAPAN PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI


Perubahan kebijakan akuntansi suatu perusahaan menurut PSAK
No. 25 paragrap 41 dapat diungkapkan dengan dua cara yaitu (a)
restropektif berarti bahwa kebijakan akuntansi yang baru diterapkan
berlaku surut atau kebijakan itu seolah-olah telah digunakan sebelumnya
dan (b) prospektif yang berarti bahwa kebijakan itu berlaku untuk
transaksi setelah tanggal kebijakan itu diterapkan dan tidak ada
penyesuaian terhadap periode sebelumnya pada saldo laba awal periode
(retained earnings) atau laba atau rugi bersih periode sekarang.
Sebagai contoh penerapan restropektif yang berhubungan dengan
perubahan penggunaan metode penyusutan, PT Denco didirikan tahun
2001 dan membeli kendaraan seharga Rp 10.000.000,00 yang
diperkirakan berumur 4 tahun tanpa nilai residu. Pada mulanya
perusahaan melakukan penyusutan dengan metode sum-of-the-years’-
digits dan merencanakan mengganti dengan metode garis lurus pada awal
tahun 2003. Perhitungan penyusutannya adalah sebagai berikut (dengan
anggapan tanpa memperhatikan pajak penghasilan)
Alternatif penyusutan
PT Denco
Metode Jumlah perubahan
Tahun penyusutan
Sum-of-the-years’ – digits Garis lurus
dengan garis lurus
2001 (4/10 x 10.000.000) = 4.000.000 2.500.000 1.500.000
2002 (3/10 x 10.000.000) = 3.000.000 2.500.000 500.000
2003 (2/10 x 10.000.000) = 2.000.000 2.500.000 ( 500.000)
2004 (1/10 x 10.000.000) = 1.000.000 2.500.000 (1.500.000)
10.000.000 10.000.000 0
Dalam laporan keuangan yang dibuat perusahaan menyajikan laporan
perbandingan (comparative) sehingga perusahaan harus menyesuaikan
akun penyusutan untuk tahun 2001 – 2002. Dengan cara restropektif,
perubahan penggunaan penyusutan berpengaruh terhadap laporan
keuangan tahun sebelumnya dan berikutnya.
Dengan menggunakan metode prospektif, perusahaan menghitung
penyusutan untuk tahun 2003 dengan dasar sisa nilai buku awal tahun
2003 dan perhitungan penyusutannya dari sisa umur. Nilai buku pada awal
tahun 2003 yaitu Rp 3.000.000,00 (Rp 10.000.000,00 – Rp 4.000.000,00 –
Rp 3.000.000,00) dan penyusutan untuk tahun 2003 adalah
Rp 1.500.000,00 (Rp 3.000.000,00 : 2 tahun). Dengan demikian
perubahan penggunaan metode penyusutan dengn cara prospektif hanya
akan bepengaruh pada laporan keuangan tahun 2003 dan 2004.

