You are on page 1of 27

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN NY.

K
DENGAN CAP (COMMUNITY ACQUIRED
PNEUMONIA) DI RUANGAN RAWAT
INAP GEDUNG B RSUD CILILIN

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


Gelar Profesi Ners

Dewi Nur Fadilah


D522088

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


INSTITUT KESEHATAN RAJAWALI
BANDUNG
2022
A. Definisi Pneumonia
Pneumonia adalah suatu penyakit peradangan akut parenkim paru yang
biasanya dari satu infeksi saluran pernafasan bawah akut, dengan gejala batuk
disertai sesak nafas yang disebabkan agen infeksius seperti virus, bakteri,
fungi (microplasma) dan aspirasi substansi asing berupa radang paru-paru
yang disertai eksudasi dan konsolidasi dan dapat dilihat melalui gambaran
radiologis.
Sedangkan menurut WHO pneumonia adalah bentuk infesksi pernafasan
akut yang menyerang paru-paru bagian alveoli yang berfungsi sebagai tempat
pertukaran O2 dan C02, ketika pasien menderita pneumonia alveoli akan
dipenuhi cairan dan nanah yang membuat pernafasan terasa menyakitkan dan
membatasi asupan oksigenn. Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai
suatu peradangan parenkim paru distal dari bronkiolus terminalis yang
mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli serta menimbulkan konsolidasi
jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat.
Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan
jaringan- jaringan intersittel. Berbagai mikroorganisme dapat menyebabkan
pneumonia antara lain virus dan bakteri. Beberapa faktor yang dapat
meningkatkan resiko untuk terjadinya dan beratnya pneumonia antara lain
adalah defek anatomi bawaan, defisit imunologi, populasi GE, dan aspirasi
(Daud Dasril, 2013).
Menurut PPDI (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia tahun 2017
pneumonia dibedakan menjadi dua yaitu pneumonia kominiti dan pneumonia
nosokomial. Pneumonia komunitas adalah pneumonia yang terjadi akibat
infeksi diluar rumah sakit, sedangkan pneumonia nosokomial adalah
pneumonia yang terjadi lebih dari 48 jam atau lebih setelah dirawat dirumah
sakit. Pneumonia dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara, klasifikasi paling
sering ialah menggunakan klasifikasi berdasarkan tempat didapatkannya
pneumonia (pneumonia komunitas dan pneumonia nosokomial), tetapi
pneumonia juga dapat diklasifikasikan berdasarkan area paru yang terinfeksi
(lobar pneumonia, multilobar pneumonia, bronchial pneumonia, dan interisial
pneumonia) atau agen kausatif. (Dahlan Z, 2009).

B. Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti
bakteri, virus, jamur, protozoa. Pneumonia komunitas yang diderita oleh
masyarakat luar negeri banyak disebabkan gram positif, sedangkan pneumonia
rumah sakit banyak disebabkan gram negatif. Dari laporan beberapa kota di
indonesia ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita komunitas adalah
bakteri gram negative. Penyebab paling sering pneumonia yang didapatkan
dari masyarakat dan nosokomial :
1. Yang didapat dimasyarakat : streeptococcus pneumonia, Mycoplasma
pneumonia, Hemophilus influenza, Legionella pneumophila, Clamydia
pneumonia, Anaerob oral, Adenovirus, Influenza tipe A dan B.
2. Yang didapatkan di rumah sakit : basil usus gram negatif (E. coli
Klebsiella pneumonia), Pseudomonas Aeruginosa, Staphyococcus Aureus,
anaerob oral.
Penyebaran infeksi terjadi melalui droplet atau sering disebabkan oleh
streptoccus pneumonia, melalui slang infuse oleh staphylococcus aureus
sedangkan pada pemakaian ventilator oleh p.Aeruginosa dan enterobacter.
Dan masa kini terjadi karena perubahan keadaan pasien seperti kekebalan
tubuh dan penyakit kronis, polusi lingkungan, penggunaan antibiotik yang
tidak tepat. Setelah masuk ke paru- paru organisme bermultiplikasi dan jika
telah berhasil mengalahkan mekanisme pertahanan paru, terjadi pneumonia.
Menurut Nursalam 2015 selain diatas penyebab terjadinya pneumonia sesuai
penggolongannya yaitu :
1. Bakteri
2. Virus
3. Miroplasma
4. Jamur
5. Aspirasi
6. Pneumonia
7. Hispotatik
8. Sindrom
9. Loeffler
Pertahanan paru-paru terus ditantang oleh organisme termasuk virus dan
bakteri. Virus cenderung menghindari atau membanjiri beberapa pertahanan
saluran pernafasan atas menyebabkan gejala yang masih relative ringan.
Ketika inang saluran pernafasan bagian atas dan bawah kewalahan
mikroorganisme dapat membentuk tempat tinggal, berkembang biak, dan
menyebabkan proses infeksi dalam parenkim paru-paru (Weinberger, 2019).
Beberapa faktor yang berkontribusi dalam rusaknya pertahanan inang
diantaranya ISPA, penyalahgunaan etanil, merokok, gagal jantung, penyakit
paru obstruksi kronik (PPOK). Kerusakan inang juga dapat diperparah dengan
Immunosuppressive tubuh misalnya AIDS, Leukimia, Limfoma, dan
penyalahgunaan kortikosteroid serta obat imunosupresif lainnya.
C. Manifestasi Klinis
Gejala khas dari pneumonia adalah demam, menggigil, berkeringat, batuk
(baik non produktif atau produktif yang menghasilkan sptutum berlendir,
purulen, atau bercak darah), sakit dada karena pleuritis dan sesak. Gejala
umum lainnya adalah pasien lebih suka berbaring pada 5 yang sakit dengan
lutut tertekuk karena nyeri dada. Pemeriksaan fisik didapatkan retraksi atau
penerikan dinding dada bagian bawah saat pernafasan, takipneu, kenaikan atau
penurunan taktil fremitus, perkusi redup sampai pekak menggambarkan
konsolidasi atau terdapat cairan pleura, ronki sura pernafasan bronkial, pleural
friction rub.
Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran
pernafasan atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam dan suhu
tubuh meningkat hingga 40 C, sesak nafas, nyeri dada, batuk dahak, pada
sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu
makan, dan sakit kepala (Misnadiarly, 2016). Usia juga merupakan faktor
penentu dalam manifestasi klinis pneumonia. Pola klinis yang khas pada
pasien pneumonia viral dan bakterial umumnya berbeda antara bayi yang lebih
tua dan anak walaupun perbedaan tersebut tidak selalu jelas. Demam,
menggigil, takipneu, batuk, malaise, nyeri dada akibat pleuritis, retraksi dan
iritabilitas akibat sesak respiratory sering terjadi pada bayi yang lebih tuda dan
anak.
Pneumonia virus lebih sering berasoiasi dengan batuk, mengi atau stridor
dan gejala demam lebih tidak menonjol dibanding pneumonia dibanding
pneumonia bakterial. pneumonia bakteri secara tipikal berasosiasi dengan
demam tinggi, menggigil, batuk, dispneu dan pada auskultasi ditemukan
adanya tanda konsolidasi paru.