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


102

KESALAHAN MENDASAR
Dalam PSAK no. 25 disebutkan bahwa kesalahan mendasar berarti
kesalahan yang jumlahnya cukup signifikan yang dijumpai pada suatu
periode berjalan sehingga periode sebelumnya tidak dapat diandalkan lagi
tanggal pada penerbitannya/ Pengaruh kesalahan tersebut kemungkinan
pada akun luar biasa, laba bersih dan pada catatan perhitungan laba per
lembar saham tiap periode laporan. Contoh kesalahan yang dapat terjadi
di suatu perusahaan meliputi :
1. Penggunaan prinsip akuntansi yang belum diterima secara umum
2. Penggunaan estimasi yang menghasilkan perhitungan yang memadai
3. Perhitungan matematik yang salah, seperti perhitungan persediaan
4. Perlakuan akrual terhadap biaya
Kesalahan yang terjadi disuatu perusahaan sangat sukar untuk
diprediksi dan jenis kesalahan yang terjadi di perusahaan juga sukar untuk
di lakukan generaliasasi. Suatu kesalahan sering dijumpai setelah laporan
keuangan dibuat dan yang menemukan kesalahan itu dapat dari pihak
internal atau eksternal auditor. Sedangkan kategori kesalahan dapat
dibuat atas dasar pengaruh yang ditimbulkan dalam laporan keuangan
yaitu :
a. Kesalahan hanya berpengaruh pada neraca. Suatu kesalahan dapat
terjadi hanya berpengaruh pada neraca, misalnya piutang wesel jangka
panjang dicatat di neraca sebagai piutng jangka pendek. Dengan perlu
direklasifikasi yang hanya berpengaruh di neraca saja. Oleh karena itu,
jika kesalahan terjadi pada awal periode, maka perusahaan tidak perlu
melakukan jurnal koreksi, jika laporan keuangan disajikan secara
komparatif untuk periode sekarang, maka perusahaan perlu melakukan
reklasisifkasi pada awal periode.
b. Kesalahan berpengaruh pada laporan laba rugi. Kesalahan yang hanya
berpengaruh pada akun laporan laba rugi biasanya karena kesalahan
dalam reklasifikasi suatu akun, misalnya pendapatan bunga dengan
pendapatan penjualan. Kesalahan tersebut perlu reklasifikasi, tapi tidak
berpengaruh pada laba bersih. Apabila kesalahan tersebut terjadi pada
awal periode dan tidak dilakukan comparative laporankeuangan, maka
tidak perlu ada jurnal koreksi. Tetapi kalau laporan keuangannya
dilakukan komperatif dengan tahun ini, maka perlu ada koreksi
reklasifikasi.
c. Kesalahan berpengaruh pada neraca dan laporanlaba rugi. Kesalahan
dapat terjadi berpengaruh pada akun neraca dan laba rugi, misalnya
perhitungan utang biaya bunga pada akhir periode terlalu kecil.
KOREKSI KESALAHAN
Untuk melakukan generalisasi suatu kesalahan sangat sulit karena
jenis kesalahan sangat beraneka ragam. Untuk menentukan suatu
Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto
103

kesalahan perlu diuji secara cermat terutama harus mengetahui


bagaimana suatu transaksi telah dicatat sebelumnya dan selanjutnya
dapat menentukan bagaimana transaksi itu seharusnya dicatat. Langkah
untuk melakukan koreksi adalah (1) buat jurnal dengan metode yang
relative mudah, or (2) buatlah jurnal pembalikan (reversing ) dari jurnal
yang dianggap salah sebelumnya dan buatlah jurnal yang sebenarnya
atas transaksi tersebut dan kedua jurnal tersebut digabung. Sebagai
contoh, perusahaan melakukan perbaikan bangunan sebasar Rp.
10.000.000,- dicatat sebagai biaya perbaikan bangunan dan kesalahan
tersebut diketahui pada (1) tahun ini dan buku perusahaan belum ditutup
dan (2) tahun berikutnya dan buku perusahaan telah ditutup. Dengan
menggunakan langkah tersebut, maka jurnal koreksi yang dibuat adalah :
1. Kesalahan diketahui tahun ini dan buku perusahaan belum ditutup
a. Jurnal yang salah oleh perusahaan
Biaya perbaikan gedung Rp 10.000.000,00
Kas Rp 10.000.000,00
b. Jurnal yang salah dibalik (reverse)
Kas Rp 10.000.000,00
Biaya perbaikan gedung Rp 10.000.000,00
c. Jurnal yang betul
Bangunan Rp 10.000.000,00
Kas Rp 10.000.000,00
d. Jurnal koreksi yang benar (jurnal b dan c digabung)
Bangunan Rp 10.000.000,00
Biaya perbaikan gedung Rp 10.000.000,00
2. Apabila buku perusahaan telah ditutup, maka jurnal koreksinya
berhubungan dengan laba ditahan yaitu :
Bangunan Rp 10.000.000,00
Laba ditahan Rp 10.000.000,00
Selanjutnya perusahaan juga harus melakukan koreksi atas penyusutan
tahun sebelumnya, agar supaya laba bersihnya tidak terlalu besar
(overstatement). Apabila umur perbaikan bangunan adalah 10 tahun,
maka perusahaan harus membuat jurnal koreksi depresiasi untuk tahun
lalu.
Laba ditahan Rp 1.000.000,00
Akumulasi depresiasi Rp 1.000.000,00
Sedangkan untuk tahun berjalan (tahun kedua) perusahaan juga perlu
membuat jurnal depresiasi yaitu :