D. Patofisiologis
Proses patogenesis pneumonia terkait dengan tiga faktor yaitu keadaan
(imunitas) pasien, mikroorganisme yang menyerang pasien dan lingkungan
yang berinteraksi satu sama lain. Dalam keadaan sehat, pada paru tidak akan
terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya
mekanisme pertahanan paru. adanya bakteri di paru merupakan akibat
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan,
sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya
sakit. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan yaitu
inokulasi langsung, penyebaran melalui darah, Inhalasi bahan aerosol dan
Kolonosiasi di permukaan mukosa. Dari keempat cara tersebut, cara yang
terbanyak adalah dengan kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada virus,
mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur.
Kebanyakan bakteria dengan ukuran 0,5-2,0 mikron melalui udara dapat
mencapai bronkonsul terminal dan alveol dan selanjutnya terjadi proses
infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran nafas atas (hidung, orofaring)
kemudian terjadi aspirasi ke saluran npas bawah dan terjadi inokulasi
mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar
infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang
normal waktu tidur (50%) juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum
alkohol dan pemakai obat (drug abuse). Sekresi orofaring mengandung
konsentrasi bakteri yang sangat tinggi 108-10/ml, sehingga aspirasi dari
sebagian kecil sekret (0,001-1,1 ml) dapat memberikan titer inokulum bakteri
yang tinggi dan terjadi pneumonia.
Pneumonia atau radang paru-paru ialah inflamasi yang disebabkan oleh
paru-paru. Pneumonia dapat terjadi akibat bibit penyakit di udara atau kuman
di tenggorokan terhisap masuk ke paru-paru. penyebaran ini juga dapat
melalui darah pada bagian tubuh yang terluka. Dengan batuk contohnya akan
membuat perlawanan oleh sel-sel pada lapisan lendir tenggorokan hingga
gerakan rambut halus (silia) untuk mengelurkan mucus (lendir) saat proses
peradangan. Lobus bawah paru-paru paling sering terkena efek gravitasi.
Setelah mecapai alveoli maka pnoumocucus menimbulkan respon yang khas
diantaranya :
1. Kongesti (24 jam pertama)
Eksudat yang kaya protein keluar masuk ke dalam alveoli melalui
pembuluh darah berdilatasi dan bocor disertai kongesti vena. Taro menjadi
berat, edematosa, dan berwarna kemerahan.
2. Hepatitis (48 jam berikutnya)
Terjadi pada stadium kedua ditemukan akumulasi masih dalam ruangan
alveolar bersama-sama dalam limfosit dan makrofag. Pleura yang
menutupi akan diselimuti eksudat Fibri nosa. Paru-paru tampak kemerahan
dapat tidak mengandung udara disertai konsistensi mirip hati yang masih
segar dan berganula.
3. Hepatitis kelabu (3-8 hari)
Ditemukan akumulasi fibrin yang berlanjut disertai penghancuran sel
darah putih dan merah. Paru-paru tampak kelabu coklat dan padat karena
leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi di dalam alveoli yang terserang.
4. Resolusi (8-11 hari)
Pada tahap ini eksudat mengalami lisis dan diabsorsi oleh makrofag dan
pencernaan kotoran inflamasi dengan mempertahankan artekstur dinding
alveoli di bawahnya, sehingga jaringan kembali pada struktur semula.
Akibatnya jika mucus masuk ke alveoli terjadi peningkatan konsentrasi
protein cairan alveoli sehingga menyebabkan tekanan hidrostatik
meningkat dan tekanan osmosis meningkat dan terjadi penurunan
disfungsi sehingga terjadi akumulasi cairan pada alveoli yang akan
menekan saraf dan menyebabkan terjadinya gangguan pertukaran gas.
Eksudat yang masuk kedalam alveoli akan menyebabkan konsolidasi di
alveoli yang kemudian menyebabkan terjadinya comience paru-paru
menurun sehingga suplai O2 menurun yang menimbulkan terjadinya
gangguan pola nafas dan intoleransi aktivitas, proses peradangan juga
dapat menyebabkan peningkatan suhu (hipertemia). Penumpukan secret
akan terakumulasi dijalan nafas sehingga timbul masalah keperawatan
bersihan jalan nafas tidak efektif. Jika sputum masuk kelambung akan
terjadi peningkatan asam basa yang akan menyebabkan mual dan muntah.