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


104

Depresiasi – Bangunan Rp 1.000.000,00


Akumulasi depresiasi Rp 1.000.000,00
Pendapatan diterima dimuka tidak dicatat dalam periode yang benar.
PT Alfa pada tahun 2002 menerima uang sewa untuk tahun 2003 dari
PT ABC sebesar Rp 20.000.000,00. Pada tahun 2002 perusahaan
mencatat kas didebet dan pendapatan dikredit dan kesalahan tersebut
baru diketahui pada tahun 2003. Dengan demikian pendapatan sewa
tahun 2002 terlalu besar, sehingga laba ditahan harus dikurangi. Jurnal
koreksi yang dibuat oleh perusahaan adalah :
Laba ditahan Rp 20.000.000,00
Pendapatan Sewa Rp 20.000.000,00
Apabila perusahaan hingga tahun 2004 tidak menemukan kesalahan,
kesalahan tersebut tidak perlu dikoreksi karena sudah ada
counterbalanced. Akan tetapi, bila perusahaan menyajikan laporan
komparatif untuk tahun 2003 dan 2004, maka perusahaan harus
melakukan koreksi kesalahan tersebut.
Biaya Asuransi dibayar dimuka tidak dicatat dalam periode yang
benar. PT GGRM tahun 2002 membayar asuransi untuk tahun 2003
sebesar Rp 10.000.000,00 dan dicatat sebagai biaya asuransi di debit dan
kas di kredit. Kesalahan tersebut baru diketahui pada tahun 2003,
sehingga laba tahun 2002 terlalu kecil dan tahun 2003 terlalu besar. Jurnal
koreksinya pada tahun 2003 adalah :
Biaya Asuransi Rp 10.000.000,00
Laba ditahan Rp 10.000.000,00
Apabila pembayaran asuransi tahun 2002 tersebut untuk dua tahun yang
akan datang yaitu tahun 2003 dan 2004, maka jurnal koreksinya yang
dibuat tahun 2003 adalah :
Biaya Asuransi Rp 5.000.000,00
Biaya Asuransi dibayar dimuka Rp 5.000.000,00
Laba ditahan Rp 10.000.000,00
Kesalahan Persediaan Akhir. PT GGRM pada akhir tahun 2002 jumlah
persediaan tembakaunya Rp 100.000,00 dan tahun 2003 diketahui bahwa
persediaan tahun 2002 seharusnya Rp 110.000,00. Persediaan akhir
tahun 2002 terlalu kecil Rp 10.000,00 sehingga harga pokok penjualannya
terlalu besar Rp 10.000,00 dan akhirnya laba menjadi kecil. Oleh karena
itu laba ditahan perlu ditambah dan jurnalnya adalah :
Persediaan Rp 10.000.000,00
Laba ditahan Rp 10.000.000,00
Kesalahan Pembelian. PT Matahari tahun 2003 membeli barang dengan
kredit sebesar Rp 52.000,00 tapi dicatat Rp 25.000,00 .Akun pembelian

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


105

dan utang dagang terlalu kecil sebesar Rp 27.000,00, harga pokok


penjualannya pada tahun 2003 dan laba terlalu besar Rp 27.000,00. Oleh
karena laba ditahan perlu dikurangi dengan jumlah tersebut. Jurnal koreksi
yang dibuat oleh perusahaan tahun 2004 adalah menambah Utang
Dagang dan mengurangi laba ditahan.
Laba ditahan Rp 27.000,00
Utang Dagang Rp 27.000,00
Dalam kenyataan kemungkinan tidak akan terjadi koreksi dilakukan pada
tahun 2004, karena para penjual umumnya membutuhkan dana
pelunasan.
PERTANYAAN
1. Jelaskan jenis perubahan kebijakan akuntansi menurut PSAK no. 25 !
2. Sebutkan perbedaan metode pengungkapan perubahan kebijakan
akuntansi !
3. Jelaskan tiga kategori kesalahan dilihat dari pengaruh yang ada dalam
laporan keuangan !
4. Berilah contoh cara mengoreksi suatu kesalahan !
LATIHAN
1. PT Alfa gagal dalam pengakuan akrual dan dicatat sebagai biaya
dibayar dimuka dan pendapatan diterima dimuka dicatat sebagai biaya
dan pendapatan pada tahun terjadinya transaksi.
Keterangan 2001 2002 2003
Biaya dibayar dimuka 5.000 9.000 11.000
Utang Biaya 8.000 7.000 9.500
Pendapatan diterima 30.000 40.000 10.000
dimuka
Pendapatan yang
seharusnya diterima, tapi 6.000 10.000 12.000
belum diterima
Laba bersih 80.000 100.000 110.000

Diminta : 1. Hitung laba bersih yang benar untuk tahun 2001 – 2003
2. Buat jurnal yang diperlukan untuk tahun 2003, jika
kesalahan diketahui pada akhir tahun tersebut.
3. Buat jurnal yang diperlukan untuk tahun 2004, jika
kesalahan diketahui pada akhir tahun tersebut
2. Jurnal koreksi untuk transaksi sebagai berikut :
a. Barang dalam perjalanan, pembelian dilakukan dengan FOB
destination Rp 10.000.000,00 telah dicatat dalam pembelian tapi
belum dicatat dalam persediaan akhir.

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


106

b. Pembelian mesin seharga Rp 20.000.000,00 telah dicatat sebagai


biaya dan diperkirakan berumur 4 tahun yang disusut dengan
metode garis lurus.
c. Utang gaji sebesar Rp. 3.000.000,00 belum dicatat
d. Pembayaran biaya sewa untuk tahun depan sebesar
Rp 10.000.000,- telah dicatat sebagai biaya sewa.
e. Cadangan kerugian piutang sebesar Rp. 6.000.000,- belum dicatat
Buatlah jurnal koreksi dengan anggapan bahwa kesalahan tersebut
diketahui satu tahun setelah terjadinya transaksi tersebut !

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


107

DAFTAR PUSTAKA

Cashin, Feldman et al, 1994, Intermediate Accounting I, McGraw-


Hill, Book Company

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) , 2004, Standar Akuntansi


Keuangan, Salemba Empat

Kieso, Donald e dan Weygandt, JJ, 1995, Akuntansi Intermediate,


7 th Ed, Binarupa Aksara

Larson, Wild dan Chiappetta, 2002, Fundamental Accounting


Principles, FAP Sixteenth Ed., MCGraw Hill, Irwin

Nikolai, Loren A dan Bazley , John D, 2003, Intermediate


Accounting, 9th Ed, Thomson, South Western

Robbert Ang, 1997, Buku Pintar Pasar Modal Indonesia, First


Edition, Mediasoft Indonesia

Smith, Jay M dan Skousen, K Fred, 1987, Akuntansi


Intermediate, Jilid I & II, Penerbit Erlangga

Undang Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995

Zaki Baridwan, 2000, Intermediate Accounting , Edisi 2, BPFE,


Yogyakarta

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


108

LAMPIRAN : 1
PRESENT VALUE OF 1
p = 1 / ( 1 + i )n

n 1.00% 2.00% 3.00% 4.00% 5.00% 6.00% 7.00% 8.00% 9.00% 10.00% 12.00%
1 0.9901 0.9804 0.9709 0.9615 0.9524 0.9434 0.9346 0.9259 0.9174 0.9091 0.8929
2 0.9803 0.9612 0.9426 0.9246 0.9070 0.8900 0.8734 0.8573 0.8417 0.8264 0.7972
3 0.9706 0.9423 0.9151 0.8890 0.8638 0.8396 0.8163 0.7938 0.7722 0.7513 0.7118
4 0.9610 0.9238 0.8885 0.8548 0.8227 0.7921 0.7629 0.7350 0.7084 0.6830 0.6355
5 0.9515 0.9057 0.8626 0.8219 0.7835 0.7473 0.7130 0.6806 0.6499 0.6209 0.5674
6 0.9420 0.8880 0.8375 0.7903 0.7462 0.7050 0.6663 0.6302 0.5963 0.5645 0.5066
7 0.9327 0.8706 0.8131 0.7599 0.7107 0.6651 0.6227 0.5835 0.5470 0.5132 0.4523
8 0.9235 0.8535 0.7894 0.7307 0.6768 0.6274 0.5820 0.5403 0.5019 0.4665 0.4039
9 0.9143 0.8368 0.7664 0.7026 0.6446 0.5919 0.5439 0.5002 0.4604 0.4241 0.3606
10 0.9053 0.8203 0.7441 0.6756 0.6139 0.5584 0.5083 0.4632 0.4224 0.3855 0.3220
11 0.8963 0.8043 0.7224 0.6496 0.5847 0.5268 0.4751 0.4289 0.3875 0.3505 0.2875
12 0.8874 0.7885 0.7014 0.6246 0.5568 0.4970 0.4440 0.3971 0.3555 0.3186 0.2567
13 0.8787 0.7730 0.6810 0.6006 0.5303 0.4688 0.4150 0.3677 0.3262 0.2897 0.2292
14 0.8700 0.7579 0.6611 0.5775 0.5051 0.4423 0.3878 0.3405 0.2992 0.2633 0.2046
15 0.8613 0.7430 0.6419 0.5553 0.4810 0.4173 0.3624 0.3152 0.2745 0.2394 0.1827
16 0.8528 0.7284 0.6232 0.5339 0.4581 0.3936 0.3387 0.2919 0.2519 0.2176 0.1631
17 0.8444 0.7142 0.6050 0.5134 0.4363 0.3714 0.3166 0.2703 0.2311 0.1978 0.1456
18 0.8360 0.7002 0.5874 0.4936 0.4155 0.3503 0.2959 0.2502 0.2120 0.1799 0.1300
19 0.8277 0.6864 0.5703 0.4746 0.3957 0.3305 0.2765 0.2317 0.1945 0.1635 0.1161
20 0.8195 0.6730 0.5537 0.4564 0.3769 0.3118 0.2584 0.2145 0.1784 0.1486 0.1037