E. Pathway
F. Pemeriksaan penunjang
Menifestasi klinis yang terjadi akan berbeda-beda berdasarkan kelompok
umur tertentu. Pada neonatus sering dijumpai takipneu, reaksi dinding dada,
grunting, dan sianosis. Pada bayi-bayi yang lebih tua jarang ditemukan
grunting. Gejala yang sering terlihat adalah takipnea, retraksi, sianosis, batuk,
panas, dan iritabel.
Pada semua kelompok umur, akan dijumpai adanya napas cuping hidung.
Pada auskultasi, dapat terdengar pernapasan menurun. Fine crackles (ronkhi
basah halus) yang khas pada anak besar, bisa juga ditemukan pada bayi.
Sedangkan untuk pemeriksaan penunjang lain sebagai penegak diagnosa
diantaranya :
1. Radiologi
Pemeriksaan menggunakan foto thoraks (PA/lateral) merupakan
pemeriksaan penunjang utama (gold standard) untuk menegakkan
diagnosis pneumonia. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai
konsoludasi dengan air bronchogram, penyebaran bronkogenik dan
intertisial serta gambaran kavitas. Foto rontgen thoraks proyeksi posterior-
anterior merupakan dasar diagnosis utama pneumonia.
2. Laboratorium
Peningkatan jumlah leukosit berkisar antara 10.000-40.000/ul, leukosit
polimorfonuklear dengan banyak bentuk. Meskipun dapat pula ditemukan
leukopenia. Hitung jenis menunjukan shift to the left , dan LED
meningkat. Hasil pemeriksaan leukosit > 15.000/ul dengan dominasi
netrofil sering didapatkan pada pneumonia bakteri, dapat pula karena
penyebab non bakteri. Laju endap darah (LED) dan C reaktif protein juga
menunjukan gambaran tidak khas. Trombositopenia bisa didapatkan pada
90% penderita pneumonia dengan empiema. Pemeriksaan sputum kurang
berguna. Biakan darag jarang positif pada 3-11 % saja, tetapi untuk
pneumococcus dan H. Influenzae kemungkinan positif 25-95%.
3. Mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi diantaranya biakan sputum dan kultur darah
untuk mengetahui adanya S. pneumonia dengan pemeriksaan koagulasi
antigen polisakarida pneumokokkus.
4. Analisa Gas Darah
Ditemukan hipoksemia sedang atau berat pada beberapa kasus, tekanan
parsial karbondioksida (Pco2) menurun dan pada stadium lanjut
menunjukan asidosis respiratorik.
G. Penatalaksanaan Medis
Kepada penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, bisa diberikan
antibiotik per oral dan tetap tinggal dirumah. Penderita yang lebih tua dan
penderita dengan sesak napas atau dengan penyakit jantung atau penyakit paru
lainnya, harus dirawat dan antibiotik diberikan melalui infus. Mungkin perlu
diberikan oksigen tambahan, cairan intravena dan alat bantu nafas mekanik.
Kebanyakan penderita akan memberikan respon terhadap pengobatan dan
keadaannya membaik dalam waktu 2 minggu. Penatalaksanaan umum yang
diberikan antara lain :
1. Oksigen 1-2 L/menit