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto


109

LAMPIRAN : 2
PRESENT VALUE OF AN ANNUITY OF 1
 1 
p = 1  n 
/i
 (1 i ) 

N 1.00% 2.00% 3.00% 4.00% 5.00% 6.00% 7.00% 8.00% 9.00% 10.00% 12.00%
1 0.9901 0.9804 0.9852 0.9709 0.9615 0.9524 0.9434 0.9346 0.9259 0.9174 0.8929
2 1.9704 1.9416 1.9559 1.9135 1.8861 1.8594 1.8334 1.8080 1.7833 1.7591 1.6901
3 2.9410 2.8839 2.9122 2.8286 2.7751 2.7232 2.6730 2.6243 2.5771 2.5313 2.4018
4 3.9020 3.8077 3.8544 3.7171 3.6299 3.5460 3.4651 3.3872 3.3121 3.2397 3.0373
5 4.8534 4.7135 4.7826 4.5797 4.4518 4.3295 4.2124 4.1002 3.9927 3.8897 3.6048
6 5.7955 5.6014 5.6972 5.4172 5.2421 5.0757 4.9173 4.7665 4.6229 4.4859 4.1114
7 6.7282 6.4720 6.5982 6.2303 6.0021 5.7864 5.5824 5.3893 5.2064 5.0330 4.5638
8 7.6517 7.3255 7.4859 7.0197 6.7327 6.4632 6.2098 5.9713 5.7466 5.5348 4.9676
9 8.5660 8.1622 8.3605 7.7861 7.4353 7.1078 6.8017 6.5152 6.2469 5.9952 5.3282
10 9.4713 8.9826 9.2222 8.5302 8.1109 7.7217 7.3601 7.0236 6.7101 6.4177 5.6502
11 10.3676 9.7868 10.0711 9.2526 8.7605 8.3064 7.8869 7.4987 7.1390 6.8052 5.9377
12 11.2551 10.5753 10.9075 9.9540 9.3851 8.8633 8.3838 7.9427 7.5361 7.1607 6.1944
13 12.1337 11.3484 11.7315 10.6350 9.9856 9.3936 8.8527 8.3577 7.9038 7.4869 6.4235
14 13.0037 12.1062 12.5434 11.2961 10.5631 9.8986 9.2950 8.7455 8.2442 7.7862 6.6282
15 13.8651 12.8493 13.3432 11.9379 11.1184 10.3797 9.7122 9.1079 8.5595 8.0607 6.8109
16 14.7179 13.5777 14.1313 12.5611 11.6523 10.8378 10.1059 9.4466 8.8514 8.3126 6.9740
17 15.5623 14.2919 14.9076 13.1661 12.1657 11.2741 10.4773 9.7632 9.1216 8.5436 7.1196
18 16.3983 14.9920 15.6726 13.7535 12.6593 11.6896 10.8276 10.0591 9.3719 8.7556 7.2497
19 17.2260 15.6785 16.4262 14.3238 13.1339 12.0853 11.1581 10.3356 9.6036 8.9501 7.3658
20 18.0456 16.3514 17.1686 14.8775 13.5903 12.4622 11.4699 10.5940 9.8181 9.1285 7.4694

Intermadiate Accounting II – By Eddy Sutjipto

View publication stats

You might also like