2. IVFD dekstrosa 10% NaCl 0,9% =3:1,+ KCL 10 mEq/500 ml cairan,
jumlah cairan sesuai berat badan kenaikan suhu, dan status dehidrasi.
3. Jika sesak tidak terlalu berat, dapat dimulai makanan enteral bertahap
melalui selang nasogatrik dengan feeding drip.
4. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal
dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier.

Pada prinsipnya penatalaksanaan utama pneumonia adalah memberikan


antibiotik tertentu terhadap kuman tertentu infeksi pneumonia. Pemberian
antibiotik bertujuan untuk memberikan terapi kausal terhadap kuman
penyebab infeksi, akan tetapi sebelum antibiotika definitif diberikan antibiotik
empiris dan terapi suportif perlu diberikan untuk menjaga kondisi pasien.
Terapi antibiotika empiris menggambarkan tebakan terbaik berdasarkan pada
klasfikasi pneumonia dan kemungkinan organisme, karena hasil mikrobiologis
umumnya tidak tersedia selama 12-72 jam. Maka dari itu membedakan jenis
pneumonia (CAP atau HAP) dan tingkat keparahan berdasarkan kondisi klinis
pasien dan faktor predisposisi sangatlah penting, karena akan menentukan
pilihan antibiotika empirik yang akan diberikan kepada pasien. Tindakan
suportif meliputi oksigen untuk mempertahankan PaO2 > 8 kPa (SaO2 > 92%)
dan resusitasi cairan intravena untuk memastikan stabilitas hemodinamik.
Bantuan ventilasi : ventilasi non invasif (misalnya tekanan jalan napas posistif
kontinu (continous positive airway pressure), atau ventilasi mekanis mungkin
diperlukan pada gagal napas. Bila demam atau nyeri pleuritik dapat diberikan
antipiretik analgesik serta dapat diberikan mulkolitik atau ekspektoran untuk
mengurangi dahak.
Pilihan antibiotika yang tepat harus dipertimbangkan faktor sensitivitas
bakteri terhadap antibiotika, keadaan tubuh pasien, dan faktor biaya
pengobatan. 18 pada infeksi pneumonia (CAP dan HAP) seringkali harus
segera diberikan antibiotika sementara sebelum diperoleh hasil pemeriksaan
mikrobiologik. Memilih antibiotika yang didasarkan pada luas spektrum
kerjanya tidak dibenarkan karena hasil terapi tidak lebih unggul daripada hasil
terapi dengan antibiotika berspektrum sempit, sedangkan superinfeksi lebih
sering terjadi dengan antibiotika berspektrum luas.
Terapi lain dari pneumonia yaitu :
1. Medikametosa
Diagnosis etiologik pneumonia sangat sulit untuk ditentukan sehingga
pemberian antibiotik dilakukan secara empirik sesuai dengan pola kuman
tersering yaitu sterptococus pneuminia dan haemophilus influenza.
Pemberian antibiotik sesuai dengan kelompok umur.
2. Bedah
Pada umumnya tidak ada tindakan bedah kecuali bila terjadi komplikasi
pneumotoraks/ pneumpmediastinum.
3. Suportif
Pemberian oksigen sesuai derajat sesaknya. Nutrisi parenteral diberikan
selama pasien masih sesak.

H. Komplikasi
Pneumonia umumnya bisa diterapi dengan baik tanpa menimbulkan
komplikasi. Akan tetapi, beberapa pasien khususnya kelompok pasien risiko
tinggi mungkin mengalami beberapa komplikasi seperti bakteremia (sepsis),
abses paru, efusi pleura, dan kesulitan bernapas. Bakteremia dapat terjadi pada
pasien jika bakteri yang menginfeksi paru masuk kedalam aliran darah dan
menyebarkan infeksi ke orang lain, yang berpotensi menyebabkan kegagalan
organ. Pada 10% pneumonia pneumokokus dengan bakteremia dijumpai
terdapat komplikasi ektrapulmoner berupa meningitis, arthritis, endokarditis,
perikarditis peritonitis, dan empiema. Pneumonia juga dapat menyebabkan
akumulasi cairan pada rongga pleura atau biasa disebut dengan efusi pleura.
Efusi pleura pada pneumonia umumnya bersifat eksudatif. Pada klinis
sekitar 5% kasus efusi pleura yang disebabkan oleh pneumonia dengan jumlah
cairan yang sedikit dan sifatnya sesaat (efusi parapneumonik). Efusi pleura
eksudatif yang mengandung mikroorganisme dalam jumlah banyak beserta
dengan nanah disebut empiema. Jika sudah terjadi empiema maka cairan perlu
di drainage menggunakan chest tube atau dengan pembedahan.
I. Pengkajian
1. Anamnesa dan Identitas
Berisikan nama lengkap pasien, usia pasien, jenis kelamin, suku/bangsa
pasein. Agama, pekerjaan, pendidikan, alamat dan diganosa medis.
2. Identitas Penanggung Jawab
Berisikan nama lengkap penanggung jawab, usia, jenis kelamin, agama,
pekerjaan, pendidikan, alamat, dan status hubungan dengan pasien.
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pengkajian RPD yang mendukung di kaji dengan menanyakan apakah
sebelumya klien pernah menderita nyeri dada, hipertensi, iskemia
miokardium. infark miokardium, diabetes mellitus dan hiperlipidemia.
Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa di minum oleh klien pada
masa yang lalu dan masih relevan dengan kondisi saat ini obat-obatan
ini meliputi obat diuretic, nitrat,penghambat beta,serta
antihipertensi.catat adanya efek samping yang terjadi di masa lalu,alergi
obat dan reaksi alergi yang timbul. Sering kali klien menafsirkan suatu
alergi sebagai efek samping obat.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pengkajian RPS yang mendukung keluhan utama di lakukan dengan
mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai kelemahan fisik klien
secara PQRST,yaitu :
1) Provoking incident : kelemahan fisik terjadi setelah melakukan
aktivitas ringan sampai berat,sesua derajat gangguan pada jantung
(lihat klasifikasi gagal jantung)
2) Quality of pain : seperti apa keluhan kelemahan dalam melakukan
aktifitas yang di rasakan atau di gambarkan klien biasanya tetap
beraktivitas klien merasakan sesak nafas (dengan menggunakan
alat atau otot bantu pernafasan).
3) Region : radiation,relif : apakah kelemahan fisik bersifat lokal atau
memengaruhi keseluruhan system otot rangka dan apakah di sertai
ketidakmampuan dalam melakukan pergerakan.
4) Severity (scale) of pain : kaji rentang kemampuan klien dalam
melakukan aktivitas sehari - hari. Biasanya kemampuan klien dalam
beraktivitas menurun sesuai derajat gangguan perfusi yang di alami
organ.
5) Time : sifat mula timbulnya (onset) keluhan kelemahan beraktivitas
biasanyayimbul perlahan. Lama timbulnya (durasi) kelemahan saat
beraktivitas biasanya setiap saat,baik saat istirahat maupun saat
beraktifitas.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah di alami oleh
keluarga anggota keluarga yang meninggal terutama pada usia produktif
dan penyebab kematianya. Penyakit jantung iskemik pada orang tua
yang timbulnya pada usia muda merupakan factor risiko utama
terjadinya penyakit jantung iskemik pada keturunanya.
d. Riwayat keluarga
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh
keluarga. Bila ada anggota keluarga yang meninggal, maka penyebab
kematian juga perlu ditanyakan. Penyakit jantung iskemik pada orang
tua yang timbul pada usia muda merupakan faktor resiko utama untuk
penyakit jantung iskemik bagi keturunanya.
e. Psikososial
Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat gangguan oksigenasi
jaringan, stress akibat kesakitan bernapas, dan pengetahuan bahwa
jantung tidak berfungsi dengan baik. Penurunan lebih lanjut dari curah
jantung dapat disertai insomnia atau kebingungan.
4. Pengkajian Survey Primer
a. Airway
Keadaan jalan nafas : tingkat kesadaran, pernafasan, upaya bernafas ,
benda asing di jalan nafas, bunyi nafas, hembusan nafas, Bersihan jalan
napas klien bisa terganggu karena produksi sputum pada gagal jantung
kiri
b. Breathing
1) Fungsi pernafasan : jenis pernafasan, frekwensi pernafasan, retraksi
otot bantu nafas, kelainan dinding thoraks (simetris, perlukaan, jejas
trauma), bunyi nafas, hembusan nafas, kongesti vaskuler pulmonal
2) Dispnea dikarakteristikan dengan pernapasan cepat,dangkal dan
keadaan yang menunjukkan bahwa klien sulit mendapatkan udara
yang cukup,yang menekan klien.terkadang klien mengeluh adanya
insomnia,gelisah,atau kelemahan yang di sebabkan oleh dispnea.
3) Ortopnea yaitu ketidakmampuan untuk berbaring datar karena
dispnea,adalah keluhan umum lain dari gagal ventrikel kiri yang
berhubungan dengan kongesti vaskuler pulmonal.perawat harus
menentukan apakah ortopnea benar – benar berhubungan dengan
penyakit jantung atau apakah peninggian kepala saat tidur adalah
kebiasaan klien belaka.sebagai contoh,bila klien menyatakan bahw
ia terbiasa menggunakan tiga bantal saat tidur.tetapi,perawat harus
menanyakan alasan klien tidur dengan menggunakan tiga bantal.
Bila klien mengatakan bahwa ia melakukan ini karena menyukai
tidur dengan ketinggian ini dan telah di lakukan sejak sebelum
mempunyai gejala gangguan jantung, kondisi ini tidak tepat di
anggap sebagai ortopnea.
4) Dispnea nokturnal paroksismal (DNP) adalah keluhan yang di kenal
baik oleh klien yaitu klien biasanya terbangun di tengah malam
karena mengalami napas pendek yang hebat. Dispnea nokturnal
paroksismal di perkirakan di sebabkan oleh perpindahan cairan dari
jaringan ke dalam kompartemen intravaskuler sebagai akibat dari
posisi telentang. Pada siang hari, saat klien melakukan aktivitas,
tekanan hidrostatisk vena meningkat, khususnya pada bagian bawah
tubuh karena adanya gravitasi, peningkatan volume cairan dan
peningkatan tonus sismpatetik. Dengan peningkatan tekanan
hidrostatik ini sejumlah cairan keluar masuk ke area jaringan secara
normal. Namun dengan posisi telentang. Tekanan pada kapiler –
kapiler dependen menurun dan cairan di serap kembali ke dalam
sirkulasi. Peningkatan volume cairan dalam sirkulasi akan
memberikan sejulmlah tambahan drah yang di alirkan ke jantung
untuk di pompa tiap menit (peningkatan beban awal) dan
memberikan beban tambahan pada dasar vaskuler pulmonal yang
telah mengalami kongesti. Mengingat bahwa DNP terjadi bukan
hanya pada malam hari tetapi dapat terjadi kapan saja. Klien harus
di berikan tirah baring selama perawatan akut di rumah sakit
5) Batuk iritatif adalah salah satu gejala dari kongesti vaskuler
pulmonal yang sering tidak menjadi perhatian tetapi dapat
merupakan gejala dominan batuk ini dapat produktif tetapi biasanya
kering dan batuk pendek. Gejala ini dihubungkan dengan kongesti
mukosa bronchial dan berhubungan dengan peningkatan produksi
mucus.
6) Edema pulmonal akut adalah gambaran klinis paling bervariasi di
hubungkan dengan kongesti vaskuler pulmonal. Edema pulmonal
akut ini terjadi bila tekanan kapiler pulmonal melebihi tekanan yang
cenderung mempertahankan cairan di dalam saluran vaskuler
(kurang lebih 30 mmHg). Pada tekanan ini, akan terjadi transduksi
cairan ke dalam alveoli. Namun sebaliknya tekanan ini akan
menurunkan tersedianya area untuk transport normal oksigen dan
karbon dioksida dari darah dalam kapiler pulmonal.
7) Edema pulmonal akut dicirikan oleh dyspnea hebat, batuk,
ortopnea, ansietas, sianosis, berkeringat, kelainan bunyi pernapasan
dan sangat sering nyeri dada dan sputum berwarna merah muda,
berbusa yang keluar dari mulut. Ini memerlukan kedaruratan medis
dan harus di tangani dengan cepat dan tepat.
c. Circulation
Keadaan sirkulasi : tingkat kesadaran, perdarahan (internal/eksternal),
kapilari refill, nadi radial/carotis, akral perifer.
5. Pemeriksaan Fisik (Head To Toe)
1) Kepala : Kulit kepala, Mata, Telinga, Hidung, Mulut dan gigi, Wajah
2) Leher
3) Tanda : pembesaran tiroid
4) Dada/ thoraks : Keadaan paru-paru dan jantung (inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi)
5) Abdomen (inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi) dan Pola Makan
6) Pelvis (inspeksi dan palpasi)
7) Perineum dan rectum
8) Genitalia
9) Ekstremitas : Status sirkulasi dan Keadaan injury
10) Neurologis : Fungsi sensorik dan motoric

J. Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas (mis.
Nyeri saat bernafas, kelemahan otot pernafasan) yang ditandai dengan
dispnea, pola napas abnormal.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolus kapiler ditandai dengan dispnea, PCO2 meningkat, PO2 menurun,
takikardi, dan bunyi napas tambahan.
3. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hiperplasia dinding
jalan napas ditandai dengan batuk tidak efektif, sputum berlebih dan
wheezing.
K. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan


(SDKI) Hasil (SIKI)
(SLKI)
Dx 1 : Pola napas tidak Setelah dilakukan Terapi oksigen (1.01026)
efektif intervensi 1x24 jam Observasi :
Penyebab : diharapkan bersihan jalan 1. Monitor kecepatan
1. Depresi pusat napas menjadi efektif aliran O2
pernapasan dengan kriteria hasil : 2. Monitor posisi alat
2. Hambatan upaya napas 1. Batuk efektif dari terapi O2
(mis. Nyeri saat skla 2 (cukup 3. Monitor aliran
bernapas, kelemahan menurun) menjadi oksigen secara
otot pernapasan) 4 (cukup periodik dan
3. Deformitas dinding meningkat) pastikan fraksi yang
dada 2. Produksi sputum diberikan
4. Gangguan dari skala 3 4. Monitor efektifitas
neuromuskular (sedang) menjadi 5 terapi O2
5. Gangguan tulang dada (menurun) 5. Monitor tanda-tanda
6. Gangguan neurologis 3. Dispnea dari skala hipoventilasi
(mis. EEG positif, 2 (cukup 6. Monitor tanda dan
cedera kepala, meningkat) menjadi gejala toksitasi
gangguan kejang) 4 (cukup menurun) 7. Monitor tingkat
7. Imaturitas neurologis 4. Frekuensi napas kecemasan akibat
8. Penurunan energi dari skala 3 terapi O2
9. Obesitas (sedang) Edukasi :
10. Posisi tubuh yang 5. Pola napas dari
1. Ajarkan pasien dan
menghambat ekspansi skala 3 (sedang)
keluarga cara
paru menjadi 5
menggunakan O2
Gejala dan tanda mayor (membaik)
dirumah
Subjektif :
1. Dispnea
Objektif :
1. Penggunaan otot bantu
pernapasan
2. Fase aspirasi
memanjang
3. Pola napas abnormal
(mis. Takipnea,
bradipnea,
hiperventilasi,
kusmaul, cheyne-
stokes)
Gejala dan tanda minor
Subjektif :
1. Ortopnea
Objektif :
1. Pernapasan pursed-lip
2. Pernapasan cuping
hidung
3. Diameter thoraks
anterioir-posterior
Meningkat
4. Ventilasi semenit
menurun
5. Kapasitas vital
menurun
DX 2 : Gangguan perukaran Setelah dilakukan Pemantaun Respirasi
gas intervensi selama 1x24 jam (1.01014)
Penyebab : diharapkan gangguan Observasi :
1. Ketidakseimbangan pertukaran gas berkurang 1. Monitor frekuensi,
ventilasi perfusi dengan kriteria hasil : irama, kedalaman
2. Perubahan membran 1. Tingkat kesadaran dan upaya napas
alveolus-kapiler dari skala 5 2. Monitor pola napas
Gejala dan tanda mayor (meningkat) tetap 3. Monitor
pada skala 5 kemampuan batuk
Subjektif :
(meningkat) efektif
1. Dispnea 2. Dispnea dari skala 4. Monitor adanya
Objektif : 3 (sedang) menjadi produksi sputum
skala 5 (menurun) 5. Monitor adanya
1. PCO2 meningkat
3. Napas cuping sumbatan jalan
2. PO2 menurun
hidung dari skala 3 napas
3. Takikardi
(sedang) menjadi
4. PH arteri meningkat/
skala 5 (menurun)
menurun
4. PCO2 dari skala 3
5. Bunyi napas tambahan
(sedang) menjadi
Gejala dan tanda minor
skala 5 (membaik)
Subjektif : 5. PO2 dari skla 5
(sedang) menjadi
1. Pusing
skala 5 (membaik)
2. Penglihatan kabur
Objektif :
1. Sianosis
2. Diaferosis
3. Gelisah
4. Napas cuping hidung
5. Pola napas abnormal
(cepat/ lambat,
reguler/ireguler,
dalam/dangkal)
6. Warna kulit abnormal
7. Kesadaran menurun
DX 3 : Bersihan jalan napas Setelah dilakukan Manajemen jalan napas
tidak efektif intervensi selama 1x24 jam
(1.01011)
Penyebab diharapkan bersihan jalan
Fisiologis : napas menjadi efektif Observasi :
1. Spasme jalan napas dengan kriteria hasil :
1. Monitor pola napas
2. Hipersekresi jalan 1. Batuk efektif dari
(frekuensi,
napas skala 2 (cukup)
kedalaman, usaha
3. Disfungsi menjadi 4 (cukup
napas)
neurmuskular meningkat)
2. Monitor bunyi napas
4. Benda asing dalam 2. Produksi sputum
tambahan (mis.
jalan napas dari skala 3
Gurgling, mengi,
5. Adanya jalan napas (sedang) menjadi 3
wheezing, ronkhi
buatan (menurun)
kering)
Situasional : 3. Dispnea dari skala
3. Monitor sputum
2 (cukup
1. Merokok aktif (jumlah warna,
meningkat) menjadi
2. Merokok pasif aroma)
skala 4 (cukup
3. Terpajan polutan 4. Posisikan semi
menurun)
Gejala dan tanda mayor fowler atau fowler)
5. Berikan minum
1. Batuk tidak efektif
hangat
2. Tidak mampu batuk
3. Mengi, wheezing/
ronkhi
Gejala dan tanda minor
1. Dispnea
2. Gelisah
3. Sianosis
4. Bunyi napas menurun
5. Frekuensi napas
berlebih

You might also like